Professional Documents
Culture Documents
STEVEN JOHNSON
Disusun Oleh :
Dian Ciptaningtyas (720153012)
Hayu Triyani (720153021)
Irvani Naji (720153024)
Lilix Wafikhotun Luthfyatin A. (720153027)
Minati Laeli Khumaeroh (720153030)
Siti Alfiah (720153041)
Siti Halimatus Sa’diyah (720153042)
Tutik Widyaningrum (720153045)
Winda Elyana Pramesti (720153048)
Yolanda Cahya Anggita (720153050)
Zainatun Nikmah (720153104)
Kelompok 3
Kelas : S1 Keperawatan 3A
i
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah Yang Maha Kuasa atas limpahan rahmat,
taufiq dan hidayah-Nya, penulis dapat meyelesaikan makalah ini sesuai apa yang diharapkan
dengan tepat waktu. Makalah ini berisi materi tentang “Asuhan Keperawatan Steven Johnson”.
Makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas mata kuliah Sistem Integumen sekaligus
menambah pengetahuan pembaca tentang Asuhan Keperawatan Steven Johnson..
Penulisan makalah ini diperoleh dari beberapa sumber pada pengumpulan beberapa
daftar pustaka yang ada pada beberapa media buku.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih banyak kekurangan.
Maka dari itu, penulis dengan senang hati akan menerima kritik dan saran yang membangun
dari semua pihak.
Akhir kata, harapan penulis semoga makalah ini memberi manfaat bagi pembaca dan
semua pihak yang membutuhkan.
Penulis
ii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL .................................................................................................i
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Definisi................................................................................................................ 3
2.2 Klasifikasi .......................................................................................................... 3
2.3 Etiologi................................................................................................................ 3
2.4 Manifestasi Klinis........................................................................................... 3
2.5 Patofisiologi ...................................................................................................... 3
2.6 Komplikasi dan Pencegahannya ............................................................... 3
2.7 Pemeriksaan Diagnostik .............................................................................. 3
2.8 Penatalaksanaan .............................................................................................. 3
iii
BAB I
PENDAHULUAN
1
8. Agar mahasiswa mengetahui penatalaksanaan dari sindrom steven johnson
1.4 Manfaat Penulisan
Manfaat penulisan makalah ini agar pembaca mengatahui tentang asuhan keperawatan
KKP yang memuat beberapa informasi.
BAB I PENDAHULUAN
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Definisi
2.2 Klasifikasi
2.3 Etiologi
2.5 Patofisiologi
2.8 Penatalaksanaan
3.1 Kesimpulan
3.2 Saran
2
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Definisi
2.2 Klasifikasi
2.3 Etiologi
Etiologi sindrom Stevens- Johnson bersifat multifaktorial, sedang-kan etiologi pasti belum
diketahui. Faktor yang diduga kuat sebagai etiologinya adalah reaksi alergi obat secara sistemik,
infeksi bakteri, virus, jamur, protozoa, neoplasma, reaksi pascavaksinasi, terapi radiasi, alergi
makanan, bahan-bahan kimia dan penyakit kolagen.(3)
Keadaan umumnya bervariasi dari ringan sampai berat. Pada yang berat kesadarannya
menurun, penderita dapat soporous sampai koma. Mulainya penyakit akut dapat disertai gejala
prodromal berupa demam tinggi, malaise, nyeri kepala, batuk, pilek dan nyeri tenggorokan.
3
3) Kelainan mata
Kelainan mata merupakan 80% diantara semua kasus yang tersering ialah konjungtivitis
kataralis. Selain itu juga dapat berupa kongjungtifitis purulen, perdarahan, ulkus korena, iritis
dan iridosiklitis.
Disamping trias kelainan tersebut dapat pula terdapat kelainan lain, misalnya: nefritis dan
onikolisis. (Kapita Selekta Kedokteran edisi 3)
2.5 Patofisiologi
Patogenesis SSJ sampai saat ini belum jelas walaupun sering dihubungkan dengan reaksi
hipersensitivitas tipe III (reaksi kompleks imun) yang disebabkan oleh kompleks soluble dari
antigen atau metabolitnya dengan antibodi IgM dan IgG dan reaksi hipersensitivitas lambat
(delayed-type hypersensitivity reactions, tipe IV) adalah reaksi yang dimediasi oleh limfosit T
yang spesifik. Oleh karena proses hipersensitivitas, maka terjadi kerusakan kulit sehingga terjadi
:
Patogenesisnya belum jelas, kemungkinan disebabkan oleh reaksi hipersensitif tipe III dan
IV. Reaksi tipe III terjadi akibat terbentuknya komplek antigen antibodi yang membentuk mikro-
presitipasi sehingga terjadi aktifitas sistem komplemen. Akibatnya terjadi akumulasi neutrofil
yang kemudian melepaskan lisozim dan menyebabkan kerusakan jaringan pada organ sasaran
(target organ). Reaksi hipersentifitas tipe IV terjadi akibat limfosit T yang tersintesisasi
berkontak kembali dengan antigen yang sama kemudian limfokin dilepaskan sehingga terjadi
reaksi radang (Djuanda, 2000: 147) .
4
enzim-enzim sel serta penimbunan sisa sel. Hal ini menyebabkan siklus peradangan
berlanjut (Corwin, 2000: 72).
PATHWAY
Komplikasi
5
- Kutaneus – timbulnya jaringan parut dan kerusakan kulit permanen, infeksi kulit
sekunder.
- Infeksi sitemik, sepsis
Pencegahan
2.8 Penatalaksanaan
1. Kortikosteroid
Penggunaan obat kortikosteroid merupakan tindakan life-saving. Pada sindrom
stevens johnson yang ringan cukup diobati dengan prednison dengan dosis 30 - 40
mg/hari. Pada bentuk yang berat, ditandai dengan kesadaran yang menurun dan
kelainan yang menyeluruh, digunakan dexametason intravena dengan dosis awal 4 –
6 x 5mg/hari. Setelah beberapa hari (2-3 hari) biasanya mulai tampak perbaikan
(masa kritis telah teratasi), ditandai dengan keadaan umum yang membaik, lesi kulit
yang baru tidak timbul sedangkan lesi yang lama mengalami involusi. Pada saat ini
dosis dexametason diturunkan secara cepat, setiap hari diturunkan sebanyak 5mg.
Setelah dosis mencapai 5mg sehari lalu diganti dengan tablet prednison yang
diberikan pada keesokan harinya dengan dosis 20mg sehari. Pada hari berikutnya
dosis diturunkan menjadi 10mg, kemudian obat tersebut dihentikan. Jadi lama
pengobtan kira-kira 10 hari.
6
2. Antibiotika
Penggunaan antibiotika dimaksudkan untuk mencegah terjadinya infeksi akibat efek
imunosupresif kortikosteroid yang dipakai pada dosis tinnggi. Antibiotika yang
dipilih hendaknya yang jarang menyebabkan alergi, berspektrum luas dan bersifat
bakterisidal. Dahulu biasa digunakan gentamisin dengan dosis 2 x 60-80 mg/hari.
Sekarang dipakai netilmisin sulfat dengan dosis 6 mg/kg BB/hari, dosis dibagi dua.
Alasan menggunakan obat ini karena pada beberapa kasus mulai resisten terhadap
gentamisin, selain itu efek sampingnya lebih kecil dibandingkan gentamisin.
3. Menjaga Keseimbangan Cairan, Elektrolit dan Nutrisi
Hal ini perlu diperhatikan karena penderita mengalami kesukaran atau bahkan tidak
dapat menelan akibat lesi di mulut dan ditenggorokan serta kesadaran yang menurun.
Untuk ini dapat diberikan infus yang berupa glukosa 5% atau larutan darrow. Pada
pemberian kortikosteroid terjadi retensi natrium , kehilangan kalium dan efek
katabolik. Untuk mengurangi efek samping ini perlu diberikan diet tinggi protein dan
rendah garam, KCl 3x500mg/hari dan obat-obat anabolik. Untuk mencegah
penekanan korteks kelenjar adrenal diberikan ACTH (Synacthen depot) dengan dosis
1mg/hari setiap minggu dimulai setelah pemberian kortikosteroid.
4. Transfusi Darah
Bila dengan terapi di atas belum tampak tanda-tanda perbaikan dalam 2-3 hari, maka
dapat diberikan transfusi darah sebanyak 300-500 cc setiap hari selama 2 hari
berturut-turut. Tujuan pemberian darah ini untuk memperbaiki keadaan umum dan
menggantikan kehilangan darah pada kasus dengan purpura yang luas. Pada kasus
purpura yang luas dapat ditambahkan vitamin C 500 mg atau 1000 mg sehari
intravena dan obat-obat hemostatik.
5. Perawatan Topikal
Untuk lesi kulit yang erosif dapat diberikan sofratulle yang bersifat sebagai protektif
dan antiseptic atau krem sulfadiazin perak. Sedangkan untuk lesi dimulut/bibir dapat
diolesi dengan kenalog in obrase. Selain pengobatan diatas, perlu dilakukan
konsultasi pada beberapa bagian yaitu ke bagian THT untuk mengetahui apakah ada
kelainan difaring, karena kadang-kadang terbentuk pseudomembran yang dapat
menyulitkan penderita bernafas.
7
BAB III
PENUTUP