Professional Documents
Culture Documents
BAB IV
STRAIN DAN SPRAIN
A. STRAIN
1. Definisi Strain
a. Strain (kram otot)adalah cedera yang disebabkan oleh terpuntir atau tertariknya
suatu otot atau tendon (Chris Brooker, Ensiklopedia Keperawatan, 2008. EGC)
b. Strain adalah “tarikan otot” akibat penggunaan berlebihan, peregangan
berlebihan, atau stres yang berlebihan. Strain adalah robekan mikropkopis tidak
komplit dengan perdarahan ke dalam jaringan. Dalam hal ini pasien mengalami
rasa sakit atau nyeri tekan lokal pada pemakaian otot dan kontraksi isometrik.
(Smeltzer Suzanne, KMB Brunner & Suddarth)
c. Strain adalah trauma pada suatu otot atau tendon, biasanya terjadi ketika otot
atau tendon teregang melebihi batas normalnya. Starin dapat mencakup robekan
atau ruptur suatu jaringan. Inflamasi terjadi pada cedera otot atau tendon yang
menyebabkan nyeri dan pembengkakan jaringan (Elizabeth J. Corwin, Buku
Saku Patofisiologi , 2009)
Dari beberapa pengertian di atas maka dapat ditarik kesimpulan bahwa strain
adalah kerusakan pada jaringan otot yang terjadi baik secara langsung maupun tidak
langsung akibat dari peregangangan atau penggunaan yang berlebihan.
2. Etiologi Strain
a. Pada strain akut
Ketika otot keluar dan berkontraksi secara mendadak.
b. Pada strain kronis
Terjadi secara berkala oleh karena penggunaaan yang berlebihan / tekanan
berulang-ulang, menghasilkan tendonitis (peradangan pada tendon).
Predileksi : punggung, otot harmstring, dan kaki, umumnya disebakan karena
olahraga
3. Klasifikasi Strain
Berdasarkan berat ringannya cedera (Sadoso, 1995: 15), strain dibedakan
menjadi 3 tingkatan, yaitu:
a. Strain Tingkat I
Pada strain tingkat I, terjadi regangan yang hebat, tetapi belum sampai terjadi
robekan pada jaringan muscula tendineus.
b. Strain Tingkat II
93
Pada strain tingkat II, terdapat robekan pada unit musculo tendineus. Tahap ini
menimbulkan rasa nyeri dan sakit sehingga kekuatan berkurang.
c. Strain Tingkat III
Pada strain tingkat III, terjadi robekan total pada unit musculo tendineus.
Biasanya hal ini membutuhkan tindakan pembedahan, kalau diagnosis dapat
ditetapkan.
4. Patofisiologi Strain
Strain adalah kerusakan pada jaringan otot karena trauma langsung (impact) atau
tidak langsung (overloading). Cedera ini terjadi akibat otot tertarik pada arah yang
salah,kontraksi otot yang berlebihan atau ketika terjadi kontraksi ,otot belum
siap,terjadi pada bagian groin muscles (otot pada kunci paha),hamstring (otot paha
bagian bawah),dan otot guadriceps. Fleksibilitas otot yang baik bisa menghindarkan
daerah sekitar cedera memar dan membengkak.
PATHWAY STRAIN
93
6. KOMPLIKASI
a. Tendonnitis
Tendonitis atau tendinitis adalah peradangan atau iritasi tendon. Regangan
terus-menerus, penggunaan berlebihan atau penyalahgunaan tendon yang
menyebabkan cedera stres berulang, atau cedera akut yang serius dapat
menyebabkan tendonitis.
Gejala tendonitis adalah nyeri, kekakuan, dan rasa terbakar di tendon dan
daerah sekitarnya. Nyeri dapat memburuk selama dan setelah aktivitas yang
melibatkan tendon.
Tendonitis biasanya terjadi pada ibu jari, siku, bahu, pinggul, lutut, dan
pergelangan tangan, tetapi dapat terjadi di mana saja terdapat tendon.
b. Strain dapat berulang
c. Perioritis
d. Perubahan patologi
Adanya inflasi ringan dan mengganggu jaringan otot dan tendon namun
tanda perdarahan yang besar.
93
B. SPRAIN
1. Definisi Sprain
a. Sprain (terkilir) adalah cidera pada jaringan lunak di sekililing suatu sendi, dan
menyebabkan perubahan warna, pembengkakan dan nyeri. (Chris Brooker,
Ensiklopedia Keperawatan, 2008. EGC)
b. Sprain adalah cedera struktur ligamen di sekitar sendi, akibat gerakan menjepit
atau memutar. (Suratun, Klieen Gangguan Sistem Muskuloskeletal)
c. Sprain adalah trauma pada sendi biasanya terjadi pada ligamen. Pada sprain yang
berat ligamen dapat putus. Sparin inflamasi, pembengkakan, dan nyeri.
(elizabeth J. Corwin, Buku Saku Patofisiologi , 2009)
d. Sprain adalah cedera struktur ligamen disekitar sendi, akibat gerakan menjepit
atau memutar. Fungsi ligamen adalah stabilitas namun masih memungkinkan
mobilitas. Ligamen yang robek akan kehilangna kemampuan stabilitasnya.
Pembuluh darah akian terputus dan terjadilah edema; sendi terasa nyeri tekan
dan gerakan sendi terasa sangat nyeri. Derajat disabilitas dan nyeri terus
meningkat selama 2-3 jam setelah cedera akibat pembengkakan dan perdarahan
yang terjadi. Pasien harus diperiksa dengan sinar-x untuk mengevaluasi bila ada
cedera tulang. Fraktur avulsi (suatu fragmen tulang tertarik oleh ligamen atau
tendon) dapat terjadi pada sprain (Smeltzer, Suzzane C. Buku ajar KMB Brunner
Suddarth, 2001).
Jadi, sprain adalah kerusakan pada ligamen, jaringan fibrosa yang
menghubungkan tulang ke tulang karena trauma hingga teregang melebihi batas
normal.
2. Etiologi Sprain
a. Umur
Faktor umur sangat menentukan karena mempengaruhi kekuatan serta
kekenyalan jaringan. Misalnya pada umur tiga puluh sampai empat puluh tahun
kekuatan otot akan relative menurun. Elastisitas tendon dan ligamen menurun
pada usia tiga puluh tahun.
b. Terjatuh atau kecelakan
Sprain dapat terjadi apabila terjadi kecelakan atau terjatuh sehingga jaringan
ligamen mengalami sprain.
c. Terpelintir
d. Adanya tekanan pada tubuh yang menyebabkan sendi bergeser, sehingga terjadi
cidera ligamen
e. Pukulan
93
Sprain dapat terjadi apabila mendapat pukulan pada bagian sendi dan
menyebabkansprain.
f. Tidak melakukan pemanasan
Pada atlet olahraga sering terjadi sprain karena kurangnya pemanasan. Dengan
melakukan pemanasan otot-otot akan menjadi lebih lentur
3. Tingkatan/Klasifikasi Sprain
Berdasarkan berat ringannya cedera Giam & Teh (1992: 195) membagi sprain
menjadi tiga tingkatan, yaitu:
a. Sprain Tingkat I
Pada cedera ini terdapat sedikit hematoma dalam ligamentum dan hanya
beberapa serabut yang putus. Cedera menimbulkan rasa nyeri tekan,
pembengkatan dan rasa sakit pada daerah tersebut.
b. Sprain Tingkat II
Pada cedera ini lebih banyak serabut dari ligamentum yang putus, tetapi lebih
separuh serabut ligamentum yang utuh. Cedera menimbulkan rasa sakit, nyeri
tekan, pembengkakan, efusi, (cairan yang keluar) dan biasanya tidak dapat
menggerakkan persendian tersebut.
c. Sprain Tingkat III
Pada cedera ini seluruh ligamentum putus, sehinnga kedua ujungya terpisah.
Persendian yang bersangkutan merasa sangat sakit, terdapat darah dalam
persendian, pembekakan, tidak dapat bergerak seperti biasa, dan terdapat
gerakan–gerakan yang abnormal.
93
4. Derajat Strain
Cedera strain terbagi menjadi derajat satu, dua dan tiga.
a. Strain derajat pertama
Peregangan ringan dari otot/tendon menghasilkan ketegangan pada saat
dipalpitasi, memungkinkan ketegangan otot, tetapi tidak mengalami kehilangan
rentang gerak sendi (ROM), edema, atau ekimosis. Penangannannya adalah
mengukur kenyamanan dengan tindakan pengompresan dingin secara intermitten
pada 24 jam pertama, kemudian pengompresan hangat, relaksan otot, analgesic
ringan dan obat anti imflamasi.
b. Strain derajat kedua
Peregangan sedang atau sobekan pada otot atau tendon yang mengasilkan
spasme otot yang berat, nyeripada gerakan yang pasif, dan edema segera setelah
luka, diikuti dengan ekimosis. Penangannannya sama dengan strain derajat
pertama, kecuali pada penggunaan es digunakan secara intermediet selama lebih
dari 48 jam, setelah kompres hangat dilakukan. Mobilitas dibatasi selama 4-6
minggu, kemudian diikuti latihan yang bertahap. Tindakan pembedahan
diperlukan pada kasus berat.
c. Strain derajat ketiga
Peregangan berat dan penggerusan komplit dari tendon/ otot yang
menyebabkan spasme otot, ketegangan, edema, dan kehilangan pergerakan.
Penanganannya sama dengan derajat kedua.
Strain ringan ditandai dengan kontraksi otot terhambat karena nyeri dan
teraba pada bagian otot yang mengaku. Strain total didiagnosa sebagai otot tidak
bisa berkontraksi dan terbentuk benjolan. Cidera strain membuat daerah sekitar
cedera memar dan membengkak. Setelah 24 jam, pada bagian memar terjadi
perubahan warna, ada tanda-tanda perdarahan pada otot yang sobek, dan otot
mengalami kekejangan.
5. Patofisiologi
93
Adalah kekoyakan (avulsion) seluruh atau sebagian dari dan disekeliling sendi,
yang disebabkan oleh daya yang tidak semestinya, pemelintiran atau
mendorong/mendesak pada saat berolah raga atau aktivitas kerja. Kebanyakan
MK : gg.
nyeri
mobilitasmo
Tertekan ujung-ujung bilisasi
saraf perifer
MK : Imobilisasi
MK: Risiko
cidera
Bagan 11.
93
Pathway Sprain
6. Manifestasi Klinis
a. Nyeri tekan (derajat nyeri meningkat selama 2-3 jam akibat pembengkakan dan
perdarahan yang terjadi)
b. Edema
c. Sulit menggerakkan sendi-sendi
d. Memar
e. Bengkak di sekitar persendian tulang yang terkena cedera, termasuk perubahan
warna kulit.
f. Terjadi haemarthrosis atau perdarahan sendi
93
7. Komplikasi
Strain dan Sprain : Strain dan sprain yang berulang dapat menyebabkan
Tendonitis dan Perioritis , dan perubahan patologi adanya inflasi serta dapat
mengganggu/robeknya jaringan otot dan tendon dari intensitas ringan–berat
tergantung tipe strain yang didapatkan. Strain dapat mengakibatkan ptah tulang
karena robeknya ligament , membuat tulang menjadi kaku dan mudah patah bila
salah mobilisasi.
2. Pemeriksaan Penunjang
a. MRI
Magnetic Resonance Imaging adalah jenis alat kedokteran untuk pemeriksaan
diagnostik radiologi, yang menghasilkan rekaman gambar potongan penampang
tubuh atau organ manusia. MRI tidak memberikan rasa sakit akibat radiasi
karena tidak menggunakan sinar X dalam proses tersebut.
Contoh Hasil MRI
93
b. Artroskopi
Merupakan prosedur endoskpis yang memungkinkan pandangan langsung ke
dalam sendi.
Contoh Hasil artroskopi
c. Elekt
romy
ograf
i
Pemeriksaan ini memberi informasi mengenai potensi listrik otot dan sarafnya.
Tujuan prosedur ini adalah menentukan setiap abnormalitas fungsi unit.
93
d.
Foto Rontgen
Foto rontgen merupakan alat yang memanfaatkan sinar X yang sebetulnya
memiliki efek samping akibat dari radiasi.Namun, pasien tidak perlu khawatir
karena manfaat yang didapat dari teknologi ini lebih banyak, jika dilakukan
dengan benar.
Contoh hasil rontgen :
e.
CT Scan
Prosedur ini menunjukan rincian bidang tertentu dari tulang yang sakit dan
memperlihatkan tumor jaringan lunak atau cedera ligamen atau
tendon.Pemeriksaan ini digunakan untuk mengidentifikasi lokasi dan panjangnya
patah tulang di daerah yang sulit di evaluasi.
Contoh hasil ct-scan :
93
2. Rehabilitasi
Untuk memperbaiki kondisi bagian yang cedera untuk memulihkan fungsinya.
Biasanya dilakukan oleh para ahli fisioterapi adalah menerapkan program latihan
yang dirancang untuk mencegah kekakuan, memperbaiki, dan mempertahankan
rentang gerakan (range of movement) yang normal, dan memulihkan fleksibilitas
serta kekuatan normal sendi.
Lakukan
teknik
masase (manipulasi masase) dengan cara menggabungkan teknik terusan
(friction) dan gosokan (effleurage), pada otot hamstring ke arah atas.
Lakukan traksi dengan posisi satu tangan memegang tumit dan satu tangan
yang lain memegang punggung kaki. Kemudian traksi/tarik kearah bawah
secara pelan-pelan dan putarkan kaki (engkel) dengan kondisi pergelangan
kaki dalam keadaan tertarik.
1. Strain
a. Farmakoterapi .
Dengan analgetik seperti Aspirin (300 – 600 mg/hari) atau Acetaminofen (300 –
600 mg/hari).
b. Elektromekanis.
Penerapan dingin dikompres dengan kantong es.
c. Pembalutan atau wrapping eksternal.
d. Dengan pembalutan atau pengendongan bagian yang sakit.
e. Posisi ditinggikan atau diangkat.
f. Dengan ditinggikan jika yang sakit adalah ekstremitas.
g. Latihan ROM : Latihan pelan-pelan dan penggunaan semampunya sesudah 48
jam.
h. Penyangga beban, dilakukan sampai dapat menggerakan bagian yang sakit.
2. Sprain
a. Pembedahan.
Mungkin diperlukan agar sendi dapat berfungsi sepenuhnya; pengurangan-
pengurangan perbaikan terbuka terhadap jaringan yang terkoyak.
b. Farmakoterapi
Dengan analgetik Aspirin (100-300 mg setiap 4 jam) untuk meredakan nyeri dan
peradangan. Kadang diperlukan Narkotik (codeine 30-60 mg peroral setiap 4
jam) untuk nyeri hebat.
c. Elektromekanis.
Penerapan dingin dikompres dengan kantong es.
d. Pembalutan / wrapping eksternal.
e. Dengan pembalutan, cast atau pengendongan (sung).
f. Posisi ditinggikan atau diangkat.
g. Latihan ROM : Tidak dilakukan latihan pada saat terjadi nyeri hebat dan
perdarahan, latihan pelan – pelan dimulai setelah 7-10 hari tergantung jaringan
yang sakit.
h. Penyangga beban : Menghentikan penyangga beban dengan penggunaan kruk
selama 7 hari atau lebih tergantung jaringan yang sakit.
2. Jangan diurut
Apabila terjadi cedera otot, sering kali ditemukan kasus-kasus ini ditangani
dengan pengurutan. Padahal, tidak selalu harus demikian. Orang yang mengalami
cedera, bisa saja ada pembuluh darah pada jaringan otot yang robek sehingga timbul
perdarahan. Sebaiknya, dalam kasus ini bagian yang cedera jangan diurut atau diberi
param karena cedera justru akan semakin parah.
Pengurutan hanya akan menimbulkan inflamasi yang pada akhirnya malah
menjadi bengkak karena pembuluh darah yang robek makin melebar dan biasanya
menjadi lama sembuhnya. Padahal, jika dikompres dengan es, pembuluh darah yang
pecah pun tidak semakin pecah, justru bisa makin kuat karena terjadi pembekuan.
Bila cedera otot ini sudah cukup berat maka tindakan dokter adalah memberikan
gips, karena biasanya cedera sudah mengarah pada keretakan tulang dan sendi.
1. Pengkajian
a. Identitas klien
1) Identitas klien berisi tentang : Nama, Umur, Pendidikan, Pekerjaan, Suku,
Agama, Alamat.
2) Identitas penanggung jawab meliputi: Nama, Umur, Pendidikan, Pekerjaan ,
Suku, Agama, Alamat.
3) Tanggal masuk RS, No. Medical Record dan Diagnosa Medis
b. Riwayat kesehatan
1) Keluhan utama : Badan bengkak, muka sembab dan nafsu makan
menurun.
2) Riwayat penyakit sekarang : Badan bengkak, muka sembab, muntah,
nafsu makan menurun, konstipasi, diare, urine menurun.
3) Riwayat penyakit dahulu : Edema, malaria, riwayat GNA dan GNK,
terpapar bahan kimia.
4) Riwayat kesehatan keluarga : Karena kelainan gen autosom resesif.
Kelainan ini tidak dapat ditangani dengan terapi biasa dan bayi biasanya mati
pada tahun pertama atau dua tahun setelah kelahiran.
c. Pengkajian fungsional kesehatan
Pada klien dengan nefrotik sindrom, hal yang perlu di kaji menurut 11 pola
konseptual Gordon yang dikemukakan oleh Doengoes (2000) dan Carpenito
(2001).
1) Persepsi kesehatan
Kaji pandangan klien/keluarga jika ada anggota keluarga yang sakit apa yang
akan dilakukan, pengobatan apa yang akan diberikan.
2) Pola nutrisi metabolic
Tanyakan tentang pola makan klien sebelum dan selama sakit, kaji status
nutrisi klien dengan, kaji input cairan klien selama 24 jam, dan kaji turgor
kulit serta observasi adanya oedema anasarka.
3) Pola eliminasi
Kaji pola bab dan bak klien sebelum sakit dan selama sakit.apakah terjadi
perubahan pola berkemih seperti peningkatan frekuensi, proteinuria.
4) Pola aktivitas
Kaji tanda – tanda vital terutama tekanan darah, kaji adanya tanda - tanda
kelelahan,
93
2. Data Fokus
Data Subyektif Data Obyektif
1) Klien mengatakan 1) Kesadaran CM
jatuh dari 2) Klien terlihat tidak bisa berdiri dan mengalami luka-
ketinggian 30 m luka
2) Klien mengatakan 3) Nampak terpasang bidai pada tungkai kiri klien dan
nyeri dan bengkak terpasang mitela pada bahu kiri
pada sendi bahu kiri 4) Terlihat tungkai bawah terkulai
5) Pada pemeriksaan terlihat adanya pembengkakan,
disertai nyeri tekan dan nyeri sumbu pada cruris
sinistra 1/3 dibagian depan dan daerah deltoid kosong
Data Tambahan
1) Kemungkinan pasien mengatakan tidak 1) Kemungkinan klien terlihat
bisa menggerakkan tangan kiri dan kaki meringis kesakitan
kirinya
2) Kemungkinan pasien mengatakan
kesulitan dalam membolak-balik posisinya
93
3. Analisa Data
No. Data Masalah Etiologi
1 DS :
1) Klien mengatakan jatuh dari ketinggian 30 m
2) Klien mengatakan nyeri dan bengkak pada sendi bahu
kiri
spasme otot,
DO :
gerakan
1) Kesadaran CM
Nyeri fragmen
2) Pada pemeriksaan terlihat adanya pembengkakan,
(akut) tulang, edema,
nyeri tekan dan nyeri sumbu pada cruris sinistra 1/3
cedera pada
dibagian depan dan daerah deltoid kosong
jaringan lunak
3) Kemungkinan klien terlihat meringis kesakitan karena
nyeri dan tungkai bawah terkulai
4) Nampak terpasang bidai pada tungkai kiri klien dan
terpasang mitela pada bahu kiri
2. DS :
1) Kemungkinan pasien mengatakan tidak bisa
menggerakkan tangan kiri dan kaki kirinya cedera jaringan
2) Kemungkinan pasien mengatakan kesulitan dalam sekitar fraktur
Gangguan
membolak-balik posisinya dan kerusakan
mobilitas
DO : rangka
fisik
1) Klien terlihat tidak bisa berdiri dan mengalami luka- neuromuskuler.
luka
2) Klien terlihat meringis kesakitan karena nyeri dan
tungkai bawah terkulai
4. Diagnosa Keperawatan
a. Nyeri (akut) berhubungan dengan spasme otot, gerakan fragmen tulang, edema,
cedera pada jaringan lunak
b. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan cedera jaringan sekitar fraktur
dan kerusakan rangka neuromuskuler.
c. Kerusakan integritas kulit/jaringan berhubungan dengan fraktur terbuka: bedah
permukaan; perubahan sensasi, sirkulasi, akumulasi eksresi atau
sekret/immobilisasi fisik.
d. Resiko tinggi terhadap disfungsi neurovaskuler perifer berhubungan dengan
aliran darah; cedera vaskuler langsung, edema berlebih, hipovolemik dan
pembentukan trombus.
e. Resiko infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya pertahanan primer,
kerusakan kulit dan trauma jaringan.
f. Kurang pengetahuan tentang kondisi dan kebutuhan pengobatan berhubungan dengan kurang
informasi, salah interpretasi informasi, tidak mengenal sumber informasi.
93
5. Intervensi Keperawatan
a. Dx.1 Nyeri (akut) berhubungan dengan spasme otot, gerakan fragmen tulang,
edema, cedera pada jaringan lunak, pemasangan alat/traksi.
Tujuan: Nyeri berkurang setelah dilakukan tindakan perawatan.
Kriteria Hasil:
Klien menyatakan nyeri berkurang.
Klien menunjukkan penggunaan keterampilan relaksasi dan aktifitas
terapetik sesuai indikasi untuk situasi individual.
Edema berkurang/hilang.
Tekanan darah normal.
Tidak ada peningkatan nadi dan pernapasan.
Intervensi:
1) Kaji keluhan nyeri, perhatikan lokasi, lamanya, dan intensitas (skala 0 ± 10).
Perhatikan petunjuk verbal dan non-verbal.
Rasional: Membantu dalam mengidentifikasi derajat ketidaknyamanan dan
kebutuhan untuk /keefektifan analgesic.
2) Pertahankan immobilisasi bagian yang sakit dengan tirah baring, gips,
pembeban, dan traksi.
Rasional: Meminimalkan nyeri dan mencegah kesalahan posisi
tulang/tegangan jaringan yang cedera.
3) Tinggikan dan sokong ekstremitas yang terkena.
Rasional: Menurunkan aliran balik vena, menurunkan edema, dan rasa nyeri
4) Bantu pasien dalam melakukan gerakan pasif/aktif.
Rasional: Mempertahankan kekuatan/mobilisasi otot yang sakit dan
memudahkan resolusi inflamasi otot yang sakit dan memudahkan resolusi
inflamasi pada jaringan yang terkena.
5) Berikan alternatif tindakan kenyamanan (massage, perubahan posisi).
Rasional: Meningkatkan sirkulasi umum menurunkan area tekanan lokal dan
kelelahan otot.
6) Dorong penggunaan teknik manajemen stress, contohnya relaksasi progresif,
latihan nafas dalam, imajinasi visualisasi dan sentuhan terapeutik.
Rasional: Meningkatkan sirkulasi umum, mengurangi area tekanan dan
kelelahan otot.
7) Lakukan kompres dingin/es selama 24-48 jam pertama dan sesuai indikasi.
Rasional: Menurunkan udema/pembentukan hematoma, menurunkan sensasi
nyeri.
8) Kolaborasi dengan dokter pemberian analgetik.
Rasional: Diberikan untuk mengurangi nyeri dan spasme otot.
Intervensi :
1) Kaji kembalinya kapiler, warna kulit dan kehangatan bagian distal dari
fraktur.
Rasional: Pulsasi perifer, kembalinya perifer, warna kulit dan rasa dapat
normal terjadi dengan adanya syndrome comfartemen syndrome karena
sirkulasi permukaan sering kali tidak sesuai.
2) Kaji status neuromuskuler, catat perubahan motorik/fungsi sensorik.
Rasional: Lemahnya rasa/kebal, meningkatnya penyebaran rasa sakit terjadi
ketika sirkulasi kesaraf tidak adekuat atau adanya trauma pada syaraf.
3) Kaji kemampuan dorso fleksi jari-jari kaki.
Rasional: Panjang dan posisi syaraf peritoneal meningkatkan resiko
terjadinya injuri dengan adanya fraktur di kaki, edema/comfartemen
syndrome/malposisi dari peralatan traksi.
4) Monitor posisi/lokasi ring penyangga bidai.
Rasional: Peralatan traksi dapat menekan pembuluh darah/syaraf, khususnya
di aksila dapat menyebabkan iskemik dan luka permanen.
5) Monitor vital sign, pertahanan tanda-tanda pucat/cyanosis umum, kulit
dingin, perubahan mental.
Rasional: Inadekuat volume sirkulasi akan mempengaruhi sistem perfusi
jaringan.
6) Pertahankan elevasi dari ekstremitas yang cedera jika tidak kontraindikasi
dengan adanya compartemen syndrome.
Rasional: Mencegah aliran vena/mengurangi edema.
6. Implementasi
Setelah rencana keperawatan di susun, maka rencana tersebut diharapkan
dalam tindakan nyata untuk mencapai tujuan yang diharapkan, tindakan tersebut
harus terperinci sehingga dapat diharapkan tenaga pelaksanaan keperawatan dengan
baik dan sesuai dengan waktu yang ditentukan. Implementasi ini juga dilakukan oleh
si pembuat rencana keperawatan dan di dalam pelaksanaan keperawatan itu kita
harus menjunjung tinggi harkat dan martabat sebagai manusia yang unik.
7. Evaluasi
Evaluasi adalah hasil akhir dari proses keperawatan dilakukan untuk
mengetahui sampai dimana keberhasilan tindakan yang diberikan sehingga dapat
menentukan intervensi yang akan dilanjutkan.