You are on page 1of 10

Pada postingan ini, sesuai judulnya.

Saya akan mengupas habis semua


yang berkaitan tentang asam basa. Diantaranya membahas tentang
pengertian asam basa, perkembangan teori-teori asam basa, beserta
beberapa contoh soal dan pembahasan.

Gambar 1. Indikator asam basa

1. Pengertian Asam dan Basa

Secara umum suatu zat dikatakan asam yaitu jika memiliki pH kurang
dari 7, sedangkan basa jika memiliki pH lebih dari 7. Untuk mengetahui
suatu zat tersebut bersifat asam atau basa bisa dengan menggunakan
indikator sederhana, indikator tersebut ialah dengan menggunakan kertas
lakmus. (Lihat Gambar 1) Jika kertas lakmus merah berubah menjadi biru
artinya larutan tersebut bersifat basa, sedangkan jika lakmus biru
berubah menjadi merah artinya larutan tersebut bersifat asam. Untuk
mengukur kekuatan asam basa bisa digunakan pH meter atau pH paper
universal. Pada pH meter, ketelitian yang didapat hingga dua angka
desimal, sedangkan pada pH paper universal ketelitiannya hanya satu
digit saja. Maka dari itu penggunaan dari pengukur pH tersebut
disesuaikan dengan kebutuhan. Jika kebutuhannya untuk mendapatkan
nilai pH yang lebih akurat sebaiknya menggunakan pH meter.
Asam dapat didefinisikan juga sebagai zat yang jika dilarutkan dalam air
akan mengalami disosiasi dan menghasilkan kation hidrogen (H+),
sedangkan basa didefinisikan sebagai zat yang jika dilarutkan dalam air
akan mengalami disosiasi dan menghasilkan anion hidroksida (OH-).
Contoh reaksi disosiasi asam basa adalah sebagai berikut
Asam

Basa
Definisi tersebut didasarkan pada teori Arrhenius pada tahun 1884.
Namun teori tersebut masih memiliki kelemahan, yaitu tidak menjelaskan
tentang pengaruh pelarut dan tentang garam. Kemudian munculah
berbagai teori untuk melengkapi teori dari Arrhenius tersebut. Nanti bisa
anda lihat pada Bab kedua tentang teori-teori asam basa.

2. Teori-teori Asam Basa

Perkembangan teori-teori asam basa diawali dari Arrhenius (1884),


Bronsted - Lowry (1923) , Lewis (1923).

A. Teori asam basa menurut Arrhenius (1884)

Menurut Svante August Arrhenius (1884) asam adalah spesi yang jika
dilarutkan dalam air akan terdisosiasi menghasilkan ion H+ dan basa
adalah spesi yang jika dilarutkan dalam air akan terdisosiasi
menghasilkan ion OH-, dengan asumsi bahwa pelarut tidak berpengaruh
terhadap sifat asam dan basa.

Dalam pengajuan desertasinya, Arrhenius mengalami hambatan yang


cukup berat karena profesornya tidak tertarik. Desertasinya dimulai pada
tahun 1880, diajukan pada 1883. Kemudian dia diluluskan, namun
dengan nilai yang rendah, bahkan hampir tidak lulus. Hal tersebut
dikarenakan teorinya yang dianggap terlalu revolusioner, dianggap tidak
realistis dan sebagainya.
Dia melanjutkan penelitian tentang teorinya dengan Ostwald dan
Kohlrausch pada tahun 1886, kemudian dilanjutkan dengan Boltzmann
dan van't Hoff pada tahun 1887. Hingga akhirnya Arrhenius mampu
membuktikan teori-teorinya, dan kemudian juga diterbitkan karangannya
mengenai asam basa. Akhirnya dunia mengakui teori Arrhenius, dan pada
tahun 1903 mendapatkan hadiah nobel untuk ilmu pengetahuan.

Sampai sekarang teori Arrhenius masih tetap berguna meskipun hal


tersebut merupakan model paling sederhana. Dalam membedakan asam
basa lemah atau kuat didasarkan pada daya hantar listrik molal. Jika
suatu larutan dapat menghantarkan listrik artinya larutan tersebut
mengandung ion. Semakin kuat daya hantar listriknya artinya semakin
kuat pula sifat asam atau basanya. Karena semakin banyak asam/basa
yang terionisasi membuat larutan tersebut semakin elektrolit kuat.
Sehingga bisa disimpulkan bahwa asam/basa kuat berupa elektrolit kuat
dan asam/basa lemah merupakan elektrolit lemah.
Tentunya teori Arrhenius tersebut masih memiliki beberapa kekurangan,
misalnya belum menjelaskan tentang bagaimana pengaruh dari pelarut,
atau bagaimana dengan sifat garam. Maka dari itu beberapa peneliti
kemudian memberikan usulan teori lagi tentang asam basa.
Asam Arrhenius
Menurut Arrhenius, suatu zat dikatakan asam jika dilarutkan dalam air
akan menghasilkan ion H+, sebagai contoh yaitu disosiasi dari HCl.

Ketika HCl dibuat menjadi larutan, maka HCl terdisosiasi menjadi


ion H+ dan ion Cl-. Karena sesuai dengan teori Arrhenius maka asam
klorida termasuk asam Arrhenius.
Contoh lain dari asam Arrhenius bisa dilihat pada tabel berikut :

Dari berbagai contoh di atas hasil dari disosiasi berupa ion H+, namun
pada kenyataannya ion H+ tidak ada yang berupa ion bebas. ion H+ akan
bereaksi dengan molekul air di sekitarnya, membentuk ion H3O+.
H+(aq)+H2O(l)→H3O+(aq)
Sehingga reaksi lengkap yang terjadi pada disosiasi adalah sebagai
berikut :

Namun untuk menyingkatnya agar lebih pendek dan lebih mudah diingat
reaksi disosiasi menjadi sebagai berikut :

Secara umum, tidak ada yang salah untuk penggunaan kedua reaksi di
atas dalam menunjukkan disosiasi.

Basa Arrhenius
Menurut Arrhenius, suatu zat dikatakan basa jika dilarutkan dalam air
akan menghasilkan ion OH-, sebagai contoh yaitu disosiasi dari NaOH.
Ketika NaOH dibuat menjadi larutan, maka NaOH terdisosiasi menjadi ion
Na+ dan ion OH-. Karena sesuai dengan teori Arrhenius maka larutan
Natrium Hidroksida termasuk basa Arrhenius.
Contoh lain dari basa Arrhenius bisa dilihat pada tabel berikut :

Dari beberapa contoh di atas, kebanyakan terlihat bahwa ion OH- berasal
dari suatu zat yang dilarutkan tersebut. Namun jangan terkecoh, untuk
beberapa zat yang tanpa gugus OH- pada rumus kimianya pun juga dapat
bersifat basa, asalkan ketika dilarutkan dalam air menghasilkan ion OH-.
Sebagai contoh yaitu senyawa amonia, dengan rumus kimia NH3.
Amonia juga merupakan suatu basa, karena ketika dilarutkan dalam air
membuat terbentuknya ion OH-.
Silakan lihat bagaimana reaksi pelarutannya pada gambar berikut:
NH3(aq)+H2O(l)⇋NH4+(aq)+OH−(aq)
Karena dapat menghasilkan ion OH- ketika dilarutkan dalam air maka
amonia termasuk basa Arrhenius, namun pada beberapa buku terdapat
pernyataan bahwa basa Arrhenius setidaknya memiliki gugus OH pada
rumus kimianya, sehingga jika dikaitkan dengan pernyataan tersebut
amonia bukanlah basa arrhenius.
Mana yang betul? Kalau menurut penulis sendiri amonia termasuk basa
Arrhenius. Karena memenuhi teori dari Arrhenius sendiri.

B. Teori asam basa menurut Bronsted-Lowry (1923)

Teori ini melengkapi teori Arrhenius yang mana belum menjelaskan


tentang pengaruh pelarut. Pada teori Arrhenius suatu zat dikatakan asam
atau basa jika dilarutkan dalam air menghasilkan ion H+ atau ion OH-,
namun bagaimana jika pelarutnya bukan air?
Misalnya suatu asam asetat pada pelarut benzena, disitu sifat asamnya
menjadi tidak muncul.
Lalu pada suatu amonia yang dilarutkan pada Natrium amida, disitu dia
menjadi bersifat basa meskipun tidak terbentuk ion OH- karena hal
tersebut maka Johannes N. Bronsted dan Thommas M. Lowry
menyimpulkan bahwa yang menjadikan suatu zat tersebut suatu asam
atau basa yaitu ion H+ atau proton.
Menurut Bronsted-Lowry suatu spesi dikatakan asam jika dapat
mendonorkan ion H+ atau proton (donor proton) ke spesi lain, sedangkan
basa jika spesi tersebut dapat menerima ion H+ atau proton (akseptor
proton) dari spesi lain.
Asam-basa Konjugasi Kelanjutan dari teori Bronsted-Lowry adalah spesi
yang telah mendonorkan proton, akan memiliki kemampuan untuk dapat
menerima proton, sehingga merupakan basa. Untuk basa yang terjadi
karena hasil dari donor proton biasa disebut basa konjugasi dari asam
semula. Sedangkan untuk spesi yang menerima proton, akan memiliki
kemampuan untuk mendonorkan proton, dan biasa disebut asam
konjugasi dari basa semula. Lebih jelasnya silakan liat gambar berikut:
Reaksi HCl dan air

Pada reaksi tersebut HCl mendonorkan proton kepada air, sehingga


mengacu pada teori Bronsted-Lowry maka HCl tersebut merupakan asam.
Namun setelah HCl mendonorkan proton, yang tersisa adalah ion Cl-,
yang mana memiliki kemampuan untuk menerima proton atau suatu
basa. Maka dari itu Cl-, merupakan basa konjugasi dari HCl.
Pasangan asam basa konjugasi = HCl dan Cl-

Kemudian karena air menerima proton dari HCl, sehingga air tersebut
merupakan basa. Setelah air menerima proton, akan terbentuk ion H3O+,
yang mana memiliki kemampuan untuk mendonorkan proton atau suatu
asam. Maka dari itu ion H3O+ merupakan asam konjugasi dari air.
Pasangan basa asam konjugasi = air dan H3O+.
Contoh lain yaitu pada reaksi amonia dan air

Pada reaksi tersebut air mendonorkan proton kepada amonia, sehingga


air bersifat asam. Setelah air mendonorkan proton, yang tersisa adalah
OH-, yang mana memiliki kemampuan untuk menerima proton (basa
konjugasi dari air).
Amonia menerima proton dari air, sehingga suatu basa. Namun setelah
menerima proton, terbentuk NH4+ yang memiliki kemampuan
mendonorkan proton (asam konjugasi dari amonia)
Pasangan asam basa konjugasi = air dan NH4+
Pasangan basa asam konjugasi = amonia dan OH-

Pada contoh pertama (HCl dan air) dan contoh kedua (amonia dan air),
terlihat bahwa air memiliki dua sifat, yaitu bisa basa (pada contoh
pertama) dan juga asam (pada contoh kedua). Karena sifat tersebut
makanya air termasuk dalam golongan senyawa amfoter. Tentang
amfoter akan saya jelaskan di sub bab berikutnya

Amfoter
Senyawa amfoter ini adalah senyawa yang dapat menjadi asam maupun
basa, tergantung bagaimana kondisi lingkungannya. Hal ini karena
senyawa amfoter memiliki kemampuan seperti itu. Kemampuan itu dapat
terjadi karena pada senyawa amfoter terdapat atom hidrogen yang bisa
lepas menjadi proton dan juga memiliki pasangan elektron bebas yang
dapat menerima proton.
Contoh dari senyawa amfoter antara lain air, asam amino, protein,
Al(OH)3, serta beberapa logam oksida (ZnO, PbO, SnO dsb)
Istilah amfoter berasal dari bahasa yunani "amphoteroi" yang berarti
keduanya. Penggunaannya untuk hal asam basa, amfoter artinya
senyawa yang dapat menjadi keduanya. Terkadang istilah lain yang juga
digunakan untuk senyawa yang dapat menjadi asam maupun basa ialah
amfiprotik. Maknanya sama saja antara amfoter maupun amfiprotik.

Catatan
Pada teori asam basa Bronsted-Lowry bisa diambil beberapa poin,
diantaranya

 Asam merupakan spesi yang dapat mendonorkan ion H+ atau proton


 Basa merupakan spesi yang dapat menerima ion H+ atau proton
 Air merupakan senyawa amfoter
 Asam konjugasi adalah asam hasil dari suatu senyawa yang telah
menerima proton
 Basa konjugasi adalah basa hasil dari suatu senyawa yang telah
mendonorkan proton

C. Teori asam basa menurut Lewis (1923)

Pada tahun yang sama (1923), Lewis mengajukan pandangan yang


berbeda terhadap teori asam basa. Ketika Bronsted-Lowry memandang
bahwa yang berperan dalam suatu senyawa berupa asam/basa karena
suatu proton (ion H+), Lewis memandang bahwa yang berperan dalam
sifat asam / basa suatu senyawa adalah karena pasangan elektron.
Pada teori asam basa Lewis, basa mendonorkan pasangan elektron dan
asam menerima pasangan elektron.
Asam Lewis adalah semua zat yang dapat menerima pasangan elektron
bebas, dengan kata lain suatu akseptor pasangan elektron. Sedangkan
basa Lewis adalah zat yang dapat mendonorkan pasangan elektron
bebas, dengan kata lain suatu donor pasangan elektron.

Asam Lewis
Asam Lewis adalah penerima pasangan elektron. Asam Lewis merupakan
elektrofil, karena tertarik pada elektron. Asam Lewis bermuatan positif
(parsial) pada suatu senyawa.
Contoh zat yang termasuk dalam asam Lewis yaitu

 semua kation (Cu2+, Na+, Ca2+, Li+, Mg2+, dll),


 atom, ion, atau molekul yang oktet tidak lengkap (BF3, AlF3)
 molekul yang mana atom pusatnya dapat memiliki elektron valensi
lebih dari 8 (SiBr4, SiF4)
 molekul memiliki ikatan rangkap dengan dua atom elektronegatif
(CO2)

Basa Lewis
Basa Lewis adalah pendonor pasangan elektron. Basa Lewis merupakan
nukleofil, karena menyukai untuk menyerang atom yang bermuatan
positif pada suatu senyawa.
Contoh zat yang termasuk dalam basa Lewis yaitu OH-, CN-, NH3, dll.

Untuk lebih jelas memahami asam-basa Lewis silakan lihat gambar


berikut :
Reaksi H+ dan NH3.

Pada gambar di atas terlihat bahwa NH3 mendonorkan pasangan


elektronnya untuk berikatan dengan H+, maka dari itu yang bertindak
sebagai basa Lewis adalah NH3. sedangkan H+ menerima pasangan
elektron dari amonia, sehingga H+ merupakan asam Lewis.
Reaksi BF3 dan NH3.
Pada reaksi BF3 dan NH3 yang berperan sebagai basa Lewis adalah
amonia,
karena NH3 mendonorkan pasangan elektronnya untuk berikatan.
Sedangkan yang berperan sebagai asam Lewis yaitu BF3.

3. Sifat-sifat Asam Basa

Secara umum, asam atau basa dapat diketahui melalui berbagai sifat-
sifatnya. Berikut ini akan disajikan beberapa sifat-sifat asam dan basa :

Sifat asam Sifat basa

Mempunyai rasa asam Mempunyai rasa pahit

Dapat merubah warna indikator


Dapat merubah warna indikator kertas
misalnya kertas lamus biru menjadi
lakmus merah menjadi biru
merah
Bersifat kaustik artinya dapat merusak
Bersifat korosif terhadap logam
kulit

Dapat menghantarkan listrik Dapat menghantarkan arus listrik


(konduktor) (konduktor)

Jika dilarutkan ke dalam air Jika dilarutkan ke dalam air


menghasilkan ion H+ menghasilkan ion OH-

Memiliki nilai pH (derajat keasaman)


Memiliki pH lebih dari 7
kurang dari 7

Semakin kecil nilai pH suatu zat maka Semakin besar nilah pH suatu zat maka
semakin kuat sifat keasamannya semakin kuat derajat kebasaanya

Terasa licin jika terkena air, misalnya


sabun

4. Rumus Asam Basa

Untuk rumus asam basa dibagi menjadi beberapa fokus pembahasan,


diantaranya rumus menentukan pH dari asam basa kuat dan lemah,
rumus untuk larutan penyangga, serta rumus untuk hidrolisis garam.
Namun untuk penjelasannya akan saya berikan pada postingan tersendiri
nantinya.

Baca juga :
 Larutan Penyangga : Teori, Sifat, Reaksi, Pembuatan

5. Contoh Soal Asam Basa beserta pembahasannya

Contoh soal kali ini adalah untuk semakin membuat anda paham
tentang asam basa.
Terdiri dari 5 soal umum, yang mana bisa anda jawab kalau anda sudah
paham tentang prinsip-prinsip tentang asam basa.
Sudah siap?
Silakan kerjakan soal berikut :

1. Lihat reaksi di bawah ini, tentukan yang mana yang merupakan asam
konjugasi

2. Senyawa yang mendonorkan proton adalah


a. Asam Lewis
b. Asam Bronsted-Lowry
c. Basa Lewis
d. Basa Bronsted-Lowry

3. Yang bukan senyawa amfoter


a. air
b. asam amino
c. amonia
d. Aluminium hidroksida

4. Yang merupakan asam Lewis adalah

5. Yang bukan sifat asam


a. memiliki pH kurang dari 7
b. bersifat korosif pada logam
c. merubah warna kertas lakmus merah menjadi biru
d. dapat menghantarkan listrik

Pembahasan :
1. H30+(aq), karena merupakan hasil reaksi yang memiliki kemampuan
untuk mendonorkan proton. Lihat lagi materi tentang asam konjugasi
pada teori Bronsted-Lowry
2. a. asam Lewis
3. c. amonia, amonia merupakan senyawa yang bersifat basa.
4. a dan b, kedua senyawa tersebut dapat menerima pasangan elektron.
Pada senyawa c sukar bereaksi dan dianggap bukan merupakan asam
maupun basa, sedangkan d merupakan basa lewis karena dapat
mendonorkan pasangan elektron
5. c, karena asam tidak merubah warna kertas lakmus merah menjadi
biru. Warna kertas lakmus merah jika terkena asam akan tetap merah,
atau justru semakin merah.

You might also like