Professional Documents
Culture Documents
DISUSUN OLEH :
IMANUEL DWIJAYANTO
G3A017029
1
LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN
PADA PASIEN DENGAN FRAKTUR HIP
4. Pemeriksaan Diagnostik
a. Foto Rontgen Spinal, yang memperlihatkan adanya perubahan degeneratif pada
tulang belakang, atau tulang intervetebralis atau mengesampingkan kecurigaan
patologis lain seperti tumor, osteomielitis.
b. Elektromiografi, untuk melokalisasi lesi pada tingkat akar syaraf spinal utama
yang terkena.
c. Venogram Epidural, yang dapat dilakukan di mana keakuratan dan miogram
terbatas.
d. Fungsi Lumbal, yang dapat mengkesampingkan kondisi yang berhubungan,
infeksi adanya darah.
e. Tanda Le Seque (tes dengan mengangkat kaki lurus ke atas) untuk mendukung
diagnosa awal dari herniasi discus intervertebralis ketika muncul nyeri pada kaki
posterior.
f. CT - Scan yang dapat menunjukkan kanal spinal yang mengecil, adanya protrusi
discus intervetebralis.
g. MRI, termasuk pemeriksaan non invasif yang dapat menunjukkan adanya
perubahan tulang dan jaringan lunak dan dapat memperkuat adanya herniasi
discus.
5. Penatalaksanaan Medis
1). Fraktur Terbuka
4
Merupakan kasus emergensi karena dapat terjadi kontaminasi oleh bakteri dan
disertai perdarahan yang hebatdalamwaktu 6-8 jam (golden period).
2). SeluruhFraktur
a Reduksi/Manipulasi/Reposisi
Reduksi urgensi pada kasus fraktur acetabulum, yaitu :
a) Reduksi tertutup dari dislokasi posterior dalam keadaan emergensi
b) Untuk Fraktur-Dislokasi sentral, traksi longitudinal skeletal dengan
upper tibia atau lower femur dengan menggunakan steinmann pin dan
bila diperlukan, skin traksi lateral (reduksi dalam keadaan anestesi
umum terkadang diperlukan).
- Traksi skeletal
Merupakan traksi definitif pada orang dewasa yang
merupakan balanced traction. Dilakukan untuk menyempurnakan
luka operasi dengan kawat metal / penjepit melalui tulang /
jaringan metal.
Reduksi Terbuka. Pada fraktur tertentu memerlukan reduksi terbuka.
Dengan pendekatan bedah, fragmen tulang direduksi. Alat fiksasi interna
dalam bentuk pin, kawat, sekrup, plat paku, atau batangan logam
digunakan untuk mempertahankan fragmen tulang dalam posisinya sampai
penyembuhan tulang yang solid terjadi. Alat ini dapat diletakkan di sisi
tulang atau langsung ke rongga sumsum tulang, alat tersebut menjaga
aproksimasi dan fiksasi yang kuat bagi fragmen tulang.
b OREF
Penanganan intra operatif pada fraktur terbuka derajat III yaitu dengan
cara reduksi terbuka diikuti fiksasi eksternal (open reduction and external
fixation=OREF) sehingga diperoleh stabilisasi fraktur yang baik. Keuntungan
fiksasi eksternal adalah memungkinkan stabilisasi fraktur sekaligus menilai
jaringan lunak sekitar dalam masa penyembuhan fraktur.
c ORIF
ORIF adalah suatu bentuk pembedahan dengan pemasangan internal
fiksasi pada tulang yang mengalami fraktur. Fungsi ORIF untuk
mempertahankan posisi fragmen tulang agar tetap menyatu dan tidak
mengalami pergeseran. Internal fiksasi ini berupa Intra Medullary Nail
biasanya digunakan untuk fraktur tulang panjang dengan tipe fraktur tranvers.
Reduksi terbuka dengan fiksasi interna (ORIF=open reduction and
internal fixation) diindikasikan pada kegagalan reduksi tertutup, bila
dibutuhkan reduksi dan fiksasi yang lebih baik dibanding yang bisa dicapai
dengan reduksi tertutup.
d Retensi/Immobilisasi
6
Upaya yang dilakukan untuk menahan fragmen tulang sehingga
kembali seperti semula secara optimun. Imobilisasi fraktur. Setelah fraktur
direduksi, fragmen tulang harus diimobilisasi, atau dipertahankan dalam posisi
kesejajaran yang benar sampai terjadi penyatuan. Imobilisasi dapat dilakukan
dengan fiksasi eksterna atau interna. Metode fiksasi eksterna meliputi
pembalutan, gips, bidai, traksi kontinu, pin dan teknik gips, atau fiksator
eksterna.
e Rehabilitasi
Menghindari atropi dan kontraktur dengan
fisioterapi. Segalaupayadiarahkanpadapenyembuhantulangdanjaringanlunak.L
atihanisometrik dan setting otot diusahakanuntukmeminimalkanatrofi disuse
danmeningkatkanperedarandarah.Partisipasidalamaktivitashidupsehari-haridiu
sahakanuntukmemperbaikikemandirianfungsidanharga-diri.
6. Pathway
7
Trauma langsung Trauma tdklangsung Kondisipatologis
Fraktur
Perubahanjaringansekitar Kerusakanfragmentlg
Penekananpembuluhdarah Menyumbatpembuluhdarah
Perdarahan
ResikoInfeksi
Kehilangan volume cairan
Resikosyok (hipovolemik)
9
untuk membantu proses penyembuhan tulang. Evaluasi terhadap pola
nutrisi klien bisa membantu menentukan penyebab masalah
muskuloskeletal dan mengantisipasi komplikasi dari nutrisi yang tidak
adekuat terutama kalsium atau protein dan terpapar sinar matahari
yang kurang merupakan faktor predisposisi masalah muskuloskeletal
terutama pada lansia. Selain itu juga obesitas juga menghambat
degenerasi dan mobilitas klien.
c.Pola Eliminasi
Untuk kasus fraktur humerus tidak ada gangguan pada pola eliminasi,
tapi walaupun begitu perlu juga dikaji frekuensi, konsistensi, warna
serta bau feces pada pola eliminasi alvi. Sedangkan pada pola eliminasi
uri dikaji frekuensi, kepekatannya, warna, bau, dan jumlah. Pada kedua
pola ini juga dikaji ada kesulitan atau tidak.
d. Pola Tidur dan Istirahat
Semua klien fraktur timbul rasa nyeri, keterbatasan gerak, sehingga hal
ini dapat mengganggu pola dan kebutuhan tidur klien. Selain itu juga,
pengkajian dilaksanakan pada lamanya tidur, suasana lingkungan,
kebiasaan tidur, dan kesulitan tidur serta penggunaan obat tidur.
e.Pola Aktivitas
Karena timbulnya nyeri, keterbatasan gerak, maka semua bentuk
kegiatan klien menjadi berkurang dan kebutuhan klien perlu banyak
dibantu oleh orang lain. Hal lain yang perlu dikaji adalah bentuk
aktivitas klien terutama pekerjaan klien. Karena ada beberapa bentuk
pekerjaan beresiko untuk terjadinya fraktur dibanding pekerjaan yang
lain.
f. Pola Hubungan dan Peran
Klien akan kehilangan peran dalam keluarga dan dalam
masyarakat. Karena klien harus menjalani rawat inap
g. Pola Persepsi dan Konsep Diri
Dampak yang timbul pada klien fraktur yaitu timbul ketidakutan akan
kecacatan akibat frakturnya, rasa cemas, rasa ketidakmampuan untuk
melakukan aktivitas secara optimal, dan pandangan terhadap dirinya
yang salah (gangguan body image).
h. Pola Sensori dan Kognitif
Pada klien fraktur daya rabanya berkurang terutama pada bagian distal
fraktur, sedang pada indera yang lain tidak timbul gangguan. begitu
10
juga pada kognitifnya tidak mengalami gangguan. Selain itu juga,
timbul rasa nyeri akibat fraktur
i. Pola Reproduksi Seksual
Dampak pada klien fraktur yaitu, klien tidak bisa melakukan hubungan
seksual karena harus menjalani rawat inap dan keterbatasan gerak serta
rasa nyeri yang dialami klien. Selain itu juga, perlu dikaji status
perkawinannya termasuk jumlah anak, lama perkawinannya
j. Pola Penanggulangan Stress
Pada klien fraktur timbul rasa cemas tentang keadaan dirinya, yaitu
ketidakutan timbul kecacatan pada diri dan fungsi
tubuhnya. Mekanisme koping yang ditempuh klien bisa tidak efektif.
k. Pola Tata Nilai dan Keyakinan
Untuk klien fraktur tidak dapat melaksanakan kebutuhan beribadah
dengan baik terutama frekuensi dan konsentrasi. Hal ini bisa
disebabkan karena nyeri dan keterbatasan gerak klien.
b. Data Objektif
1) Pemeriksaan Fisik
Dibagi menjadi dua, yaitu pemeriksaan umum (status generalisata) untuk
mendapatkan gambaran umum dan pemeriksaan setempat (lokalis).
a) Keadaan umum : baik atau buruknya yang dicatat adalah tanda-tanda, seperti
Kesadaran penderita : apatis, sopor, koma, gelisah, komposmentis
tergantung pada keadaan klien.
b) Kesakitan, keadaan penyakit: akut, kronik, ringan, sedang, berat dan pada
kasus fraktur biasanya akut.
c) Tanda-tanda vital tidak normal karena ada gangguan baik fungsi maupun
bentuk.
2) Pemeriksaan head-to-toe :
a) Kepala
Tidak ada gangguan yaitu, normo cephalik, simetris, tidak ada penonjolan,
tidak ada nyeri kepala
b) Mata
Tidak ada gangguan seperti konjungtiva tidak anemis (karena tidak terjadi
perdarahan).
c) Hidung
Tidak ada deformitas, tak ada pernafasan cuping hidung.
d) Telinga
11
Tes bisik atau weber masih dalam keadaan normal. Tidak ada lesi atau nyeri
tekan.
e) Mulut dan Gigi
Tak ada pembesaran tonsil, gusi tidak terjadi perdarahan, mukosa mulut
tidak pucat.
f) Leher
Tidak ada gangguan yaitu simetris, tidak ada penonjolan, reflek menelan
ada.
g) Thoraks
Tak ada pergerakan otot intercostae, gerakan dada simetris.
h) Paru
Inspeksi
Pernafasan meningkat, reguler atau tidaknya tergantung pada riwayat
penyakit klien yang berhubungan dengan paru.
Palpasi
Pergerakan sama atau simetris, fermitus raba sama.
Perkusi
Suara ketok sonor, tak ada erdup atau suara tambahan lainnya.
Auskultasi
Suara nafas normal, tak ada wheezing, atau suara tambahan lainnya
seperti stridor dan ronchi.
i) Jantung
Inspeksi
Tidak tampak iktus jantung.
Palpasi
Nadi meningkat, iktus tidak teraba.
Auskultasi
Suara S1 dan S2 tunggal, tak ada mur-mur.
j) Abdomen
Inspeksi
Bentuk datar, simetris, tidak ada hernia.
Palpasi
Tugor baik, tidak ada defands muskuler, hepar tidak teraba.
Perkusi
Suara thympani, ada pantulan gelombang cairan.
Auskultasi
Peristaltik usus normal 20 kali/menit.
k) Inguinal-Genetalia-Anus
Tak ada hernia, tak ada pembesaran lymphe, tak ada kesulitan BAB.
l) Kulit
Terdapat erytema, suhu sekitar daerah trauma meningkat, bengkak, oedema,
nyeri tekan.
m) Ekstermitas
Kekuatan otot, adanya oedema atau tidak, suhu akral, dan ROM.
2. Diagnosa Keperawatan
a. Nyeri akut berhubungan dengan agen cidera.
12
b. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan integritas struktur
tulang, program pembatasan gerak.
c. Resiko infeksi.
d. Resiko syok hipovolemik.
e. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan nyeri ekstermitas.
f. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan imobilisasi fisik.
3. Perencanaan Keperawatan
14
tanda dan gejala
2. Hambatan NOC: NIC
Joint movement : active Exercise therapy : ambulation
mobilitas fisik
Mobility level a. Monitoring vital sign
berhubungan Self care : ADLs
sebelum/sesudah latihan respon
Transfer perfoormance
dengan kekuatan
Kriteria hasil: pasien saat latihan
dan tahanan a. Klien meningkat dalam b. Konsultasikan dengan terapi fisik
sekunder akibat aktivitas fisik tentang rencana ambulansi sesuai
b. Mengerti tujuan dari
fraktur dengan kebutuhan
peningkatan mobilitas c. Bantu klien untuk menggunakan
c. Memverbalisasikan
tongkat saat berjalan dan cegah
perasaan
terhadap cidera
dalammeningkatkan d. Ajarkan pasien atau tenaga
kekuatan dan kemampuan kesehatan lain tentang teknik
berpindah ambulansi
d. Memperagakan e. Kaji kemampuan pasien dalam
penggunaan alat bantu mobilisasi
f. Latih pasien dalam pemenuhan
untuk mobilisasi (walker)
kebutuhan ADLs secara mandiri
sesuai kemampuan
g. Damping dan bantu pasien saat
mobilisasi dan bantu penuhi
kebutuhan ADLs pasien
h. Berikan alat bantu jika pasien
memerlukan
i. Ajarkan pasien bagaimana
merubah posisi dan berikan
bantuan jika diperlukan
3. Resiko infeksi NOC NIC
Immune status Infection Control
Knowledge : infection control a. Bersihkan lingkungan setelah
Risk control
dipakai pasien lain
Kriteria hasil
b. Pertahankan teknik isolasi
a. Klien bebas dari tanda dan
c. Batasi pengunjung bila perlu
gejala infeksi d. Instruksikan pada pengunjung
b. Mendeskripsikan proses
untuk mencuci tangan saat
penularann penyakit,
berkunjung meninggalkan pasien
factor yang e. Gunakan sabun antimikroba
mempengaruhi penularan untuk cuci tangan
f. Cuci tangan setiap sebelum dan
15
serta penatalaksanaannya sesudah tindakan keperawatan
c. Menunjukkan g. Gunakan baju, sarung tangan
kemampuan untuk sebagai alat penlindung
h. Pertahankan lingkunan aseptic
mencegah timbulnya
selama pemasangan alat
infeksi
i. Ganti letak IV perifer dan line
d. Jumlah leukosit dalam
central dan dressing sesuai
batas normal
e. Menunjukkan perilaku dengan petunjuk umum
j. Gunakan kateter intermiten untuk
hidup sehat
menurunkan infeksi kandung
kencing
k. Tingkatkan intake nutrisi
l. Berikan terapi antibiotic bila
perlu
Infection protection
a. Monitor tanda dan gejala infeksi
sistemik dan local
b. Monitor hitung granulosit, WBC
c. Monitor kerentanan terhadap
infeksi
d. Batasi pengunjung
e. Pertahankan teknik aspesis pada
pasien yang beresiko
f. Pertahankan teknik isolasi k/p
g. Berikan perawatan kulit pada area
epidema
h. Inspeksi kulit dan membrane
mukosa
i. Terhadap kemerahan, panas, dan
drainase
j. Inspeksi kondisi luka/insisi bedah
k. Dorong masukkan nutrisi yang
cukup
l. Dorong masukan cairan
m. Dorong istirahat
n. Instruksikan pasien untuk minum
antibiotic sesuai resep
o. Ajarkan pasien dan keluarga
tanda dan gejala infeksi
p. Ajarkan cara menghindari infeksi
q. Laporkan kecurigaan infeksi
r. Laporkan kultur positif
16
4. Resiko syok NOC NIC
Syok prevention Syok prevention
hipovolemik
Syok management a. Monitor status sirkulasi BP,
Kriteria hasil
warna kulit, suhu kulit, denyut
a. Nadi dalam batas yang
jantung, HR, dan ritme, nadi
diharapkan
b. Irama jantung dalam batas perifer, dan kapiler refill
b. Monitor tanda inadekuat
yang diharapkan
c. Frekunsi napas dalam oksigenasi jaringan
c. Monitor suhu dan pernafasan
batas yang diharapkan
d. Monitor input dan output
d. Irama pernapasan dalam
e. Pantau nilai labor:
batas yang diharapkan HB, HT, AGD, dan elektrolit
e. Natrium serum dbn f. Monitor hemodinamik invasi
f. Kalium serum dbn
yang sesuai
g. Klorida serum dbn
g. Monitor tanda dan gejala asites
h. Kalsium serum dbn
h. Monitor tanda awal syok
i. Magnesium serum dbn
i. Tempatkan pasien pada posisi
j. PH darah serum dbn
Hidrasi supine, kaki elevasi untuk
Indicator
peningkatan preload dengan tepat
a. Mata cekung tidak
j. Lihat dan pelihara kepatenan
ditemukan
jalan napas
b. Demam tidak ditemukan
k. Berikan cairan IV dan atau oral
c. TD dbn
d. Hematokrit dbn yang tepat
l. Berikan vasodilator yang tepat
m. Ajarkan keluarga dan pasien
tentang tanda dan gejala
datangnya syok
n. Ajarkan keluarga dan pasien
tentang langkah untuk mengatasi
gejala syok
Syok management
a. Monitor fungsi neurologis
b. Monitor fungsi renal (e.g BUN
dan Cr Lavel)
c. Monitor tekanan nadi
d. Monitor status cairan, input,
output
e. Catat gas darah arteri dan oksigen
di jaringan
f. Monitor EKG
g. Memanfaatkan pemantauan jalur
17
arteri untuk meningkatkan
akurasi pembacaan tekanan darah
h. Menggambarkan gas darah arteri
dan memonitor jaringan
oksigenasi
i. Memantau tren dalam parameter
hemodinamik (misalnya CPV,
MAP, tekanan kapiler
pulmonal/arteri)
j. Memantau factor penentu
pengiriman jaringan oksigen
(misalnya PaO2 kadar
haemoglobin SaO2, CO) jika ada
k. Memantau tingkat
karbondioksida sublingual
dan/atau tonometry
5. Ketidakefektifan NOC NIC
Circulation status Peripheral sensation management
perfusi jaringan
Tissue perfusion : cerebral a. Monitor adanya daerah tertentu
perifer Kriteria hasil
yang hanya peka terhadap
Mendemonstrasikan status
berhubungan
panas/dingin/tajam/tumpul
sirkulasi yang ditandai
dengan nyeri b. Monitor adanya paretese
dengan: c. Instruksikan keluarga untuk
ekstermitas
a. Tekanan systole dan
mengobservasi kulit jika ada lesi
diastole dalam rentang
atau laserasi
yang diharapkan d. Gunakan sarung tangan untuk
b. Tidak ada ortostatik
proteksi
hipertensi e. Batasi gerakan pada kepala, leher,
c. Tidak ada tanda-tanda
dan punggung
peningkatan tekanan f. Monitor kemampuan BAB
g. Kolaborasi pemberian analgetik
intracranial (tidak lebih
h. Monitor adanya tromboplebitis
dari 15 mmHg) i. Diskusikan mengenai penyebab
Mendemonstrasikan
perubahan sensasi
kemampuan kognitif yang
ditandai dengan:
a. Berkomuniakasi dengan
jelas adn sesuai dengan
kemampuan
18
b. Menunjukkan perhatian,
konsentrasi dan orientasi
c. Memproses informasi
d. Membuat keputusan
dengan benar
e. Menunjukkan fungsi
sensori motori cranial
yang utuh : tingkat
kesadaran membaik, tidak
ada gerakan-gerakan
involunter
6. Kerusakan NOC NIC
Tissue integrity : skin and Pressure management
integritas kulit
a. Anjurkan pasien
untuk
mucous membranes
berhubungan
Hemodyalisis akses menggunakan pakaian yang
dengan imobilisasi Kriteria hasil
longgar.
a. Integritas kulit yang baik
fisik b. Hindari kerutan pada tempat tidur
bisa dipertahankan c. Jaga kebersihan kulit agar tetap
(sensai, elastisitas, bersih dan kering.
d. Mobilisasi pasien (ubah posisi
temperature, hidrasi,
pasien) setiap dua jam sekali
pigmentasi)
e. Monitor kulit akan adanya
b. Tidak ada luka/lesi pada
kemerahan.
kulit
f. Oleskan lotion atau minyak/baby
c. Perfusi jaringan baik
d. Menunjukkan pemahaman oil pada daerah yang tertekan
g. Monitor aktivitas dan mobilisasi
dalam proses perbaikan
pasien
kulit dan mencegah
h. Monitor status nutrisi pasien
terjadinya cedera berulang i. Memandikan pasien dengan
e. Mampu melindungi kulit
sabun dan air hangat
dan mempertahankan Insision site care
a. Membersihkan, memantau dan
kelembaban kulit
meningkatkan proses
perawatan alami
penyembuhan pada luka yang
ditutup dengan jahitan, klip atau
straples
b. Monitor proses kesembuhan area
insisi
c. Monitor tanda dan gejala infeksi
19
pada area insisi
d. Bersihkan area sekitar jahitan
atau straples, menggunakan lidi
kapas steril
e. Gunakan preparat antiseptic
sesuai program
f. Ganti balutan pada interval waktu
yang sesuai atau biarkan luka
tetap terbuka (tidak dibalut)
sesuai program
Dialysis acces maintenance
20
DAFTAR PUSTAKA
Mansjoer, A dkk. 2013. Kapita Selekta Kedokteran, Jilid 1 edisi 3. Jakarta: Media
Aesculapius
McCloskey, Joanne et al. 2011. Nursing Intervention Classification (NIC). United State of
America: Mosby
Moorhead, Sue et al. 2010. Nursing Outcome Clasification (NOC). United State of America:
Mosby
North American Nursing Diagnosis Association. 2011. Nursing Diagnoses : Definition &
Classification 2012-2014. Philadelphia
Wilkinson, J.M., & Ahern N.R., 2012. Buku Saku Diagnosis Keperawatan Diagnosa NANDA
Intervensi NIC Kriteria Hasil NOC. Edisi Kesembilan. Jakarta : EGC
Gibson John. 2011. Fisiologi dan Anatomi Modern untuk Perawat. Jakarta: Pedoman Buku
Kedokteran.
21