You are on page 1of 21

SINDROMA MARFAN

Sindroma Marfan merupakan kelainan genetik autosomal dominan yang mengenai


jaringan ikat multisistemik yang berpengaruh terhadap beberapa sistem organ, termasuk tulang,
paru, mata, jantung, pembuluh darah. Kelainan ini disebabkan mutasi gen yang terjadi akibat
kesalahan coding pada matrik ekstra selluler fibrillin -1( FBN 1), jaringan ikat yang
menghubungkan jaringan penyangga postur / struktur dan menentukan elastisitas dari organ
tubuh, tulang, dan ligamen. Pada sindroma marfan, jaringan ikat pada jantung, paru, mata dan
sistem skelet dapat lentur dan lebih lemah. Keadaan ini pertama kali dikemukakan oleh dokter
anak dari perancis Antoine Bernard Marfan pada tahun 1896, dapat mengenai laki-laki atau
perempuan dengan berbagai etnis1, 2, 4, 5.6, 7

Epidemiologi

Angka kejadian sindrom marfan 49% dengan riwayat keluarga dan sekitar 25-30% gangguan
terjadi tanpa riwayat keluarga yang positif, dan mutasi gen yang timbul mungkin masih menjadi
pertimbangan.1 Perkiraan sekitar 10% kasus merupakan kelainan genetik yang dibawa, namun
dari insedensi setidaknya 1/5, 000 dan 25% dari kasus sporadis dengan penetrasi tinggi dimana
kasus terisolasi yang tidak memiliki riwayat keluarga sering lebih parah terkena. Heterosigositas
pada lokus FBN1 sangat jarang.8

Genetik dan Patofisiologi

Sindrom Marfan merupakan penyakit dominan autosomal ditandai dengan penetrasi


tinggi (yaitu, hampir semua carrier menyumbangkan penyakit) dan heterogenitas fenotipik.
Disebabkan oleh mutasi FBN 1 pada cromosom 15 (15q21.1). Fibrilin -1 adalah matriks
glikoprotein terdistribusi merata pada jaringan elastis dan non elastis. Fibrilin monomer ini
menghubungankan kompleks ekstraseluler makroagregat dan mikrofibril membentuk sebagian
elastik fibril, lebih dari 1000 mutasi terdistribusi pada seluruh urutan FBN1. Dengan produksi
fibrilin 1 yang abnormal hasil mutasi gen akan memecah multimerisasi fibrilin 1 dan
menghambat pembentukan mikrofibril.9 Mikrofibril adalah komponen struktural dari ligamen
suspensorium lensa, dan juga berperan sebagai subtrat elastin aorta dan jaringan ikat lain.
Defesiensi fibrilin menyebabkan lemahnya integritas struktural dinding aorta atau organ yang
lain menurun. Dialatasi aorta yang progresif menyebabkan terjadinya impuls dari ejeksi ventrikel
kiri yang berlanjut terjadinya robekknya aorta. Demikian juga akibat defesiensi fibrilin akan
menurunkan integritas dari struktur zonula lensa, jaringan ikat, jaringan paru dan durameter
spinal. 9, 10

Kata kunci 10

 Produksi tidak normal fibrillin-1 monomer dari gen bermutasi mengganggu


multimerization dari fibrillin-1 dan mencegah pembentukan mikrofibril. Patomekanisme
genetik ini disebut negatif dominan karena mutan fibrillin-1 mengganggu pembentukan
mikrofibril meskipun gen fibrillin lainnya mengkodekan fibrillin normal. Mekanisme
dengan jelas menunjukan bahwa fakta adanya fibroblast kulit kultur dari pasien sindrom
Marfan menghasilkan mikrofibril sangat kurang dan abnormal.5, 11
 Mutasi FBN 1 yang menyebabkan beberapa kelainan seperti pada sindrom marfan, Prolap
katup mitral, dilatasi aorta, kulit dan tulang (MASS) phenotif atau lensa ektopik yang
isolated.
 Penelitaian terbaru menyartakan bahwa terdapat peranan TGFβ signaling pathway yang
menentukan berkembangannya phenotif sindrom marfan. Defek gen pada pembentukan
TGFβ berdampak lansung pada fungsi sebagai signaling pathway dan menyebabkan
kelainan atau penurunan pembentukan fibrilin pada jaringan ikat.
 Patogenesis SindromMarfan dapat dibuktikan secara langsung dengan identifikasi mutasi
pada transforming growth factor-beta reseptor2 (TGFβR2) pada pasien dengan sindrom
Marfan tipe II (MFS2 dipetakan pada3p24.2-P25) dengan adanya signaling TGFβ yang
abnormal.
 Kelainan pada TGFβR 2 dan TGFβR1 juga dilaporkan menyebabkan sindrom yang baru
dan dominan yang mirip dengan sindromMarfan, hal ini berkaitan dengan aneurisma
aorta dan anomaly kongenital, termasuk Loeys-Dietz dengan sindrom aneurisma aorta
(Online Mendelian Inheritance in Man [OMIM] 609192). Hasil ini menentukan adanya
varian baru Marfan Sindrom yang berhubungan gangguan konektivitas jaringan ikat yang
disebut signalopathies TGFβ.
 Gen FBN 2 yang bertanggung jawab pada congenital contractural arachnodactyly yang
dikenal sebagai sindrom Beals
Gambaran Klinik

Manifestasi awal yang ditemukan pada MFS biasanya di usia anak anak atau masa
remaja dan paling sering melibatkan manifestasi skeletal dan atau okular. Karakteristik yang
umum pasien MFS adalah perawakan tinggi sesuai latar belakang genetik, dengan abnormalitas
sendi dan ekstrimitas. Manifestasi skeletal lainnya yaitu deformitas dari sternum seperti pectus
carinatum atau pectus excavatum deformasi dari tulang belakang seperti skoliosis, flat feet, dan
palatum letak tinggi dengan susunan gigi crowding. manifestasi khas dari okular adalah ectopia
lentis yang terjadi hampir 50% pasien MFS. Manifestasi kelainan mata lainnya yaitu miopia
berat, ablasi retina, dan glaukoma. Yang paling umum adalah manifestasi kardiovaskular yaitu
dilatasi progresif aorta, yang dapat menyebabkan aorta diseksi yang fatal biasanya pada pangkal
aorta, rufturnya dinding aorta, dan / atau regurgitasi aorta. Mitral valve prolapse dan merupakan
penyebab gagal jantung kongestif pada MFS neonatal. 12

Diagnosis

Dengan menggunakan kriteria sebelumnya yaitu kriteria Berlin, Sindrom Marfan dapat
didiagnosis dengan kriteria utama kelainan sistem skeletal ditambah dengan 2 sistem yang lain,
terdapat minimal satu kriteria mayor : ektopia lentis, dilatasi atau diseksi aorta, atau dural
ektasia. Pada tahun 1995, suatu kelompok ahli dan peneliti dunia tentang sindroma Marfan
merevisi kriteria Berlin, diberi nama Ghent kriteria (nosology Ghent). Mereka mengidentifikasi
kriteria mayor dan kriteria minor, dimana sebagian besar berdasar observasi klinik berbagai
organ sistem dan riwayat keluarga. Kriteria mayor didefinisikan sebagai sesuatu yang membawa
kearah ketajaman diagnostik karena relatif jarang pada kondisi yang lain pada populasi umum.13,
14

Kriteria Berlin telah mengalami revisi mengingat pada kriteria tersebut tidak terdapat studi
molekuler untuk diagnosis. (tabel 1)
Tabel . 1. Kriteria Diagnosis Sindrom Marfan.6, 15

Namun pada kriteria nosology ghent ada beberapa kriteria diagnostik belum cukup
divalidasi dan tidak berlaku pada anak-anak atau memerlukan penyelidikan mahal dan khusus.
Ditambah dengan gambaran klinis dan diagnosa banding yang luas sehingga membingungkan
dalam mengambil keputusan diagnosis yang akurat. Pada bulan Februari 1997 dilakukan
pertemuan panel pakar internasional yang di dukung oleh National Marfan Foundation dan
dilakukan revisi Kriteria Nosology Ghent, yang menitik beratkan pada manifestasi
kardiovaskular dan di mana aneurisma pangkal aorta dan luksasio lentis sebagai tanda kardinal
penderita sindroma marfan. Tanpa adanya riwayat keluarga, dan adanya dua manifestasi
tersebut cukup untuk menegakan diagnosis sindrom marfan. 6

Dalam nosology yang direvisi, kriteria diagnostik baru telah mendefenisikan pasien
yang sporadik dan pasien dengan indeks riwayat keluarga positif (pada Kotak 1). Dengan tidak
adanya riwayat keluarga yang meyakinkan dengan sindrom marfan maka diagnosis dapat
ditegakkan dalam empat skenario yang berbeda: 2, 6
1. Sindroma Marfan di tegakan atas dasar adanya dilatasi pangkal aorta (skor Z ≥ 2 sesuai usia )
atau diseksi aorta dan lukasasio lentis, terlepas ada / tidak ada gangguan sistemik kecuali
terindikasi adnya Shprintzene Goldberg Syndrome (SGS), LoeyseDietz syndrome (LDS),
dan Ehlerse Danlos Syndromes tipe vascular (vEDS)
2. Adanya dilatasi pangkal aorta (Z-skor ≥ 2) atau diseksi pangkal aorta, dan identifikasi
mutasi FBN1, Diagnosis Sindrom Marfan sudah dapat ditegakan, bahkan tanpa adanya
luksasi lentis.
3. Bila didapatkan adanya dilatasi pangkal Aorta (Z-skor ≥ 2), tanpa luksasi lentis,
ada/tidakknya Mutasi FBN -1, diagnosis sindrom marfan dapat di tegakan dengan
dikomfirmasi gambaran sistemik (> 7 poin sesuai dengan system scoring yang baru)
Tabel 2.Sistem Skoring gambaran sistemik

Sumber : Loeys 6

Namun gambaran yang mengarah SGS, LDS, atau vEDS disingkirkan, dan pemerikasaan
yang baru untuk penilaian sindrom tersebut harus dilakukan( seperti Test untuk mutasi pada
TGFBR1 / 2, COL3A1 pemerikasaan biokimia untuk kolagen).
4. Adanya luksasi lensa tanpa dilatasi atau diseksi pangkal aorta, serta mutasi FBN -1 yang
berhubungan dengan abnormalitas aorta, diagnosis sindrom marfan sudah dapat di tegakan.
Bila mutasi FBN -1 tidak berkaitn dengan kelainan kardiovaskular baik secara langsung
maupun tidak langsung, pasien harus diklafikasikan senagai Sindrom Lukasio Lensa.

Pada individu dengan riwayat keluarga dengan sindom marfan ( dimana anggota keluarga telah
terdiagnosis dengan criteria diatas, maka diagnosis ditegakan dengan :
1 Di dapatkan luksasi lentis.
2 Dengan skor sistemik ≥ 7 poin
3 Di dapatkan dilatasi aorta ( skor Z ≥ 2 , pada usia ≥ 20 th atau skor Z 3 pada usia
<20 tahun.
Tabel 3 Revisi Ghent Kriteria Sindrom Marfan dan kondisi yang berkaitan 6

Sumber : Loeys 6

Revisi ini didasarkan atas telaah kritis dari karakteristik klinis di pasien dengan
penelitian kohort dan telah dipublikasikan, pendapat ahli dari anggota panel dengan pengalaman
yang luas dalam menerapkan kriteria yang terdahulu , diagnosis diferensial MFS, dan test
genetik molekular dengan kekuatan dan keterbatasannya. Mengingat kompleksitas evaluasi
diagnostik dan diagnosis diferensia untuk MFS maka evaluasi harus dikoordinasikan oleh
dengan sebuah tim dengan pengalaman yang luas dalam diagnosis dengan abnormalitas pada
penderita sindrom marfan.
Secara garis besar diagnosis sindrom marfan dapat disimpulkan sebagai berikut :14

1. Diagnosis Sindrom Marfan berdasarkan Diagnosis Nasologi Ghent


2. Assesment awal mencakup riwayat penyakit penderita, riwayat penyakit keluarga secara
rinci, pemeriksaan klinis termasuk pemeriksaan oftalmologi dan echocardiograpi
transthorak.
3. Diameter aorta pada sinus dari Valsava harus berkaitan dengan nilai normal berdasarkan
usia dan luas permukaan tubuh.
4. Terjadinya skoliosis dan protrusio acetabulae berkembang tergantung umur, umumnya
terjadi periode pertumbuhan yang cepat. Pemeriksaan radiografi untuk kelainan ini
diindikasikan tergantung dari usia penderita , jika hasilnanya postif maka sindrom marfan
sudah dapat di tegakan
5. Jika pada pemerikasaan MRI regio pelvis didapatkan dural ectasia maka sindrom marfan
sudah dapat di tegakan
6. Pasien yang lebih muda dengan dugaan sindrom Marfan, pada pemeriksaan tidak memenuhi
kriteria diagnostik Ghent, harus ditawarkan untuk evaluasi klinis ulangan pada usia pra-
sekolah, sebelum pubertas, danpada usia 18 tahun, jika termasuk salah satu kelompok di
bawah ini, maka evaluasi tambahan dapat diindikasikan secara klinis pada usaia pubertas:
a. Anak-anak atau remaja dengan riwayat keluarga yang positifsindrom marfan dan tidak
mungkinkan dilakukan tes DNA
b. Anak-anak atau remaja yang tanpa riwayat keluarga, yang memenuhi kriteria
diagnostik dengan satu sistem saja.

Diagnosis
Sindrom marfan (MIM 154700) kelainan autasomal dominan pada jaringan ikat dengan
gangguan terutama pada system kardiovaskular, mata dan skeletal. Oleh Dean J 2007 dibuat
algoritma dengan menggunakan kriteria ghent untuk diagnosa awal sindrom marfan. 13

Gambar 1. Algoritma Diagnosis Sindrom Marfan dengan berbagai kelainan yang


terkait dengan menggunakan Kriteria Ghen,13

Dengan menggunakan kriteria sebelumnya yaitu kriteria Berlin, Sindrom Marfan dapat
didiagnosis dengan kriteria utama kelainan sistem skeletal ditambah dengan 2 sistem yang lain,
terdapat minimal satu kriteria mayor : ektopia lentis, dilatasi atau diseksi aorta, atau dural
ektasia. Pada tahun 1995, suatu kelompok ahli dan peneliti dunia tentang sindroma Marfan
merevisi kriteria Berlin, diberi nama Ghent kriteria (nosology Ghent). Mereka mengidentifikasi
kriteria mayor dan kriteria minor, dimana sebagian besar berdasar observasi klinik berbagai
organ sistem dan riwayat keluarga. Kriteria mayor didefinisikan sebagai sesuatu yang membawa
kearah ketajaman diagnostik karena relatif jarang pada kondisi yang lain pada populasi umum.13,
14

Kriteria Ghent merupakan standar internasional untuk studi molekuler dan klinik untuk
investigasi heterogenitas genetik dan korelasi genotip-fenotip. Pada tahun 1991 mutasi gen fibrilin -
1 pada kromosom 15 di identifikasi sebagai penyebab sindrom marfan, tetapi tes molekular tidak
dapat digunakan untuk tes diagnostik untuk diagnosis awal. Pada kelainan yang menyerupai marfan
di sebabkan oleh mutasi. Pada penelitian Jiamei Dong tahun 2011 mengididentifikasi mutasi
tunggal missense FBN1 pada keluarga China dengan Sindrom Marfan dan menyebutkan urutan
langsung dari FBN1 dapat digunakan untuk diagnosis sindrom marfan.18

Diagnosis sindrom marfan pada anak remaja umum didapatkan postur yang tinggi,tubuh
yang ramping, ekterimaitas yang panjang, arachnodactyly, deformitas pectus, dan kadang
dengan skiolisis. Yang lain di temukan gambaran klinis seperti palatum letak tinggi dengan gigi
yang rapat, striae pada kulit, hernia berulang, atau pneumothorak yang berulang dan riwayat
penyakit keluarga. 1, 9, 13

Sesuai dengan kriteria ghent nasologi 1986 ( Kriteria Berlin ) pada kasus ini didapatkan
adanya kriteria utama kelainan sistem skeletal ditambah dengan 2 sistem yang lain, terdapat
minimal satu kriteria mayor : ektopia lentis, dilatasi atau diseksi aorta, atau dural ektasia. Pada
kasus didapatkan kelainan skeletal : pectus carinatum, ratio segmen atas dan bawah > 1.05 ,
adnya tanda wrist and thumb dan flat feet. Pada sistem kardiovaskuler,didapatkan dilatasi aorta,
mitral valve prolap (MVP), mitral regurgitasi ringan. Pada system ocular didapatkan lukasasio
lensa. Dan pada pemeriksaan genetik di dapatkan adanya Mutasi FBN 1 padaa orang tua
penderita.
Dengan Menggunakan Kriteria ghent yang telah direvisi sesuai 4 skenario dalam
menegakan diagnosis sindrom marfan. Pada kasus ini dilatasi aorta, dengan Z score dilatasi
aorta ≥ 2 ( 6,27 SD) , mitral valve prolaps, luksasi lentis, dan riwayat genetik dari orang tua dari
hasil pemeriksaan DNA didapatkan mutasi FBN I dimana dari anamnese dan gambaran pohon
keluarga mendukung adanya kelainan genetik yang diturunkan.

Abnormalitas pada Sindrom Marfan

Aspek Orthopedi
Manifestasi abnormalitas dari skeleton pada pasien Marfan dapat berkembang atau
menjadi lebih jelas sejalan dengan usia penderita . Meski tidak membahayakan jiwa, hal ini
dapat menyebabkan penurunan mobilitas dan rasa nyeri kronis, sehingga menimbulkan dampak
yang signifikan terhadap kualitas hidup. Abnormalitas skeletal sekitar 60% dari pasien Marfan
dan dapat berkembang pesat selama tumbuh kejar , yang ditandai, nyeri deformitas dan
gangguan pernafasan.19 Kriteria muskuloskeletal setidaknya 4 ekspresi phenotif pada sindrom
marfan yaitu pectus excavatum / carinatum, berkurangnya rasio segmen bawah dan atas tubuh
atau arm span panjang> 1,05, Hand Lenght Steiberg Thumb singn (+) , scoliosis dari> 20 derajat
atau spondylolysthesis, ekstensi berkurang dari siku <170 derajat, displasi maleolus medial
kearah medial.20, 21
Tingkat keparahan tergantung kerusakan pada phenotif, Pepe dkk 1997
memberikan postulat bahwa tingkat keparahan fenotif sebanding dengan jumlah ekspresi mRNA
pada alel FBN 1 yang abnormal. 22

Skiliosis dan Kifosis


Deformitas tulang belakang pada penderita MFS sering ditemukan. Keseimbangan spinal
dan parameter panggul adalah elemen fundamental dalam menganalisa dan menentukan
tatalaksana yang tepat. Identifikasi profil spinal pada MFS oleh Sponseller dkk dibedakan
menjadi 2 kelompok Tipe I transisi antara kifosis dan lordosis pada vertebera lumbal II atau
diatasnya. Pada tipe ini disubklasifikasikan yaitu Tipe I A kelompok normal kifosis (20˚- 50˚)
dan lordosis, kifosis kurang dari 20˚ di klasifikasikan sebagai Tipe I B. Kifosis lebih dari 50˚
sebagai type IC. Untuk tipe II adalah transisi kifosis yang terletak di bawah lumbal II dengan
subklasifikasi tipe IIA yaitu vertebera dengan kyposis yang luas yang melibatkan thorakolumbar
junction dan untuk tipe IIB memiliki inverse kurvatura spinal dengan lardosis vertebera
thorakal, kiposis thorakolumbal dan lardosis dibawah vertebera lumbal.23 Terlihat pada ilustrasi
di bawah ini:

Gambar 2. Illustrasi kelainan Vertebera pada MFS23

Protrusio Acetabuli
Sejak pertama kali dilaporkan tahun 1978 berbagai penulis mengikuti Asosiasi Protrusio
Acetabuli pada sindrom marfan. Kelainan ini adalah kelainan intrapelvik dari sendi panggul
dimana dinding medial acetabulum membentuk kavitas pada sendi panggul yang berkaitan
berubahnya posisi caput femoralis akibat berbagia faktor, yaitu idiopatik, keganasan,
infeksi,inflamasi, metabolik, trauma dan kelainan genetic.24, 25 Wenger et al. mengkonfirmasi
temuan ini. Menunjukkan bahwa protrusio acetabuli mungkin berhungan dengan kelainan
jaringan masenchim yang sama yang dan merupakan faktor predisposisi untuk berkembang
menjadi skolliosis 26
Protusio Actabuli merupakan a silent deformity yang tdak dapat dijelaskan karena tetap
asimtomatik sampai terjadi perubahan degeneratif dan iritasi. Manifestasi klinis dapat timbul bila
terjadi protrusio acetabuli yang terus menerus akan timbul perubahan seperti osteoarthritik
sekunder dengan gejala nyeri dan kakau pada pangkal paha yang dapat mengganggu aktivitas
secra progresif, dan gejala ini tidak timbul pada tahun tahun sebelumnya, manifestasi lain yang
timbul seperti waddling gaid, a waddling gait, ketebatasan gerak. Kontraktur fleksi, kemiringan
panggul yang menjadi hyperlordosis vertebera lumbal dan akhirnya osteoarthritis.20, 24
Beberapa perubahan pada protusio acetabuli dapat dinilai dan dihitung secara radiograpi.
Salah satu alat yang penting posisi actabulum adalah gambaran seperti teardrop, salah satu
penanda pada perbatasan antara inferomedial acetabuli tepat diatas foramen abturatorium.
Derajat perubahan teardrop pada yaitu closed, crossed, and reversed.20, 25

Gambar 3. Perubahan radiograpik teardrop pada protrusio acetabuli A = open, B


= closed, C = crossed, and D = reversed 24

Dural Ektasia
Dural Ectasia adalah salah satu kriteria mayor sindroma marfan pada nasologi ghent yang
didefinisikan sebagai pembesaran dari saluran neural pada canalis spinalis dan berbagai tempat
tetapi biasanya pada regio lumbal sacral dengan penipisan pada pedikel dan lamina vertebra;
pelebaran canalis spinali; meningokel anterior.27, 28 dengan prevalensi 2/3 dari penderita dewasa
dan pada anak tidak diketahui.28 Dengan adanya kelainan pada segmen lumbosakral maka
muncul gejala gejala klinis umum seperti low back pain, nyeri kepala, malaise, paraesthaesia,
nyeri rectum dan genital. Gejala tersebut akan lebih diperparah pada posisi terlentang, dan lebih
ringan bila pada posisi berbaring dengan tumpuan punggung.28
Gold Standart untuk diagnosis dural ectasia dengan pemeriksaan CT atau MRI dari
segmen lumbo sacral, namun, alat radiographi konvensional juga memiliki peran karena alat
tersebut dapat mendeteksi dengan spesifisitas yang sangat tinggi (97,7%), tetapi sensitifitas
rendah (57,1%).29 Pengukuran kantung dura dilakukan dengan MRI atau CT pada bidang antero-
posterior vetebera S1 dan L3 pada posisi midsagital. Parameter tersebut digunakan dengan
menghitung ratio dari kantung dura. Pada penderita sindrom marfan ratio pada vertebra S1 0,75
dan lebih tinggi pada vertebera L3.28
Pada kasus selama pematuan di dapatkan deformitas skeletal yaitu pectus carinatum,
pectus exavatum, berkurangnya rasio segmen bawah dan atas tubuh atau panjang arm span >
1,05, Hand Lenght Steiberg Thumb singn (+) dan tidak ditemukan adanya deformitas tulang
belakang dengan dilakukan pemeriksan x foto vertebera.
Aspek Kardivaskular
Kelainan kardiovaskular pada sindrom marfan merupakan karakteristik fenotip yang
paling menonjol. Hampir semua orang dewasa dengan sindrom Marfan memiliki sistem
kardiovaskular yang abnormal. Pada anak anak kelainan tersebut mungkin lebih ringan dan
gampang terlewatkan dan merupkan penyebab utama morbiditas dan mortalitas pada penderita.9,
30, 31
Kelainan kardiovaskular yang paling umum adalah dilatasi aorta, regurgitasi mitral dan
table 2. Keterlibatan katup mitral merupakan manifestasi kardiovaskular pertama kali dilaporkan
pada sindrom marfan, namun dengan pengenalan luas dari echocardiography pada 1970-an,
perjalanan alamiah dari manifestasi jantung sindrom Marfan (MFS) dapat didokumentasikan.32
Tabel 4. Manifestasi kardiovaskular pada sindrom marfan 14, 30
Komplikasi kardiovaskular sindrom Marfan
 Dilatasi Pangkal Aorta
 Ketidakmampuan Katup aorta
 Resiko rupture aorta
 Myokard infark jika deseksi oarta menyumbat a/v coronerMitral valve prolap dan
regurgiatsi mitral
 Dilatasi ventrikel kiri
 Dilatasi arteri pulmonal dan gagal jantung

Kunci kriteria diagnostik nosologi pada sindrom marfan adalah dilatasi atau diseksi
pangkal aorta. Aneurisma atau dilatasi pangkal aorta didefinisikan pelebaran dari pangkal aorta
6, 14
pada tingkat sinus pada valsava dan berakibat terjadinya disfungsi katup aorta Dilatasi dan
diseksi aorta merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas dengan alasan ini semua
pasien harus secara rutin ditindaklanjuti dan dievaluasi.33 Pada penilitian Aburawi dkk 2007
Dilatasi pangkal aorta berkembang lebih awal pada sindrom marfan 35% pada usia 5 tahun dan
68% pada usia 19 tahun.33 Angka mortalitas sindrom marfan akibat komplikasi dari dilatasi
aorta menurun (70% pada tahun 1972, 48% pada tahun 1995) dan harapan hidup meningkat
(rata rata meninggal 32(16) tahun pada tahun 1972 dibandingkan 45 (17) tahun pada tahun
1998) dan berkorelasi dengan meningkatnya intervensi bedah dan tatalaksana medis13, 14

Diagnosis aneurisma aorta didasarkan pada bukti echocardiographi dilatasi pangkal aorta
dan regurgitasi katup aorta pada sinus dari Valsava dengan atau tanpa kelainan jantung kiri. .
dengan ekokardiographi kita dapat menilai fungsi ventrikel, dimensi akar aorta dan katup
intrakardiak. 14, 30

Gambar 4. Gambaran skematis pangkal aorta yang terlihat pada Ekokardiograpi. Diameter Aorta dapat
diukur pada Anullus aorta (1) Sinus Valsava (2) sinotubular junction (3) dan aorta ascenden
prokimal.14

Pada sindrom Marfan, dilatasi biasanya dimulai pada sinus Valsava, sehingga
pengukuran ini sangat penting untuk memantau perubahan dari kondisi awal. Penilaian
dilakukan dengan perhitungan Z skore, dimana diameter dari lebar aorta dikorelasikan dengan
14
yang nilai normal yang sesuai dengan usia dan luas permukaan tubuh. Dilatasi oarta
mendapat perhatian khusus karena penyebab kematian pada MFS, abnormal fibrillin
mengurangi compliance dan distensibility dari aorta dinding.31, 34
Ketidakmampuan katup aorta biasanya timbul dalam bilamana terjadi dilatasi aorta, dan
risiko rupturnya dinding aorta meningkat secara substansial ketika diameter pada sinus dari
Valsalva melebihi 5,5 cm.14
Dilatasi oarta yang harus mendapat perhatian khusus pada penderiya MFS, juga
komplikasi lain termasuk mitral valve prolapse regurgitasi mitral , dilatasi ventrikel kiri,gagal
jantung , dan dilatasi arteri pulmonalis. Secara histopatogis didapatkan gambaran “degenarasi
kistik medial” yang mempunyai tipikal deposisi kalogen dan mukopolisakarida dia antara sel sel
11
medial dan fragmen serat elastic serta berkurangnnya sel sel pada otot polos. Dan secara
skematis perkembangan komplikasi kardiovaskular pada MFS dapat dijelaskan sebagai
berikut:14, 34
.

Gambar 5. Skematika perkembangan kardiovaskular pada sindrom marfan34


Pada kasus dari evaluasi echocardiograpi didapatkan kelainan katub aorta seperti bunga
cengkeh dengan diameter > normal berturut turut dengan evaluasi setia enam bulan
pemeriksaan pertama kali dengan diameter root oartic 21 mm, 24 mm dan echo yang ketiga
dengan diameter 35 mm.

Pengelolaan
Tatalaksana manifestasi kardivaskular
Penyebab utama morbiditas dan mortalitas pada pasien
dengan sindrom Marfan adalah dilatasi aorta dan berkaitan dengan diseksi dan rupture aorta hal
ini terjadi pada usia dewasa muda karena tidak mendapat pengobatan yang memadai.16 Secara
patofisiologi degenerasi serat elastis yang dilihat dari aorta pada penderita syndrome marfan
adalah menurunnya distensibilitas pada respon gelombang tekanan nadi atau peningkatan
kekakuan pada dinding oarta. Abnormaliatas ini menyebakan dilatasi dan kekakuan aorta secara
bertahap sesuai usia 14

Dan sebagai poin kunci dalam penalaksanaan kelainan kardiovaskular pada penderita MFS
adalah : 10, 14, 16

 Tatalaksana dengan pemberian β Blocker harus dipertimbangkan pada penderita MFS


dengan dilatasi aorta pada usia berapa pun, tetapi terapi profilaksismungkin lebih efektif
pada penderitadengan aorta diameter <4cm
 Faktor Risk terjadinya diseksi aorta pada sindrom Marfan meliputi diameter aorta > 5 cm,
dilatasi aorta memanjang melewati sinus dari Valsava, kecepatan laju dilatasi aorta (> 5%
per tahun, atau 2 mm / tahun pada orang dewasa), dan riwayat keluarga dengan diseksi
aorta
 Penderita MFS dari segala usia harus ditawarkan untuk kontrol rutin untuk mengevaluasi
riwayat klinis, pemeriksaan fisik , dan pemeriksaan ekokardiograpi . Pada anak-anak,
echocardiography transthoracic serial dianjurkan pada interval 6-12 bulan, frekuensi
tergantung pada peningkatan diameter aorta (dan berkaitan dengan luas permukaan tubuh)

 Penderita MFS harus dirujuk untuk profilaksis operasi pangkal aorta ketika diameter
Valsava dari sinus > 5,5 cm pada orang dewasa atau 5,0 cm pada anak anak.
Tatalaksana Farmakologi
Strategi tatalaksana kardiovaskuler sindrom marfan bertumpu atas 3 hal yaitu :
tatalaksana farmakologis, operasi aorta profilaksis dan perubahan gaya hidup. Tatalaksana
farmakologis yang digunakan untuk pencegahan komplikasi aorta pada pasien dengan Sindrom
Marfan ditunjukkan pada Gambar 8.

Gambar 6. Target patologis dengan tatalaksan medis pada penderita MFS. 16

Beberapa penelitian retrospektif menilai peranan β-bloker terhadap progeresivitas dilatasi


aorta pada MFS, dimana penggunaan β bloker bermanfaat menurunkan tekanan dinding aorta
karena efek inotropik dan kronotrofik negatif dari β bloker. Pada beberapa penelitian dilaporkan
penggunaan β bloker dapat mengurangi kecepatan progersivitas dilatasi aorta tetapi tidak dapat
mencegah berkembang menjadi diseksi dan menghindari tindakan operasi , pemberian terapi ini
efektif untuk dilatasi aorta yang lebih kecil .35,36, 37
Sebuah penelitian lain melaporkan
penggunaan β-blocker seumur hidup pada pasien dilatasi pangkal aorta menunjukkan bahwa
kecepatan perubahan dilatasi aorta mencapai puncaknya antara usia 6 dan 14 tahun.38 Oleh
karena itu, jika terapi β-blocker yang dipertimbangkan, harus dimulai lebih awal (sebelum
pubertas) dan dipertahankan seumur hidup, bahkan pada pasien yang menjalani operasi
prophylactic pada aorta asendens, karena penyebab utama akhir kematian adalah dilatasi dan
diseksi lainnya dari segmen aorta.39

Doksisiklin merupakan antibiotic pada dosis kecil inhibitor spesifik dari berbagai
metalloproteases. Pada penelitian Xiong dkk tahun 2008, pemberian obat ini untuk model tikus
sindrom Marfan menghambat ekspresi MMP-2 dan MMP-9 dan mengurangi fragmentasi serat
elastis, sehingga menunda terjadinya rufturnya aneurisma pada penderita MFS40 Penelitian yang
lain pada tahun yang sama yang mengamati yang dibandingkan efek atenolol dan doksisiklin
pada dinding aorta padah ewan model sindrom Marfan menunjukkan bahwa sampel penelitian
yang mendapatkan doksisiklin tidak meningkatkan fungsi endotel, meningkatkan sifat elastis,
dan memelihara struktur dinding aorta40

Obat alternatif lain yang dapat menurukan tekanan ejekasi yaitu antagonis kalsium dan
ACE inhibitor. Dimana ACE inhibitor mengurangi apoptosis sel otot pembuluh darah halus
secara invitro melalui mekanisme angiotensin II tipe 2 (AT2) reseptor-dependent (apoptosis
yang terlibat dalam medial kistik degenerasi terlihat pada aorta Marfan). Secara teoritis
menguntukan dengan adanya efek hemodinamik. Enalapril mengurangi distensibility dan
kecepatan (t) dilatasi aorta serta lebih baik dibandingkan dengan b-blocker disatu percobaan
klinis kecil pada anak-anak dan remaja13, 41, 42 pada penelitian Forteza dkk yang membandingkan
pemakaian enalapril dan etanolol pada keduanya menguntungkan untuk memperlambat
progresivitas dilatasi aorta.43

Tatalakasana Bedah
Empat puluh tahun lalu, Hugh Bentall dan Anthony DeBono menerbitkan sebuah artikel
di jurnal Thorax menjelaskan teknik bedah baru penggantian pangkal aorta untuk aneurisma
pangkal aorta. Prosedur ini memberikan harapan baru bagi penderita Marfan syndrome (MFS).39
dimana ruftur ascending adalah penyebab utama kematian dini, biasanya pada dekade ketiga
kehidupan. Operasi dilakukan karena diseksi aorta berkorelasi dengan dilatasi pangkal aorta dan
dilatasi aorta ascenden dan dianjurkan pada diameter aora ascenden > 50 mmatau dengabn Z
skore > dari 4,25 cm/ m2. 16
beberapa penelitian melaporkan operasi penggantian pangkal
secara signifikan meningkatkan harapan hidup penderita marfan sinndrom.39, 44
. Meskipun
kejadian komplikasi rupture dinding aorta pada anak anak jarang terjadi selain itu korelasi
terjadinya rupture dan diameter dilatasi pada anak anak belum jelas sehingga tidak ada
kesepakatan waktu yang tepat untuk dilakukan tindakan operasi.16 Pada kasus pediatrik
parameter diameter pangkal aorta bukanlah salah satu indikasi Tindakan operasi akan tetapi
didasarkan pada observasi pada dilatasi aorta yang progressive (> 10 mm / tahun), adanya
regurgitasi katub aorta dan mitral.16

Gambar 7. Tehnik Operasi Propilaksis pada Penderita MFS 16

You might also like