Professional Documents
Culture Documents
Pendahuluan
1.1 Latar Belakang
K3 atau Kesehatan dan Keselamatan Kerja merupakan salah satu faktor yang sangat
penting dalam suatu pekerjaan, karena dengan tidak adanya K3 atau Kesehatan dan
Keselamatan Kerja akan tidak diragukan lagi banyak terjadi kecelakaan dalam kerja yang
bersifat ringan sampai yang berat.
Kebanyakan perusahaan juga merasa keberatan dengan adanya K3 atau Kesehatan dan
Keselamatan Kerja karena setiap perusahaan atau industri merasa mereka harus mengeluarkan
biaya tambahan padahal tidak demikian K3 merupakan langkah penghematan dan
meningkatkan produktifitas. Karena dengan K3 perusahaan tidak di bebani dengan biaya
kesehatan atau kecelakaan tenaga kerja atau karyawan karena kesehatan dan keselamatan
dalam kerja sudah terjamin.
Pemerintah membuat aturan K3 seperti pada Pasal 3 Ayat 1 UU No. 1 Tahun 1970
tentang keselamatan kerja, yaitu : mencegah dan mengurangi kecelakaan; mencegah,
mengurangi dan memadamkan kebakaran; mencegah dan mengurangi bahaya peledakan;
memberi kesempatan atau jalan menyelamatkan diri pada waktu kebakaran atau kejadian-
kejadian lain yang berbahaya; memberikan pertolongan pada kecelakaan; memberi alat-alat
perlindungan diri pada para pekerja; mencegah dan mengendalikan timbul atau
menyebarluaskan suhu, kelembaban, debu kotoran, asap, uap, gas, hembusan angin, cuaca,
sinar atau radiasi, suara dan getaran.
Untuk itu kami memilih judul Penerapan Undang-undang Kesehatan dan Keselamatan
Kerja karena dalam kenyataan banyak perusahaan atau industri yang mengabaikan tentang
pentingnya K3.
1
1.2 Rumusan Masalah
1) Bagaimana sejarah Undang-undang Kesehatan dan Keselamatan Kerja?
2) Apa tujuan dari pembuatan Undang-undang Kesehatan dan Keselamatan Kerja?
3) Apa yang mendasari Undang-undang Kesehatan dan Keselamatan Kerja?
4) Bagaimana peran pemerintah dalam menangani masalah K3 di Indonesia?
5) Apa saja Undang-undang Kesehatan dan Keselamatan Kerja?
6) Bagaimana Struktur Undang-undang Kesehatan dan Keselamatan Kerja?
7) Bagaimana Management Undang-undang Kesehatan dan Keselamatan Kerja?
1.3 Tujuan Penulisan
1) Untuk mengetahui sejarah Undang-undang Kesehatan dan Keselamatan Kerja
2) Untuk mengetahui tujuan dari pembuatan Undang-undang Kesehatan dan
Keselamatan Kerja.
3) Untuk mengetahui yang mendasari Undang-undang Kesehatan dan Keselamatan
Kerja.
4) Untuk mengetahui peran pemerintah dalam menangani masalah K3 di Indonesia.
5) Untuk mengetahui Undang-undang Kesehatan dan Keselamatan Kerja.
6) Untuk mengetahui Struktur Undang-undang Kesehatan dan Keselamatan Kerja
7) Untuk mengetahui Management Undang-undang Kesehatan dan Keselamatan
Kerja
BAB II
PEMBAHASAN
2
2.1 Sejarah Undang-undang Kesehatan dan Keselamatan Kerja
Menurut Labib (2012: 1) peraturan K3 di Indonesia telah ada sejak pemerintahan
Hindia Belanda, peraturan K3 yang berlaku pada saat itu adalah Veiligheids Reglement.
Setelah kemerdekaan dan diberlakukannya UndangUndang Dasar 1945, maka beberapa
peraturan termasuk peraturan keselamatan telah dicabut dan diganti. Peraturan yang mengatur
tentang K3 adalah UndangUndang Keselamatan Kerja No.1 Tahun 1970. Ketentuan-ketentuan
penerapan K3 yang dijelaskan dalam Undang-Undang No. 1 Tahun 1970 adalah: (1) tempat
kerja yang menggunakan mesin, pesawat, perkakas, (2) tempat kerja pembangunan perbaikan,
perawatan, pembersihan atau pembongkaran gedung, (3) tempat usaha pertanian, perkebunan,
pekerjaan hutan, (4) pekerjaan usaha pertambangan dan pengelolahan emas, perak, logam,
serta biji logam lainnya, dan (5) tempat pengangkutan barang, binatang, dan manusia baik di
daratan, melalui terowongan, permukaan air, dalam air dan di udara. Sesuai dengan Undang-
Undang tersebut, maka tempat yang telah disebutkan harus dilakukan pelaksanaan prosedur
K3.
upaya untuk menjamin keutuhan dan kesempurnaan, baik jasmaniah maupun rohaniah.
Keutuhan dan kesempurnaan tersebut ditujukan secara khusus terhadap tenaga kerja, sehingga
menghasilkan suatu hasil karya dan budaya untuk menuju masyarakat yang adil dan
makmur”. Penerapan konsep K3 muncul sejak manusia mengenal suatu pekerjaan.
Keselamatan kerja bertujuan dalam melakukan pekerjaan agar diperoleh suatu cara yang
mudah dan menjamin keselamatan dari gangguan alam, binatang maupun gangguan dari
manusia lainnya. Masalah K3 juga merupakan bagian dari suatu upaya perencanaan dan
3
pengendalian proyek sebagaimana halnya dengan biaya, perencanaa, pengadaan serta kualitas.
Hal itu saling mempunyai keterkaitan yang sangat erat (Barrie, 1995: 365). Departemen
Tenaga Kerja dan Transmigrasi mengemukakan bahwa keselamatan dan kesehatan kerja
mengalami beberapa perkembangan, antara lain:
Dimulai dari perkembangan desain peralatan yang aman dan nyaman digunakan untuk
si pengguna pada zaman manusia batu dan goa ketika membuat peralatan berburu
seperti kapak dan sebagainya. Pada fase ini berkembang safety engineering.
Perkembangan selanjutnya diikuti dengan perkembangan kesehatan kerja dan sanitasi
lingkungan.
Selanjutnya terjadi pergeseran-pergeseran konsep K3 mulai dari factor manusia
sampai kepada elaborasi faktor manusia dalam sistem manajemen terpadu. Pada era
ini mulai berkembang pola koordinasi antar unit terkait safety, health dan
environment, sehingga munculah konsep “integratedHSE management system”.
Perkembangan terakhir menunjukkan bahwa K3 ternyata mempunyai ruang lingkup
yang lebih luas lagi tidak hanya terbatas di dalam dunia industri.
Merupakan hal yang sangat penting bagi setiap orang yang bekerja dalam lingkungan
perusahaan, terutama yang secara khusus bergerak di bidang produksi, untuk dapat
memahami arti pentingnya kesehatan dan keselamatan kerja dalam bekerja kesehariannya.
Hal ini memiliki urgensi yang besar, baik untuk kepentingan diri sendiri maupun karena
4
aturan perusahaan yang meminta untuk menjaga hal-hal tersebut dalam rangka meningkatkan
kinerja dan mencegah potensi kerugian bagi perusahaan. Namun yang menjadi pertanyaan
adalah seberapa penting perusahaan berkewajiban menjalankan prinsip kesehatan dan
keselamatan kerja (K3) di lingkungan perusahaannya. Patut diketahui pula bahwa ide tentang
K3 telah ada sejak dua puluh tahun yang lalu, namun hingga saat ini, masih ada pekerja dan
perusahaan yang belum memahami korelasi antara K3 dengan peningkatan kinerja
perusahaan, bahkan tidak mengetahui eksistensi aturan tersebut. Akibatnya, seringkali mereka
melihat fasilitas K3 sebagai sesuatu yang mahal dan seakan-akan mengganggu proses bekerja.
Untuk menjawab pertanyaan tersebut, perlu dipahami terlebih dahulu landasan filosofis
pengaturan K3 yang telah ditetapkan pemerintah dalam undang-undang.
Tujuan Pemerintah membuat aturan K3 dapat dilihat pada Pasal 3 ayat (1) Undang-
Undang Nomor 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja, yaitu:
Terdapat tiga hal penting yang harus diperhatikan dalam penyelenggaraan K3, yaitu:
(1) seberapa serius K3 hendak diimplementasikan dalam perusahaan; (2) pembentukan
konsep budaya malu dari masing-masing pekerja bila tidak melaksanakan K3 serta
keterlibatan berupa dukungan serikat pekerja dalam pelaksanaan program K3 di tempat kerja;
dan (3) kualitas program pelatihan K3 sebagai sarana sosialisasi.
Hal lain yang juga diperlukan dalam rangka mendukung terlaksananya program K3
adalah adanya suatu komite K3 yang bertindak sebagai penilai efektivitas dan efisiensi
program serta melaksanakan investigasi bila terjadi kecelakaan kerja untuk dan atas nama
pekerja yang terkena musibah kecelakaan kerja. Apabila terjadi peristiwa demikian, maka
hal-hal yang harus diperhatikan adalah sebagai berikut.
Inti dari terlaksananya K3 dalam perusahaan adalah adanya kebijakan standar berupa
kombinasi aturan, sanksi, dan keuntungan dilaksanakannya K3 oleh perusahaan bagi pekerja
dan perusahaan, atau dengan kata lain adanya suatu kebijakan mutu K3 yang dijadikan
pedoman bagi pekerja dan pengusaha.
6
aturan yang menentukan bagaimana K3 harus diterapkan. Di Indonesia, sumber-sumber
hukum yang menjadi dasar penerapan K3 adalah sebagai berikut.
a. memberikan keterangan yang benar bila diminta oleh pegawai pengawas dan/atau ahli
keselamatan kerja;
b. memakai alat-alat perlindungan diri yang diwajibkan;
c. memenuhi dan menaati semua syarat keselamatan dan kesehatan kerja yang diwajibkan;
d. meminta pada pengurus agar melaksanakan semua syarat keselamatan dan kesehatan
kerja yang diwajibkan;
e. menyatakan keberatan kerja pada pekerjaan di mana syarat keselamatan dan kesehatan
kerja serta alat-alat perlindungan diri yang diwajibkan diragukan olehnya kecuali dalam
hal-hal khusus ditentukan lain oleh pegawai pengawas dalam batas-batas yang masih
dapat dipertanggungjawabkan.
Jauh sebelum tahun 1992, ketika program Jamsostek dicanangkan, pemerintah telah
7
mengeluarkan sebuah regulasi mengenai jaminan sosial yang diatur dalam Peraturan
Pemerintah Nomor 33 Tahun 1977 tentang Asuransi Sosial Tenaga Kerja. Program-program
yang menjadi ruang lingkup aturan ini adalah:
Setiap program tersebut dilaksanakan dengan mekanisme asuransi yang dikelola oleh
sebuah badan penyelenggara, yaitu PT Asuransi Sosial Tenaga Kerja (Astek). Undang-
Undang Nomor 33 Tahun 1947, yang juga merupakan salah satu dasar hukum pembentukan
Peraturan Pemerintah Nomor 33 Tahun 1977 tentang Asuransi Sosial Tenaga Kerja,
menyebutkan dalam Pasal 36 bahwa perusahaan yang diwajibkan membayar tunjangan
diwajibkan pula membayar iuran guna mendirikan suatu dana. Artinya, undang-undang
tersebut menentukan bahwa kewajiban membayar ganti kerugian bagi buruh yang tertimpa
kecelakaan kerja harus dilaksanakan sendiri oleh pihak majikan yang bersangkutan.
a. biaya pengangkutan;
b. biaya pemeriksaan, pengobatan, dan/atau perawatan;
c. biaya rehabilitasi;
d. santunan berupa uang yang meliputi:
e. santunan sementara tidak mampu bekerja;
f. santunan cacad sebagian untuk selama-lamanya;
g. santunan cacad total untuk selama-lamanya baik fisik maupun mental;
h. santunan kematian.
8
Sementara itu, Jaminan Pemeliharaan Kesehatan (JPK) pertama kali diatur dalam
Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja. Berdasarkan
undang-undang ini, pemeliharaan kesehatan diartikan sebagai upaya penanggulangan dan
pencegahan gangguan kesehatan yang memerlukan pemeriksaan, pengobatan, dan perawatan,
termasuk pemeriksaan kehamilan dan pertolongan persalinan. Yang berhak memperoleh
pemeliharaan jaminan kesehatan adalah tenaga kerja, suami atau istri, dan anak. Ruang
lingkup jaminan pemeliharaan kesehatan dalam undang-undang ini meliputi:
Demikian juga halnya dengan pelayanan kesehatan dalam JPK, tidak sedikit pekerja
dan keluarganya yang menyampaikan berbagai keluhan atas pelayanan rumah sakit atau klinik
yang menjadi penyedia layanan Jamsostek. Tidak jarang peserta Jamsostek harus menanggung
sendiri obat yang dibutuhkan. Karena itu, banyak perusahaan yang keluar dari program
Jamsostek untuk melaksanakan sendiri pelayanan kesehatan melalui rumah sakit yang lebih
baik agar kesehatan pekerja mereka lebih terjamin dan dapat lebih produktif dalam bekerja.
10
3. Setelah Indonesia merdeka, semua fenomena diatas tidak dapat diatasi sekaligus.
Akibatnya jumlah kecelakaan kerja yang menimpa karyawan dalam perusahaan semakin
bertambah.
Penyebab kecelakaan kerja yang terbesar adalah faktor manusia, yaitu kurangnya
kesadaran pengusaha
dan tenaga kerja sendiri terutama dalam melaksanakan berbagai peraturan perundang-
undangan. Namun setelah berlakunya UU Tahun 1970 tentang keselamatan dan kesehatan
kerja dan ditegaskan kembali dalam Pasal 86 ayat UU NO.13 Tahun 2003 tentang ketenaga
kerjaan kesadaran para pengusaha dan tenaga kerja itu sendiri meningkat. Sebab menurut
Pasal 86 ayat UU NO.13 Tahun 2003 tentang ketenaga kerjaan bahwa buruh atau pekerja
berhak untuk memperoleh perlindungan atas keselamatan dan kesehatan kerja.
Sedangkan menurut Justine T. Sirait (2007: 262) pelaksanaan program keselamatan dapat
dilakukan dalam bentuk sebagai berikut:
11
Adapun penjelasan dari bentuk pelaksanaan program keselamatan yang dikemukakan oleh
Justine T. Sirait adalah sebagai berikut:
Dukungan manajemen puncak mutlak diperlukan agar program keselamatan kerja bisa
berjalan dengan efektif. Dukungan manajemen puncak bisa dilihat dari kehadiran karyawan
pada pertemuan yang membahas masalah keselamatan kerja, inspeksi karyawan secara
periodik, laporan keselamatan kerja yang teratur, dan pencantuman masalah keselamatan kerja
pada berbagai rapat yang dilakukan oleh para pempinan perusahaan.
Untuk menjalankan suatu program, seseorang haruslah diberi tugas dan tanggung
jawab untuk menyusun dan memelihara program tersebut. Biasanya ditentukan oleh besar
atau tidaknya perusahaan itu sendiri, jika perusahaan terlalu kecil dilakukan penambahan
tugas terhadap seseorang untuk melaksanakan usaha-usaha keselamatan kerja. Jika
perusahaan berskala besar, biasanya diangkat seorang staf direktur program keselamatan
kerja.
Sebagian besar program keselamatan kerja haruslah di titik beratkan untuk mendidik
karyawan agar bertindak, berpikir, dan bekerja secara aman. Beberapa cara pendidikan yang
dapat dilakukan, antara lain melalui:
4. Menganalisa Kecelakaan
12
Kecelakaan dapat dipelajari dari berbagai aspek, misalnya personalianya, pekerjaan
yang menimbulkan kecelakaan, alat-alat dan perlengkapan yang dipergunakan, departemen
tempat terjadinya kecelakaan, dan akibatnya. Analisis ini bertujuan agara kelak dikemudian
hari terjadi perbaikan . Cara yang umum yang digunakan dalam menganalisa kecelakaan
adalah meminta pendapat dari mandor atau pengawas pekerjaan.
Adapun beberapa cara yang dapat dilakukan dalam hal penciptaan kesehatan kerja:
13
Menurut Justine T. Sirait (2007: 266) bahwa pelaksanaan program kesehatan dapat berupa
dan sebaiknya terdiri dari salah satu atau keseluruhan elemen-elemen berikut:
Menurut Basir Barthos (2001: 150) upaya-upaya yang dapat dilakukan dalam hal
mengurangi penyakit akibat kerja antara lain sebagai berikut:
Adapun penjelasan dari upaya-upaya yang dapat dilakukan dalam hal mengurangi
penyakit akibat kerja yang dikemukakan oleh Basir Barthos (2001: 150) adalah sebagai
berikut:
Jam kerja normal 40 jam kerja seminggu untuk era industri tidak lagi memberikan
jaminan produktivitas tinggi. Kaitan positif antara jam kerja dengan produktivitas belum
benar-benar akurat. Yang sudah jelas adalah keadaan pekerja dapat dipengaruhi oleh
kurangnya istirahat yang memadai sehingga menimbulkan pengaruh kejiwaan terhadap para
pekerja. Sebagai contoh mengatasi penggunaan shift kerja harus ada pembatasan yang tegas.
a. Penggunaan bahasa asing pada manual dan label yang dapat disalah tafsirkan dalam
melaksanakan tugas.
b. Perbedaan model-model instrumentasi dan alat-alat pengamanan yang tidak sesuai
dengan kondisi orang asia pada umumnya dan Indonesia pada khususnya. Contohnya
penggunaan model kursi empuk dengan karet busa dalam ruangan ber AC bagi orang
barat sangat serasi dan nyaman, tetapi bagi orang Indonesia malahan dapat membuat
mengantuk sehingga menurunkan produktivitas kerja. Sebaiknya bagi orang Indonesia
menggunakan kursi rotan tanpa bahan-bahan busa.
Sebagai contoh:
15
Cara pemerintah dalam menanggulangi maslah K3 yaitu dengan membuat aturan K3
seperti pada Pasal 3 Ayat 1 UU No. 1 Tahun 1970 tentang keselamatan kerja, yaitu :
mencegah dan mengurangi kecelakaan; mencegah, mengurangi dan memadamkan kebakaran;
mencegah dan mengurangi bahaya peledakan; memberi kesempatan atau jalan
menyelamatkan diri pada waktu kebakaran atau kejadian-kejadian lain yang berbahaya;
memberikan pertolongan pada kecelakaan; memberi alat-alat perlindungan diri pada para
pekerja; mencegah dan mengendalikan timbul atau menyebarluaskan suhu, kelembaban, debu
kotoran, asap, uap, gas, hembusan angin, cuaca, sinar atau radiasi, suara dan getaran.
Lalu dengan Jaminan Sosial Tenaga Kerja, melindungi tenaga kerja dalam bentuk
santunan berupa uang sebagai pengganti dari sebagian penghasilan yang hilang atau
berkurang dan pelayanan sebagai akibat peristiwa atau keadaan yang dialami oleh tenaga
kerja berupa kecelakaan kerja, sakit, hamil, bersalin, hari tua dan meninggal dunia. Program
Jamsostek sebagai pengejawantahan dari program K3 diwajibkan berdasarkan Pasal 2 Ayat 3
PP No. 14 Tahun 1993 bagi setiap perusahaan.
Undang-Undang K3
16
6) Peraturan Pemerintah No. 01 Tahun 2005. : Tentang Penangguhan Mulai Berlakunya
Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan
Industrial
7) Peraturan Pemerintah No. 64 th. 2005. : Tentang Perubahan Keempat Atas Peraturan
Pemerintah Nomor 14 Tahun 1993 Tentang Penyelenggaraan Program Jaminan Sosial
Tenaga Kerja
8) Peraturan Pemerintah No. 15 Tahun. 2007. : Tentang Tata Cara Memperoleh Informasi
Ketenagakerjaan Dan Penyusunan Serta Pelaksanaan Perencanaan Tenaga Kerja
9) Peraturan Pemerintah No.76 Tahun 2007. : Tentang Perubahan Kelima Atas Peraturan
Pemerintah Nomor 14 Tahun 1993 Tentang Penyelenggaraan Program Jaminan Sosial
Tenaga Kerja
10) Peraturan Pemerintah No. 84 Tahun 2010 tentang Perubahan Ketujuh atas Peraturan
Pemerintah No. 14 Tahun 1993 tentang Penyelenggaraan Program Jaminan Sosial
Tenaga Kerja
11) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 50 Tahun 2012 Tentang Penerapan
Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja
12) Peraturan Pemerintah Republik indonesia No. 53 Tahun 2012 Tentang Perubahan
Kedelapan Atas Peraturan Pemerintah No. 14 Tahun 1993 Tentang Penyelenggaraan
Program Jaminan Sosial Tenaga KerjPeraturan Menteri terkait K3
17
18) Permenakertrans RI No 2 Tahun 1980 tentang Pemeriksaan Kesehatan Tenaga Kerja
Dalam Penyelenggaraan Keselamatan Kerja.
32) Permenaker RI No 2 Tahun 1992 tentang Tata Cara Penunjukan, Kewajiban dan
Wewenang Ahli Keselamatan dan Kesehatan Kerja.
18
35) Permenaker RI No 1 Tahun 1998 tentang Penyelenggaraan Pemeliharaan Kesehatan
Bagi Tenaga Kerja dengan Manfaat Lebih Dari Paket Jaminan Pemeliharaan Dasar
Jaminan Sosial Tenaga Kerja.
36) Permenaker RI No 3 Tahun 1998 tentang Tata Cara Pelaporan dan Pemeriksaan
Kecelakaan.
2. Keputusan Bersama Menteri Tenaga Kerja dan Menteri Pekerjaan Umum RI No 174
Tahun 1986 No 104/KPTS/1986 tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja pada
Tempat Kegiatan Konstruksi.
5. Kepmenaker RI No 245 Tahun 1990 tentang Hari Keselamatan dan Kesehatan Kerja
Nasional.
19
7. Kepmenaker RI No 186 Tahun 1999 tentang Unit Penanggulangan Kebakaran di
Tempat Kerja.
20
2.5.1 Mengenal Dasar Hukum K3 Indonesia
Dasar hukum Kesehatan dan Keselamat Kerja adalah dimana suatu perbuatan atau
tingkah untuk melakukan pekerjaan seesuai dengan dasar hukum yang ada sesuai dengan
aturan:
Di dalam UU No.1 tahun 1951 tentang Kerja, mengatur tentang jam kerja, cuti
tahunan, cuti hamil, cuti haid bagi pekerja wanita, peraturan tentang kerja anak-anak, orang
muda, dan wanita, persyaratan tempat kerja, dan lain-lain. Dalam Pasal 16 ayat 1 UU No. 1
Tahun 1951 yang menetapkan, bahwa “Majikan harus mengadakan tempat kerja dan
perumahan yang memenuhi syarat-syarat kebersihan dan Kesehatan”.
21
b. Moral dan Kesusilaan;
c. Perlakuan yang sesuai dengan harkat dan martabat manusia serta nilai-nilai agama.
Kesehatan dan keselamatan kerja merupakan bagian yang sangat penting dalam
ketenagakerjaan. Oleh karena itu, dibuatlah berbagai ketentuan yang mengatur tentang
kesehatan dan keselamatan kerja. Berawal dari adanya Undang-Undang Nomor 14 Tahun
1969 tentang Pokok-Pokok Ketenagakerjaan yang dinyatakan dalam Pasal 9 bahwa “setiap
tenaga kerja berhak mendapatkan perlindungan atas keselamatan, kesehatan dan pemeliharaan
moril kerja serta perlakuan yang sesuai dengan harkat, martabat, manusia, moral dan agama”.
Undang-Undang tersebut kemudian diperbaharui dengan Undang-Undang Nomor 1 Tahun
1970 tentang Keselamatan Kerja.
Dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1970 ini ada beberapa hal yang diatur antara
lain:
a. Ruang lingkup keselamatan kerja, adalah segala tempat kerja, baik di darat, di dalam tanah,
di permukaan air, di dalam air, maupun di udara yang berada dalam wilayah hukum
kekuasaan RI. (Pasal 2).
e. Setiap kecelakan kerja juga harus dilaporkan pada pejabat yang ditunjuk oleh Menteri
Tenaga Kerja di dinas yang terkait. (Pasal 11 ayat 1). (Suma’mur. 1981: 29-34).
Dapat dilihat dalam ketentuan Pasal 86 ayat 1 UU Nomor 13 Tahun 2003 diatur
pula bahwa setiap pekerja/buruh mempunyai hak untuk memperoleh perlindungan atas:
a. Keselamatan kerja
b. Moral dan kesusilaan
c. Perlakuan yang sesuai dengan harkat dan martabat manusia serta nilai-nilai agama.
Arti penting dari kesehatan dan keselamatan kerja bagi perusahaan adalah tujuan dan
efisiensi perusahaan sendiri juga akan tercapai apabila semua pihak melakukan pekerjaannya
masing-masing dengan tenang dan tentram, tidak khawatir akan ancaman yang mungkin
menimpa mereka. Selain itu akan dapat meningkatkan produksi dan produktivitas nasional.
Setiap kecelakaan kerja yang terjadi nantinya juga akan membawa kerugian bagi semua
pihak. Kerugian tersebut diantaranya menurut Slamet Saksono (1988: 102) adalah hilangnya
jam kerja selama terjadi kecelakaan, pengeluaran biaya perbaikan atau penggantian mesin dan
alat kerja serta pengeluaran biaya pengobatan bagi korban kecelakaan kerja.
Menurut Mangkunegara tujuan dari keselamatan dan kesehatan kerja adalah sebagai
berikut:
a) Agar setiap pegawai mendapat jaminan keselamatan dan kesehatan kerja baik secara
fisik, sosial, dan psikologis.
b) Agar setiap perlengkapan dan peralatan kerja digunakan sebaik-baiknya dan seefektif
mungkin.
c) Agar semua hasil produksi dipelihara keamanannya.
d) Agar adanya jaminan atas pemeliharaan dan peningkatan kesehatan gizi pegawai.
e) Agar meningkatkan kegairahan, keserasian kerja, dan partisipasi kerja.
f) Agar terhindar dari gangguan kesehatan yang disebabkan oleh lingkungan atau kondisi
kerja.
g) Agar setiap pegawai merasa aman dan terlindungi dalam bekerja
Melihat urgensi mengenai pentingnya kesehatan dan keselamatan kerja, maka di setiap
tempat kerja perlu adanya pihak-pihak yang melakukan kesehatan dan keselamatan kerja.
Pelaksananya dapat terdiri atas pimpinan atau pengurus perusahaan secara bersama-sama
dengan seluruh tenaga kerja serta petugas kesehatan dan keselamatan kerja di tempat kerja
yang bersangkutan. Petugas tersebut adalah karyawan yang memang mempunyai keahlian di
bidang keselamatan dan kesehatan kerja, dan ditunjuk oleh pimpinan atau pengurus tempat
kerja/perusahaan.
24
Pengusaha sendiri juga memiliki kewajiban dalam melaksanakan kesehatan dan
keselamatan kerja. Misalnya terhadap tenaga kerja yang baru, ia berkewajiban menjelaskan
tentang kondisi dan bahaya yang dapat timbul di tempat kerja, semua alat pengaman diri yang
harus dipakai saat bekerja, dan cara melakukan pekerjaannya. Sedangkan untuk pekerja yang
telah dipekerjakan, pengusaha wajib memeriksa kesehatan fisik dan mental secara berkala,
menyediakan secara cuma-cuma alat pelindung diri, memasang gambar-gambar tanda bahaya
di tempat kerja dan melaporkan setiap kecelakaan kerja yang terjadi kepada Depnaker
setempat.
Para pekerja sendiri berhak meminta kepada pimpinan perusahaan untuk dilaksanakan
semua syarat keselamatan dan kesehatan kerja, menyatakan keberatan bila melakukan
pekerjaan yang alat pelindung keselamatan dan kesehatan kerjanya tidak layak. Tetapi pekerja
juga memiliki kewajiban untuk memakai alat perlindungan diri yang diwajibkan dan menaati
persyaratan keselamatan dan kesehatan kerja yang berlaku. Setelah mengetahui urgensi
mengenai kesehatan dan keselamatan kerja, koordinasi dari pihak-pihak yang ada di tempat
kerja guna mewujudkan keadaan yang aman saat bekerja akan lebih mudah terwujud.
25
Guna dapat mengantisipasi terjadinya gangguan kesehatan yang mendadak dan
kecelakaan kerja diperlukan pedoman Undang-undang No. 1 tahun 1970 Tentang
Keselamatan Kerja dan Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No. Per.
03/Men/1982 tentang Pelayanan Kesehatan Kerja.
Untuk dapat ditunjuk sebagai Petugas P3K di tempat kerja oleh perusahaan, petugas P3K
tersebut perlu mendapatkan pelatihan dengan kurikulum yang sesuai dengan Permenakertrans
No. 15/MEN/VIII/2008 tentang Pertolongan Pertama Pada kecelakaan (P3K) di Tempat
Kerja.
Sasaran dan Manfaat Training Petugas Pertolongan Pertama Pada Kecelakaan (P3K)
Bersertifikasi BNSP :
Peserta diharapkan akan memiliki pengetahuan dan kemampuan untuk memahami
peraturan dan konsep P3K.
Peserta memiliki keterampilan dan mampu melakukan pertolongan pertama pada
kecelakaan jika terjadi kecelakaan di tempat kerja.
Peserta mampu memberikan pertolongan jika terjadi penyakit mendadak ditempat
kerja.
Peserta mampu mengembangkan sistem P3K ditempat kerja.
2.6 Struktur Hukum Kesehatan dan Keselamatan Kerja
Menurut Husen (2009: 193) “program K3 sangat perlu karena setiap institusi,
perusahaan ataupun perorangan, serta lainnya memang diwajibkan oleh Undang-undang
untuk melaksanakannya”. Guna terlaksanakannya Undang-undang, pemerintah melakukan
pengawasan dengan membentuk panitia pengawasan yang bermutu dan memiliki banyak
pengalaman di bidangnya. Berdasarkan Undang-undang No. 1 tahun 1970 tentang
keselamatan kerja, dapat diketahui struktur pengawasan hukum K3 adalah sebagai berikut
26
Bagan 1: Struktur Hukum Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3)
Penjelasan:
a. Direktur pengawasan adalah Menteri Tenaga Kerja yang melakukan pengawasan
pelaksanakan umum terhadap Undang-undang K3.
b. Pegawai pengawas ditugaskan menjalankan pengawasan langsung terhadap ditaatinya
Undang-undang K3 dan membantu pelaksanaannya.
c. Ahli K3 merupakan instansi-instansi pemerintah dan instansi-instansi swasta yang
dapat mengoperasikan K3 dengan tepat, sama seperti pegawai pengawas Ahli K3
ditugaskan menjalankan pengawasan langsung terhadap ditaatinya Undang-undang K3
dan membantu pelaksanaannya.
d. Panitia Banding adalah panitia teknis yang anggota-anggotanya terdiri dari ahli-ahli
dalam bidang yang diperlukan.
e. Panitia Pengawasan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (P2K3) bertugas
memperkembangkan kerja sama, saling pengertian dan partisipasi efektif dari
pengusaha atau pengurus dan tenaga kerja dalam tempat-tempat kerja untuk
melaksanakan tugas dan kewajiban bersama dibidang K3, dalam rangka melancarkan
usaha berproduksi.
Perencanaan
Perusahaan harus membuat perencanaan yang efektif guna mencapai
keberhasilan penerapan SMK3 dengan sasaran yang jelas dan dapat diukur.
Perencanaan harus memuat tujuan, sasaran dan indikator kinerja yang ditetapkan
dengan mempertimbangkan identifikasi sumber bahaya, penilaian dan pengendalian
resiko sesuai dengan persyaratan perundangan yang berlaku serta hasil pelaksanaan
tinjauan awal terhadap keselamatan dan kesehatan kerja. Perusahaan harus
menetapkan dan memelihara prosedur untuk inventarisasi, identifikasi dan
pemahaman peraturan perundangan dan persyaratan lainnya yang berkaitan dengan K3
sesuai dengan kegiatan perusahaan yang bersangkutan. Pengurus harus menjelaskan
peraturan perundangan dan persyaratan lainnya kepada tenaga kerja.
Penerapan
Dalam penerapan SMK3 yang efektif perlu dipertimbangkan hal-hal sebagai
berikut: (1) menyediakan sumber daya yang memadai sesuai dengan ukuran dan
28
kebutuhan, (2) melakukan identifikasi kompetensi kerja yang diperlukan pada setiap
tingkatan manajemen perusahaan dan menyelenggarakan setiap pelatihan yang
dibutuhkan, (3) membuat ketentuan untuk mengkomunikasikan informasi keselamatan
dan kesehatan kerja secara efektif, (4) membuat peraturan untuk mendapatkan
pendapat dan saran dari para ahli, (5) membuat peraturan untuk pelaksanaan
konsultasi dan keterlibatan tenaga kerja sacara aktif.
29
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
1. Sejarah kelahiran K3 sudah ada pada zaman batu. Pada saat itu masyarakat sudah
menerapkan K3 dalam kehidupannya. Seiring berjalannya waktu dan berkembangnya
zaman, serta akibat dari banyaknya kecelakaan yang terjadi di tempat kerja, membuat
masyarakat sadar akan pentingnya pengelolaan K3.
2. Dalam rangka mengurangi kecelakaan dan penyakit akibat kerja serta terciptanya
tempat kerja yang aman membuat masyarakat mulai memikirkan bahwa perlindungan
ketenagakerjaan sangat diperlukan, sehingga pemerintah membuat payung hukum
ketenagakerjaan tentang K3. Adapun produk hukumnya adalah Undang-undang,
Peraturan Pemerintah, dan Peraturan Menteri dan Keputusan Menteri tentang K3.
3. Pelaksanaan hukum K3 diawasi oleh direktur yaitu Menteri Tenaga Kerja dan direktur
menunjuk atau membentuk Panitia Pengawas, Tenaga Ahli K3, Panitia Banding,
P2K3. Pengawasan dilakukan oleh staf-staf/tenaga-tenaga yang bermutu dan memiliki
banyak pengalaman di bidangnya.
4. Sistem Manajemen K3 adalah bagian dari sistem manajemen secara keseluruhan yang
meliputi struktur organisasi, perencanaan, tanggung jawab, pelaksanaan, prosedur,
proses dan sumber daya yang dibutuhkan pengembangan, penerapan, pencapaian,
pengkajian dan pemeliharaan kebijakan keselamatan dan kesehatan kerja dalam
rangka pengendalian resiko yang berkaitan dengan kegiatan kerja guna terciptanya
tempat kerja yang aman dan produktif. Hukum manajemen K3 berlandaskan pada
Peraturan Menteri Tenaga Kerja RI No. Per-05/MEN/1966 tentang sistem sistem
manajemen keselamatan dan kesehatan kerja.
3.2 Saran
1. Diharapkan dengan adanya makalah ini dapat membantu pembaca dalam memahami
keseimbangan air dan elektrolit pada olahraga penghasil keringat.
2. Perlu diadakan penelitian dan penulisan lebih lanjut mengenai kajian ini
30
Daftar Pustaka
______. Evaluasi dan Penunjukan Calon Ahli K3 Materi 9. Departemen Tenaga Kerja
dan Transmigrasi
Barrie, Donald S. Dan Boyd C., Jr., Paulson. 1995. Manajemen Konstruksi
Profesional(Sudinarto, Ed.). Jakarta: Erlangga.
Labib, Syahrul. 2012. Evaluasi Penerapan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)
Bagi Pekerja pada Proyek Bangunan Tinggi di Wilayah Kota Malang. Skripsi
tidak diterbitkan. Malang: Fakultas Teknik UM.
http://sentraltraining.com/training-petugas-pertolongan-pertama-pada-kecelakaan-p3k-
bersertifikasi-bnsp/
https://primamoklet.wordpress.com/2010/07/16/makalah-tentang-fungsi-uu-k3/
31
http://adicandahar.blogspot.co.id/2010/11/keselamatan-dan-kesehatan-kerja-k3.html
http://sistemmanajemenkeselamatankerja.blogspot.co.id/2013/11/kumpulan-perundang-
undangan-k3.html
LAMPIRAN
2. Peraturan apakah yang berlaku pada saat zaman Hindia Belanda mengenai Kesehatan dan
Keselamatan Kerja (K3)?
a. UndangUndang Keselamatan Kerja No.1 Tahun 1970
b. Peraturan Menteri Tenaga Kerja RI No. Per-05/MEN/1966
c. Sistem manajemen keselamatan dan kesehatan kerja
d. Veiligheids Reglement
e. ILO Convention No. 81
Kunci Jawaban: d
3. Apa tahapan yang terjadi setelah perkembangan desain peralatan yang aman dan nyaman
digunakan untuk si pengguna pada zaman manusia batu dan goa?
a. Perkembangan kesehatan kerja dan sanitasi lingkungan
b. Pergeseran konsep K3
c. Perkembangan dibidang kualitas gizi pada perusahaan makanan
d. Pengadaan program asuransi
e. Pergeseran sistem K3
Kunci Jawaban: a
4. Dari peraturan pemerintah di bawah ini, manakah peraturan pemeintah yang mengatur
tentang pengaturan dan pengawasan keselamatan kerja di bidang pertambangan?
a. Peraturan Pemerintah No. 11 tahun 1979
b. Peraturan Pemerintah No. 19 tahun 1973
c. Peraturan Pemerintah No. 19 tahun 1979
d. Peraturan Pemerintah No. 11 tahun 1973
e. Peraturan Pemerintah No. 19 tahun 1979
Kunci Jawaban: b
5. Dari jabatan berikut, manakah posisi yang bukan dibawahi oleh direktur?
a. Pegawai pengawas
b. Karyawan perusahaan
32
c. Ahli K3
d. Panitia Banding
e. Panitia Pengawasan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (P2K3)
Kunci Jawaban: b
6. Siapakah yang bertugas sebagai Menteri Tenaga Kerja yang melakukan pengawasan
pelaksanakan umum terhadap Undang-undang K3?
a. Direktur pengawasan
b. Pegawai pengawas
c. Ahli K3
d. Panitia Banding
e. Panitia Pengawasan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (P2K3)
Kunci Jawaban: a
8. Diwah ini, manakah yang bukan termasuk isi dari Peraturan Menteri Tenaga Kerja RI No.
Per-05/MEN/1966?
a. Komitmen dan Kebijakan
b. Perencanaan
c. Penerapan
d. Pengukuran dan evaluasi
e. Kerjasama
Kunci Jawaban: e
9. Bagaimanakah Manfaat Training Petugas Pertolongan Pertama Pada Kecelakaan (P3K)
Bersertifikasi BNSP?
a. mampu mengembangkan sistem P3K ditempat kerja
b. Mengenal Dasar Hukum K3 Indonesia
c. Sehat jasamani dan rohani
d. Mampu berorganisasi
e. Mudah mencari pekerjaan
Kunci Jawaban : a
10. Menurut Basir Barthos (2001: 150) upaya-upaya apa yang dapat dilakukan dalam hal
mengurangi penyakit akibat kerja?
a. Penambahan gaji
b. Mengadakan karya wisata
c. Pengaturan Jam Kerja
d. Memperbanyak libur
Kunci jawaban : c
33
Essay
35
3. Bagaimana para pegawai memperoleh keadilan upah dari perusahaan?
Jawaban:
Para pekerja berhak mendapatkan upah dari perusahaan secara adil sesuai dengan
pekerjaan yang dilakukan dan dapat mencukupi kebutuhan sehari-hari para pekerja.
36