You are on page 1of 22

ASUHAN KEPERAWATAN PADA Ny.

R DENGAN MASALAH PREEKLAMSIA BERAT

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Di Indonesia Preeklampsia berat (PEB) merupakan salah satu penyebab utama kematian maternal
dan perinatal di Indonesia. PEB diklasifikasikan kedalam penyakit hypertensi yang disebabkan
karena kehamilan. PEB ditandai oleh adanya hipertensi sedang-berat, edema, dan proteinuria
yang masif. Penyebab dari kelainan ini masih kurang dimengerti, namun suatu keadaan patologis
yang dapat diterima adalah adanya iskemia uteroplacentol.

Diagnosis dini dan penanganan adekuat dapat mencegah perkembangan buruk PER kearah PEB
atau bahkan eklampsia penanganannya perlu segera dilaksanakan untuk menurunkan angka
kematian ibu (AKI) dan anak. Semua kasus PEB harus dirujuk ke rumah sakit yang dilengkapi
dengan fasilitas penanganan intensif maternal dan neonatal, untuk mendapatkan terapi definitif
dan pengawasan terhadap timbulnya komplikasi-komplikasi.

Pemeriksaan antenatal yang teratur dan secara rutin mencari tanda preeklampsia sangat penting
dalam usaha pencegahan preeklampsia berat, di samping pengendalian terhadap faktor-faktor
predisposisi yang lain

Preeklampsia adalah penyakit pada wanita hamil yang secara langsung disebabkan oleh
kehamilan. Pre-eklampsia adalah hipertensi disertai proteinuri dan edema akibat kehamilan
setelah usia kehamilan 20 minggu atau segera setelah persalinan. Gejala ini dapat timbul sebelum
20 minggu bila terjadi. Preeklampsia hampir secara eksklusif merupakan penyakit pada nullipara.
Biasanya terdapat pada wanita masa subur dengan umur ekstrem yaitu pada remaja belasan
tahun atau pada wanita yang berumur lebih dari 35 tahun. Pada multipara, penyakit ini biasanya
dijumpai pada keadaan-keadaan berikut :

1) Kehamilan multifetal dan hidrops fetalis.

2) Penyakit vaskuler, termasuk hipertensi essensial kronis dan diabetes mellitus.

3) Penyakit ginjal.

1.2 Tujuan

A. Tujuan Umum

Menganalisa hubungan antara beberapa faktor risiko terhadap terjadinya pre-eklampsia pada
saat kehamilan
B. Tujuan Khusus

a. Mengukur besar risiko faktor umur ibu hamil terhadap terjadinya preeklampsia berat

b. Mengukur besar risiko paritas terhadap terjadinya preeklampsia berat.

c. Mengukur besar risiko jarak kehamilan terhadap terjadinya preeklampsia berat

d. Mengukur besar risiko kehamilan ganda terhadap terjadinya preeklampsia berat.

BAB II

PEMBAHASAN
2.1 Pengertian

Preeklampsia atau sering juga disebut toksemia adalah suatu kondisi yang bisa dialami oleh setiap
wanita hamil. Preeklampsia adalah kumpulan gejala yang timbul pada ibu hamil, bersalin dan
dalam masa nifas yang terdiri dari trias : hipertensi, proteinuri, dan edema.

Pengertian preelamsia menurut beberapa referensi :

A. Preeklampsia adalah perkembangan hipertensi, protein pada urin dan pembengkakan,


dibarengi dengan perubahan pada refleks (Curtis, 1999).

B. Preeklampsia adalah suatu penyakit vasospastik, yang melibatkan banyak sistem dan
ditandai oleh hemokonsentrasi, hipertensi, dan proteinuria (Bobak, dkk., 2005).

C. Preeklampsia adalah hipertensi yang timbul setelah 20 minggu kehamilan disertai dengan
proteinuria (Prawirohardjo, 2008).

D. Pre eklamsi adalah timbulanya hipertensi disertai proteinuria dan edema akibat kehamilan
setelah usia 20 minggu atau segera setelah persalinan (Mansjoer dkk, 2000).

E. Pre eklamsi merupakan suatu kondisi spesifik kehamilan dimana hipertensi terjadi setelah
minggu ke-20 pada wanita yang sebelumnya memiliki tekanan darah normal.

2.2 Etiologi

Etiologi penyakit preeklamsia sampai saat ini belum diketahui dengan pasti. Banyak teori – teori
dikemukakan oleh para ahli yang mencoba menerangkan penyebabnya. Oleh karena itu disebut
“penyakit teori” namun belum ada memberikan jawaban yang memuaskan.

Preeklampsia ialah suatu kondisi yang hanya terjadi pada kehamilan manusia. Tanda dan gejala
timbul hanya selama hamil dan menghilang dengan cepat setelah janin dan plasenta lahir. Tidak
ada profil tertentu yang mengidentifikasi wanita yang akan menderita preeklampsia.

Preeklampsia umumnya terjadi pada kehamilan yang pertama kali, kehamilan di usia remaja dan
kehamilan pada wanita diatas 40 tahun. Faktor resiko yang lain adalah :

· Riwayat kencing manis, kelainan ginjal, lupus atau rematoid arthritis

· Riwayat tekanan darah tinggi yang khronis sebelum kehamilan.

· Kegemukan.

· Riwayat mengalami preeklampsia sebelumnya.

· Riwayat preeklampsia pada ibu atau saudara perempuan.

· Mengandung lean alirbih dari satu orang bayi.

· Gizi buruk

· Gangguan aliran darah ke rahim.


Akan tetapi, ada beberapa faktor resiko tertentu yang berkaitan dengan perkembangan penyakit:
primigravida, grand multigravida, janin besar, kehamilan dengan janin lebih dari satu, morbid
obesitas.

Kira-kira 85% preeklampsia terjadi pada kehamilan pertama. Preeklampsia terjadi pada 14%
sampai 20% kehamilan dengan janin lebih dari satu dan 30% pasien mengalami anomali rahim
yang berat. Pada ibu yang mengalami hipertensi kronis atau penyakit ginjal, insiden dapat
mencapai 25%. Preeklampsia ialah suatu penyakit yang tidak terpisahkan dari preeklampsia
ringan sampai berat, sindrom HELLP, atau eklampsia (Bobak, dkk., 2005).

2.3 Patofisiologi

Pada pre eklampsia terjadi spasme pembuluh darah disertai dengan retensi garam dan air. Pada
biopsi ginjal ditemukan spasme hebat arteriola glomerulus. Pada beberapa kasus, lumen arteriola
sedemikian sempitnya sehingga hanya dapat dilakui oleh satu sel darah merah. Jadi jika semua
arteriola dalam tubuh mengalami spasme, maka tenanan darah akan naik sebagai usaha untuk
mengatasi tekanan perifer agar oksigenasi jaringan dapat dicukupi.

Sedangkan kenaikan berat badan dan edema yang disebabkan oleh penimbunan air yang
berlebihan dalam ruangan interstitial belum diketahui sebabnya, mungkin karena retensi air dan
garam. Proteinuria dapat disebabkan oleh spasme arteriola sehingga terjadi perubahan pada
glomerulus (Sinopsis Obstetri, Jilid I, Halaman 199).

Patofisiologi pre eklamsi-eklamsi setidaknya berkaitan dengan perubahan fisiologis kehamilan.


Adaptasi fisiologis normal pada kehamilan meliputi peningkatan volume plasma darah,
vasodilatasi penurunan resistensi vaskular sistemik (systemic vascular resistance[SVRI]),
peningkatan curah jantung, dan penurunan tekanan osmotik koloid.

Pada pre eklamsi volume plasma yang beredar menurun sehingga terjadi hemokonsentrasi dan
peningkatan hematokrit maternal. Perubahan ini membuat organ maternal menurun, termasuk
perfusi ke unit janin-uteroplasenta. Vasospasme siklik lebih lanjut menurunkan perfusi organ
dengan menghancurkan sel-sel darah merah, sehingga kapasitas oksigen maternal menurun.

Vasospasme merupakan akibat peningkatan sensifitas terhadap tekanan peredaran darah, seperti
angiotensin II dan kemungkinan suatu ketidakseimbagan antara prostasiklin prostaglandin dan
tromboksan A2.

Selain kerusakan endotelial vasospasme arterial menyebabkan peningkatan permeabilitas kapiler.


Keadaan ini meningkatkan edema dan lebih lanjut menurunkan volume intravaskular,
mempredisposisi pasien yang mengalami pre eklamsi mudah mengalami edema paru.

Hubungan sistem imun dengan pre eklamsi menunjukkan bahwa faktor-faktor imunologi
memainkan peran penting dalam pre eklamsi. Keberadaan protein asing, plasenta, atau janin bisa
membangkitkan respon imunologis lanjut. Teori ini didukung oleh peningkatan insiden pre
eklamsi pada ibu baru dan ibu hamil dari pasangan baru (materi genetik yang berbeda).

Predisposisi genetik dapat merupakan faktor imunologi lain. Frekuensi pre eklamsi dan eklamsi
pada anak dan cucu wanita yang memiliki riwayat eklamsi, yang menunjukkan suatu gen resesif
autoso yang mengatur respon imun maternal.
Patofisiologi preeklampsia mempengaruhi sistem saraf pusat (SSP) dengan menginduksi edema
otak dan meningkatkan resistensi otak. Komplikasi meliputi nyeri kepala, kejang, dan gangguan
penglihatan (skotoma) atau perubahan keadaan mental dan tingkat kesadaran. Komplikasi yang
mengancam jiwa ialah eklampsia atau timbul kejang (Bobak, dkk., 2005).

2.4 Patologi

Berbagai teori mengenai asal preeklampsia telah diajukan, tetapi baru-baru ini tidak terdapat
penjelasan yang lengkap tentang penyebab gangguan ini. Respons imun abnormal, gangguan
endokrin, predisposisi genetik, kelebihan atau kekurangan nutrisi, dan gangguan ginjal semua
diajukan sebagai berperan pada terjadinya preeklampsia.

Banyak sumber menyetujui bahwa penyebab preeklampsia adalah multifaktor antara lain
nulipara, usia maternal lebih dari 35 tahun, usia ibu kurang dari 18 tahun, riwayat keluarga
hipertensi akibat kehamilan (HAK), dan riwayat HAK pada kehamilan sebelumnya.

Vasospasme paling mungkin sebagai penyebab proses penyakit. Ketika vasospasme berlanjut,
terjadi kerusakan pada dinding pembuluh darah, yang mengakibatkan mengalirnya trombosit dan
fibrin ke dalam lapisan subendotel dinding pembuluh darah. Hal ini diketahui bahwa ibu yang
mengalami preeklampsia mempunyai sensivitas pada angiotensin II, yang dianggap menjadi
kontributor utama untuk proses vasospasme. Vasokonstriksi juga berperan pada kerusakan sel
darah merah ketika melewati diameter pembuluh darah yang bgerkurang ukurannya.
Vasospasme akhirnya menimbulkan hipoksia jaringan lokal pada berbagai sistem organ, termasuk
plasenta, hati, paru, otak, dan retina. Vasospasme serebral berperan pada gejala sakit kepala dan
gangguan penglihatan serta dapat berlanjut menjadi stroke.

Vasospasme pada sistem ginjal berperan pada penurunan aliran darah ginjal. Sistem ginjal
mengalami pembengkakan sel endotel glomerulus, lumen kapiler glomerulus berkonstriksi, dan
filtrasi glomerulus dan selanjutnya menurun. Karena penurunan filtrasi, nitrogen urea darah
serum, kreatinin, dan natrium meningkat; dan haluaran urin menurun. Retensi natrium
selanjutnya sensivitas terhadap angiotensi II dan peningkatan volume cairan ektra seluler. Pada
kasus berat, vasospasme dan pembentukan trombus arterial dapat menimbulkan nekrosis korteks
renal.

Terjadinya edema umum karena kerusakan dinding pembuluh darah dan retensi cairan sekunder
akibat penurunan filtrasi glomerulus. Ketika cairan bergeser dari ruang intravaskular ke
ektravaskular terjadi hipovolemia dan hemokonsentrasi. Hal ini pada gilirannya menempatkan
kebutuhan pada jantung sebagai presoreseptor pada organ mayor memberi umpan balik untuk
meningkatkan curah jantung. Riset tentang curah jantung pada preeklampsia masih menjadi
konflik.

Beberapa penelitian telah menetapkan penurunan curah jantung yang dikaitkan dengan
peningkatan tahanan vaskular perifer, sedangkan penilitian lain menemukan bahwa beberapa ibu
dengan preeklampsia secara nyata mengalami peningkatan curah jantung dan penurunan
tahanan perifer sampai penyakit menjadi berat.

Disfungsi hati pada preeklampsia dapat direntang dari perubahan enzim ringan sampai edema
hepatik, edema subkapsular, atau hemoragi. Perubahan berat dapat terjadi sebagai nyeri kuadran
kanan atas. Bila edema hepatik mewakili derajat edema umum yang mencakup edema serebral,
nyeri kuadran kanan atas sering dikaitkan dengan derajat edema serebral yang mengakibatkan
aktivitas kejang (eklampsia).

Kerusakan dinding pembuluh darah, dan kebocoran produk darah ke dalam ruang ektravaskular
akhirnya menimbulkan koagulopati konsumtif serupa dengan koagulasi intravaskular diseminata.
Mekanisme trombositopenia yang tampak pada preeklampsia tidak dipahami dengan baik. Satu
teori adalah bahwa kerusakan endotel dikaitkan dengan agregasi dan destruksi tombosit.
Gangguan mekanisme pembekuan normal dapat menimbulkan hemoragi dan kematian.

Beberapa ibu yang mengalami preeklampsia berlanjut mengalami sindrom HELLP, yang dikaitkan
dengan progresi cepat proses patologis dan mengakibatkan hasil janin dan maternal sebaliknya.
Ibu yang mengalami sindrom HELLP kemungkinan menunjukkan subset individual yang
mengalami disfungsi endotel lebih berat, dan dianggap bahwa predisposisi ini mungkin bersifat
genetik.

Disamping efek tidak langsung penurunan perfusi maternal pada janin, proses vasospasme juga
secara langsung mempengaruhi plasenta. Lesi plasenta yang adalah akibat infrak selanjutnya
menurunkan perfusi ke janin, yang menimbulkan intrauterine growth restriction (IUGR) dan
hipoksia. Komplikasi yang dikaitkan dengan preeklampsia berat meliputi gangguan plasenta, gagal
ginjal akut, abrupsio retina, gagal jantung, hemoragi serebral, IUGR, dan kematian maternal dan
janin (Walsh, 2008).

2.5 Diagnosis

Diagnosis preeklampsia dilakukan pada setiap kali pemeriksaan prenatal dengan mengukur
tekanan darah ibu dan menguji protein urine. Diagnosis preeklampsia ringan ditegakkan berdasar
atas timbulnya hipertensi disertai proteinuria dan/atau edema setelah kehamilan 20 minggu
(Prawirohardjo, 2008).

§ Hipertensi : sistolik/diastolik ≥140/90 mmHg. Kenaikan sistolik ≥30 mmHg dan kenaikan
diastolik ≥15 mmHg tidak dipakai lagi sebagai kriteria preeklampsia.

§ Proteinuria : ≥ 300 mg/24 jam atau ≥ 1+ dipstik.

§ Edema :edema lokal tidak dimasukkan dalam kriteria preeklampsia, kecuali edema pada
lengan, muka, dan perut, edema generalisata.

Prawirohardjo (2008) menjelaskan bahwa diagnosis preeklampsia ditegakkan berdasar kriteria


preeklampsia berat sebagaimana tercantum dibawah ini. Preeklampsia digolongkan preeklampsia
berat bila ditemukan satu atau lebih gejala sebagai berikut :

a. Tekanan darah sistolik ≥ 160 mmHg dan tekanan darah diastolik ≥ 110 mmHg. Tekanan
darah ini tidak menurun meskipun ibu hamil sudah dirawat dirumah sakit dan sudah menjalani
tirah baring.

b. Proteinuria lebih 5 g/24 jam atau 4+ dalam pemeriksaan kualitatif.

c. Oliguria, yaitu produksi urin kurang dari 500 cc/24 jam.

d. Kenaikan kadar kreatinin plasma.

e. Gangguan visus dan serebral : penurunan kesadaran, nyeri kepala, skotoma dan pandangan
kabur.
f. Nyeri epigastrium atau nyeri pada kuadran kanan atas abdomen (akibat teregangnya
kapsula Glisson).

g. Edema paru-paru dan sianosis.

h. Hemolisis mikroangiopatik.

i. Trombositopenia berat: < 100.000 sel/mm3 atau penurunan trombosit dengan cepat.

j. Gangguan fungsi hepar (kerusakan hepatoselular): peningkatan kadar alanin dan aspartate
aminotransferase.

k. Pertumbuhan janin intrauterine yang terhambat.

l. Sindrom HELLP (Prawirohardjo, 2008).

Perlu diperhatikan bahwa tingginya tekanan darah bukan merupakan penentu utama klasifikasi
berat atau ringannya PE.

Dari : Cunningham FG et al : Hypertensive Disorder In Pregnancy in “ Williams Obstetrics” , 22nd


ed, McGraw-Hill, 2005

2.6 Pencegahan

Preeklampsia dan eklampsia merupakan komplikasi kehamilan yang berkelanjutan dengan


penyebab yang sama. Pencegahan yang dimaksud ialah upaya untuk mencegah terjadinya
preeklampsia pada perempuan hamil yang berisiko terjadinya preeklampsia (Prawirohardjo,
2008). Oleh karena itu, pencegahan atau diagnosis dini dapat mengurangi angka kejadian dan
menurunkan angka kesakitan dan kematian.

Untuk dapat menegakkan diagnosis dini diperlukan pengawasan hamil yang teratur dengan
memperhatikan kenaikan berat badan, kenaikan tekanan darah, dan pemeriksaan urin untuk
menetukan proteinuria. Untuk mencegah kejadian preeklampsia ringan dapat dilakukan nasehat
tentang dan berkaitan dengan preeklampsia :

a. Diet makanan. Makanan tinggi protein, rendah karbohidrat, cukup vitamin, rendah lemak.
Makanan berorientasi pada empat sehat lima sempurna.

b. Cukup istirahat. Istirahat yang cukup pada hamil semakin tua dalam arti bekerja seperlunya
dan disesuaikan dengan kemampuan. Lebih banyak duduk atau berbaring kea rah punggung janin
sehingga aliran darah menuju plasenta tidak mengalami gangguan.

c. Pengawasan antenatal. Bila terjadi perubahan peraan dan gerak janin dalam rahim segera
datang ke tempat pemeriksaan. Keadaan yang memerlukan perhatian :

1. Uji kemungkinan preeklampsia :

a). Pemeriksaan tekanan darah atau kenaikannya

b). Pemeriksaan tinggi fundus uteri

c). Pemeriksaan kenaikan berat badan atau edema

d). Pemeriksaan protein dalam urine


e). Kalau mungkin dilakukan pemeriksaan fungsi ginjal, fungsi hati, gambaran darah umum, dan
pemeriksaa retina mata.

2. Penilaian kondisi janin dalam rahim

a). Pemeriksaan tinggi fundus uteri

b). Pemeriksaan janin : gerakan janin dalam rahim, denyut jantung janin, pemantauan air
ketuban

c). Usulkan untuk melakukan pemeriksaan ultrasonografi (Curtis, 1999).

2.7 Penanganan

Upaya pengobatan ditujukan untuk mencegah kejang, memulihkan organ vital pada keadaan
normal, dan melahirkan bayi dengan trauma sekecil-kecilnya pada ibu dan bayi.

Segera rawat pasien di rumah sakit. Berikan MgSO4 , dalam infuse Dextrosa 5% dengan
kecepatan 15-20 tetes per menit. Dosis awal MgSO4 2 g intravena dalam 10 menit selanjutnya 2
g/jam dalam drip infuse sampai tekanan darah stabil 140-150/90-100 mmHg. Ini diberikan sampai
24 jam pasca persalinan atau dihentikan 6 jam pasca persalinan ada perbaikan nyata ataupun
tampak tanda-tanda intoksikasi. Sebelum memberikan MgSO4 perhatikan reflek patella,
pernapasan 16 kali/menit. Selama pemberian parhatikan tekanan darah, suhu, perasaan panas,
serta wajah merah. Berikan nefidipine 3-4 x 10 mg oral (dosis maksimum 80 mg/hari), tujuannya
adalah untuk penurunan tekanan darah 20% dalam 6 jam. Periksa tekanan darah, nadi,
pernapasan tiap jam. Pasang kateter kantong urin setiap 6 jam.

PE Berat memerlukan antikonvulsi dan antihipertensi serta dilanjutkan dengan terminasi


kehamilan.

Tujuan terapi pada PE:

1. Mencegah kejang dan mencegah perdarahan intrakranial

2. Mengendalikan tekanan darah

3. Mencegah kerusakan berat pada organ vital

4. Melahirkan janin yang sehat

Terminasi kehamilan adalah terapi defintif pada kehamilan > 36 minggu atau bila terbukti sudah
adanya maturasi paru atau terdapat gawat janin.

Penatalaksanaan kasus PEB pada kehamilan preterm merupakan bahan kontroversi.Pertimbangan


untuk melakukan terminasi kehamilan pada PEBerat pada kehamilan 32 – 34 minggu setelah
diberikan glukokortikoid untuk pematangan paru.

Pada PEBerat yang terjadi antara minggu ke 23 – 32 perlu pertimbangan untuk menunda
persalinan guna menurunkan angka morbiditas dan mortalitas perinatal.

Terapi pada pasien ini adalah :

1. Dirawat di RS rujukan utama (perawatan tersier)

2. MgSO4
3. Antihipertensi

4. Kortiskosteroid

5. Observasi ketat melalui pemeriksaan laboratorium

6. mengakhiri kehamilan bila terdapat indikasi

Terminasi kehamilan sedapat mungkin pervaginam dengan induksi persalinan yang agresif.
Persalinan pervaginam sebaiknya berakhir sebelum 24 jam. Bila persalinan pervaginam dengan
induksi persalinan diperkirakan melebihi 24jam, kehamilan sebaiknya diakhiri dengan SC

2.8 Asuhan Keperawatan

ASUHAN KEPERAWATAN PADA Ny. R DENGAN MASALAH

PREEKLAMSIA BERAT

Tanggal masuk : 9 Mei 2011

Tanggal pengkajian : 11 Mei 2011

Dx medis : PEB

A. PENGKAJIAN

1. Biodata

a. Identitas klien

Nama : Ny.R

Umur : 32 tahun

Jenis kelamin : Perempuan

Agama : Kristen Protesttan

Pendidikan : SMA

Pekerjaan : ibu rumah tangga

Suku bangsa :

Alamat :

b. Identitas penanggung jawab

Nama : Tn.s

Umur : 34 th

Jenis kelamin : laki laki

Agama : Kristen Protestan

Pendidikan : SLTA
Pekerjaan : swasta

Suku bangsa :

Alamat :

Hub dg klien : suami

2. Riwayat Kesehatan.

a. Keluhan utama: mengeluh mual muntah

b. Riwayat kesehatan sekarang: klien mengeluh nyeri kemudian di bawa ke RS untuk menjalani
perawatan medis

c. Riwayat kesehatan dahulu:

d. Riwayat kesehatan keluarga: ibu klien mengatakan dalam keluarga tidak ada yang
mengalami penyakit yang sama dengan klien.

e. Genogram: -

f. Riwayat alergi obat dan makanan: tidak ada alergi obat dan makanan

3. Pola Fungsi Kesehatan

a. Persepsi terhadap kesehatan: ibu klien melihat tanda dan gejala nyeri pada
anaknya kemudian langsung membawa ke rumah sakit untuk mendapat
perawatan yang optimal.

b. Pola aktivitas- latihan:

Aktivitas 0 1 2 3 4

Makan x

Minum x

Eliminasi x

Mobilisasi x

Berpakaian x

Keterangan:

0 : mandiri

1 : dengan alat Bantu

2 : bantuan orang lain

3 : bantuan orang lain dan peralatan


4 : tergantung total

4. Pemeriksaan fisik

a. Aktivitas

Gejala : kelemahan, penambahan berat badan, reflek fisiologis +/+ , reflek patologis -/-.

Tanda : pembengkakan kaki, jari tangan, dan muka

b. Sirkulasi

Gejala : penurunan oksegen

Tanda :

c. Abdomen

Gejala : Inspeksi : Perut membuncit sesuai usia kehamilan aterm, sikatrik bekas operasi ( - )
Palpasi :

Ø Leopold I : teraba fundus uteri 3 jari di bawah proc. Xyphoideus teraba massa besar, lunak,
noduler

Ø Leopold II : teraba tahanan terbesar di sebelah kiri, bagian – bagian kecil janin di sebelah kanan.

Ø Leopold III : teraba masa keras, terfiksir

Ø Leopold IV : bagian terbawah janin telah masuk pintu atas panggul

Auskultasi : BJA 142 x/1’ regular

Eliminasi

Gejala : proteinuria + ≥ 5 g/24 jam atau ≥ 3 pada tes celup, oliguria

d. Makanan / cairan

Gejala : peningkatan berat badan, muntah-muntah

Tanda : nyeri epigastrium,

e. Integritas ego

Gejala : perasaan takut.

Tanda : cemas.

f. Neurosensori

Gejala : hipertensi

Tanda : kejang atau koma

g. Nyeri / kenyamanan

Gejala : nyeri epigastrium, nyeri kepala, sakit kepala, ikterus, gangguan penglihatan.

Tanda : gelisah,
h. Pernafasan

Gejala : vesikuler, Rhonki -/-, Whezing -/-, sonor

Tanda : irama teratur, bising tidak ada

i. Keamanan

Gejala : jatuh, gangguan pengihatan, perdarahan spontan.

Tanda :

j. Seksualitas

Gejala : Status Obstetrikus

B. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK

1. Darah lengkap: trombositopeni

2. Urin : proteinuria, oliguri

3. USG

C. DATA FOKUS

Data subyektif:

· klien mengatakan mengalami nyeri hebat pada daerah perut

· P: nyeri berkurang setelah minum obat Q: nyeri berat R: nyeri pada daerah perut

· S: skala 8 T: nyeri terasa selama 3menit sekali

· klien mengatakan susah makan karena sering mual muntah

· klien mengatakan sering merasa haus

Data obyektif:

· klien tampak pucat, dehidrasi

· klien tampak kurus, anoreksia, konjungtiva pucat

· klien tampak lemah, bedrest

D ANALISA DATA

NO SYMPTOM PROBLEM ETIOLOGI

1. DS : Pola nafas tidak Deformitas dinding


efektif dada (adanya edema
DO :
pada paru)
- Dipsnea

- Napas pendek

- Nyeri dada

- batuk

- hemoptisis

- pembesaran limpa

- hipoksia

2. DS: klien mengatakan Nyeri akut Agen cidera biologi


anaknya mengalami
nyeri hebat pada
daerah perut P: nyeri
berkurang setelah
minum obat Q: nyeri
berat R: nyeri pada
daerah perut S: skala 8
T: nyeri terasa selama 3
menit sekali DO: klien
tampak menahan nyeri

3. DS: klien mengatakan Ketidakseimbangan Ketidakmampuan


susah makan karena nutrisi kurang dari dalam
sering mual muntah kebutuhan tubuh memasukkan/mencerna
DO: klien tampak kurus, makanan karena faktor
lemah, anoreksia, biologi
konjungtiva pucat

4. DS: ibu klien Resiko kekurangan Retensi garam dan air


mengatakan sering volume cairan
merasa haus DO: klien
tampak lemah, bedrest,
dehidrasi, turgor kulit
lambat

5. Ds : Gangguan eliminasi Sindroma nefrotik


urin
Do : (penurunan filtrasi)

- Pasien selalu merasa


ingin BAK (anyang-
anyangan)

- Pasien merasa nyeri


saat awal setelah BAK

- Dipermukaan saluran
kencing bawah
(orifisium uretra)
merah (eritematus) dan
membengkak (oedema)

6. DS : Resiko infeksi Tindakan invasif

DO :

- Pasien tampak lemah

- Skala nyeri 8

- Tampak terpasang
kateter

Diagnosa keperawatan dan prioritas masalah

1. Pola nafas tidak efektif b/d Deformitas dinding dada (adanya edema pada paru)

2. Nyeri akut berhubungan dengan Agen cidera biologi

3. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan


Ketidakmampuan dalam memasukkan/mencerna makanan karena faktor biologi

4. Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan retensi garam dan air

5. Gangguan eliminasi urin berhubungan dengan sindroma nefrotik (penurunan filtrasi)

6. Resiko infeksi berhubungan dengan tindakan invasife


ASUHAN KEPERAWATAN PADA Ny. R DENGAN MASALAH PREEKLAMSIA BERAT

N Diagnosa Tujuan Intervensi Rasional Wk Implementa Evaluasi


o t si

1 Pola nafas Setelah - Buka jalan - Agar 09. 1. Membuka S:-


tidak efektif dilakukan nafas memudahk 00 jalan nafas
O : Pola
b/d Deformitas tindakan dengan an dengan
nafas
dinding dada keperawata tehnik chin bernapas tehnik chin
klien
(adanya edema n selama 1 lift dengan lift
lancar
pada paru) X 24 jam lancar
diharapkan A:
- Untuk
pola nafas - Posisikan 09. 2. Tujuan
memenuhi
klien klien untuk 10 memposisik tercapai
kebutuhan
normal memaksima an klien ,
O2 klien
dengan lkan untuk masala
kriteria ventilasi memaksima h
hasil: lkan teratasi
- Identifikasi -
ventilasi
Respiratory jika pasien Mencegah P:
status: perlu terjadinya 09. 3. Pertaha
Ventilation pemasanga hipoksia 15 mengidentif nkan
(0703) n alat jalan ikasi jika interve
nafas pasien perlu nsi
- Respirasi
buatan pemasanga
dalam
n alat jalan
batas - Auskultasi - Untuk nafas
normal suara nafas, mengetahu 09. buatan
catat i adanya
- Mudah 20
adanya suara nafas 4.
bernafas
suara nafas tambahan mengauskul
- Tidak ada tambahan tasi suara
dipsnea - Untuk nafas, catat
- Monitor mengetahu adanya
- TTV respirasi i suara nafas
normal dan status respirasire 09. tambahan
O2 d dan 30
kebutuhab 5.
O2 memonitor
respirasi
- dan status
- Observasi Mengetah O2
TTV ui keadaan
umum 09.
klien 35
6.
mengobserv
asi TTV
2 Nyeri akut Setelah 1. Kaji - 09. 1. mengkaji S : Klien
berhubungan dilakukan secara Mengindik 40 secara mengat
dengan Agen asuhan komprehens asikan komprehens akan
cidera biologi keperawata if tentang terjadinya if tentang nyeri
n selama 1 nyeri komplikasi. nyeri sudah
x 24 jam meliputi: meliputi: berkura
diharapkan lokasi, lokasi, ng
nyeri karakteristik karakteristik
O:
berkurang , dan onset, , dan onset,
wajah
dengan durasi, durasi,
klien
kriteria frekuensi, frekuensi,
terlit
hasil: kualitas, kualitas,
tidak
intensitas/b intensitas/b
Pain meringi
eratnya eratnya
control s
nyeri, dan nyeri, dan
(1605) menaha
faktor- faktor-
n nyeri
· Mengenali faktor faktor
- Dapat 09.
faktor presipitasi presipitasi A:
membandi 50
penyebab ngkan Tujuan
2. Kaji 2. mengkaji
nyeri yang tercapai
· pengalaman pengalaman
ada dari ,
Menggunak individu individu
nyeri Masala
an metode terhadap terhadap
sebelumny h
pencegaha nyeri, nyeri,
a teratasi
n keluarga, keluarga,
dengan dengan P:
· nyeri kronis nyeri kronis Pertaha
Menggunak
09. nkan
an metode 3. Evaluasi
55 interve
pencegaha tentang -
3. nsi
n non keefektifitan Penggunaa
mengevalua
analgetik dari n persepsi
si tentang
untuk tindakan diri/
keefektifitan
mengurangi mengontrol perilaku
dari
nyeri nyeri yang untuk
tindakan
telah menghilan
· mengontrol
digunakan gkan nyeri
Menggunak nyeri yang
dapat
an telah
membantu
analgetik digunakan
pasien
sesuai mengatasi
kebutuhan 4. Berikan nya lebih 10.
informasi efektif
· 00
tentang
Melaporka 4.
nyeri seperti
n gejala Informasi
penyebab, 4.
pada tentang
berapa lama memberika
tenaga nyeri dapat
terjadi, dan n informasi
kesehatan membantu tentang
· Mengenali tindakan dalam nyeri seperti
gejala- pencegahan menurunka penyebab,
gejala nyeri n persepsi berapa lama
5. Berikan
nyeri terjadi, dan
· Mencatat analgetik
tindakan
pengalama sesuai 10. pencegahan
n tentang anjuran 15
nyeri
sebelumny 5.Analgetik
5.
a diberikan
memberika
untuk nyeri
· n analgetik
ringan
Melaporka sesuai
6. Beritahu yang tidak
n nyeri anjuran
dokter jika hilang
yang sudah
tindakan dengan
terkontrol
berhasil tindakan 10.
Keterangan atau terjadi kenyamana 20
penilaian keluhan n.
NOC:
6.Untuk 6.
1. Tidak melanjutka memberitau
dilakukan n terapi kan dokter
sama sekali selanjutnya jika
tindakan
2. Jarang
berhasil
dilakukan
atau terjadi
3. Kadang keluhan
dilakukan

4. Sering
dilakukan

5. Selalu
dilakukan

3 Ketidakseimba Setelah 1. Kaji 1. Untuk 10. 1. mengkaji S : Klien


ngan nutrisi dilakukan adanya mengetahu 30 adanya mengat
kurang dari asuhan alergi i apakah alergi akan
kebutuhan keperawata makanan pasien ada makanan sudah
tubuh n selama 3 alergi tidak
berhubungan x 24 jam makanan merasa
dengan diharapkan mual
2. intake fe
Ketidakmampu nafsu 10.
2. Anjurkan dapat 2. O:
an dalam makan klien 35
pasien meningkat menganjurk Klien
memasukkan/ normal lagi
untuk kan an pasien sudah
mencerna dengan
meningkatk kekuatan untuk tidak
makanan kriteria
an intake Fe tulang meningkatk terlihat
karena faktor hasil:
an intake Fe lemas,
biologi
konjung
Nutritional 3. Berikan 3. 10. 3. tiva
status substansi substansi 40 memberika normal
(1004) gula gula dapat n substansi
A:
meningkat gula
· Tujuan
kan energi
Stamina,Te tercapai
pasien
naga ,
4. Berikan 4. Untuk Masala
· Kekuatan 10.
makanan memenuhi 4. h
menggengg 45
yang status gizi memberika teratasi
am
terpilih( pasien n makanan
P:
· sudah yang
Pertaha
Penyembuh dikonsultasi terpilih(
nkan
an jaringan kan dengan sudah
interve
ahli gizi) dikonsultasi
· Daya 5. Catatan nsi
kan dengan
tahan 5. Ajarkan harian
11. ahli gizi)
tubuh pasien makanan
bagaimana dapat 00 5.
· Tidak ada
membuat mengetahu memberika
penurunan
catatan i asupan n pasien
BB yg
makanan nutrisi bagaimana
berlebih
harian pasien membuat
Keterangan catatan
penilaian makanan
NOC: hari

1. Tidak
pernah
menunjukk
an

2. Jarang
menunjukk
an

3. Kadang
menunjukk
an

4. Sering
menunjukk
an

5. Selalu
menunjukk
an

4 Resiko Setelah 1. 1. Untuk 11. 1. S : Klien


kekurangan dilakukan Pertahanka mengetahu 15 mempertah mengat
volume cairan asuhan n catatan i ankan akan
berhubungan keperawata intake perubahan catatan tidak
dengan retensi n selama 3 output urin intake intake merasa
garam dan air x 24 jam yang di buat output urin output urin lemah
diharapkan klien yang di buat
2. Monitor O
klien dapat
adanya 2.antisipasi 11. :Tugor
tidak ada
status terjadinya 25 kulit
resiko 2.
dehidrasi dehidrasi normal
kekurangan memonitir
berat
volume adanya A:
cairan 3.untuk status Tujuan
dengan 3. Monitor
memberika 11. dehidrasi tercapai
kriteria hasil lab.
n tindakan 30 ,
hasil: yang sesuai
yang sesuai Masala
dengan
dengan 3. h
· retensi
kondisi memonitor teratasi
Mempertah cairan
klien hasil lab.
ankan urin P:
output yang sesuai
Pertaha
sesuai dengan
nkan
dengan usia 4.untuk retensi
interve
dan BB 4. Monitor mengetahu cairan
nsi
TTV i keadaan
11.
· TTV dalam umum
35
batas klien
normal
5.Untuk
· Elastisitas memulihka
turgor kulit n energi 4.
normal 5. pasien memonitor
Kolaborasi TTV
· Tidak ada 11.
pemberian 40
tanda- cairan atau
tanda 6. Untuk
makanan/ mengetahu
dehidrasi infus i intake
· Membran 6. Monitor nutrisi
mukosa pasien 5.
status
lembab mengkolabo
nutrisi 7. 12.
rasikan
· Tidak ada Mengopti 00
pemberian
rasa haus malkan cairan atau
berlebihan 7. Dorong keadaan makanan/
masukan pasien agar
Keterangan infus
oral kembali
penilaian 12.
normal 6.
NOC: 10
memonitor
1. Tidak status
dilakukan nutrisi
sama sekali
2. Jarang 7.
dilakukan mendorong
masukan
3. Kadang
oral
dilakukan

4. Sering
dilakukan

5. Selalu
dilakukan

5 Gangguan Setelah - Monitor - Untuk 12. 1. S:-


eliminasi urin dilakukan pengeluaran mengetahu 20 memonitor
O:
berhubungan tindakan urin i warna, pengeluaran
Klien
dengan keperawata termasuk frekuensi, urin
BAK
sindroma n selama 1 frekuensi, volume termasuk
dengan
nefrotik x 24 jam warna, dan frekuensi,
normal
(penurunan eliminasi volume, dan senyawa warna,
filtrasi) urin klien senyawa yang volume, dan A:
dalam yang terkandung senyawa Tujuan
rentang terkandung dalam yang tercapai
normal didalamnya urine yang terkandung ,
dengan di didalamnya Masala
- Monitor
urinary keluarkan h
tanda dan
elimination oleh teratasi
gejala 12.
kriteria paisen. 2.
adanya 30 P:
hasil : memonitor
retensi urin - Untuk Pertaha
tanda dan
- Frekuensi mengetahu nkan
gejala
eliminasi i tanda dan interve
adanya
urin dalam gejala yang nsi
retensi urin
rentang terjadi
normal pada
- Catat pasien
waktu pada saat
pengeluaran terjadi 12.
urin terakhir retensi 35
- Tidak ada urine. 3. mencatat
bengkak waktu
dan - Untuk pengeluaran
memerah - Ajarkan mengetahu urin terakhir
pada pasien i
saluran untuk pengeluara
kemih minum n urin 12.
4.
secara pasien 40
mengajarka
lancar yaitu
- Untuk n pasien
8 gelas
- Tidak ada membantu untuk
sehari
sekret/caira pasien minum
n nanah dalam secara
keluar dari - Anjurkan memasukk lancar yaitu
saluran klien untuk an cairan 8 gelas
kencing mengenali secara sehari
adanya ISK optimal. 12.
yang 50
- Untuk
- Urin tidak berkelanjuta 5.
membantu
mengandun n mengajarka
pasien
g protein n klien
mengetahu
glukosa untuk
i gejala
ataupun mengenali
apbila ISK
keton adanya ISK
kembali.
yang
berkelanjuta
n

6 Resiko infeksi Setelah - - Untuk 14. 1. S:-


berhubungan dilakukan Pertahanka mencegah 15 Mempertah
O:
dengan tindakan n tehnik terjadinya ankan
Tidak
tindakan keperawata isolasi infeksi tehnik
terpasa
invasife n selama isolasi
- Batasi - Untuk ng
2x24 jam,
pengunjung mengurang 14. 2. kateter
diharapkan
bila perlu i resiko 30 membatasi
pasien A:
infeksi dari pengunjung
mampu Tujuan
pengunjun bila perlu
mengkontr tercapai
- g
ol ,
terjadinya Instruksikan
- Untuk 14. Masala
infeksi pada 3.
mencegah 40 h
dengan pengunjung mengintruks
penyebara teratasi
criteria untuk ikan pada
n pathogen
hasil: mencuci pengunjung P:
terhadap
tangan saat untuk Pertaha
pengunjun
Risk berkunjung mencuci nkan
g
Control dan setelah tangan saat interve
(1902) berkunjung berkunjung nsi
dan setelah
- faktor -
berkunjung
resiko dari Pertahanka
- Untuk 14.
lingkungan n 4.
mengurang 45
terpantau lingkungan mempertah
i
aseptic ankan
- strategi penyebara
selama lingkungan
kontrol n pathogen
pemasanga aseptic
resiko
n alat selama
berkemban
pemasanga
g dengan - Untuk n alat
efektif memperta
14.
- hankan
55
memonitor asupan
perubahan - Tingkatkan nutrisi 5.
status intake klien mmeningkat
kesehatan nutrisi kan intake
nutrisi
-
- Antibiotic
melaksanak
sebagai
an strategi
pelindung 15.
kontrol
tubuh 00
resiko yang
- Berikan untuk
terpilih
terapi menolak 6.
Skala: antibiotic pathogen memberika
bila perlu yang n terapi
Tidak
merugikan antibiotic
pernah
bagi tubuh bila perlu
sampai
diperlihatka
n

1.tidak
diperlihatka
n

2.jarang
diperlihatka
n

3.kadang-
kadang
diperlihatka
n

4.sering
diperlihatka
n

5.konsisten
diperlihatka
n

Diposting oleh Keperawatan dari Timur di 01.28

Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Berbagi ke Twitter

You might also like