You are on page 1of 2

PATOFISIOLOGI

1) Rinitis Alergi
Rinitis alergi merupakan suatu penyakit inflamasi yang diawali dengan tahap
sensitisasi dan diikuti tahap provokasi/reaksi alergi.pada kontak pertama dengan alergen,
makrofag dan monosit sebagai penyaji akan menangkap allergen yang menempel dimukosa
hidung. Setelah diproses, antigen akan membentuk fragmen pendek peptida dan bergabung
dengan molekul HLA (Human Leukosit Antigen) dan akan membentuk komplek peptida MHC
(Major Histocompatibility Complex) yang kemudian akan bertemu oleh sel T helper. Kemudian
sel penyaji akan melepaskan sitokin seperti interleukin dan sel T helper akan berproliferasi
(memperbanyak diri) yang menghasilkan berbagai sitokin dan sel limfosit B dalam darah akan
mengikat sitokin tersebut. Mengakibatkan sel limfosit B akan menjadi aktif dan akan
menghasilkan Ig E. Ig E di aliran darah akan masuk ke jaringan dan diikat oleh mastoid/basofil
(sel mediator) sehingga kedua sel ini menjadi aktif. Proses ini disebut sensitisasi yang
menghasilkan sel mediator yang tersensitisasi. Bila mukosa ini terpapar allergen yang sama,
Ig E akan mengikat allergen spesifik dan terjadi degranulasi (pecahnya dinding sel mastoid &
basofil) yang mengakibatkan mediator kimia terlepas (histamin). Histamin ini akan
merangsang H1 pada ujung syaraf vidianus sehingga menimbulkan rasa gatal pada hidung dan
bersin-bersin. Dan histamine juga akan menyebabkan kelenjar mukosa dan sel goblet
mengalami hipersekresi dan pemeabilitas kapiler meningkat sehingga terjadi rinore yang akan
terjadi hidung tersumbat sehingga akan mengakibatkan obstruksi saluran pernafasan. (Efianty
Arsyad Soepardi,dkk.,2010:128).
2) Rinitis non alergi
Pemakaian topikan vasokonstriktor berulang dan dalam waktu lama akan
menyebabkan terjadinya fase dilatasi berulang setelah vasokonstriksi sehingga timbul gejala
obstruksi. Hal ini menyebabkan pasien lebih sering dan lebih lama lagi memakai obat tersebut.
Pada keadaan ini ditemukan kadar agonis alfa adrenergic yang tinggi di mukosa hidung. dan
akan diikuti penurunan sensitivitas reseptor alfa adrenergic di pembuluh darah sehingga
terjadi suatu toleransi. Aktivitas dari tonus simpatis yang menyebabkan vasokonstriksi
(dekongesti mukosa hidung) menghilang. Akan terjadi dilatasi dan kongesti jaringan mukosa
hidung. Kerusakan yang terjadi pada mukosa hidung pada pemakaian obat tetes hidung dalam
waktu lama ialah: silia akan rusak, sel goblet berubah ukurannya, membran basal menebal,
pembuluh darah melebar, stroma tampak edema, hipersekresi kelenjar mucus dan perubahan
pH secret hidung, lapisan sub mukosa menebal dan lapisan periostium menebal. Oleh karena
itu pemakaian obat vasokonstriktor sebaiknya tidak lebih dari satu minggu, dan sebaiknya
yang bersifat isotonik dengan sekret hidung normal (pH antara 6,3 dan 6,5). (Efianty Arsyad
Soepardi,dkk.,2010:137).

MANIFESTASI KLINIS

Gejala rinitis alergi yang khas ialah terdapatnya serangan bersin berulang. Sebetulnya bersin
merupakan gejala yang normal, terutama pada pagi hari atau bila terdapat kontak dengan sejumlah
besar debu. Hal ini merupakan mekanisme fisiologik, yaitu proses membersihkan sendiri (self cleaning
process). Bersin dianggap patologik, bila terjadinya lebih dari 5 kali setiap serangan, sebagai akibat
dilepaskannya histamin. Disebut juga sebagai bersin patologis (Soepardi, Iskandar, 2004). Gejala lain
ialah keluar ingus (rinore) yang encer dan banyak, hidung tersumbat, hidung dan mata gatal, yang
kadang-kadang disertai dengan banyak air mata keluar (lakrimasi). Tanda-tanda alergi juga terlihat di
hidung, mata, telinga, faring atau laring. Tanda hidung termasuk lipatan hidung melintang – garis
hitam melintang pada tengah punggung hidung akibat sering menggosok hidung ke atas menirukan
pemberian hormat (allergic salute), pucat dan edema mukosa hidung yang dapat muncul kebiruan.
Lubang hidung bengkak. Disertai dengan sekret mukoid atau cair. Tanda di mata termasuk edema
kelopak mata, kongesti konjungtiva, lingkar hitam dibawah mata (allergic shiner). Tanda pada telinga
termasuk retraksi membran timpani atau otitis media serosa sebagai hasil dari hambatan tuba
eustachii. Tanda faringeal termasuk faringitis granuler akibat hiperplasia submukosa jaringan limfoid.
Tanda laringeal termasuk suara serak dan edema pita suara (Bousquet, Cauwenberge, Khaltaev, ARIA
Workshop Group. WHO, 2001). Gejala lain yang tidak khas dapat berupa: batuk, sakit kepala, masalah
penciuman, mengi, penekanan pada sinus dan nyeri wajah, post nasal drip. Beberapa orang juga
mengalami lemah dan lesu, mudah marah, kehilangan nafsu makan dan sulit tidur (Harmadji, 1993).

You might also like