You are on page 1of 75

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

Di dalam Deklarasi Millenium (Millenium Development Goals 2015)


mempunyai delapan tujuan umum yaitu mencakup kemiskinan, pendidikan,
kesetaraan gender, angka kematian bayi, kesehatan ibu, beberapa penyakit
menular, lingkungan, permasalahan global, bantuan dan uang. Lingkungan
merupakan salah satu tujuan umum karena lingkungan sangat berperan besar
dalam penyebaran penyakit menular.1

Demam tifoid juga dikenal sebagai enteric fever atau thyphoid


abdominalis merupakan suatu penyakit menular dan merupakan penyakit
endemik di Indonesia. Penyakit ini erat hubungannnya dengan lingkungan,
tertutama lingkungan yang tidak memenuhi syarat kesehatan seperti
penyediaan air, sanitasi lingkungan yang buruk dan higine pribadi yang rendah,
sehingga demam tifoid banyak ditemukan dalam kehidupan masyarakat kita,
baik di perkotaan maupun di pedesaan.1,2,

Penyakit ini merupakan suatu penyakit infeksi akut yang terjadi pada
saluran pencernaan dimana tanda atau gejala yang muncul pada penderita
berupa demam, anorexia, malaise, diare atau konstipasi dan kejadian yang
paling parah jika tidak ditangani adalah terjadinya perforasi usus, perdarahan
usus hingga menyebabkan gangguan kesadaran. Penyakit ini disebabkan oleh
Salmonella parathyphi dan atau Salmonella thyphi dimana penularan terjadi
melalui makanan dan minuman yang terkontamiasi kuman.2,3

Angka insiden demam tifoid di Indonesia selama kurun waktu lima


tahun dari tahun 2002 sampai dengan tahun 2006 mempunyai kecendrungan
penurunan dari 64 per 100.000 penduduk pada tahun 2002 menjadi 2.6 per
100.000 penduduk pada tahun 2006.1

Demam Tifoid tersebar merata di seluruh dunia. Insidensi penyakit Tifoid


menurut WHO mencapai 17 juta orang dengan jumlah kematian sebanyak 600.000

1
orang setahun dan 70 % kematian terjadi di benua Asia.(3) Angka kematian Demam
Tifoid menurut WHO mencapai 10 – 20 %, sebelum ditemukan antibiotik yang
tepat, tetapi setelah ditemukan antibiotik yang tepat angka kematian berkurang
sampai 1 %. Pada penderita Demam Tifoid yang berat, S. typhi menyerang usus,
yang selanjutnya juga akan menyerang organ lain yang menyebabkan adanya
komplikasi pada organ lain seperti hati, limpa atau kantung empedu.2
Penegakan diagnosis Demam Tifoid dilakukan dengan menggunakan
pemeriksaan laboratorium. Adapun metoda pemeriksaan yang dilakukan antara lain
pemeriksaan darah rutin, pemeriksaan serologis dan metoda biakan kuman.
1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang dikemukakan diatas, maka masalah


yang dapat dirumuskan adalah :

1. Apa saja yang penyebab terjadinya demam tifoid?


2. Apa yang dapat meningkatkan faktor resiko yang ditemukan pada
pasien?
3. Bagaimana menegakkan diagnosa secara klinis dan diagnosa
psikososial?
4. Bagaimana tingkat pengetahuan keluarga dalam menyikapi penyakit
tersebut?
5. Bagaimana hasil dari penatalaksanaan yang diberikan dan upaya
pengendalian demam tifoid?
6. Apa saja tindakan yang perlu dilakukan untuk pencegahan penyakit
demam tifoid?

1.3 Aspek dari Disiplin Ilmu Yang Terkait Dengan Judul Pendekatan
Kedokteran Keluarga Pada Penderita Demam Tifoid

2
Untuk pengendalian permasalahan demam tifoid pada tingkat
individu dan masyarakat secara komprehentif dan holistik yang disesuaikan
dengan pendekatan kedokteran keluarga yang diseuaikan dengan Standar
Kompetensi Dokter Indonesia (SKDI), maka mahasiswa program profesi
dokter Universitas Muslim Indonesia melakukan kegiatan kepanitraan klinik
pada bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat dan Kedokteran Komunitas
dilayanan primer (Puskesmas) dengan tujuan untuk meningkatkan
kompetensi yang dilandasi oleh profesionalitas yang luhur, mawas diri dan
pengembangan diri, serta komunikasi efektif. Selain itu kompetensi
mempunyai landasan berupa pengelolaan informasi, landasan ilmiah ilmu
kedokteran, keterampilan klinis, dan pengelolaan masalah kesehatan.
Kompetensi tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:
1.3.1 Profesionalitas yang luhur (Kompetensi 1) : untuk mengidentifikasi
dan menyelesaikan permasalahan dalam pengendalian demam tifoid
secara individual, masyarakat maupun pihak terkait ditinjau dari
nilai agama, etik moral dan peraturan perundangan.
1.3.2 Mawas diri dan pengembangan diri (Kompetensi 2) : Mahasiswa
mampu mengenali dan mengatasi masalah keterbatasan fisis, psikis,
sosial dan budaya sendiri dalam penangan penyakit demam tifoid,
melakukan rujukan bagi kasus demam tifoid, sesuai dengan Standar
Kompetensi Dokter Indonesia yang berlaku serta mengembangkan
pengetahuan.
1.3.3 Komunikasi efektif (Kompetensi 3) : Mahasiswa mampu melakukan
komunikasi, pemberian informasi dan edukasi pada individu,
keluarga, masyarakat dan mitra kerja dalam pengendalian Demam
tifoid.
1.3.4 Pengelolaan Informasi (Kompetensi 4) : Mahasiswa mampu
memanfaatkan teknologi informasi komunikasi dan informasi
kesehatan dalam praktik kedokteran.
1.3.5 Landasan Ilmiah Ilmu Kedokteran (Kompetensi 5) : Mahasiswa
mampu menyelesaikan masalah pengendalian demam tifoid secara

3
holistik dan komprehensif baik secara individu, keluarga maupun
komunitas berdasarkan landasan ilmiah yang mutakhir untuk
mendapatkan hasil yang optimum.
1.3.6 Keterampilan Klinis (Kompetensi 6) : Mahasiswa mampu
melakukan prosedur klinis yang berkaitan dengan masalah demam
tifoid dengan menerapkan prinsip keselamatan pasien, keselamatan
diri sendiri, dan keselamatan orang lain.
1.3.7 Pengelolaan Masalah Kesehatan (Kompetensi 7) : Mahasiswa
mampu mengelola masalah kesehatan individu, keluarga maupun
masyarakat secara komprehensif, holistik, koordinatif, kolaboratif,
dan berkesinambungan dalam konteks pelayanan kesehatan primer.
1.4 Tujuan dan Manfaat Studi Kasus
Prinsip pelayanan dokter keluarga pada pasien ini adalah melakukan
penatalaksanaan masalah kesehatan dengan memandang pasien sebagai
individu yang utuh terdiri dari unsur biopsikososial, serta penerapan prinsip
pencegahan penyakit promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif. Proses
pelayanan dokter keluarga dapat lebih berkualitas bila didasarkan pada hasil
penelitian ilmu kedokteran terkini (evidence based medicine).
1.4.1 Tujuan Umum
Tujuan dari penulisan laporan studi kasus ini adalah untuk
menerapkan penanganan penderita demam tifoid dengan pendekatan
kedokteran keluarga secara paripurna (komprehensif) dan holistik,
sesuai dengan Standar Kompetensi Dokter Indonesia (SKDI), berbasis
Evidence Based Medicine (EBM) pada pasien dengan mengidentifikasi
faktor risiko dan masalah klinis serta prinsip penatalaksanaan penderita
demam tifoid dengan pendekatan kedokteran keluarga di Puskesmas
Tamangapa tahun 2018.
1.4.2 Tujuan Khusus
1. Mengetahui penyebab demam thyphoid yang terjadi pada pasien
Puskesmas Tamangapa Makassar tahun 2018

4
2. Mengetahui cara penegakan diagnosis klinis dan psikososial demam
tifoid di Puskesmas Tamangapa tahun 2018
3. Mengidentifikasi permasalahan yang didapatkan dalam keluarga
dan lingkungan social yang berkaitan dengan demam tifoid di
Puskesmas Tamangapa Makassar tahun 2018
4. Mengetahui upaya penatalaksanaan dan pengendalian demam tifoid
di Puskesmas Tamangapa tahun 2018
5. Mengetahui cara pencegahan penyakit demam tifoid

1.4.3 Manfaat Studi Kasus


1.4.3.1 Bagi Institusi Pendidikan
Dapat dijadikan acuan (referensi) bagi studi kasus
lebih lanjut sekaligus sebagai bahan atau sumber bacaan di
perpustakaan.
1.4.3.2 Bagi Penderita (Pasien)
Menambah wawasan mengenai demam tifoid yang
meliputi proses penyakit dan penanganan menyeluruh
demam tifoid sehingga dapat memberikan keyakinan untuk
tetap berobat secara teratur
1.4.3.3 Bagi Tenaga Kesehatan

Hasil studi ini diharapkan dapat memberikan


informasi bagi pemerintah daerah dan instansi kesehatan
beserta paramedis yang terlibat di dalamnya mengenai
pendekatan diagnosis holistik penderita demam tifoid.
1.4.3.4 Manfaat Untuk Pembelajaran Studi Kasus (Mahasiswa)
Sebagai pengalaman berharga bagi penulis sendiri
dalam rangka memperluas wawasan dan pengetahuan
mengenai evidence based medicine dan pendekatan
diagnosis holistik demam tifoid serta dalam hal penulisan
studi kasus.
1.5 Indikator Keberhasilan Tindakan

5
Indikator keberhasilan tindakan setelah dilakukan penatalaksanaan
penderita demam tifoid dengan pendekatan diagnostik holistik, berbasis
kedokteran keluarga dan evidence based medicine adalah perbaikan gejala
yang dapat dievaluasi setelah istirahat (bed rest) dan pengobatan demam
tifoid.
a. Demam turun
b. Buang air besar lancar
c. Sakit perut menghilang
d. Pasien mampu mengubah pola hidup untuk mencegah demam tifoid
Dari uraian tersebut diatas dapat disimpulkan bahwa Penilaian
keberhasilan tindakan pengobatan didasarkan gejala yang dikeluhkan. Hal
ini disebabkan masa inkubasi dari penyakit ini bersifat cepat dan dapat
sembuh jika berobat teratur dan istirahat. Selain itu, kepatuhan untuk
menghindari faktor resiko juga merupakan kunci utama keberhasilan
pengobatan.

BAB II
ANALIS KEPUSTAKAAN DAN BERDASARKAN KASUS

2.1 Kerangka Teori

Sanitasi/Lingkungan yang Buruk Sistem Imunitas Menurun

Makanan dan Minuman


yang terpapar
6
Malnutrisi

Pemaparan Bakteri
Faktor Resiko
PEJAMU (HOST)
Bakteri Berkembang Biak
Mekanisme Demam
Tifoid
INFEKSI

Bakteri Menginvasi Ke Jaringan

DEMAM
TIFOID

Gambar 1 : Kerangka Teori

2.1.1 Konsep Mandala


Gaya Hidup
Gaya hidup
- Kebiasaan Kebutuhan
jajan sembarangan di sekolah
primer merupakan
pasien
prioritas utama
- Kurangnya asupan makanan sehat dan gizi
seimbang

Lingkungan Psiko-Sosial-Ekonomi
Bio-Psiko-Sosio-Ekonomi
Perilaku Kesehatan -Kehidupan
Kecemasan orang tualingkungan
pasien
- sosial dengan
- Pola hidup bersih dan sehat tehadap
baik penyakit anaknya
Perilaku - -Kondisi
Kondisi ekonomi
ekonomi pasien tergolong
menengah
(PHBS) kalangan menengah
kesehatan
- Berobat tidak teratur - Kurangnya pengetahuan mengenai
- Kebersihan Diri demam tifoid 7
- Pola makan: sering
-
Hygiene pribadi dan Kecemasan orang tua pasien jika
mengkonsumsi makanan di keadaan sakitnya memburuk
lingkungan
pinggir jalan yang tidak masih
terjamin
kurang
kebersihannya.
-
KELUARGA Lingkungan Kerja

Pelayanan Kesehatan - Di sekolahnya banyak


menjual jajanan atau
- Jarak rumah ke makanan yang tidak
puskesmas dekat Pasien terjamin kebersihannya
- Jaminan kesehatan Demam 3 hari
yaitu BPJS terutama malam hari
Mual Muntah
Malaise
Sulit BAB +2 hari
Widal : S.Typhi O :
1/320
S.Typhi H : 1/320

Lingkungan Fisik

- Sumber air sehari-hari adalah air


sumur
- Lokasi toilet, dapur dan ruang
makan yang berdekatan
- Rumah pasien yang sedang
direnovasi

Gambar 2 : Konsep Mandala


2.2 Pendekatan Diagnosis Holistik Untuk Mengetahui Penyebab Demam
Tifoid Pada Pelayanan Kedokteran Keluarga Di Layanan Primer

Pendekatan secara holistik adalah memandang manusia sebagai


mahluk biopsikososio-kultural-spiritual pada ekosistemnya. Sebagai mahluk
biologis manusia adalah merupakan sistem organ yang terbentuk dari jaringan
serta sel-sel yang kompleks fungsionalnya.

8
Diagnosis holistik adalah kegiatan untuk mengidentifikasi dan
menentukan dasar dan penyebab penyakit (disease), luka (injury) serta
kegawatan yang diperoleh dari alasan kedatangan, keluhan personal, riwayat
penyakit pasien, pemeriksaan fisik, hasil pemeriksaan penunjang, penilaian
risiko internal/individual dan eksternal dalam kehidupan pasien serta
keluarganya.
Dokter keluarga adalah dokter yang dapat memberikan pelayanan
kesehatan yang berorientasi komunitas dengan titik kepada keluarga, tidak
hanya memandang penderita sebagai individu yang sakit tetapi sebagai
bagian dari unit keluarga dan tidak hanya menanti secara pasif, tetapi bila
perlu aktif mengunjungi penderita atau keluarganya. Sesuai dengan arah yang
digariskan dalam Sistem Kesehatan Nasional 2004, maka dokter keluarga
secara bertahap akan diperankan sebagai pelaku pelayanan pertama (layanan
primer).
Tujuan Diagnostik Holistik :
1. Penyembuhan penyakit dengan pengobatan yang tepat
2. Hilangnya keluhan yang dirasakan pasien
3. Pembatasan kecacatan lanjut
4. Penyelesaian pemicu dalam keluarga (masalah sosial dalam
kehidupannya)
5. Jangka waktu pengobatan pendek
6. Tercapainya percepatan perbaikan fungsi sosial
7. Terproteksi dari resiko yang ditemukan
8. Terwujudnya partisipasi keluarga dalam penyelesaian masalah

Diagnosa secara holistik sangat penting dilakukan sebelum


melakukan terapi, tujuannya yakni
1. Menentukan kedalaman letak penyakit
2. Menentukan kekuatan serangan pathogen penyakit
3. Menentukan kekuatan daya tahan tubuh yang meliputi kekuatan fungsi
organ

9
4. Menentukan urutan tatacara terapi dan teknik terapi yang akan
dipilihnya
5. Menentukan interfal kunjungan terapi. (Modul Pelatihan dan Sertifikasi
ASPETRI Jateng 2011).
Diagnosis Holistik memiliki standar dasar pelaksanaan yaitu :
1. Membentuk hubungan interpersonal antar petugas administrasi
(penerimaan, pencatatan biodata) dengan pasien
2. Membentuk hubungan interpersonal antara paramedis dengan pasien.
Melakukan pemeriksaan saringan (Triage), data diisikan dengan
lembaran penyaring
3. Membentuk hubungan interpersonal anatara dokter dengan pasien
4. Melakukan anamnesis
5. Melakukan pemeriksaan fisik
6. Penentuan derajat keparahan penyakit berdasarkan gejala, komplikasi,
prognosis, dan kemungkinan untuk dilakukan intervensi
7. Menentukan resiko individual diagnosis klinis sangat dipengaruhi
faktor individual termasuk perilaku pasien
8. Menentukan pemicu psikososial dari pekerjaan maupun komunitas
kehidupan pasien
9. Menilai aspek fungsi sosial.
Dasar-dasar dalam pengembangan pelayanan/pendekatan kedokteran
keluarga di layanan primer antara lain :
1. Pelayanan kesehatan menyeluruh (holistik) yang mengutamakan upaya
promosi kesehatan dan pencegahan penyakit
2. Pelayanan kesehatan perorangan yang memandang seseorang sebagai
bagian dari keluarga dan lingkungan komunitasnya
3. Pelayanan yang mempertimbangkan keadaan dan upaya kesehatan
secara terpadu dan paripurna (komprehensif).
4. Pelayanan medis yang bersinambung
5. Pelayanan medis yang terpadu

10
Pelayanan komprehensif yaitu pelayanan yang memasukkan
pemeliharaan dan peningkatan kesehatan (promotive), pencegahan penyakit
dan proteksi khusus (preventive & spesific protection), pemulihan kesehatan
(curative), pencegahan kecacatan (disability limitation) dan rehabilitasi
setelah sakit (rehabilitation) dengan memperhatikan kemampuan sosial serta
sesuai dengan mediko legal etika kedokteran.
Pelayanan medis yang bersinambung merupakan pelayanan yang
disediakan dokter keluarga merupakan pelayanan bersinambung, yang
melaksanakan pelayanan kedokteran secara efisien, proaktif dan terus
menerus demi kesehatan pasien.
Pelayanan medis yang terpadu artinya pelayanan yang disediakan
dokter keluarga bersifat terpadu, selain merupakan kemitraan antara dokter
dengan pasien pada saat proses penatalaksanaan medis, juga merupakan
kemitraan lintas program dengan berbagai institusi yang menunjang
pelayanan kedokteran, baik dari formal maupun informal. Prinsip pelayanan
Kedokteran Keluarga di Layanan Primer adalah:
1. Comprehensive care and holistic approach
2. Continuous care
3. Prevention first
4. Coordinative and collaborative care
5. Personal care as the integral part of his/her family
6. Family, community, and environment consideration
7. Ethics and law awareness
8. Cost effective care and quality assurance
9. Can be audited and accountable care
Pendekatan menyeluruh (holistic approach), yaitu peduli bahwa
pasien adalah seorang manusia seutuhnya yang terdiri dari fisik, mental,
sosial dan spiritual, serta berkehidupan di tengah lingkungan fisik dan
sosialnya.
Untuk melakukan pendekatan diagnosis holistik, maka perlu kita
melihat dari beberapa aspek yaitu:

11
1. Aspek Personal : Keluhan utama, harapan dan kekhawatiran.
2. Aspek Klinis: Bila diagnosis klinis belum dapat ditegakkan cukup
dengan diagnosis kerja dan diagnosis banding.
3. Aspek Internal : Kepribadian seseorang akan mempengaruhi perilaku.
Karakteristik pribadi amat dipengaruhi oleh umur, jenis kelamin,
pendidikan, pekerjaan, sosial ekonomi, kultur, etnis, dan lingkungan.
4. Aspek Eksternal : Psikososial dan ekonomi keluarga.
5. DerajatFungsi Sosial :
A. Derajat 1: Tidak ada kesulitan, dimana pasien dapat hidup mandiri
B. Derajat 2: Pasien mengalami sedikit kesulitan.
C. Derajat 3: Ada beberapa kesulitan, perawatan diri masih bisa
dilakukan, hanya dapat melakukan kerja ringan.
D. Derajat 4: Banyak kesulitan. Tak melakukan aktifitas kerja,
tergantung pada keluarga.
E. Derajat 5: Tak dapat melakukan kegiatan
2.3 Demam Typhoid
2.3.1 Definisi
Demam tifoid adalah penyakit yang disebabkan oleh
Samonella typhi atau Salmonella paratyphi.Tanda klinis klasik yang
muncul pada penderita berupa demam, malaise, nyeri perut, dan
konstipasi. Demam tifoid yang tidak segera ditangani akan memberat
dan mengakibatkan delirium, perdarahan intestinal, perforasi usus, dan
kematian dalam jangka waktu 1 bulan.1
Demam tifoid juga dikenal sebagai enteric fever atau thyphoid
abdominalis merupakan suatu penyakit infeksi akut yang terjadi pada
saluran pencernaan yang disebabkan oleh infeksi kuman Salmonella
typhii dan salmonella parathyphi. Penyakit ini merupakan penyakit
endemik di Indonesia. Dari telaah kasus di rumah sakit besar di
Indonesia, tersangka demam tifoid menunjukkan kecenderungan
meningkat dari tahun ke tahun dengan rata-rata kesakitan 500/100.000
penduduk dan angka kematian antara 0.6–5% (KMK, 2006). 2-4,7

12
2.3.2 Etiologi
Demam tifoid disebabkan oleh bakteri Salmonella typhi atau
Salmonella paratyphi dari Genus Salmonella. Bakteri ini berbentuk
batang, gram negatip, tidak membentuk spora, motil, berkapsul dan
mempunyai flagella (bergerak dengan rambut getar). Bakteri ini dapat
hidup sampai beberapa minggu di alam bebas seperti di dalam air, es,
sampah dan debu. Bakteri ini dapat mati dengan pemanasan (suhu 600
C) selama 15 – 20 menit, pasteurisasi, pendidihan dan khlorinisasi.
Salmonella typhi mempunyai 3 macam antigen, yaitu :4,5
A. Antigen O (Antigen somatik), yaitu terletak pada lapisan luar dari
tubuh kuman. Bagian ini mempunyai struktur kimia
lipopolisakarida atau disebut juga endotoksin. Antigen ini tahan
terhadap panas dan alkohol tetapi tidak tahan terhadap
formaldehid.
B. Antigen H (Antigen Flagella), yang terletak pada flagella,
fimbriae atau pili dari kuman. Antigen ini mempunyai struktur
kimia suatu protein dan tahan terhadap formaldehid tetapi tidak
tahan terhadap panas dan alkohol.
C. Antigen Vi yang terletak pada kapsul (envelope) dari kuman yang
dapat melindungi kuman terhadap fagositosis.
Ketiga macam antigen tersebut di atas di dalam tubuh
penderita akan menimbulkan pula pembentukan 3 macam antibodi
yang lazim disebut aglutinin4,5

2.3.3 Epidemiologi
Demam tifoid banyak ditemukan di masyarakat perkotaan
maupun di pedesaan.Penyakit ini erat kaitannya dengan kualitas higiene
pribadi dan sanitasi lingkungan yang kurang baik.Demam Tifoid
tersebar merata di seluruh dunia. Insidensi penyakit Tifoid menurut
WHO mencapai 17 juta orang dengan jumlah kematian sebanyak

13
600.000 orang setahun dan 70 % kematian terjadi di benua Asia. Angka
kematian Demam Tifoid menurut WHO mencapai 10 – 20 %, sebelum
ditemukan antibiotik yang tepat, tetapi setelah ditemukan antibiotik
yang tepat angka kematian berkurang sampai 1 %.Di Indonesia bersifat
endemik dan merupakan masalah kesehatan masyarakat.Dari telaah
kasus di rumah sakit besar di Indonesia, tersangka demam tifoid
menunjukkan kecenderungan meningkat dari tahun ke tahun dengan
rata-rata kesakitan 500/100.000 penduduk dan angka kematian antara
0.6–5%.Tidak ada perbedaan yang nyata antara insiden pada laki-laki
dan perempuan.Insiden pasien demam tifoid dengan usia 12 – 30 tahun
70 – 80 %, usia 31 – 40 tahun 10 – 20 %, usia > 40 tahun 5 – 10 %. Di
negara berkembang, kasus demam tifoid dilaporkan sebagai penyakit
endemis dimana 95% merupakan kasus rawat jalan sehingga insidensi
yang sebenarnya adalah 15-25 kali lebih besar dari laporan rawat inap
di rumah sakit. Dari laporan World Health Organization (WHO)
terdapat 17 juta kasus demam tifoid per tahun di dunia dengan jumlah
kematian mencapai 600.000 kematian dengan Case Fatality Rate (CFR
= 3,5 %). Insidens rate penyakit demam tifoid di daerah endemis
berkisar antara 45/100.000 penduduk/tahun sampai 1.000/100.000
penduduk/tahun. Di Asia 274/100.000 penduduk/tahun.
Epidemiologi penyakit demam tifoid juga dapat digambarkan
menurut Trias Epidemiologi dengan melihat faktor host, agent dan
environment sebagai berikut :

A. Trias Epidemiologi
a. Faktor Host
Manusia adalah sebagai reservoir bagi kuman
Salmonella thypi. Terjadinya penularan Salmonella thypi
sebagian besar melalui makanan/minuman yang tercemar oleh

14
kuman yang berasal dari penderita atau carrier yang biasanya
keluar bersama dengan tinja atau urine. Dapat juga terjadi
trasmisi transplasentaldari seorang ibu hamil yang berada dalam
bakterimia kepada bayinya. Penelitian yang dilakukan oleh
Heru Laksono (2009) dengan desain case control, mengatakan
bahwa kebiasaan jajan di luar mempunyai resiko terkena
penyakit demam tifoid pada anak 3,6 kali lebih besar
dibandingkan dengan kebiasaan tidak jajan diluar (OR=3,65)
dan anak yang mempunyai kebiasaan tidak mencuci tangan
sebelum makan beresiko terkena penyakit demam tifoid 2,7
lebih besar dibandingkan dengan kebiasaan mencuci tangan
sebelum makan 4
b. Faktor Agent
Demam tifoid disebabkan oleh bakteri Salmonella thypi
dan Salmonella paratyphi. Jumlah kuman yang dapat
menimbulkan infeksi adalah sebanyak 105– 109 kuman yang
tertelan melalui makanan dan minuman yang terkontaminasi.
Semakin besar jumlah Salmonella thypi yang tertelan, maka
semakin pendek masa inkubasi penyakit demam tifoid.4
c. Faktor Environment
Demam tifoid merupakan penyakit infeksi yang
dijumpai secara luas di daerah tropis terutama di daerah dengan
kualitas sumber air yang tidak memadai dengan standar hygiene
dan sanitasi yang rendah. Beberapa hal yang mempercepat
terjadinya penyebaran demam tifoid adalah urbanisasi,
kepadatan penduduk, sumber air minum dan standart hygiene
industri pengolahan makanan yang masih rendah.
Berdasarkanhasil penelitian Lubis, R. di RSUD. Dr. Soetomo
(2000) dengan desain case control, mengatakan bahwa higiene
perorangan yang kurang, mempunyai resiko terkena penyakit
demam tifoid 20,8 kali lebih besar dibandingkan dengan yang

15
higiene perorangan yang baik (OR=20,8) dan kualitas air
minum yang tercemar berat coliform beresiko 6,4 kali lebih
besar terkena penyakit demam tifoid dibandingkan dengan yang
kualitas air minumnya tidak tercemar berat coliform (OR=6,4).
4

B. Variabel Epidemiologi
a. Orang (person)
Demam tifoid dapat menginfeksi semua orang dan tidak ada
perbedaan yang nyata antara insiden pada laki-laki dan
perempuan.4
b. Tempat dan Waktu (Place and time)
Demam tifoid tersebar di seluruh dunia. Pada tahun 2000,
insiden rate demam tifoid di Amerika Latin 53 per 100.000
penduduk dan di Asia Tenggara 110 per 100.000 penduduk. Di
Indonesia demam tifoid dapat ditemukan sepanjang tahun, di
Jakarta Utara pada tahun 2001, insiden rate demam tifoid 680
per 100.000 penduduk dan pada tahun 2002 meningkat menjadi
1.426 per 100.000 penduduk. 4
2.3.4 Patomekanisme
Salmonella Typhi dapat hidup di dalam tubuh manusia. Manusia
yang terinfeksi bakteri Salmonella Typhi dapat mengekskresikannya
melalui sekret saluran nafas, urin dan tinja dalam jangka waktu yang
bervariasi. Kuman masuk ke tubuh manusia terjadi melaui makanan,
maupun minuman yang sudah terkontaminasi. Patogenesis demam
tifoid melibatkan 4 proses mulai dari penempelan bakteri ke lumen
usus, bakteri bermultiplikasi di makrofag. Peyer’s patch, bertahan
hidup di aliran darah dan menghasilkan enterotoksin yang
menyebabkan keluarnya elektrolit dan air ke lumen intestinal. Bakteri
SalmonellaTyphi bersama makanan atau minuman masuk ke dalam
tubuh melalui mulut. Pada saat melewati lambung dengan suasana asam
banyak bakteri yang mati. Bakteri yang masih hidup akan mencapai

16
usus halus, melekat pada sel mukosa kemudian menginvasi dan
menembus dinding usus tepatnya di ileum dan yeyunum. Sel M, sel
epitel yang melapisi Peyer’s patch merupakan tempat bertahan hidup
dan multiplikasi Salmonella Typhi. Selanjutnya ke lamina propria,
disini kuman berkembang biak dan difagosit oleh sel sel fagosit
terutama makrofag. Kuman dapat hidup dan berkembang biak didalam
makrofag dan selanjutnya dibawa ke plak peyer ileum distal dan
kemudian ke kelenjar getah bening mesenterika. Selanjutnya melalui
duktus toracicus kuman yang terdapat dalam makrofag ini masuk
kedalam sirkulasi darah sehingga mengakibatkan bakteremia pertama
yang asimptomatik dan menyebar keseluruh organ retikuloendotelial
tubuh terutama hati dan limpa. Diorgan-organ ini kuman meninggalkan
sel-sel fagosit dan kemudian berkembang biak diluar sel atau ruang
sinusoid dan selanjutnya masuk kedalam sirkulasi darah lagi
mengakibatkan bakteremia yang kedua kalinya disertai tanda-tanda dan
gejala penyakit sistemik.2,5
Didalam hati, kuman masuk kedalam kandung empedu, berkembang
biak, dan bersama cairan empedu dieksresikan secara intermitten
kedalam lumen usus. Sebagian kuman dikeluarkan melalui feses dan
sebagian masuk lagi kedalam sirkulasi setelah menembus usus. Proses
yang sama terulang kembali, berhubung makrofag telah teraktivasi dan
hiperaktif maka saat fagosit kuman Salmonella terjadi pelepasan
berbagai mediator inflamasi yang selanjutnya akan menimbulkan gejala
reaksi inflamasi sistemik seperti demam, malaise, mialgia, sakit kepala,
sakit perut, instabilitas vascular, gangguan mental, dan koagulasi.2,5
Didalam plak peyer makrofag hiperaktif menimbulkan reaksi
hyperplasia jaringan. Perdarahan saluran cerna dapat terjadi akibat erosi
pembuluh darah sekitar plak peyer yang sedang mengalami nekrosis
dan hyperplasia akibat akumulasi sel-sel mononuclear di dinding usus.
Proses patologi jaringan limfoid ini dapat berkembang hingga ke
lapisan otot, serosa usus dan dapat mengakibatkan perforasi.2,5

17
Endotoksin dapat menempel direseptor sel endotel kapiler dengan
akibat timbulnya komplikasi seperti gangguan neuropsikiatrik,
kardiovaskuler, pernapasan dan gangguan organ lainnya.2,5

Gambar 3. Patomekanisme demam tifoid3


2.3.5 Manifestasi Klinik
Penegakan diagnosis sedini mungkin sangat bermanfaat agar bisa
diberikan terapi yang tepat dan meminimalkan terjadinya komplikasi.
Pengetahuan gambaran klinis penyakit ini sangat penting untuk

18
membantu mendeteksi secara dini. Walaupun pada kasus tertentu
dibutuhkan pemeriksaan tambahan untuk membantu menegakkan
diagnosis.2
Masa tunas demam tifoid berlangsung 7-14 hari. Gejala-gejala
klinis yang timbul sangat bervariasi dari ringan sampai yang berat, dari
asimptomatik hingga gambaran penyakit yang sangat khas disertai
komplikasi hingga kematian.2,3
Keluhan dan gejala serupa dengan penyakit infeksi akut pada
umunya, yaitu sepeti demam suhu >37,5 pada kira-kira akhir minggu
pertama penyakit, demam di 103-104 ° F (39-40 ° C). Demam yang
dialami meningkat perlahan pada sore hari hingga malam hari. Selain
itu terdapat keluhan lain seperti nyeri kepala, pusing, mual, muntah,
nyeri otot, anorexia, obstipasi atau diare, nyeri perut (regio
epigastrium), thyphoid tongue (lidah kotor), Halitosis, tremor lidah,
ikterus, bradikardi relatif dan dicrotic pulse (double beat, denyutan
kedua lebih lemah dari denyutan pertama) dapat terjadi hingga
delirium.2,3,6
2.3.6 Diagnosis
A. Anamnesis
Untuk mendiagnosa suatu demam tifoid, kita perlu
melakukan anamnesis secara sistematis, pemeriksaan fisik umum
dan pemeriksaan laboratorium.
Pada anamnesis yang didapatkan, pasien datang ke dokter
karena keluhan mual dan muntah yang dialami sehari sebelum
datang ke puskesmas tepatnya pada malam hari hingga pagi hari.
Pasien juga mengeluh demam naik turun terutama malam hari
(demam intermiten). Keluhan disertai dengan sakit kepala anoreksia
dan nyeri perut. Selain itu, keluhan terdapat gangguan
gastrointestinal berupa konstipasi. 2,3,6
B. Pemeriksaan Fisik
a. Inspeksi

19
- Kompos mentis atau delirium
- Bibir kering dan kadang pecah-pecah
- Lidah kotor ditutupi selaput putih
- Halitosis
- Ikterus2,3,6
b. Palpasi
- Hangat saat perabaan
- Nyeri tekan regio epigatric
- Hepatospleenomegali
- Bradikardi relatif2,3,6
c. Pekusi
- Pelebaran bunyi pekak pada daerah perut bagian hepar6
d. Auskultasi
- Peristaltik menigkat atau menurun

Pemeriksaan fisik pada keadaan lanjut


a. Penurunan kesadaran ringan sering terjadi berupa apatis dengan
kesadaran seperti berkabut. Bila klinis berat, pasien dapat
menjadi somnolen dan koma atau dengan gejala-gejala psikosis
(organic brain syndrome).
b. Pada penderita dengan toksik, gejala delirium lebih menonjol.
C. Pemeriksaan Penunjang
a. Darah perifer lengkap beserta hitung jenis leukosis. Dapat
menunjukkan: leukopenia / leukositosis / jumlah leukosit
normal, limfositosis relatif, monositosis, trombositopenia
(biasanya ringan), anemia.6
Leukositosis dapat terjai tanpa disertai adanya infeksi
sekunder. Selain itu pula dapat ditemukan anemia ringan dan
trombositopenia.2
b. Serologi
1. IgM antigen O9 Salmonella thypi (Tubex-TF)®

20
- Hanya dapat mendeteksi antibody IgM Salmonella
typhi
- Dapat dilakukan pada 4-5 hari pertama demam.
Uji tubex merupakan uji semi-kuantitatif
kolometrik yang cepat (beberapa menit) dan mudah untuk
dikerjakan. Uji ini mendeteksi antibodi anti-Salmonella
typhi O9 pada serum pasien, dengan cara menghambat
ikatan antara IgM anti-O9 yang terkonjugasi pada partikel
latex yang berwarna dengan lipopolisakarida Salmonella
typhi yang terkonjugasi pada partikel magnetic latex.
Hasil positif ujin tubex ini menunjukkan terdapat infeksi
Salmonellae serogroupD walau tidak secara spesifik
menunjuk pada Salmonella typhi. Infeksi oleh Salmonella
paratyphi akan memberikan hasil negatif.2
Secara imunologi, antigen O9 bersifat
immunodominan sehingga dapat merangsang respon
imun secara independen terhadap timus dan merangsang
mitosis sel B tanpa bantuan dari sel T. karena sifat-sifat
tersebut, respon terhadap antigen O9 berlangsung cepat
sehingga deteksi terhadap anti-O9 dapat dilakukan lebih
dini, yaitu pada hari ke 4-5 untuk infeksi primer dan hari
ke 2-3 untuk infeksi sekunder. Perlu diketahui bahwa uji
tubex hanya dapat mendeteksi lgM dan tidak dapat
mendeteksi IgG sehingga tidak dapat dipergunakan
sebagai modalitas untuk mendeteksi infeksi lampau.2
Pemeriksaan ini dilakukan dengan menggunakan 3
macam komponen meliputi : tabung berbentuk V yang
berfungsi meningkatkan sensitivitas, reagen A yang
mengandung partikel magnetik yang diselubungi dengan
antigen O9, reagen B yang mengandung partikel lateks
berwarna biru yang diselubungi dengan antibodi

21
monoklonal spesifik dengan antigen O9. Untuk
melakukan prosedur pemeriksaan ini, satu tetes serum (25
µL) dicampurkan kedalam tabung dengan satu tetes (25
µL) reagen A. setelah itu dua tetes reagen B (50 µL)
ditambahkan kedalam tabung. Hal tersebut dilakukan
pada kelima tabung lainnya. Tabung-tabung tersebut
kemudian diletakkan pada rak tabung yang mengandung
magnet dan diputar selama 2 menit dengan kecepatan 250
rpm. Interretasi hasil dilakukan berdasarkan warna larutan
campuran yang dapat bervariasi dari kemerahan hingga
kebiruan. Berdasarkan warna inilah ditentukan skor, yang
interpretasinya dapat dilihat pada tabel berikut:

Skor Interpretasi
<2 Negatif Tidak menunjuk infeksi tifoid aktif
3 Borderline Pengukuran tidak dapat
disimpulkan. Ulangi pengujian
apabila masih meragukan lakukan
pengulangan beberapa hari
kemudian
4-5 Positif Menunjukkan infeksi tifoid aktif
>6 Positif Indikasi kuat infeksi tifoid

Tabel 1 : Interpretasi hasil uji Tubex2


Konsep pemeriksaan ini dapat diterangkan sebagai
berikut. Jika serum tidak mengandung antibodi terhadap O9,
reagen B ini bereaksi dengan reagen A. ketika diletakkan pada
daerah yang mengandung medan magnet (magnet rak),
komponen magnet yang dikandung reagen A akan tertarik
pada magnet rak, dengan membawa serta pewarna yang
dikandung oleh reagen B. sebagai akibatnya, terlihat warna

22
merah pada tabung yang sesungguhnya merupakan gambaran
serum yang lisis. Sebaliknya, bila serum mengandung antibodi
terhadap O9, antibodi pasien akan berikatan dengan reagen A
menyebabkan reagen B tidak tertarik pada magnet rak dan
memberikan warna biru pada larutan.2
2. Enzyme Immunoassay test (Typhidot®)
- Dapat mendeteksi IgM dan IgG Salmonella typhi
- Dapat dilakukan pada 4-5hari pertama demam

Uji typhidot dapat mendeteksi antibodi IgM dan


IgG yang terdapat pada protein membran luar Salmonella
typhi. Hasil positif pada uji typhidot didapatkan 2-3 hari
setelah infeksi dan dapat mengidentifikasi secara spesifik
antibodi IgM dan IgG terhadap antigen Salmonella typhi.
Seberat 50 kD, yang terdapat dalam strip nitroselulosa.2

Didapatkan sensitivitas uji ini sebesar 98%,


spesifisitas sebesay 76,6% dan efisiensi uji sebesar 84%
pada penelitian yang dilakukan oleh Gopalakhrisnan dkk
(2002) yang dilakukan pada 144 kasus demam tifoid. Pada
penelitian lain yang dilakukan oleh Olsen dkk, didapatkan
sensitifitas dan spesifisitas uji ini hampir sama dengan uji
tubex yaitu 79% dan 89% dengan 78% dan 89%.2

Pada kasus reinfeksi, respon imun sekunder IgG


teraktivasi secara berlebihan sehingga igM sulit terdeteksi.
IgM dapat bertahan sampai 2 tahun sehingga pendeteksian
IgG saja tidak dapat digunakan untuk membedakan antara
infeksi akut dengan kasus reinfeksi atau konvalesen pada
kasus infeksi primer. Untuk mengatasi masalah tersebut,
uji ini kemudian dimodifikasi dengan mengaktivasi total
IgG pada sampel serum. Uji ini yang dikenal dengan nama
uji typhidot-M, memungkinkan ikatan antara antigen

23
dengan IgM spesifik yang ada pada serum pasien. Studi
evaluasi yang dilakukan oleh Khoo Ke dkk pada tahun
1997 terhadap uji typhidot-M menunjukkan bahwa uji ini
bahkan lebih sensitif (sensitivitas mencapai 100%) dan
lebih cepat (3jam) dilakukan bila dibandingkan dengan
kultur.2

3. Tes Widal tidak direkomendasi


- Dilakukan setelah demam berlangsung 7 hari.
- Interpretasi hasil positif bila titer aglutinin O minimal
1/320 atau terdapat kenaikan titer hingga 4 kali lipat
pada pemeriksaan ulang dengan interval 5 –7 hari
- Hasil pemeriksaan Widal positif palsu sering terjadi
oleh karena reaksi silang dengan non-typhoidal
Salmonella, enterobacteriaceae, daerah endemis
infeksi dengue dan malaria, riwayat imunisasi tifoid
dan preparat antigen komersial yang bervariasi dan
standaridisasi kurang baik. Oleh karena itu,
pemeriksaan Widal tidak direkomendasi jika hanya
dari 1 kali pemeriksaan serum akut karenaterjadinya
positif palsu tinggi yang dapat mengakibatkan over-
diagnosisdan over-treatment.2,6

4. Uji IgM Dipstik


Uji ini secara khusus mendeteksi antibodi IgM
spesifik terhadap Salmonella typhi pada spesimen serum
atau whole blood. Uji ini menggunakan strip yang
mengandung antigen lipopolisakarida (LPS) Salmonella
typhi dan antigen IgM (sebagai kontrol), reagen deteksi
yang mengandung antibodi anti IgM yang dilekati dengan
lateks pewarna, cairan membasahi strip sebelum inkubasi
dengan reagen dan serum pasien, tabung uji. Komponen

24
perlengkapan ini stabil disimpan selama 2 tahun pada
suhu 4-25 C ditempat kering tanpa paparan sinar matahari.
Pemeriksaan dimulai dengan inkubasi strip pada larutan
campuran reagen deteksi dan serum, selama 3 jam pada
suhu kamar. Setelah inkubasi, strip dibilas dengan air
mengalir dan dikeringkan. Secara semi kuantitatif,
diberikan penilaian terhadap garis uji dengan
membandingkannya dengan reference strip. Garis kontrol
harus terwarna dengan baik.2
House dkk, 2001 dan Gasem MH dkk, 2002 meneliti
mengenai penggunaan uji ini dibandingkan dengan
pemeriksaan kultur darah di Indonesia dan melaporkan
sensitivitas sebesar 65-77% dan spesifisitas sebesar 95-
100%. Pemeriksaan ini mudah dan cepat (dalam 1 hari)
dilakukan tanpa peralatan khusus apapun, namun akurasi
hasil didapatkan bila pemeriksaan dilakukan selama 1
minggu setelah timbulnya gejala.2
5. Kultur Salmonella typhi (gold standard) Dapat dilakukan
pada spesimen:
- Darah
Pada minggu pertama sampai akhir minggu ke-2
sakit, saat demam tinggi. Hasil biakan darah yang
positif memastikan demam tifoid, akan tetapi hasil
yang negatif tidak menyingkirkan demam tifoid,
karena mungkin disebabkan oleh beberapa hal sebagai
berikut: telah mendapatkan terapi dengan antibiotik,
volume darah yang kurang, riwayat vaksinasi, saat
pengambilan darah setelah minggu pertama pada saat
aglutinin semakin meningkat2,6
- Feses
Pada minggu kedua sakit6

25
- Urin
Pada minggu kedua atau ketiga sakit6
- Cairan empedu
Pada stadium lanjut penyakit, untuk mendeteksi carrier
typhoid6
6. Pemeriksaan penunjang lain sesuai indikasi klinis,
misalnya: SGOT/SGPT, kadar lipase dan amilase2,6
2.3.7 Penatalaksanaan
Sampai saat ini masih dianut trilogi penatalaksanaan demam
tifoid sebagai berikut Istirahat dan perawatan, dengan tujuan mencegah
komplikasi dan mempercepat penyembuhan, diet dan terapi penunjang
(simtomatik dan suportif) dengan tujuan mengembalikan rasa nyaman
dan kesehatan pasien secara optimal, pemberian antimikroba, dengan
tujuan menghentikan dan mencegah penyebaran kuman.1,4
A. Terapi suportif dapat dilakukan dengan6:
a. Istirahat tirah baring dan mengatur tahapan mobilisasi
b. Menjaga kecukupan asupan cairan, yang dapat diberikan
secara oral maupun parenteral.
c. Diet bergizi seimbang, konsistensi lunak, cukup kalori dan
protein, rendah serat.
d. Konsumsi obat-obatan secara rutin dan tuntas
e. Kontrol dan monitor tanda vital (tekanan darah, nadi, suhu,
kesadaran), kemudian dicatat dengan baik di rekam
medikpasien
B. Terapi Simptomatik untuk menurunkan demam (antipiretik) dan
mengurangi keluhan gastrointestinal. 6
C. Terapi definitif dengan pemberian antibiotik. Antibiotik lini
pertama untuk demam tifoid adalah Kloramfenikol, Ampisilin atau
Amoksisilin (aman untuk penderita yang sedang hamil), atau
Trimetroprim-sulfametoxazole (Kotrimoksazol). 6

26
D. Bila pemberian salah satu antibiotik lini pertama dinilai tidak
efektif, dapat diganti dengan antibiotik lain atau dipilih antibiotik
lini kedua yaitu Seftriakson, Sefiksim, Kuinolon (tidak dianjurkan
untuk anak <18 tahun karena dinilai mengganggu pertumbuhan
tulang). 6,8

Tabel 2. Antibiotik pilihan pada Demam Tifoid4,6,8


E. Indikasi Rawat Jalan

Demam tifoid bisa dilakukan perawatan di rumah atau rawat


jalan dengan indikasi sebagai berikut:

27
a. Pasien dengan gejala klinis yang ringan, tidak ada tanda-tanda
komplikasi serta tidak ada komorbid yang membahayakan.
b. Pasien dengan kesadaran baik dan dapat makan minum dengan
baik.
c. Pasien dengan keluarganya cukup mengerti tentang cara-cara
merawat serta cukup paham tentang petanda bahaya yang akan
timbul dari tifoid.
d. Rumah tangga pasien memiliki atau dapat melaksanakan sistem
pembuangan ekskreta (feses, urin, muntahan) yang
mememenuhi syarat kesehatan.
e. Dokter bertanggung jawab penuh terhadap pengobatan dan
perawatan pasien.
f. Dokter dapat memprediksi pasien tidak akan menghadapi
bahaya-bahaya yang serius.
g. Dokter dapat mengunjungi pasien setiap hari. Bila tidak bisa
harus diwakili oleh seorang perawat yang mampu merawat
demam tifoid.
h. Dokter mempunyai hubungan komunikasi yang lancar dengan
keluarga pasien.
F. Konseling dan Edukasi
Edukasi pasien tentang tata cara6:
1. Pengobatan dan perawatan serta aspek lain dari demam tifoid
yang harus diketahui pasien dan keluarganya.
2. Diet, jumlah cairan yang dibutuhkan, pentahapan mobilisasi,
dan konsumsi obat sebaiknya diperhatikan atau dilihat
langsung oleh dokter, dan keluarga pasien telah memahami
serta mampu melaksanakan. Diet demam thypoid adalah diet
yang berfungsi untuk memenuhi kebutuhan makan penderita
thypoid dalam bentuk makanan lunak rendah serat. Tujuan
utama diet demam thypoid adalah memenuhi kebutuhan
nutrisi penderita demam thypoid dan mencegah

28
kekambuhan. Penderita penyakit demam Tifoid selama
menjalani perawatan haruslah mengikuti petunjuk diet yang
dianjurkan oleh dokter untuk di konsumsi, antara
lain : (Swastika Agung, 2008).
a. Makanan yang cukup cairan, kalori, vitamin & protein
b. Tidak mengandung banyak serat
c. Tidak merangsang dan tidak menimbulkan banyak gas
d. Makanan lunak diberikan selama istirahat.
e. Diet Demam Typhoid Dengan Rendah Serat
Makanan dengan rendah serat dan rendah sisa bertujuan
untuk memberikan makanan sesuai kebutuhan gizi yang
sedikit mungkin meninggalkan sisa sehingga
dapat membatasi volume feses, dan tidak merangsang
saluran cerna. Pemberian bubur saring, juga ditujukan untuk
menghindari terjadinya komplikasi perdarahan saluran cerna
atau perforasi usus. Syarat-syarat diet rendah adalah:
- Energi cukup sesuai dengan umur, jenis kelamin
dan aktivitas
- Protein cukup, yaitu 10-15% dari kebutuhan
energi total
- Lemak sedang, yaitu 10-25% dari kebutuhan
energi total
- Karbohidrat cukup, yaitu sisa kebutuhan energi
total
- Menghindari makanan berserat tinggi dan sedang
sehingga asupan serat maksimal 8 gr/hari.
Pembatasan ini disesuaikan dengan toleransi
perorangan
- Menghindari susu, produk susu, daging berserat
kasar (liat) sesuai dengan toleransi perorangan

29
- Menghindari makanan yang terlalu berlemak,
terlalu manis, terlalu asam dan berbumbu tajam
- Makanan dimasak hingga lunak dan dihidangkan
pada suhu tidak terlalu panas dan dingin
- Makanan sering diberikan dalam porsi kecil
- Bila diberikan untuk jangka waktu lama atau
dalam keadaan khusus, diet perlu disertai
suplemen vitamin dan mineral, makanan formula,
atau makanan parenteral (Swastika Agung, 2008).

Makanan Yang Dianjurkan Untuk Penderita Demam


Typhoid
Adapun makanan yang dianjurkan untuk penderita demam
typhoid adalah : (Hariminantyo, 2010)
- Sumber karbohidrat : beras dibubur/tim, roti
bakar, kentang rebus, krakers, tepung-tepungan
dibubur atau dibuat puding
- Sumber protein hewani: daging empuk, hati,
ayam, ikan direbus, ditumis, dikukus,diungkep,
dipanggang; telur direbus, ditim, diceplok air,
didadar, dicampur dalam makanan dan minuman;
susu maksimal 2 gelas per hari
- Sumber protein nabati : tahu, tempe ditim, direbus,
ditumis; pindakas; susu kedelai
- Sayuran : sayuran berserat rendah dan sedang
seperti kacang panjang, buncis muda, bayam, labu
siam, tomat masak, wortel direbus, dikukus,
ditumis
- Buah-buahan : semua sari buah; buah segar yang
matang (tanpa kulit dan biji) dan tidak banyak
menimbulkan gas seperti pepaya , pisang, jeruk,
alpukat

30
- Lemak nabati : margarin, mentega, dan minyak
dalam jumlah terbatas untuk menumis, mengoles
dan setup
- Minuman : teh encer, sirup
- Bumbu : garam, vetsin, gula, cuka, salam, laos,
kunyit, kunci dalam jumlah terbatas
Makanan Yang Tidak Dianjurkan Untuk Penderita Demam
Typhoid
Adapun makanan yang tidak dianjurkan untuk penderita
demam typhoid yaitu : (Hariminantyo, 2010)
- Sumber karbohidrat : beras ketan, beras
tumbuk/merah, roti whole wheat, jagung, ubi,
singkong, talas, tarcis, dodol dan kue-kue lain
yang manis dan gurih
- Sumber protein hewani : daging berserat kasar
(liat), serta daging, ayam, ikan diawetkan, telur
mata sapi, didadar
- Sumber protein nabati : Kacang merah serta
kacang-kacangan kering seperti kacang tanah,
kacang hijau, kacang kedelai, dan kacang polong
- Sayuran : sayuran yang berserat tinggi seperti :
daun singkong, daun katuk, daun pepaya, daun dan
buah melinjo, oyong,timun serta semua sayuran
yang dimakan mentah
- Buah-buahan : buah-buahan yang dimakan dengan
kulit seperti apel, jambu biji, jeruk yang dimakan
dengan kulit ari; buah yang menimbulkan gas
seperti durian dan nangka
- Lemak : minyak untuk menggoreng, lemak
hewani, kelapa dan santan
- Minuman : kopi dan teh kental; minuman yang
mengandung soda dan alkohol

31
- Bumbu : cabe dan merica
- Diet dengan semua nutrisi penting
A. Energi
Dianjurkan untuk meningkatkan asupan energi
dengan 10-20% karena kenaikan suhu tubuh.
Awalnya, selama tahap akut, pasien mungkin dapat
hanya mengkonsumsi 600-1200kcal/day, tetapi
asupan energi harus berangsur-angsur meningkat
dengan pemulihan dan toleransi ditingkatkan.
B. Protein
Kebutuhan protein lebih terkait dengan keparahan
dan durasi infeksi daripada ketinggian demam.
Karena ada kerusakan jaringan yang berlebihan,
asupan protein harus ditingkatkan untuk 1,5 sampai
2gm protein / kg / berat badan / hari. Untuk
meminimalkan kehilangan jaringan, makanan
protein nilai biologis tinggi seperti susu dan telur
harus digunakan secara bebas karena mereka yang
paling mudah dicerna dan diserap. Untuk mencapai
hal ini, makan secara teratur harus ditambah dengan
minuman protein tinggi.
C. Karbohidrat
Asupan karbohidrat liberal disarankan untuk mengisi
toko glikogen habis tubuh. Mudah dicerna,
karbohidrat juga dimasak seperti pati sederhana,
glukosa, madu, gula tebu dll harus dimasukkan
karena mereka memerlukan pencernaan lebih sedikit
dan berasimilasi dengan baik.
D. Diet Serat
Sebagai gejala tipus termasuk diare dan lesi di
saluran usus, segala bentuk iritasi harus dihilangkan
dari diet. Semua serat, kasar menjengkelkan harus,

32
karena itu akan dihindari dalam diet, karena
merupakan iritan mekanik.
E. Lemak
Karena adanya diare, emulsi lemak bentuk seperti
krim, mentega, susu, kuning telur, harus dimasukkan
dalam diet, karena mereka mudah dicerna. Makanan
yang digoreng yang sulit untuk dicerna harus
dihindari.
F. Mineral
Karena hilangnya elektrolit yang berlebihan seperti
sup natrium, kalium dan klorida asin, kaldu, jus
buah, susu harus dimasukkan untuk
mengkompensasi hilangnya elektrolit. Suplemen zat
besi harus diberikan untuk mencegah anemia.
G. Vitamin
Karena infeksi dan demam resultants, ada kebutuhan
untuk meningkatkan asupan Vitamin A dan C.
H. Cairan
Dalam rangka untuk mengkompensasi kerugian
melalui kulit dan keringat dan juga untuk
memastikan volume yang memadai urin untuk
mengeluarkan limbah, asupan cairan liberal sangat
penting dalam bentuk minuman, sup, jus, air biasa dll
Jadi energi yang tinggi, protein tinggi, diet cairan penuh
dianjurkan di awal dan segera setelah demam turun, serat,
hambar rendah, diet lunak harus diberikan kepada
pasien (Swastika Agung,2008).
Tanda-tanda kegawatan harus diberitahu kepada pasien dan
keluarga supaya bisa segera dibawa ke rumah sakit terdekat
untuk perawatan.
G. Kriteria Rujukan

33
Pasien demam tifoid bisa mendapat perawatan di rumah namun
pada beberapa kondisi, pasien dengan demam tifoid perlu
dirujuk dengan kriteria:
a. Telah mendapat terapi selama 5 hari namun belum tampak
perbaikan.
b. Demam tifoid dengan tanda-tanda kedaruratan.
c. Demam tifoid dengan tanda-tanda komplikasi dan fasilitas
tidak mencukupi.
2.3.8 Komplikasi2,6
A. Komplikasi Intestinal
a. Pendarahan usus
Komplikasi perdarahan ditandai dengan hematochezia.
Dapat juga diketahui dengan pemeriksaan feses (occult blood
test). Komplikasi ini ditandai dengan gejala akut abdomen dan
peritonitis. Pada foto polos abdomen 3 posisi dan pemeriksaan
klinis bedah didapatkan gas bebas dalam rongga perut. 2,6
b. Perforasi usus
c. Ileus paralitik
d. Pankreatitis
B. Komplikasi Ekstra Intestinal2,6
a. Komplikasi cardiovascular
Miocarditis, tromboplebitis, gagal sirkulasi perifer
b. Komplikasi darah
Anemia hemolitik, KID, Trombosis, Trombositopenia
c. Komplikasi Paru-paru
Pneumonia, Empiema, Pleuritis
d. Komplikasi Hepatobilier
Hepatitis, Kolesistitis
e. Komplikasi Ginjal
Glomerulonefritis, pielonefritis, Pielonefritis, perinefritis
f. Komplikasi tulang

34
Osteomielitis, periostitis, spondilitis, artritis
g. Komplikasi neuropsikiatrik/tifoid toksik
Penderita dengan sindrom demam tifoid dengan panas tinggi
yang disertai dengan kekacauan mental hebat, kesadaran
menurun, mulai dari delirium sampai koma
2.3.9 Prognosis
Prognosis adalah bonam namun ad sanationam dubia ad bonam
karena penyakit dapat berulang.

35
BAB III

METODOLOGI DAN LOKASI STUDI KASUS

3.1 Metodologi
Studi kasus ini menggunakan desain studi Kohort untuk mempelajari
hubungan antara faktor risiko dan efek (penyakit atau masalah kesehatan),
dengan memilih kelompok studi berdasarkan perbedaan faktor risiko.
Kemudian mengikuti sepanjang periode waktu tertentu untuk melihat berapa
banyak subjek dalam masing-masing kelompok yang mengalami efek penyakit
atau masalah kesehatan untuk melakukan penerapan pelayanan dokter layanan
primer secara paripurna dan holistik terutama mengenai penatalaksanaan
penderita demam tifoid dengan pendekatan kedokteran keluarga di Puskesmas
Tamangapa pada tahun 2018.
Metode pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan metode
wawancara dan observasi dengan pasien dan keluarganya dengan cara
melakukan home visit untuk mengaetahui secara holistik keadaan penderita.
Wawancara merupakan suatu cara mengumpulkan data dengan cara
mengajukan pertanyaan langsung kepada seorang informan atau autoritas atau
seorang ahli yang berwenang dalam suatu masalah. Sedangkan observasi
adalah pengamatan dan juga pencatatan sistematik atas unsur-unsur yang
muncul dalam suatu gejala atau gejala-gejala yang muncul dalam suatu objek
penelitian. Hasil dari observasi tersebut akan dilaporkan dalam suatu laporan
yang tersusun secara sistematis mengikuti aturan yang berlaku
3.2 Lokasi dan Waktu
3.2.1 Lokasi
Studi kasus bertempat di Puskesmas Tamangapa Kota Makassar,
Provinsi Sulawesi Selatan.
3.2.2 Waktu
Studi kasus dilakukan pertama kali saat penderita datang
berobat di Puskesmas Tamangapa Makassar yaitu pada tanggal 20

36
Maret 2018. Selanjutnya dilakukan home visit untuk mengetahui
secara holistik keadaan dari penderita.
3.3 Gambaran Umum Lokasi Penelitian
3.3.1 Letak Geografi
Studi kasus bertempat di Puskesmas Tamangapa saat pasien
pertama kali datang ke puskesmas, kemudian berlanjut ke rumah
pasien yang berlokasi di Jl. Andi Tonro 4 No.2 Kec.Tamalate Kota
Makassar.
Puskesmas Tamangapa berlokasi di Jl. Andi Mangerangi
Lorong Buntu No. 22 kelurahan P’baeng-baeng, kelurahan
Tamangapa, dan kelurahan Manggala yang merupakan bagian dari
kecamatan Tamalate Kota Madya Makassar, dengan batas wilayah
sebagai berikut:
a. Sebelah utara berbatasan dengan Kelurahan Parang
Kecamatan Mamajang
b. Sebelah selatan berbatasan dengan Kelurahan Manuruki
c. Sebelah timur berbatasan dengan Maccini Sombala
d. Sebelah barat berbatasan dengan Kelurahan Sambung Jawa
No. Kelurahan Luas/km2 RW
1. Manggala 0,998 km2 (99,8 Ha) 12
2. Antang 0,577 km2 (57,7 Ha) 10
3. Tamangapa 0,4775 km2 (47,75 Ha) 14
Tabel 3: Luas Wilayah Kerja

3.3.2 Keadaan Demografi Lokasi Studi Kasus


Wilayah kerja Puskesmas Tamangapa terdiri dari tiga
kelurahan dengan jumlah 44.507 jiwa dengan rincian sebagai
berikut:

No. Kelurahan Jumlah Penduduk Total

37
Laki-Laki Perempuan RT
(KK)
1 Manggala 4.488 Jiwa 4.293 Jiwa 8.781 Jiwa 8.437
10.116 20.342
2. Antang 10.226 Jiwa 4.716
Jiwa Jiwa
3. Tamangapa 7.641 Jiwa 7.743 Jiwa 15348 Jiwa 3.669
22.347 44.507
Total 22.160 Jiwa 16.824
Jiwa Jiwa
Tabel 4 : Distribusi Penduduk Menurut Kelurahan

3.3.2.1 Pertumbuhan Penduduk/Jumlah Penduduk


Dalam upaya menekan laju pertumbuhan penduduk
dilaksanakan melalui tingkat kelahiran dan penurunan
angka kematian (bayi, anak balita dan ibu) dimana
pertumbuhan yang tinggi akan menambah beban
pembangunan.
3.3.2.2 Kepadatan Penduduk
Kepadatan penduduk sangat mempengaruhi tingkat
kesejahteraan anak serta masalah sosial ekonomi. Hal ini
terjadi karena faktor gizi yang berhubungan dengan
lingkungan, perumahan dan sanitasi yang kotor
menyebabkan berbagai macam penyakit yang muncul.
Di samping itu kepadatan penduduk sebagai lambang
perkembangan suatu daerah. Berdasarkan data yang
diperoleh dari puskesmas Tamangapa, kepadatan
penduduk adalah jiwa per kilometer persegi, jumlah
kepala keluarga (KK) tahun 2016 di wilayah kerja
Puskesmas Tamangapa adalah 16.284 KK.
3.3.2.3 Struktur Penduduk Menurut Usia Dan Jenis Kelamin

38
Berdasakan komponen umur dan jenis kelamin maka
karakteristik penduduk dari suatu negara dapat
debedakan menjadi 3 macam yaitu:

1. Ekspansif, jika sebagian besar penduduk berada


dalam kelompok umur termuda.
2. Konstruktif, jika penduduk berada dalam
kelompok termuda hampir sama besarnya
3. Stasioner, jika banyaknya penduduk sama dalam
tiap kelompok umur tertentu

Kelompok Umur Jumlah Penduduk


No.
(Tahun) Laki-Laki Perempuan Total
1. 0-4 2497 2200 4697
2. 5-9 2033 1852 3885
3. 10-14 1672 1653 3325
4. 15-19 2214 2347 4561
5. 20-24 2870 3132 6002
6. 25-29 2535 2447 4982
7. 30-34 2003 2030 4033
8. 35-39 1477 1383 2860
9. 40-44 1168 1210 2378
10. 45-49 1025 972 1997
11. 50-54 816 863 1679
12 55-59 597 696 1293
.13 60-64 609 629 1238
14. +75 710 867 1577
Jumlah 22.226 22.281 44.507
Tabel 5: Distribusi Penduduk Berdasarkan Kelompok Umur dan Jenis
Kelamin di Wilayah Kerja Puskesmas Tamangapa Tahun 2016
3.3.2.4 Perkawinan dan Fertilitas

39
Rata-rata kawin pertama dari tahun ketahun datanya
belum ditemukan pada wilayah kerja puskesmas, namun
berdasarkan profil kesehatan tahun 1997 propinsi
Sulawesi Selatan dari tahun ke tahun mengalami
kenaikan dari umur 19,4 Tahun.
3.3.2.5 Tingkat Pendidikan Penduduk
Pendidikan salah satu upaya membentuk manusia
terampil dan produktif sehingga pada gilirannya
dapat mempercepat peningkatan kesejahteraan
masyarakat.

No Tingkat Pendidikan Jumlah

1 TK 505 Jiwa
2 SD 758 Jiwa
3 SMP 1465 Jiwa
4 SMU/SMK 4821 Jiwa
5 DI-DIII 1644 Jiwa
6 SI-SII 1358 Jiwa

Tabel 6: Distribusi Penduduk Menurut Tingkat Pendidikan di


Wilayah Kerja Puskesmas Tamangapa

3.3.2.6 Kegiatan Ekonomi


Mata pencaharian penduduk di wilayah kerja
Puskesmas Tamangapa dapat dilihat pada tabel berikut:

Kelurahan
No Mata Pencaharian
Antang Tamangapa Manggala
1 PNS 525 615 433
2 Pengrajin Industri 80 52 -

40
3 Pedagang Keliling 765 243 10
4 Montir 5 18 2
5 Dokter Swasta 4 5 2
6 Bidan Swasta - 114 2
7 Pembantu RT 300 73 50
8 TNI 50 992 -
9 POLRI 500 77 100
10 Pensiunan
1.100 1081 1200
PNS,Polri,TNI
11 Pengusaha Kecil
250 49 200
dan Menengah
12 Pengacara 15 2 1
13 Notaris 2 2 1
14 Jasa Pengobatan
1 2 -
Alternatif
15 Dosen Swasta 10 11 10
16 Arsitektur 10 7 -
17 Karyawan
1200 1167 1130
Perusahaan Swasta
18 Karyawan
Perusahaan 250 31 20
Pemerintah
19 Lain-Lain 4367 4541 3161

Tabel 7: Distribusi Penduduk Menurut Pekerjaan di Wilayah Puskesmas


Tamangapa tahun 2016
3.3.2.7 Agama
Dari 44.507 jiwa penduduk dalam wilayah kerja
Puskesmas Tamangapa, 36.433 jiwa beragama Islam,
4.788 jiwa beragama Krsiten, 1.168 jiwa beragama

41
Katolik, 142 jiwa beragama Hindu dan 204 jiwa
beragama Budha.

No Agama Jumlah
1 Islam 36.433 Jiwa
2 Kristen 4.788 Jiwa
3 Katolik 1.168 Jiwa
4 Hindu 142 Jiwa
5 Budha 204 Jiwa

Tabel 8 : Distribusi Penduduk Menurut Agama di


Wilayah Puskesmas Tamangapa tahun 2016
3.3.3 Sarana Kesehatan
3.3.3.1 Data Dasar Puskesmas
Pusat Kesehatan Masyarakat atau yang selanjutnya
disebut PUSKESMAS adalah fasilitas pelayananan kesehatan
yang menyelenggarakan upaya kesehatan masyarakat dan upaya
kesehatan perorangan tingkat pertama dengan lebih
mengutamakan upaya promotif dan preventif, untuk mencapai
derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya di wilayah
kerjanya.
Puskesmas menyelenggarakan upaya kesehatan
masyarakat tingkat pertama esensial dan pengembangan, dan
upaya kesehatan perseorangan tingkat pertama berupa rawat
jalan, pelayanan gawat darurat, one day care,dan home care
berdasarkan pertimbangan kebutuhan pelayanan.
3.3.3.2 Sarana Pelayanan Kesehatan
1. Gedung Puskesmas
Terdiri dari 1 (satu) gedung untuk pelayanan pasien
rawat jalan
2. Kendaraan

42
2 (dua) unit kendaraan beroda empat yang sampai saat
ini masih dalam keadaan baik dan terpakai, yakni
berupa Mobil Ambulance dan Mobil Home Care
(Dottoro’ta). 4 (empat) unit kendaraan beroda dua yang
sampai saat ini dalam keadaan baik dan terpakai.
3. Ruangan Medis
Lantai 1, terdiri dari : ruangan periksa, KIA/KB,
ruangan obat, WC, laboratorium, ruangan poli manula,
poli umum, ruangan konseling/EKG, UGD dan
perawatan, ruangan bersalin, ruangan nifas, dan bilik
ASI.
Lantai 2, terdiri dari : Ruangan perawatan laki-laki,
ruangan perawatan perempuan, Pokja, ruangan sanitasi
dan surveilans, ruangan gizi dan promkes, ruang
pertemuan, ruang kepala puskesmas, keuanagan, ruang
tata usaha, pengaduan dan mushollah.

3.3.3.3 Struktur Organisasi


Struktur Organisasi Puskesmas Tamangapa
berdasarkan Peraturan Walikota No. 41 Tahun 2012 terdiri
atas:
a. Kepala Puskesmas
b. Kepala Tata Usaha
c. Unit Pelayanan Teknis Fungsional Puskesmas
i. Unit Kesehatan Masyarakat
ii. Unit Kesehatan Perorangan
d. Unit Jaringan Pelayanan Puskesmas
i. Unit Puskesmas Pembantu ( Pustu )
ii. Unit Puskesmas Keliling ( Puskel )
iii. Unit Bidan Komunitas

43
STRUKTUR ORGANISASI PUSKESMAS TAMANGAPA MAKASSAR

44
Gambar 3 : Struktur Organisasi
3.3.3.4 Tenaga Kesehatan
Jumlah tenaga kesehatan yang terdapat di Puskesmas
Tamangapa tahun 2016 sebanyak 42 orang dengan berbagai
spesifikasi, yang terdiri dari:
No. Tenaga Kesehatan Jumlah
1. Dokter Umum 3
2. Dokter Gigi 2
3. Perawat 14
4. Bidan 7
5. Sanitarian 2
6. Nutrisionis 2
7. Pranata Laboratorium 2
8. Asisten Apoteker 1

45
9. Apoteker 2
10. Perawat Gigi 2
11. Rekam Medik 1
12. Sarjana Kesehatan Masyarakat
a. Epidemiologi 1
b. Promkes 1
c. AKK 2
Tabel 9 : Tenaga Kesehatan Puskesmas Tamangapa
3.3.3.5 Visi Dan Misi Puskesmas
a. Visi Puskesmas
“Mewujudkan pelayanan kesehatan yang terstandar di
wilayah kerja Puskesmas Tamangapa”
b. Misi Puskesmas
i. Menyediakan pelayanan kesehatan yang merata
dan terjangkau
ii. Menediakan pelayanan kesehatan berbasis
teknologi
iii. Menciptakan lingkungan sehat berbasis
masyarakat
iv. Meningkatkan peran serta masyarakat untuk
mendukung perilaku sehat
3.3.3.6 Upaya Kesehatan
Puskesmas Tamangapa sebagai Unit Pelaksana
Teknis Daerah (UPTD) Dinas Kesehatan Kota Makassar
yang bertanggung jawab terhadap pembangunan kesehatan
di wilayah kerjanya. Puskesmas berperan
menyelenggarakan upaya kesehatan untuk meningkatkan
kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi
setiap penduduk agar memperoleh derajat kesehatan yang
optimal.

46
Dengan demikian Puskesmas berfungsi sebagai pusat
penggerak pembangunan berwawasan kesehatan, pusat
pemberdayaan keluarga dan masyarakat serta pusat
pelayanan kesehatan strata pertama.
Upaya kesehatan di Puskesmas Tamangapa terbagi
atas 2 (dua) upaya Kesehatan Yaitu :
1. Upaya Kesehatan Wajib
a. Upaya Promosi Kesehatan ( Promkes )
b. Upaya Kesehatan Lingkungan ( Kesling )
c. Upaya Kesehatan Ibu dan Anak ( KIA ) dan
Keluarga Berencana (KB)
d. Upaya Perbaikan Gizi Masyarakat.
e. Upaya Pencegahan Penyakit Menular ( P2M )
f. Upaya Kesehatan Gigi dan Mulut
g. Upaya Pengobatan
2. Upaya Kesehatan Pengembangan
a. Upaya Perkesmas
b. Upaya Kesehatan Jiwa
c. Upaya Kesehatan Indra
d. Upaya Kesehatan Kerja
e. Upaya Pokja HIV/IMS
3.3.3.7 10 Penyakit Utama Di Puskesmas
Kel. Kel.Tamang Kel.Manggal
No Nama Penyakit
PBB apa a
1. Common cold 119 109 73
2. ISPA 59 51 31
3. Hipertensi 42 30 21
4. Dermatitis 47 24 18
5. Gastritis 41 21 15
6. DM 27 18 13
7. Typhoid 26 15 12
8. Myalgia 22 19 10
9. Konjungtivitis 12 9 6
10. Diare 11 6 5
Tabel 10 : 10 Penyakit Terbanyak Bulan September di Puskesmas Tamangapa

47
3.3.3.8 Alur Pelayanan

PASIEN

LOKET

KAMAR PERIKSA RUJUK

- Poli Umum
- Poli Gigi LABORATORIUM
- Poli KIA/KB

RUANG TINDAKAN

APOTEK

Gambar 4 : Alur Pelayanan Puskesmas Tamangapa

48
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Studi Kasus


4.1.1 Identitas Pasien
Nama : An. Adinda Aulia
Umur : 11 Tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Bangsa/suku : Bugis
Agama : Islam
Pekerjaan : Murid
Alamat : Jl. Kassi- kassi No.2
Tanggal Pemeriksaan : 26 Maret 2018
4.1.2 Riwayat Penyakit
A. Keluhan Utama
Mual dan Muntah
B. Anamnesis Terpimpin
Seorang anak laki- laki usia 11 tahun datang ke
puskesmas Tamangapa diantar oleh ibunya dengan keluhan
mual muntah yang dialami sejak 2 hari terakhir. Malamnya
pasien muntah lebih 5 kali, paginya pasien muntah 2 kali.
Ampas (+) Air (+) Darah (-). Pasien juga mengeluh demam
yang dialami sejak + 3 hari dan suhunya meningkat pada
malam hari. Sakit kepala (+), nyeri perut (+), lemas (+), dan
sulit makan (+). Pasien tidak buang air besar sejak 3 hari
yang lalu, buang air kecil kesan lancar.
C. Riwayat Penyakit Sebelumnya
Pasien belum pernah mengalami hal yang sama sebelumnya
D. Riwayat Penyakit Pada Keluarga
Tidak ada anggota keluarga pasien yang mengeluhkan atau
menderita hal yang sama dengan pasien

49
E. Riwayat Sosioekonomi
Pasien adalah seorang anak kedua dari 4 bersaudara.
Ayah dan Ibunya merupakan Pegawai Negeri Sipil di Dinas
Pendidikan Makassar. Pasien tinggal dirumah bersama kedua
orang tuanya serta saudaranya. Pasien sehari-hari bersekolah
di salah satu Sekolah Dasar.
F. Riwayat Kebiasaan
Pasien sering makan jajanan pinggir jalan yang
tidak terjamin kebersihannya.
G. Riwayat Pengobatan
Orang tua hanya memberikan obat penurun panas
(paracetamol) yang dibeli di warung pada anak namun
demamnya tidak kunjung sembuh.
4.1.3 Pemeriksaan Fisik
A. Keadaan Umum Compos Mentis, Sakit Sedang, Gizi Cukup
BB 34kg, TB 142cm
B. Status Generalis
Kesadaran : Compos Mentis
GCS : 15
Tekanan Darah : 100/60 mmHg
Frekuensi Nadi : 88 X/menit
Frekuensi Napas : 20 X/menit
Suhu : 37 ˚C

1. Kepala : Normocephal
Ekspresi : Simetris, Lemas
Rambut : Hitam, sulit dicabut
Mata : Eksoptalmus atau enoptalmus: (-)
Tekanan bola mata : Tidak dilakukan pemeriksaan
Kelopak mata : Dalam batas normal
Konjungtiva : Anemis (-)/Anemis (-)/
Kornea : Jernih

50
Sklera : Ikterus (-)/Ikterus (-)
Pupil : Isokor diameter OD/OS 2,5 mm/2,5
mm
2. Telinga
Tophi : (-)
Pendengaran : Dalam batas normal
Nyeri tekan di prosesus mastoideus : (-)
3. Hidung
Perdarahan : (-)
Sekret : (-)
4. Mulut
Bibir : Kering (-)
Lidah : Kotor (+)
Gigi geligi : Karies (-)
Gusi : Perdarahan (-)
Faring : hiperemis (-)
Tonsil : T1-T1
5. Leher
Kelenjar getah bening : MT (-), NT (-)
Kelenjar gondok : MT (-), NT (-)
DVS : R-2 cmH2O
Kaku kuduk : (-)
Tumor : (-)
6. Dada
Inspeksi : Simetris ki=ka
Bentuk : Normochest
Pembuluh darah : Bruit (-)
Buah dada : Tidak ada kelainan
Sela iga : Tidak ada pelebaran
7. Thorax
Palpasi : Fremitus Raba : Ki=Ka

51
Nyeri tekan : (-)
Perkusi : Paru kiri : Sonor
Paru kanan : Sonor
Batas paru hepar : ICS VI Dextra Anterior
Batas paru belakang kanan : V Th IX Dextra Posterior
Batas paru belakang kiri : V Th X Sinistra Posterior

Auskultasi : Bunyi Pernafasan : Vesikuler


Bunyi tambahan : Rh -/- Wh-/-
8. Punggung
Inpeksi : skoliosis (-), kifosis (-)
Palpasi : MT (-), NT (-)
Nyeri ketok : (-)
Auskultasi : Rh -/- Wh -/-
9. Cor
Inspeksi : Ictus kordis tidak tampak
Palpasi : Ictus cordis tidak teraba
Perkusi : Pekak,batas jantung kesan normal
Auskultasi : BJ I/II murni regular
Bunyi tambahan : Bising (-)
10. Abdomen
Inspeksi : Datar, ikut gerak napas
Palpasi : MT (-), NT (+) sulit dinilai
Hati : Tidak teraba
Limpa : Tidak teraba
Ginjal : Ballotement (-)
Perkusi : Timpani
Auskultasi : Peristaltik (+), kesan menurun
4.1.4 Pemeriksaan Penunjang
A. Trombosit : 91 x103/uL (26 oktober 2018)
182x103/uL (27 oktober 2018)

52
B. Widal : Typhi O :1/320
Typhi H :1/320 (26 oktober 2018)
4.1.5 Diagnosis
Typhoid Fever
4.1.6 Diagnosis Banding
Demam Dengue, Infeksi saluran kemih, influenza
4.1.7 Penatalaksanaan dan Edukasi
A. Medikamentosa
a. IVFD NaCl 20tpm
b. Paracetamol 500mg tab 3x1
c. Domperidon syrup 3 x ½ cth
d. Chloramphenicol 500mg tab 4x1
B. Edukasi
a. Bed Rest sampai bebas demam
b. Hindari makan makanan yang kebersihannya tidak
terjamin
c. Memperbaiki higienitas pribadi dan keluarga
d. Adapun makanan yang dianjurkan untuk penderita
demam typhoid adalah : (Hariminantyo, 2010)

- Sumber karbohidrat : beras dibubur/tim, roti


bakar, kentang rebus, krakers, tepung-tepungan
dibubur atau dibuat puding
- Sumber protein hewani: daging empuk, hati,
ayam, ikan direbus, ditumis, dikukus,diungkep,
dipanggang; telur direbus, ditim, diceplok air,
didadar, dicampur dalam makanan dan minuman;
susu maksimal 2 gelas per hari
- Sumber protein nabati : tahu, tempe ditim, direbus,
ditumis; pindakas; susu kedelai
- Sayuran : sayuran berserat rendah dan sedang
seperti kacang panjang, buncis muda, bayam, labu

53
siam, tomat masak, wortel direbus, dikukus,
ditumis
- Buah-buahan : semua sari buah; buah segar yang
matang (tanpa kulit dan biji) dan tidak banyak
menimbulkan gas seperti pepaya , pisang, jeruk,
alpukat
- Lemak nabati : margarin, mentega, dan minyak
dalam jumlah terbatas untuk menumis, mengoles
dan setup
- Minuman : teh encer, sirup
- Bumbu : garam, vetsin, gula, cuka, salam, laos,
kunyit, kunci dalam jumlah terbatas
Makanan Yang Tidak Dianjurkan Untuk Penderita Demam
Typhoid
Adapun makanan yang tidak dianjurkan untuk penderita
demam typhoid yaitu : (Hariminantyo, 2010)
- Sumber karbohidrat : beras ketan, beras
tumbuk/merah, roti whole wheat, jagung, ubi,
singkong, talas, tarcis, dodol dan kue-kue lain
yang manis dan gurih
- Sumber protein hewani : daging berserat kasar
(liat), serta daging, ayam, ikan diawetkan, telur
mata sapi, didadar
- Sumber protein nabati : Kacang merah serta
kacang-kacangan kering seperti kacang tanah,
kacang hijau, kacang kedelai, dan kacang polong
- Sayuran : sayuran yang berserat tinggi seperti :
daun singkong, daun katuk, daun pepaya, daun dan
buah melinjo, oyong,timun serta semua sayuran
yang dimakan mentah
- Buah-buahan : buah-buahan yang dimakan dengan
kulit seperti apel, jambu biji, jeruk yang dimakan

54
dengan kulit ari; buah yang menimbulkan gas
seperti durian dan nangka
- Lemak : minyak untuk menggoreng, lemak
hewani, kelapa dan santan
- Minuman : kopi dan teh kental; minuman yang
mengandung soda dan alkohol
- Bumbu : cabe dan merica
4.2 Pendekatan Holistik
4.3.1 Profil Keluarga
Pasien An. AA merupakan anak kedua dari empat bersaudara
yang tinggal bersama kedua orang tuadan tiga saudaranya.
Ayahnya, Tn.S dan ibunya Ny.R bekerja sebagai PNS di Dinas
Pendidikan Kota Makassar, kakaknya An.A merupakan anak
berusia 15 tahun, dan dua adiknya An. R berusia 9 tahun dan
An.AR berusia 6 tahun.
4.3.2 Karakteristik Demografi Keluarga
a. Identitas Kepala keluarga : Tn. S
b. Identitas Pasangan : Ny. R
c. Alamat : Jl. Andi Tonro 4 No.2
d. Bentuk Keluarga : Nuclear Family
Jenis
No Nama Status Keluarga Usia
kelamin Pekerjaan
1 Tn. S Kepala Keluarga Laki-laki 45 Thn PNS
2 Ny. R Istri Perempuan 42 Thn PNS
3 An. A Anak Laki-laki 15 Thn Pelajar
4 An. AA Anak Laki- laki 11 Thn Pelajar
5 An. R Anak Laki-laki 9 Thn Pelajar
6 An. AR Anak Perempuan 6 Thn -

Tabel 11: Anggota Keluarga Yang Tinggal Serumah


4.3.3 Penilaian Status Sosial dan Kesejahteraan Hidup
Status Kepemilikan Rumah : Milik Pribadi
Daerah perumahan : Cukup Padat

55
Karakteristik Rumah dan Lingkungan Kesimpulan
Jumlah penghuni dalam satu rumah : 6 orang An. AA tinggal di rumah
Dapur 1 pribadi dengan lingkungan
Halaman dan taman mini : 1 cukup padat penduduk
Lantai rumah dari : semen (Lt.1 ) dan kayu (lt.2) dengan ventilasi yang
Dinding rumah dari : batu (Lt.1 ) dan tripleks (lt.2) memadai. Ada listrik dan
Jamban keluarga : 2 wc menggunakan air sumur
Tempat bermain : ada sebagai sumber air untuk

Penerangan listrik : ada (redup) mandi dan air minum.

Ketersediaan air bersih : ada Namun kondisi dirumah

Tempat pembuangan sampah : ada pasien diperburuk oleh

Kamar Tidur : 3 (sementara) rumah yang sedang

Ruang Tamu+ Ruang Keluarga (renovasi) direnovasi bagian ruang


tamu dan ruang keluarga
Tabel 12 : Keadaan Rumah

4.3.4 Kepemilikan barang-barang berharga


Keluraga An.AA memiliki beberapa barang elektronik di
rumahnya antara lain yaitu, satu buah televisi yang terletak di
ruang keluarga lt.2, kulkas yang terletak di lt.1 serta perlengkapan
masak lainnya.
4.3.5 Penilaian Perilaku Kesehatan
Jenis tempat berobat : Puskesmas
Asuransi/Jaminan Kesehatan : BPJS
4.3.6 Pola Konsumsi Keluarga
Keluarga pasien An. AA memiliki kebiasaan makan 3 kali
dalam sehari, namun sering membeli jajanan di sekolahnya.
Menurut pengakuan Ibu dari An. AA selalu menerapkan pola
makan dengan gizi yang seimbang yakni makan dengan lauk pauk
seperti nasi, ikan dan sayuran yang di masak sendiri oleh ibu
pasien.

56
4.3.7 Pola Dukungan Keluarga
A. Faktor Pendukung Terselesaikannya Masalah Dalam Keluarga
Di antara yang merupakan faktor pendukung dalam
penyelesaian masalah keluarga seperti ada komunikasi yang
baik dalam keluarga. Selain adanya hubungan yang
harmonis. Keluarga juga sangat terbuka untuk setiap
masalah kesehatan yang dihadapi.
B. Faktor Penghambat Terselesaikaanya Masalah Dalam
Keluarga
Keadaan rumah yang sedang direnovasi.

4.3.8 Fungsi Fisiologis (Skor APGAR)


Fungsi fisiologis adalah suatu penentu sehat tidaknya suatu
keluarga yang dikembangkan oleh Rosan, Guyman dan Leyton,
dengan menilai 5 Fungsi pokok keluarga, antara lain:
1. Adaptasi: Tingkat kepuasan anggota keluarga dalam
menerima bantuan yang dibutuhkan
2. Partnership: Tingkat kepuasan anggota keluarga terhadap
komunikasi dalam mengambil keputusan dan
menyelesaikan masalah
3. Growth: Tingkat kepuasan anggota keluarga terhadap
kebebasan karena dukungan dan dorongan yang diberikan
keluarga dalam mematangkan pertumbuhan dan
kedewasaan semua anggota keluarga
4. Affection: Tingkat kepuasan anggota keluarga terhadap
kasih sayang serta interaksi emosional yang berlangsung
5. Resolve: Tingkat kepuasan anggota keluarga terhadap
kebersamaan dalam membagi waktu, kekayaan dan ruang
atas keluarga.
Penilaian
- Hampir Selalu = skor 2

57
- Kadang-kadang = skor 1
- Hampir tidak pernah =0

Total Skor
- 8-10 = Fungsi keluarga sehat
- 4-7 = Fungsi keluarga kurang sehat
- 0-3 = Fungsi keluarga sakit

Penilaian
Hampir
Hampir Kadang
No Pertanyaan Tidak
selalu Kadang
Pernah
(2) (1)
(0)
1. Adaptasi
Saya puas dengan
keluarga saya karena
masing – masing √
anggota keluarga sudah
menjalankan kewajiban
sesuai dengan
seharusnya
2. Partnership
(Kemitraan)
Saya puas dengan
keluarga saya karena √
dapat membantu
memberikan solusi
terhadap permasalahan
yang saya hadapi
3. Growth
(Pertumbuhan)
Saya puas dengan √
kebebasan yang
diberikan keluarga saya
untuk mengembangkan

58
kemampuan yang saya
miliki

4. Affection (Kasih
Sayang)
Saya puas dengan √
kehangatan/ kasih
sayang yang diberikan
keluarga saya
5. Resolve
(Kebersamaan)
Saya puas dengan √
waktu yang disediakan
keluarga untuk menjalin
kebersamaan

Total Skor 10

Tabel 13 : Penilaian Fungsi Fisiologis (Apgar) Keluarga Penderita


Demam Typhoid

4.3.9 Fungsi Keluarga Sehat


A. Fungsi Patologis
Aspek sumber daya patologi
1. Sosial: Pasien dapat hidup bermasyarakat dengan
baik.
2. Cultural: Pasien dan keluarganya mengadakan acara
pernikahan, aqiqah, dan khitanan sesuai adat istiadat
daerah setempat.
3. Religious: Keluarga pasien rajin melakukan ibadah
sebagai umat Islam, seperti: sholat lima waktu,
tadarrus, puasa pada bulan Ramadhan Ekonomi:

59
Keluarga pasien merasa kebutuhan ekonomi
tercukupi.
4. Education: Tingkat pendidikan tertinggi di keluarga
pasien yaitu S1
5. Medication: Pasien dan keluarga menggunakan
sarana pelayanan kesehatan dari Puskesmas.
B. Genogram (Fungsi Genogram)
Dalam keluarga pasien tidak ada yang menderita
penyakit demam tifoid ataupun riwayat terkena demam
tifoid. Namun memungkinkan penyakit demam tifoid
yang diderita pasien juga dapat diderita anggota
keluarganya.
C. Bentuk Keluarga
Pasien An. AA merupakan anak kedua dari empat
bersaudara yang tinggal bersama kedua orang tuadan tiga
saudaranya. Ayahnya, Tn.S dan ibunya Ny.R bekerja
sebagai PNS di Dinas Pendidikan Kota Makassar,
kakaknya An.A merupakan anak berusia 15 tahun, dan
dua adiknya An. R berusia 9 tahun dan An.AR berusia 6
tahun.
D. Hubungan Anggota Keluarga
Tn. S dan Ny.R merupakan pasangan suami istri.
Sedangkan An.A, An.AA, An.R dan An.AR merupakan
anak kandung dari keduanya. An. A anak pertama laki-
laki, An.AA anak kedua perempuan, An.R anak ketiga
laki-laki, An.AR anak keempat perempuan. Kedua orang
tua dari sang ayah juga tinggal di tempat tersebut.
Hubungan antara ayah, ibu, dan anak-anaknya ini cukup
baik karena selepas kedua orang tua bekerja dinas selalu
menyempatkan untuk bercengkrama dengan anak-

60
anaknya yang berada di rumah, sering berkumpul dan
berkomunikasi.

Gambar 5: Family Mapping

Keterangan:
Ayah Pasien Anak ke-1 (Laki-laki)

Ibu Pasien Anak ke-2 (Pasien)

Anak ke-3 (Laki-laki)

Anak ke-4 (Perempuan)

E. Genogram

Gambar 6: Genogram Penderita Demam Tifoid

61
Keterangan :
: Keluarga An. AA
: Laki-laki normal
: Anak lain normal
: Anak Demam Tifoid

: Wanita Normal

4.3 Pembahasan
Diagnosis pada pasien ini adalah demam tifoid yang didapatkan
berdasarkan anamnesis secara holistik yaitu, aspek personal, aspek klinik,
aspek risiko internal, dan aspek risiko eksternal dengan melakukan
pendekatan menyeluruh dan pendekatan diagnostik holistik.
4.3.1 Analisis Kasus
Pendekatan kedokteran keluarga pada pasien demam tifoid.

Skor Resume Hasil Skor


No Masalah Upaya Penyelesaian
Awal Akhir Akhir
1. Faktor Biologi Edukasi kepada pasien - Penyuluhan
Invasi kuman untuk melakukan vaksinasi terselengga
3 3
pathogen guna mencegah penyakit ra
(bakteri/virus) demam tifoid
2. Faktor Ekonomi Edukasi kepada pasien dan - Penyuluhan
dan Pemenuhan keluarga pasien untuk terselengga
Kebutuhan menambah ventilasi di ra
 Ekonomi dalam rumah agar sirkulasi
3
keluarga masuk udara baik
5
dalam kalangan
menengah
3. Faktor Perilaku Edukasi kepada pasien - Penyuluhan
kesehatan keluarga untuk menghindari jajanan terselengga
3 5
makanan yang tidak ra
terjamin kebersihannya
Total Skor 9 15
Rata-Rata Skor 3 5

Tabel 14: Skor Kemampuan Menyelesaikan Masalah

62
Klasifikasi skor kemampuan menyelesaikan masalah:
Skor 1 : Tidak dilakukan, keluarga menolak, tidak ada partisipasi.
Skor 2 : Keluarga mau melakukan tapi tidak mampu, tidak ada
sumber (hanya keinginan), penyelesaian masalah
dilakukan sepenuhnya oleh provider.
Skor 3 : Keluarga mau melakukan namun perlu penggalian
sumber yang belum dimanfaatkan, penyelesaian masalah
dilakukan sebagian besar oleh provider.
Skor 4 : Keluarga mau melakukan namun tak sepenuhnya, masih
tergantung pada upaya provider.
Skor 5 : Dapat dilakukan sepenuhnya oleh keluarga

Dengan hasil yang didapatkan pada tabel di atas berarti


bahwa pasien dan keluarga pasien dapat menyelesaikan masalah
kesehatan secara mandiri.
4.3.2 Diagnosa Holistik, Tanggal Intervensi dan Penatalaksanaan
Selanjutnya

Pertemuan ke 1 : 30 Oktober 2018


Saat kedatangan yang pertama dilakukan beberapa hal yaitu :

1. Memperkenalkan diri dengan pasien.


2. Menjalin hubungan yang baik dengan pasien.
3. Menjelaskan maksud kedatangan dan meminta persetujuan
pasien
4. Menganamnesa pasien, mulai dari identitas sampai riwayat
psiko-sosio-ekonomi dan melakukan pemeriksaan fisik.
5. Memastikan pasien telah mengerti tujuan prosedur
pemeriksaan.
6. Meminta persetujuan pemeriksaan kepada pihak pasien.
7. Membuat diagnostik holistik pada pasien.
8. Mengevaluasi pemberian penatalaksanaan farmakologis

63
A. Anamnesa Holistik
a. Aspek Personal
Seorang anak perempuan usia 11 tahun datang ke
puskesmas diantar oleh ibunya dengan keluhan mual
muntah yang dialami sejak 2 hari terakhir. Malamnya
pasien muntah lebih 5 kali, paginya pasien muntah 2 kali.
Ampas (+) Air (+) Darah (-). Pasien juga mengeluh
demam yang dialami sejak + 3 hari dan suhunya
meningkat hanya pada malam hari. Sakit kepala (+), nyeri
perut (+), lemas (+), dan sulit makan (+). Pasien tidak
buang air besar sejak 3 hari yang lalu, buang air kecil
kesan lancar.

Kekhawatiran : Takut penyakitnya memburuk.


Harapan :Dapat sembuh dan anggota keluarga
yang lain tidak menderita penyakit yang sama dengan
pasien.
b. Aspek Klinik
- Mual
- Muntah
- Demam
- Malaise
- Sakit Kepala
- Nyeri perut
- Lemas
- Anorexia
c. Aspek Faktor Internal
- Kurangnya pengetahuan tentang demam tifoid
- Kurangmya upaya menghindari penyebab demam
tifoid
d. Aspek Faktor Resiko External

64
Kurangnya pengawasan oleh anggota keluarga untuk
menghindari penyebab penyakit demam tifoid sehingga
tidak ada upaya pencegahan faktor pencetus penyebab
demam tifoid pada pasien. Dan juga keadaan rumah
pasien yang sedang direnovasi sehingga memperburuk
sanitasi rumah tersebut.
e. Aspek Psikososial Keluarga
Di dalam keluarga terdapat faktor-faktor yang dapat
menghambat dan mendukung kesembuhan pasien. Di
antara faktor-faktor yang dapat menghambat kesembuhan
pasien yaitu, kurangnya pengetahuan pasien dan keluarga
mengenai demam tifoid. Selain itu ventilasi di rumah
pasien kurang sehingga sirkulasi udara di rumah pasien
tidak baik. Faktor yang dapat mendukung kesembuhan
pasien yaitu adanya dukungan dan motivasi dari semua
anggota keluarga baik secara moral dan materi.
f. Aspek Fungsional
Secara aspek fungsional, pasien tidak ada kesulitan
dan masih mampu dalam hal fisik dan mental untuk
melakukan aktifitas di dalam maupun di luar rumah
namun pasien agak merasa sedikit lemas sehingga butuh
istirahat
g. Derajat Fungsional
An.AA masih dapat beraktifitas dengan baik tanpa
bantuan siapapun.
h. Rencana Penatalaksanaan
1. Pertemuan ke-1 : Puskesmas Tamangapa Makassar
30 Oktober 2018 pukul 10.00 WITA.
2. Pertemuan ke-2 :Rumah Pasien, tanggal 30 Oktober
2018 Pukul 13.00 WITA.

65
Aspek Kegiatan Sasaran Waktu Hasil yang Biaya Ket.
diharapkan
Aspek Menginformasik Pasien Saat pasien ke Pasien dapat Tidak Tidak
persona an kepada An.S PKM dan saat bersabar dengan ada
menolak
l bersabar dengan home visit penyakit dan
penyakit yang kerumah memiliki
diderita pasien semangat untuk
berobat
Aspek Menganjurkan Pasien Saat pasien ke Penyakit Tidak Tidak
klinik pasien untuk dan PKM dan saat sembuh ada
menolak
meminum obat keluarga home visit ke
sesuai yang rumah pasien
ditentukan
dokter
Aspek Menganjurkan Pasien Saat pasien ke Untuk menjaga Tidak Tidak
risiko pasien untuk PKM dan saat agar penyakit ada
menolak
internal menghindari home visit ke yang diderita
makanan dan rumah pasien pasien tidak
minuman yang kambuh lagi
tidak terjamin
kebersihannya
dan memncucui
tangan sebelum
makan
Aspek Memberitahu- Anggota saat home Untuk menjaga Tidak Tidak
risiko kan keluarga keluarga visit ke agar penyakit ada menolak
external serumah pasien serumah rumah pasien yang diderita
untuk senantiasa pasien tidak
mengingat- kan kambuh lagi
pasien untuk
mengurangi
makanan dan
minuman yang
tidak terjamin
kebersihannya
dan menjaga
sanitasi rumah
meskipun

66
sedang
berlangsung
proses renovasi
rumah
Aspek Mengajarkan Seluruh Saat home Mengurangi Tidak Tidak
psiko- kepada keluarga Keluarga visit ke faktor-faktor ada menolak
sosialke pasien untuk rumah pasien yang dapat
luarga selalu memperberat
memberikan keadaan klinis
motivasi demi pasien.
kesembuhan Menjaga
pasien keluarga tetap
sehat.
Aspek Menganjurkan Pasien Saat home Untuk menjaga Tidak Tidak
fungsio pasien untuk visit ke agar penyakit ada menolak
nal menghindari rumah pasien yang diderita
makanan dan pasien tidak
minuman yang kambuh
tidak terjamin
keebrsihan dan
selalu mencuci
tangan sebelum
makan

Tabel 15 : Rencana Penatalaksanaan

B. Pemeriksaan Fisis
- Badan Hangat saat perabaan
- Peristaltik (+) Kesan Normal

67
C. Pemeriksaan Penunjang

Trombosit : 91 x103/uL (26 oktober 2018)

182x103/uL (27 oktober 2018)

Widal : Typhi O :1/320

Typhi H :1/320 (26 oktober 2018)


D. Diagnnosa Holistik
a. Diagnosa Klinik
Thyphoid Fever
b. Diagnosa Psikososial
Kurangnya pengetahuan pasien dan keluarga
mengenai demam tifoid, kurangnya pengetahuan pasien
untuk menerapkan perilaku hidup bersih dan sehat, tetapi
terdapat kekhawatiran jika keadaan pasien semakin
memburuk
c. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan secara kedokteran keluarga pada pasien
ini meliputi pencegahan primer, pencegahan sekunder
(terapi untuk pasien dan keluarga pasien).
E. Pencegahan Primer
Pencegahan primer diperlukan agar orang sehat tidak
terinfeksi penyakit demam tifoid antara lain :
 Menghindari faktor pencetus
 Menghindari makanan atau minuman yang tidak terjamin
kebersihannya utamanya jajanan yang dijual di pinggir jalan
 Mengkomsumsi makanan yang bergizi
 Menjaga hyegenitas diri dan keluarga
F. Pencegahan Sekunder
a. Pengobatan Farmakologi
- IVFD NaCl 20tpm

68
- Paracetamol 500mg tab 3x1
- Domperidon syrup 3 x ½ cth
- Chloramphenicol 500mg tab 4x1
b. Pengobatan Non Farmakologi
- Mengidentifikasi dan mengeliminasi penyebab demam
tifoid
- Menjaga asupan makanan yang bergizi
- Memperbaiki higienitas pribadi dan keluarga
- Menghindari makanan atau minuman yang tidak
terjamin kebersihannya
- Melakukan cuci tangan sebelum dan sesudah makan
G. Terapi Untuk keluarga
Terapi untuk keluarga hanya berupa terapi non farmakologi
terutama yang berkaitan dengan emosi, psikis dan proses
pengobatan pasien. Dimana anggota keluarga diberikan
pemahaman agar bisa memberikan dukungan dan motivasi
kepada pasien untuk berobat secara teratur dan membantu
memantau terapi pasien serta pentingnya menjaga hygiene baik
dari keluarga maupun pasien.

69
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan
A. Diagnosa Klinis : Typhoid Fever
B. Diagnosa Psikososial :
Kurangnya pengetahuan pasien dan keluarga mengenai demam
tifoid, kurangnya pengetahuan pasien untuk menerapkan perilaku hidup
bersih dan sehat, tetapi terdapat kekhawatiran jika keadaan pasien
semakin memburuk
5.2 Saran
Dari beberapa masalah yang dapat ditemukan pada An.S yang
mengalami penyakit demam tifoid akibat gaya hidup yang kurang baik maka
disarankan untuk :
- Mengidentifikasi faktor-faktor yang dapat menyebabkan demam
tifoid
- Memberikan edukasi kepada pasien dan keluarga tentang penyakit
demam tifoid
- Menjelaskan kepada keluarga pasien tentang perilaku hidup bersih
dan sehat. Hasil yang diharapkan keluarga dapat memahami sehingga
dapat mengupayakan pencegahan untuk penyakit tersebut.
- Memberi edukasi pada pasien tentang penatalaksanaan penyakit
demam tifoid
- Menganjurkan pasien meningkatkan sistem kekebalan tubuh dengan
memperhatikan dan memperbaiki asupan makanan.
- Menjelaskan kepada pasien dan keluaga untuk senantiasa menjaga
sanitasi kebersihan rumah tinggal.
- Menjelaskan kepada pasien agar selalu rajin kontrol kesehatan dan
rutin meminum obat.

70
- Menganjurkan kepada pasien untuk kontrol kembali ke puskesmas
jika keluhan belum berkurang/bertambah berat setelah intervensi
pengobatan

71
LAMPIRAN DOKUMENTASI

Penampilan Klinis Pasien

Ruang Tamu

72
Dapur

Kamar Mandi

73
Kunjungan di rumah pasien

74
DAFTAR PUSTAKA

1. Harahap; Nurhayati; Karakteristik Penderita Demam Typhoid Rawat Inap


Di RSUD Deli Serdang Lubuk Pakam Tahun 2009-1st Chapter. 2017. Online
on : [14th Oct,2018]. Available at :
http://repository.usu.ac.id/bitstream/handle/123456789/28625/Chapter%20
I.pdf
2. Aru WS, Bambang S, Idrus A, dkk. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Interna
Publishing. Edisi 5. Jakarta, 2014. Hal 2797-2805.
3. Brusch,JL; Bronze, MS; et all. Thyphoid Fever. 2018. Online on : [14th
Oct,2018]. Available at : https://emedicine.medscape.com/article/231135-
overview
4. Innesa, C; et all. Perbedaan Kuantitas Antibiotik Pada Anak Dengan Demam
Tifoid Di Kelas III dan Non Kelas III di RSUP Dr. Kariadi Semarang
Pada Tahun 2011. 2013. Online on : [14th Oct,2018]. Available at :
http://eprints.undip.ac.id/43747/4/CAROLINA_INNESA_G2A009119_B
AB2KTI.pdf
5. Ikatan Dokter Indonesia; Bakti Husada. Panduan Praktik Klinik Bagi Dokter
di Fasilitas Pelayanan Kesehatan Primer Edisi Revisi. 2014
6. M, Shandhya. Typhoid fever and Vaccine development : a partially answered
question. 2012. Online on : [14th Oct,2018]. Available at :
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3336846/
7. Nelwan. Tatalaksana Terkini Demam Thyphoid. 2017. Online on : [14th
Oct,2018]. Available at :
http://www.kalbemed.com/Portals/6/05_192CME_1%20Tata%20Laksana
%20Terkini%20Demam%20Tifoid.pdf

75

You might also like