You are on page 1of 24

ASKEP KEGAWATDARURATAN PADA KLIEN TRAUMA ABDOMEN

BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Pertolongan penderita gawat darurat dapat terjadi dimana saja baik di dalam rumah sakit
maupun di luar rumah sakit, dalam penanganannya melibatkan tenaga medis maupun non
medis termasuk masyarakat awam. Pada pertolongan pertama yang cepat dan tepat akan
menyebabkan pasien/ korban dapat tetap bertahan hidup untuk mendapatkan pertolongan
yang lebih lanjut.
Adapun yang disebut sebagai penderita gawat darurat adalah penderita yang memerlukan
pertolongan segera karena berada dalam keadaan yang mengancam nyawa, sehingga
memerlukan suatu pertolongan yang cepat, tepat, cermat untuk mencegah kematian maupun
kecacatan. Untuk memudahkan dalam pemberian pertolongan korban harus diklasifikasikan
termasuk dalam kasus gawat darurat, darurat tidak gawat, tidak gawat tidak darurat dan
meninggal.
Salah satu kasus gawat darurat yang memerlukan tindakan segera dimana pasien berada
dalam ancaman kematian karena adanya gangguan hemodinamik adalah trauma abdomen di
mana secara anatomi organ-organ yang berada di rongga abdomen adalah organ-organ
pencernaan. Selain trauma abdomen kasus-kasus kegawatdaruratan pada system pencernaan
salah satunya perdarahan saluran cerna baik saluran cerna bagian atas ataupun saluran cerna
bagian bawah bila hal ini dibiarkan tentu akan berakibat fatal bagi korban atau pasien bahkan
bisa menimbulkan kematian. Oleh karena itu kita perlu memahami penanganan
kegawatdaruratan pada system pencernaan secara cepat, cermat dan tepat sehingga hal-hal
tersebut dapat kita hindari.
Insiden trauma abdomen meningkat dari tahun ke tahun. Mortalitas biasanya lebih tinggi
pada trauma tumpul abdomen dari pada trauma tusuk. Walaupun tehnik diagnostik baru
sudah banyak dipakai, misalnya Computed Tomografi, namun trauma tumpul abdomen masih
merupakan tantangan bagi ahli klinik. Diagnosa dini diperlukan untuk pengelolaan secara
optimal.
Evaluasi awal sangat bermanfaat tetapi terkadang cukup sulit karena adanya jejas yang tidak
jelas pada area lain yang terkait. Jejas pada abdomen dapat disebabkan oleh trauma tumpul
atau trauma tajam. Pada trauma tumpul dengan velisitas rendah (misalnya akibat tinju)
biasanya menimbulkan kerusakan satu organ. Sedangkan trauma tumpul velositas tinggi
sering menimbulkan kerusakan organ multipel.
Perforasi adalah kemungkinan yang bisa terjadi pada trauma abdomen. Gejala perangsangan
peritonium yang terjadi dapat disebabkan oleh zat kimia atau mikroorganisme. Bila perforasi
terjadi dibagian atas, misalnya lambung, maka terjadi perangsangan oleh zat kimia segera
sesudah trauma dan timbul gejala peritonitis hebat. Bila perforasi terjadi di bagian bawah
seperti kolon, mula-mula timbul gejala karena mikroorganisme membutuhkan waktu untuk
berkembang biak. Baru setelah 24 jam timbul gejala-gejala akut abdomen karena
perangsangan peritoneum. Mengingat kolon tempat bakteri dan hasil akhirnya adalah faeses,
maka jika kolon terluka dan mengalami perforasi perlu segera dilakukan pembedahan. Jika
tidak segera dilakukan pembedahan, peritonium akan terkontaminasi oleh bakteri dan faeses.
Hal ini dapat menimbulkan peritonitis yang berakibat lebih berat.
Istilah trauma abdomen atau gawat abdomen menggambarkan keadaan klinik akibat
kegawatan dirongga abdomen yang biasanya timbul mendadak dengan nyeri sebagian
keluhan utama. Keadaan ini memerlukan penanggulangan segera yang sering beru tindakan
beda, misalnya pada obstruksi, perforasi atau perdarahan, infeksi, obstruksi atau strangulasi
jalan cerna dapat menyebabkan perforasi yang mengakibatkan kontaminasi rongga perut oleh
isi saluran cerna sehingga terjadilah peritonitis.
Keputusan untuk melakukan tindakan beda harus segara diambil karena setiap kelambatan
akan menyebabkan penyulit yang berakibat meningkatkan morbiditas dan mortalitas
ketepatan diagnosis dan penanggulangannya tergantung dari kemampuan melakukan analisis
pada data anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang. Penegtahuan mengenai
anatomi dan faal abdomen beserta isinya sangat menentukan dalam menyingkirkan satu demi
satu sekian banyak kemungkinan penyebab trauma abdomen.
Trauma abdomen akan ditemukan pada 25 % penderita multi-trauma, gejala dan tanda yang
ditimbulkannya kadang-kadang lambat sehingga memerlukan tingkat kewaspadaan yang
tinggi untuk dapat menetapkan diagnosis.

B. TUJUAN
1. Tujuan Umum:
Mengetahui lebih lanjut tentang perawatan luka yang dimungkinkan karena trauma, luka
insisi bedah, kerusakan integritas jaringan.
2. Tujuan Khusus:
a. Mengetahui Pengertian Trauma Abdomen.
b. Mengetahui Etiologi Trauma Abdomen.
c. Mengetahui Patofisiologi Trauma Abdomen.
d. Mengetahui Manifestasi Klinis Trauma Abdomen.
e. Mengetahui Penatalaksanaan Trauma Abdomen.
f. Mengetahui Komplikasi Trauma Abdomen.
g. Mengetahui Asuhan Keperawatan Trauma Abdomen.
1) Mengetahui tindakan keperawatan pada pasien dengan trauma abdomen
2) Mengetahui masalah yang mungkin timbul pada pasien dengan trauma abdomen
3) Memenuhi tugas pembuatan makalah pada mata kuliah dalam program S1 Keperawatan

C. METODE PENULISAN
Dalam penulisan makalah ini, penulis menggunakan metode deskriptif yaitu dengan
penjabaran masalah-masalah yang ada dan menggunakan studi kepustakaan dari literatur
yang ada, baik di perpustakaan maupun di internet.

D. SISTEMATIKA PENULISAN
Makalah ini terdiri dari lima bab yang disusun dengan sistematika penulisan sebagai berikut :
BAB I: Pendahuluan, terdiri dari : latar belakang, tujuan penulisan, metode penulisan, dan
sistematika penulisan.
BAB II: Membahas tinjauan teoritis dan asuhan keperawatan yang terdiri dari: pengertian
Trauma Abdomen, penyebab Trauma Abdomen, patofisiologi Trauma Abdomen, manifestasi
klinis Trauma Abdomen, penatalaksanaan Trauma Abdomen, pengkajian, diagnosa
keperawatan dan intervensi keperawatan pada pasien dengan Trauma Abdomen
BAB III: Terdiri dari kesimpulan dan saran

BAB II
TINJAUAN TEORITIS

A. DEFINISI
Trauma adalah cedera atau kerugian psikologis atau emosional, (Dorland, 2002).
Trauma adalah luka atau cedera fisik lainnya atau cedera fisiologis akibat gangguan
emosional yang hebat, (Brooker, 2001).
Trauma adalah cedera fisik dan psikis, kekerasan yang mengakibatkan cedera,
(Sjamsuhidayat, 1997).
Trauma abdomen adalah cedera pada abdomen, dapat berupa trauma tumpul dan tembus serta
trauma yang disengaja atau tidak disengaja, (Smeltzer, 2001).
Trauma perut merupakan luka pada isi rongga perut dapat terjadi dengan atau tanpa
tembusnya dinding perut dimana pada penanganan/penatalaksanaan lebih bersifat kedaruratan
dapat pula dilakukan tindakan laparatomi, (FKUI, 1995).
Trauma tumpul abdomen adalah pukulan/ benturan langsung pada rongga abdomen yang
mengakibatkan cidera tekanan/tindasan pada isi rongga abdomen, terutama organ padat (hati,
pancreas, ginjal, limpa) atau berongga (lambung, usus halus, usus besar, pembuluh–
pembuluh darah abdominal) dan mengakibatkan ruptur abdomen, (Temuh Ilmiah Perawat
Bedah Indonesia, 13 Juli 2000).

B. JENIS
Trauma pada abdomen dapat di bagi menjadi dua jenis, yaitu:
1. Trauma penetrasi
a. Trauma Tembak
b. Trauma Tumpul
2. Trauma non-penetrasi
a. Kompresi
b. Hancur akibat kecelakaan
c. Sabuk pengaman
d. Cedera akselerasi
3. Trauma pada dinding abdomen terdiri kontusio dan laserasi.
Trauma abdomen pada isi abdomen, terdiri dari:
1. Perforasi organ viseral intraperitoneum. Cedera pada isi abdomen mungkin disertai oleh
bukti adanya cedera pada dinding abdomen.
2. Luka tusuk (trauma penetrasi) pada abdomenLuka tusuk pada abdomen dapat menguji
kemampuan diagnostik ahli bedah.
3. Cedera thorak abdomenSetiap luka pada thoraks yang mungkin menembus sayap kiri
diafragma, atau sayap kanan dan hati harus dieksplorasi.
C. ETIOLOGI
Berdasarkan mekanisme trauma, dibagi menjadi 2 yaitu :
1. Trauma tembus (trauma perut dengan penetrasi kedalam rongga peritonium).
Disebabkan oleh :
a. Luka akibat terkena tembakan
b. Luka akibat tikaman benda tajam
c. Luka akibat tusukan
2. Trauma tumpul (trauma perut tanpa penetrasi kedalam rongga peritonium).
Disebabkan oleh :
a. Terkena kompresi atau tekanan dari luar tubuh
b. Hancur (tertabrak mobil)
c. Terjepit sabuk pengaman karna terlalu menekan perut
d. Cidera akselerasi / deserasi karena kecelakaan olah ragaØ

D. PATOFISIOLOGI
Bila suatu kekuatan eksternal dibenturkan pada tubuh manusia (akibat kecelakaan lalu lintas,
penganiayaan, kecelakaan olahraga dan terjatuh dari ketinggian), maka beratnya trauma
merupakan hasil dari interaksi antara faktor–faktor fisik dari kekuatan tersebut dengan
jaringan tubuh. Berat trauma yang terjadi berhubungan dengan kemampuan obyek statis
(yang ditubruk) untuk menahan tubuh. Pada tempat benturan karena terjadinya perbedaan
pergerakan dari jaringan tubuh yang akan menimbulkan disrupsi jaringan. Hal ini juga
karakteristik dari permukaan yang menghentikan tubuh juga penting.
Trauma juga tergantung pada elastitisitas dan viskositas dari jaringan tubuh. Elastisitas adalah
kemampuan jaringan untuk kembali pada keadaan yang sebelumnya. Viskositas adalah
kemampuan jaringan untuk menjaga bentuk aslinya walaupun ada benturan. Toleransi tubuh
menahan benturan tergantung pada kedua keadaan tersebut.. Beratnya trauma yang terjadi
tergantung kepada seberapa jauh gaya yang ada akan dapat melewati ketahanan jaringan.
Komponen lain yang harus dipertimbangkan dalam beratnya trauma adalah posisi tubuh
relatif terhadap permukaan benturan. Hal tersebut dapat terjadi cidera organ intra abdominal
yang disebabkan beberapa mekanisme:
1. Meningkatnya tekanan intra abdominal yang mendadak dan hebat oleh gaya tekan dari
luar seperti benturan setir atau sabuk pengaman yang letaknya tidak benar dapat
mengakibatkan terjadinya ruptur dari organ padat maupun organ berongga.
2. Terjepitnya organ intra abdominal antara dinding abdomen anterior dan vertebrae atau
struktur tulang dinding thoraks.
3. Terjadi gaya akselerasi-deselerasi secara mendadak dapat menyebabkan gaya robek pada
organ dan pedikel vaskuler.
Patoflow:
Trauma
(kecelakaan)

Penetrasi & Non-Penetrasi

Terjadi perforasi lapisan abdomen
(kontusio, laserasi, jejas, hematom)

Menekan saraf peritonitis

Terjadi perdarahan jar.lunak dan rongga abdomen → Nyeri

Motilitas usus

Disfungsi usus → Resiko infeksi

Refluks usus output cairan berlebih

Gangguan cairan Nutrisi kurang dari
dan eloktrolit kebutuhan tubuh

Kelemahan fisik

Gangguan mobilitas fisik
(Sumber : Mansjoer, 2001)

E. MANIFESTASI KLINIS
1. Trauma tembus (trauma perut dengan penetrasi kedalam rongga peritonium) :
a. Hilangnya seluruh atau sebagian fungsi organ
b. Respon stres simpatis
c. Perdarahan dan pembekuan darah
d. Kontaminasi bakteri
e. Kematian sel
2. Trauma tumpul (trauma perut tanpa penetrasi kedalam rongga peritonium).
a. Kehilangan darah.
b. Memar/jejas pada dinding perut.
c. Kerusakan organ-organ.
d. Nyeri tekan, nyeri ketok, nyeri lepas dan kekakuan (rigidity) dinding perut.
e. Iritasi cairan usus.
F. DAMPAK MASALAH TERHADAP KLIEN
Setiap musibah yang dihadapi seseorang akan selalu menimbulkan dampak masalah baik bio
- psiko- social-spiritual yang dapat mempengaruhi kesehatan dan perubahan pola kehidupan.
Dampak dari pre operasi :
1. Dampak pada fisik:
a. Pola Pernapasan
Keadaan ventilasi pernapasan terganggu jika terdapat gangguan/ instabilitasi cardiovaskuler,
respirasi dan kelainan–kelainan neurologis akibat multiple trauma.
Penyebab yang lain adalah perdarahan didalam rongga abdominal yang menyebabkan
distended sehingga menekan diafragma yang akan mempengaruhi ekspansi rongga thoraks.
b. Pada sirkulasi
Perdarahan dalam rongga abdomen karena cidera dari oragan – organ abdominal yang padat
maupun berongga atau terputusnya pembuluh darah, sehingga tubuh kehilangan darah dalam
waktu singkat yang mengakibatkan shock hipovolemik dimana sisa darah tidak cukup
mengisi rongga pembuluh darah.
c. Perubahan perfusi jaringan
Penurunan perfusi jaringan disebabkan karena suplai darah yang dipompakan jantung ke
seluruh tubuh berkurang/ tidak mencukupi kesesuaian kebutuhan akibat dari shock
hipovolemic.
d. Penurunan Volume cairan tubuh.
Perdarahan akut akan mempengaruhi keseimbangan cairan di dalam tubuh, dimana cairan
intra celluler (ICF), Extracelluler (ECF) diantaranya adalah cairan yang berada di dalam
pembuluh darah (IV) dan cairan yang berada di dalam jaringan di antara sel - sel (ISF) akan
mengalami defisit atau hipovolemia.
e. Kerusakan Integritas kulit.
Trauma benda tumpul dan tajam akan menimbulkan kerusakan dan terputusnya jaringan
kulit atau yang dibagian dalamnya diantaranya pembuluh darah, persyarafan dan otot
didaerah trauma.
2. Dampak Psikologis :
Perasaan cemas dan takut akan menyelimuti diri pasien, hal ini disebabkan karena musibah
yang dialaminya dan kurangnya informasi tentang tindakan pengobatan dengan jalan
pembedahan / operasi.
3. Dampak Sosial :
Mengingat dana yang dibutuhkan untuk tindakan pembedahan tidak sedikit dan harga obat–
obatan yang cukup tinggi, hal ini akan mempengaruhi kondisi ekonomi dan membutuhkan
waktu yang amat segera (sempit).

G. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1. Trauma penetrasi
Bila ada dugaan bahwa ada luka tembus dinding abdomen, seorang ahli bedah yang
berpengalaman akan memeriksa lukanya secara lokal untuk menentukan dalamnya luka.
Pemeriksaan ini sangat berguna bila ada luka masuk dan luka keluar yang berdekatan.
a. Skrinning pemeriksaan rongten.
Foto rongten torak tegak berguna untuk menyingkirkan kemungkinan hemo atau
Pneumotoraks atau untuk menemukan adanya udara intraperitonium. Serta rongten abdomen
sambil tidur (supine) untuk menentukan jalan peluru atau adanya udara retroperitoneum.
b. IVP atau Urogram Excretory dan CT Scanning
Ini di lakukan untuk mengetauhi jenis cedera ginjal yang ada.
c. Uretrografi
Di lakukan untuk mengetauhi adanya rupture uretra.
d. Sistografi
Ini di gunakan untuk mengetauhi ada tidaknya cedera pada kandung kencing.
2. Trauma non-penetrasi
Penanganan pada trauma benda tumpul di rumah sakit.
a. Pengambilan contoh darah dan urine
Darah di ambil dari salah satu vena permukaan untuk pemeriksaan laboratorium rutin, dan
juga untuk pemeriksaan laboratorium khusus seperti pemeriksaan darah lengkap, potasium,
glukosa, amilase.
b. Pemeriksaan Rongten
Pemeriksaan rongten servikal lateral, toraks anteroposterior dan pelvis adalah pemeriksaan
yang harus di lakukan pada penderita dengan multi trauma, mungkin berguna untuk
mengetauhi udara ekstraluminal di retroperitoneum atau udara bebas di bawah diafragma,
yang keduanya memerlukan laparotomi segera.
c. Study kontras Urologi dan Gastrointestinal
Dilakukan pada cedera yang meliputi daerah duodenum, kolon ascendens atau decendens dan
dubur.

H. PENATALAKSANAAN
1. Penanganan awal
a. Trauma non- penetrasi (trauma tumpul)
1) Stop makanan dan minuman
2) Imobilisasi
3) Kirim kerumah sakit.

b. Penetrasi (trauma tajam)


1) Bila terjadi luka tusuk, maka tusukan (pisau atau benda tajam lainnya) tidak boleh
dicabut kecuali dengan adanya tim medis
2) Penanganannya bila terjadi luka tusuk cukup dengan melilitkan dengan kain kassa pada
daerah antara pisau untuk memfiksasi pisau sehingga tidak memperparah luka.
3) Bila ada usus atau organ lain yang keluar, maka organ tersebut tidak dianjurkan
dimasukkan kembali kedalam tubuh, kemudian organ yang keluar dari dalam tersebut dibalut
kain bersih atau bila ada verban steril.
4) Imobilisasi pasien
5) Tidak dianjurkan memberi makan dan minum
6) Apabila ada luka terbuka lainnya maka balut luka dengan menekang.
7) Kirim ke rumah sakit
2. Penanganan dirumah sakit
a. Segera dilakukan operasi untuk menghentikan perdarahan secepatnya. Jika penderita
dalam keadaan syok tidak boleh dilakukan tindakan selain pemberantasan syok (operasi)
b. Lakukan prosedur ABCDE.
c. Pemasangan NGT untuk pengosongan isi lambung dan mencegah aspirasi.
d. Kateter dipasang untuk mengosongkan kandung kencing dan menilai urin yang keluar
(perdarahan).
e. Pembedahan/laparatomi (untuk trauma tembus dan trauma tumpul jika terjadi rangsangan
peritoneal : syok ; bising usus tidak terdengar ; prolaps visera melalui luka tusuk ; darah
dalam lambung, buli-buli, rektum ; udara bebas intraperitoneal ; lavase peritoneal positif ;
cairan bebas dalam rongga perut)
f. Pasien yang tidak stabil atau pasien dengan tanda-tanda jelas yang menunjukkan trauma
intra-abdominal (pemeriksaan peritoneal, injuri diafragma, abdominal free air, evisceration)
harus segera dilakukan pembedahan
g. Trauma tumpul harus diobservasi dan dimanajemen secara non-operative berdasarkan
status klinik dan derajat luka yang terlihat di CT
h. Pemberian obat analgetik sesuai indikasi
i. Pemberian O2 sesuai indikasi
j. Lakukan intubasi untuk pemasangan ETT jika diperlukan
k. Kebanyakan GSW membutuhkan pembedahan tergantung kedalaman penetrasi dan
keterlibatan intraperitoneal
l. Luka tikaman dapat dieksplorasi secara lokal di ED (di bawah kondisi steril) untuk
menunjukkan gangguan peritoneal ; jika peritoneum utuh, pasien dapat dijahit dan
dikeluarkan
m. Luka tikaman dengan injuri intraperitoneal membutuhkan pembedahan
n. Bagian luar tubuh penopang harus dibersihkan atau dihilangkan dengan pembedahan
3. Penatalaksanaan kedaruratan
a. Mulai prosedur resusitasi (memperbaiki jalan napas, pernapasan, sirkulasi) sesuai
indikasi.
b. Pertahankan pasien pada brankar atau tandu papan; gerakkan dapat menyebabkan
fragmentasi bekuan pada pada pembuluh darah besar dan menimbulkan hemoragi masif.
c. Pastikan kepatenan jalan napas dan kestabilan pernapasan serta sistem saraf.
d. Jika pasien koma, bebat leher sampai setelah sinar x leher didapatkan.
e. Gunting baju dari luka dan Hitung jumlah luka.
f. Tentukan lokasi luka masuk dan keluar.
g. Kaji tanda dan gejala hemoragi. Hemoragi sering menyertai cedera abdomen, khususnya
hati dan limpa mengalami trauma.
h. Kontrol perdarahan dan pertahanan volume darah sampai pembedahan dilakukan.
i. Berikan kompresi pada luka perdarahan eksternal dan bendungan luka dada.
j. Pasang kateter IV diameter besar untuk penggantian cairan cepat dan memperbaiki
dinamika sirkulasi.
k. Perhatikan kejadian syoksetelah respons awal terjadi terhadap transfusi; ini sering
merupakan tanda adanya perdarrahan internal.
l. Dokter dapat melakukan parasentesis untuk mengidentifikasi tempat perdarahan.
m. Aspirasi lambung dengan selang nasogastrik. Prosedur ini membantu mendeteksi luka
lambung, mengurangi kontaminasi terhadap rongga peritonium, dan mencegah komplikasi
paru karena aspirasi.
n. Tutupi visera abdomen yang keluar dengan balutan steril, balutan salin basah untuk
mencegah nkekeringan visera.
o. Fleksikan lutut pasien; posisi ini mencegah protusi lanjut.
p. Tunda pemberian cairan oral untuk mencegah meningkatnya peristaltik dan muntah.
q. Pasang kateter uretra menetap untuk mendapatkan kepastian adanya hematuria dan
pantau haluaran urine.
r. Pertahankan lembar alur terus menerus tentang tanda vital, haluaran urine, pembacaan
tekanan vena sentral pasien (bila diindikasikan), nilai hematokrit, dan status neurologik.
s. Siapkan untuk parasentesis atau lavase peritonium ketika terdapat ketidakpastian
mengenai perdarahan intraperitonium.
t. Siapkan sinografi untuk menentukan apakah terdapat penetrasi peritonium pada kasus
luka tusuk.
u. Jahitan dilakukan disekeliling luka.
v. Kateter kecil dimasukkan ke dalam luka.
w. Agens kontras dimasukkan melalui kateter ; sinar x menunjukkan apakah penetrasi
peritonium telah dilakukan.
x. Berikan profilaksis tetanus sesuai ketentuan.
y. Berikan antibiotik spektrum luas untuk mencegah infeksi. trauma dapat menyebabkan
infeksi akibat karena kerusakan barier mekanis, bakteri eksogen dari lingkungan pada waktu
cedera dan manuver diagnostik dan terapeutik (infeksi nosokomial).
z. Siapkan pasien untuk pembedahan jika terdapat bukti adanya syok, kehilangan darah,
adanya udara bebas dibawah diafragma, eviserasi, atau hematuria.

I. KOMPLIKASI
1. Segera : hemoragi, syok, dan cedera.
2. Lambat : infeksi
3. Trombosis Vena
4. Emboli Pulmonar
5. Stress Ulserasi dan perdarahan
6. Pneumonia
7. Tekanan ulserasi
8. Atelektasis
9. Sepsis

J. ASUHAN KEPERAWATAN
1. PENGKAJIAN
Dalam pengkajian pada trauma abdomen harus berdasarkan prinsip–prinsip Penanggulangan
Penderita Gawat Darurat yang mempunyai skala prioritas A (Airway), B (Breathing), C
(Circulation). Seperti:
A : Airway : Tidak ada obstruksi jalan nafas
B : Breathing (pernapasan): Ada dispneu, penggunaan otot bantu napas dan napas cuping
hidung.
C : Circulation (sirkulasi): Hipertensi, perdarahan , tanda Cullen, tanda Grey-Turner, tanda
Coopernail, tanda balance.,takikardi,diaforesis
D : Disability (ketidakmampuan): Nyeri, penurunan kesadaran, tanda Kehr.
Hal ini dikarenakan trauma abdomen harus dianggap sebagai dari multi trauma dan dalam
pengkajiannya tidak terpaku pada abdomennya saja.
a. Anamnesa
1) Biodata
Identitas: Nama anak, umur, jenis kelamin, alamat, nama KK, pekerjaan, pendidikan, dan
lain-lain.
2) Keluhan Utama
a) Keluhan yang dirasakan sakit.
b) Hal spesifik dengan penyebab dari traumanya.
3) Riwayat penyakit sekarang (Trauma)
a) Penderita trauma abdomen menampakkan gejala nyeri dan perdarahan.
b) Penyebab dari traumanya dikarenakan benda tumpul atau peluru.
c) Kalau penyebabnya jatuh, ketinggiannya berapa dan bagaimana posisinya saat jatuh.
d) Kapan kejadianya dan jam berapa kejadiannya.
e) Berapa berat keluhan yang dirasakan bila nyeri, bagaimana sifatnya pada quadran mana
yang dirasakan paling nyeri atau sakit sekali.
4) Riwayat Penyakit yang lalu
a) Kemungkinan pasien sebelumnya pernah menderita gangguan jiwa.
b) Apakah pasien menderita penyakit asthma atau diabetes mellitus dan gangguan faal
hemostasis.
c) Pasien belum pernah mengalami penyakit trauma abdomen seperti yang diderita pasien
sekarang.
5) Riwayat psikososial spiritual
a) Persepsi pasien terhadap musibah yang dialami.
b) Apakah musibah tersebut mengganggu emosi dan mental.
c) Adakah kemungkinan percobaan bunuh diri (tentamen-suicide).
b. Pemeriksaan Fisik
1) Sistim Pernapasan
a) Pada inspeksi bagian frekwensinya, iramanya dan adakah jejas pada dada serta jalan
napasnya.
b) Pada palpasi simetris tidaknya dada saat paru ekspansi dan pernapasan tertinggal.
c) Pada perkusi adalah suara hipersonor dan pekak.
d) Pada auskultasi adakah suara abnormal, wheezing dan ronchi.
2) Sistim cardivaskuler (B2 = blead)
a) Pada inspeksi adakah perdarahan aktif atau pasif yang keluar dari daerah abdominal dan
adakah anemis.
b) Pada palpasi bagaimana mengenai kulit, suhu daerah akral dan bagaimana suara detak
jantung menjauh atau menurun dan adakah denyut jantung paradoks.
3) Sistim Neurologis (B3 = Brain)
a) Pada inspeksi adakah gelisah atau tidak gelisah dan adakah jejas di kepala.
b) Pada palpasi adakah kelumpuhan atau lateralisasi pada anggota gerak
c) Bagaimana tingkat kesadaran yang dialami dengan menggunakan Glasgow Coma Scale
(GCS)
4) Sistim Gatrointestinal (B4 = bowel)
a) Pada inspeksi :
(1) Adakah jejas dan luka atau adanya organ yang luar.
(2) Adakah distensi abdomen kemungkinan adanya perdarahan dalam cavum abdomen.
(3) Adakah pernapasan perut yang tertinggal atau tidak.
(4) Apakah kalau batuk terdapat nyeri dan pada quadran berapa, kemungkinan adanya
abdomen iritasi.
b) Pada palpasi :
(1) Adakah spasme / defance mascular dan abdomen.
(2) Adakah nyeri tekan dan pada quadran berapa.
(3) Kalau ada vulnus sebatas mana kedalamannya.
c) Pada perkusi :
(1) Adakah nyeri ketok dan pada quadran mana.
(2) Kemungkinan–kemungkinan adanya cairan/ udara bebas dalam cavum abdomen.
d) Pada Auskultasi :
Kemungkinan adanya peningkatan atau penurunan dari bising usus atau menghilang.
e) Pada rectal toucher :
(1) Kemungkinan adanya darah/ lendir pada sarung tangan.
(2) Adanya ketegangan tonus otot/ lesi pada otot rectum.
5) Sistim Urologi (B5 = bladder)
a) Pada inspeksi adakah jejas pada daerah rongga pelvis dan adakah distensi pada daerah
vesica urinaria serta bagaimana produksi urine dan warnanya.
b) Pada palpasi adakah nyeri tekan daerah vesica urinaria dan adanya distensi.
c) Pada perkusi adakah nyeri ketok pada daerah vesica urinaria.
6) Sistim Tulang dan Otot (B6 = Bone)
a) Pada inspeksi adakah jejas dan kelaian bentuk extremitas terutama daerah pelvis.
b) Pada palpasi adakah ketidakstabilan pada tulang pinggul atau pelvis.

2. PRIORITAS KEPERAWATAN
a. Menghentikan perdarahan
b. Menghilangkan/mengurangi nyeri
c. Menghilangkan cemas pasien
d. Mencegah komplikasi
e. Memberikan informasi tentang penyakit dan kebutuhan pasien

3. DIAGNOSA KEPERAWATAN
a. Defisit Volume cairan dan elektrolit berhubungan dengan perdarahan.
b. Nyeri berhubungan dengan adanya trauma abdomen atau luka penetrasi abdomen.
c. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan trauma tajam/ tumpul ditandai dengan
adanya hematoma, ekimosis, luka terbuka, jejas pada daerah abdomen.
d. Resiko tinggi infeksi berhubuangan dengan kontaminasi bakteri dan feses, tidak
adekuatnya pertahanan perifer, perubahan sirkulasi, kadar gula darah yang tinggi, prosedur
invasif dan kerusakan kulit.
e. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri/ ketidak nyamanan, terapi
pembatasan aktivitas, dan penurunan kekuatan/ tahanan.

4. PERENCANAAN KEPERAWATAN
a. Defisit Volume cairan dan elektrolit berhubungan dengan perdarahan.
1) Tujuan : Terjadi keseimbangan volume cairan.
2) Kriteria hasil:
Kebutuhan cairan terpenuhi
3) Intervensi:
Rencana keperawatan Rasional
a) Kaji tanda-tanda vital

b) Pantau cairan parenteral dengan elektrolit, antibiotik dan vitamin


c) Kaji tetesan infus

d) Kolaborasi : Berikan cairan parenteral sesuai indikasi.

e) Kolaborasi Tranfusi darah a) Untuk mengidentifikasi defisit volume cairan


b) Mengidentifikasi keadaan perdarahan

c) Awasi tetesan untuk mengidentifikasi kebutuhan cairan.


d) Cara parenteral membantu memenuhi kebutuhan nuitrisi tubuh.
e) Menggantikan darah yang keluar.

b. Nyeri berhubungan dengan adanya trauma abdomen atau luka penetrasi abdomen.
1) Tujuan: Nyeri dapat berkurang atau hilang.
2) Kriteria Hasil :
a) Nyeri berkurang atau hilang
b) Klien tampak tenang.
3) Intervensi
Rencana Keperawatan Rasional
a) Lakukan pendekatan pada klien dan keluarga
b) Kaji tingkat intensitas dan frekwensi nyeri
c) Jelaskan pada klien penyebab dari nyeri
d) Observasi tanda-tanda vital

e) Melakukan kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian analgesik a)


Mengobservasi keadaan dan support sistem klien
b) Mengetahui tingakat defisit kenyamanan klien
c) Menginformasikan tentang nyeri
d) Mengetahui keadaan umum klien
1) Mengurangi/ menghilangkan nyeri
c. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan trauma tajam/ tumpul ditandai dengan
adanya hematoma, ekimosis, luka terbuka, jejas pada daerah abdomen.
1) Tujuan:
Mencapai penyembuhan luka pada waktu yang sesuai.
2) Kriteria Hasil :
a) Tidak ada tanda-tanda infeksi seperti pus.
b) Luka bersih tidak lembab dan tidak kotor.
c) Tanda-tanda vital dalam batas normal atau dapat ditoleransi.
3) Intervensi
Rencana Keperawatan Rasional
a) Kaji kulit dan identifikasi pada tahap perkembangan luka.
b) Kaji lokasi, ukuran, warna, bau, serta jumlah dan tipe cairan luka
c) Pantau peningkatan suhu tubuh.
d) Berikan perawatan luka dengan tehnik aseptik. Balut luka dengan kasa kering dan steril,
gunakan plester kertas.
e) Jika pemulihan tidak terjadi kolaborasi tindakan lanjutan, misalnya debridement.
f) Setelah debridement, ganti balutan sesuai kebutuhan.
g) Kolaborasi pemberian antibiotik sesuai indikasi.
a) Mengetahui tingkat kerusakan kulit klien.
b) Mengkaji resiko terjadinya infeksi

c) Mengontrol tanda-tanda infeksi

d) Membantu proses penyembuhan luka dan menjaha agar luka kering dan bersih
e) Memperbaiki keutuhan integritas kulit secara cepat

f) Menjaga luka agar tidak terpapar mikroorganisme


g) Membunuh mikroba penyebab infeksi

d. Resiko tinggi infeksi berhubuangan dengan kontaminasi bakteri dan feses, tidak
adekuatnya pertahanan perifer, perubahan sirkulasi, kadar gula darah yang tinggi, prosedur
invasif dan kerusakan kulit.
1) Tujuan:
Infeksi tidak terjadi/ terkontrol.
2) Kriteria hasil :
a) Tidak ada tanda-tanda infeksi seperti pus.
b) Luka bersih tidak lembab dan tidak kotor.
c) Tanda-tanda vital dalam batas normal atau dapat ditoleransi.
3) Intervensi
Rencana Keperawatan Rasional
a) Pantau tanda-tanda vital.

b) Lakukan perawatan luka dengan teknik aseptik.


c) Lakukan perawatan terhadap prosedur invasif seperti infus, kateter, drainase luka,
d) Jika ditemukan tanda infeksi kolaborasi untuk pemeriksaan darah, seperti Hb dan
leukosit.
e) Kolaborasi untuk pemberian antibiotik.
a) Mengetahui keadaan umum klien
b) Menjaga agar luka bersih dan kering
c) Mencegah terjadi infeksi lebih lanjut

d) Memberikan data penunjang tentang resiko infeksi

e) Membunuh mikroorganisme penyebab infeksi

e. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan Nyeri/ ketidak nyamanan, terapi


pembatasan aktivitas, dan penurunan kekuatan/ tahanan.
1) Tujuan: Pasien akan menunjukkan tingkat mobilitas optimal.
2) Kriteria hasil :
a) Penampilan yang seimbang.
b) Melakukan pergerakkan dan perpindahan.
c) Mempertahankan mobilitas optimal yang dapat ditoleransi, dengan karakteristik :
0 = mandiri penuh
1 = memerlukan alat Bantu.
2= memerlukan bantuan dari orang lain untuk bantuan, pengawasan, dan pengajaran.
3 = membutuhkan bantuan dari orang lain dan alat Bantu.
4 = ketergantungan; tidak berpartisipasi dalam aktivitas.
3) Intervensi
Rencana Keperawatan Rasional
a) Kaji kebutuhan akan pelayanan kesehatan dan kebutuhan akan peralatan.
b) Tentukan tingkat motivasi pasien dalam melakukan aktivitas.
c) Ajarkan dan pantau pasien dalam hal penggunaan alat bantu.
d) Ajarkan dan dukung pasien dalam latihan ROM aktif dan pasif.
e) Kolaborasi dengan ahli terapi fisik atau okupasi.
a) Mengetahui tingkat kemandirian kline dalam memenuhi kebutuhan
b) Membantu klien dalam meningkatkan aktivitas

c) Menghindari resiko injuri

d) Mengembalikan pola aktivitas klien

e) Mengembalikan pemenuhan kebutuhan Activity Daily Life


BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN

Contoh kasus :
ASUHAN KEPERAWATAN PADA Tn. H DENGAN TRAUMA TUMPUL ABDOMEN
DI INSTALASI GAWAT DARURAT (IGD) RUMAH SAKIT HARAPAN BUNDA
JAKARTA TIMUR

A. Pengkajian
1. Identitas Klien
Nama : Tn. H
Umur : 65 tahun
Pendidikan : SD
Pekerjaan : Wiraswasta
Agama : Islam
Alamat : Jl. Raya Centek. Gg. Rambutan RT 08/08 No. 01
Tangga & Jam Pengkajian: 17 November 2013
Diagnosa Medis: Ruptur Hepar e.c Trauma tumpul Abdomen

2. Identitas Penanggung Jawab


Nama : Tn. D
Umur : 41 tahun
Alamat : Jl. Raya Centek. Gg. Rambutan RT 02/08 No.14
Hubungan dengan klien : Sepupu

3. Riwayat Penyakit
a. Keluhan Utama
Klien mengatakan sakit pada perut sebelah kanan dan sesak.
b. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien masuk Rumah Sakit ± 2 jam yang lalu (± pukul 09.00 WIB). Kronologis klien: ketika
sedang dibonceng sepeda motor oleh sepupunya, klien mengalami kecelakaan. Sepeda motor
klien ditabrak bus yang ada di belakangnya saat melaju di Jalan raya Bogor KM.21. Klien
dan sepupu klien terjatuh. Posisi jatuh klien terpental, perut kanan atas membentur trotoar.
Klien langsung dibawa ke rumah sakit dengan dibonceng sepupunya. Klien merasa perut
sebelah kanan sakit sampai punggung dan terasa sesak nafas.
c. Riwayat Keluarga
Keluarga dan klien mengatakan anggota keluarga tidak ada yang menderita penyakit serupa.

4. Primary Survay
a. Airway
Bebas, tidak ada sumbatan, tidak ada secret.
b. Breathing
Klien bernafas secara spontan. Klien menggunakan O2 6 liter/ menit
Frekuensi napas: 26 x/ menit, pernafasan reguler.
c. Circulasi
TD : 130/ 80 mmHg
N : 92 x/ menit
Capillary reffil: < 2 detik
d. Disability
GCS : E= 4, M= 5, V= 6
Kesadaran : Compos Mentis
e. Exposure
Terdapat luka lecet, jejas dan hematoma pada abdomen sebelah kanan atas.

5. Secondary Survay
1) AMPLE
a) Alergi :
Klien dan keluarga mengatakan klien tidak memiliki alergi, baik makanan ataupun obat-
obatan.
b) Medicasi :
Klien mengatakan sebelum masuk rumah sakit tidak mengkonsumsi obat apapun.
c) Pastillnes :
Klien belum pernah di rawat di rumah sakit.
d) Lastmeal :
Klien mengatakan sebelum kecelakaan, klien hanya minum segelas teh.
e) Environment
Klien tinggal di daerah yang padat penduduknya dan perkotaan (Jakarta Timur).

6. Pemeriksaan Fisik Head To Toe


a. Kepala
Bentuk simetris, rambut dan kulit kepala tampak cukup bersih. Kepala dapat digerakkan
kesegala arah, pupil isokor, sklera tidak ikhterik, konjungtiva anemis. Hidung simetris tidak
ada secret.
b. Leher
Tidak ada kaku kuduk.
c. Paru
1) Inspeksi : bentuk simetris, gerakan antara kanan dan kiri sama
2) Palpasi : fremitus vokal kanan dan kiri sama
3) Perkusi : sonor
4) Auskultasi : vesikuler
d. Abdomen
1) Inspeksi : terdapat jejas dan hematoma pada abdomen sebelah kanan
2) Auskultasi : peristaltik usus 5x/menit
3) Palpasi : ada pembesaran hati
4) Perkusi : pekak
e. Ekstremitas
Ekstermitas atas dan bawah tidak ada oedem, turgor kulit baik. Kekuatan otot ektermitas atas
dan bawah dalam batas normal.
7. Pemeriksaan Penunjang
a. Hasil laboratorium tanggal 17-11-2013 pukul 09.30 WIB:
1) Hemoglobin : 6,5 g/dl (n : 14-17,5 g/dl)
2) Eritrosit : 5,05 106/ul (n : 4,5-5,9 106/ul)
3) Leukosit : 12,1 103/ul (n : 4,0-11,3 103/ul)
4) Hematokrit : 43,8% (n : 40-52%)
5) Trombosit : 204
6) Gol darah :B
7) HBSAG : - (negatif)
b. Hasil USG Abdomen tanggal 17-11-2013 pukul 09.45 WIB:
Gambaran: terdapat ruptur dan perdarahan pada hepar anterior sinistra.
B. Analisis Data
No.
Data (Sign & Symptom)
Etiologi
Problem

1. Data Subjektif :
a. Klien mengatakan sesak nafas
b. Klien mengatakan perut sebelah kanan terasa ampeg
Data Objektif :
a. Klien gelisah
b. Frekuensi napas: 26 x/ menit
c. Penurunan ekspansi paru
d. Pola nafas tidak efektif Penurunan ekspansi paru Pola nafas tidak efektif
2.
Data Subjektif :
a. Klien mengatakan perut sebelah kanan sakit
b. P : bila bergerak dan bernafas
c. Q : seperti tertusuk-tusuk
d. R : perut sebelah kanan
e. S : 7
f. T : hilang timbul
Data Objektif :
a. Klien tampak mengerang-erang menahan sakit.
b. Terdapat luka lecet dan jejas pada abdomen sebelah kanan
c. Trauma abdomen
d. Nyeri akut Adanya trauma abdomen atau luka penetrasi abdomen. Nyeri
3.
Data Subjektif : -
Data Objektif :
a. Terdapat luka lecet pada perut kanan
b. Terdapat jejas dan hematoma pada abdomen sebelah kanan
c. Hb : 6,5 g/dl
d. Leukosit : 12,1 103/ul
e. Luka non-penetrasi abdomen
Kontaminasi bakteri dan feses. Resiko tinggi infeksi
4. Data Subjektif: -
Data Objektif:
a. Hasil USG: Terdapat ruptur dan perdarahan pada hepar anterior sinistra.
b. Konjungtiva anemis
c. Kulit pucat
d. Turgor kulit elastis perdarahan Defisit volume cairan dan elektrolit

C. Diagnosa Keperawatan
1. Defisit volume cairan dan elektrolit berhubungan dengan perdarahan.
2. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan penurunan ekspansi paru.
3. Nyeri berhubungan adanya trauma abdomen atau luka penetrasi abdomen.
4. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan kontaminasi bakteri dan feses.

D. Intervensi dan Rasional


1. Defisit volume cairan dan elektrolit berhubungan dengan perdarahan.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x15 menit, volume cairan
seimbang.
Kriteria hasil:
a. Turgor elastis
b. Konjungtiva tidak anemis
c. Hasil lab normal (HB)
d. Tidak ada perdarahan lanjutan
Intervensi:
Rencana keperawatan Rasional
1) Kaji tanda-tanda vital
2) Pantau cairan parenteral dengan elektrolit, antibiotik dan vitamin
3) Kaji tetesan infus

4) Kolaborasi : Berikan cairan parenteral sesuai indikasi.

5) Kolaborasi Tranfusi darah

6) Kolaborasi tindakan pembedahan 1) Untuk mengidentifikasi defisit volume cairan


2) Mengidentifikasi keadaan perdarahan

3) Awasi tetesan untuk mengidentifikasi kebutuhan cairan.


4) Cara parenteral membantu memenuhi kebutuhan cairan tubuh.
5) Menggantikan darah yang keluar dan memperbaiki Hemostasis.
6) Memperbaiki kondisi hepar dan menghentikan perdarahan

2. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan penurunan ekspansi paru.


Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x15 menit, pola nafas menjadi
efektif.
Kriteria Hasil:
a. Klien mengatakan sesak nafas berkurang
b. Klien rileks
c. Pernafasan normal : 20-24 x/ menit
Intervensi:
Rencana keperawatan Rasional
1) Kaji pola nafas

2) Kaji tanda vital

3) Posisikan klien semi fowler


4) Beri oksigen sesuai indikasi 1) Untuk menentukan intervensi yang tepat
2) Mengetahui perkembangan klien
3) Mengurangi sesak nafas
4) Mengurangi sesak nafas

2. Nyeri berhubungan adanya trauma abdomen atau luka penetrasi abdomen.


Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1x10 menit, nyeri teratasi
Kriteria Hasil :
a. Klien mengatakan nyeri berkurang/hilang
b. Klien tenang tidak mengerang-erang kesakitan
c. Skala nyeri 1-3
Intervensi:
Rencana keperawatan Rasional
1) Kaji intensitas nyeri

2) Jelaskan penyebab nyeri

3) Beri posisi nyaman

4) Ajarkan teknik relaksasi

5) Kolaborasi pemberian analgetik


1) Untuk menentukan intervensi yang tepat.
2) Untuk menenangkan klien dan keluarga.
3) Meningkatkan kenyamanan klien.
4) Mengurangi ketegangan otot sehingga mengurangi nyeri.
5) Analgetik berfungsi menghilangkan nyeri

3. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan kontaminasi bakteri dan feses.


Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1x20 menit, tidak terjadi infeksi
Kriteria Hasil :
a. Tidak ada tanda-tanda infeksi
b. Tidak ada perdarahan
c. Suhu tubuh normal : 36-37
Rencana keperawatan Rasional
1) Pasang kateter

2) Pasang NGT

3) Pasang trail pada tempat tidur klien


4) Ajurkan keluarga untuk menemani klien
5) Monitor hasil laboratorium terutama Hb
6) Kolaborasi pemberian antibiotik
1) Untuk mengurangi aktivitas klien.
2) Untuk mengetahui adanya perdarahan dalam.
3) Menurunkan resiko cidera.

4) Memenuhi kebutuhan klien.

5) Mengetahui perkembangan klien


6) Mencegah infeksi

E. Catatan Perawatan Dan Perkembangan


No. Diagnosa Keperawatan
Tanggal dan Jam
Implementasi
Evaluasi
Paraf dan nama jelas
1. Defisit volume cairan dan elektrolit berhubungan dengan perdarahan 17 November
2013
Jam: 10.00 WIB a. Kaji tanda-tanda vital
b. Pantau cairan parenteral dengan elektrolit, antibiotik dan vitamin
c. Kaji tetesan infus
d. Kolaborasi : Berikan cairan parenteral sesuai indikasi.
e. Kolaborasi Tranfusi darah
f. Kolaborasi pembedahan Subjektif: -
Objektif:
a. turgor elastik
b. konjungtiva anemis
c. TD: 120/70 mmHg
d. Nadi: 72x/ menit
d. Hb : 9,5 g/dl
Analisa :
Masalah teratasi sebagian
Perencanaan:
lanjutkan intervensi di bangsal Lastri
2. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan penurunan ekspansi paru. 17 November
2013
Jam: 10.00 WIB a. Mengkaji pola nafas klien
b. Memposisikan klien semi fowler
c. Memberikan nasal kanul 6 Liter/menit Subjektif :
a. klien mengatakan sesak nafas berkurang
b. klien mengatkan lebih nyaman
Objektif;
Frekuensi napas: 24x/menit
Analisa: masalah teratasi
Perencanaan: intervensi dihentikan
Lastri
3. Nyeri berhubungan adanya trauma abdomen atau luka penetrasi abdomen. 17
November 2013
Jam: 10.00 WIB a. Mengkaji tingkat nyeri
b. Memberikan injeksi ketorolak 2ml
c. Mengajarkan nafas dalam bila nyeri timbul
Subjektif:
klien mengatakan nyeri sedikit berkurang
Objektif:
klien masih gelisah
klien masih tampak merintih kesakitan
Analisa:
masalah teratasi sebagian
Perencanaan:
lanjutkan intervensi di bangsal
Lastri
4. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan kontaminasi bakteri dan feses 17 November
2013
Jam: 10.00 WIB a. Memasang kateter
b. Memasang NGT
c. Mengambil sample darah
d. Memasang trail tempat tidur
e. Memonitor NGT
f. Memberikan injeksi cefotaxim 1g Subjektif: -
Objektif:
a. urine jernih tidak ada perdarahan.Volume urine 200cc
b. Keluaran NGT cairan bersih
c. Hb : 9,5 g/dl
Analisa :
Masalah teratasi sebagian
Perencanaan:
lanjutkan intervensi di bangsal
Lastri

BAB IV
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Trauma tumpul abdomen adalah pukulan/ benturan langsung pada rongga abdomen yang
mengakibatkan cidera tekanan/ tindasan pada isi rongga abdomen, terutama organ padat (hati,
pancreas, ginjal, limpa) atau berongga (lambung, usus halus, usus besar, pembuluh–
pembuluh darah abdominal) dan mengakibatkan ruptur abdomen. Trauma abdomen
disebabkan oleh Kecelakaan lalu lintas, penganiayaan, kecelakaan olahraga dan terjatuh dari
ketinggian.
Prioritas keperawatan tertuju pada menghentikan perdarahan, menghilangkan/ mengurangi
nyeri, menghilangkan cemas pasien, mencegah komplikasi dan memberikan informasi
tentang penyakit dan kebutuhan pasien. Prinsip–prinsip pengkajian pada trauma abdomen
harus berdasarkan A (Airway), B (Breathing), C (Circulation).

B. SARAN
Dalam pembuatan makalah ini juga penulis menyadari bahwa dalam pembuatan makalah
masi terdapat banyak kesalahan, kekurangan serta kejanggalan baik dalam penulisan maupun
dalam pengonsepan materi. Utnuk itu, penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang
membangun agar kedepan lebih baik dan penulis berharap kepada semua pmbaca mahasiswa
khususnya, untuk lebih ditingkatkan dalam pembuatan makalah yang akan datang.
Banyak faktor yang bisa menyebabkan terjadinya trauma abdomen, faktor tertinggi
biasanyadisebabkan oleh kecelakaan lalu lintas, kemudian karena penganiayaan, kecelakaan
olahraga dan jatuh dari ketinggian. Agar tidak terjadi hal-hal yang tidak dikehendaki,
hendaknya kita harus selalu berhati-hati dalam melakukan aktivitas, agar terhindar dari
bahaya trauma maupun cedera.

DAFTAR PUSTAKA

American College of Surgeon Committee of Trauma. 2004. Advanced Trauma Life Support
Seventh Edition. Indonesia: Ikabi

Brooker, Christine. 2001. Kamus Saku Keperawatan, Edisi 31. Jakarta: EGC

Carpenito, Lynda Jual. 1998. Buku Saku: Diagnosa Keperawatan Aplikasi Pada Praktek
Klinis, Edisi 6. Jakarta: EGC

Catherino, Jeffrey M. 2003. Emergency Medicine Handbook. USA: Lipipincott Williams

Dorland. 2002. Kamus Saku Kedokteran. Jakarta: EGC

ENA (Emergency Nurse Association). 2000. Emergency Nursing Core Curiculum, 5th. USA:
W.B. Saunders Company

FKUI. 1995. Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah. Jakarta: Binarupa Aksara

Hudak & Gallo. 2001. Keperawatan Kritis : Pendekatan Holistik. Jakarta: EGC

Mansjoer, Arif. 2001. Kapita Selekta Kedokteran Jilid 1. FKUI: Media Aesculapius

Marilynn E, Doengoes. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan Edisi 3. Jakarta: EGC

Nanda. 2005. Panduan Diagnosa Keperawatan Nanda Definisi dan Klasifikasi 2005 -2006,
Editor: Budi Sentosa. Jakarta: Prima Medika

Scheets, Lynda J. 2002. Panduan Belajar Keperawatan Emergency. Jakarta: EGC

Sjamsuhidayat. 1998. Buku Ajar Bedah. Jakarta: EGC

Smeltzer, Suzanne C. 2001. Keperawatan Medikal-Bedah Brunner and Suddarth Ed.8 Vol.3.
Jakarta: EGC.

Smeltzer C. Suzanne, Brunner & Suddarth. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah.
Jakarta: EGC

Suddarth & Brunner. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: EGC
Testa,A.Paul. 2008. Abdominal Trauma. Internet:
(http://emedicine.medscape.com/article/overview). Diakses pada tanggal 28 Juli 2008
Training. 2009. Primary trauma care. Internet:
(http://primarytraumacare.org/ptcman/training). Diakses pada tanggal 12 September 2011
MAKALAH
ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN
TRAUMA ABDOMEN

You might also like