You are on page 1of 7

UJIAN PRESENTASI FARMAKOLOGI KLINIK & FARMAKODINAMIK

ANTITUSIF
DEKSTROMETORFAN

Disusun untuk memenuhi tugas Laboratorium Ilmu Farmasi

Disusun oleh:
Candra Pradipta Leksana
216.041.01.003

Dosen Pembimbing:
Prof. Dr. H. M. Aris Widodo, MS, SpFK, PhD

KEPANITERAAN KLINIK MADYA


LABORATORIUM ILMU FARMASI
PROGRAM STUDI FARMASI
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ISLAM MALANG

2018
PENDAHULUAAN

Secara umum berdasarkan tempat kerja obat, antitusif dibagi atas antitusif
yang bekerja di perifer dan antitusif yang bekerja di sentral. Antitusif yang
bekerja di sentral dibagi atas golongan narkotik dan nonnarkotik.

Antitusif yang bekerja di perifer


Obat golongan ini menekan batuk dengan mengurangi iritasi lokal di saluran
napas, yaitu pada reseptor iritan perifer dengan cara anestesi langsung atau secara
tidak langsung mempengaruhi lendir saluran napas.
 Obat-obat anestesi
Obat anestesi lokal seperti benzokain, benzilalkohol, fenol, dan garam fenol
digunakan dalam pembuatan lozenges. Obat ini mengurangi batuk akibat rangsang
reseptor iritan di faring, tetapi hanya sedikit manfaatnya untuk mengatasi batuk
akibat kelainan saluran napas bawah.
 Lidokain
Obat anestesi yang diberikan secara topikal seperti tetrakain, kokain dan
lidokain sangat bermanfaat dalam menghambat batuk akibat prosedur
pemeriksaan bronkoskopi.
 Demulcent
Obat ini bekerja melapisi mukosa faring dan mencegah kekeringan selaput
lendir. Obat ini dipakai sebagai pelarut antitusif lain atau sebagai lozenges yang
mengandung madu, akasia, gliserin dan anggur. Secara obyektif tidak ada data
yang menunjukkan obat ini mempunyai efek antitusif yang bermakna, tetapi
karena aman dan memberikan perbaikan subyektif obat ini banyak dipakai.1
Antitusif yang bekerja sentral
Obat ini bekerja menekan batuk dengan meninggikan ambang rangsang yang
dibutuhkan untuk merangsang pusat batuk. Dibagi atas golongan narkotik dan
nonnarkotik.
Golongan narkotik
Opiat dan derivatnya mempunyai beberapa macam efek farmakologik,
sehingga digunakan sebagai analgesik, antitusif, sedatif, menghilangkan sesak
karena gagal jantung kiri dan antidiare. Di antara alkaloid ini, morfin dan kodein
sering digunakan. Efek samping obat ini adalah penekanan pusat napas,
konstipasi, kadang-kadang mual dan muntah, serta efek adiksi. Opiat dapat
menyebabkan terjadinya bronkospasme karena penglepasan histamin, tetapi efek
ini jarang terlihat pada dosis terapeutik untuk antitusif.Di samping itu narkotik
juga dapat mengurangi efek pembersihan mukosilier dengan menghambat sekresi
kelenjar mukosa bronkus dan aktivitas silia.Terapi kodein kurang mempunyai
efek tersebut.
 Kodein
Obat ini merupakan antitusif narkotik yang paling efektif dan salah satu obat
yang paling sering diresepkan. Pada orang dewasa dosis tunggal 20-60 mg atau
40-160 mg per hari biasanya efektif. Kodein ditolerir dengan baik dan sedikit
sekali menimbulkan ketergantungan. Di samping itu, obat ini sangat sedikit sekali
menyebabkan penekanan pusat napas dan pembersihan mukosilier.Efek samping
pada dosis biasa jarang ditemukan. Pada dosis agak besar dapat timbul mual,
muntah, konstipasi, pusing, sedasi, palpitasi, gatal-gatal, banyak keringat dan
agitasi.
 Hidrokodon
Merupakan derivat sintetik morfin dan kodein, mempunyai efek antitusif yang
serupa dengan kodein. Efek samping utama adalah sedasi, penglepasan histamin,
konstipasi dan kekeringan mukosa. Obat ini tidak lebih unggul dari kodein.
Golongan nonnarkotik
 Dekstrometorfan
Obat ini tidak mempunyai efek analgesik dan ketergantungan, sering
digunakan sebagai antitusif nonnarkotik.
 Butamirat sitrat
Obat golongan antitusif nonnarkotik yang baru diperkenalkan ini bekerja
secara sentral dan perifer. Pada sentral obat ini menekan pusat refleks dan di
perifer melalui aktivitas bronkospasmolitik dan aksi antiinflamasi. Obat ini
ditoleransi dengan baik oleh penderita dan tidak menimbulkan efek samping
konstipasi, mual, muntah dan penekanan susunan saraf pusat. Dalam penelitian uji
klinik, obat ini mempunyai efektivitas yang sama dengan kodein dalam menekan
batuk. Butamirat sitrat mempunyai keunggulan lain yaitu dapat digunakan dalam
jangka panjang tanpaefek samping dan memperbaiki fungsi paru yaitu
meningkatkan kapasitas vital dan aman digunakan pada anak.
 Noskapin
Noskapin tidak mempunyai efek adiksi meskipun termasuk golongan alkaloid
opiat. Efektivitas dalam menekan batuk sebanding dengan kodein. Kadang-
kadang memberikan efek samping berupa pusing, mual, rinitis, alergi akut dan
konjungtivitis.
 Difenhidramin
Obat ini termasuk golongan antihistamin, mempunyai manfaat mengurangi
batuk kronik pada bronkitis. Efek samping yang dapat timbul ialah mengantuk,
kekeringan mulut dan hidung, kadang-kadang menimbulkan perangsangan
susunan saraf pusat. Obat ini mempunyai efek antikolinergik, karena itu harus
digunakan secara hati-hati pada penderita glaukoma, retensi urin dan gangguan
fungsi paru.

DEXTROMETORFAN

DMP (d-3-methoxy-N-methyl-morphinan) adalah suatu dekstro isomer


dari levomethorphan, suatu derivat morfin semisintetik. Walaupun strukturnya
mirip narkotik, DMP tidak beraksi pada reseptor opiat sub tipe mu (seperti halnya
morfin atau heroin), tetapi ia beraksi pada reseptor opiat subtipe sigma, sehingga
efek ketergantungannya relatif kecil.

1.Farmakologi

Dekstrometorfan merupakan bahan kimia sintetik dengan nama kimianya


adalah 3 methoxy-17-methyl morphinan monohydrat yang merupakan d-isomer
dari levophenol, analog dari kodein dan analgesik opioid. Dekstrometorfan berupa
serbuk kristal berwarna putih, tidak berbau, larut dalam air maupun ethanol dan
tidak larut dalam ether. Adapun struktur kimia dari dekstrometorfan adalah:
C18H25NO.HBr.H2O dengan berat molekul: 370,3.
2. Farmakokinetik

Dekstrometorfan diabsorpsi dengan baik setelah pemberian oral dengan


kadar serum maksimal dicapai dalam 2,5 jam. Onset efeknya cepat, seringkali 15-
30 menit setelah pemberian oral. Belum ada penelitian tentang distribusi volume
dekstrometorfan pada manusia, akan tetapi penelitian oleh Silvasti et al. (1989)
yang dilakukan pada anjing, distribusi volume dekstrometorfan berkisar antara
5,0-6,4 L/kg. Waktu paruh obat ini adalah 2-4 jam dan lama kerjanya adalah 3-6
jam. Metabolisme dekstrometorfan telah diketahui dengan baik dan telah diterima
secara luas bahwa aktivitas terapeutik dekstrometorfan ditentukan oleh metabolit
aktifnya yaitu dextrorphan. Dekstrometorfan mengalami metabolisme di hepar
oleh enzim sitokrom P-450 dan diubah menjadi dextrorphan yang mempunyai
derivat lebih aktif dan poten sebagai antagonis NMDA.

3. Farmakodinamik

Empat puluh tahun yang lalu dekstrometorfan dibuat sebagai obat


alternatif dari morfin. Pada awalnya pemakaian klinis terbatas pada obat antitusif,
pada orang dewasa dosisnya adalah 10 – 30 mg, 3 – 6 kali sehari. Tempat spesifik
sentral dimana dekstrometorfan mempunyai efek antitusif belum jelas, tetapi
dekstrometorfan berbeda dengan golongan opioid, sehingga efek dekstrometorfan
tidak ditekan oleh nalokson. Dekstrometorfan juga mempunyai catatan keamanan
yang baik, sebagai contoh dosis terapetik untuk batuk 1 mg/kg /hr tidak
mempunyai side efek yang berarti, dan tidak menimbulkan komplikasi akibat
pelepasan histamin.

Mekanisme kerja :

Dibandingkan dengan turunan morfin yang lain, dekstrometorfan hanya


memiliki aktivitas antitusive. Memiliki efek menahan reflek batuk yang setara
dengan kodein. Tidak memiliki efek ekspektoran.
4. DOSIS
Dosis dewasa :
 10-20 mg secara oral setiap 4 jam atau 30 mg secara oral setiap 6-8 jam.
Dosis max 120 mg/hari.

Dosis anak-anak :

 Usia 6-12 tahun, 5-10 mg secara oral setiap 4 jam atau 15 mg secara oral
setiap 6-8 jam, dosis maksimum : 60 mg/hari.
 Usia 2-6 tahun, 2.5-5 mg secara oral setiap 4 jam atau 7.5 mg secara oral
setiap 6-8 jam, dosis maksimum 30 mg/hari.
5. Kontraindikasi

1.Hipersensitif terhadap dekstromethrofan

2.Diberikan bersama dengan monoamine oxidase inhibitors.

6. Efek samping

Neurologic : pusing (ringan), mengantuk (ringan) , dan depresi napas bila


diberikan dalam dosis besar.Lain-lain : Fatigue (ringan).

7. InteraksiDengan Obat Lain :

Beberapa kasus interaksi yang berat dan fatal (serotonin syndrome) pernah
dilaporkan setelah penggunaan dekstromethrofan pada pasien yang menerima
MAOIs. Kemungkinan interaksi dengan inhibitor cytochrome P450 isoenzime
CYP2D6 (amiodarone, fluoxetine, haloperidol, paroxetine, propafenone,
quinidine, dan thioridazine). Dengan Makanan : -

8. Bentuk sediaan

Sirup 15 ml (7.5 mg), Sirup 30 ml (15 mg), Suspensi 5 ml (5 mg), Sachet


(15 mg). (5,6)

Tablet (5 mg), (7 mg), (15 mg), Kaplet (7.5 mg), (10 mg), (12.5 mg), (15
mg), Kaplet Forte (15 mg), Kapsul (10 mg), (15 mg)
DAFTAR PUSTAKA

1. Yunus, Faisal. Penatalaksanaan Batuk dalam Praktek Sehari-hari.


Cermin Dunia Kedokteran No. 84 Tahun 1993. Diunduh dari
http://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/07PenatalaksanaanBatuk084.pdf/
07PenatalaksanaanBatuk084.html pada 19 April 2013
2. Estuningtyas, Ari, dan Azalea Arif. Obat Lokal. Dalam: Farmakologi
dan Terapi. Gunawan, Sulistia Gan, dkk. Ed. Ke-5. Jakarta:
Departemen Farmakologi FKUI, 2008: 531-2.
3. Departemen Farmakologi FKUI. Farmakologi Obat-Obat
SimtomatikSaluran Napas. Slide kuliah modul respirasi tahun 2007.

You might also like