Professional Documents
Culture Documents
BAB I
PENDAHULUAN
Di Indonesia Preeklampsia berat (PEB) merupakan salah satu penyebab utama kematian maternal
dan perinatal di Indonesia. PEB diklasifikasikan kedalam penyakit hypertensi yang disebabkan
karena kehamilan. PEB ditandai oleh adanya hipertensi sedang-berat, edema, dan proteinuria
yang masif. Penyebab dari kelainan ini masih kurang dimengerti, namun suatu keadaan patologis
yang dapat diterima adalah adanya iskemia uteroplacentol.
Diagnosis dini dan penanganan adekuat dapat mencegah perkembangan buruk PER kearah PEB
atau bahkan eklampsia penanganannya perlu segera dilaksanakan untuk menurunkan angka
kematian ibu (AKI) dan anak. Semua kasus PEB harus dirujuk ke rumah sakit yang dilengkapi
dengan fasilitas penanganan intensif maternal dan neonatal, untuk mendapatkan terapi definitif
dan pengawasan terhadap timbulnya komplikasi-komplikasi.
Pemeriksaan antenatal yang teratur dan secara rutin mencari tanda preeklampsia sangat penting
dalam usaha pencegahan preeklampsia berat, di samping pengendalian terhadap faktor-faktor
predisposisi yang lain
Preeklampsia adalah penyakit pada wanita hamil yang secara langsung disebabkan oleh
kehamilan. Pre-eklampsia adalah hipertensi disertai proteinuri dan edema akibat kehamilan
setelah usia kehamilan 20 minggu atau segera setelah persalinan. Gejala ini dapat timbul sebelum
20 minggu bila terjadi. Preeklampsia hampir secara eksklusif merupakan penyakit pada nullipara.
Biasanya terdapat pada wanita masa subur dengan umur ekstrem yaitu pada remaja belasan
tahun atau pada wanita yang berumur lebih dari 35 tahun. Pada multipara, penyakit ini biasanya
dijumpai pada keadaan-keadaan berikut :
3) Penyakit ginjal.
1.2 Tujuan
A. Tujuan Umum
Menganalisa hubungan antara beberapa faktor risiko terhadap terjadinya pre-eklampsia pada
saat kehamilan
B. Tujuan Khusus
a. Mengukur besar risiko faktor umur ibu hamil terhadap terjadinya preeklampsia berat
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian
Preeklampsia atau sering juga disebut toksemia adalah suatu kondisi yang bisa dialami oleh setiap
wanita hamil. Preeklampsia adalah kumpulan gejala yang timbul pada ibu hamil, bersalin dan
dalam masa nifas yang terdiri dari trias : hipertensi, proteinuri, dan edema.
B. Preeklampsia adalah suatu penyakit vasospastik, yang melibatkan banyak sistem dan
ditandai oleh hemokonsentrasi, hipertensi, dan proteinuria (Bobak, dkk., 2005).
C. Preeklampsia adalah hipertensi yang timbul setelah 20 minggu kehamilan disertai dengan
proteinuria (Prawirohardjo, 2008).
D. Pre eklamsi adalah timbulanya hipertensi disertai proteinuria dan edema akibat kehamilan
setelah usia 20 minggu atau segera setelah persalinan (Mansjoer dkk, 2000).
E. Pre eklamsi merupakan suatu kondisi spesifik kehamilan dimana hipertensi terjadi setelah
minggu ke-20 pada wanita yang sebelumnya memiliki tekanan darah normal.
2.2 Etiologi
Etiologi penyakit preeklamsia sampai saat ini belum diketahui dengan pasti. Banyak teori – teori
dikemukakan oleh para ahli yang mencoba menerangkan penyebabnya. Oleh karena itu disebut
“penyakit teori” namun belum ada memberikan jawaban yang memuaskan.
Preeklampsia ialah suatu kondisi yang hanya terjadi pada kehamilan manusia. Tanda dan gejala
timbul hanya selama hamil dan menghilang dengan cepat setelah janin dan plasenta lahir. Tidak
ada profil tertentu yang mengidentifikasi wanita yang akan menderita preeklampsia.
Preeklampsia umumnya terjadi pada kehamilan yang pertama kali, kehamilan di usia remaja dan
kehamilan pada wanita diatas 40 tahun. Faktor resiko yang lain adalah :
· Kegemukan.
· Gizi buruk
Kira-kira 85% preeklampsia terjadi pada kehamilan pertama. Preeklampsia terjadi pada 14%
sampai 20% kehamilan dengan janin lebih dari satu dan 30% pasien mengalami anomali rahim
yang berat. Pada ibu yang mengalami hipertensi kronis atau penyakit ginjal, insiden dapat
mencapai 25%. Preeklampsia ialah suatu penyakit yang tidak terpisahkan dari preeklampsia
ringan sampai berat, sindrom HELLP, atau eklampsia (Bobak, dkk., 2005).
2.3 Patofisiologi
Pada pre eklampsia terjadi spasme pembuluh darah disertai dengan retensi garam dan air. Pada
biopsi ginjal ditemukan spasme hebat arteriola glomerulus. Pada beberapa kasus, lumen arteriola
sedemikian sempitnya sehingga hanya dapat dilakui oleh satu sel darah merah. Jadi jika semua
arteriola dalam tubuh mengalami spasme, maka tenanan darah akan naik sebagai usaha untuk
mengatasi tekanan perifer agar oksigenasi jaringan dapat dicukupi.
Sedangkan kenaikan berat badan dan edema yang disebabkan oleh penimbunan air yang
berlebihan dalam ruangan interstitial belum diketahui sebabnya, mungkin karena retensi air dan
garam. Proteinuria dapat disebabkan oleh spasme arteriola sehingga terjadi perubahan pada
glomerulus (Sinopsis Obstetri, Jilid I, Halaman 199).
Pada pre eklamsi volume plasma yang beredar menurun sehingga terjadi hemokonsentrasi dan
peningkatan hematokrit maternal. Perubahan ini membuat organ maternal menurun, termasuk
perfusi ke unit janin-uteroplasenta. Vasospasme siklik lebih lanjut menurunkan perfusi organ
dengan menghancurkan sel-sel darah merah, sehingga kapasitas oksigen maternal menurun.
Vasospasme merupakan akibat peningkatan sensifitas terhadap tekanan peredaran darah, seperti
angiotensin II dan kemungkinan suatu ketidakseimbagan antara prostasiklin prostaglandin dan
tromboksan A2.
Hubungan sistem imun dengan pre eklamsi menunjukkan bahwa faktor-faktor imunologi
memainkan peran penting dalam pre eklamsi. Keberadaan protein asing, plasenta, atau janin bisa
membangkitkan respon imunologis lanjut. Teori ini didukung oleh peningkatan insiden pre
eklamsi pada ibu baru dan ibu hamil dari pasangan baru (materi genetik yang berbeda).
Predisposisi genetik dapat merupakan faktor imunologi lain. Frekuensi pre eklamsi dan eklamsi
pada anak dan cucu wanita yang memiliki riwayat eklamsi, yang menunjukkan suatu gen resesif
autoso yang mengatur respon imun maternal.
Patofisiologi preeklampsia mempengaruhi sistem saraf pusat (SSP) dengan menginduksi edema
otak dan meningkatkan resistensi otak. Komplikasi meliputi nyeri kepala, kejang, dan gangguan
penglihatan (skotoma) atau perubahan keadaan mental dan tingkat kesadaran. Komplikasi yang
mengancam jiwa ialah eklampsia atau timbul kejang (Bobak, dkk., 2005).
2.4 Patologi
Berbagai teori mengenai asal preeklampsia telah diajukan, tetapi baru-baru ini tidak terdapat
penjelasan yang lengkap tentang penyebab gangguan ini. Respons imun abnormal, gangguan
endokrin, predisposisi genetik, kelebihan atau kekurangan nutrisi, dan gangguan ginjal semua
diajukan sebagai berperan pada terjadinya preeklampsia.
Banyak sumber menyetujui bahwa penyebab preeklampsia adalah multifaktor antara lain
nulipara, usia maternal lebih dari 35 tahun, usia ibu kurang dari 18 tahun, riwayat keluarga
hipertensi akibat kehamilan (HAK), dan riwayat HAK pada kehamilan sebelumnya.
Vasospasme paling mungkin sebagai penyebab proses penyakit. Ketika vasospasme berlanjut,
terjadi kerusakan pada dinding pembuluh darah, yang mengakibatkan mengalirnya trombosit dan
fibrin ke dalam lapisan subendotel dinding pembuluh darah. Hal ini diketahui bahwa ibu yang
mengalami preeklampsia mempunyai sensivitas pada angiotensin II, yang dianggap menjadi
kontributor utama untuk proses vasospasme. Vasokonstriksi juga berperan pada kerusakan sel
darah merah ketika melewati diameter pembuluh darah yang bgerkurang ukurannya.
Vasospasme akhirnya menimbulkan hipoksia jaringan lokal pada berbagai sistem organ, termasuk
plasenta, hati, paru, otak, dan retina. Vasospasme serebral berperan pada gejala sakit kepala dan
gangguan penglihatan serta dapat berlanjut menjadi stroke.
Vasospasme pada sistem ginjal berperan pada penurunan aliran darah ginjal. Sistem ginjal
mengalami pembengkakan sel endotel glomerulus, lumen kapiler glomerulus berkonstriksi, dan
filtrasi glomerulus dan selanjutnya menurun. Karena penurunan filtrasi, nitrogen urea darah
serum, kreatinin, dan natrium meningkat; dan haluaran urin menurun. Retensi natrium
selanjutnya sensivitas terhadap angiotensi II dan peningkatan volume cairan ektra seluler. Pada
kasus berat, vasospasme dan pembentukan trombus arterial dapat menimbulkan nekrosis korteks
renal.
Terjadinya edema umum karena kerusakan dinding pembuluh darah dan retensi cairan sekunder
akibat penurunan filtrasi glomerulus. Ketika cairan bergeser dari ruang intravaskular ke
ektravaskular terjadi hipovolemia dan hemokonsentrasi. Hal ini pada gilirannya menempatkan
kebutuhan pada jantung sebagai presoreseptor pada organ mayor memberi umpan balik untuk
meningkatkan curah jantung. Riset tentang curah jantung pada preeklampsia masih menjadi
konflik.
Beberapa penelitian telah menetapkan penurunan curah jantung yang dikaitkan dengan
peningkatan tahanan vaskular perifer, sedangkan penilitian lain menemukan bahwa beberapa ibu
dengan preeklampsia secara nyata mengalami peningkatan curah jantung dan penurunan
tahanan perifer sampai penyakit menjadi berat.
Disfungsi hati pada preeklampsia dapat direntang dari perubahan enzim ringan sampai edema
hepatik, edema subkapsular, atau hemoragi. Perubahan berat dapat terjadi sebagai nyeri kuadran
kanan atas. Bila edema hepatik mewakili derajat edema umum yang mencakup edema serebral,
nyeri kuadran kanan atas sering dikaitkan dengan derajat edema serebral yang mengakibatkan
aktivitas kejang (eklampsia).
Kerusakan dinding pembuluh darah, dan kebocoran produk darah ke dalam ruang ektravaskular
akhirnya menimbulkan koagulopati konsumtif serupa dengan koagulasi intravaskular diseminata.
Mekanisme trombositopenia yang tampak pada preeklampsia tidak dipahami dengan baik. Satu
teori adalah bahwa kerusakan endotel dikaitkan dengan agregasi dan destruksi tombosit.
Gangguan mekanisme pembekuan normal dapat menimbulkan hemoragi dan kematian.
Beberapa ibu yang mengalami preeklampsia berlanjut mengalami sindrom HELLP, yang dikaitkan
dengan progresi cepat proses patologis dan mengakibatkan hasil janin dan maternal sebaliknya.
Ibu yang mengalami sindrom HELLP kemungkinan menunjukkan subset individual yang
mengalami disfungsi endotel lebih berat, dan dianggap bahwa predisposisi ini mungkin bersifat
genetik.
Disamping efek tidak langsung penurunan perfusi maternal pada janin, proses vasospasme juga
secara langsung mempengaruhi plasenta. Lesi plasenta yang adalah akibat infrak selanjutnya
menurunkan perfusi ke janin, yang menimbulkan intrauterine growth restriction (IUGR) dan
hipoksia. Komplikasi yang dikaitkan dengan preeklampsia berat meliputi gangguan plasenta, gagal
ginjal akut, abrupsio retina, gagal jantung, hemoragi serebral, IUGR, dan kematian maternal dan
janin (Walsh, 2008).
2.5 Diagnosis
Diagnosis preeklampsia dilakukan pada setiap kali pemeriksaan prenatal dengan mengukur
tekanan darah ibu dan menguji protein urine. Diagnosis preeklampsia ringan ditegakkan berdasar
atas timbulnya hipertensi disertai proteinuria dan/atau edema setelah kehamilan 20 minggu
(Prawirohardjo, 2008).
§ Hipertensi : sistolik/diastolik ≥140/90 mmHg. Kenaikan sistolik ≥30 mmHg dan kenaikan
diastolik ≥15 mmHg tidak dipakai lagi sebagai kriteria preeklampsia.
§ Edema :edema lokal tidak dimasukkan dalam kriteria preeklampsia, kecuali edema pada
lengan, muka, dan perut, edema generalisata.
a. Tekanan darah sistolik ≥ 160 mmHg dan tekanan darah diastolik ≥ 110 mmHg. Tekanan
darah ini tidak menurun meskipun ibu hamil sudah dirawat dirumah sakit dan sudah menjalani
tirah baring.
e. Gangguan visus dan serebral : penurunan kesadaran, nyeri kepala, skotoma dan pandangan
kabur.
f. Nyeri epigastrium atau nyeri pada kuadran kanan atas abdomen (akibat teregangnya
kapsula Glisson).
h. Hemolisis mikroangiopatik.
i. Trombositopenia berat: < 100.000 sel/mm3 atau penurunan trombosit dengan cepat.
j. Gangguan fungsi hepar (kerusakan hepatoselular): peningkatan kadar alanin dan aspartate
aminotransferase.
Perlu diperhatikan bahwa tingginya tekanan darah bukan merupakan penentu utama klasifikasi
berat atau ringannya PE.
2.6 Pencegahan
Untuk dapat menegakkan diagnosis dini diperlukan pengawasan hamil yang teratur dengan
memperhatikan kenaikan berat badan, kenaikan tekanan darah, dan pemeriksaan urin untuk
menetukan proteinuria. Untuk mencegah kejadian preeklampsia ringan dapat dilakukan nasehat
tentang dan berkaitan dengan preeklampsia :
a. Diet makanan. Makanan tinggi protein, rendah karbohidrat, cukup vitamin, rendah lemak.
Makanan berorientasi pada empat sehat lima sempurna.
b. Cukup istirahat. Istirahat yang cukup pada hamil semakin tua dalam arti bekerja seperlunya
dan disesuaikan dengan kemampuan. Lebih banyak duduk atau berbaring kea rah punggung janin
sehingga aliran darah menuju plasenta tidak mengalami gangguan.
c. Pengawasan antenatal. Bila terjadi perubahan peraan dan gerak janin dalam rahim segera
datang ke tempat pemeriksaan. Keadaan yang memerlukan perhatian :
b). Pemeriksaan janin : gerakan janin dalam rahim, denyut jantung janin, pemantauan air
ketuban
2.7 Penanganan
Upaya pengobatan ditujukan untuk mencegah kejang, memulihkan organ vital pada keadaan
normal, dan melahirkan bayi dengan trauma sekecil-kecilnya pada ibu dan bayi.
Segera rawat pasien di rumah sakit. Berikan MgSO4 , dalam infuse Dextrosa 5% dengan
kecepatan 15-20 tetes per menit. Dosis awal MgSO4 2 g intravena dalam 10 menit selanjutnya 2
g/jam dalam drip infuse sampai tekanan darah stabil 140-150/90-100 mmHg. Ini diberikan sampai
24 jam pasca persalinan atau dihentikan 6 jam pasca persalinan ada perbaikan nyata ataupun
tampak tanda-tanda intoksikasi. Sebelum memberikan MgSO4 perhatikan reflek patella,
pernapasan 16 kali/menit. Selama pemberian parhatikan tekanan darah, suhu, perasaan panas,
serta wajah merah. Berikan nefidipine 3-4 x 10 mg oral (dosis maksimum 80 mg/hari), tujuannya
adalah untuk penurunan tekanan darah 20% dalam 6 jam. Periksa tekanan darah, nadi,
pernapasan tiap jam. Pasang kateter kantong urin setiap 6 jam.
Terminasi kehamilan adalah terapi defintif pada kehamilan > 36 minggu atau bila terbukti sudah
adanya maturasi paru atau terdapat gawat janin.
Pada PEBerat yang terjadi antara minggu ke 23 – 32 perlu pertimbangan untuk menunda
persalinan guna menurunkan angka morbiditas dan mortalitas perinatal.
2. MgSO4
3. Antihipertensi
4. Kortiskosteroid
Terminasi kehamilan sedapat mungkin pervaginam dengan induksi persalinan yang agresif.
Persalinan pervaginam sebaiknya berakhir sebelum 24 jam. Bila persalinan pervaginam dengan
induksi persalinan diperkirakan melebihi 24jam, kehamilan sebaiknya diakhiri dengan SC
PREEKLAMSIA BERAT
Dx medis : PEB
A. PENGKAJIAN
1. Biodata
a. Identitas klien
Nama : Ny.R
Umur : 32 tahun
Pendidikan : SMA
Suku bangsa :
Alamat :
Nama : Tn.s
Umur : 34 th
Pendidikan : SLTA
Pekerjaan : swasta
Suku bangsa :
Alamat :
2. Riwayat Kesehatan.
b. Riwayat kesehatan sekarang: klien mengeluh nyeri kemudian di bawa ke RS untuk menjalani
perawatan medis
d. Riwayat kesehatan keluarga: ibu klien mengatakan dalam keluarga tidak ada yang
mengalami penyakit yang sama dengan klien.
e. Genogram: -
f. Riwayat alergi obat dan makanan: tidak ada alergi obat dan makanan
a. Persepsi terhadap kesehatan: ibu klien melihat tanda dan gejala nyeri pada
anaknya kemudian langsung membawa ke rumah sakit untuk mendapat
perawatan yang optimal.
Aktivitas 0 1 2 3 4
Makan x
Minum x
Eliminasi x
Mobilisasi x
Berpakaian x
Keterangan:
0 : mandiri
4. Pemeriksaan fisik
a. Aktivitas
Gejala : kelemahan, penambahan berat badan, reflek fisiologis +/+ , reflek patologis -/-.
b. Sirkulasi
Tanda :
c. Abdomen
Gejala : Inspeksi : Perut membuncit sesuai usia kehamilan aterm, sikatrik bekas operasi ( - )
Palpasi :
Ø Leopold I : teraba fundus uteri 3 jari di bawah proc. Xyphoideus teraba massa besar, lunak,
noduler
Ø Leopold II : teraba tahanan terbesar di sebelah kiri, bagian – bagian kecil janin di sebelah kanan.
Eliminasi
d. Makanan / cairan
e. Integritas ego
Tanda : cemas.
f. Neurosensori
Gejala : hipertensi
g. Nyeri / kenyamanan
Gejala : nyeri epigastrium, nyeri kepala, sakit kepala, ikterus, gangguan penglihatan.
Tanda : gelisah,
h. Pernafasan
i. Keamanan
Tanda :
j. Seksualitas
B. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
3. USG
C. DATA FOKUS
Data subyektif:
· P: nyeri berkurang setelah minum obat Q: nyeri berat R: nyeri pada daerah perut
Data obyektif:
D ANALISA DATA
- Napas pendek
- Nyeri dada
- batuk
- hemoptisis
- pembesaran limpa
- hipoksia
- Dipermukaan saluran
kencing bawah
(orifisium uretra)
merah (eritematus) dan
membengkak (oedema)
DO :
- Skala nyeri 8
- Tampak terpasang
kateter
1. Pola nafas tidak efektif b/d Deformitas dinding dada (adanya edema pada paru)
4. Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan retensi garam dan air
4. Sering
dilakukan
5. Selalu
dilakukan
1. Tidak
pernah
menunjukk
an
2. Jarang
menunjukk
an
3. Kadang
menunjukk
an
4. Sering
menunjukk
an
5. Selalu
menunjukk
an
4. Sering
dilakukan
5. Selalu
dilakukan
1.tidak
diperlihatka
n
2.jarang
diperlihatka
n
3.kadang-
kadang
diperlihatka
n
4.sering
diperlihatka
n
5.konsisten
diperlihatka
n