You are on page 1of 10

MAKALAH

PRAKTIKUM FARMAKOTERAPI GANGGUAN KULIT, TULANG DAN


SENDI, MATA, THT, SYARAF DAN PSIKIATRI
SEMESTER IV TAHUN AKADEMIK 2017/2018

Synthesis and anticonvulsant activity of subtituted thiourea derivatives


Oleh :
Florencia Irena K 260110160122
Rusydina Sabila 260110160123
Marcellino 260110160124
Ega Megawati 260110160125
Nita Rahmasari 260110160126
Nabilah 260110160127
Hafiz Firnandi 260110160128
Aslam Nur Fikri 260110160129
Sri Indrayani 260110160130

LABORATORIUM FARMAKOLOGI DAN TOKSIKOLOGI


DEPARTEMEN FARMAKOLOGI DAN FARMASI KLINIK
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS PADJADJARAN
2018
DAFTAR ISI

halaman
DAFTAR ISI .................................................................................................................I

BAB I PENDAHULUAN ............................................................................................ 1

LATAR BELAKANG ............................................................................................... 1

IDENTIFIKASI MASALAH .................................................................................... 1

TUJUAN PENELITIAN ........................................................................................... 1

KEGUNAAN PENELITIAN .................................................................................... 1

METODE PENELITIAN .......................................................................................... 2

LOKASI DAN WAKTU PENELITIAN ................................................................... 2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA................................................................................. 3

BAB III METODE ...................................................................................................... 5

DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................. 7

I
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Thiourea adalah senyawa dengan kandungan sulphur dan nitrogen
yang diduga berguna sebagai obat. Beberapa derivate dari thiourea ini
memiliki aktivitas biofarmasetikal seperti anti-HIV atau antiviral,
antitubercular, analgesic, dan antikanker, serta antikonvulsan. Dalam kurun
waktu 15 tahun ini, telah ditemukan 13 obat antiepileptic baru yang memiliki
keunggulan farmakokinetik dan potensial serta interaksi obat yang baik.
Beberapa antiepileptic drug atau AED ini adalah generasi kedua dari generasi
sebelumnya seperti fenobarbital, fenitoin, karbamazepin, ethosuximida, dan
asam valproic. Namun, penggunaan obat AED generasi kedua ini tidak lagi
efektif akibat efeknya pada pasien yang sudah menurun. Ini yang membuat
AED generasi ketiga perlu dicari dan dibutuhkan.
Senyawa yang diduga memiliki efek antikonvulsan yang baik dan
potensial adalah turunan dari thiourea dan urea yakni N-Ethyl-N’-(3,5-
dimethylpyrazole-4-yl)thiourea (I) dan N-(2-Ethoxyphenyl)-N’-(3,5-
dimethylpyrazole-4-yl)urea (II). Kedua senyawa turunan ini menunjukan yang
baik dalam MES Test dalam ED50 menengah yakni 17,14 dan 17,46 mg/kg.
Dari kedua senyawa, dilakukan pengembangan lebih lanjut pada senyawa I
sehingga didapat turunan dari senyawa tersebut (1a-1l).

B. IDENTIFIKASI MASALAH
1. Apakah senyawa 1a-1l memiliki efek terapi yang lebih baik dari senyawa
I?

1
2. Apakah senyawa 1a-1l dapat dikembangkan lebih lanjut agar memiliki
efek terapi yang lebih baik?

C. TUJUAN DAN KEGUNAAN PENELITIAN


- Tujuan Penelitian:
Mensintesis dan menskrining senyawa turunan dari thiourea yang memiliki
aktivitas lebih baik

- Kegunaan Penelitian:
Menjadi landasan untuk dilakukannya penelitian lebih lanjut terkait senyawa
sintesis
Menjadi acuan teori untuk penelitian pengembangan senyawa turunan

D. METODE PENELITIAN
- Bahan-bahan uji diperoleh dari Merck, Aldrich, dan Fluka.
- Hewan uji yang digunakan adalah tikus Balb/C lelaki dan wanita dewasa
dengan bobot 20-30 gram.
- Pengujian aktivitas dilakukan dengan metode PTZ (sigma) dan MES test.

E. LOKASI DAN WAKTU PENELITIAN


Waktu: April-Mei 2018
Tempat: Laboratorium Farmakologi dan Toksikologi, Universitas Padjadjaran

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Antikonvulsan adalah kelompok obat yang secara khas mengakibatkan


berbagai gejala neuropsikiatrik apabila dosisnya melebihi kisaran teraupetik yang
lazim (David, 2004).
Epilepsi secara fisiologik merupakan suatu gejala akibat lepasnya aktivitas elektrik
yang berlebihan dan periodik dari neuron serbrum yang dapat menimbulkan
hilangnya kesadaran, gerakan involunter, fenomena sensorik abnormal, kenaikan
aktivitas otonom dan berbagai gangguan psikis (Samekto dan Abdul, 2001).

Thiourea adalah thiokarbamida, hablur tanpa warna, titik leleh 445 K. larut
dalam air panas dan etanol, pereaksi analisis dan zat antara bagi zat farmasi dan zat
celup. Thiourea memiliki rumus molekul (NH2)2CS (Liu J, 2010). Thiourea
digunakan sebagai alternatif pengganti sianida. Thiourea secara relatif tak beracun
dan aman bagi lingkungan. Akan tetapi senyawa ini bersifat karsinogenik (dapat
menimbulkan kanker). Tingkat pelarutan menggunakan thiourea sangat cepat, jauh
lebih cepat dibanding pelarutan sianida.. bisa 4 hingga 5 kali lebih cepat dibanding
proses sianida (Dos Santos, 2008).

Fenobarbital adalah antikonvulsan turunan barbiturat yang efektif dalam


mengatasi epilepsi pada dosis subhipnotis. Mekanisme kerja menghambat kejang
kemungkinan melibatkan potensiasi penghambatan sinaps melalui suatu kerja pada
reseptor GABA, rekaman intrasel neuron korteks atau spinalis kordata mencit
menunjukkan bahwa fenobarbital meningkatkan respons terhadap GABA yang
diberikan secara iontoforetik. Efek ini telah teramati pada konsentrasi fenobarbital
yang sesuai secara terapeutik. Analisis saluran tunggal pada out patch bagian luar
yang diisolasi dari neuron spinalis kordata mencit menunjukkan bahwa fenobarbital
meningkatkan arus yang diperantarai reseptor GABA dengan meningkatkan durasi

3
ledakan arus yang diperantarai reseptor GABA tanpa merubah frekuensi ledakan.
Pada kadar yang melebihi konsentrasi terapeutik, fenobarbital juga membatasi
perangsangan berulang terus menerus; ini mendasari beberapa efek kejang
fenobarbital pada konsentrasi yang lebih tinggi yang tercapai selama terapi status
epileptikus.

Fenobarbital asam 5,5 fenil – etil barbiturat merupakan senyawa organik


pertama yang digunakan dalam pengobatan antikonvulsi, kerjanya membatasi
perjalanan aktivitas bangkitan dan menaikkan ambang rangsang. Fenobarbital masih
merupakan obat antikonvulsi pilihan karena masih efektif dapat diatasi dengan
pemberian stimulasi sentral tanpa mengurangi efek antikonvulsinya (Sulistia G. G.,
2009).
Ada tiga metode yang sering dikutip dalam penentuan harga LD50 dan sebuah
pengukuran variabilitas, yaitu metode Miller dan Tainter (1994), metode Litchfield
and Wilcoxon (1994), dan metode Weil (1952). Metode Miller dan Tainter sangat
sederhanadan hanya membutuhkan standar LD50. Metode Litchfield dan Wilcoxon
juga merupakan sebuah metode grafik, tetapi sedikit lebih kompleks dalam
penggunaan monograf yang dirancang khusus untuk menghindarkan penggunaan
probit dan logaritma. Metode tersebut menghasilkan harga LD50, lereng grafik dari
fungsi respons dosis, dan batas-batas pasti. Metode Weil membutuhkan lebih banyak
perhitungan dari pada metode Miller dan Tainter, tetapi untuk selanjutnya, grafik
masih lurus (Harmita, 2006).

4
BAB III

METODE

A. Alat dan Bahan

Semua bahan-bahan uji diperoleh dari Merck, Aldrich, dan Fluka.

Instrumentasi yang digunakan adalah H-NMR seri DPX-400, mass speektrometer seri
Agilent 1100 MSD dengan fitur elektospray, dan semua senyawa baru telah dianalisis
unsure C, H, dan N nya, serta hasilnya berada dalam range yang sesuai. Instrumentasi
difasilitasi oleh Scientific and Technical Reasearch Council of Turkey, TUBITAK.

B. Preparasi Senyawa 1a-11

0,500 g (3,3 mmol) 4-(Aminophenyl)acetic acid dilarutkan dalam aseton 100o C.


Kemudian, tambahkan ke dalam larutan 5 ml aseton yang mengandung isothiocyanate
(3,3 mmol). Penambahan dibagi menjadi 3 bagian dan dilakukan tiap 30 menit.
Diamkan selama 6-8 jam. Saring padatan yang terbentuk dan lakukan rekristalisasi
dengan asetonitril.

C. Hewan Uji Coba

Hewan uji yang digunakan adalah tikus Balb/C lelaki dan wanita dewasa dengan
bobot 20-30 gram. Tikus ditempatkan dalam kandang sesuai standard laboratorium
umum dengan persediaan makanan dan minuman. Temperature ruangan dan
kelembaban diatur menjadi 22 + 1o C dan 60%. Setiap 12 jam (pukul 8 pagi dan 8
malam) lampu diatur agar sesuai dengan siklus siang-malam. Semua test dilakukan
pada fase siang. Setelah 2 hari adaptasi, dipilih secara acak grup tikus untuk
percobaan. Prosedur dari percobaan terhadap hewan ini telah disetujui oleh Animal
Care and Use Commitee of Marmara University (16.04.2009-02.2009.mar).

5
D. Uji Aktivitas Antikonvulsan

Pengujian dilakukan dengan metode PTZ (Sigma) dan MES Test. Semua senyawa
yang disintesis disuspensikan dalam 0,5% methyl cellulose dan diadministrasikan
dalam dosis 50 mg/kg. ED50 dan CC50 dihitung menggunakan metode dari Litchfield
and Wilcoxon. Analisis statistic dievaluasi dengan ANOVA Prism 3.0. (GraphPad
Software, San Diego, USA).

E. Bagian dari Uji Aktivitas Antikonvulsan


- PTZ Test

Tikus sebagai grup kontrol diberikan saline dan carbamazepine dengan


volume yang sama dengan tikus percobaan. 30 menit setelah pemberian
senyawa, semua tikus diinjeksi dengan PTZ 60mg/kg secara intraperitoneal
dan diamati selama 15 menit. Respon motorik berkisar antara 1-5 dengan:

1 : tidak ada pergerakan


2 : kepala berkedut dan menyentak (Myoclonic Jerks atau MKJ)
3 : kejang pada tubuh bagian atas
4 : perubahan posisi tubuh
5 : kejang tubuh
- MES Test

MES Test dilakukan 30 menit setelah pemberian senyawa uji. Elektroda


untuk dialirkan arus listrik dipasangkan pada telinga tikus dan tikus
dibaringkan secara telentang dengan ekor tidak dibiarkan bebas. 25 mA
kemudian diaruskan untuk memberikan tikus electroshock.

6
DAFTAR PUSTAKA

Dos Santos L., Lima LA, Cechinel-Filho V, Correa R, Buzzi FC, Nunes RJ. 2008.
Synthesis of New 1-phenyl-3-{4-[(2E)-3-phenylprop-2-enoyl]phenyl}-
thiourea and urea derivatives with anti-nociceptive activity. Bioorg Med
Chem. Vol. 16: 8526-8534.

Harmita dan Maksum Radji. 2006. Buku Ajar Analisis Hayati. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC.
Liu J, Song B, Fan H, Bhadury PS, Wan W, Yang S, Xu W, Wu J, Jin L, Wei X, Hu
D, Zeng S. 2010. Synthesis and in vitro study of pseudo-peptide thioureas
containing α-aminophosphonate moiety as potential antitumor agents. Eur J
Med Chem. Vol 45(11): 5108-5112.

Samekto Wibowo & Abdul Gofir. 2001. Farmakologi dalam Neurologi. Jakarta :
Salemba Medika.
Sulistia Gan Gunawan. 2009. Farmakologi dan Terapi, 5th edition. Jakarta: FK
Universitas Indonesia.

7
8

You might also like