Professional Documents
Culture Documents
Dosen Pengampu:
Oleh :
Kelompok : 5 (lima)
2018
Judul Praktikum : Bentuk-Bentuk dan Kelainan Pada Sperma
Tujuan Praktikum :
A. Landasan Teori
Reproduksi merupakan kemampuan makhluk hidup untuk menghasilkan
keturunan. Bagi makhluk hidup tujuan reproduksinya adalah agar suatu jenis makhluk
hidup tidak mengalami kepunahan. Sama seperti makhluk hidup lahnnya, manusia
berepeproduksi secara sexual. Reproduksi secara sexual melibatkan kelenjar dan saluran
kelamin. Interaksi antara organ reproduksi, kelenjar, dan saluran kelamin merupakan
proses yang terjadi di dalam sistem reproduksi (Slamet, 2007: 300).
Sperma dihasilkan oleh sel-sel khusus di dalam testis yang disebut dengan
spermatogonia. Spermatogonia bersifat diploid dapat membelah diri secara mitosis
membentuk spermatogonia atau membentuk spermatosit. Meiosis dari setiap spermatosit
menghasilkan 4 sel haploid atau yang dikelnal dengan spermatid. Spermatid ini dalam
proses tersebut, kemudian kehilangan banyak sitoplasma dan berkembang menjadi
sperma (Kimball, 2001 : 360).
Struktur sel sperma sesuai dengan fungsinya. Pada sebagian besar spesies, kepala
yang mengandung nucleus haploid ditudungi oleh badan khusus yaitu akrosom, yang
mengandung enzim yang dapat membentu sperma menembus sel telur. Dibelakang sel
sperma mengandung sejumlah mitondria yang menyediakan ATP untuk pergerakan ekor,
yang berupa sebuah flagella. Bentuk sperma mamalia bervariasi dari tiap spesies dengan
kepala berbentuk koma tipis, berbentuk oval (seperti pada sperma manusia), atau
berbentuk hampir bulat (Campbell, 2003 : 160).
Sperma terdiri dari beberapa bagian. Satu spermatozoa terdir dari kepala, leher,
badan dan ekor. Sebagian besar kepala sperma berisi inti. Dua pertiga bagia int diselimuti
tutup akrosom. Jika terjadi pembuahan maka tutup akrosom pecah, dari akrosomnya
keluar enzim-enzim. Enzim yang terpentng adalah hialurodinase dan protease yang mirip
dengan tripsin (Yatim, 1994 : 14).
Ukuran dan bentuk spermatozoa berbeda pada berbagai jenis hewan , namun
struktur morfologinya tetap sama. Panjang dan lebar kepala kira-kira 8,0 – 10,0 mikron x
4,0- 4,5 mikron pada sperma sapi, domba dan babi. Ukuran kepala 7,0 mikron x 2,7- 4,0
mikron pada sperma kuda. Tebal kepala kurang lebih 0,5- 1,5 mikron atau kurang
oanjang setengah 2 kali panjang kepala, 10,0- 15,0 mikron diameter sekitar 1,0 mikron
pada semua spesies. Ekor spermatozoa memiliki ukuran panjang 35,0- 45,0 mikron
dengan diameter 4,0-0,8 mikron (Mozes, 1991 : 108).
Analisa sperma adalah salah satu pemeriksaan yang dilakukan pada laki-laki
untuk mengetahui adanya gangguan pada sperma. Beberapa karakteristik fisik sperma
(bau, volume, pencairan, penampilan, viskositas dan pH) dan parameter mikroskopis
(leukosit, konsentrasi, aglutinasi, motilitas dan morfologi) yang biasanya diperiksa pada
analisa sperma. Beberapa contoh seperti keadaan Azoospermia (tidak ada sperma pada
semen), teratozoospermia (persentase bentuk sperma normal di bawah krteria normal),
oligozoospermia (rendahnya jumlah sperma), asthenozoospermia (persentase sperma
motil di bawah krteria normal) adalah contoh klasifikasi yang didapat untuk menyatakan
jenis gangguan sperma pada pria (Putra, 2017 : 2). Kelainan pada spermatozoa dapat
diklasifikasikan berdasarkan morfologi yang terlihat di bawah mikroskop yaitu: bentuk
normal (oval) dan bentuk abnormal yang terdiri dari kepala besar, kepala kecil, kepala
tapering, kepala pyriform, kepala amorphous , kepala dua dan kelainan ekor (Salwati,
2015 : 45). Sperma dapat berbentuk lain dari biasanya, yang pada orang dapat
menyebabkan kemandulan (steril). Ada orang yang proses spermatogenesisnya tidak
lancar, sehingga dihasilkan sperma yang memiliki bentuk dan susunan yang tidak
sempurna (Yatim, 1994 : 15).
Berdasarkan hasil analisa terdapat bentuk-bentuk abnormalitas dari spermatozoa,
dapat dibedaka menjadi 2 yaitu :
1. Abnormalitas primer, abnormalitas yang disebabkan karena faktor keturunan dan
pengaruh lingkungan yang buruk. Bentuk-bentuk abnormalitas primer diantaranya
bentuk kepala besar, bentuk kepala kecil, kepala pendek, kepala lebar dan ekor ganda.
2. Abnormalitas sekunder, terjadi selama proses penyimpanan spermatozoa dan
kemungkinan besar disebebkan ketika pewarnaan dalam pembuatan preparat ulas.
Bentuk abnormalitas sekunder diantaranya bagian ekor meipat, adanya butiran-
butiran 2x dari sitoplasmik proksimal atau distal, selubung akrosom yang terlepas dan
kepala tanpa ekor serta bentuk ekor yang terputus (Afiati, 2015 : 931).
Mengambil tikus jantan, marmut jantan, mencit jantan dan hamster jantan dari
kandang
Dimasukan kedalam botol pembius bersisi kapas yang telah dibasahi dengan
kloroform. Setelah mati tempatkan sampel pada baki bedah dengan memaku
kedua pasang anggota geraknya.
Mengamati ovarium, oviduk, uterus dan vagina beserta bagian yang lainnya
Menampung cairan yang keluar pada kaca arloji yang berisi 5 tetes NaCl 0,9 %
. Aduklah secara perlahan hingga merata, lalu encerkan satu tetes suspensi ini
dalam 49 tetes larutan NaCl 0,9 % , sehingga diperoleh pengenceran 50 kali .
Mengaduk dengan baik, kemudian diletakkan satu tetes pada objek glass dan
ditutup dengan kaca penutup
Referensi :
Wyrobek & Bruce,
1975
Kelompok 2
Abnormal Tampak bagian
Perbesaran 10×10
primer sperma kepala dan ekor,
dengan bentuk namun kepala
kepala besar terlihat lebih
besar
Referensi:
Wyrobek & Bruce,
1975
Normal Tampak bagian
kepala dan ekor
jelas terlihat,
kepala
spermatozoa
berbentuk koma
Referensi:
Wyrobek & Bruce,
Kelompok 6
1975
Perbesaran 10×10
Referensi:
Perbesaran: 10×10
Wyrobek & Bruce,
1975
Abnormal, Tampak bagain
Sperma dengan kepala dan ekor,
ekor ganda namun pada ekor
terlihat memiliki
ekor bercabang
atau ganda (2 ekor)
Referensi:
Wyrobek & Bruce,
1975
E. Pembahasan
Jawaban :
1. Hubungan bentuk sperma dengan fertilisasi yaitu fertilisasi akan terjadi apabila
jumlah presentasi sperma normal lebih besar daripada jumlah sperma abnormal yakni
lebih dari 50% pada saat terjadinya ejakulasi. Fertilisasi terjadi meski terdapat
sperma abnormal, akan tetapi dari segi kualitasnya akan berbeda . Pada hewan yang
berbeda, maka akan menghasilkan jumlah sperma, bentuk sperma dan kelainan
sperma yang berbeda pula.
2. Setelah dilakukan pengamatan, jumlah sperma yang paling banyak ditemukan pada
sampel tikus putih, ditandai dengan terdapatnya sperma normal dan abnormal
dibawah mikroskop pada pembesaran 10 x 10.
G. Kesimpulan
Berdasarkan pengamatan bentuk dan kelainan pada sperma dapat disimpulkan
bahwa struktur sperma terdiri dari 3 bagian diantaranya kepala, tubuh dan ekor. Setiap
jenis hewan memiliki ciri morfologi sperma yang berbeda baik dari segi bentuk kepala,
tubuh maupun ekor. Kelainan pada sperma atau abnormalitas sperma yang ditemukan
dari empat sampel pengamatan (mencit, tikus, hamster dan mamut) termasuk pada
sperma abnormalitas primer dengan ciri sperma memiliki ekor dua dan berkepala dua.
Sperma abnormal tidak dapat memfertilisasi ovum. Apabila sperma abnormal
memfertilisasi ovum maka besar kemungkinan yang terjadi akan melahirkan individu
cacat. Faktor yang mempengaruhi kelainan pada sperma diantaranya faktor keturunan
(genetic), faktor gizi makanan yang dikonsumsi hewan, usia perkawinan dan pengaruh
lingkungan.
H. Daftar Pustaka
Afiati, dkk. 2015. Abnormalitas Domba dengan Frekuensi Penampungan Berbeda. Jurnal
Prossem Nasmasy Bioedu. Vol 1 No 4 hal 930- 934, diakses pada 13 Maret 2018
Pukul 18.56 WIB
Campbell, N.A . 2003. Biologi Jilid 2 Edisi 5. Jakarta : Erlangga.
Guyton, A.C. 1997. Fisiologi Kedokteran. Jakarta : EGC.
Janqueira LC dan J, Carniero. 1998. Histologi Dasar. Jakarta : EGC.
Kimball, John W. 2001. Biologi. Jakarta : Erlangga.
Mozes, R. 1991. Fisiologi Reproduksi Ternak. Bandung : Aksara.
Putra, C.B. 2017. Gambaran Analisa Sperma di Klinik Bayi Tabung Rumah Sakit Umum
Pusat Sanglah Tahun 2013. Jurnal E-Medica. Vol 5 No 6. Denpasar : Universitas
Undayana. Hal 1-6 , diakses pada 13 Maret 2018 pukul 19.10 WIB
Salwati, Ervi. 2015. Bentuk- bentuk spermatozoa abnormal pada semen pria pasangan
Infertile. Skripsi. Jakarta : Universitas Indonesia. Hal 44-49, diakses pada 13 Maret
2018 pukul 19.02 WIB
Yatim, Wildan. 1994. Embryologi. Bandung : Tarsito.