You are on page 1of 3

Abu Dzaarr RA meriwayatkan bahwa Rasulullah pernah bersabda :” Jika salah seorang

diantara kalian marah dan ia dalam posisi berdiri, maka hendaknya ia segera duduk,
maka kemarahannya akan hilang. Namun jika kemarahan itu tidak reda, maka
hendaknya ia berbaring”. Rasulullah juga menganjurkan para sahabat agar berwudhu’
untuk mengendalikan emosi kemarahan. Diriwayatkan dari Urwah bin Muhammad as-
Sa’di RA, Rasulullah bersabda : “ Marah itu berasal dari setan, setan itu diciptakan dari
api. Adapun api dapat dipadamkan dengan air, maka jika seseorang diantara kalian
marah, hendaknya segera berwudhu’.” Hadis ini menguatkan kebenaran ilmu
kedokteran yang menyatakan bahwa air dingin dapat meredakan tekanan darah karena
emosi, sebagaimana air dapat meredakan ketegangan otot dan syaraf. Oleh karena itu,
mandi dapat dijadikan penawar untuk mengobati penyakit kejiwaan. Disamping itu,
Rasulullah juga terbiasa menganjurkan para sahabat yang sedang dikuasai rasa
amarah untuk mengalihkan perhatian pada aktifitas lain yang memungkinkan seseorang
lupa akan rasa amarahnya ataupun merasa lelah sehingga ia tidak lagi memiliki tenaga
untuk melampiaskan kemarahannya.

Seseorang yang dalam kondisi marah ( dan semua emosi yang menekan ) akan
mengakibatkan daya pikir menjadi melemah. Oleh karena itulah Rasulullah melarang
orang dalam kondisi seperti itu untuk memutuskan suatu perkara ( hukum ). Dari Abu
Bakar RA, ia mengatakan bahwa ia pernah mendengar Rasulullah bersabda :
“Janganlah seseorang diantara kalian menentukan suatu hukum pada kedua pihak
yang sedang berselisih dalam keadaan marah”. Begitu pula emosi cinta, ia dapat
menyebabkan lemahnya daya pikir seseorang. Dari Abu Darda RA : “Kecintaanmu
terhadap sesuatu dapat menyebabkan kamu buta dan tuli”.

Al-Quran mengajarkan manusia untuk memaafkan kesalahan saudaranya yang berbuat


kesalahan. Allah SWT menyayangi orang-orang yang demikian dan menjanjikan pahala
yang besar sebagai imbalan bagi mereka.

“………maka maafkanlah mereka dan biarkanlah mereka, sesungguhnya Allah


menyukai orang-orang yang berbuat baik.(QS.Al-Maidah(5):13).

Namun bila seseorang bersikokoh ingin membalas, tidak diperkenankan membalas


dengan yang lebih keras dari yang diterimanya dan Allah lebih menyayangi mereka
yang menahan diri.

“Dan jika kamu memberikan balasan, maka balaslah dengan balasan yang sama
dengan siksaan yang ditimpakan kepadamu. Akan tetapi jika kamu bersabar,
sesungguhnya itulah yang lebih baik bagi orang-orang yang sabar.(QS.An-
Nahl(16):126).

Dan dengan memperbanyak berzikir mengingat Allah SWT hati akan menjadi tenang
terlepas dari emosi amarah dan segala emosi yang tidak terkendali.
“(yaitu)orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tenteram dengan
mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingati Allah-lah hati menjadi
tenteram”.(QS.Ar-Raad(13):28).

Al-Khazin menjelaskan, kata al-kazhm berarti menahan sesuatu ketika sesuatu itu telah penuh.
Dengan demikian, ungkapan al-kâzhimîn al-ghayzh memberikan makna bahwa ketika seseorang
dipenuhi oleh kemarahan, maka kemarahan itu hanya tertahan dalam rongga perutnya; tidak
ditampakkan dalam ucapan dan perbuatan; tetap bersabar dan diam atasnya. Artinya, ayat ini
mengandung makna, “Mereka menahan diri untuk melampiaskan kemarahannya dan mampu
menahan kemarahan hanya dalam rongga perutnya. Ini adalah salah satu jenis sifat sabar dan
al-hilm (sabar, murah hati).”[3]

Sifat demikian juga digambarkan dalam QS al-Syura [42]: 37.

Perasaan marah tentu amat manusiawi. Apalagi kepada orang yang berbuat salah dan jahat. Akan
tetapi, Islam mengajarkan, tidak sepatutnya seorang Muslim melampiaskan kemarahannya.
Apalagi, pelampiasan kemarahan itu dapat mengantarkan pelakunya menabrak ketentuan
syariah. Menahan marah jauh lebih baik daripada melampiaskannya.

Imam Muslim meriwayatkan dari Abu Hurairah bahwa suatu saat ada seorang laki-laki yang
datang kepada Rasulullah saw. untuk meminta nasihat. Beliau pun bersabda, “Lâ
taghdhab (Jangan marah)!” Ketika pertanyaan itu diulangi, Beliau pun memberikan jawaban
yang sama. Dengan demikian, menahan marah merupakan akhlak terpuji yang diperintahkan.
Sebagai balasannya, pelakunya dijanjikan mendapat pahala yang amat besar. Sahal bin Muadz,
dari Anas al-Jahni, dari bapaknya, menuturkan bahwa Rasulullah saw. pernah bersabda:

ِ ‫ي ْال ُح‬
‫ور شَا َء‬ ِ ِ‫وس ْال َخالَئ‬
ِِّ َ‫ق َحتَّى يُ َخ ِي َِّرهُ فِي أ‬ ِ ‫ظا َوه َُو يَ ْست َِطي ُع أ َ ْن يُ َن ِ ِّفذَهُ دَ َعاهُ هللاُ يَ ْو َم ْال ِقيَا َم ِة َعلَى ُر ُء‬
ً ‫ظ َم َغ ْي‬
َ ‫َم ْن َك‬

“Siapa saja yang menahan marah, padahal dia mampu melampiaskannya, maka Allah akan
memanggilnya pada Hari Kiamat di atas kepala para makhluk hingga dipilihkan baginya
bidadari yang dia sukai (HR at-Tirmidzi, Abu Dawud dan Ibnu Majah)”.

Berkenaan dengan marah, Islam tak hanya memerintahkan umatnya untuk menahannya. Lebih
dari itu, syariah juga mengajarkan metode untuk meredakan kemarahan. Rasulullah saw.
bersabda:

ْ ‫ب أ َ َحد ُ ُك ْم فَ ْليَت ََوضَّأ‬ ِ ‫اء فَإِذَا َغ‬


َ ‫ض‬ ُ َّ‫طفَأ ُ الن‬
ِ ‫ار بِ ْال َم‬ ْ ُ ‫ار َوإِنَّ َما ت‬ َ ‫ش ْي‬
ِ َّ‫طانَ ُخلِقَ ِم ْن الن‬ َّ ‫ان َوإِ َّن ال‬
ِ ‫ط‬َ ‫ش ْي‬
َّ ‫ب ِم ْن ال‬ َ َ‫إِ َّن ْالغ‬
َ ‫ض‬

“Sesungguhnya marah itu dari setan dan sesungguhnya setan itu diciptakan dari api, sementara
api bisa dipadamkan oleh air. Karena itu, jika salah seorang di antara kalian sedang marah,
hendaklah dia berwudhu (HR Abu Dawud dari Athiyah)”.

Rasulullah saw. juga bersabda:

‫ط ِج ْع‬ ْ َ‫ضبُ َوإِالَّ فَ ْلي‬


َ ‫ض‬ َ َ‫َب َع ْنهُ ْالغ‬ ْ ‫ب أ َ َحد ُ ُك ْم َوه َُو قَائِ ٌم فَ ْليَجْ ِل‬
َ ‫س فَإ ِ ْن ذَه‬ ِ ‫إِذَا غ‬
َ ‫َض‬
“Apabila salah seorang di antara kalian sedang marah dalam keadaan berdiri, hendaklah dia
duduk jika kemarahan itu dapat hilang. Apabila (kemarahan) itu tidak hilang, hendaklah dia
berbaring (HR Abu Dawud dari Abu Dzar)”.

You might also like