You are on page 1of 19

Hubungan Faktor Genetik dan Otitis Media Supuratif Kronik

Yenny Agustina

ABSTRAK

Otitis media supuratif yang kronik atau OMSK merupakan proses peradangan yang
disebabkan oleh infeksi mukoperiosteum pada rongga telinga tengah yang ditandai oleh
perforasi membran timpani, keluarnya sekret yang terus menerus atau hilang timbul, dan
dapat menyebabkan perubahan patologik yang permanen. Kejadian OMSK, dengan atau
tanpa komplikasi, merupakan penyakit telinga tengah umum di negara-negara berkembang.
Menurut survei yang dilakukan pada tujuh provinsi di Indonesia ditemukan prevalensi otitis
media supuratif kronis sebesar 3% dari penduduk Indonesia. Diagnosis ditegakkan
berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik. Faktor genetik berperan dalam pengaruh
seorang individu menjadi rentan terhadap timbulnya otitis media. Kolesteatoma adalah suatu
kista epitel yang berisi deskuamasi epitel (keratin).

Kata Kunci : Otitis media supuratif kronik (OMSK), faktor genetik, kolesteatoma

ABSTRACT

Chronic Suppurative Otitis Media (CSOM) process of inflammation due to infection of


middle ear mucoperiousteum which cause the perforation of timpanic membran, the drainage
of ear for at least three months duration, that also could cause middle ear permanent
pathological changes. Prevalence CSOM, with or withour complication is a middle infectious
in developing country. According to a survey conducted in seven provinces in Indonesia
found the prevalence of chronic suppurative otitis media by 3% of the population of
Indonesia. Diagnoses were made from anamnesis and physical examnination. Genetic factors
as in the influence of an individual becomes susceptible to the emergence otitis media.
Keywords : Chronic Suppurative Otitis Media (CSOM), Genetic factor, cholesteatom
PENDAHULUAN

Otitis Media Supuratif Kronis (OMSK) adalah perubahan struktural di telinga tengah yang
berhubungan dengan defek permanen di membran timpani untuk periode waktu lebih dari 3
bulan.1

Otitis media supuratif yang kronik atau OMSK merupakan proses peradangan yang
disebabkan oleh infeksi mukoperiosteum pada rongga telinga tengah yang ditandai oleh
perforasi membran timpani, keluarnya sekret yang terus menerus atau hilang timbul, dan
dapat menyebabkan perubahan patologik yang permanen.2

Otitis Media Supuratif Kronis (OMSK) merupakan penyakit infeksi telinga tengah dan sangat
sering terjadi di Negara berkembang. Di Indonesia, penyakit OMSK dikenal dengan istilah
congek, kopok, toher, curek, teleran, atau telinga berair.3

KEKERAPAN / EPIDEMIOLOGI

Kejadian OMSK, dengan atau tanpa komplikasi, merupakan penyakit telinga umum di
negara-negara berkembang. Beban dunia akibat OMSK melibatkan 65-330 juta orang dengan
telinga berair. Di India, dilaporkan terdapat 17,4% penderita dengan otitis media kronis dari
seluruh penderita yang berobat ke salah satu klinik THT, 15% diantaranya dijumpai
kolesteatoma, dan 5% mengalami komplikasi. Menurut survei yang dilakukan pada tujuh
provinsi di Indonesia ditemukan prevalensi otitis media supuratif kronis sebesar 3% dari
penduduk Indonesia. Insiden OMSK tersebut bervariasi di setiap negara.4

Data yang diperoleh berdasarkan rekam medis yang menderita otitis media supuratif kronik
(OMSK) pada tahun 2011 – 2012 berjumlah 23 orang. Distribusi frekuensi penderita OMSK
meliputi usia, jenis kelamin, telinga yang terinfeksi, jenis perforasi, tipe OMSK, komplikasi
OMSK, hasil kultur laboratorium mikrobiologi, dan uji kepekaan antibiotik.5

Otitis media supuratif kronik dianggap sebagai salah satu penyebab tuli yang terbanyak,
terutama di negara-negara berkembang, dengan prevalensi antara 1-46%. Di Indonesia antara
2,10-5,20%, Korea 3,33% dan Madras India 2,25%. Prevalensi tertinggi didapat pada
penduduk Aborigin di Australia dan bangsa Indian di Amerika Utara. OMSK dapat terjadi
karena infeksi akut telinga tengah gagal mengalami penyembuhan sempurna. Menurut WHO
(2004), OMSK dapat dibedakan dari otitis media akut (OMA) dari pemeriksaan bakteriologi.
Pada OMA dapat disebabkan bakteri Streptococcus pneumoniae, Staphylococcus aureus,
Haemophilus influenzae dan Micrococcus catarrhalis. Pada OMSK dapat disebabkan bakteri
aerob (Pseudomonas aeruginosa, Escherichia coli, S. aureus, Streptococcus pyogenes,
Proteus mirabilis, Klebsiella species) atau bakteri anaerob (Bacteroides, Peptostreptococcus
dan Proprionibacterium).6

Anatomi dan fungsi tuba Eustachius, kolesteatom, faktor lingkungan, genetik berperan dalam
patogenesis OMSK. Otitis media akut (OMA) pada anak-anak memiliki resiko untuk
berlanjut menjadi OMSK. Beberapa penelitian menyebutkan bahwa gejala klinis dan
komplikasi OMSK berhubungan dengan tipe bakteri. Bakteri yang sering ditemukan pada
OMSK adalah P. aeruginosa, S. aureus, S. pyogenes, K. pneumoniae, H. influenzae,
Bacteroides dan Proteus sp.7

Anatomi Telinga Tengah

Telinga Tengah:

Telinga tengah terdiri dari suatu ruang yang terletak antara membran timpani dan kapsul
telinga dalam, tulang-tulang dan otot yang terdapat di dalamnya beserta penunjangnya, tuba
eustachius, dan sistem sel-sel udara mastoid.8

Gambar 1. Telinga
Membran timpani berbentuk bundar dan cekung dapat dilihat dari arah liang telinga dan
terlihat oblik terhadap sumbu liang telinga. Bagian atas disebut pars flaksida, sedangkan
bagian bawah pars tensa. Pars flaksida hanya berlapis dua yaitu bagian luar adalah lanjutan
epitel kulit liang telinga dan bagian dalam dilapisi oleh sel kubus bersilia. Pars tensa
mempunyai satu lapis lagi ditengah yaitu lapisan yang terdiri dari serat kolagen dan sedikit
serat elastin yang berjalan secara radier dibagian luar dan sirkuler pada bagian dalam.
Bayangan penonjolan bagian bawah maleus pada membran timpani disebut sebagai umbo.
Dari umbo bermula suatu reflek cahaya (cone of light) ke arah bawah yaitu pukul 7 untuk
membran timpani kiri dan pukul 5 untuk membran timpani kanan.9

Gambar 2. Membran timpani

Didalam telinga tengah terdapat tulang-tulang pendengaran tersusun yaitu maleus, inkus, dan
stapes. Tulang pendengaran didalam telinga tengah saling berhubungan. Prosesus longus
melekat pada membran timpani, maleus melekat pada inkus, dan inkus melekat pada stapes.
Stapes terletak pada tingkap lonjong yang berhubungan dengan koklea. Tuba eustachius
termasuk dalam telinga tengah yang menghubungkan daerah nasofaring dengan telinga
tengah.9
Gambar 3. Tulang pendengaran dan Membran Timpani

Gambar 4. Tulang Pendengaran

VASKULARISASI

Arteri yang menyuplai membran timpani terutama berasal dari cabang aurikuler A. Maksilaris
interna yang bercabang-cabang dibawah lapisan kulit dan dari cabang stilomastoid
a.aurikularis posterior dan cabang timpani a. Maksilaris yang memperdarahi bagian mukosa.
Vena yang letaknya superficial yang bermuara ke v.jugularis eksterna sedangkan vena yang
lebih dalam bermuara sebagian ke sinus transversus, sebagian ke vena-vena duramater dan
sebagian ke pleksus di tuba eustachius, a. Timpani anterior, yang merupakan cabang a.
Maksilaris dan memperdarahi bagian anterior kavum timpani termasuk mukosa membran
timpani, a. Aurikularis profuna cabang dari a.maksilaris interna menembus tulang rawan
untuk memperdarahi permukaan luar membran timpani. A. Petrosus superior superasialis dan
a.timpani superior cabang dari a.meningea media memperdarahi bagian superior kavum
timpani.10

INERVASI

Persarafan sensoris bagian luar membran timpani, meurpakan terusan dari persarafan sensoris
kulit liang telinga N. Aurikulotemporalis mengurus bagian posterior dan inferior membran
timpani, sedangkan bagian anterior dan superior diurus oleh cabang aurikuler n. Vagus,
persarafan sensoris permukaan dalam mebran timpani (mukosa) oleh n.jacobson yaitu cabang
timpani n.glosofaringeus. Saraf sensoris kavum timpani terutama oleh pleksus timpani
cabang dari n.glosofaringeus. Persarfan simpatis berasl dari pleksus saraf simpatis karotis
interna, persarafan simpatis terutama berfungsi saat vaskularisasi dan memiliki efek
vasokontriksi. Muskulus stapedius dipersarafi oleh n. Fasialis, akan berkontraksi bila ada
suara keras. Muskulus tensor timpani dipersarafi N.VII, bila kontraksi akan menarik maleus
ke medial sehingga membran timpani lebih tegang.10

FISIOLOGI

Getaran suara ditangkap oleh daun telinga dan mengenai membran timpani, sehingga
membran timpani bergetar. Getaran ini diteruskan ke tulang-tulang pendengaran yang
berhubungan satu sama lain. Selanjutnya stapes menggerakan foramen ovale yang juga
menggerakan perilimf dalam skala vestibuli. Getaran diteruskan melalui membran Reissner
yang mendorong endolimf dan membran basal kearah bawah, perilimf dalam skala timpani
akan bergerak sehingga foramen rotundum terdorong kearah luar. Skala media yang menjadi
cembung mendesak endolimf dan mendorong membran basal, sehingga menjadi cembung
kebawah menggerakan perilimf pada skala timpani. Pada waktu istirahat ujung sel rambut
berkelok-kelok, dan dengan berubahnya membran basal ujung sel rambut menjadi lurus.
Rangsangan fisik tadi diubah oleh adanya perbedaan ion kalium dan ion natrium menjadi
aliran listrik yang akan diteruskan ke cabang-cabang N.VII, yang kemudian meneruskan
rangsangan ke pusat sensorik pendengaran di otak (area 39-40) melalui saraf pusat yang ada
di lobus temporalis.11
Otitis Media Supuratif Kronik (OMSK) adalah perubahan struktural di telinga tengah yang
berhubungan dengan defek permanen di membran timpani untuk periode waktu lebih dari 3
bulan.1

Otitis Media Supuratif Kronik (OMSK) dahulu disebut otitis media perforata (OMP) atau
dalam sebutan sehari-hari congek. Yang disebut otitis media supuratif kronik adalah infeksi
kronik di telinga tengah dengan perforasi membran timpani dan sekret yang keluar dari
telinga tengah terus menerus atau hilang timbul.12

Gambar 5. Telinga tengah Normal dan Telinga tengah terkena otitis media

FAKTOR PREDISPOSISI

Terjadi OMSK hampir selalu dimulai dengan otitis media berulang pada anak, jarang dimulai
setelah dewasa. Faktor infeksi biasanya berasal dari nasofaring mencapai telinga tengah
melalui Tuba Eustachius.2

Faktor penyebab OMSK antara lain 2,4,5,8:

a. Lingkungan
Hubungan penderita OMSK dan faktor sosial ekonomi, dimana sekelompok
sosioekonomi rendah memiliki insiden yang tinggi.
b. Genetik
Faktor genetik masih diperdebatkan sampai saat ini.
c. Infeksi
Bakteri yang terutama dijumpai adalah Gram-negatif
d. Otitis media sebelumnya
Secara umum, dikatakan otitis media kronismerupakan kelanjutandari otitis media
akut
e. Infeksi Saluran Nafas Atas
Banyak penderita mengeluh sekret telinga sesudah terjadi infeksi saluran nafas atas
f. Gangguan Tuba Eustachius
Dimana tuba eustachius sering tersumbat oleh edema.

PATOFISIOLOGI

Beberapa faktor yang menyebabkan Otitis Media Akut (OMA) menjadi OMSK adalah terapi
yang terlambat diberikan, terapi yang tidak adekuat, virulensi kuman tinggi, daya tahan tubuh
pasien rendah (gizi kurang), dan higiene buruk.9

Menurut Bluestone dan Klein menjelaskan patofisiologi telinga tengah sebagai berikut : (1)
ketidakseimbangan pengaturan tekanan telinga tengah yang disebsbkan oleh obstruksi
anatomis intralumen, perilumen dan peritubal. Dapat pula disebabkan kegagalan mekanisme
pembukaan tuba; (2) hilangnya fungsi proteksi tuba eustachius disebabkan karena patensi
tuba yang abnormal, tuba yang pendek dan tekanan udara dalam kavum timpani-nasofaring
yang tidak normal; (3) ketidakseimbangan fungsi drainase tuba eustachius.13

PATOGENESIS

Patogenesis OMSK adalah multifaktoral. Faktor Lingkungan, genetik, anatomi dan


karakteristik Tuba Eustachius.8

Menurut Fliss et al yang dikutip dari M.Verhoeff et al mendapatkan adanya riwayat OMA,
kondisi keluarga dengan banyak anak. Anak-anak ditempat penitipan umum memiliki faktor
resiko yang signifikan untuk terjadi OMSK. A.O Lasisi melaporkan bahwa faktor yang
berperan pada OMSK adalah status sistem imun, faktor anatomi, dan adanya OMA
sebelumnya.8

Mekanisme pertahanan telinga tengah berhubungan dengan anatomi dan karakteristik Tuba
eustachius. Tuba Eustachius memiliki 3 fungsi utama yaitu : (1) proteksi telinga tengah
terhadap perubahan tekanan di nasofaring; (2) drainase sekresi telinga tengah ke nasofaring;
(3) ventilasi telinga tengah untuk menjaga keseimbangan tekanan udara di telinga tengah
dengan tekanan atmosfer. Gangguan pada fungsi Tuba Eustachius menyebabkan inflamasi
telinga tengah. Anatomi Tuba Eustachius pada anak-anak berdiamter lebih kecil dan lebih
horizontal dibandingkan pada dewasa.8

Infeksi akut telinga tengah atau OMA akibat gangguan fungsi tuba dan karakteristik anatomi
tuba dapat terjadi dalam 4 stadium yaitu hiperemis, eksudasi, supurasi, resolusi. Pada keadaan
supurasi dapat terjadi perforasi membran timpani dan terdapat otore. Apabila tidak terjadi
resolusi yang sempurna, akan terjadi perforasi membran timpani persisten sehingga OMA
berlanjut menjadi OMSK.8

KLASIFIKASI

OMSK dapat dibagi atas 2 jenis yaitu : (1) OMSK tipe aman/ tipe benigna; (2) OMSK tipe
bahaya/ tipe maligna. Berdasarkan aktivitas sekret yang keluar dikenal dengan OMSK aktif
dan OMSK tenang. OMSK aktif adalah OMSK dengan sekret yang keluar dari cavum
timpani secara aktif, sedangkan OMSK tenang adalah keadaan kavum timpani terlihat basah
atau kering. Proses peradangan pada OMSK tipe aman terbatas pada mukosa saja, dan
biasanya tidak mengenai tulang. Perforasi terletak di sentral. Umumnya OMSK tipe aman
jarang menimbulkan komplikasi yang berbahaya. Pada OMSK tipe aman tidak terdapat
kolesteatoma. Yang dimaksud dengan OMSK tipe bahaya/tipe maligna adalah OMSK yang
disertai dengan kolesteatoma. OMSK ini dikenal dengan OMSK tipe tulang. Perforasi pada
OMSK tipe bahaya terletak di marginal atau atik, kadang-kadang terdapat juga kolesteatoma
pada OMSK dengan perforasi subtotal.9

OMSK dibagi menjadi 2 tipe yaitu OMSK tipe aman dan OMSK tipe bahaya. OMSK tipe
aman disebut juga tipe tubotimpanik karena sering didahului oleh gangguan fungsi tuba. Pada
OMSK tipe aman tidak terdapat kolesteatoma sehingga tidak menimbulkan komplikasi yang
berbahaya. OMSK tipe bahaya disebut juga tipe antikoantral atau chronic suppurative otitis
media with cholesteatom. Kolesteatom bersifat erosi pada tulang sehingga menimbulkan
komplikasi yang berbahaya.7

Gambar 6. Tipe Aman/ Benigna


Gambar 7. Tipe Bahaya/ Maligna

Gambar 8. Jenis Perofrasi membran timpani

GEJALA DAN TANDA KLINIS

Gejala yang paling utama adalah otorea yang berbau dan juga penurunan pendengaran. 2
OMSK ditandai dengan adanya ottorhea yang bersifat purulen atau mukoid, vertigo,
gangguan pendengaran dan otalgia.10 OMSK tipe bahaya seringkali menimbulkan komplikasi
yang berbahaya, maka perlu ditegakkan diagnosis dini. Beberapa tanda klinik dapat menjadi
pedoman akan adanya OMSK tipe bahaya yaitu : perforasi pada marginal atau pada atik. Pada
kasus yang sudah lanjut dapat terlihat abses atau fistel retroaurikular (belakang telinga),
polip atau jaringan granulasi di liang telinga luar yang berasal dari dalam telinga tengah,
terlihat kolesteatoma pada telinga tengah, sekret berbentuk nanah dan berbau khas.9

Gejala Klinis :

a. Telinga berair
OMSK mengakibatkan telinga berair dengan sekret yang kental, berbau busuk.
b. Gangguan pendengaran
Gangguan pendengaran pada penderita OMSK sebagian besar adalah konduktif
namun dapat pula bersifat campuran.
c. Perdarahan
Gejalan ini timbul jika terdapat granulasi atau polip dari telinga tengah.
d. Nyeri telinga
Nyeri telinga bisa terjadi akibat komplikasi intrakranial seperti abses di epidural,
subdural maupun otak.
e. Sakit kepala
Gejala ini disebabkan oleh komplikasi intrakranial.
f. Kelumpuhan wajah
Gejala ini merupakan indikasi erosi kanalis fasialis.

Tanda Klinis :

a. Perforasi
Dijumpai pada atik, bisa tidak terlihat disebabkan adanya sekret telinga.
b. Kolesteatoma
Setelah pembersihan dengan suction dan pemeriksaan dibawah mikroskop, tanda ini
merupakan bagian penting dari pemeriksaan klinis dan penilaian jenis OMSK.
c. Jaringan Granulasi
Tanda ini terjadi akibat inflamasi mukosa telinga tengah dan bisa meluas hingga ke
liang telinga.

DIAGNOSIS

Diagnosis pada OMSK ditegakkan dengan cara6,9:

A. Anamnesis
Penyakit telinga kronis biasanya terjadi perlahan-lahan dan penderita seringkali
datang dengan gejala-gejala sudah lengkap. Gejala yang paling sering dijumpai adalah
telinga berair, adanya sekret di liang telinga.
B. Gejala Klinis
Ada beberapa gejala klinis yang menyebabkan pasien berobat ke pelayananan
kesehatan, antara lain :
i. Telinga berair (ottorhoe), sekret bersifat purulen (kental, putih) atau
mukoid (seperti air, dan encer)
ii. Gangguan pendengaran, tergantung dari derajat kerusakan tulang-tulang
pendengaran.
iii. Otalgia (nyeri telinga)
iv. Vertigo,Muka mencong, abses, fistula, sindrom granigo, abses bezold.
C. Pemeriksaan Otoskopi
Pemeriksaan otoskopi akan menunjukkan adanya dan letak perforasi. Dari perforasi,
dapat menilai kondisi mukosa telinga tengah.
D. Pemeriksaan Penala
Pemeriksaan Penala adalah pemeriksaan sederhana untuk mengetahui adanya
gangguan pendengaran.
E. Pemeriksaan Audiologi
Evaluasi audiometri, pembuatan audiogram nada murni untuk menilai hantaran tulang
dan udara, penting untuk mengevaluasi tingkat penurunan pendengaran untuk
menentukan gap udara dan tulang.
F. Pemeriksaan Radiologi
Radiologi konvensional, foto polos radiologi, posisi Schuller berguna untuk menilai
kasus kolesteatoma, sedangkan pemeriksaan CT scan dapat lebih efektif menunjukkan
anatomi tulang temporal dan kolesteatoma. CT Scan merupakan pemeriksaan penting
sebelum dilakukan operasi pada setiap kasus infeksi telinga tengah dengan
komplikasi. MRI lebih baik daripada CT Scan dalam menunjukkan kolesteatoma,
namun kurang memberikan informasi tentang keadaan pertulangan.

PENATALAKSANAAN

Terapi OMSK tidak jarang memerlukan waktu lama,, serta harus berulang-ulang. Sekret yang
keluar tidak cepat kering atau selalu kambuh lagi. Keadaan ini antara lain disebabkan oleh
satu atau beberapa keadaan, yaitu (1) adanya perforasi membran timpani yang permanen,
sehingga telinga tengah berhubungan dengan bagian luar; (2) terdapat sumber infeksi di
faring, nasofaring dan hidung, sinus paranasal; (3) sudah terbentuk jaringan patologik yang
irreversibel dalam rongga mastoid, dan (4) gizi dan higiena yang kurang.11

Prinsip terapi OMSK tipe aman ialah konservatif atau dengan medikamentosa. Bila sekret
yang keluar terus menerus, maka diberikan obat pencuci telinga, berupa larutan H 2O2 3%
selama 3-5 hari. Setelah sekret berkurang, maka terapi dilanjutkan dengan memberikan obat
tetes telinga yang mengandung antibiotika dan kortikosteroid. Secara oral, diberikan
antibiotika dari golongan ampisilin atau eritromisin (bila pasien alergi terhadap ampisilin).
Pada infeksi yang dicurigai karena penyebabnya telah resisten terhadap ampisilin dapat
diberikan ampisilin asam klavulanat.11

Bila sekret telah kering, tetapi perforasi masih ada setelah diobservasi selama 2 bulan, maka
idealnya dilakukan miringoplasti atau timpanoplasti. Operasi ini bertujuan untuk
menghentikan infeksi secara permanen, memperbaikin membran timpani yang perforasi,
mencegah terjadinya komplikasi atau kerusakan pendengaran yang lebih berat, serta
memperbaiki pendengaran.11
Bila terdapat sumber infeksi yang menyebabkan sekret tetap ada, atau terjadinya infeksi
berulang, maka sumber infeksi itu harus diobati terlebih dahulu, mungkin juga perlu
melakukan pmebedahan, misalnya adenoidektomi dan tonsilektomi.11

Prinsip terapi OMSK tipe bahaya adalah pembedahan, yaitu mastoidektomi. Jadi, bila
terdapat OMSK tipe bahaya, maka terapi yang tepat adalah dengan melakukan mastoidektomi
dengan atau tanpa timpanoplasti. Terapi konservatif dengan medikamentosa hanyalah
merupakan terapi sementara sebelum dilakukan pembedahan. Bila terdapat abses
subperiosteal retroaurikular, maka insisi abses sebaiknya dilakukan sendiri sebelum
mastoidektomi.11

Menurut kemenkes 2017, terapi untuk OMSK ialah 12 :

1. Non Medikamentosa
Membersihkan dan mengeringkan saluran telinga dengan kapas lidi atau cottonbud.
Obat cuci telinga dapat berupa NaCL 0,9%, Asam Asetat 2%, Hidrogen Peroksida
3%.
2. Medikamentosa
a. Antibiotik topikal golongan Ofloxacin 2x4 tetes per hari di telinga yang sakit.
b. Antibiotik oral
Dewasa :
Lini pertama : Amoxilin 3x500 mg per hari selama 7hari atau Amoxicilin-Asam
clavulanat 3x500mg per hari selama 7hari atau Ciprofloxacin 2x500mg per hari
selama 7hari.
Lini kedua : Levofloxacin 1x500mg per hari selama 7hari atau Cefadroxil
2x500mg per hari selama 7hari
Anak :
Amoxicilin-Asam Clavulanat 25-50mg/kgbb/hari, dibagi menjadi 3 dosis per hari
atau Cefadroxil 25-50mg/kgbb/hari dibagi menjadi 2 dosis per hari.

KOMPLIKASI

Beberapa penulis mengemukakan klasifikasi komplikasi OMSK yang berlainan, tetapi


dasarnya sama.11

Menurut Adams dkk(1989) mengemukakan klasifikasi sebagai berikut :

a. Komplikasi di telinga tengah :


1. Perforasi membran timpani persisten
2. Erosi tulang pendengaran
3. Paralisis nervus fasialis

Menurut Souza dkk (1999) membagi menjadi

a. Komplikasi intratemporal
1. Komplikasi ditelinga tengah
- Paresis nervus fasialis
- Kerusakan tulang pendengaran
- Perforasi membran timpani
b. Komplikasi ekstratemporal
1. Komplikasi intrakranial
- Abses ekstradura
- Abses subdura
- Abses otak
- Meningitis
- Tromboflebitis sinus lateralis
- Hidrosefalus otikus
2. Komplikasi Ekstrakranial
- Abses retroaurikular
- Abses Bezold’s
- Abses zigomatikus

Menurut kemenkes 2017, komplikasi pada OMSK ada 2 yaitu 12:

1. Komplikasi intratemporal
- Labirinitis
- Pareses nervus fasialis
- Hidrosefalus otik
- Petrositis
2. Komplikasi intrakranial abses ( subsperiosteal, epidural, perisinus, subdural, otak),
trombosis sinus lateralis, sereberitis.

RENCANA TINDAK LANJUT

Respon atas terapi di evaluasi setelah pengobatan selama 7hari. 12

KONSELING DAN EDUKASI

1. Menjaga kebersihan telinga dan tidak mengorek-ngorek telinga dengan benda tajam.
2. Menjaga agar telinga tidak kemasukan air.
3. Menjelaskan bahwa penyakit ini merupakan penyakit infeksi sehingga dengan
penanganan yang tepat dapat disembuhkan tetapi bila dibiarkan dapat mengakibatkan
kehilangan pendengaran serta komplikasi lainnya. 12
PROGNOSIS

Baik jika diterapi yang adekuat. 12

KRITERIA RUJUKAN

OMSK akan dirujuk ketika 12 :

1. Delirium, letargi, pusing, mual, muntah


2. OMSK tipe bahaya
3. Tidak ada perbaikan atas terapi yang dilakukan
4. Terdapat komplikasi ekstrakranial maupun intrakranial
5. Perforasi menetap setelah 2 bulan telinga kering

FAKTOR GENETIK

Faktor genetik berperan dalam pengaruh seorang individu menjadi rentan terhadap timbulnya
otitis media. Dalam sebuah studi di Norwegia yang meneliti pada 2750 orang menyimpulkan
bahwa kemungkinan otitis media diturunkan adalah 74% pada perempuan dan 45% pada laki-
laki. Gen HLA-A2 dinyatakan berhubungan dengan Otitis Media Supuratif Kronik. OMSK
dan faktor genetik sering dikaitkan karena berhubungan dengan luasnya sel mastoid. Sistem
sel-sel udara mastoid lebih kecil pada penderita otitis media dan karena atopi.14

KOLESTEATOMA

Kolesteatoma adalah suatu kista epitel yang berisi deskuamasi epitel (keratin). Istilah
kolesteatoma mulai diperkenalkan oleh Johanes Muller pada tahun 1838 karena disangka
kolesteatoma merupakan tumor, yang ternyata bukan.10

PATOGENESIS

Patogenesis kolesteatoma banyak teori dikemukakan oleh para ahli. Teori tersebut akan lebih
diperhatikan definisi kolesteatoma menurut Gray (1964) yang mengatakan; kolesteatoma
adalah epitel kulit yang berada pada tempat yang salah, atau menurut pemahaman penulis;
kolesteatoma dapat terjadi oleh karena adanya epitel kulit yang terperangkap. Sebagaimana
kita ketahui bahwa seluruh epitel kulit pada tubuh kita berada pada lokasi yang
terbuka/terpapar ke dunia luar. Epitel kulit di liang telinga merupakan suatu daerah Cul-de-
sac sehingga apabila terdapat serumen padat di liang telinga dalam waktu yang lama maka
dari epitel kulit yang berada di medial dari serumen tersebut seakan terperangkap sehingga
membentuk kolesteatoma.10

KLASIFIKASI KOLESTEATOMA

Kolesteatoma dibagi menjadi 2 jenis :

a. Kolesteatoma kongenital yang terbentuk pada masa embrionik dan ditemukan pada
telinga dengan membran timpani utuh tanpa tanda-tanda infeksi. Lokasi kolesteatoma
biasanya di kavum timpani, daerah petrosus mastoid atau cerebellopontin angle.
Kolesteatoma cerebellopontin angle sering ditemukan secara tidak sengaja oleh ahli
bedah saraf.
b. Kolesteatoma akuisital sekunder
Kolesteatoma terbentuk setelah adanya perforasi membran timpani. Kolesteatom
terbentuk sebagai akibat dari masuknya epitel kulit dari liang telinga atau dari pinggir
perforasi membran timpani ke telinga tengah (Teori migrasi) atau terjadi akibat
metaplasi mukosa kavum timpani karena iritasi infeksi yang berlangsung lama (Teori
metaplasia).10

LAPORAN KASUS

Seorang pasien Ny. A usia 61 tahun datang ke poli THT RS. TK II Moh. Ridwan Meuraksa
rujukan dari RS Nayaka pada tanggal 04 Januari 2018 dengan keluhan keluar cairan melalui
telinga kanan sudah 3 minggu dan gatal di kedua telinga. Cairan tersebut berwarna kuning,
berbau, agak kental, berdenyut dan bersifat hilang timbul. Menurut pasien, rasa nyeri (-),
demam (-), riwayat berenang (-), pernah mengkorek-korek telinga dengan cottonbud.
Keluhan pendengaran tidak ada, gejala di hidung dan tenggorok disangkal. Pasien memiliki
riwayat keluar cairan sejak kecil dan saat 2
tahun yang lalu pasien mengalami keluhan
yang serupa. Pasien tidak memiliki riwayat
tinggal atau kerja dilingkungan bising. Pada
orangtua dan kedua anaknya juga mengalami
hal yang serupa keluar cairan. Riwayat alergi, asma, DM disangkal. Pada pemeriksaan fisik,
KU : Baik, Kesadaran : komposmentis kooperatif, Suhu : 36,5 0C, Nadi : 81x/menit, TD :
110/80, RR : 18x/menit. Pemeriksaan telinga, telinga kanan dan kiri pada Aurikula :
deformitas (-), hiperemis (-), edema (-), pada Preaurikula : Hiperemis (-), Edema (-), Nyeri
tekan (-), pada retroaurikula : hiperemis (-), edema (-), nyeri tekan (-), pada Meatus Akustikus
Eksterna : serumen (-) / (+), edema (-), hiperemis (-), otore (+) kuning / (-), pada Membran
timpani : intak (-) / (+), cone of light (-). Pada pemeriksaan fisik yang lain termasuk hidung
dan tenggorok dalam batas normal. Pemeriksaan penala, didapatkan Uji Rinne negatif, Uji
Weber lateralisasi ke kanan, Uji Schwabach kanan memanjang. Pasien didiagosis kerja
dengan OMSK AD dan serumen pada AS. Pasien dilakukan pengambilan serumen pada
telinga kiri dan pemberian cairan cucian telinga H2O2 3% dan antibiotik bagian telinga kanan.

Gambar 9. Hasil Audiometri Pasien

DISKUSI

Pada kasus ini diperoleh informasi yang dapat mendukung mendiagnosis baik dari anamnesa
maupun pemeriksaan fisik yang dilakukan. Dari hasil anamnesa didapatkan : Pasien datang
ke Poli THT dikeluhkan keluar cairan melalui telinga kanan. Cairan keluar sejak 3 minggu ,
cairan tersebut berwarna kuning, berbau, dan hilang timbul. Menurut pasien, rasa nyeri (-),
demam (-), riwayat berenang (-). Keluhan pendengaran tidak ada, gejala di hidung dan
tenggorok disangkal.

Dari hasil pemeriksaan klinis pada telinga didapatkan adanya otore pada telinga kanan dan
dari pemeriksaan otoskop terlihat membran timpani perforasi. Sedangkan pada telinga kiri
hasil pemeriksaan dengan otoskop didapatkan serumen, membran timpani intak. Pada
pemeriksaan hidung dengan menggunakan spekulum tidak ditemukan adanya kelainan.
Begitu pula dengan pemeriksaan tenggorokan tidak tampak adanya kelainan.

Berdasarkan data pasien diatas dapat mengarahkan diagonis kerja yaitu Otitis Media
Supuratif Kronik. Dari data pasien diatas dapat ditemukan faktor predisposisi terjadinya
OMSK pada pasien ini adalah pasien sebelumnya pernah mengalami keluhan serupa. Hal ini
berdasarkan teori mengatakan otitis media kronis merupakan kelanjutan dari otitis media
akut.
Oleh karena itu dapat diberikan edukasi untuk mejaga higiene pada telinga yang merupakan
faktor presdiposisi OMSK dan menjaga keadaan membran timpani selalu kering. Untuk
terapi medikamentosa pada pasien dapat diberikan obat cuci telinga (H 2O2 3%) pada telinga
yang otore. Dan dapat diberikan antibiotik golongan ampisilin atau eritromisin, idealnya
adalah memberikan antibiotik yang sesuai dengan penyebabnya, oleh karena itu diperlukan
pemeriksaan kultur dan uji resistensi dari sekret telinga.

DAFTAR PUSTAKA

1. Nugroho NI, Naftali Z, Muyassaroh. Kualitas hidup penderita otitis media supuratif
kronik. 2013; Vol 2 (1) : 30-32.
2. Pasyah MF, Wijana. Otitis media supuratif kronik pada anak. 2016; Vol 4 No.1.
3. Dewi NP, Zahara D. Characteristic of chronic suppurative otitis media. 2013; Vol.1
No.1.
4. Asroel HA, Siregar DR, Aboet A. Profil penderita otitis media supuratif kronis. 2013;
Juli; Vol. 7 No.12.
5. Paparella MM, Adaams GL, Levine SC. Penyakit telinga dan mastoid. Dalam : Boies
Buku Ajar Penyakit THT. Jakarta: EGC; 2014; Edisi 6; 88-118.
6. Lee KJ. “CSOM with or without cholesteatoma.” In : Essential otolaryngology head
and neck surgery. Connecticut : BC Decker; 2013. P.
7. Edward Y, Novianti D. Biofilm pada otitis media supuratif kronik. 2015; Mei; Vol.3 :
68-78.
8. Darsana PCL, Sutanegara SWD, Sucipta IW. Karakteristik penderita otitis media
supuratif kronik. 2012.
9. Sharma N, Jaiswal AA, Banerjee PK, et al. Complications of chronic suppurative
otitis media and their management : Asingle instituion 12 years experience. 2015;
Febuary.
10. Djaafar ZA, Helmi, Restuti RD. Kelainan telinga tengah. Dalam : Buku Ajar Ilmu
Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala dan Leher. Jakarta : FKUI; 2016; Edisi
7 :57-78.
11. Baumann I, Gerendas B, et al. General and disease –specific quality of life in patients
with chronic suppurative otitis media- a prospective study. 2011.
12. IDI. Panduan Praktik Klinis Bagi Dokter di Fasilitas Layanan Kesehatan Primer.
Edisi 1. 2017.
13. Nursiah S. Pola kuman aerob penyebab OMSK dan Kepekaan terhadap beberapa
antibiotika di bagian THT. 2013.
14. Ballenger JJ. Penyakit Telinga Kronis. Dalam Buku Penyakit Telinga Hidung
Tenggorok Kepala daan Leher. Ed 13 Jilid Satu. Binarupa Aksara, Jakarta 1994.
15. Ralli G, Milela C, Falli M, et al. Quality of life measurement for patients with chronic
suppurative otitis media : Italian adaptation of “Chronic Ear Survey”. 2017.

You might also like