You are on page 1of 15

KONSEP DASAR PENYAKIT

A. PENGERTIAN

Pneumotorak merupakan suatu keadaan dimana terdapat akumulasi udara

ekstrapulmoner dalam rongga pleura, antara plura visceral dan parinteral yang dapat

menyebabkan timbulnya kolaps paru. Pada keadaan normal rongga pleura tidak berisi

udara, supaya paru-paru leluasa mengembang terhadap rongga dada ( Rahajoe, 2012).

Pneumothorax adalah udara atau gas dalam rongga pleura, yang dapat terjadi secara

spontan (spontaneous pleura), sebagai akibat trauma ataupun proses patologis, atau

dimasukkan dengan sengaja (Dorland 1998 : 872).

Pneumothoraks adalah keadaan terdapatnya udara atau gas dalam rongga pleura

(DR. Dr. Aru W. Sudoyo,Sp.PD, KHOM, 2006). Pneumotoraks merupakan suatu

keadaan terdapatnya udara didalam rongga pleura. Pneumotoraks terbagi menjadi

beberapa jenis, yaitu pneumotoraks spontan dan traumatic.

1. Traumatic dapat dibagi menjadi:

a. Pneumothorak iatrogonik

Terjadi karena akibat komplikasi tindakan medis dan jenis ini dibedakan menjadi dua

yaitu:

- Pneumothorak traumatic iatrogonik aksidental terjadi akibat tindakan medis karena

kesalahan/komplikasi tindakan tersebut, misalnya pada tindakan parasentesis dada,

biopsi pleura, biopsi transbronkial, biopsi/aspirasi paru perkutaneus.


- Pneumothorak traumatic iatrogonik artificial (deliberate) merupakan pneumothorak

yang sengaja dilakukan dengan cara mengisi udara kedalam rongga pleura melalui

jarum dengan suatu alat Maxwell box. Biasanya untuk terapi tuberkolusis (sebelum era

antibiotic) atau untuk menilai permukaan paru.

b. Pneumotorak non- iatrogonik (accidental)

2. Pneumotoraks spontan dapat dibagi lagi menjadi primer (tanpa adanya penyakit yang

mendasarinya) ataupun sekunder (komplikasi dari penyakit paru akut atau kronik).

B. ANATOMI RONGGA THORAKS

Kerangka dada yang terdiri dari tulang dan tulang rawan, dibatasi oleh :

1. Depan : Sternum dan tulang iga.

2. Belakang : 12 ruas tulang belakang (diskus intervertebralis).

3. Samping : Iga-iga beserta otot-otot intercostal.

4. Bawah : Diafragma

5. Atas : Dasar leher.

Isi :

1. Sebelah kanan dan kiri rongga toraks terisi penuh oleh paru-paru beserta

pembungkus pleuranya.

2. Mediatinum : ruang di dalam rongga dada antara kedua paru-paru. Isinya meliputi

jantung dan pembuluh-pembuluh darah besar, oesophagus, aorta desendens, duktus

torasika dan vena kava superior, saraf vagus dan frenikus serta sejumlah besar kelenjar

limfe (Pearce, E.C., 1995).


C. ETIOLOGI

1. Infeksi saluran nafas

2. Trauma dada

3. Acute lung injury yang disebabkan materi fisik yang terinhalasi dan bahan kimia

4. Penyakit inflamasi paru akut dan kronis

5. Keganasan/metastasis paru

D. TANDA DAN GEJALA

1. Pasien mengeluh nyeri dada pluritik akut mendadak yang terlokalisasi pada paru

yang sakit

2. Nyeri dada pluritik biasanya disertai sesak nafas, peningkatan kerja pernapasan dan

dispnea

3. Gerakan dinding dada mungkin tidak sama karena sisi yang sakit tidak mengembang

seperti sisi yang sehat

4. Suara nafas jauh atau tidak ada

5. Perkusi dada menghasilkan suara hipersonon

6. Takikardia sering terjadi menertai tipe pneumotorak

E. PATOFISIOLOGI

Saat inspirasi, tekanan intrapleura lebih negative daripada tekanan

intrabronkhial, sehingga paru akan berkembang mengikuti dinding thoraks dan udara

dari luar yang tekanannya nol akan masuk ke bronchus sehingga sampe ke alveoli. Saat

ekspirasi, dinding dada menekan rongga dada sehingga tekanan intrapleura akan lebih

tinggi dari tekanan dialveolus ataupun di bronchus, sehingga udara ditekan keluar
melalui bronchus. Tekanan intrabronkhial meningkat apabila ada tahanan jalan napas.

Tekanan intrabronkhial akan lebih meningkat lagi pada waktu batuk, bersin atau

mengejan, karena pada keadaan ini glotis tertutup. Apabila dibagian perifer dari

bronchus atau alveolus ada bagian yang lemah, bronkhus atau alveolus itu akan pecah

atau robek. Secara singkat proses terjadinya pneumothoraks adalah sebagai berikut:

1. Alveoli disangga oleh kapiler yang lemah dan mudah robek dan udara masuk kearah

jaringan peribronkhovaskuler. Apabila alveoli itu melebar, tekanan dalam alveoli akan

meningkat.

2. Apabila gerakan napas kuat, infeksi dan obstruksi endobronkhial adalah faktor

presipitasi yang memudahkan terjadinya robekan.

3. Selanjutnya udara yang terbebas dari alveoli dapat menggoyahkan jaringan fibrosis

di peribronkovaskular kearah hilus, masuk mediastinum, dan menyebabkan

pneumothoraks.

A. KOMPLIKASI

1. Tension Penumototrax

2. Penumotoraks Bilateral

3. Emfiema

B. PEMERIKSAAN PENUNJANG

1. Pemeriksaan Laboratorium

AGD Arteri amemberikand gambaran Hipoksemia meskipun kebanyakan

pasien sering tidak diperiksa keberadaannya.


2. Pemeriksaan EKG

Pneumothorax primer paru kiri sering menimbulkan perubahan sksis QRS dan

gelombang T Prekordial pada rekaman EKG ditafsirkan sebagai IMA.

3. Pemeriksaan Radiologi

Tampak gambaran sulkus Kostrofenikus radidusen, sedang Pneumothorax

tersier pada gambaran foto dadanya tampak jumlah udara termitoraks yang cukup

besar dan susunan mediastinum kontralateral bergeser.

C. PENATALAKSANAAN

Penatalaksanaan pneumotoraks tergantung pada jenis pneumotoraks yang

dialami, derajat kolaps, berat ringannya gejala, penyakit dasar dan penyulit yang terjadi

saat pelaksanaan pengobatan yang meliputi :

1. Tindakan dekompresi

Membuat hubungan antara rongga pleura dengan lingkungan luar dengan cara:

a. Menusukkan jarum melalui dinding dada hingga masuk ke rongga pleura, dengan

demikian tekanan udara yang positif di rongga pleura akan berubah menjadi negatif.

Hal ini disebabkan karena udara keluar melalui jarum tersebut. Cara lainnya adalah

melakukan penusukkan jarum ke rongga pleura melaluitranfusion set.

b. Membuat hubungan dengan udara luar melalui kontraventil :

1) Menggunakan pipa Water Sealed Drainage (WSD). Pipa khusus (kateter thoraks)

steril, dimasukkan ke rongga pleura dengan perantara trokar atau dengan bantuan klem

penjepit (pen) pemasukan pipa plastic (kateter thoraks) dapat juga dilakukan melalui

celah yang telah dibuat dengan bantuan insisi kulit dari sela iga ke-4 pada garis axial
tengah atau garis axial belakang. Selain itu, dapat pula melalui sela iga ke-2 dari garis

klavikula tengah. Selanjutnya, ujung selang plastik di dada dan pipa kaca WSD

dihubungkan melelui pipa plastik lainnya. Posisi ujung pipa kaca yang berada di botol

sebaiknya berada 2 cm di bawah permukaan air supaya gelembung udara dapat dengan

mudah keluar melalui perbedaan tekanan tersebut.

2) Pengisapan kontinu (continous suction).

Pengisapan dilakukan secara kontinu apabila tekanan intrapleura tetap positif.

Pengisapan ini dilakukan dengan cara memberi tekanan negatif sebesar 10-20 cm H2O.

Tujuannya adalah agar paru cepat mengembang dan segera terjadi perlekatan antara

pleura viseralis dan pleura parietalis.

3) Pencabutan drain

Apabila paru telah mengembang maksimal dan tekana intrapleura sudah negatif

kembali, drain dapat dicabut. Sebelum dicabut, drain ditutup dengan cara dijepit atau

ditekuk selama 24 jam. Apabila paru tetap mengembang penuh, drain dapat dicabut.

4) Tindakan bedah

Pembukaan dinding thoraks dengan cara operasi, maka dapat dicari lubang yang

menyebabkan terjadinya pneumothoraks, lalu lubang tersebut dijahit. Pada

pembedahan, jika dijumpai adanya penebalan pleura yang menyebabkan paru tidak

dapat mengembang, maka dapat dilakukan pengelupasan atau dekortikasi.

Pembedahan paru kembali bila ada bagian paru yang mengalami robekan atau bila ada

fistel dari paru yang rusak, sehingga paru tersebut tidak berfungsi dan tidak dapat

dipertahankan kembali.
2. Penatalaksanaan Tambahan

a. Apabila terdapat proses lain di paru, pengobatan tambahan ditujukan terhadap

penyebabnya, yaitu:

1) Terhadap proses TB paru, diberi OAT

2) Untuk mencegah obstipasi dan memperlancar dekekasi, penderita dibei obat laksatif

ringan, dengan tujuan agar saat defekasi, penderita tidak perlu mengejan terlalu keras.

b. Istirahat total

Klien dilarang melakukan kerja keras (mengangkat barang), batuk, bersin terlalu keras

dan mengejan.
KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN

A. PENGKAJIAN PRIMER

1. B1 (Breathing)

a. Inspeksi

Peningkatan usaha dan frekuensi pernapasan serta penggunaan otot bantu pernapasan.

Gerakan pernapasan ekspansi dada yang asimetris (pergerakan dada tertinggal pada sisi

yang sakit), iga melebar, rongga dada asimetris (lebih cembung disisi yang sakit).

Pengkajian batuk yang produktif dengan sputum yang purulen. Trakhea dan jantung

terdorong ke sisi yang sehat.

b. Palpasi

Taktil fremitus menurun disisi yang sakit. Disamping itu, pada palpasi juga ditemukan

pergerakan dinding dada yang tertinggal pada dada yang sakit. Pada sisi yang sakit,

ruang antar –iga bisa saja normal atau melebar.

c. Perkusi

Suara ketuk pada sisi yang sakit hipersonor sampai timpani. Batas jantung terdorong

ke arah thoraks yang sehat apabila tekanan intrapleura tinggi.

d. Auskultasi

Suara napas menurun sampai menghilang pada sisi yang sakit.

2. B2 (Blood)
Perawat perlu memonitor dampak pneumothoraks pada status kardiovaskular yang

meliputi keadaan hemodinamik seperti nadi, tekanan darah dan pengisian kapiler/CRT.

3. B3 (Brain)

Pada inspeksi, tingkat kesadaran perlu dikaji. Selain itu, diperlukan juga pemeriksaan

GCS, apakah compos mentis, samnolen atau koma.

4. B4 (Bladder)

Pengukuran volume output urine berhubungan dengan intake cairan. Perawat perlu

memonitor adanya oliguri yang merupakan tanda awal dari syok.

5. B5 (Bowel)

Akibat sesak napas, klien biasanya mengalami mual dan muntah, penurunan nafsu

makan dan penurunan berat badan.

6. B6 (Bone)

Pada trauma di rusuk dada, sering didapatkan adanya kerusakan otot dan jaringan lunak

dada sehingga meningkatkan risiko infeksi. Klien sering dijumpai mengalami

gangguan dalam pemenuhan kebutuhan sehari-hari disebabkan adanya sesak napas,

kelemahan dan keletihan fisik secara umum.

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN

1. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan ekspansi paru yang tidak maksimal

karena akumulasi udara/cairan

2. Nyeri akut berhubungan dengan trauma jaringan dan reflek spasme otot sekunder
3. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan ketidakcukupan kekuatan dan

ketahanan untuk ambulasi dengan alat ekternal

4. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan trauma mekanik terpasang bullow

drainge

5. Resiko infeksi berhubungan dengan masuknya organisme sekunder terhadap trauma

C. INTERVENSI KEPERAWATAN

1. Ketidakefektifan pola pernapasan berhubungan dengan ekspansi paru yang

tidak maksimal karena trauma.

Tujuan : Pola pernapasan efektive.

Kriteria hasil :

a. Memperlihatkan frekuensi pernapasan yang efektive.

b. Mengalami perbaikan pertukaran gas-gas pada paru.

c. Adaptive mengatasi faktor-faktor penyebab.

INTERVENSI

1. Identifikasi factor penyebab kolaps spontan, trauma keganasan, infeksi komplikasi

mekanik pernapasan.

2. Kaji kualitas, frekuensi, dan kedalaman pernafasan, laporkan setiap perubahan yang

terjadi

3. Baringkan klien dalam posisi yang nyaman, atau dalam posisi duduk.

4. Observasi tanda-tanda vital (nadi, RR)

5.Lakukan auskultasi suara napas tiap 2-4 jam.


6.Bantu dan ajarkan klien untuk batuk dan napas dalam yang efektif.

7. Kolaborasi untuk tindakan dekompresi dengan pemasangan WSD.

2. Nyeri akut berhubungan dengan trauma jaringan dan reflek spasme otot

sekunder

Tujuan : Nyeri berkurang/hilang.

Kriteria hasil :

a. Nyeri berkurang/ dapat diadaptasi.

b. Dapat mengindentifikasi aktivitas yang meningkatkan/menurunkan nyeri.

c. Pasien tidak gelisah

INTERVENSI

1. Jelaskan dan bantu klien dengan tindakan pereda nyeri nonfarmakologi dan non

invasif.

2. Ajarkan Relaksasi : Tehnik-tehnik untuk menurunkan ketegangan otot rangka, yang

dapat menurunkan intensitas nyeri dan juga tingkatkan relaksasi masase.

3. Ajarkan metode distraksi selama nyeri akut.

4. Berikan kesempatan waktu istirahat bila terasa nyeri dan berikan posisi yang

nyaman; misal waktu tidur, belakangnya dipasang bantal kecil.

5. Tingkatkan pengetahuan tentang: sebab-sebab nyeri, dan menghubungkan berapa

lama nyeri akan berlangsung.

6. Kolaborasi denmgan dokter, pemberian analgetik.


7. Observasi tingkat nyeri, dan respon motorik klien, 30 menit setelah pemberian obat

analgetik untuk mengkaji efektivitasnya. Serta setiap 1 - 2 jam setelah tindakan

perawatan selama 1 - 2 hari.

3. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan ketidakcukupan kekuatan dan

ketahanan untuk ambulasi dengan alat ekternal

Tujuan : tidak terjadi hambatan mobilitas fisik

Kriteria hasil :

a. Aktivitas fisik klien meningkat

b. Dapat memverbalisasikan perasaan dalam meningkatkan kekuatan dan kemampuan

berpindah

c. ADLs mandiri

INTERVENSI

1. Kaji ROM pada ekstrimitas atas tempat insersi WSD

2. Kaji tingkat nyeri dan pemenuhan aktifitas sehari – hari

3. Dorong exercise ROM aktiif atau pasif ada lengan dan bahu dekat tempat insersi.

4. Dorong klien untuk exercise ekstrimitas bawah dan bantu ambulansi

5. Berikan tindakan distraksi dan relaksasi

4. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan trauma mekanik terpasang

bullow drainge

Tujuan : tidak terjadi kerusakan kulit

Kriteria hasil:
a. Tidak ada lesi/luka padakulit

b. Perfusi jaringan baik

c. Integritas kulit baik bisa dipertahankan (sensasi, elastisitas, temperatur, hidrasi,

pigmentasi)

d. Mampu melindungi kulit dan mempertahankan kelembaban kulit dan perawatan

alami

INTERVENSI

1. Kaji warna kulit/ suhu dan pengisisan kapiler pada area operasi dan tandur kulit.

2. Pertahankan kepala tempat tidur tinggi 30-45 derajat. Awasi edema wajah (biasanya

meningkat pada hari ketiga -kelimapascaoperasi).

3. Lindungi lembaran kulit dan jahitan dari tegangan atau tekanan. Berikan bantal/

gulungan dan anjurkan pasien untuk menyokong kepala/ leher selama aktivitas.

4. Awasi drainase berdarah dari sisi operasi, jahitan dan drein. Ukur drainase dari

hemovak (bila digunakan).

5. Catat atau laporkan adanya drainase seperti susu.

6. Ganti balutan sesuai indikasi bila digunakan.

7. Bersihkan insisi dengan air garam faal steril dan peroksida setelah balutan diangkat.

5. Resiko infeksi berhubungan dengan masuknya organisme sekunder terhadap

trauma

Tujuan : tidak terjadi infeksi

Kriteria hasil:
a. Klien terbebas dari tanda-tanda infeksi

b. Jumlah lekosit dalam batas normal

INTERVENSI

1. Berikan pengertian dan motivasi tentang perawatan WSD

2. Kaji tanda – tanda infeksi

3. Monitor reukosit dan LED

4. Dorongan untuk nutrisi yang optimal

5. Berikan perawatan luka dengan teknik aseptic dan anti septic

6. Bila perlu berikan antibiotik sesuai advis.

D. IMPLEMENTASI

Tindakan keperawatan dilakukan sesuai dengan rencana yang telah dibuat

E. EVALUASI

DX 1: Pola nafas efektif

DX 2: Nyeri sudah berkurang

DX 3: Klien dapat melakukan ADLs secara mandiri

DX 4: Integritas kulit baik

Dx5 : Infeksi tidak terjadi


DAFTAR PUSTAKA

Nurarif Huda Amin dan Kusuma Hardhi. 2013. Aplikasi Asuhan Keperawatan

Berdasarkan Diagnosa Medis dan NANDA NIC NOC jilid 2. Yogyakarta: Mediaction

Kumala, Poppy et all. Kamus Saku Kedokteran Dorland. Edisi 25. Jakarta :

EGC,1998.

Slamet Suyono, (2001). Ilmu Penyakit Dalam. Jilid II, FKUL : Jakarta

Doenges, M.E. 2000. Rencana Asuhan keperawatan; Pedoman untuk

Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Jakarta: EGC

Muttaqin, Arif.2008.AsuhanKeperawatan pada klien dangan gangguan system

pernapasan. Jakarta:Salemba Medika

Sudoyo, Aru W. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam jilid II Ed. IV. Jakarta:

Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas

Indonesia

Price, Sylvia A dan Lorraine McCarty Wilson. 1995. Patofisiologi Konsep

Klinis Proses-Proses Penyakit. Jakarta: Penerbit buku kedokteran EGC

You might also like