Professional Documents
Culture Documents
1. Pengertian Emosi
Perbuatan atau perilaku kita sehari-hari pada umumnya disertai oleh perasaan tertentu, seperti
perasaan senang atau tidak senang. Perasaan-perasaan seperti ini disebut emosi. Di samping
perasaan senang dan tidak senang, beberapa contoh macam emosi yang lain adalah gembira,
cinta, marah, takut, dan benci.
Emosi dan perasaan adalah dua hal yang berbeda. Tetapi perbedaan anatar keduanya tidak
dapat dinyatakan dengan tegas. Tetapi Perbedaan antara keduanya tidak dapat dinyatakan tegas.
Emosi dan perasaan merupakan suatu gejala emosional yang secara kualitatif berkelanjutan,
akan tetapi tidak jelas batasnya. Menurut Crow & Crow (1958) pengertian emosi itu adalah
pengalaman afektif yang disertai penyesuaian dari dalam diri individu tentang keadaan mental
dan fisik dan berwujud suatu tingkah laku yang tampak. Emosi adalah warna efektif yang kuat
dan ditandai oleh perubahan-perubahan fisik.
Faktor penting dalam kehidupan remaja adalah kapasitasnya untuk mencintai orang lain
dan kebutuhannya untuk mendapatkan cinta dari orang lain.
Walaupun remaja bergerak ke dunia pergaulan yang lebih luas, dalam dirinya masih
terdapat sifak kanak-kanaknya. Remaja membutuhkan kasih ssayang dirumah yang sama
banyaknya dengan apa yang mereka alami pada tahun-tahun sebelumnya.
b. Gembira
Perasaan gembira dari remaja belum banyak diteliti. Perasaan gembira sedikit mendapat
perhatian dari petugas peneliti daripada perasaan marah dan takut atau tingkah laku problema
lain yang memantulkan kesedihan. Rasa gembira akan dialami apabila segala sesuatunya
berlangsung dengan baik dan para remaja akan mengalami kegembiraan jika ia terima sebagai
seorang sahabat atau bila ia jatuh cinta dan cintanya itu diterima oleh yang ia cintai.
c. Kemarahan dan Permusuhan
Rasa marah merupakan gejala yang penting di antara emosi-emosi yang memainkan
peranan yang menonjol dalam perkembangan kepribadian. ada 4 faktor yang sangat penting
sehubungan dengan rasa marah :
1) Adanya kenyataan bahwa perasaan marah berhubungan dengan usaha manusia untuk
memilikinya dirinya dan menjadi dirinya sendiri. Meskipun marah seringkali tampak
tolol dan tidak terkendali, namun rasa marah akan terus berlanjut sepanjang ada
kehidupan, dan sangat berfungsi sebagai usaha individu untuk menjadi seorang pribadi
sesuai dengan haknya. Selama masa remaja, fungsi marah terutama unntuk melindungi
haknya untuk menjadi bebas/independen, dan menjamin hubungan antara dirinya dan
pihak lain yang berkuasa.
2) Pertimbangan penting lainnya ialah ketika individu mencapai masa remaja, dia tidak
hanya merupakan subjek kemarahan yang berkembang dan kemudian menjadi surut,
tetapi juga mempunyai sikap-sikap di mana ada sisa kemarahan dalam bentuk
permusuhan yang meliputi sisa kemarahan masa lalu. Sikap-sikap permusuhan mungkin
berbentuk dendam, kesedihan, prasangka, atau kecenderungan untuk merasa tersiksa.
Sikap-sikap permusuhan dapat juga tampak dalam suatu kecenderungan untuk menjadi
curiga dan keengganan atau menganggap bahwa orang lain tidak bersahabat dan
mempunyai motif yang jelek. Sikap-Sikap permusuhan mungkin tampak dalam cara-cara
yg bersifat pura-pura. Remaja bukannya menampakkan kemarahan langsung tetapi
remaja lebih menunjukkan keinginan yang sangat besar.
3) Seringkali perasaan marah sengaja disembunyikan dan seringkai tampak dalam bentuk
samar-samar.
4) Kemarahan mungkin berbalik pada dirinya sendiri. Dalam beberapa hal, aspek ini
merupakan aspek yang sangat penting dan juga sulit dipahami.
Menjelang anak mencapai masa remaja, dia telah mengalami serangkaian perkembangan
panjang yang mempengaruhi pasang surut berkenaan dengan rasa ketakutannya. Banyak
ketakutan-ketakutan baru muncul karena adanya kecemasan-kecemasan dan rasa berani yang
bersamaan dengan perkembangan remaja itu sendiri.
Remaja seperti halnya anak-anak dan orang dewasa, seringkali berusaha untuk mengatasi
ketakutan -ketakutan yang timbul dari persoalan-persoalan kehidupan. Tidak ada seorang pun
yang menerjunkan dirinya dalam kehidupan dapat hidup tanpa rasa takut. Satu-satunya cara
untuk menghindarkan diri dari rasa takut adalah menyerah terhadap rasa takut, seperti terjadi bila
seseoran begitu takut sehingga ia tidak berani mencapai apa yang ada sekarang atau masa depan
yang tidak menentu.
Biehler (1972) membagi ciri-ciri emosional remaja menjadi dua rentang usia, yaitu 12-15
tahun dan usia 15-18 tahun.
Anak belajar secara coba-coba untuk mengekspresikan emosi dalam bentuk perilaku yang
memberikan pemuasan terbesar kepadanya, dan menolak perilaku yang memberikan pemuasan
sedikit atau sama sekali tidak memberikan kepuasan.
Dengan cara mengamati hal-hal yang membangkitkan emosi orang lain, anak-anak
bereaksi dengan emosi dan metode ekspresi yang sama dengan orang yang diamati.
Anak menirukan reaksi emosional orang lain yang tergugah oleh rangsangan yang sama
dengan rangsangan yang telah membangkitkan emosi orang yang ditiru. Di sini anak hanya
menirukan orang yang dikagumi dan mempunyai ikatan emosional yang kuat dengannya.
Dengan metode ini objek situasi yang pada mulanya gagal memancing reaksi emosional,
kemudian dapat berhasil dengan cara asosiasi. Pengkondisian terjadi dengan mudah dan cepat
pada tahun-tahun awal kehidupan karena anak kecil kurang mampu menalar, krang pengalaman
untuk menilai situasi secara kristis, dan kurang mengenal betapa tidak rasionalnya reaksi mereka.
5) Pelatihan atau belajar di bawah bimbingan dan pengawasan, terbatas pada aspek reaksi.
Kepada anak diajarkan cara bereaksi yang dapat diterima jika sesuatu emosi terangsang.
Dengan pelatihan, anak-anak dirangsang untuk bereaksi terhadap rangsangan yang biasanya
membangkitkan emosi yang menyenangkan dan dicegah agar tidak bereaksi secara emosional
terhadap rangsangan yang membangkitan emosi yang tidak menyenangkan.
4. Hubungan Antara Emosi dan Tingkah Laku serta Pengaruh Emosi terhadap
Tingkah Laku.
Keadaan emosi yang normal sangat bermanfaat bagi kesehatan, oleh karena itu
kegembiraan yang berlebihan, ketakutan dan kecemasan hendaknya dihindari. Seseorang
yang tidak mudah terganggu emosinya cenderung mempunyai pencernaan yang baik.
Gangguan emosi juga dapat menjadi penyebab kesulitan berbicara. Sikap takut, malu-malu,
dan agresif dapat merupakan akibat dari ketegangan emosi ata frustasi dan dapat muncul
dengan hadirnya individu tertentu atau situasi-situasi tertentu.
Dalam kaitannya dengan emosi remaja awal yang cenderung banya melamun dan sulit
diterka, maka satu-satunya hal yang dapat dilakukan oleh guru adalah konsisten dalam
pengelolaan kelas dan memperlakukan siswa seperti orang dewasa yang penuh tanggung jawab.
Guru-guru dapat membantu mereka yang bertingkah laku kasar dengan jalan mencapai
keberhasilan dalam pekerjaan/tugas-tugas sekolah sehingga mereka menjadi anak yang lebih
tenang dan lebih mudah ditangani. Salah satu yang mendasar adalah dengan mendorong mereka
untuk bersaing dengan diri sendiri.
Pengembangan Sosial
a. Keluarga
Keluarga merupakan lingkungan pertama yang memberikan pengaruh terhadap berbagai
aspek perkembangan anak, termasuk perkemabangan sosialnya. Proses pendidikan yang
bertujuan mengembangkan kepribadian anak lebih banyak ditentukan keluarga. Pola pergaulan
dan bagaimana norma dalam menempatkan diri terhadap lingkungan yang lebih luas ditetapkan
dan diarahkan oleh keluarga.
b. Kematangan
Bersosialisasi memerlukan kematangan fisik dan psikis. Untuk mampu
mempertimbangkan dalam proses sosial, memberi dan menerima pendapat orang lain,
memerlukan kematangan intelektual dan emosional. Di samping itu, kemampuan berbahasa ikut
pula menentukan.
Dengan demikian, untuk mampu bersosialisasi dengan baik dipeerlukan kematangan fisik
sehingga setiap orang fisiknya telah mampu menjalankan fungsinya dengan baik.
d. Pendidikan
Pendidikan dalam arti luas harus diartikan bahwa perkembangan anak dipengaruhi oleh
kehidupan keluarga, masyarakat, dan kelembagaan. Hakikat pendidikan sebagai proses
pengoperasian ilmu yang normatif. Penanaman norma perilaku yang benar secara sengaja
diberikan kepada peserta didik yang belajar di kelembagaan pendidikan (sekolah). Etik pergaulan
dan pendidikan moral diajarkan secara terprogram dengan tujuan untuk membentuk perilaku
kehidupan bermasyarakat dan bernegara.
Proses penyesuaian diri yang dilandasi sifat egonya dapat menimbulkan reaksi lain dimana
remaja itu justru melebih-lebihkan diri dalam penilaian diri, sehingga berani menantang
malapetaka dan menceburkan diri dalam aktivitass yang acapkali dipikirkan atau direncanakan.
Aktivitas yang dilakukan pada umumnya tergolong aktivitas yang membahayakan.
Melalui banyak pengalaman dan penghayatan kenyataan serta dalam menghadapi pendapat
orang lain, maka sifat ego semakin berkurang. Pada akhir masa remaja berpengaruh egosentrisitas
sudah sedemikian kecilnya, sehingga remaja sudah dapat berhubungan dengan orang lain tanpa
meremehkan pendapat dan pandangan orang lain.
Remaja dalam masa mencari dan ingin menentukan jati dirinya memiliki sikap yang terlalu
tinggi menilai dirinya atau sebaliknya. Ia (mereka) belum memahami benar tentang norma-
norma sosial yang berlaku di dalam kehidupan bermasyarakat. Keduanya dapat menimbulkan
hubungan sosial yang kurang serasi, karena ia (mereka) sukar untuk menerima norma sesuai
dengan kondisi dalam kelompok atau masyarakat. Sikap menentang dan sikap canggung dalam
pergaulan akan merugikan kedua belah pihak.
Perkembangan Moral
1. Pengertian dan Saling Keterkaitan Antara Nilai, Moral, dan Sikap serta Pengaruhnya
tehadap Tingkah Laku
Moral adalah ajaran tentang baik buruk perbuatan dan kelakuan, akhlak, kewajiban, dan
sebagainya. Dalam moral diatur segala perbuatan yang dinilai baik dan perlu dilakukan, dan
suatu perbuatan yang dinilai tidak baik dan perlu dihindari. Moral berkaitan dan kemampuan
untuk membedakan antara perbuatan yang benar dan yang salah. Dengan demikian, moral
merupakan kendali dalam bertingkah laku.
Dalam kaitannya dengan pengamalan nilai-nilai hidup, maka moral merupakan kontrol
dalam bersikap dan bertingkah laku sesuai dengan nilai-nilai hidup yang dimaksud. Misalnya
dalam pengamalan nilai hidup: tenggang rasa, dalam perilakunya seseorang akan selalu
memperhatikan perasaan orang lain, tidak “semau gue”. Dia dapat membedakan tindakan yang
benar dan yang salah.
Dengan demikian, keterkaitan antara nilai nilai moral, sikap dan tingah laku akan tampak
dalam pengamalan niai-nilai . Dengan kata lain nilai-nilai perlu dikenal terlebih dulu, kemudian
dihayati dan didorong oleh moral, baru akan terbentuk sikap tertentu terhadap nilai-nilai tersebut
dan pada akhirnya terwujud tingkh laku sesuai dengan nilai-nilai yang dimaksud.
Nilai-nilai kehidupan yang perlu diinformasikan dan selanjutnya dihayati oleh para
remaja tidak terbatas pada adat kebiasaan dan sopan santun saja, namun juga seperangkat nilai-
nilai yang terkandung dalam Pancasila, misalnya nilai-nilai kegamaan, nilai-nilai
perikamanusiaan dan perikeadilan, nilai-nilai estetik, nilai-nilai etik, dan nilai-nilai intelektual,
dalam bentuk-bentuk sesuai dengan perkembangan remaja
Bagi para ahli psikoanalisis perkembangan moral dipandang sebagai proses internalisasi
norma-norma masyarakat dan di pandang sebagai kematangan dari sudut organik biologis.
Menurut psikoanalisis moral dan nilai menyatu dalam konsep superego. Superego dibentuk
melalui jalan internalisasi larangan-larangan atau perintah-perintah yang datang dari luar
(khususnya dari orang tua) sedemikian rupa sehingga akhirnya terpencar dari dalam diri sendiiri.
Dalam kenyataan sehari-haru selalu saja ada gradasi dalam intensitas penghayatan dan
pengetahuan individu mengenai nilai-nilai tertentu, apapun niai tersebut. Misalnya pemahaman
konsep dan nilai tenggang rasa, bila dibandingkan dengan sikap serta tingkah laku nya dalam
kaitannya dengan tenggang rasa, memunginkan kita menempatkan individu dalam satu
kontinum.
a. Di ujung paling kiri, kita kelompokkan individ yang hampir-hampir atau sama sekali
tidak tahu tentang konsep dan niai tenggang rasa dan karenanya juga tidak bertindak
secara benar ditinjau dari konsep tenggang rasa.
b. Di ujung kanan terdapat individu yang baik pengetahuan maupun tingkah lakunya,
mencerminkan penghayatan nilai tenggang rasa yang sangat meyakinkan.
5. Upaya Mengembangkan Nilai, Moral, dan Sikap Remaja serta Implikasinya dalam
Penyelenggaraan Pendidikan
Upaya-upaya yang dilakukan dalam mengembangkan nilai, moral, dan sikap remaja antara lain:
a. Menciptakan Komunikasi
Dalam komunikasi didahului dengan pemberian informasi tentang nilai-nilai dan moral.
Anak tidak pasif mendengarkan dari orang dewasa bagaimana seseorang harus bertingkah laku
sesuai dengan norma dan nilai-nilai moral, tetapi anak-anak harus dirangsang supaya lebih aktif.
Hendaknya ada upaya untuk mengikutsertakan remaja dalam beberapa pembicaraan dalam
pengambilan keputusan keluarga, sedangkan dalam kelompok sebaya, remaja turut serta secara
aktif dalam tanggung jawab dan penentuan maupun keputusan kelompok.
Prof. Dr. Syamsu Yusuf LN., M. (2014). Perkembangan Peserta Didik. Jakarta: Rajawali Pers.