You are on page 1of 20

LAPORAN ANALISA TINDAKAN PEMASANGAN

NON-REBREATHING MASK
PADA KASUS NY. M DENGAN DIAGNOSA MEDIS
CHF (CONESTIVE HEART FAILURE)
RUANG ICU (INTENSIF CARE UNITE)

RSUD dr. R. GOETENG TARUNADIBRATA PURBALINGGA

LITA ERLINA

I4B017028

KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI


UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS ILMU-ILMU KESEHATAN
JURUSAN KEPERAWATAN (PROFESI NERS)
PURWOKERTO
2017
A. Gambaran singkat kasus
Keluhan utama yang dirasakan pasien saat ini yaitu sesak nafas. Riwayat
penyakit sekarang pada pasien yaitu sekitar 1 bulan sampai sekarang pasien sering
merasakan sesak nafas dan cepat lelah ketika beraktifitas dirumah, sehari sebelum
pasien dirujuk ke UGD pasien berobat ke klinik PMI terdekat, namun tidak kunjung
sembuh, selanjutnya pada tanggal 21 November 2017 pukul 20.22 WIB pasien dibawa
ke UGD, selanjutnya pasien diberikan terapi di UGD, pada hari yang sama pasien
dipindahkan ke ruang rawat inap bangsal penyakit dalam, selanjutnya karena kondisi
pasien semakin memburuk yaitu penurunan kesadaran pasien dipindahkan ke ruang
ICU pada 24 November 2017, saat pengkajian didapatkan data, pasien hari ke 5 dirawat
di ruang ICU GCS pasien E4 M6 V5. Diagnosa medis pasien yaitu CHF dan Edem
Pulmo.
B. Prioritas masalah keperawatan
Penurunan curah jantung b.d Afterload
C. Tindakan yang dilakukan
Tindakan yang dilakukan yaitu memberikan Oksigen 10 L/menit melalui non
rebreathing mask (Normal pemberiannya: 10-12 L/menit).
1. Pengertian pemasangan oksigen non reabreathing mask
Pemasangan oksigen Non rebreathing mask yaitu proses mengalirkan
oksigen dengan konsentrasi 80-100% dengan kecepatan aliran 10-12 liter/menit.
Indikasi : klien dengan kadar tekanan CO2 yang tinggi (Asmadi, 2008).
2. Tujuan
Tujuan pemasangan oksigen non rebreathing mask yaitu agar udara
inspirasi tidak bercampur dengan udara ekspirasi karena mempunyai 2 katup, 1 katup
terbuka pada saat inspirasi dan tertutup saat pada saat ekspirasi, dan 1 katup yang
fungsinya mencegah udara kamar masuk pada saat inspirasi dan akan membuka pada
saat ekspirasi. (Tarwoto&Wartonah, 2010). Sedangkan menurut Saryono (2008)
tujuan pemasangan Oksigen yaitu:
a. Mengatasi keadaan hipoksemia
b. Menurunkan kerja pernafasan
c. Menurunkan beban kerja otot Jantung (miokard)
3. Analisa tindakan keperwatan
Menurut Aryani (2009) pemberian oksigen dimaksudkan untuk
mensuport transport oksigen yang adekuat dalam darah sehingga jaringan dalam
tubuh tidak kekurangan O2. Dengan mempertahankan oksigen jaringan yang adekuat
diharapkan masalah gangguan pemenuhan oksigen di miokard dapat teratasi. Faktor
yang menentukan oksigenasi jaringan termasuk konsentrasi oksigen alveolar, difusi
gas (oksigen) pada membran alveokapilar, jumlah dan kapasitas yang dibawa oleh
hemoglobin, dan curah jantung.
Pada klien dengan CHF terjadi penurunan COP karena kontraktilitas otot
miokard mengalami penurunan, kondisi ini mengakibatkan suplai darah ke jaringan
tubuh mengalami penurunan. Pemberian O2 pada klien dengan CHF bertujuan untuk
meningkatkan oksigenasi yang adekuat pada miokardium dan jaringan tubuh
sehingga suplai O2 untuk metabolisme di jaringan tubuh bisa terpenuhi. Pemberian
O2 yang adekuat maka dapat mengurangi kelelahan dan sesak nafas pada klien.
Pemberian oksigen lewat non rebreathing mask dimaksudkan untuk
mencukupi kebutuhan oksigen miokard dan seluruh tubuh mencapai 80-90%. O2 non
rebrething mask 10 L/menit ini cocok untuk pasien CHF dengan disertai komplikasi
edema paru karena pola napas polaa tidak efektif dan difusi O2 di alveoli paru-paru
mengalami gangguan (penimbunan cairan di lapisan pleura).
4. Prosedur
a. Persiapan alat
Menyiapkan alat antara lain :
1. Masker NRBM, sesuai ukuran pasien
2. Selang oksigen
3. Tabung oksigen dengan manometernya
4. Humidifier
5. Water steril (aquadest) / air matang / air mineral
6. Flowmeter (pengukur aliran)
7. Plester
8. Gunting plester
9. Alat tulis
b. Persiapan pasien
Orientasi
1) Memberikan salam dan memperkenalkan diri
2) Menempatkan pasien / keluarga dalam kondisi nyaman dan kondusif
3) Mengonfirmasikan tujuan dan prosedur pemberian terapi oksigenasi
4) Menjelaskan tujuan dan proses pemberian terapi oksigenasi pada keluarga
pasien
5) Menilai kesiapan pasien: petugas menyiapkan inform concent untuk
ditandatangani
c. Prosedur Pemasangan
Mengorganisasikan tindakan pemberian terapi oksigenasi
Cara Pemasangan :
1. Alat-alat didekatkan pasien
2. Cuci tangan
3. Pasang manometer pada tabung oksigen
4. Pasang flowmeter dan pastikan alirannya mati terlebih dahulu
5. Pasang botol humidifier
6. Sambung selang oksigenasi dengan humidifier
7. Buka aliran flowmeter untuk mengecek aliran oksigen
8. Atur aliran oksigen sesuai indikasi
9. Pasang alat terapi oksigen pada pasien
10. Amati respon pasien
11. Pasang plester untuk fiksasi
12. Rapikan pasien dan alat-alat
13. Dokumentasikan prosedur dan respon pasien
5. Hal-hal yang harus diperhatikan
a. Warna kulit pasien (Pucat/ Pink / merah membara)
b. Analisa Gas Darah (AGD)
c. Oksimetri
d. Keadaan umum
e. Mencegah akumulasi kelebihan CO2
6. Gambaran pelaksanaan dirumah sakit
Tindakan terapi oksigen Non rebreathing mask yang dilakukan dirumah
sakit khusus nya di ruang ICU ini sudah dilakukan sesuai dengan prosedur yang ada,
dan tindakan yang dilakukan tidak berpotensi membahayakan pasien, pada ruang
ICU ini alat yang digunakan sudah memadai, misalnya: kesediaan manometer,
flowmeter, dan humidifer sudah terpasang didekat pasien, dan alat selalu terkontrol
fungsinya dengan baik setiap hari, agar ketika terjadi kegawatan yang tidak
diinginkan pada pasien, perawat bisa memberikan terapi oksigen dengan waktu yang
efisien. Selanjutnya hal yang sangat penting, setelah pemasangan oksigen perawat
selalu monitoring respon pasien terhadap terapi oksigen yang diberikan.

Daftar Pustaka
Aryani, R. dkk., 2009, Prosedur Klinik Keperawatan Pada Mata Ajar Kebutuhan
Dasar Manusia, Jakarta, C.V. Trans Info Media.
Asmadi, 2008, Teknik Prosedural Keperawatan: Konsep dan Aplikasi Kebutuhan
dasar Klien, Jakarta, Salemba Medika.
Saryono, 2008, Modul Skillab, Jilid I, Purwokerto, Laboratorium Keterampilan
Medik PDD Universitas jenderal soedirman.
LAPORAN ANALISA TINDAKAN NEBULIZER
PADA KASUS AN. A DENGAN DIAGNOSA MEDIS MENINGOENCHEPALITIS
RUANG ICU (INTENSIF CARE UNITE)

RSUD dr. R. GOETENG TARUNADIBRATA PURBALINGGA

LITA ERLINA

I4B017028

KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI


UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS ILMU-ILMU KESEHATAN
JURUSAN KEPERAWATAN (PROFESI NERS)
PURWOKERTO
2017
A. Gambaran singkat kasus
Keluhan utama pada pasien saat ini yaitu penurunan kesadaran E1 M 2 V2.
Riwayat penyakit sekarang pada pasien yaitu pasien datang ke UGD RSGT pada
tanggal 1 desember 2017 pukul 00:45 WIB dari rujukan RSU Harapan Ibu, pasien
mengalami kejang kurang lebih 1 kali dan kejang berlangsung 15 menit, sehingga
karena ketika dirawat di UGD pasien mengalami penurunan kesadaran, maka pasien di
lakukan perawatan di ruang ICU mulai pada tanggal 1 desember 2017 pukul 05.00
WIB.
B. Prioritas masalah keperawatan
Ketidakefektifan bersihan jalan nafas b.d obstruksi jalan nafas: sekresi bertahan.
C. Tindakan yang dilakukan
Tindakan yang dilakukan yaitu memberikan nebulizer (ventoline 1,5mg dan fleksotide
1,5 mg).
1. Pengertian nebulizer
Terapi inhalasi adalah terapi dengan pemberian obat secara inhalasi
(hirupan) langsung masuk ke dalam saluran pernapasan. Terapi pemberian secara
inhalasi pada saat ini makin berkembang luas dan banyak digunakan pada
pengobatan penyakit-penyakit saluran pernapasan. Berbagai jenis obat seperti
antibiotik, mukolitik, anti inflamasi dan bronkodilator sering digunakan pada terapi
inhalasi. Obat asma inhalasi yang memungkinkan penghantaran obat langsung ke
paru-paru, dimana saja dan kapan saja akan memudahkan pasien mengatasi keluhan
sesak napas penderita (Rahajoe, 2008).
2. Tujuan
Untuk mengurangi sesak pada penderita asma, untuk mengencerkan dahak, untuk
mencegah bronkospasme.
3. Analisa tindakan keperwatan
Terapi inhalasi yang tepat untuk penyakit sistem respiratori adalah obat
dapat mencapai organ target dengan menghasilkan partikel aerosol berukuran
optimal agar terdeposisi di paru-paru dengan kerja yang cepat, dosis kecil, efek
samping yang minimal karena konsentrasi obat di dalam darah sedikit atau rendah,
muda digunakan, dan efek terapeutik segera tercapai yang ditunjukkan dengan
adanya perbaikan klinis (Rahajoe, 2008). Agar mendapatkan manfaat obat yang
optimal, obat yang diberikan secara inhalasi harus dapat mencapai tempat kerjanya
di dalam saluran napas. Obat inhalasi diberikan dalam bentuk aerosol, yakni suspensi
dalam bentuk gas (Yunus, 2005).
4. Prosedur pemasangan nebulizer
Menurut Sundaru dan Sukamto (2006) Prosedur pemasangan nebulizer yaitu:
a. Persiapan pasien
1. Meminta penderita untuk kumur terlebih dahulu.
2. Mempersilakan penderita untuk duduk, setengah duduk atau berbaring
(menggunakan bantal), posisi senyaman mungkin.
3. Meminta penderita untuk santai dan menjelaskan cara penggunaan masker
(yaitu menempatkan masker secara tepat sesuai bentuk dan mengenakan tali
pengikat). Bila menggunakan mouthpiece maka mouthpiece tersebut
dimasukkan ke dalam mulut dan mulut tetap tertutup
4. Menjelaskan kepada penderita agar penderita menghirup uap yang keluar
secara perlahan-lahan dan dalam hingga obat habis
5. Melatih penderita dalam penggunaan masker atau mouthpiece.
6. Memastikan penderita mengerti dan berikan kesempatan untuk bertanya.
b. Prosedur Pelaksanaan
Berikut cara penggunaan nebulizer yaitu:
1. Selalu cuci tangan sebelum menyiapkan obat untuk penggunaan nebulizer
2. Membuka tutup tabung obat nebulizer, mengukur dosis obat dengan benar
3. Memasukkan obat ke dalam tabung nebulizer
4. Menghubungkan selang dari masker uap atau mouthpiece pada kompresor
nebulizer
5. Mengenakan masker uap atau mouthpiece ke mulut, dikatupkan bibir hingga
rapat
6. Menekan tombol on
7. Memotivasi pasien untuk bernafas dengan perlahan ketika menghirup uap
yang keluar dan uap dihirup sampai obat habis
8. Menekan tombol off
5. Hal-hal yang harus diperhatikan
a. Bila memungkinkan, kumur daerah tenggorok sebelum penggunaan nebulizer
b. Perhatikan reaksi pasien sebelum, selama dan sesudah pemberian terapi inhalasi
c. Nebulisasi sebaikan diberikan sebelum waktu makan
d. Setelah nebulisasi klien disarankan untuk postural drainage dan batuk efektif
untuk membantu pengeluaran sekresi
e. Pasien harus dilatih menggunakan alat secara benar
f. Perhatikan jenis alat yang digunakan
6. Gambaran pelaksanaan dirumah sakit
Tindakan terapi inhasi nebulizer yang dilakukan dirumah sakit khusus nya
di ruang ICU ini sudah dilakukan sesuai dengan prosedur yang ada, dan tindakan
yang dilakukan tidak berpotensi membahayakan pasien, namun ada 1 kesenjangan
dengan teori yang ada diatas yaitu pada gambaran pelaksanaan diruang ICU petugas
tidak memberikan posisi semi fowler, hal ini terjadi mungkin karena pasien yang
diberikan terapi nebulizer ini adalah bayi dan dalam kondisi penurunan kesadaran,
namun seharusya pasien diberikan posisi setengah duduk mungkin dengan
memotivasi keluarga untuk menggendong setengah duduk untuk memaksimalkan
uap masuk dalam pernafasan.

Daftar Pustaka
Rahajoe, N. 2008. Buku Ajar Respirologi Anak. Edisi Pertama. Jakarta: Badan
Penerbit IDAI.
Sundaru, H. dan Sukamto, 2006, Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Jilid 2, Edisi IV.
Jakarta: Balai Penerbit FKUI.
Yunus, F. 2005. Penatalaksanaan Infeksi Saluran Nafas. Jakarta: EGC.
LAPORAN ANALISA TINDAKAN PEMASANGAN INFUSE NACL 0,9%
PADA KASUS TN. K DENGAN DIAGNOSA MEDIS CIDERA KEPALA BERAT
RUANG UGD (UNITE GAWAT DARURAT)

RSUD dr. R. GOETENG TARUNADIBRATA PURBALINGGA

LITA ERLINA

I4B017028

KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI


UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS ILMU-ILMU KESEHATAN
JURUSAN KEPERAWATAN (PROFESI NERS)
PURWOKERTO
2017
A. Gambaran singkat kasus
Keluhan utama pada pasien saat ini yaitu nyeri P: cidera kepala, Q: teriris, R:
kepala sampai dengan punggung, S: 8, T: terus-menerus.
Riwayat penyakit sekarang pada pasien yaitu pasien datang ke UGD RSGT
pada tanggal 12 desember 2017 pukul 01:45 WIB dari rujukan RS Mitra Keluarga,
pasien dirujuk ke UGD RSGT dengan diagnosa medis cidera kepala berat dan setelah
pasien diberikan terapi di ruang Triase UGD selanjutnya pasien dirawat di ruang
observasi sampai dengan tanggal 14 desember 2017 pagi, dan pada 14 desember 2017
pukul 11.00 WIB pasien dirujuk ke UGD margono untuk dilakukan bedah saraf karena
berdasarkan hasin rhongten pasien mengalami fraktur cervical 1-2.
B. Prioritas masalah keperawatan
Nyeri akut b.d agen cidera fisik.
C. Tindakan yang dilakukan
Tindakan yang dilakukan yaitu kolaborasi memberikan infuse Nacl 0,9% 20 Tpm.
1. Pengertian pemasangan infuse
Pemasangan Infus adalah pemberian sejumlah cairan ke dalam tubuh melalui sebuah
jarum ke dalam pembuluh vena (pembuluh balik) untuk menggantikan cairan atau
zat-zat makanan dari tubuh (Brunner & Sudarth,
2002).
2. Tujuan
Memberikan atau menggantikan cairan tubuh yang mengandung air,
elektrolit,vitamin, protein, lemak, dan kalori, yang tidak dapat dipertahankan secara
adekuat melalui oral, memperbaiki keseimbangan asam-basa, memperbaiki volume
komponen-komponen darah, memberikan jalan masuk untuk pemberian obat-
obatan kedalam tubuh, memonitor tekanan vena sentral (CVP), memberikan
nutrisi pada saat sistem pencernaan mengalami gangguan (Perry & Potter, 2006)
3. Analisa tindakan keperwatan
Pemasangan infus termasuk salah satu prosedur medis yang paling sering dilakukan
sebagai tindakan terapeutik. Pemasangan infus dilakukan untuk memasukkan bahan-
bahan larutan ke dalam tubuh secara kontinyu atau sesaat untuk mendapatkan efek
pengobatan secara cepat. Bahan yang dimasukkan dapat berupa darah, cairan atau
obat-obatan. Istilah khusus untuk infus darah adalah transfusi darah. Indikasi infus
adalah menggantikan cairan yang hilang akibat perdarahan, dehidrasi karena panas
atau akibat suatu penyakit, kehilangan plasma akibat luka bakar yang luas.
4. Prosedur pemasangan infuse
Menurut Smeltzer & Bare (2002) prosedur pemasangan infuse yaitu:
Persiapan alat :
1. Cairan yang diperlukan, sesuaikan cairan dengan kebutuhan pasien.
2. Saluran infus (infus set) : infus set dilengkapi dengan saluran infus, penjepit
selang
infus untuk mengatur kecepatan tetes
Jenis infus set berdasarkan penggunaannya :
a. Macro drip set
b. Micro drip set
c. Tranfusion Set
4. Desinfektan : kapas alkohol, larutan povidone iodine 10%
5. Kassa steril, plester, kassa pembalut
6. Torniket
7. Gunting
8. Bengkok
9. Tiang infus
10. Perlak kecil
11. Bidai, jika diperlukan (untuk pasien anak)
12. Sarung tangan steril yang tidak mengandung bedak
13. Masker
14. Tempat sampah medis
Persiapan pasien :
1. Perkenalkan diri dan lakukan validasi nama pasien.
2. Beritahukan pada penderita (atau orang tua penderita) mengenai tujuan dan
prosedur tindakan, minta informed consent dari pasien atau keluarganya.
3. Pasien diminta berbaring dengan posisi senyaman mungkin.
4. Mengidentifikasi vena yang akan menjadi lokasi pemasangan infus :
- Pilih lengan yang jarang digunakan oleh pasien (tangan kiri bila pasien tidak
kidal, tangan kanan bila pasien kidal).
- Bebaskan tempat yang akan dipasang infus dari pakaian yang menutupi.
- Lakukan identifikasi vena yang akan ditusuk.
Prosedur tindakan :

1. Alat-alat yang sudah disiapkan dibawa ke dekat penderita di tempat yang mudah
dijangkau oleh dokter/ petugas.
- Dilihat kembali apakah alat, obat dan cairan yang disiapkan sudah sesuai
dengan identitas atau kebutuhan pasien.
- Dilihat kembali keutuhan kemasan dan tanggal kadaluwarsa dari setiap alat,
obat dan cairan yang akan diberikan kepada pasien.
2. Perlak dipasang di bawah anggota tubuh yang akan dipasang infus.
3. Memasang infus set pada kantung infuse :
- Buka tutup botol cairan infus.
- Tusukkan pipa saluran udara, kemudian masukkan pipa saluran infus.
- Tutup jarum dibuka, cairan dialirkan keluar dengan membuka kran selang
- sehingga tidak ada udara pada saluran infus, lalu dijepit dan jarum ditutup
- kembali. Tabung tetesan diisi sampai ½ penuh.
- Gantungkan kantung infus beserta salurannya pada tiang infus.
4. Cucilah tangan dengan seksama menggunakan sabun dan air mengalir,
keringkan
5. dengan handuk bersih dan kering.
6. Lengan penderita bagian proksimal dibendung dengan torniket.
7. Jarum diinsersikan ke dalam vena dengan bevel jarum menghadap ke atas,
membentuk sudut 30-40o terhadap permukaan kulit.
8. Bila jarum berhasil masuk ke dalam lumen vena, akan terlihat darah mengalir
keluar.
9. Turunkan kateter sejajar kulit. Tarik jarum tajam dalam kateter vena (stylet)
kira-kira 1 cm ke arah luar untuk membebaskan ujung kateter vena dari jarum
agar jarum tidak melukai dinding vena bagian dalam. Dorong kateter vena
sejauh 0.5 – 1 cm untuk menstabilkannya.
10. Tarik stylet keluar sampai ½ panjang stylet. Lepaskan ujung jari yang
memfiksasi bagian proksimal vena. Dorong seluruh bagian kateter vena yang
berwarna putih ke dalam vena.
11. Torniket dilepaskan. Angkat keseluruhan stylet dari dalam kateter vena.
12. Pasang infus set atau blood set yang telah terhubung ujungnya dengan kantung
infus atau kantung darah.
13. Penjepit selang infus dilonggarkan untuk melihat kelancaran tetesan.
14. Bila tetesan lancar, pangkal jarum direkatkan pada kulit menggunakan plester.
15. Tetesan diatur sesuai dengan kebutuhan.
16. Jarum dan tempat suntikan ditutup dengan kasa steril dan fiksasi dengan
plester.
17. Pada anak, anggota gerak yang dipasang infus dipasang bidai (spalk) supaya
jarum tidak mudah bergeser.
18. Buanglah sampah ke dalam tempat sampah medis, jarum dibuang ke dalam
sharp disposal (jarum tidak perlu ditutup kembali).
19. Bereskan alat-alat yang digunakan.
20. Cara melepas infus : bila infus sudah selesai diberikan, plester dilepas, jarum
dicabut dengan menekan lokasi masuknya jarum dengan kapas alkohol,
kemudian diplester.
D. Hal-hal yang harus diperhatikan
Menurut Darmadi (2008) adapun hal-hal yang harus diperhatikan yaitu:
a) Sterilitas:
Tindakan sterilitas dimaksudkan supaya mikroba tidak menyebabkan infeksi
lokal pada daerah tusukan dan supaya mikroba tidak masuk ke dalam pembuluh
darah mengakibatkan bakteremia dan sepsis. Beberapa hal perlu diperhatikan
untuk mempertahankan standard sterilitas tindakan, yaitu :
1. Tempat tusukan harus disucihamakan dengan pemakaian desinfektan
(golongan iodium, alkohol 70%).
2. Cairan, jarum dan infus set harus steril.
3. Pelaku tindakan harus mencuci tangan sesuai teknik aseptik dan antiseptiK
yang benar dan memakai sarung tangan steril yang pas di tangan.
4. Tempat penusukan dan arah tusukan harus benar. Pemilihan tempat juga
mempertimbangkan besarnya vena. Pada orang dewasa biasanya vena yang
dipilih adalah vena superficial di lengan dan tungkai, sedangkan anak-anak
dapat juga dilakukan di daerah frontal kepala.
b) Fiksasi :
Fiksasi bertujuan agar kanula atau jarum tidak mudah tergeser atau tercabut.
Apabila kanula mudah bergerak maka ujungnya akan menusuk dinding vena
bagian dalam sehingga terjadi hematom atau trombosis.
c) Pemilihan cairan infus :
Jenis cairan infus yang dipilih disesuaikan dengan tujuan pemberian cairan.
d) Kecepatan tetesan cairan :
Untuk memasukkan cairan ke dalam tubuh maka tekanan dari luar ditinggikan
atau menempatkan posisi cairan lebih tinggi dari tubuh. Kantung infus dipasang
± 90 cm di atas permukaan tubuh, agar gaya gravitasi aliran cukup dan tekanan
cairan cukup kuat sehingga cairan masuk ke dalam pembuluh darah. Kecepatan
tetesan cairan dapat diatur sesuai dengan kebutuhan. Yang perlu diperhatikan
adalah bahwa volume tetesan tiap set infus satu dengan yang lain tidak selalu
sama dan perlu dibaca petunjuknya.
e) Selang infus dipasang dengan benar, lurus, tidak melengkung, tidak terlipat atau
terlepas sambungannya.
f) Hindari sumbatan pada bevel jarum/kateter intravena. Hati-hati pada
penggunaan kateter intravena berukuran kecil karena lebih mudah tersumbat.
g) Jangan memasang infus dekat persendian, pada vena yang berkelok atau
mengalami spasme.
h) Lakukan evaluasi secara periodik terhadap jalur intravena yang sudah
terpasang.
E. Gambaran pelaksanaan dirumah sakit
Tindakan kolaborasi pemasangan infuse yang dilakukan dirumah sakit
khusus nya di ruang UGD ini belum dilakukan dengan standar prosedur pelaksanaan
yang ada, pada pelaksanaan dirumah sakit, petugas tidak melakukan persiapan alat
dengan baik yaitu misalnya petugas tidak pernah menyiapkan perlak dan bengkok.
hal ini mungkin karena pada ruang UGD merupakan tempat gawat darurat yang
banyak pasien dan banyak pula yang harus ditangani, maka dari itu petugas tidak
melakukan persiapan alat dengan baik.
Daftar Pustaka
Brunner and Suddarth. (2002). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. edisi. 8
volume 2. Jakarta : EGC.
Darmadi. 2008. Infeksi Nosokomial : Problematika Dan Pengendaliannya. Jakarta.
: Penerbit Salemba Medika
Potter, & Perry, A. G. (2006). Buku Ajar Fundamental Keperawatan: Konsep,.
Proses, Dan Praktik, edisi 4, Volume.2. Jakarta: EGC
Smeltzer, Suzanne C. dan Bare, & Brenda G. (2002). Buku Ajar Keperawatan
Medikal Bedah Brunner dan Suddarth (Ed.8, Vol. 1,2). Alih bahasa oleh
Agung & Waluyo. Jakarta: EGC.

LAPORAN ANALISA TINDAKAN PENGAMBILAN SPESIMEN DARAH VENA


PADA KASUS AN. A DENGAN DIAGNOSA MEDIS ASMA
RUANG UGD (UNITE GAWAT DARURAT)

RSUD dr. R. GOETENG TARUNADIBRATA PURBALINGGA

LITA ERLINA

I4B017028

KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI


UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS ILMU-ILMU KESEHATAN
JURUSAN KEPERAWATAN (PROFESI NERS)
PURWOKERTO
2017
A. Gambaran singkat kasus
Keluhan utama pada pasien saat ini yaitu sesak nafas.
Riwayat penyakit sekarang pada pasien yaitu pasien datang ke UGD RSGT pada
tanggal 19 desember 2017 pukul 10:00 WIB karena mengalami sesak nafas selama
kurang lebih sudah 2 jam sejak dirumah sampai dengan di UGD, selanjutnya pasien
dilakukan perawatan dan pemberian terapi pada ruang trise UGD dan untuk data
penunjang penegakan diagnosa medis pasien dilakukan pengambilan spesimen darah
untuk mengetahui hasil laboratorium.
B. Prioritas masalah keperawatan
Ketidakefektifan bersihan jalan nafas b.d fisiologis Asma
Tindakan yang dilakukan
Tindakan yang dilakukan yaitu kolaborasi pengambilan spesimen darah untuk
dilakukan pemeriksaan laboratorium, jumlah darah yang diambil yaitu 3 cc.
1. Pengertian pengambilan sampel darah vena
Pada pengambilan darah vena (venipuncture), contoh darah umumnya diambil dari
vena median cubital, pada anterior lengan (sisi dalam lipatan siku). Vena ini terletak
dekat dengan permukaan kulit, cukup besar, dan tidak ada pasokan saraf besar.
Apabila tidak memungkinkan, vena chepalica atau vena basilica bisa menjadi
pilihan berikutnya. Venipuncture pada vena basilica harus dilakukan dengan hati-
hati karena letaknya berdekatan dengan arteri brachialis dan syaraf mediana
(Kemenkes, 2013).
2. Tujuan
a. Untuk mendapatkan sampel darah vena yang baik dan memenuhi syarat untuk
b. dilakukan pemeriksaan.
c. Untuk menurunkan resiko kontaminasi dengan darah (infeksi, needle stick
injury) akibat vena punctie bagi petugas maupun penderita.
d. Untuk petunjuk bagi setiap petugas yang melakukan pengambilan darah
(phlebotomy) (Iskandar 2016).
C. Analisa tindakan keperwatan
Spesimen harus tba di laboratorium segera setelah pengambilan. Penanganan
spesimen dengan tepat saat pengiriman adalah hal yang teramat pentng. Sangat
disarankan agar pada saat pengiriman spesimen tersebut ditempatkan di dalam cool box
dengan kondisi suhu 0-40 C atau bila diperkirakan lama pengiriman lebih dari 3 hari
disarankan spesimen dikirim dengan es kering (dry ice).

D. Prosedur pemasangan infuse


Menurut Kemenkes (2013) prosedur pemasangan infuse yaitu:
Pre orientasi persiapan alat
a. Spuite atau jaurm suntik 3 ml atau 5ml
b. Torniquet
c. Kapas alkohol
d. Plesterin
e. Anti koagulan/ EDTA
f. Vacuum tube
g. Bak injeksi
Orientasi
a. Lakukan pendekatan pasien dengan tenang dan ramah, usahakan pasien
senyaman mungkin.
b. Jelaskan maksud dan tujuan tentang tindakan yang akan dilakukan

Prosedur kerja

a. Minta pasien meluruskan lenganya, pilih tangan yng banyak melakukan


aktivitas.
b. Minta pasien untuk mengepalkan tangannya.
c. Pasangkan torniqket kira-kira 10 cm diatas lipatan siku.
d. Pilih bagian vena mediana cubiti atau cephalica. Lakukan perabaan (palpasi)
untuk memastikan posisi vena. Vena teraba seperti sebuah pipa kecil, elastic
dan memiliki dinding tebal.
e. Jika vena tidak teraba, lakukan pengurutan dari arah pergelangan ke siku, atau
kompres hangat selama 5 menit pada daerah lengan.
f. Bersihkan kulit pada bagian yang akan diambil dengan kapas alkohol 70%
dan biarkan kering, dengan catatan kulit yang sudah dibersihkan jang
dipegang lagi.
g. Tusuk bagian vena dengan posisi lubang jarum menghadap ke atas. Jika
jarum telah masuk ke dalam vena, akan terlihat darah masuk kedalam semprit
(flash). Usahakan sekali tusuk vena, lalu torniquet dilepas.
h. Setelah volume darah dianggap cukup, minta pasien membuka kepalan
tangannya.
i. Letakan kapas di tempat suntikan lalu segera lepaskan / tarik jarum. Tekan
kapas beberapa saat lalu plester selama ± 15 menit.
E. Hal-hal yang harus diperhatikan
a. Tidak boleh mengambil darah engan pada sisi mastectomy
b. Tidak boleh mengambil darah daerah edema
c. Tidak boleh mengambil darah hematoma
d. Tidak boleh mengambil darah daerah dimana darah sedang ditransfusikan
e. Tidak boleh mengambil darah daerah bekas luka
f. Tidak boleh mengambil darah daerah dengan cannula, fistula atau cangkokan
vascular
g. Tidak boleh mengambil darah daerah intra-vena lines Pengambilan darah di
daerah ini dapat menyebabkan darah menjadi lebih encer dan dapat meningkatkan
atau menurunkan kadar zat tertentu.
F. Gambaran pelaksanaan dirumah sakit

Tindakan kolaborasi pengambilan spesimen darah vena yang dilakukan di


rumah sakit khusus nya di ruang UGD ini belum dilakukan dengan standar prosedur
pelaksanaan yang ada, pada pelaksanaan dilapangan terkait dengan persiapan alat
dan orientasi.

Persiapan alat yang dilakukan petugas hanya membawa spuit, alkohol swap,
torniquet, botol etha, dan pengantar laboratorium. Sedangkan orientasi yang
dilakukan petugas hanya meminta ijin kesediaan pasien untuk diambil darahnya, dan
tidak menjelaskan tujuan pengambilan darah untuk apa. dalam hal ini seharusnya
petugas menyampaikan tujuan agar memenuhi prinsip etik autonomi pasien.

Dafatr Pustaka

Kemenkes, 2013, Pedoman Pengambilan Spesimen dan Pemeriksaan Laboratorium,


Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan lingkungan,
Jakarta, Bakti Husada.

Iskandar, 2016, Pengambilan sampel darah, Tugas Ilmiah, semarang, Universitas


Muhamaddiyah Semarang.

You might also like