Professional Documents
Culture Documents
SKRIPSI
Diajukan dalam rangka penyelesaian studi Strata I
Untuk mencapai gelar Sarjana Biologi
Oleh :
Nama : Diah Hapsari Bayurini
NIM : 4450401019
Program Studi : Biologi SI
Jurusan : Biologi
Fakultas : MIPA
Panitia Ujian
Ketua Sekretaris
Pembimbing I Penguji :
Rawa Pening adalah salah satu perairan umum yang mempunyai potensi
sumber daya perikanan. Salah satu usaha untuk mengoptimalkan budidaya ikan
adalah dengan mengetahui tingkat produktivitas primer fitoplankton, sehingga
dapat dipastikan daerah-daerah mana saja yang akan optimal dijadikan tempat
budidaya ikan. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan
antara produktivitas primer fitoplankton dengan distribusi ikan di ekosistem
perairan Rawa Pening Kabupaten Semarang.
Penelitian ini berlangsung pada bulan Juli-Agustus 2005, dengan
menggunakan metode purporsive sampling. Pengamatan dilakukan pada tiga
stasiun yang berbeda, yaitu Njalen, Slumbu dan Pengawit. Teknik sampling
produktivitas primer, dengan menggunakan botol gelap terang yang diinkubasi
pada berbagai variasi kedalaman selama 5 jam, sedangkan teknik sampling ikan
dilakukan dengan menggunakan jala tebar dan gill net yang dioperasikan selama
1-2 jam. Variabel utama dalam penelitian ini adalah tingkat produktivitas
primer, jumlah dan jenis ikan yang ada di stasiun pengamatan, sedangkan
variabel pendukungnya meliputi kedalaman air, suhu air, CO2 dan O2 terlarut,
pH dan kecerahan. Analisa data dengan menggunakan indeks
keanekaragaman(H), indeks kemerataan(e), indeks dominansi (C), indeks
kepadatan(ID), dan perhitungan hasil inkubasi botol gelap terang (NPP)
Hasil penelitian menunjukkan bawa ada 14 jenis ikan yang terdapat di
Rawa pening Kabupetan Semarang yaitu Rasbora lateristriata, Rasbora
jacopsoni, Mystacoleusus marginatus, Barbus conchonius, Puntius binotatus,
Osteochilus hasseltii, Anabas testudineus, Trichogaster trichopterus,
Trichogaster pectoralis, Oreocromis niloticus, Oreocromis mossambica,
Trorichthys meeki, Channa melasoma, Aplocheilus panchax. Dan ada 10 jenis
fitoplankton yaitu Closterium sp, Cooneis sp, Microcytis sp, Navicula sp,
Nitzchia sp, Perinidium sp, Actinastrum sp, Scenedesmus sp, Staurastrum sp,
Synendra sp. Dari hasil analisis diperoleh bahwa keanekaragaman, kemerataan,
dominansi ikan tergolong dalam kategori rendah. Sedangkan hasil perhitungan
dari inkubasi botol gelap terang menunjukkan bahwa produktivitas primer
didaerah Njalen dan Pengawit tergolong tinggi dibandingkan dengan daerah
Slumbu.
Berdasarkan penelitian dapat disimpulkan bahwa ada hubungan positif
antara produktivitas primer fitoplankton dengan distribusi ikan di ekosistem
perairan Rawa Pening Kabupaten Semarang. Saran yang dapat diberikan dari
penelitian ini adalah perlu adanya usaha-usaha untuk menjaga kondisi
lingkungan di Rawa Pening agar tidak semakin rusak.
MOTTO DAN PERSEMBAHAN
Motto :
☯ Ketika engkau masuk kedalam sebuah ruangan yang sesak, dimana segalanya
bertentangan dengan kehendakmu, seakan engkau tidak tahan untuk berada
didalamnya walau hanya semenit, maka janganlah kau menyerah, karena justru
itu adalah tempat dan saat dimana keadaan akan berubah ( Harriet Beecher
Stowe ).
☯ Pengalaman adalah guru yang keras karena memberikan ujian dulu, baru
kemudian pelajarannya.
☯ Suara hati seringkali membisikkan dan membimbing apa yang dirasa benar dan
apa yang dirasa salah dimasa sekarang, dimana akhirnya benar-benar terbukti
dimasa akan datang.
Segala puji dan syukur kepada Allah SWT yang senantiasa melimpahkan
Penyusunan skripsi ini dapat terselesaikan dengan lancar tanpa suatu halangan
yang berarti. Oleh karena itu penyusun mengucapkan terima kasih kepada:
2. Dekan FMIPA Universitas Negeri Semarang beserta staf yang telah memberi
ini.
5. Drs. F. Putut Martin HB, M.Si selaku dosen pembimbing II yang telah
ini.
9. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah membantu
namun penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis pada
khususnya dan para pembaca pada umumnya. Kritik dan saran yang
Penulis
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR............................................................................... v
DAFTAR GAMBAR................................................................................. xi
BAB I. PENDAHULUAN
B. Permasalahan ........................................................................ 4
C. Penegasan Istilah................................................................... 4
D. Variabel Penelitian................................................................ 22
A. Hasil Penelitian
1. Produktivitas Primer........................................................ 31
2. Ikan ................................................................................. 32
B. Pembahasan
BAB V. PENUTUP
A. Simpulan ............................................................................... 49
B. Saran ..................................................................................... 49
DAFTAR PUSTAKA................................................................................ 50
LAMPIRAN.............................................................................................. 54
DAFTAR TABEL
Halaman
Halaman
Lampiran Halaman
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
merupakan salah satu aset atau modal dasar pembangunan, dengan demikian
timbal balik antara mahluk hidup dan faktor-faktor alamnya, maka dalam
pemanfaatan perairan umum stuktur dasar ekosistemnya harus tetap dijaga dalam
suatu kesatuan yang mantap. Luas perairan umum di Indonesia sekitar 9.122.053
ha, dengan rincian danau seluas 455.021 ha, waduk buatan seluas 34.820 ha, rawa
penangkapan ikan secara tradisional, juga untuk pengembangan budidaya ikan air
tawar dengan karamba apung dan karamba jaring apung. Potensi areal untuk
diperkirakan antara 0,4 sampai 1,7 juta ton per tahun (Anonim, 2000).
konsumsi ikan juga meningkat. Masyarakat semakin menyadari bahwa ikan tidak
oleh cuaca atau keadaan lingkungan. Ikan termasuk organisme heterotrof, ini
Produktivitas primer adalah jumlah total bahan organik yang dibentuk dalam
Indonesia pada musim kemarau lebih tinggi daripada musim penghujan jika
ditinjau bahwa pada musim kemarau langit lebih cerah sedang pada musim
penghujan kebanyakan berawan. Hal ini disebabkan karena pada musim kemarau
dengan intensitas cahaya matahari tinggi, proses fotosintesis yang dilakukan oleh
senantiasa memiliki kepekaan tergenang air pada kurun waktu tertentu maupun
sepanjang tahun. Sumber air rawa meliputi air hujan, air luapan akibat rambatan
Rawa Pening adalah salah satu perairan umum yang mempunyai potensi
dapat digolongkan sebagai rawa pasang surut. Rawa pasang surut adalah perairan
rawa yang mempunyai fluktuasi permukaan air yang selalu bergerak naik turun
secara harian akibat pengaruh gerakan pasang surut perairan (Ilyas dkk,1990 ).
Badan air rawa pasang surut berhubungan langsung dengan sungai, sehingga
keasamannya akan berkurang. Kondisi habitat rawa pasang surut relatif subur dan
dihuni oleh lebih banyak organisme air. Komposisi jenis ikan yang menghuni
lebih 2.020 hektar, ketinggian 463m dpl dan berada di antara wilayah Kecamatan
Sungai Legi, Sungai Muncul, Sungai Parat dan Sungai Sraten, sedangkan
sebagai aliran keluar mengalir melalui Sungai Tuntang. Selain untuk kegiatan
irigasi, wisata dan pembangkit tenaga listrik, Rawa Pening juga dimanfaatkan
untuk perikanan
masyarakat desa dan sekitarnya secara turun temurun. Usaha perikanan ini
meliputi semua usaha yang dilakukan baik oleh perorangan atau badan usaha yang
Rawa Pening cukup tinggi dan juga keberadaannya sangat penting sebagai sumber
mana saja yang akan optimal dijadikan tempat budidaya ikan mengingat ikan
makanan yang paling baik. Produksi perikanan di Rawa Pening rata-rata mencapai
Penelitian ini dilakukan di tiga zona, yaitu Njalen, Slumbu dan Pengawit.
B. Permasalahan
ini adalah :
C. Penegasan Istilah
maka perlu diberikan penjelasan tentang beberapa istilah. Istilah yang perlu
bahan organik yang dibentuk dalam suatu waktu tertentu oleh aktifitas
2. Distribusi
Penyebaran merupakan alat atau cara yang mana daerah-daerah baru atau
( Welch,1952 ).
3. Rawa
tergenang air pada kurun waktu tertentu maupun sepanjang tahun. Sumber
air rawa meliputi air hujan, air luapan akibat rambatan pasang air laut dan
Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui
E. Manfaat Penelitian
Semarang.
bidang perikanan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Produktivitas Primer
primer ialah laju pembentukan senyawa-senyawa organik yang kaya energi dari
muka bumi. Fitoplankton diketahui hidup di muka bumi jauh sebelum manusia
ada, beberapa ratus juta tahun yang lalu, dengan sifatnya yang autotrof mampu
merubah hara anorganik menjadi bahan organik dan penghasil oksigen yang
sangat mutlak diperlukan bagi kehidupan makhluk yang lebih tinggi tingkatannya.
sebagai produsen tingkat pertama yang ada diseluruh badan air dimuka bumi .
Boney (1976) menjelaskan bahwa semua jenis fitoplankton yang hidup pada
penelitian sebelumnya adalah Synedra sp, Navicula sp, Diatoma sp, Melosira sp,
Cocconeis sp, Scenedesmus sp, Closterium sp, Peridinium sp, Staurastrum sp,
Chroococcus sp, Tracelomonas sp, Melosira sp, Synedra sp, Navicula sp,
lapisan perairan. Pada umumnya, semakin besar ukuran habitat semakin besar
pula jumlah dan keanekaragaman jenis ikannya (Bishop, 1973 dalam Kottelat et
al., 1993). Proses seleksi alam berperan terhadap setiap jenis ikan sehingga
setiap jenis sungai, danau atau genangan air dapat dihuni oleh jenis-jenis ikan
tertentu saja. Kondisi air, dasar air, kedalaman dan laju arus air menentukan
yang lampau, akan berlaku pula sampai masa sekarang dan yang akan datang.
Adanya penyebaran dari ikan di alam bebas, adalah sebagai akibat kegiatan
kerja alam yang terus menerus. Menurut Kottelat et al., (1993), distribusi ikan
air tawar di Indonesia bagian barat dan Sulawesi tergantung pada kemampuan
ikan untuk bertahan hidup dalam tipe perairan yang berbeda-beda. Hal ini
mencari tempat bertelur dan sumber makanan yang paling baik karena terdorong
oleh perubahan suhu beserta jumlah dan tipe makanan yang tersedia.
Djuhanda (1981) berpendapat bahwa suatu jenis kelompok ikan yang dapat
ditempat tersebut dengan suburnya dan daerah tempat kelompok tadi bertambah
lama akan bertambah meluas. Ikan-ikan dari suatu perairan dapat berasal dari
penyebaran ikan dari daerah lain atau perairan lain. Menurut Kottelat et al.,
primer adalah pasang surut air. Menurut pendapat para nelayan disekitar Rawa
Pening, pada kondisi air surut jumlah ikan cenderung sedikit. Pada kondisi air
pasang, terutama pada awal musim penghujan jumlah ikan sangat melimpah.
masing-masing jenis dalam suatu komunitas atau sering disebut kekayaan jenis
merupakan gabungan dari kekayaan jenis dan kemerataan jenis. Menurut Odum
(1993), ada dua komponen keanekaragaman jenis yaitu kekayaan jenis dan
kemerataan atau equitabilitas. Kekayaan jenis adalah jumlah jenis dalam suatu
spesies terhadap spesies lain yang lemah, misalnya ketika ada suatu spesies yang
terdapat dalam jumlah yang paling banyak atau paling melimpah dalam suatu
habitat diantara spesies lain, maka spesies tersebut dikatakan yang paling
mendominansi.
individu populasi suatu spesies hewan yang merupakan besar kecilnya ukuran
bahwa, kepadatan (density) adalah jumlah individu per unit area (luas) atau unit
mungkin dilakukan. Cara yang dapat dilakukan adalah dengan membuat indeks
per unit usaha, bukan lagi jumlah individu per unit luas.
heterotrof, seperti bakteri, jamur dan hewan. Ikan termasuk salah satu organisme
heterotrof yang dalam hal ini ikan merupakan produktivitas sekunder suatu
Brylinsky dan Mann (1973) dalam Susanto (2000) menemukan hubungan positif
bersifat positif, tetapi produktivitas sekunder di suatu ekosistem selalu lebih kecil
daripada produktivitas primer. Hal ini disebabkan, tidak semua bagian tubuh
tumbuhan dapat dimakan oleh hewan, tidak semua bahan yang dimakan oleh
hewan dapat diserap oleh saluran pencernaan, sebagian ada yang keluar bersama
kotoran. Tidak semua zat makanan yang diserap oleh usus dapat disusun menjadi
biomassa tubuh, karena sebagian dikeluarkan dari tubuh sebagai sisa metabolisme
( Susanto,2000 ).
D. Faktor-Faktor Lingkungan Yang Mempengaruhi Produktivitas Primer
1. Oksigen Terlarut.
hubungan erat antar produktivitas dengan oksigen yang dihasilkan (Eden, 1990).
kebutuhan ikan dan biota lainnya dapat menyebabkan penurunan daya hidup
ikan. Kandungan oksigen terlarut dalam air yang cocok untuk kehidupan dan
Derajat keasaman (pH) air merupakan suatu ukuran keasaman air yang
keasaman air yang sangat rendah atau sangat asam dapat menyebabkan kematian
ikan. Keadaan air yang sangat basa juga dapat menyebabkan pertumbuhan ikan
3. Suhu.
langsung yaitu suhu berperan mengontrol reaksi kimia enzimatik dalam proses
mencapai suatu titik suhu tertentu. Hal ini disebabkan karena setiap spesies
suhu optimum untuk pertumbuhan plankton dan jasad renik, sedangkan bagi
air yang tidak cocok, misalnya terlalu tinggi atau terlalu rendah dapat
menyebabkan ikan tidak dapat tumbuh dan berkembang dengan baik. Suhu air
yang cocok untuk pertumbuhan ikan adalah berkisar antara 15oC-30oC dan
kualitas sinar matahari dalam perairan. Jumlah dan kualitas sinar matahari ini
seringkali dihalangi oleh zat yang terlarut dalam air sehingga membatasi zona
fotosintesis. Apabila kecerahan pada suatu perairan rendah, berarti perairan itu
keruh. Kekeruhan terjadi karena adanya plankton, lumpur dan zat terlarut dalam
air. Kekeruhan yang baik adalah kekeruhan yang disebabkan oleh jasad-jasad
renik atau plankton. Nilai kecerahan air untuk kehidupan plankton bisa
cm. jika benda tersebut masih kelihatan, maka kekeruhan air masih belum
5. Kecepatan arus
Menurut Hutabarat dan Evans (1985), arus merupakan salah satu faktor yang
dan berkembangbiak adalah nitrogen dan fosfor. Nitrogen dalam perairan tawar
(nitrogen), nitrit (NO2-), nitrat (NO3-) dan sejumlah besar persenyawaan organik
yang selalu terdapat dalam jumlah sedikit dalam perairan ( Boney, 1975).
Nitrogen dalam bentuk ikatan nitrat sangat penting untuk membantu proses
assimilasi fitoplankton.
Fosfat dalam perairan berasal dari sisa-sisa organisme dan pupuk yang
menggunakan unsur fosfor dalam bentuk fosfat yang sangat penting bagi
tidak terlarut, dan tidak dapat mengendap lagi. Padatan tersuspensi terdiri dari
dari padatan tersuspensi antara lain pada zooplankton dan ikan menyebabkan
penyumbatan pada insang, telur dari makhluk hidup air yang disimpan didasar
menderita angka kematian yang tinggi oleh pengendapan partikel yang
tersuspensi. Padatan tersuspensi dalam air teridi dari kotoran hewan, sisa
METODE PENELITIAN
Lokasi dalam penelitian ini meliputi tiga zona, yaitu Njalen, Slumbu dan
2.2. Gambar pengambilan sampel berdasarkan variasi kedalaman pada tiap stasiun
A. Njalen : Input air terbesar diperairan Rawa Pening. Jarak dari bukit
tertutup oleh enceng gondok dan paku air dalam jumlah yang
sedang.
C. Pengawit : Keluaran air dari Rawa Pening. Jarak dari bukit cinta + 700-
1. Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah semua jenis ikan dan produktivitas
a. Semua jenis ikan yang dapat ditangkap di ekosistem perairan Rawa Pening.
C. Teknik Sampling
sampling. Pengamatan ini dilakukan pada tiga stasiun yang berbeda, yaitu
setiap stasiun, dan masing-masing stasiun dibagi menjadi 3 bagian, yaitu tepi
utara rawa, tengah rawa dan tepi selatan rawa ( Gambar 2.3). Pada masing-masing
bagian di ambil sebanyak 5 sampel, yaitu 4 sampel dibagian tepi dan 1 sampel
kedalaman, yaitu permukaan , tengah , dan dasar ( Gambar 2.2 ). Pada masing-
masing sampel diambil 4 liter air, dimana 1 liter dimasukkan kedalam botol gelap,
1 liter dimasukkan kedalam botol terang dan sisanya digunakan untuk mengukur
faktor abiotik perairan yang meliputi CO2 terlarut dan kandungan organik total,
sedangkan suhu air dan oksigen terlarutnya langsung diukur pada waktu
pengambilan sampel.
Pengambilan sampel dilakukan sebanyak 3 kali ulangan dengan selang
aktifitas . Penyesuaian tersebut telah berlangsung pada saat matahari terbit mulai
sejak jam 06.00 pagi, dengan demikian intensitas cahaya pada selang waktu
fotosintesis.
stasiun dilakukan penangkapan ikan dengan menggunakan jala tebar dan gill net.
Jala tebar dan gill net ini dioperasikan selama 1-2 jam. Diharapkan dalam waktu
tersebut jumlah ikan yang tertangkap dapat menggambarkan jumlah dan jenis ikan
yang ada di stasiun tersebut. Selanjutnya jumlah ikan yang tertangkap pada setiap
minggu. Hal ini dilakukan untuk memberi kesempatan ikan kembali lagi kedaerah
tersebut dan juga untuk memastikan ikan jenis lain masih ada yang tersampling
jumlah dan jenis ikan yang ada di stasiun pengamatan yang telah ditentukan.
Pening yang meliputi : kedalaman air, suhu air, CO2 dan O2 terlarut, pH dan
kecerahan
E. Prosedur Penelitian
1. Persiapan penelitian
dengan baik
A. Alat
b. Lux meter skala high 0-2000 dan low 0-300 untuk mengukur
intensitas cahaya.
cm.
sampel air.
k. Botol sampel gelap dan botol sampel terang untuk inkubasi sampel.
- Jala tebar dengan mesh size 1-3 cm, keliling 4 m, tinggi 2,5-
p. Termos es
B. Bahan
b. Sampel air yang diambil dari permukaan, tengah dan dasar perairan.
1. Pengambilan Sampel
pengambilan sample air ( agar lebih jelas dapat dilihat pada gambar
jam, kedua botol gelap dan botol terang di ambil untuk diukur
stasiun dengan menggunakan jala tebar dan gill net. Ikan-ikan yang
(1993).
2. 4. Gambar peletakan botol gelap dan botol terang sesuai dengan variasi
kedalaman.
2. Pengukuran Kualitas Air
a. Pengukuran pH air
b. Pengukuran suhu.
beberapa saat sambil melihat gerakan air raksa. Apabila sudah tidak
bergerak lagi maka skala termometer ini dapat dibaca. Angka ini
c. Pengukuran kecerahan.
transparasi cahaya.
searah dengan arus air. Ketika bola dilepaskan dari titik A maka stop
watch dinyalakan dan setelah bola sampai pada titik B segera stop
watch dimatikan. Pengukuran ini dilakukan 3 kali dan hasil yang
ekologi.
larutan menghilang.
kit ekologi.
muda.
pada skala.
acuan yang menunjang, yaitu Kottelat et al., (1993). Keanekaragaman jenis ikan
⎡ ni ⎤ ⎡ ni ⎤
H = −∑ ⎢ ⎥log ⎢ ⎥
⎣N⎦ ⎣N⎦
Keterangan :
H
e=
log S
Keterangan :
H = indeks keanekaragaman
Dengan kriteria :
2
⎡ ni ⎤
C = ∑⎢ ⎥
⎣N⎦
Keterangan :
mungkin dilakukan. Cara yang dapat dilakukan adalah dengan membuat indeks
Soegianto ( 1994 ) indeks itu dapat dinyatakan sebagai jumlah individu per unit
ID = N/unit usaha
Keterangan :
ID = indeks kepadatan
Unit usaha = pengoperasian jala tebar dan gill net selama 2 jam
satuan energi/ satuan area/ satuan waktu atau satuan biomasa/ atuan area/ satuan
NPP = GPP – RE
Keterangan :
RE : Respirasi (mgO/L)
A. Hasil Penelitian
1. Produktivitas Primer
ZONA
NO Genus Njalen Slumbu Pengawit
1 2 3 1 2 3 1 2 3
1 Closterium 43.175 35.556 48.254 33.016 40.635 30.476 33.016 43.175 48.254
2 Coconeis 0 2.540 7.619 5.079 2.540 2.540 7.619 7.619 5.079
3 Microcystis 0 7.619 5.079 7.619 2.540 0 0 2.540 5.079
4 Navicula 45.714 50.794 38.095 27.937 22.857 30.476 33.016 25.397 38.095
5 Nitzchia 35.556 40.635 33.016 25.397 38.095 27.937 25.397 45.714 33.016
6 Perinidium 45.714 38.095 43.175 33.016 25.397 35.556 38.095 43.175 48.254
7 Actinastrum 0 2.540 7.619 0 0 5.079 5.079 0 0
8 Scenedesmus 15.238 22.857 20.317 2.540 2.540 0 2.540 0 5.079
9 Staurastrum 48.254 38.095 45.714 25.397 17.778 22.857 5.079 10.159 0
10 Synedra 55.873 63.492 53.333 35.556 40.635 53.333 45.714 55.873 507.94
Jumlah 289.524 302.222 302.222 195.556 193.016 208.254 195.556 233.651 233.651
Rata-Rata 297.989 198.942 220.952
2. Ikan
Adapun jenis-jenis ikan yang ditemukan dapat dilihat pada Tabel 3 berikut ini.
dominansi ikan serta jumlah ikan tiap jenis pada setiap stasiun pengambilan
Tabel 4. Jumlah Ikan Tiap Jenis Pada Setiap Stasiun Pengambilan Sampel di
Rawa Pening Kabupaten Semarang
Hasil perhitungan nilai indeks kepadatan ikan per unit usaha pada masing-
kecepatan arus, nitrogen (N), fosfor (P) dan TSS ( Padatan tersuspensi total).
B. Pembahasan
Produktivitas primer pada beberapa habitat akan berbeda satu dengan yang
lain, hal ini dapat terlihat dari hasil penelitian yang menunjukkan bahwa
produktivitas primer pada daerah Njalen adalah yang paling tinggi jika
merupakan masukan dari keenam sungai yang ada di Rawa Pening, yaitu Sungai
Ngaglik, Sungai Panjang, Sungai Legi, Sungai Muncul, Sungai Parat dan Sungai
organik terlarut sehingga daerah Njalen tersebut menjadi kaya akan bahan
yang ada disekitarnya, daerah Njalen juga kaya akan kandungan nitrogen dan
fosfor karena dalam keadaan surut daratan disekitar Njalen banyak ditanami
ini, dimungkinkan terdapat banyak kandungan nitrogen (N) dan fosfor (P) yang
berasal dari proses pemupukan. Daerah Njalen kaya akan bahan organik
paling tinggi jika dibandingkan dengan daerah Slumbu dan daerah Pengawit
yaitu sebesar 297.989 individu per liter. Hal ini dimungkinkan berkaitan dengan
sebagian besar badan air, maka proses fotosintesis akan berlangsung dengan
optimal. Proses fotosintesis ini akan menghasilkan oksigen terlarut dan biomassa
organik yang sangat diperlukan oleh organisme air lainnya seperti ikan. Jadi jika
fitoplankton yang juga tergolong paling rendah yaitu sebesar 198.942 individu
per liter. Hal ini mungkin disebabkan karena daerah Slumbu merupakan daerah
yang paling dalam diantara ketiga stasiun penelitian. Menurut Wetzel dan
sehingga jika perairan tersebut cukup dalam maka biomassa organik yang
organik rendah akan mempunyai produktivitas yang rendah pula. Selain faktor
daerah Slumbu pada permukaan airnya tertutup oleh tumbuhan air terapung
akan menjadi faktor pembatas bagi pertumbuhan fitoplankton. Hal ini didukung
salah satu zat hara yang dibutuhkan oleh fitoplankton untuk proses fotosintesis.
pertumbuhannya.
fitoplankton ini lebih tinggi jika dibandingkan dengan daerah Slumbu, meskipun
pada daerah Pengawit terdapat vegetasi hydrilla, elodia, enceng gondok dan
paku air dalam jumlah yang relatif sedikit. Hal ini disebabkan karena intensitas
dibawah ini.
600 1. Njalen
500 2. Slumbu
3. Pengawit
400
300
200 Produktivitas Primer
100 Jumlah Fitoplankton
0
1 2 3
makanan ikan dan sebagai makanan dasar dari hewan-hewan akuatik yang ada.
produksi ikan yang dapat diambil dari suatu perairan tergantung dari banyaknya
plankton yang ada diperairan tersebut. Hal ini didukung oleh pendapat Mujiman
kesehatannya.
terdapat pada daerah dimana sinar matahari masih dapat menembus badan air.
Pada daerah Njalen dan daerah Pengawit cahaya dimanfaatkan dengan baik oleh
300
250
200
150
100
50
0
1 2 3
dalam jumlah yang banyak dan tersebar, vegetasi air dapat menghambat
permukaan, tengah dan dasar Rawa Pening dapat dilihat pada Gambar 5.
800
700
Pr o d u ktiv ita s Pr im e r
600
500
400
300
200
100
0
1 2 3
Daerah Sampling
Permukaan Tengah Dasar
Gambar 5. Grafik Produktivitas Primer Fitoplankton pada bagian Permukaan,
Tengah dan Dasar Perairan.
300000
250000
200000
150000
100000
50000
0
Dari Tabel 3 diatas dapat dilihat bahwa terdapat 14 spesies ikan yang
H<1. Hasil rata-rata perhitungan tersebut adalah H= 0,71, hasil ini menunjukkan
bahwa keanekaragaman jenis ikan di Rawa Pening Kabupaten Semarang
yakni adanya faktor pembatas fisika dan kimia yang kuat. Rendahnya
penangkapan ikan tanpa memperhatikan ukuran ikan yang boleh ditangkap dan
kualitas air ini disebabkan karena Rawa Pening mengalami pencemaran bahan
kimia akibat pengelolaan lahan gambut secara intensif dan juga mengalami
disekitar Rawa Pening. Air irigasi dari persawahan disekitar Rawa Pening yang
membawa sisa bahan kimia dan bahan organik sebagai hasil samping dari proses
mutu air. Pencemaran yang disebabkan karena masuknya bahan kimia ke dalam
bukan merupakan faktor penting penyebab pencemaran, hal ini karena limbah
organik lebih mudah terurai jika dibandingkan dengan limbah kimia yang masuk
Selain karena bahan kimia dan bahan organik yang masuk ke dalam rawa,
tanaman air yang mati juga menyebabkan perubahan status mutu air. Tanaman
air yang mati akan mengendap ke dasar air dan menjadi substrat
dominansi (C)=0,20, hal ini menunjukkan bahwa ikan- ikan yang terdapat di
Rawa Pening tidak tersebar secara merata dan tidak ada salah satu jenis ikan
Rawa Pening terdapat jenis ikan yang khas yaitu ikan wader ijo yang mencapai
202 ekor. Meskipun jumlah ikan wader ijo paling melimpah dibandingkan
dengan jenis ikan lain, namun jenis ikan ini tidak dapat dikatakan yang paling
dominansi kurang dari 1. Melimpahnya wader ijo ini diduga karena wader ijo
mempunyai kisaran toleransi yang luas terhadap faktor lingkungan dan mampu
dimuka bumi jauh sebelum manusia ada, dengan sifatnya yang autotrof
penghasil oksigen yang mutlak diperlukan bagi kehidupan makhluk yang lebih
diikuti dengan kepadatan ikan 287 ekor/2jam. Pada daerah Slumbu rata-rata
primer sebesar 457 diikuti dengan kepadatan ikan sebesar 242 ekor/2jam. Dari
hasil tersebut, dapat diketahui bahwa ada hubungan positif antara produktivitas
tersebut merupakan daerah dengan sumber makanan yang paling baik. Oleh
karena itu pula pada daerah tersebut memiliki kepadatan ikan yang besar,
dengan sumber makanan yang paling baik. Pada daerah Slumbu justru
mempunyai kepadatan ikan yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan daerah
Pengawit meskipun produktivitas pada daerah Slumbu lebih rendah dari daerah
tinggi pula, hal ini dikarenakan ikan memiliki gerakan yang aktif sehingga ikan
akan memilih habitat dengan kondisi lingkungan yang cocok untuk ikan,
misalnya dengan suhu air yang berkisar antara 27-29oC (Anonim, 1984);
oksigen terlarut antara 4-7ppm (Cahyono, 2000); air yang tidak terlalu keruh
600 1. Njalen
500
2. Slumbu
400
300 Produktivitas Primer
200
Jumlah Total Ikan
100
0
1 2 3
Pada gambar 7 dapat dilihat bahwa jumlah ikan yang didapatkan pada
ketiga lokasi penelitian tidak berbeda jauh. Pada daerah Njalen yang mempunyai
yang tinggi pula, namun ternyata jumlah ikan yang didapatkan pada daerah
Njalen tidak berbeda jauh dengan daerah Slumbu dan Pengawit. Hal ini
dikarenakan pada daerah Njalen aktivitas manusia dalam menangkap ikan lebih
banyak.
ditolerir oleh fitoplankton dan ikan. Menurut Soeseno (1988) dalam Sunarti
(2000), bahwa plankton dapat hidup baik pada konsentrasi oksigen lebih dari
Menurut Pescod (1973) dalam Asmawi (1984) bahwa ikan dapat hidup
keasaman air (pH) juga mempengaruhi pertumbuhan ikan. pH air yang sangat
rendah (sangat asam) dapat menyebabkan kematian ikan, sedangkan pH air yang
sangat basa akan menyebabkan pertumbuhan ikan terhambat. Asmawi ( 1984),
menyebutkan bahwa perairan yang baik untuk kehidupan ikan yaitu perairan
melalui pengaruhnya pada stabilitas masa air (Goos, 1978). Menurut Boney
(1976), bahwa kebanyakan fitoplankton air tawar akan tumbuh subur pada suhu
hidup pada kisaran suhu antara 16,5o-30oC. Suhu air yang berkisar antara 23o-
24oC juga merupakan suhu air yang cocok bagi kehidupan ikan, karena menurut
Cahyono (2000), bahwa suhu air yang cocok untuk pertumbuhan ikan adalah
berkisar antara 15o-30oC dan perbedaan suhu antara siang dan malam kurang
dari 5oC
intensitas cahaya dan oksigen terlarut juga akan menurun sesuai dengan
dihalangi oleh zat yang terlarut dalam air sehingga membatasi zona fotosintesis.
Apabila kecerahan pada suatu perairan rendah, berarti perairan itu keruh.
Batas kekeruhan dapat diukur dengan memasukkan sechi disk sampai kedalaman
40 cm. jika benda tersebut masih kelihatan, maka kekeruhan air masih belum
dalam air. Semakin deras arusnya maka akan semakin tinggi kandungan oksigen
membutuhkan nutrien, 2 unsur yang paling penting dan terdapat dalam jumlah
besar adalah fosfat dan nitrogen. Adapun kadar nitrogen yang terdapat pada
yang terdapat pada area I = 152mg/l, area II=128mg/l dan area III=151mg/l.
terdapat di area I, hal ini mungkin pada area I merupakan area yang ideal bagi
pertumbuhan plankton.
Dilihat dari peranannya yang sangat penting sebagai penyedia nutrisi alami
bagi ikan dan biota air lainnya, maka dengan melimpahnya fitoplankton
diharapkan dapat memenuhi kebutuhan nutrisi alami bagi ikan sehingga dapat
dalam menentukan kebaradaan organisme disuatu tempat. Oleh sebab itu perlu
organisme-organisme air dapat hidup dan berkembang biak dengan cepat dan
penyebarannya luas.
BAB V
A. Simpulan
distribusi ikan. Hal ini dapat diketahui dari hasil penelitian, dimana pada daerah
dan Pengawit.
B. Saran
Perlu adanya usaha-usaha untuk menjaga kondisi lingkungan di Rawa
Pening agar tidak semakin rusak. Adapun usaha-usaha yang dapat dilakukan
tidak membuang limbah rumah tangganya ke daerah sekitar Rawa Pening, bagi
pupuk dan pestisida organik agar limbahnya mudah diuraikan lingkungan, bagi
para nelayan, perlu memperhatikan ukuran ikan yang akan ditangkap dan jangan
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2005. Musim Hujan dan Eutrofikasi Perairan Pesisir. Jakarta. http: //
www. kompas. com/ bahari. com. 10 Juni 2005.
Banerjea, S.M. 1971. Water Quality and Soil Condition of Fish Pond in Some
Water of Indian in Relation Fish Education Indian. Journal of Fisher
Voinn.
Budiman, A.1980. Fitoplankton. Dalam Djajasasmita, M dan D.D.
Satraatmadja (Red), Penelitian Peningkatan Pendayagunaan Sumber
Daya Hayati. Laporan Teknik 1980-1981. LBN-LIPI
Goeltenboth. 1979. Preliminary Final Report. The Rawa Pening Project Leader.
Fakultas Biology and Agriculture. Salatiga: UKSW.
Kottelat, M.; A.J. Whitten; S.N. Kartikasari & S. Wirjoatmodjo. 1993. Ikan Air
Tawar Indonesia Bagian Barat dan Sulawesi. Jakarta : CV Java Books.
Lesmana, D.S. 2001. Kualitas Air Untuk Ikan Hias Air Tawar. Jakarta : Penebar
Swadaya.
Welch, P.S. 1952. Limnological Methods. New York: Mc. Graw Hill Book
Company Inc.
Wetzel R.G. and Likens G.E. 1991. Limnological Analysis 2nd ed. Springer
Verlag. New York.
www.lapanrs.com/BINUS/SIKAN/ind/BINUS___65___ind___laplengkap___
Laporan_%20smster-1_ZPPI-2004.pdf-