Professional Documents
Culture Documents
Diajukan kepada :
dr . Andreas, Sp. PD
Disusun oleh :
Tressa Sugiharti G4A016116
2017
LEMBAR PENGESAHAN
PRESENTASI JURNAL
Disusun oleh :
Pembimbing,
Terdapat berbagai alasan mengapa subset pasien asma tinggi Th2 dapat tidak merespon
kortikosteroid dengan baik, termasuk kurangnya kepatuhan pengobatan. Namun tidak bijak
menyimpulkan bahwa ketidakpatuhan konsumsi obat adalah alasan utama terjadinya fenomena
ini, karena hal tersebut akan menyingkirkan kemungkinan alasan biologis yang dapat
mendukung pendekatan terapi baru. Salah satu mekanisme biologis tersebut yaitu sitokin tipe-2
mendorong terjadinya resistensi kortikosteroid. Contohnya, meskipun kortikosteroid
menyebabkan apoptosis eosinofil, efek apoptosis tersebut tertunda secara in vitro dengan
stimulasi dosis rendah IL-5 dan terhambat secara keseluruhan pada eosinofil yang terpapar dosis
tinggi IL-5. Maka dari itu, in vivo pada asma mungkin terdapat ambang efek IL-5 diatas yang
memiliki efek biologis yang mengurangi efikasi steroid, dan mekanisme biologi ini mungkin
tidak dapat diatasi dengan dosis steroid yang lebih tinggi. Pada skenario ini, penargetan IL-5
lebih efektif dibandinkan dengan meningkatkan dosis steroid, dan hal tersebut dapat menjelaskan
efikasi inhibitor IL-5 pada asma. Contoh untuk IL-5 merupakan yang paling tepat dalam
menjelaskan mekanisme sitokin tipe-2 dan resistensi steroid, namun terdapat kemiripan data
untuk IL-13 praterapi dari monosit yang menekan steroid pada lipopolisakarida terinduksi IL-6.
Meskipun penggunaan steroid efektif pada subkelompok pasien asma, steroid bukan
merupakan terapi yang dapat digunakan untuk setiap pilihan. Meskipun begitu, steroid tetap
menjadi andalan terapi asma dan sering diresepkan (dengan pedoman) dengan dosis yang
semakin tinggi pada pasien yang tidak merespon kortikosteroid dosis rendah dengan baik. Data
yang ada, termasuk penelitian oleh Berthon et al, tidak mendukung pendekatan ini. Data yang
ada mendukung paradigma terapi dimana dosis steroid tidak perlu dtambah pada pasien yang
tidak menunjukkan peningkatan biomarker inflamasi tipe-2. Dengan tidak adanya kelainan pada
biomarker ini, sulit untuk membuktikan peninkatan empiris dosis steroid pada psien dengan
asma dan efek samping yang menyertai dosis yang lebih tinggi tersebut. Meskipun dengan
biomarker inflamasi tipe-2 yang positif, kita harus mempertimbangkan penggunaan inhibitor
tipe-2 yang lebih awal (IgE, IL-4, IL-5, IL-13, CRTH2), karena inhibitor sitokin tipe-2,
utamanya, dapat mempromosikan sensitivitas steroid dan memungkinkan pasien untuk diterapi
steroid dengan dosis yang lebih rendah dan lebih aman. Kini, harga inhibitor tipe-2 ini mungkin
menjadi penghambat pendekatan ini karena alasan ekonomi, namun diharapkan akan menjadi
lebih terjangkau seiring dengan penurunan biaya dari waktu ke waktu dan karena pasar menjadi
lebih kompetitif.
Gambar 1. Skema menunjukan bagaimana resistensi steroid pada asma meningkat sejalan dengan
peningkatan inflamasi tipe-2. Steroid memiliki efikasi yang terbatas pada asma rendah tipe-2. Pada
pasien dengan tipe-2 yang tinggi, terdapat ambang efek IL-5 dan IL-13 diatas dimana sitokin
tersebut memiliki efek biologis yang menyebabkan eosinofil dan monosit kurang sensitive terhadap
steroid. Hal tersebut dapat menjelaskan eosinophilia saluran nafas yang menetap pada subkelompok
pasien dengan tipe-2 yan tinggi yang diterapi dengan steroid dosis tinggi.