Professional Documents
Culture Documents
ANTIPIRETIK
A. Tujuan
1. Mengenal satu cara untuk mengevaluasi secara eksperimental efek antipiretik
suatu obat.
2. Mampu membedakan potensi antipiretik dari beberapa golongan kimia obat-
obatan antipiretika.
3. Mampu merumuskan beberapa kriteria antipiretik untuk senyawa-senyawa yang
diduga potensial untuk maksud ini.
4. Menyadari pendekatan sebaik-baiknya untuk mengatasi panas.
B. Dasar Teori
Termoregulasi memiliki fungsi adalah untuk memelihara temperatur pusat (suhu
dalam bagian tubuh dan dalam kepala) suhu tubuh manusia normal sekitar 37 0C (36,50C –
36,90C) walaupun terjadi kerja simpangan pembentukan panas, penerimaan dan
pengeluaran panas.
Nilai sebenarnya dicatat oleh reseptor suhu dalam hipotalamus dan disampaikan
ke pusat-pusat termoregulasi (pusat panas) yang juga terletak dalam hipotalamus. Ini
selanjutnya menerima impuls-impuls dari reseptor dingin dan reseptor panas dari kulit
dan dengan demikian dalam kondisi untuk bereaksi dengan cepat terhadap beban panas
dan dingin. Pada keadaan bebas (misalnya pada kerja jasmani), banyak panas dikeluarkan
melalui peningkatan aliran darah kulit. Pada keadaan beban dingin, tidak hanya
pembebasan panas ditekan (terutama melalui vasokontriksi perifer), tapi juga produksi
panas ditingkatkan.
Yang dimaksud dengan demam ialah regulasi panas pada suatu tingkat suhu yang
lebih tinggi. Demam adalah gejala yang menyertai hampir semua infeksi tapi juga
terdapat pada penyakit-penyakit lain seperti beberapa bentuk tumor. Bahan-bahan bakteri
dalam virus dapat menyebabkan demam yang disebut dengan demam pirogen eksogen.
Pirogen eksogen tampaknya bekerja sebagai berikut, pirogen mula-mula merangsang
fagosit untuk membentuk pirogen tubuh sendiri yang kemudian melalui peningkatan
sintesis prostaglandin mengatur nilai ambang pada tingkat yang lebih tinggi , suhu tubuh
normal 370C bekerja sebagai suhu pada keadaan dingin. Ini menyebabkan vasokontriksi
pembuluh kulit, gemetar karena dingin dan rasa dingin yang subyektif. Pada penurunan
demam (kembali pada nilai ambang normal), suhu pusat sebaliknya dirasakan sebagai
terlalu tinggi. Pengeluaran keringat, vasodilatasi pembuluh-pembuluh darah di kulit dan
rasa panas subyektif menandai fase penurunan demam. (Mutschler, Ernst,1991: 193-194)
Pada umunya demam adalah suatu gejala bukan merupakan penyakit tersendiri.
Menurut para ahli, demam adalah suatu reaksi tangkis yang berguna dari tubuh terhadap
infeksi. Pada suhu di atas 37oC limfosit dan makrofag menjadi lebih aktif. Bila suhu
melampaui 40-41oC, barulah terjadi situasi kritis yang bisa menjadi fatal, karena tidak
terkendalikan lagi oleh tubuh (Tjay, Tan Hoan, 2008: 313)
Banyak gejala yang menyertai demam dapat ditimbulkan dengan infus sitokinin.
Gejala kedinginan (chills) yaitu perasaan dingin yang terjadi pada sebagian besar keadaan
demam, nerupakan bagian dari respons sistem saraf pusat (SSP) dterhadap “set point”
termoregulasi yang meminta lebih banyak panas. Gejala menggigil (rigors), yaitu gejala
kedinginan yang lebih intensif dengan disertai piloereksi (“goose flesh”) dan gigi yang
gemeletuk serta gemeteran hebat,, sering ditemukan pada penyakit infeksi bakteri,
ricketsia serta protozoa dan pada keadaan infleunza (tetapi tidak dijumpai pada penyakit
virus lainnya). Rigors juga sering terdapat pada keadaan demam yang ditimbulkan oleh
obat.
Gejala perspirasi terjadi dengan aktivasi mekanisme pelepasan panas yang bisa
disebabkan oleh obat-obat antipiretik yang menghasilkan plafon “set point” yang baru
atau oleh hilangnya stimulus untuk menimbulkan panas. Pemberian obat antipiretik yang
dilakukan secra berputus-putus (intermiten) dapat menambah fluktuasi suhu sehingga
timbul gejala kedinginan (chilling), perasaan tidak enak dan kelelahan. Refleks
hipotalamus memicu perspirasi yang memungkinkan penghilangan panas dengan cepat
lewat cara evaporasi (Horison,1999:100).
Glukokortikod merupakan preparat antipiretik yang poten. Preparat ini
menghambat sintesis PGE2 dengan menghambat enzim fosfolipase A2 dan memblok baik
transkripsi mRNA untuk 1L-1 serta TNF (Horison,1999:100)
Antipiretik adalah senyawa yang dapat mengurangi suhu tubuh berdasarkam
mekanisme kerjanya di hipotalamus dengan menstel thermostat tubuh pada suhu yang
lebuh rendah melalui peningkatan pengeluaran panas karena vasodilatasi pembuluh
primer. Dengan pelebaran pembuluh darah, akan memberikan kesempatan bagi panas
untuk keluar dari tubuh sehingga dapat menurunkan suhu tubuh yang tinggi.
(Horison,1999:103)
C. Alat dan Bahan
Alat :
Jarum suntik oral (ujung tumpul)
Thermometer rektal
Bahan :
Penginduksi panas : vaksin DPT HB
Zat pensuspensi (CMC Na 0,25%)
Bahan obat : Metilprednisolon, Na Diklofenak, Ibuprofen, Asam Mefenamat,
Parasetamol
Tikus uji jantan galur Wistar
D. Skema Kerja
E. Data Pengamatan
Kelompok Kontrol
Pemberian CMC Na
Suhu suhu awal t20 t40 t60 t90 t120 t150 t180
Tikus (0C) (0C) (0C) (0C) (0C) (0C) (0C) (0C)
Kelompok Uji
Pemberian Metilprednisolon
Suhu suhu awal t20 t40 t60 t90 t120 t150 t180
Tikus (0C) (0C) (0C) (0C) (0C) (0C) (0C) (0C)
Suhu suhu awal t20 t40 t60 t90 t120 t150 t180
Tikus (0C) (0C) (0C) (0C) (0C) (0C) (0C) (0C)
Suhu suhu awal t20 t40 t60 t90 t120 t150 t180
Tikus (0C) (0C) (0C) (0C) (0C) (0C) (0C) (0C)
Suhu suhu awal t20 t40 t60 t90 t120 t150 t180
Tikus (0C) (0C) (0C) (0C) (0C) (0C) (0C) (0C)
70kg
Konversi ke manusia 70 kg = 50kg x 8 mg = 11,2 mg/70 kg manusia
Konversi ke tikus 200 g = 11,2 mg x 0,018 = 0,2016 mg/200 g tikus
190,9 g
Konversi ke tikus 190,9 g (*BB Tikus Terbesar pada Praktikum)= 200 g x
49,0680mg
Rentang penimbangan = 46,6146 -51,5214 mg
Hasil penimbangan = 0,0504 g = 50,4 mg
50,4mg
Konsentrasi Metilprednisolon yang ditimbang = 49,0680mg x 1,925 mg/25ml =
1,9772 mg/25 ml
1,9772mg
Konsentrasi stok yang sebenarnya = = 0,0790 mg/ml
25ml
188,5 g
Dosis Tikus I = x0,2016mg 0,19mg
200 g
0,19mg
Vp = 0,079mg / ml 2,41ml 2,40ml
162 g
Dosis Tikus II = 200 g x0,2016 g 0,163g Kelompok Uji
0,163g
Vp = 2,06ml 2,10ml
0,079 g / ml
165,5 g
Dosis Tikus III = 200 g x0,2016mg 0,167mg
0,167mg
Vp = 0,079mg / ml 2,11ml 2,10ml
Dosis Vaksin DPT HB ( 0,1225ml / 250 g BB Tikus)
188,5 g
Volume Pemberian Tikus I = 250 g x0,1225ml 0,09ml
162 g
Volume Pemberian Tikus II = 250 g x0,1225ml 0,08ml Uji
165,5 g
Volume Pemberian Tikus III = 250 g x0,1225ml 0,08ml
152,5 g
Volume Pemberian Tikus I = 250 g x0,1225ml 0,07 ml
173g
Volume Pemberian Tikus II = 250 g x0,1225ml 0,08ml Kontrol
179,1g
Volume Pemberian Tikus III = 250 g x0,1225ml 0,08ml
63,6228mg
Rentang penimbangan = 60,4417-66,8039 mg
Hasil penimbangan = 0,0616 g = 61,6 mg
61,6mg
Na Diklofenak yang sebenarnya ditimbang = 63,6228mg x 12,537 mg/25ml =
12,1384 mg/25 ml
12,1384mg
Konsentrasi stok yang sebenarnya = = 0,4855 mg/ml
25ml
3. Ibuprofen dosis 200mg/ 50 kg BB manusia
Konsentrasi stok =
Vp untuk tikus I =
Vp untuk tikus II =
Konsentrasi stok = =
Konsentrasi stok = =
G. Pembahasan
Pada praktikum ini dilakukan pengujian daya analgetik dari lima obat. Obat-obat
tersebut adalah metilprednisolon, na diklofenak, ibuprofen, parasetamol dan asam
mefenamat. Adapun hewan uji yang digunakan adalah tikus jantan galur Wistar. Alasan
penggunaan tikus adalah karena tikus memiliki anatomi dan fisiologi yang hampir sama
dengan tubuh manusia sehingga pengujian pada tikus dapat menggambarkan profil
farmakokinetika obat pada tubuh manusia yang secara lengkap menggambarkan absorbsi,
distribusi, metabolisme, dan ekskresi dari obat.
Adapun bahan yang digunakan sebagai induksi terjadinya demam adalah vaksin
DPT HB. Vaksin ini merupakan bakteri lemah yang dapat merangsang kekebalan tubuh
dimana respon yang ditimbulkan saat masuknya bakteri lemah ini adalah terjadinya
peningkatan suhu tubuh. Demam tersebut diperoleh akibat bakteri atau mikroorganisme
yang terdapat di dalam vaksin yang disuntikkan ke dalam tubuh mencit yang kemudian
menimbulkan respon pada tubuh mencit tersebut. Selain itu, demam yang terjadi
diakibatkan dari salah satu substansi dari vaksin DPT yaitu bakteri Bordetella pertussis.
Sebelum masing-masing kelompok diberikan perlakuan, mencit akan diukur terlebih
dahulu suhu tubuhnya, pengukuran suhu tubuh seharusnya dilakukan di bagian rektal
karena suhu rektal lebih tinggi satu derajat dari suhu urin maupun oral.
Demam sendiri bukanlah suatu penyakit, melainkan suatu gejala adanya infeksi
yang terjadi di dalam tubuh. Pada saat pemberian vaksin, bakteri lemah tersebut akan
menginfeksi kemudian sebagai respon dikeluarkan limfosit (sel darah putih) dari tubuh
yang bekerja dengan memfagositosis bakteri tersebut sehingga efek yang ditimbulkan
adalah adanya peningkatan suhu tubuh. Tikus yang telah diinduksi demam tersebut akan
mengalami peningkatan suhu tubuh yang kemudian diberikan kelima obat yang diujikan,
yakni
Na Diklofenak ( dosis 50 mg/ 50 kg BB manusia)
Asam Mefenamat (dosis 500 mg/ 50kg BB manusia)
Metil Prednisolon ( dosis 8 mg/ 50kg BB manusia)
Ibuprofen (dosis 200 mg/ 50 kg BB manusia)
Paracetamol ( dosis 500 mg/ 50 kg BB manusia)
Kontrol negatif CMC Na 0,25%
Pemberian antipiretik diisesuaikan dengaan berat badan tikus yang sebelumnya
harus dikonversi untuk dosis tikus sesuai tabel Laurence. Volume pemberiannya pun
harus disesuaikan dengan dosis tikus yang telah dihitung.
Dari hasil pengamatan, tikus yang tidak diberi obat antipiretik dan hanya diberi
larutan CMC Na saja menunjukkan peningkatan suhu tubuh yang kemudian berangsur-
angsur menurun karena terdapat respon tangkis dari tubuh tikus melalui perlawanan oleh
sel darah putih. Perlawanan ini dilakukan dengan memfagositosis bakteri lemah dari
vaksin tersebut sehingga menahan terjadinya infeksi.
Berdasarkan grafik dari kelima obat dengan kontrol, didapatkan hasil bahwa obat
yang paling bagus sebagai antipiretik adalah asam mefenamat, meskipun kenyatannya
yang paling efektif sebagai antipiretik adalah ibuprofen dan parasetamol. Ketidaksesuaian
hasil praktikum dengan kenyataan yang ada bisa disebabkan karena kesalahan dalam
pengukuran suhu tubuh sehingga terjadi penyimpangan dalam uji antipiretik kelima obat.
H. Kesimpulan
1. Bahan yang digunakan sebagai induksi terjadinya demam adalah vaksin DPT HB.
Vaksin ini merupakan bakteri lemah yang dapat merangsang kekebalan tubuh dimana
respon yang ditimbulkan saat masuknya bakteri lemah ini adalah terjadinya
peningkatan suhu tubuh.
2. Mekanisme kerja antipiretik adalah dengan mengatur suhu tubuh di pusat hipotalamus
yang merupakan thermostat sebagai pengatur suhu tubuh yakni dengan vasodilatasi
pembuluh darah dan meningkatkan produksi kelenjar keringat.
3. Berdasarkan grafik dari kelima obat dengan kontrol, didapatkan hasil bahwa obat
yang paling bagus sebagai antipiretik adalah asam mefenamat, meskipun kenyatannya
yang paling efektif sebagai antipiretik adalah ibuprofen dan parasetamol.
Ketidaksesuaian hasil praktikum dengan kenyataan yang ada bisa disebabkan karena
kesalahan dalam pengukuran suhu tubuh sehingga terjadi penyimpangan dalam uji
antipiretik kelima obat.
I. Pertanyaan
1. Persyaratan antipiretik yang baik
a. Antipiretik harus mampu menormalkan suhu tubuh tanpa menimbulkan
ketagihan.
b. Mula kerja cepat sehingga suhu tubuh dapat kembali dalam suhu normalnya.
c. Tidak menimbulkan efek samping yang merugikan seperti mual, pusing, muntah
d. Efektif dengan dosis kecil, memiliki onset yang cepat dengan durasi yang panjang
sehingga tidak perlu sering minum obat.
e. Efek kerja luas sehingga selain menurunkan demam dapat pula digunakan untuk
meredakan nyeri yang biasanya timbul bersamaan dengan demam.
2. Implikasi-implikasi praktis dari penggunaan antipiretik
Implikasi praktisnya ialah suatu antipiretik yang baik selain digunakan untuk
menurunkan demam juga dapat digunakan sebagaio antiinflamasi dan analgetik.
Demama biasanya dibarengi dengan terjadinya nyeri dan radang sehingga diharapkan
obat antipiretik mmpu menurunkan demam sekaligus meredakan nyeri dan radang.
3. Kelompok antipiretik adalah bekerja pada sistem saraf pusat dimana antipiretik
bekerja pada hipotalamus yang merupakan termostat suhu tubuh. Antipiretik mampu
mengendalikan suhu tubuh dengan merangsang terjadinya vasodilatasi pembuluh
darah dan produksi keringat melalui kelenjar keringat sehingga panas berlebih dapat
dikeluarkan dari tubuh.
J. Daftar Pustaka
1. Mutschler, Ernst. 1991. Dinamika Obat edisi 5. Bandung; Institut Teknologi
Bandung.
2. Tjay, Tan Hoan. 2008. Obat-Obat Penting edisi ke-VI cetakan ke-2. Jakarta: PT. Elex
Media Komputindo
3. Horison. 1999. Prinsip-prinsip Ilmu Penyakit Dalam. Yogyakarta: kedokteran EGC.
Percobaan iII
“ANTIPIRETIKA”
Disusun oleh