You are on page 1of 11

EKSTRAKSI KARAGENAN

Oleh :
Nama : Rahma Adilah
NIM : B1A015074
Kelompok :3
Rombongan : II
Asisten : Diah Nanda Utari

LAPORAN PRAKTIKUM FIKOLOGI

KEMENTRIAN RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI


UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS BIOLOGI
PURWOKERTO
2018
I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Rumput laut merupakan salah satu hasil laut yang dapat menghasilkan devisa
negara dan merupakan sumber pendapatan masyarakat pesisir. Sebagian besar rumput
laut umumnya diekspor dalam bentuk bahan mentah berupa rumput laut kering,
sedangkan hasil olahan rumput laut seperti agar-agar, karaginan, dan alginat masih
diimpor dalam jumlah yang cukup besar dengan harga yang tinggi. Hasil pengolahan
pasca panen rumput laut dari Indonesia kebanyakan tidak sesuai dengan permintaan
pasar karena mutu yang masih dinilai rendah (Deguchi, 2006). Rumput laut dianggap
sebagai sumber senyawa bioaktif karena mampu menghasilkan berbagai macam
metabolit sekunder yang dicirikan oleh spektrum aktivitas biologis yang luas dengan
aktivitas antiviral, antibakteri, dan antijamur yang bertindak sebagai senyawa bioaktif
potensial yang menarik untuk aplikasi pharmateutical, saat ini, banyak perhatian untuk
penyaringan antioksidan alami karena penggunaan antioksidan sintetik memiliki efek
karsinogen (Muawanah et al., 2016).
Karagenan adalah senyawa hidrokoloid hasil ekstraksi dari rumput laut merah,
salah satu jenisnya adalah Eucheuma spinosum yang telah dibudidayakan di Indonesia
terutama di Perairan Nusa Penida (Bali), Sumenep (Madura, Jawa Timur), dan Takalar
(Sulawesi Selatan). Karagenan adalah senyawa polisakarida kompleks, memiliki
bobot molekul tinggi, tersusun atas struktur berulang dari unit galaktosa dengan ikatan
α(1-3)-D-galaktosa β(1-4) 3,6 anhidrogalaktosa yang mengandung atau tanpa ester
sulfat, dan larut di dalam air. Ada tiga jenis karagenan yang banyak digunakan dalam
industri yaitu iota (ι), kapa (κ), dan lamda (γ) karagenan (Diharmi et al., 2015).
Alga Merah (Eucheuma spinosum), genus ini mempunyai thallus berwarna
kuning kecoklat-coklatan sampai merah keungu-unguan, berbentuk agak pipih dan
bercabang-cabang tidak beraturan. Percabangan yang terjadi pada genus ini adalah dua
(dichotome) atau tiga (trichotome) buah (Hidayat, 2006). Ciri khusus secara
morfologis, jenis ini memiliki duri-duri yang tumbuh berderet melingkari thallus
dengan interval yang bervariasi sehingga terbentuk ruas-ruas thallus di antara
lingkaran duri. Percabangan berlawanan atau berselang-seling dan timbul teratur pada
deretan duri antar ruas dan merupakan perpanjangan dari duri tersebut. Ujung
percabangan mudah melekat pada substrat (Anggadireja et al., 2006). Menurut Atmaja
et al (1996), Eucheuma spinosum mempunyai klasifikasi sebagai berikut.
Kigdom: Plantae
Divisi: Rhodophyta
Kelas: Rhodophyceae
Sub kelas: Florideae
Ordo: Gigartinales
Famili: Solieriaceae
Genus: Eucheuma
Spesies: Eucheuma spinosum.
B. Tujuan

Tujuan praktikum ekstraksi karaginan adalah mengetahui hasil rendemen dan


proses ekstraksi karagenan dari rumput laut Eucheuma spinosum.
II. MATERI DAN METODE

A. Materi

Bahan-bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah Eucheuma


spinosum, akuades, KOH 10%, NaOH 10%, dan KCl 5%
Alat-alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah kompor, panci, nampan,
spatula pengaduk, kain saring, dan gelas ukur.

B. Metode

Eucheuma spinosum + akuades 400 mL + NaOH 10% 20 mL

Direbus selama 15 menit

Ditambahkan larutan KOH 10 % sebanyak 20 mL

Direbus selama 10 menit

Ditambah akuades 200 mL dan KCl 5% 20 mL

Direbus selama 10 menit lalu dituang di nampan dan dijemur hingga kering

Hasil rendemen dikerik dan dihitung


III. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil

Tabel 3.1 Hasil Rendemen Karagenan Rombongan II

Kelompok 1 2,44 gram

Kelompok 2 1,64 gram

Kelompok 3 3,25 gram

Kelompok 4 2,36 gram

Perhitungan Rendemen Karagenan Kelompok 3 Rombongan II

3,25 – 0,09 = 3,16

𝑃𝑟𝑜𝑑𝑢𝑘 𝐴𝑘ℎ𝑖𝑟 (𝑔𝑟𝑎𝑚)


Rendemen (%) = 𝐵𝑜𝑏𝑜𝑡 𝐵𝑎ℎ𝑎𝑛 𝐵𝑎𝑘𝑢 (𝑔𝑟𝑎𝑚) x 100%

3,16
= x 100% = 6,32 %
50

Gambar 3.1 Eucheuma Gambar 3.2 akuades


spinosum dimasukan dimasukan
Gambar 3.3 NaOH 10% Gambar 3.4 Direbus
dimasukan selama 10 menit

Gambar 3.5 KOH 10% Gambar 3.6 akuades dan


dimasukan lalu direbus 10 KCl 5% dimasukan lalu
menit direbus 10 menit

Gambar 3.7 dimasukan ke Gambar 3.8 dimasukan ke


kain saring lalu diperas kain saring lalu diperas
B. Pembahasan

Hasil praktikum yang telah dilakukan diperoleh berat senyawa karaginan


sebanyak 3,25 gram, sedangkan rendemen karaginan sebesar 6,32 %. Menurut
Winarno (1985), standar mutu karaginan yang mengacu pada standar FAO dalam
bentuk tepung adalah 99% lolos saringan 60 mess dan memiliki tepung densitas adalah
0,7 dengan kadar air 15%. Suhu gelasi dari karaginan berbanding lurus dengan
konsentrasi kation yang terdapat dalam sistem. Standar karaginan yang kini banyak
dikenal adalah EEC Stabilizer Directive dan FAO atau WHO Specification.
Hudha et al (2012) menyatakan bahwa pada proses ekstraksi rumput laut jenis
Eucheuma spinosum ini, diketahui bahwa waktu ekstraksi berpengaruh terhadap
Persen rendemen yang terbentuk, dapat dilihat bahwa semakin lama waktu ekstraksi
maka nilai rendemen rata – rata yang diperoleh akan semakin besar. Persen rendemen
terbaik pada range penelitian ini diperoleh pada waktu ekstraksi selama 2.5 jam yaitu
sebesar 33,0080 %. Hal ini disebabkan oleh waktu ekstraksi yang semakin lama
menyebabkan proses ekstraksi menjadi lebih sempurna sehingga akan semakin banyak
karaginan yang larut dalam air dan jumlah rendemen yang diperoleh semakin
meningkat. Didapatkan % rendemen terbaik pada suhu 90o C yaitu sebesar 33,0080 %,
sehingga dapat dilihat bahwa semakin tinggi suhu ekstraksi maka % rendemen yang
diperoleh semakin tinggi. Hal ini dikarenakan rumput laut dapat terekstrak sempurna
pada suhu yang tinggi sehingga menghasilkan % rendemen yang tinggi.
Karagenan adalah galaktan tersulfatasi linear hidrofilik. Polimer ini merupakan
pengulangan unit disakarida. Galaktan tersulfatasi ini diklasifikasi menurut adanya
unit 3,6-anhydro galactose (DA) dan posisi gugus sulfat. Tiga jenis karaginan
komersial yang paling penting adalah karagenan iota, kappa dan lambda dalam
(Wiratmaja et al., 2011).
1. Iota karaginan (ι-karaginan)
Dapat ditemukan di Euchema spinosum dan merupakan karaginan yang paling
stabil pada larutan asam serta membentuk gel yang kuat pada larutan yang
mengandung garam kalsium. Iota karaginan ditandai dengan adanya 4-sulfat ester pada
setiap residu D-glukosa dan gugusan 2-sulfat ester pada setiap gugusan 3,6-anhidro-D
galaktosa. Gugusan 2-sulfat ester tidak dapat dihilangkan oleh proses pemberian alkali
seperti kappa karaginan.
2. Kappa karaginan (κ-karaginan)
Menyusun 60% dari karaginan pada Chondrus crispus dan mendominasi pada
Euchema cottonii. Kappa karaginan membentuk gel yang kuat pada larutan yang
mengandung garam kalium. Kappa karaginan tersusun dari α(1,3)-D-galaktosa-4-
sulfat dan β(1,4)-3,6 anhidro-D-galaktosa. Karaginan jenis ini juga mengandung D-
galaktosa-6-sulfat ester dan 3,6-anhidro-D-galaktosa-2-sulfat ester.
3. Lambda karaginan (λ-karaginan)
Merupakan komponen utama pada Gigartina acicularis dan Gigatina pistillata
dan menyusun 40% dari karagenan pada Chondrus crispus. Lambda karaginan yang
kedua paling stabil setelah iota karaginan pada larutan asam, namun pada larutan
garam, karaginan ini tidak larut dan juga lambda karaginan ini berbeda dengan kappa
dan iota karaginan, karena memiliki residu disulfat α (1-4) D-galaktosa, sedangkan
kappa dan iota karaginan selalu memiliki gugus 4-fosfat ester.
Menurut Suwandi (1992), proses ekstraksi karaginan pada dasarnya terdiri atas
proses penyiapan bahan baku, ekstraksi karaginan dengan menggunakan bahan
pengekstrak, pemurnian, pengeringan dan penepungan. Penyiapan bahan baku
meliputi proses pencucian Eucheuma spinosum untuk menghilangkan pasir, garam
mineral, dan benda asing yang masih melekat pada Eucheuma spinosum. Ekstraksi
Eucheuma spinosum dilakukan dengan cara direbus selama 15 menit dengan
perbandingan Eucheuma sp. : air adalah 1 : 15 selama 15 menit dan diblender,
kemudian rebus kembali dengan perbandingan 1: 30 selama 2 jam. Ekstraksi biasanya
mendekati suhu didih yaitu sekitar 90 – 95 oC selama satu sampai beberapa jam.
Volume air yang digunakan dalam ekstraksi sebanyak 30 - 40 kali dari berat rumput
laut. Larutan basa misalnya larutan KOH ditambahkan sampai pH larutan mencapai 8-
9 supaya diperoleh suasana netral. Larutan KOH berfungsi untuk melisiskan dinding
sel. Pemisahan karaginan dari bahan pengekstrak dilakukan dengan cara penyaringan
dan pengendapan. Karaginan disaring dan berikan NaCl 0,05% sebanyak 50 ml selama
15 menit yang berfungsi untuk mempercepat proses pengendapan karaginan. KCl
berfungsi untuk pengentalan.
Menurut Rahayu et al., (2004) mutu karaginan dapat ditentukan oleh jenis
rumput laut, daerah budidaya, cara ekstraksi dan metode pemisahan karaginan. Standar
mutu karaginan yang telah diakui dikeluarkan oleh Food Agriculture Organization
(FAO), Food Chemicals Codex (FCC) dan European Economic Community (EEC).
Menurut Ariyza (2005), standar mutu karaginan dapat dilihat pada tabel di bawah ini:
Tabel1. Standar mutu karaginan
Spesifikasi FAO FCC EEC
Zat volatil (%) Maks. 12 Maks. 12 Maks. 12
Sulfat (%) 15-40 18-40 15-40
Kadar abu 15-40 Maks.35 15-40
Viskositas Min. 5 - -

Kadar Abu Tidak Larut Asam (%) Max 1 Maks.1 Maks.2


Logam Berat : Maks. 10 Maks.10 Maks.10
Pb (ppm)
As (ppm) Maks. 3 Maks. 3 Maks.3
Cu (ppm) - - Maks.50
Zn (ppm) - - Maks.25
Kehilangan karena pengeringan Maks. 12 Maks. 12 -
(%)
Karagenan memiliki kemampuan membentuk gel yang kuat pada saat larutan
panas menjadi dingin. Karagenan juga dapat bersifat sebagai sorbitol, yaitu penambah
rasa manis, sehingga diharapkan nasi yang dihasilkan memiliki rasa seperti nasi dari
beras padi. Dari beberapa pertimbangan inilah, dalam penelitian tersebut digunakan
sagu sebagai bahan dasar dan karagenan sebagai bahan tambahan untuk pembuatan
beras. Karagina juga bisa digunakan untuk dijadikan edible coating pada bakso. Kadar
pH bakso menunjukkan bahwa pemberian edible coating dapat memperpanjang masa
simpan bakso. Setelah penyimpanan, kadar pH, total mikroba dan H2S bakso hanya
sedikit mengalami penurunan dan dapat memperpanjang masa simpan bakso
(Chrismanuel et al., 2014).
IV. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil dan pembahasan di atas maka dapat disimpulkan sebagai


berikut :
1. Tahapan ekstraksi meliputi pencucian, penjemuran, pelembutan, pemasakan,
dengan menggunakan larutan KOH 10%, KCl 5%, dan NaOh 10% serta
akuades lalu dijemur hingga kering.
2. Nilai rendemen rumput laut Eucheuma spinosum rombongan 2 kelompok 3
adalah 6,32 %.
B. Saran

Sebaiknya dalam proses pemasakan diperhatikan panas api agar tidak terlalu
panas sehingga menghasilkan ekstrak yang baik, serta proses dari awal hingga akhir
dijelaskan dengan baik sehingga tidak ada kesalahan seperti kesalahan pada
pengerikan.
DAFTAR REFERENSI

Anggadiredja, J., Irawati, S., dan Kusmiyati. 2006. Rumput Laut: Pembudidayaan,
Pengolahan, dan Pemasaran Komoditas perikanan Potensial. Jakarta: Penebar
Swadaya.
Atmadja, W. S., Kadi, A., Sulistijo dan Rachmaniar. 1996. Pengendalian Jenis-Jenis
Rumput Laut Indonesia. Jakarta: Pusat Penelitian dan Pengembangan
Oseanologi LIPI.
Chrismanuel, A., Pramono, Y. B. & Setyani, B.E. 2014. Efek Pemanfaatan Karaginan
Sebagai Edible Coating Terhadap pH, Total Mikroba, dan H2S pada Bakso
Selama Penyimpanan 16 Jam. Animal Agriculture Journal, 3(2), pp. 35-46.
Deguchi. 2006. Implantation Of a New Porous Gelatin–Siloxane Hybrid into a Brain
Lesion as a Potential Scaffold For Tissue Regeneration. Journal of Cerebral
Blood Flow and Metabolism, 1(2), pp. 1-10.
Diharmi, A., Fardiaz, D., Andarwulan, N & Heruwati, E. S. 2015. Profik Viskositas
Karagenan Eucheuma spinosum dari Nusa Penida (Bali), Sumenep (Madura),
dan Takalar (Sulawesi Selatan). JPHPI, 18(3), pp. 240-249.
Hidayat, A. 2006. Budidaya Rumput Laut. Surabaya: Penerbit Usaha Nasional
Hudha, Mohammad I., Risa S. & Suci D. S. 2012. Ekstraksi Karaginan Dari Rumput
Laut (Eucheuma spinosum) Dengan Variasi Suhu Pelarut Dan Waktu Operasi.
Berkala Ilmiah Teknik Kimia 1(1), pp. 17-20.
Muawanah., Ahmad, A & Natsir, H. 2016. Antioxidant Activity and Toxicity
Polysaccharide Extract from Algae Eucheuma cotonii and Eucheuma
spinosum. International Journal Marina Chimica Acta The University of
Hasanuddin, 17(2), pp. 15-23.
Rahayu, U. H., Manik & Dolaria, N., 2004. Pembuatan Karaginan Kering dari Rumput
Laut Eucheuma cottonii. Buletin Teknik Litkayasa Akuakultur, 2(1), pp. 23-30.
Suwandi. 1992. Isolasi dan Identifikasi Karaginan dari Rumput Laut Eucheuma
cottonii. Medan: Lembaga Penelitian Universitas Sumatra Utara.
Winarno, F. G. 1985. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta: PT. Gramedia Anggota IKAPI.
Wiratmaja, I. G., Kusuma I. G. B. W. & Winaya, I. N. S., 2011. Pembuatan Etanol
Generasi Kedua Dengan Memanfaatkan Limbah Rumput Laut Eucheuma
cottonii Sebagai Bahan Baku. Jurnal Ilmiah Teknik Mesin, 5 (1), pp. 75-84.

You might also like