You are on page 1of 26

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Budaya Organisasi

2.1.1. Pengertian Budaya Organisasi

Penggunaan istilah budaya organisasi dengan mengacu pada budaya yang

berlaku dalam perusahaan, karena pada umumnya perusahaan itu dalam bentuk

organisasi, yaitu kerja sama antara beberapa orang yang membentuk kelompok

satuan kerja sama tersendiri.

Cartwright (1999) dalam Wibowo (2010) menyatakan bahwa budaya

adalah penentu yang kuat dari keyakinan, sikap dan prilaku orang, dan

pengaruhnya dapat di ukur melalui bagaimana orang termotivasi untuk merespon

pada lingkungan budaya mereka. Atas dasar itu, Cartwright mendefinisikan

budaya sebagai sebuah kumpulan orang yang terorganisasi yang berbagi tujuan,

keyakinan dan nilai-nilai yang sama dan dapat di ukur dalam bentuk pengaruhnya

pada motivasi.

Robert (1995) dalam Wibowo (2010) memberikan definisi budaya

organisasi sebagai nilai-nilai dan norma-norma bersama yang terdapat dalam

suatu organisasi dan mengajarkan pada pekerja yang datang. Definisi ini

mengajurkan bahwa budaya organisasi menyangkut keyakinan dan perasaan

bersama, keteraturan dalam perilaku dan proses historis untuk meneruskan nilai-

nilai dan norma-norma.

Universitas Sumatera Utara


Kinicki (2001) dalam Sutrisno (2007) budaya organisasi adalah nilai-nilai

dan keyakinan bersama yang mendasari indentitas perusahaan. Definisi Kreitner

dan Kinicki ini menunjukan tiga karakteristik penting budaya organisasi yaitu: (1)

Budaya organisasi di teruskan kepada pekerja baru melalui proses sosialisasi, (2)

budaya organisasi memengaruhi prilaku kita di pekerjaan, dan (3) budaya

organisasi bekerja pada dua tingkatan yang berbeda.

Berdasarkan uraian diatas, meskipun konsep budaya organisasi

memunculkan perspektif yang beragam, terdapat kesepakatan di antara para ahli

dalam hal mendefinisikan budaya organisasi. Bahwa budaya organisasi berkaitan

dengan sistem makna bersama yang diyakini oleh anggota organisasi. Budaya

organisasi itu sendiri membedakan dengan organisasi lain dan menjadi identitas

dari suatu organisasi.

2.1.2. Tipe Budaya Organisasi

Sesuai dengan pemahaman sebelumnya, budaya organisasi merupakan

fisolofi dasar organisasi yang memuat keyakinan, norma-norma dan nilai-nilai

bersama yang menjadi karakteristik inti tentang bagaimana cara melakukan

sesuatu dalam organisasi.

Cartwright(1999) dalam Sutrisno (2007) menyatakan ada empat tipologi budaya

yang dapat pula di pandang sebagai siklus hidup budaya yaitu sebagai berikut:

1. The monoculture

Monoculture merupakan program mental tunggal, orang berfikir

sama dan sesuai dengan norma budaya yang sama.

Universitas Sumatera Utara


2. The superordinate culture

Terdiri dari subkultur terkoordinasi, masing-masing dengan

keyakinan dan nilai-nilai,gagasan dan sudut pandang sendiri, tetapi

semua bekerja dalam satu organisasi dan semua termotivasi

mencapai sasaran organisasi.

3. The divisive culture

The divisive culture bersifat memecah belah. Dalam budaya ini

sub-kultur dalam organisasi secara individual mempunyai agenda

dan tujuan sendiri. Dalam model ini organisasi di tarik ke arah

yang berbeda.tidak ada pemisahan konflik antara “kita dan

mereka” tidak terdapat arah yang jelas dan kekurangan

kepemimpinan.

4. The disjunctive culture

Budaya ini ditandai oleh seringnya pemecahan organisasi secara

eksplosif atau bahkan menjadi unit budaya individual.

2.1.3. Karakteristik Budaya Organisasi

Budaya organisasi dalam suatu organisasi yang satu dapat berbeda dengan

yang ada dalam organisasi yang lain, namun budaya organisasi menunjukan ciri-

ciri, sifat, atau karakteristik tertentu yang menunjukan kesamaannya. Terminologi

yang di pergunakan para ahli untuk menunjukan karakteristik budaya organisasi

sangat berpariasi. hal tersebut menunjukan beragamnya ciri, sifat, dan elemen

yang terdapat dalam budaya organisasi (Wibowo,2010).

Universitas Sumatera Utara


Robbins (2003) juga mengemukakan adanya enam karakteristik budaya

organisasi yaitu :

1. Innovation and risk taking(inovasi dan pengambilan resiko), suatu

tingkatan di mana pekerja didorong untuk menjadi inovatif dan risiko.

2. Attention to detail (perhatian pada hal detail), di mana pekerja diharapkan

menunjukan ketepatan, analisis, dan perhatian pada hal detail.

3. Outcome orientation(orientasi pada hal detail), di mana manajemen

memfokus pada hasil atau manfaat dari pada sekedar pada teknik dan

proses yang dipergunakan untuk mendapatkan manfaat tersebut.

4. People orientation (orientasi pada orang ), di mana keputusan manajemen

mempertimbangkan pengaruh manfaatnya pada orang dalam organisasi.

5. Team orientasi (orientasi pada tim) di mana aktivitas kerja di organisasi

berdasarkan tim dari pada individual.

6. Agresivitas, di mana orang cendrung lebih agresif dan kompetitif dari pada

easygoing.

Menurut Denisondan Mishra (1995) menyatakan ada empat trait budaya

organisasi:1) keterlibatan (involvement): membangun kapabilitas karyawan dan

rasa memiliki, 2) penyesuaian (adaptability): menterjemahkan kebutuhan

lingkungan bisnis dalam tindakan, 3) konsistensi (consistency): mendefinisikan

nilai-nilai dan sistim organisasi yang menjadi dasar organisasi yang kuat, dan 4)

misi (mission): mendefinisikan perlunya arahan jangka panjang bagi organisasi.

Universitas Sumatera Utara


Gambar: 2.1. Denison Organizational Culture Model

1. Keterlibatan (involvement)

Organisasi yang efektif memberdayakan dan melibatkan orang-orang

disekitar mereka, membangun tim, dan mengembangkan kemampuan semua

tingkatan. Anggota organisasi berkomitmen untuk pekerjaan mereka, dan

merasa kuat rasa kepemilikan. Keterlibatan adalah faktor kunci dalam budaya

organisasi, yang merupakan karakteristik nilai dari organisasi yang

menempatkan pandangan tentang pentingnya keterlibatan seluruh pergawai

yang bekerjasama dalam mencapai tujuan organisasi. Orang-orang di semua

tingkatan merasa bahwa mereka memiliki setidaknya beberapa masukan dalam

keputusan yang akan mempengaruhi mereka bekerja, dan merasa bahwa

pekerjaan mereka terhubung langsung ke tujuan organisasi. Hal ini

memungkinkan keterlibatan yang tinggi dari organisasi yang mengandalkan

sistim pengawasan informal, sukarela dan implisit. Dalam model ini, sifat ini

diukur dengan tiga indeks:

Universitas Sumatera Utara


1. Pemberdayaan (empowerment) Individu memiliki wewenang, inisiatif dan

kemampuan untuk mengelola pekerjaan mereka sendiri. Hal ini

menciptakan rasa kepemilikan dan tanggung jawab terhadap organisasi.

2. Orientasi tim (team orientation) Nilai ditempatkan pada bekerja secara

kooperatif menuju tujuan bersama bagi seluruh karyawan dan saling

akuntabel. Organisasi bergantung pada usaha tim untuk mendapatkan

pekerjaan yang dilakukan.

3. Pengembangan kemampuan (capability development) Organisasi terus-

menerus berinvestasi dalam pengembangan keterampilan karyawan agar

tetap kompetitif terus-menerus sesuai kebutuhan bisnis.

2. Penyesuaian (Adaptability)

Penyesuaian merupakan kebutuhan organisasi dalam melaksanakan

kegiatan dalam lingkungan organisasi tersebut, dimana organisasi memegang

nilai dan kepercayaan yang mendukung kapabilitas dalam menerima,

menginterpretasikan dan menterjemahkan tanda-tanda dari lingkungan

kedalam perubahan prilaku internal dari organisasi.

Dalam model ini, diukur dengan tiga indeks :

1. Membuat perubahan (creating change) Organisasi mampu menciptakan

cara-cara adaptif untuk memenuhi perubahan kebutuhan. hal ini dapat

membaca bisnis lingkungan, bereaksi dengan cepat terhadap tren saat

ini, dan mengantisipasi perubahan di masa depan.

Universitas Sumatera Utara


2. Fokus pada pelanggan (costumer focus) Organisasi memahami dan

bereaksi terhadap pelanggan dan mengantisipasi kebutuhan masa depan

mereka. hal ini mencerminkan sejauh mana organisasi tersebut

didorong oleh kekhawatiran untuk memuaskan pelanggan mereka.

3. Belajar organisasi (organizational learning)Organisasi menerima,

menerjemahkan, dan menafsirkan sinyal dari lingkungan menjadi

peluang untuk mendorong inovasi,memperoleh pengetahuan, dan

mengembangkan kemampuan.

3. Misi (mission)

Misi adalah arahan pada pada pencapaian tujuan jangka panjang yang

bermakna pada organisasi (meaningfull long term). Misi menjelaskan tujuan

dan arti yang diterjemahkan dalam tujuan ekternal organisasi. Organisasi yang

sukses juga memiliki tujuan yang jelas dan arah yang mendefinisikan tujuan

organisasi dan tujuan strategis dan mengungkapkan visi tentang apa organisasi

akan terlihat seperti di masa depan. Sebuah misi memberikan tujuan dan arti

dengan mendefinisikan peran sosial dan tujuan eksternal bagi organisasi. Rasa

misi memungkinkan organisasi untuk membentuk perilaku saat ini dengan

membayangkan masa depan yang diinginkan organisasi. Dalam model ini, sifat

ini diukur dengan tiga indeks:

1. Arah strategis dan maksud (strategic direction and intent) Niat strategis

yang jelas menyampaikan tujuan organisasi dan membuat jelas berapa

orang dapat berkontribusi dan membuat tanda mereka pada industri.

Universitas Sumatera Utara


2. Tujuan dan sasaran (goals and objectives) Satu kesatuan yang jelas dari

tujuan dan sasaran dapat dihubungkan dengan misi, visi dan strategi,

dan memberikan arah yang jelas dalam pekerjaan mereka kepada semua

orang.

3. Visi (vision) Organisasi memiliki pandangan bersama tentang masa

depan yang diinginkan. hal ini mewujudkan nilai-nilai inti dan

menangkap hati dan pikiran anggota organisasi, sambil memberikan

bimbingan dan arahan pada mereka.

4. Konsistensi (consistency)

Konsistensi adalah nilai dan sistem yang mendasari kekuatan suatu

budaya. Nilai ini memfokuskan pada integrasi sumber-sumber organisasi

koordinasi dan sistim kontrol dan konsistensi organisasi dalam

mengembangkan sistim yang efektif dalam melaksanakan kegiatan organisasi.

Karakteristik konsistensi meliputi koordinasi, integrasi, kesepakatan dan nilai-

nilai inti. Organisasi-organisasi yang efektif ketika mereka konsisten dan

terintegrasi dengan baik. Organisasi yang konsisten mengembangkan pola pikir

dan menciptakan sistem organisasi yang membangun sistem internal

pemerintahan berdasarkan dukungan konsensual. Organisasi-organisasi ini

telah memiliki komitmen karyawan yang tinggi, metode yang berbeda dalam

melakukan bisnis, kecenderungan untuk mempromosikan dari dalam dan luar.

Jenis konsistensi merupakan sumber yang kuat dari stabilitas dan integrasi

internal. Dalam model ini konsistensi diukur dengan tiga indeks:

Universitas Sumatera Utara


1. Nilai inti (core values) Anggota organisasi berbagi satu set nilai-nilai

yang menciptakan rasa identitas dan satu set harapan yang jelas.

2. Perjanjian (aggrement) Anggota organisasi mampu mencapai

kesepakatan tentang isu-isu penting. Ini mencakup baik tingkat yang

mendasari kesepakatan dan kemampuan untuk mendamaikan perbedaan

ketika mereka terjadi.

3. Koordinasi dan integrasi (coordination and intergration) Fungsi dan

unit organisasi yang berbeda dapat bekerja sama dengan baik untuk

mencapai tujuan bersama. Batas-batas organisasi tidak mengganggu

mendapatkan pekerjaan yang dilakukan.

2.1.4. Fungsi Budaya Organisasi

Menurut Robbins (2001) dari sisi fungsi, budaya organisasi mempunyai

beberapa fungsi :

1. Budaya mempunyai suatu peran yang berbeda. Hal itu berarti bahwa

budaya kerja menciptakan pembedaan yang jelas antara satu organisasi

dengan yang lain.

2. Budaya organisasi membawa suatu rasa indentitas bagi anggota-anggota

organisasi.

3. Budaya organisasi mempermudah timbul pertumbuhan komitmen pada

suatu yang lebih luas dari pada kepentingan diri individual.

4. Budaya organisasi itu meningkatkan kemantapan sistem sosial.

Universitas Sumatera Utara


Menurut Jerald Greenberg (2003) dalam Wibowo (2010) peranan

budaya organisasi adalah

1. budaya memberikan rasa indentitas

2. budaya membangkitkan komitmen pada misi organisasi

3. budaya memperjelas dan memperkuat standar prilaku.

2.2. Kinerja Perawat

2.2.1. Pengertian Kinerja Perawat

Menurut Wibowo (2010) kinerja adalah tentang melakukan pekerjaan dan

hasil yang dicapai dari pekerjaan tersebut. Dan kinerja adalah tentang apa yang

dikerjakan dan bagaimana cara mengerjakannya. Kinerja dalam sebuah organisasi

merupakan salah satu unsur yang tidak dapat dipisahkan dalam menjalankan tugas

organisasi, baik itu dalam lembaga pemerintahan maupun swasta. Kinerja dalam

Bahasa Indonesia disebut juga prestasi kerja. Kinerja atau prestasi kerja

(performance) diartikan sebagai ungkapan kemampuan yang didasari oleh

pengetahuan, sikap, keterampilan dan motivasi dalam menghasilkan sesuatu.

Prestasi kerja (performance) diartikan sebagai suatu pencapaian persyaratan

pekerjaan tertentu yang akhirnya secara langsung dapat tercermin dari output yang

dihasilkan baik kuantitas maupun mutunya.

Miner (1988) mengatakan bahwa “Kinerja adalah tingkat keberhasilan

seorang karyawan di dalam melaksanakan pekerjaan” Kinerja perawat adalah

aktivitas perawat dalam mengimplementasikan sebaik–baiknya suatu wewenang,

Universitas Sumatera Utara


tugas, dan tanggung jawabnya dalam 10 rangka pencapaian tujuan tugas pokok

profesi dan terwujudnya tujuan dan sasaran unit organisasi.

Perawat ingin diukur kinerjanya berdasarkan standar objektif yang terbuka

dan dapat dikomunikasikan. Jika perawat diperhatikan dan dihargai sampai

penghargaan superior, mereka akan lebih terpacu untuk mencapai prestasi pada

tingkat lebih tinggi (Wafafa, 2014).

2.2.2. Faktor-Faktor yang Memengaruhi Kinerja

Menurut Miner (1988) mengemukakan secara umum dapat dinyatakan 4

aspek dari kinerja yaitu sebagai berikut:

1. Kualitas yang dihasilkan menerangkan tentang jumlah kesalahan,waktu,dan

ketepatan dalam melakukan tugas.

2. Kuantitas yang dihasilkan,berkenaan dengan beberapa jumlah jasa yang di

hasilkan

3. Waktu kerja, menerangkan akan berapa jumlah absen,keterlambatan,serta

masa kerja yang telah dijalani individu pegawai.

4. Kerja sama, menerangkan akan bagaimana individu membantu atau

menghambat usaha dari teman sekerjanya.

Dengan keempat aspek kinerja diatas dapat dikatakan bahwa individu mempunyai

kinerja yang baik bila dia berhasil memenuhi ke empat aspek tersebut

sesuaidengan target atau rencana yang telah di tetapkan organisasi.

Menurut Gibson (1987) dalam Adam (2012) ada tiga faktor yang berpengaruhi

terhadap kinerja yaitu:

Universitas Sumatera Utara


a. Faktor individu: kemampuan keterampilan (mental dan fisik), latar belakang

keluarga, pengalaman kerja, tingkat sosial dan demografi seseorang (asal usul

dan jenis kelamin).

b. Faktor organisasi: struktur organisasi, desain pekerjaan, kepemimpinan,

sistem penghargaan (reward system).

2.2.3. Penilaian Kinerja Perawat

Menurut Kurniadi (2012) penilaian prestasi kerja merupakan suatu

pemikiran sistematis atas individu karyawan mengenai prestasinya dalam

pekerjaannya dan potensinya untuk pengembangan proses penilaian kerja

meliputi:

1. Merumuskan tanggung jawab dan tugas yang harus dicapai oleh staf

keperawatan. Rumusan tersebut telah disepakati oleh atasannya sehingga

langkah perumusan tersebut dapat memberikan kontribusi berupa hasil.

2. Menyepakati sasaran kerja dalam bentuk hasil yang harus dicapai oleh

karyawan untuk kurun waktu tertentu dengan penempatan standar prestasi

dan tolak ukur yang telah ditetapkan. Melakukan monitoring, koreksi, dan

memberikan kesempatan serta bantuan yang diperlukan oleh stafnya.

3. Menilai prestasi kerja staf dengan cara membandingkan prestasi yang dicapai

dengan standar atau tolok ukur yang telah ditetapkan.

4. Memberikan umpan balik kepada staf/karyawan yang dinilai. dalam proses

pemberian umpan balik ini atasan dan bawahan perlu membicarakan cara-

Universitas Sumatera Utara


cara untuk memperbaiki kelemahan yang telah diketahui untuk meningkatkan

prestasi pada periode berikutnya.

Menurut Novilini (2012) penilaian kinerja perawat merupakan

mengevaluasi kinerja perawat sesuai dengan standar praktik professional dan

peraturan yangberlaku. Penilaian kinerja perawat merupakan suatu cara untuk

menjamin tercapainya standar praktekkeperawatan.Proses penilaian kinerja

dengan langkah-langkah sebagai berikut:

1. mereview standar kerja

2. melakukan analisis jabatan

3. mengembangkan instrument penilaian

4. memilih penilai, melatih penilai

5. mengukur kinerja

6. membandingkan kinerja aktual dengan standar,

7. mengkaji hasil penilaian,

8. memberikan hasil penilaian,

9. mengaitkan imbalan dengan kinerja

10. membuat rencana–rencana pengembangan dengan menyepakati sasaran

– sasaran dan standar–standar kinerja masa depan.

Menurut Nanda (2009) dalam Rahmanita (2013) mengemukkan bahwa

dalam menentukan kinerja perawat terdapat beberapa kegiatan atau langkah yang

harus di tempuh:

Universitas Sumatera Utara


1. pengkajian merupakan langkah pertama dari proses keperawatan dengan

mengumpulkan data-data yang akurat dari klien sehingga akan diketahui

berbagai permasalahan yang ada.

2. diagnosis keperawatan merupakan keputusan klinis mengenai seseorang,

keluarga, atau masyarakat sebagai akibat dari masalah kesehatan atau proses

kehidupan yang actual atau potensial. Diagnosis keperawatan ini dapat

memberikan dasar pemilihan intervensi untuk menjadi tanggung jawab

perawat.

3. Tahap perencanaan merupakan suatu proses penyusunan berbagai intervensi

keperawatan yang dibutuhkan untuk mencegah, menurunkan atau mengurangi

masalah-masalah klien. Dalam menentukan tahap perencanaan bagi perawat

diperlukan berbagai pengetahuan dan keterampilan diantaranya pengetahuan

tentang kekuatan dan kelemahan klien, nilai dan kepercayaan klien, batasan

praktek keperawatan, peran dari tenaga kesehatan lainnya, kemampuan dalam

memecahkan masalah, mengambil keputusan, menulis tujuan serta memilih

dan membuat strategi keperawatan yang aman dalam memenuhi tujuan,

menulis instruksi keperawatan serta kemampuan dalam melaksanakan kerja

sama dengan tingkat kesehatan lain.

4. Pelaksanaan: Merupakan langkah keempat dalam tahap proses keperawatan

dengan melaksanakan berbagai strategi keperawatan (tindakan keperawatan)

yang telah direncanakan dalam rencana tindakan keperawatan. Dalam tahap

ini perawat harus mengetahui berbagai hal diantaranya bahaya-bahaya fisik

Universitas Sumatera Utara


dan perlindungan pada klien, teknik komunikasi, kemampuan dalam prosedur

tindakan, pemahan tentang hak-hak dari pasien serta dalam memahami tingkat

perkembangan pasien.

5. Evaluasi: Evaluasi merupakan langkah terakhir dari proses keperawatan

dengan cara melakukan identifikasi sejauh mana tujuan dari rencana

keperawatan tercapai atau tidak.

2.3. Peningkatan Kinerja Melalui Pengembangan Organisasi

Menurut Sutrisno (2007) mengemukakan nilai-nilai dan keyakinan dasar

para pendiri melahirkan sejumlah kebijakan dan praktik menajemen yang

disebarkan kepada karyawannya secara lisan dan tertulis,ataupun melalui prilaku

mereka. Perusahaan yang mengkombonasikan nilai dan keyakinan,kebijakan dan

praktik manajemen serta hubungan antara keduanya akan menunjukan

keberhasilan yang terlihat dari budaya organisasi yang memiliki sifat

keterlibatan,konsistensi adaptabilitas dan penghayatan misi.

Indikator keterlibatan adalah 1. Pemberdayaan parakaryawan mempunyai

otoritas,inisiatif dan kemampuan untuk mengatur pekerjaan nya sendiri sehingga

terbentuk rasa memiliki serta rasa tanggung jawab pada organisasi. 2. Orientasi

tim (organisasi bergantung pada usaha tim untuk menyelesaikan pekerjaan ke arah

tujuan bersama) 3. Pengembangan kemampuan (organisasi menginvestasikan

dananya pada pengembangan kemampuan keterampilan para karyawan agar lebih

kompetitif dalam memenuhi tantangan bisnis).

Universitas Sumatera Utara


Perusahaan dengan sifat adaptabilitas memiliki kemampuan untuk tanggap

akan lingkungan eksternal, pelanggan eksternal dan pelanggan internal dengan

cara menerjemahkan permintaan lingkungan bisnis menjadi tindakan agar

perusahaan bertahan,bertumbuh dan berkembang.

2.4. Peran dan Fungsi Perawat

2.4.1. Pengertian Perawat

Perawat adalah seseorang yang berperan dalam merawat atau memelihara,

membantu dan melindungi seseorang karena sakit, injury, dan proses penuaan

(Harlley, 1997 dalam Hariati 2014).

Menurut Kusnanto (2003) dalam Efendi (2008), perawat adalah seseorang

(seorang profesional) yang mempunyai kemampuan, tanggung jawab dan

kewenangan melaksanakan pelayanan/asuhan keperawatan pada berbagai jenjang

pelayanan keperawatan.

Perawat profesional adalah perawat yang bertanggung jawab dan

berwewenang memberikan pelayanan keperawatan secara mandiri dan atau

berkolaborasi dengan tenaga kesehatan lain sesuai dengan kewenangannya

(Kemenkes, 2013).

International Council of Nurses (1965) dalam Hanafiah (2013), perawat

adalah seseorang yang telah menyelesaikan program pendidikan keperawatan,

berwenang di negara bersangkutan untuk memberikan pelayanan dan bertanggung

Universitas Sumatera Utara


jawab dalam peningkatan kesehatan, pencegahan penyakit serta pelayanan

terhadap pasien.

2.4.2. Peran Perawat

Peran merupakan tingkah laku yang diharapkan oleh orang lain terhadap

seseorang sesuai dengan kedudukan dalam sistem, di mana dapat dipengaruhi oleh

keadaan sosial baik dari profesi perawat maupun dari luar profesi keperawatan

yang bersifat konstan. Peran adalah bentuk dari perilaku yang diharapkan dari

seseorang pada situasi sosial tertentu (Kozier, 1995 dalam Sutrisno, 2007).

Doheny dkk(1982)mengidentifikasikan beberapa elemen peran perawat

profesional sebagai berikut:

1. Sebagai pemberi asuhan keperawatan (care giver). Perawat dapat memberikan

pelayanan keperawatan secara langsung dan tidak langsung kepada klien,

menggunakan pendekatan proses keperawatan yang meliputi: melakukan

pengkajian dalam upaya mengumpulkan data dan informasi yang benar,

menegakkan diagnosa keperawatan berdasarkan hasil analisis data,

merencanakan intervensi keperawatan sebagai upaya mengatasi masalah yang

muncul dan membuat langkah/cara pemecahan masalah, melaksanakan

tindakan keperawatan sesuai dengan rencana yang ada dan melakukan evaluasi

berdasarkan respon klien terhadap tindakan keperawatan yang telah dilakukan.

2. Sebagai pembela untuk melindungi klien (client advocate). Perawat berfungsi

sebagai penghubung antara klien dengan tim kesehatan lain dalam upaya

pemenuhan kebutuhan klien, membela kepentingan klien dan klien memahami

Universitas Sumatera Utara


semua informasi dan upaya kesehatan yang diberikan oleh tim kesehatan

dengan pendekatan tradisional maupun profesional. Peran advokasi sekaligus

mengharuskan perawat bertindak sebagai narasumber dan fasilitator dalam

tahap pengambilan keputusan terhadap upaya kesehatan yang harus dijalani

oleh klien. Dalam menjalankan peran sebagai advokat (pembela klien) perawat

harus dapat melindungi dan memfasilitasi keluarga dan masyarakat dalam

pelayanan keperawatan.

3. Sebagai pemberi bimbingan/konseling klien (counselor). Tugas utama perawat

adalah mengidentifikasi perubahan pola interaksi klien terhadap keadaan sehat-

sakitnya. Adanya pola interaksi ini merupakan dasar dalam merencanakan

metode untuk meningkatkan kemampuan adaptasinya. Memberikan bimbingan

kepada klien, keluarga dan masyarakat tentang masalah kesehatan sesuai

prioritas. Konseling diberikan kepada individu dan keluarga dalam

mengintegrasikan pengalaman kesehatan dengan pengalaman yang lalu,

pemecahan masalah difokuskan pada masalah keperawatan, mengubah

perilaku hidup kearah perilaku hidup sehat.

4. Sebagai pendidik klien (educator). Perawat membantu klien meningkatkan

kesehatannya melalui pemberian pengetahuan yang terkait dengan

keperawatan dan tindakan medik yang diterima sehingga klien dan keluarga

dapat menerima tanggung jawab terhadap hal-hal yang diketahuinya. Sebagai

pendidik, perawat juga dapat memberikan pendidikan kesehatan kepada

kelompok keluarga yang beresiko tinggi, dan kader kesehatan.

Universitas Sumatera Utara


5. Sebagai kolaborator (collaborator) perawat bekerjasama dengan tim kesehatan

lain dan keluarga dalam menentukan rencana maupun pelaksanaan asuhan

keperawatan guna memenuhi kebutuhan kesehatan klien.

6. Sebagai koordinator (coordinator) perawat memanfaatkan semua sumber-

sumber dan potensi yang ada, baik materi maupun kemampuan klien secara

terkoordinasi sehingga tidak ada intervensi yang terlewatkan maupun tumpang

tindih. Dalam menjalankan peran sebagai koordinator, perawat dapat

melakukan hal-hal sebagai berikut: 1) mengkoordinasi seluruh pelayanan

keperawatan, 2) mengatur tenaga keperawatan yang akan bertugas, 3)

mengembangkan sistem pelayanan keperawatan, dan 4) memberikan informasi

tentang hal-hal yang terkait dengan pelayanan keperawatan pada sarana

kesehatan.

7. Sebagai pembaharu (change agent) perawat menggadakan invasi dalam cara

berfikir, bersikap, bertingkah laku dan meningkatkan keterampilan

klien/keluarga agar menjadi sehat. Elemen ini mencakup perencanaan,

kerjasama, perubahan yang sistematis dalam berhubungan dengan klien dan

cara memberikan perawatan kepada klien.

8. Sebagai sumber informasi (consultan), elemen ini secara tidak langsung

berkaitan dengan permintaan klien terhadap informasi tentang tujuan

keperawatan yang diberikan.

Universitas Sumatera Utara


2.4.3. Fungsi Perawat

Dalam menjalankan perannya, perawat akan melaksanakan berbagai

fungsinya. Menurut Kozier (1991) dalam Sutrisno (2007), ada tiga fungsi perawat

yaitu:

1. Fungsi independent, merupan fungsi mandiri dan tidak tergantung pada orang

lain, dimana perawat dalam melaksanakan tugasnya dilakukan secara sendiri

dengan keputusan sendiri dalam melakukan tindakan dalam rangka memenuhi

kebutuhan dasar manusia seperti pemenuhan kebutuhan fisiologis (pemenuhan

kebutuhan oksigenasi, pemenuhan kebutuhan cairan dan elektrolit, pemenuhan

kebutuhan nutrisi, pemenuhan kebutuhan aktifitas dan lain-lain), pemenuhan

kebutuhan keamanan dan kenyamanan, pemenuhan cinta mencintai,

pemenuhan kebutuhan harga diri dan aktualisasi diri.

2. Fungsi dependen, merupakan fungsi perawat dalam melaksanakan kegiatan atas

pesan atau instruksi dari perawat lain. Sehingga sebagian tindakan pelimpahan

tugas yang di berikan. Hal ini biasanya dilakukan oleh perawat spesialis

kepada perawat umum atau dari perawat primer ke perawat pelaksana.

3. Fungsi interdependen, dilakukan dalam kelompok tim yang bersifat saling

ketergantungan di antara tim satu dengan yang lainnya. Fungsi ini dapat terjadi

apabila bentuk pelayanan membutuhkan kerja sama tim dalam pemberian

pelayanan seperti dalam memberikan asuhan keperawatan pada penderita yang

mempunya penyakit kompleks.

Universitas Sumatera Utara


2.4.4. Tugas Perawat

Tugas perawat dalam menjalankan perannya sebagai pemberi asuhan

keperawatan ini dapat dilaksanakan sesuai dengan tahapan dalam proses

keperawatan. Tugas perawat ini disepakati dalam lokakarya PPNI tahun 1983

yang berdasarkan fungsi perawat dalam memberikan asuhan keperawatan adalah:

1. Mengumpulkan data.

2. Menganalisis dan mengintrepetasi data.

3. Mengembangkan rencana tindakan keperawatan.

4. Menggunakan dan menerapkan konsep-konsep dan prinsip-prinsip ilmu

prilaku sosial budaya, ilmu biomedik dalam melaksanakan asuhan

keperawatan dalam rangka memenuhi kebutuhan dasar manusia.

5. Menentukan kriteria yang dapat diukur dalam menilai rencana keperawatan.

6. Menilai tingkat pencapaian tujuan.

7. Mengidentifikasi perubahan-perubahan yang diperlukan.

8. Mengevaluasi data permasalahan keperawatan.

9. Mencatat data dalam proses keperawatan.

10. Menggunakan catatan klien untuk memonitor kualitas asuhan keperawatan.

11. Mengidentifikasi masalah-masalah penelitian dalam bidang keperawatan.

12. Membuat usulan rencana penelitian keperawatan.

13. Menerapkan hasil penelitian dalam praktek keperawatan.

14. Mengidentifikasi kebutuhan pendidikan kesehatan.

15. Membuat rencana penyuluhan kesehatan.

Universitas Sumatera Utara


Kinerja merupakan pencapaian yang optimal sesuai dengan potensi yang

dimiliki seorang karyawan. Bernardin dan Russel (2000) mengajukan enam

kinerja primer yang dapat digunakan untuk mengukur kinerja yaitu

Quality,Quantity, Timeliness,Cost effectiveness,Need for supervision, dan

Interpersonal impact.

2.5. Rumah Sakit

2.5.1. Pengertian Rumah Sakit

Rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan

pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan

rawat inap,rawat jalan, dan gawat darurat (Kemenkes,2014).

Rumah sakit umum adalah rumah sakit yang memberikan pelayanan

kesehatan pada semua bidang dan jenis penyakit (Kemenkes,2014).

Rumah sakit khusus adalah rumah sakit yang memberikan pelayanan

utama pada satu bidang atau satu jenis penyakit tertentu berdasarkan disiplin

ilmu,golongan umur,organ,jenis penyakit atau kekhususan lainnya

(Kemenkes,2014).

Rumah sakit adalah suatu organisasi yang unik dan kompleks karena di

dalam rumah sakit terdapat banyak institusi yang padat karya dengan berbagai

sifat, ciri, serta fungsi yang khusus dalam proses menghasilkan jasa medis dan

mempunyai berbagai kelompok profesi dalam pelayanan rumah sakit

(Boekitwetan, 1997 dalam Hanafiah, 2013).

Universitas Sumatera Utara


Berbagai kelompok profesi ini akan menghasilkan perilaku individu dan

perilaku kelompok yang pada akhirnya menghasilkan perilaku organisasional

dalam melaksanakan tugas dan fungsinya (Lumbanraja, 2006).

2.5.2. Peran Budaya Organisasi terhadap Rumah Sakit

Rumah sakit dihadapkan pada upaya mampu melakukan pengelolaan

terhadap sumber daya manusia yang ada karena sumber daya ini semakin besar

peranannya bagi kesuksesan organisasi dan merupakan pelaku dari semua

kegiatan dan aktivitas yang nyata. (Muluk, 1999 dalam Marlina 2014).

Berdasarkan konteks tersebut, pemahaman atas budaya organisasi

merupakan sarana terbaik bagi rumah sakit untuk memahami sumber daya

manusia dalam rumah sakit karena budaya organisasi merupakan nilai,

kepercayaan, norma institusional serta sikap-sikap individual yang menjadi pola

dasar yang diciptakan, ditemukan, atau dikembangkan dalam proses memecahkan

masalah dan mengambil keputusan ketika beradaptasi dengan lingkungan

eksternal dan mengelola integrasi internal organisasi oleh anggota organisasi itu

sendiri. Budaya organisasi merupakan ketentuan aturan dan norma yang tidak

tertulis yang menjadi standar perilaku yang dapat diterima dengan baik oleh

anggota organisasi (Schein, 1992 dalam Sunarto, 2004).

2.6. Landasan Teori

Budaya organisasi merupakan nilai dan norma yang berlaku disuatu

organisasi dan dianut secara bersama-sama oleh para anggotanya, yang

Universitas Sumatera Utara


merupakan fakor penting dalam menentukan keberhasilan organisasi mencapai

tujuannya. Semakin kuat suatu budaya, semakin besar pengaruhnya terhadap

perilaku dan kinerja seorang pegawai. Budaya organisasi dalam penelitian ini

berdasarkan teori Robbins (2003) Suatu perusahaan yang mengombinasikan nilai

dan keyakinan, kebijakan dan praktik manajemen serta hubungan antara keduanya

akan menunjukan keberhasilan yang terlihat dari budaya organisasi yang memiliki

sifat keterlibatan, konsistensi, penyesuain dan misi.

Nursalam dan Efendi (2012) Kinerja perawat dalam penelitian ini

berdasarkan standar pelayanan keperawatan. mengenai kualitas pelayanan yang

diinginkan untuk menilaipelayanan keperawatan yang telah diberikan pada pasien.

Dalam menilai kualitas pelayanan keperawatan kepada klien digunakan standar

praktik keperawatan yang merupakan pedoman bagi perawat dalam melaksanakan

asuhan keperawatan yang mengacu dalam tahapan proses keperawatan yang

meliputi: (1) Pengkajian; (2) Diagnosa keperawatan; (3) Perencanaan; (4)

Implementasi; (5) Evaluasi.

1. Pengkajian keperawatanperawat mengumpulkan data tentang status kesehatan

klien secara sistematis, menyeluruh, akurat, singkat, dan berkesinambungan.

Kriteria pengkajian keperawatan, meliputi:

1. Pengumpulan data yang di lakukan dengan cara anamnesa, observasi

pemeriksaan fisik serta dari pemeriksaan penunjang.

2. Sumberdata adalah klien, keluarga, atau orang yang terkait, tim kesehatan,

rekam medis,dan catatan lain.

Universitas Sumatera Utara


3. Data yang dikumpulkan, di fokuskan untuk mengidentifikasi:

2. Diagnosa keperawatan perawat menganalisa data pengkajian untuk

merumuskan diagnosa keperawatan. Adapun kriteria proses:

1. Proses diagnosa terdiri dari analisa, interpretasi data, identikasi masalah

klien, dan perumusan diagnose keperawatan.

2. Diagnosa keperawatan terdiri dari: masalah, Penyebab, dan tanda atau

gejala, atau terdiri dari masalah dan penyebab

3. Melakukan pengkajian ulang dan merevisi diagnosa berdasarkan data

terbaru.

3. Perencanaan keperawatan membuat rencana tindakan keperawatan untuk

mengatasi masalah dan meningkatkan kesehatan klien. Kriteria prosesnya

meliputi:

1. Perencanaan terdiri dari penetapan prioritas masalah, tujuan, dan rencana

tindakan keperawatan.

2. Bekerjasamadengan klien dalam menyusun rencana tindakan keperawatan.

3. Perencanaan bersifat individual sesuai dengan kondisi atau kebutuhan

klien.

4. Mendokumentasi rencana keperawatan.

4. Implementasi perawat mengimplementasikan tindakan yang telah

diidentifikasi dalam rencana asuhan keperawatan. Kriteria proses, meliputi:

1. Bekerja sama dengan klien dalam pelaksanaan tindakan keperawatan

2. Kolaborasi dengan tim kesehatan lain.

Universitas Sumatera Utara


3. Melakukan tindakan keperawatan untuk mengatasi kesehatan klien.

5. Standar Lima: Evaluasi Keperawatan

Perawat mengevaluasi kemajuan klien terhadap tindakan keperawatan dalam

pencapaian tujuan dan merevisi data dasar dan perencanaan. Adapun kriteria

prosesnya:

1. Menyusun perencanaan evaluasi hasil dari intervensi secara komprehensif

tepat waktu dan terus menerus.

2. Menggunakan data dasar dan respon klien dalam mengukut perkembangan

ke arah pencapaian tujuan.

3. Memvalidasi dan menganalisa data baru dengan teman sejawat.

4. Bekerja sama dengan klien keluarga untuk memodifikasi rencana asuhan

keperawatan.

5. Mendokumentasi hasil evaluasi dan memodifikasi perencanaan.

2.7. Kerangka Konsep

Berdasarkan beberapa kajian teori dan hasil penelitian, maka kerangka

konsep penelitian yang disusun adalah sebagai berikut :

VARIABEL INDEPENDEN VARIABEL DEPENDEN


Budaya Organisasi
- Keterlibatan Kinerja perawat
- Konsistensi
- penyesuaian
- Misi

Gambar 2.2. Kerangka Konsep Penelitian

Universitas Sumatera Utara

You might also like