You are on page 1of 24

PENGARUH KEBIASAAN PENGGUNAAN GADGET TERHADAP

RESIKO TERJADINYA MIOPIA PADA MAHASISWA FK UMI

1
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. LATAR BELAKANG

Mata merupakan organ penglihatan yang diciptakan Tuhan dan

merupakan salah satu organ vital yang sangat penting nilainya. Dengan

menggunakan mata, manusia dapat memperolah informasi sebanyak 80%

hanya denggan melihat. (1)

Seiring dengan perkembangan zaman, teknologi komunikasi telah

berkembang sangat pesat dewasa ini. Trend gadget terus berkembang di

Indonesia. Kecanggihan teknologi gadget seperti smartphone, komputer,

tablet, e-reader, dan laptop semakin berkembang seiring dengan

meningkatnya kebutuhan manusia akan media yang modern dan praktis.

Saat ini Komputer seolah menjadi barang yang tak terpisahkan dari

kehidupan kita. Bahkan mungkin Komputer telah menjadi sahabat sejati kita

yang selalu menemani setiap aktivitas kita untuk mengerjakan pekerjaan

kantor. Selama ini kita sering sekali mendengar bahwa radiasi monitor pada

Komputer dapat menimbulkan efek samping yang berbahaya bagi kesehatan

mata. Hasil riset radiasi monitor terutama komputer juga memberikan

gambaran bahwa: radiasi monitor komputer secara diagonal terjadi karena

bocoran radiasi yang jauh lebih besar jika kita berhadapan secara langsung.

Jika terlalu sering mempergunakan Komputer apalagi dalam waktu

yang lama dapat merusak retina mata karena pancaran radiasi gelombang

beta yang ditimbulkan oleh monitor komputer. Monitor komputer produksi

2
mulai tahun 2004 telah menyertakan sebuah komponen silikon radioaktif

lemah (grup metalloids) yang mampu membuat warna XVGA lebih cerah

dengan biaya yang murah. pancaran radioaktif ini akan terus aktif hingga

meluruh habis selama 20 tahun. kerusakan pada mata tidak serta merta,

tetapi bersifat gradual. selalu isitirahatkan mata anda dengan cara menutup

mata tiap 3 jam berkomputer selama 5 menit. penelitian lanjut masih

dilakukan di pusat mata USA. Umumnya seseorang pegawai kantor yang

sedang mempergunakan Komputer tidak sadar mata mereka tidak berkedip

secara normal karena terlalu fokus terhadap pekerjaannya.

Miopia sebagai kelainan refraksi menjadi penyebab terbanyak

gangguan penglihatan di dunia hingga diestimasikan separuh dari penduduk

dunia menderita miopia pada tahun 2020. Segala golongan usia dapat

mengalami miopia, terutama pada remaja. Miopia atau rabun jauh

merupakan suatu kondisi dimana cahaya yang memasuki mata terfokus di

depan retina sehingga membuat objek yang jauh terlihat kabur.Menurut

derajat beratnya, miopia dibagi dalm tiga kriteria yaitu ringan, sedang, dan

berat. Menurut Desvianita cit Adler 1997, dalam hal ini gejala miopia yaitu

kelainan pada jarak pandang, dan untuk penderita dengan miopia ringan

dapat diketahui dengan pemeriksaan visus mata.

Miopia bersifat progresif pada masa anak-anak dan cenderung stabil

ketika mereka mencapai usia 20 tahun atau akhir remaja. Data WHO

memperkirakan bahwa 246 juta orang di seluruh dunia memiliki ganguan

penglihatan yang meliputi ametropia (miopia, hipemetropia atau

3
astigmatisme) sebesar 43 %, katarak 33 %, glaukoma 2 % (WHO, 2014).

Kejadian miopia semakin meningkat dan diestimasikan bahwa separuh dari

penduduk dunia menderita miopia pada tahun 2020.

WHO memperkirakan bahwa ada 45 juta penderita kebutaan di

dunia, sepertiganya berada di Asia Tenggara. Sedangkan di Indonesia 1

orang buta tiap menitnya. Prevalensi kebutaan dan gangguan penglihatan

pada kelompok usia 5-15 tahun adalah 0,96%. Penelitian WHO mengenai

miopia pada remaja paling sering terjadi pada anak perempuan daripada

anak laki-laki, dengan perbandingan perempuan terhadap laki-laki 1,4 : 1.

Proporsi menurut jenis kelamin, jenis kelamin laki- laki yang

memakai kacamata/ lensa kontak di Indonesia sebesar 4,3% dan perempuan

sebesar 5,0%. Rentang usia 15-24 tahun, 2,9% telah memakai alat bantu

seperti kacamata/ lensa kontak.

Berbagai faktor dapat mempengaruhi progresivitas miopia pada usia

sekolah. Faktor genetik dan kebiasaan atau perilaku membaca dekat disertai

penerangan yang kurang menjadi faktor utama terjadinya miopia. Faktor

gaya hidup mendukung tingginya akses anak terhadap media visual yang

ada. Kurangnya outdoor activity juga mempengaruhi pertumbuhan miopia.

Vitamin D yang didapat ketika melakukan aktivitas luar ruangan memiliki

peran dalam pembentukan kolagen dimana merupakan komponen utama

sklera. Intensitas cahaya yang tinggi juga dapat mempengaruhi tingkat

keparahan myopia karena mempengaruhi bekerjanya pupil dan lensa mata.

4
Intensitas penggunaan gadget dikalangan mahasiswa FK UMI

sangat tinggi. Tidak hanya digunakan sebagai sarana komunikasi, tetapi

juga sebagai sarana dalam mengerjakan tugas maupun untuk sekedar

hiburan dengan bermain game. Penggunaan dengan waktu yang lama akan

menimbulkan efek awal kelelahan mata yang bisa dilanjutkan dengan

gangguan penglihatan. Oleh karena itu dilakukan penelitian tentang

pengaruh kebiasaan penggunaan gadget terhadap resiko terjadinya miopia.

1.2. RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan uraian dalam latar belakang di atas, maka rumusan

masalah yang ingin diteliti adalah “Adakah Pengaruh Kebiasaan

Penggunaan Gadget Terhadap Resiko Terjadinya Miopia pada Mahasiswa

FK UMI ?”

1.3. Tujuan Penelitian

1.3.1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui pengaruh kebiasaan penggunaan gadget terhadap

resiko terjadinya miopia pada mahasiswa FK UMI.

1.3.2. Tujuan Khusus

a. Untuk mengetahui pengaruh kebiasaan penggunaan gadget terhadap

resiko terjadinya miopia pada mahasiswa FK UMI.

b. Untuk mengetahui resiko terjadinya miopi berdasarkan faktor genetik.

5
c. Untuk mengetahui resiko terjadinya miopi berdasarkan jarak pandang

mata dangan gadget pada mahasiswa FK UMI.

d. Untuk mengetahui resiko terjadinya miopi berdasarkan lama

penggunaan gadget pada mahasiswa FK UMI.

e. Untuk mengetahui resiko terjadinya miopi berdasarkan jenis kelamin.

1.4. Manfaat penelitian

1.4.1. bagi masyarakat

a. Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan informasi kepada

masyarakat luas tentang pengaruh penggunaan gadget terhadap resiko

terjadinya miopia.

b. Memberikan wawasan kepada masyarakat bagaimana seharusnya

penggunaaan gadget yang baik dan sesuai standar kesehatan.

1.4.2. Bagi peneliti

Menambah pengetahuan tentang pengaruh penggunaan gadget terhadap

resiko terjadinya miopia.

1.4.3. Dokter

Bahan bacaan kepada dokter agar saat memberikan pelayanan kepada

masyarak, dokter dapat menjelaskan bagaimana dampak negatif

penggunaan gadget yang berlebihan terhadap mata.

6
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Anatomi dan Fisiologi Mata

7
Kelopak mata atau sering disebut palpebra mempunyai fungsi

melindungi bola mata dari trauma, serta mengeluarkan sekresi kelenjarnya

yang membentuk bola mata dari trauma, serta mengeluarkan sekresi

kelenjarnya yang membentuk film air mata di depan kornea. Kelopak mata

merupakan pelindung mata yang paling baik dengan membasahi mata dan

melakukan penutupan mata bila terjadi rangsangan dari luar. Kelopak

matamempunyai lapisan kulit yang tipis pada bagian depan sedangkan di

bagian belakang ditutupi selaput lendir tarsus yang disebut konjungtiva

tarsal. Ppada kelopak mata terdapat beberapa bagian antara lain kelenjar

sebasea, kelenjar keringat atau kelenjar moll, kelenjar zeis pada pangkal

8
rambut bulu mata, serta kelenjar meibom pada tarsus. Pada kelopak mata

bisa terjadi kelainan yaitu lagoftalmus (mata tidak menutup bola mata),

ptosis (mata tidak bisa dibuka).

2.2. Bagian mata

a. Sklera dan episklera

Sklera adalah pembungkus fibrosa pelindung mata dibagian luar,

yang hampir seluruhnya terdiri atas kolagen. Struktur kolagen dan jaringan

elastin membentang di sepanjang foramen sklera posterior, membentuk

lamina kribosa, yang diantaranya dilalui oleh berkas akson nervus optikus.

Bagian luar sklera terdapat sebuah lapisan yang disebut episklera. Selain

sebagai pelindung, episklera juga mengandung banyak pembuluh darah

untuk mendarahi sklera.

b. kornea

Kornea adalah selaput bening mata yang dapat menembus cahaya,

bersifat jernih, transparan, permukaan yang licin, permukaan yang licin dan

berfungsi sebagai pelindung mata. Kornea pada dewasa memiliki diameter

horizontal sekitar 11,75mm dan diameter vertikal sekitar 10,6mm. Kornea

dinutrisi oleh aqueous humor, pembuluh-pembuluh darah limbus, dan air

mata. Saraf-saraf sensorik kornea didapat dari cabang pertama nervus

trigeminus.

c. Iris

Iris berupa permukaan pipih dengan apertura bulat yang terletak

ditengah. Di dalam stroma iris terdapat sfingter dan otot-otot dilator

9
sehingga iris dapat mengendalikan banyaknya cahaya yang masuk ke dalam

mata. Iris mendapat nutrisi dari pendarahan yang dibawa oleh circulus

major iris. Persarafan sensoris iris melalui serabut-serabut dalam nervi

ciliares.

d. Corpus ciliare

Corpus ciliare secara zona terbagi atas dua zona yaitu: zona anterior

yang berombak-ombak, pars plicata yang terbentuk dari kapiler dan vena

yang bermuara ke vena-vena verticosa dan zona posterior yang datar.

e. Koroid

Koroid adalah segmen postrior uvea yang terdiri dari tiga lapis

pembuluh koroid yang makin dalam semakin besar lumennya. Koroid

melekat erat ke posterior pada tepi-tepi nervus optikus. Di sebelah anterior

koroid bergabung dengan corpus ciliare. Pembuluh darah koroid juga

berfungsi untuk mendarahi bagian luar dari retina.

f. Lensa

Lensa adalah suatu struktur bikonveks, avaskular, tak berwarna, dan

hampir transparan. Lensa terdiri atas air (65%) dan protein (35%). Lensa

memiliki tebal 4mm dan diameter 9mm yang dilapisi suatu membran

semipermeabel yang akan memperbolehkan air dan elektrolit masuk. Posisi

10
lensa dipertahankan oleh ligamentum suspensorium yang dikenal sebagai

zonula Zinii.

g. Retina

Retina adalah lembaran jaringan saraf berlapis yang tipis dan

semitransparan yang melapisi bagian dalam dua pertiga posterior dinding

bola mata. Retina memiliki tebal 0,1mm pada ora serrata dan 0,56mm pada

kutub posterior. Retina menerima darah darah dari koriokapilaris yang

mendarahi sepertiga luar retina dan cabang-cabang arteria centralis retinae

yang mendarahi dua pertiga dalam retina.

h. Vitreus

Vitreus adalah suatu bahan gelatin yang jernih dan avaskular yang

membentuk dua pertiga volume dan berat mata. Sekitar 99% komponen

vitreus adalah air dan sisa 1% adalah asam hialuronat dan kolagen, yang

memberi bentuk dan konsistensi mirip gel pada vitreus karena

kemampuannya mengikat banyak air.

2.3. Defenisi gadget

Meningkatnya penggunaan gadget atau alat-alat yang dapat dengan mudah

terkoneksi dengan internet ini, mengalami peningkatan dari waktu ke waktu.

Gadget merupakan suatu alat teknologi yang saat ini berkembang pesat yang

memiliki fungsi khusus diantaranya yaitu smartphone, I phone dan Blackberry.

11
Gadget merupakan barang canggih yang diciptakan dengan berbagai aplikasi yang

dapat menyajikan berbagai media berita, jejaring sosial, hobi, bahkan hiburan.

Barang canggih ini yang dilihat dari segi harga yang tidak bisa dibilang murah

tidak hanya sekedar dijadikan media hiburan semata tapi dengan aplikasi yang

terus diperbaharui gadget wajib digunakan oleh orang-orang yang memiliki

kepentingan bisnis, atau pengerjaan tugas kuliah dan kantor, akan tetapi pada

faktanya gadget tak hanya digunakan oleh orang dewasa atau lanjut usia (22 tahun

keatas), remaja (12-21 tahun), tapi pada anak-anak (7-11 tahun), dan lebih

ironisnya lagi gadget digunakan untuk anak usia (3-6 tahun), yang seharusnya

belum layak untuk menggunakan gadget.

2.4. Pengertian miopia

Miopia merupakan kelainan refraksi dengan bayangan sinar dari suatu objek

yang jauh difokuskan di depan retina pada mata yang tidak berakomodasi, yang

terjadi akibat ketidaksesuaian antara kekuatan optik (optical power) dengan

panjang sumbu bola mata (axial length).

2.5. Etiologi miopia

Miopia terjadi karena bola mata tumbuh terlalu panjang saat bayi. Dikatakan

pula, semakin dini mata seseorang terkena sinar terang secara langsung, maka

semakin besar kemungkinan mengalami miopia. Ini karena organ mata sedang

berkembang dengan cepat pada tahun-tahun awal kehidupan.

12
Pada miopia, panjang bola mata anteroposterior dapat terlalu besar atau

kekuatan pembiasan media refraksi terlalu kuat. Dikenal beberapa jenis miopia

seperti ;

a. Miopia refraktif, miopia yang terjadi akibat bertambahnya index bias media

penglihatan, seperti terjadi paada katarak intumesen dimana lensa menjadi

lebih cenderung sehingga pembiasan lebih kuat. Sama dengan miopia

refraktif ini, miopia bias atau miopia indeks adalah miopia yang terjadi

akibat pembiasan media penglihatan kornea dan lensa yang terlalu kuat.

b. Miopia aksial, miopia yang terjadi akibat memanjangnya sumbu bola mata,

dibandingkan dengan kelengkungan kornea dan lensa yang normal.

2.6. Manifestasi klinik

Pada penderita miopia, keluhan utamanya adalah penglihatan yang kabut

saat melihat jah, tetapi jelas saat melihat dekat. Selain itu pasien akan memberikan

keluhan sakit kepala atau mata terasa lelah, sering disertai dengan juling dan celah

kelopak mata sempit. Seseorang miopia mempunyai kebiasaan mengernyitkan

matanya untuk mencegah aberasi sferis atau untuk mendapatkan efek pinhole.

Pasien miopia mempunyai pungtum pemotum yang dekat sehingga mata sellau

dalam konvergensi yang akan menimbulkan astenopia konvergensi dan bila

menetap akan terlihat juling kedalam atau esotroppia. Apabila terdapat miopia

pada satu mata jauh lebih tinggi dari mata yang lain, dapat terjadi ambliopia pada

mata yang miopianya lebih tinggi dan menyebabkan eksotropia.

2.7. Penatalaksanaan

13
Selama bertahun-tahun, para ahli mengemukakan banyak metode

penanganan untuk mencegah progresifitas miopia. Koreksi refraksi dengan

kacamata bifocal dan kacamata multifokal direkomendasikan untuk

mengurangi akomodasi, karena akomodasi menyebabkan progresifitas miopia.

Pemberian tetes mata atropine dapat juga digunakan untuk menghambat

akomodasi.

Penatalaksanaan school myopia meliputi pemberian kaca mata koreksi.

Koreksi kacamata yang diberikan mempunyai kekuatan koreksi penuh. Cara

ini membuat anak dapat melihat dengan jelas pada jarak yang jauh dan akan

mengembangkan akomodasi dan konvergensi yang normal.1 Menurut Sato

pemberian kacamata dengan kekuatan refraksi yang tinggi dapat meningkatkan

progresifitas miopia.3 Pemberian koreksi yang lebih rendah dari koreksi yang

seharusnya bertujuan untuk mengurangi akomodasi, sehingga mempunyai

jarak baca dekat yang ideal. Straub membandingkan metode pemberian

kekuatan koreksi penuh dengan kekuatan di bawah koreksi pada remaja, dan

hasilnya adalah pemberian koreksi dengan kekuatan penuh tidak

mempengaruhi progresifitas miopia. Progresifitas miopia juga dapat ditekan

dengan pemberian tetes mata atropine dalam konsentrasi kecil (0,5%, 0,25%,

dan 0,1%), karena atropine akan menghambat akomodasi. Konsentrasi yang

tinggi (1%) meningkatkan insiden dan derajat efek samping lokal seperti

midriasis, fotofobia, buram, dan dermatitis alergi serta efek samping sistemik.3

Pemberian atropine pertama kali dilakukan oleh Wells pada abad ke-19.

2.8. Faktor resiko yang berhubungan dengan kejadian miopia

14
2.8.1. Faktor genetik

Faktor genetik dapat menurunkan sifat kelainan refraksi ke keturunannya,

baik secara autosomal dominan maupun autosomal resesif. Anak dengan orang

tua yang mengalami kelainan refraksi cenderung mengalami kelainan refraksi.

Prevalensi miopia pada anak dengan kedua orang tuanya miopia adalah 32,9%

dan berkurang sampai 18,2% pada anak dengan hanyaa salah sau orang tuanya

tang mengalami miopia, dan kurang dari 8% pada anak dengan orang tua tanpa

miopia.

2.8.2. Jarak membaca

Hubungan antara jarak baca dengan perkembangan terjadinya miopia telah

dilaporkan oleh the Correction of Myopia Evaluation Trial. Hubungan ini

dapat disebabkan baik oleh alasan bahwa aktivitas membaca dekat dapat

menyebabkan miopia atau kenyataan bahwa seseorang yang mengalami miopia

cenderung untuk membaca pada jarak yang lebih dekat pada saat mereka tidak

menggunakan kacamata koreksi.

2.8.3. Tingkat pendidikan

Tingkat pendidikan dihubungkan juga dengan lamanya kerja jarak dekat

sehingga meningkatkan risiko miopia. Semakin tinggi pendidikan seseorang

maka akan semakin tinggi prevalensi terjadinya miopia karena kecenderungan

lebih banyak melakukan aktivitas melihat jarak dekat.

2.8.4. jenis kelamin

15
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Mutia maulud fauziah, Kejadian

miopia lebih banyak terjadi pada mahasiswa perempuan dari pada laki-laki.

Mahasiswa yang mengalami miopia pertama kali paling banyak terjadi pada

usia 13 tahun.

2.8.5. Usia

Sebagian besar pasien miopia berusia 10-14 tahun. Hal ini sesuai dengan

penelitian yang dilakukan oleh Cicih Komariah di Malang tahun 2014 bahwa

usia terbanyak pada kejadian miopia usian 11 tahun.

2.8.6. jarak mata dengan monitor

ketika melihat obyek pada jarak dekat, lensa mata akan menebal untuk fokus

pada sasaran yang dekat. Masing-masing mata mendekatkan sumbu

penglihatan sehingga dapat melihat sasaran. Mekanisme ini melibatkan proses

akomodasi dan konvergensi. Jika mata melihat obyek yang dekat dalam waktu

yang lama akan menyebabkan ketegangan otot siliar sehingga menyebabkan

kelelahan mata. Semakin jauh objek yang dipandang maka semakin kecil

kelelahan mata akibat akomodasi dan konvergensi.

2.8.7. Penerangan

Penerangan yang baik memungkinkan tenaga kerja melihat obyek-obyek

yang dikerjakannya secara jelas, cepat dan tanpa upaya-upaya yang tidak perlu.

Lebih dari itu, penerangan yang memadai memberikan kesan pemandangan

yang lebih baik dan keadaan lingkungan yang menyegarkan

2.8.8. Suhu ruagan

16
Faktor lain yang dapat menyebabkan kelelahan mata adalah faktor

lingkungan kerja seperti penggunaan air conditioning (AC) dan pemanas

sentral dengan kelembaban yang terlalu rendah, sehingga menyebabkan

meningkatnya penguapan air mata. Penguapan air mata terjadi karena proses

difusi, efek thermal dan konveksi. Proses tersebut tergantung pada uap air di

sekitar mata. Pada suhu ruangan 22 oC dengan kelembaban 50% terjadi

penguapan air mata sebanyak 230 mg/mata/16 jam dari 600 mg/mata/16 jam

air mata yang dihasilkan. Menurut American Society of Heating, Refrigeration

and Air Conditioning, kelembaban relatif lingkungan kerja yang dianjurkan

adalah 40-60%. Di Indonesia suhu dan kelembaban yang nyaman untuk iklim

Indonesia adalah 24-26 oC dengan kelembaban relatif 65-80%.

2.8.9. Lama bekerja

Lama penggunaan komputer merupakan faktor yang menentukan terjadinya

kelelahan mata. Menurut Bambang dalam buku A. Setiono Mangoenprasodjo,

penggunaan komputer tidak boleh lebih dari empat jam sehari. Bila lebih dari

waktu tersebut, mata cenderung mengalami refraksi. Jika penggunaan dalam

jangka waktu lebih dari empat jam tidak bisa dihindari maka frekuensi istirahat

harus lebih sering.

2.8. Kerangka teori

17
Faktor individu
Jenis kelamin
Genetik
Jarak membaca
Panjang bola mata
Tingkat pendidikan
Lama bekerja

Miopi
Faktor lingkungan
Suhu ruangan
Penerangan

Faktor gadget
Jarak mata dengan layar

Grafik 1. Kerangka teori kejadian miopia

2.9. Kerangka konsep

18
JENIS KELAMIN

LAMA BEKERJA
DI DEPAN LAYAR

JARAK MATA
DENGAN LAYAR Miopia

PENCAHAYAAN

GENETIK

Keterangan :

19
: variabel terikat (dependen)
: variabel bebas (independen) yang diteliti

: variabel bebas (independen) yang tidak diteliti

Grafik 2. Kerangka konsep kejadian miopia

2.10. Hipotesis penelitian

20
- H0 : tidak ada pengaruh antara penggunaan gadget dengan resiko terjadinya
miopia.
- H1 : ada pengaruh antara penggunaan gadget dengan resiko terjadinya miopia

2.11. Dasar pemikiran variabel yang diteliti


Berdasarkan tinjauan kepustakaan yang penulis susun, terdapat beberapa variabel
yang di duga sebagai faktor resiko terjadinya Miopia pada mahasiswa FK UMI
yaitu :
1. Variabel dependen
Variabel yang dipakai yaitu penderita miopia. Variabel ini dipakai untuk
mengetahui pengaruh penggunaan gadget terhadap resiko terjadinya
miopia pada mahasiswa FK UMI.
2. Variabel independen
a. Variabel yang dipakai yaitu :
- Jenis kelamin
- Lama bekerja di depan layar
- Jarak mata dengan layar
- Genetik
b. Variabel yang tidak diteliti :
- Pencahayaan.

BAB III

21
METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Jenis Penelitian


Jenis penelitian ini adalah penelitian metode analitik korelatif kategorik
dengan pendekatan cross sectional (potong lintang). Dalam penelitian ini suatu
penelitian untuk empelajari dinamika kolerasi antara faktor-faktor risiko dengan
efek, dengan cara pendekatan, observasi atau pengumpulan data sekaligus pada
suatu saat (point time approach).

3.2. Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan .......... Tempat penelitian adalah FK


UMI angkatan 2015.

3.3. Populasi dan saampel

- Populasi
Populasi penelitian adalah mahasiswa FK UMI.
- Teknik pengambilan sampel
Pengambilan sampel untuk penelitian ini menggunakan teknik Consecutive
sampling yaitu pemilihan subjek yang memenuhi kriteria inklusi dalam
penelitian.
Penentuan jumlah sampel dapat dilakukan dengan cara perhitungan statistik
yaitu dengan menggunakan Rumus Slovin. Rumus Slovin digunakan untuk
menentukan ukuran sampel dari populasi yang telah diketahui jumlahnya
yaitu mahasiswa FK UMI yang aktif berkuliah. Untuk tingkat presisi yang
ditetapkan dalam penelitian sampel adalah 10% (0,1).

22
n=
1+N(d2)

Keterangan :
n : ukuran sampel
N : ukuran populasi
e : kelonggaran ketidaktelitian karena kesalahan pengambilan sampel yang
dapat ditolerir, kemudian dikuadratkan

berdasarkan Rumus Slovin, maka besarnya penrikan jumlah sampel


penelitian adalah :

N 2000
n= = = 99,95 sampel
1+N(d2) 1+2000 (0,12)

Dibulatkan menjadi 100 sampel.

1. Kriteria seleksi
a. Kriteria inklusi
- Responden menggunakan gadget minimal 1 jam secara terus-
menerus dalam sehari.
- Responden yang mempunyai visus normal (6/6) dengan atau tanpa
koreksi kacamata.
- Responden yang bersedia menjadi sampel penelitian.
b. Kriteria eksklusi
- Responden yang tidak bersedia menjadi sampel penelitian.
- Responden dengan kelainan mata lainnya.

23
3.4. Definisi operasional dan kriteria kerja objektif

24

You might also like