Professional Documents
Culture Documents
BAB I
PENDAHULUAN
o Latar Belakang
Lahir, kehilangan, dan kematian adalah kejadian yang unuiversal dan kejadian
yang sifatnya unik bagi setiap individual dalam pengalaman hidup seseorang.
Kehilangan dan berduka merupakan istilah yang dalam pandangan umum
berarti sesuatu kurang enak atau nyaman untuk dibicarakan. Hal ini dapat
disebabkan karena kondisi ini lebih banyak melibatkan emosi dari yang
bersangkutan atau disekitarnya.
Dalam perkembangan masyarakat dewasa ini, proses kehilangan dan berduka
sedikit demi sedikit mulai maju. Dimana individu yang mengalami proses ini
ada keinginan untuk mencari bentuan kepada orang lain.
Pandangan-pandangan tersebut dapat menjadi dasar bagi seorang perawat
apabila menghadapi kondisi yang demikian. Pemahaman dan persepsi diri
tentang pandangan diperlukan dalam memberikan asuhan keperawatan yang
komprehensif. Kurang memperhatikan perbedaan persepsi menjurus pada
informasi yang salah, sehingga intervensi perawatan yang tidak tetap (Suseno,
2004).
Perawat berkerja sama dengan klien yang mengalami berbagai tipe
kehilangan. Mekanisme koping mempengaruhi kemampuan seseorang untuk
menghadapi dan menerima kehilangan. Perawat membantu klien untuk
memahami dan menerima kehilangan dalam konteks kultur mereka sehingga
kehidupan mereka dapat berlanjut. Dalam kultur Barat, ketika klien tidak
berupaya melewati duka cita setelah mengalami kehilangan yang sangat besar
artinya, maka akan terjadi masalah emosi, mental dan sosial yang serius.
Kehilangan dan kematian adalah realitas yang sering terjadi dalam lingkungan
asuhan keperawatan. Sebagian besar perawat berinteraksi dengan klien dan
keluarga yang mengalami kehilangan dan dukacita. Penting bagi perawat
memahami kehilangan dan dukacita. Ketika merawat klien dan keluarga,
parawat juga mengalami kehilangan pribadi ketika hubungan klien-kelurga-
perawat berakhir karena perpindahan, pemulangan, penyembuhan atau
kematian. Perasaan pribadi, nilai dan pengalaman pribadi mempengaruhi
seberapa jauh perawat dapat mendukung klien dan keluarganya selama
kehilangan dan kematian (Potter & Perry, 2005).
1.2 Permasalahan
Adapun permasalahan yang kami angkat dari makalah ini adalah bagaimana asuhan
keperawatan pada klien dengan kehilangan dan berduka disfungsional.
Tujuan umum
Tujuan khusus
LANDASAN TEORI
2.1 Kehilangan
Kehilangan adalah suatu keadaan individu yang berpisah dengan sesuatu yang
sebelumnya ada, kemudian menjadi tidak ada, baik terjadi sebagian atau keseluruhan
(Lambert dan Lambert,1985,h.35). Kehilangan merupakan pengalaman yang pernah
dialami oleh setiap individu dalam rentang kehidupannya. Sejak lahir individu sudah
mengalami kehilangan dan cenderung akan mengalaminya kembali walaupun dalam
bentuk yang berbeda.
Kehilangan seseorang yang dicintai dan sangat bermakna atau orang yang berarti
adalah salah satu yang paling membuat stress dan mengganggu dari tipe-tioe
kehilangan, yang mana harus ditanggung oleh seseorang.
Kematian juga membawa dampak kehilangan bagi orang yang dicintai. Karena
keintiman, intensitas dan ketergantungan dari ikatan atau jalinan yang ada, kematian
pasangan suami/istri atau anak biasanya membawa dampak emosional yang luar biasa
dan tidak dapat ditutupi.
Bentuk lain dari kehilangan adalah kehilangan diri atau anggapan tentang mental
seseorang. Anggapan ini meliputi perasaan terhadap keatraktifan, diri sendiri,
kemampuan fisik dan mental, peran dalam kehidupan, dan dampaknya. Kehilangan
dari aspek diri mungkin sementara atau menetap, sebagian atau komplit. Beberapa
aspek lain yang dapat hilang dari seseorang misalnya kehilangan pendengaran,
ingatan, usia muda, fungsi tubuh.
Seseorang dapat mengalami mati baik secara perasaan, pikiran dan respon pada
kegiatan dan orang disekitarnya, sampai pada kematian yang sesungguhnya. Sebagian
orang berespon berbeda tentang kematian.
1. Fase denial
a. Reaksi pertama adalah syok, tidak mempercayai kenyataan
b. Verbalisasi;” itu tidak mungkin”, “ saya tidak percaya itu terjadi ”.
c. Perubahan fisik; letih, lemah, pucat, mual, diare, gangguan pernafasan, detak
jantung cepat, menangis, gelisah.
4. Fase depresi
a. Menunjukan sikap menarik diri, tidak mau bicara atau putus asa.
b. Gejala ; menolak makan, susah tidur, letih, dorongan libido menurun.
5. Fase acceptance
a. Pikiran pada objek yang hilang berkurang.
b. Verbalisasi ;” apa yang dapat saya lakukan agar saya cepat sembuh”, “ yah,
akhirnya saya harus operasi “
2.2 Berduka
Berduka diantisipasi adalah suatu status yang merupakan pengalaman individu dalam
merespon kehilangan yang aktual ataupun yang dirasakan seseorang,
hubungan/kedekatan, objek atau ketidakmampuan fungsional sebelum terjadinya
kehilangan. Tipe ini masih dalam batas normal.
Tidak ada cara yang paling tepat dan cepat untuk menjalani proses berduka. Konsep
dan teori berduka hanyalah alat yang hanya dapat digunakan untuk mengantisipasi
kebutuhan emosional klien dan keluarganya dan juga rencana intervensi untuk
membantu mereka memahami kesedihan mereka dan mengatasinya. Peran perawat
adalah untuk mendapatkan gambaran tentang perilaku berduka, mengenali pengaruh
berduka terhadap perilaku dan memberikan dukungan dalam bentuk empati.
1. Teori Engels
Menurut Engel (1964) proses berduka mempunyai beberapa fase yang dapat
diaplokasikan pada seseorang yang sedang berduka maupun menjelang ajal.
Seseorang menolak kenyataan atau kehilangan dan mungkin menarik diri, duduk
malas, atau pergi tanpa tujuan. Reaksi secara fisik termasuk pingsan, diaporesis,
mual, diare, detak jantung cepat, tidak bisa istirahat, insomnia dan kelelahan.
Fase IV
Menekan seluruh perasaan yang negatif dan bermusuhan terhadap almarhum. Bisa
merasa bersalah dan sangat menyesal tentang kurang perhatiannya di masa lalu
terhadap almarhum.
Fase V
Kehilangan yang tak dapat dihindari harus mulai diketahui/disadari. Sehingga pada
fase ini diharapkan seseorang sudah dapat menerima kondisinya. Kesadaran baru
telah berkembang.
1. Teori Kubler-Ross
Kerangka kerja yang ditawarkan oleh Kubler-Ross (1969) adalah berorientasi pada
perilaku dan menyangkut 5 tahap, yaitu sebagai berikut:
a) Penyangkalan (Denial)
Individu bertindak seperti seolah tidak terjadi apa-apa dan dapat menolak untuk
mempercayai bahwa telah terjadi kehilangan. Pernyataan seperti “Tidak, tidak
mungkin seperti itu,” atau “Tidak akan terjadi pada saya!” umum dilontarkan klien.
b) Kemarahan (Anger)
c) Penawaran (Bargaining)
Individu berupaya untuk membuat perjanjian dengan cara yang halus atau jelas untuk
mencegah kehilangan. Pada tahap ini, klien sering kali mencari pendapat orang lain.
d) Depresi (Depression)
Terjadi ketika kehilangan disadari dan timbul dampak nyata dari makna kehilangan
tersebut. Tahap depresi ini memberi kesempatan untuk berupaya melewati kehilangan
dan mulai memecahkan masalah.
e) Penerimaan (Acceptance)
1. Teori Martocchio
1. Teori Rando
1. Penghindaran
1. Konfrontasi
Pada tahap ini terjadi luapan emosi yang sangat tinggi ketika klien secara berulang-
ulang melawan kehilangan mereka dan kedukaan mereka paling dalam dan dirasakan
paling akut.
1. Akomodasi
Pada tahap ini terjadi secara bertahap penurunan kedukaan akut dan mulai memasuki
kembali secara emosional dan sosial dunia sehari-hari dimana klien belajar untuk
menjalani hidup dengan kehidupan mereka.
PERBANDINGAN EMPAT TEORI PROSES BERDUKA
ENGEL (1964) KUBLER-ROSS MARTOCCHIO RANDO (1991)
(1969) (1985)
Shock dan tidak percaya Menyangkal Shock and Penghindaran
disbelief
Berkembangnya Marah Yearning and
kesadaran protest
Restitusi Tawar-menawar Anguish, Konfrontasi
disorganization
and despair
Idealization Depresi Identification in
bereavement
Reorganization / the out Penerimaan Reorganization and akomodasi
come restitution
BAB III
Pengkajian
Definisi: sesuatu respon terhadap kehilangan yang nyata maupun yang dirasakan
dimana individu tetap terfiksasi dalam satu tahap proses berduka untuk suatu periode
waktu yang terlalu lama, atau gejala berduka yang normal menjadi berlebih-lebihan
untuk suatu tingkat yang mengganggu fungsi kehidupan.
Regresi perkembangan
Gangguan dalam konsentrasi
Kesulitan dalam mengekspresikan kehilangan
Afek yang labil
Kelainan dalam kebiasaan makan, pola tidur, pola mimpi, tingkat aktivitas,
libido.
Sasaran/Tujuan
Rasional
Pengkajian data dasar yang akurat adalah penting untuk perencanaan keperawatan
yang efektif bagi pasien yang berduka.
Rasional
Rasional
Sikap menerima menunjukkan kepada pasien bahwa anda yakin bahwa ia merupakan
seseorang pribadi yang bermakna. Rasa percaya meningkat.
Rasional
Pengungkapan secara verbal perasaan dalam suatu lingkungan yang tidak mengancam
dapat membantu pasien sampai kepada hubungan dengan persoalan-persoalan yang
belum terpecahkan.
Rasional
Latihan fisik memberikan suatu metode yang aman dan efektif untuk mengeluarkan
kemarahan yang terpendam.
Rasional
Rasional
Pasien harus menghentikan persepsi idealisnya dan mampu menerima baik aspek
positif maupun negatif dari konsep kehilangan sebelum proses berduka selesai
seluruhnya.
Rasional
Umpan balik positif meningkatkan harga diri dan mendorong pengulangan perilaku
yang diharapkan.
10. Dorong pasien untuk menjangkau dukungan spiritual selama waktu ini dalam
bentuk apapun yang diinginkan untuknya. Kaji kebutukan-kebutuhan spiritual pasien
dan bantu sesuai kebutuhan dalam memenuhi kebutuhan-kebutuhan itu.
Hasil Pasien yang Diharapkan/Kriteria Pulang
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Berduka diantisipasi adalah suatu status yang merupakan pengalaman individu dalam
merespon kehilangan yang aktual ataupun yang dirasakan seseorang,
hubungan/kedekatan, objek atau ketidakmampuan fungsional sebelum terjadinya
kehilangan. Tipe ini masih dalam batas normal.
Kehilangan dibagi dalam 2 tipe yaitu: Aktual atau nyata dan persepsi. Terdapat 5
katagori kehilangan, yaitu:Kehilangan seseorang seseorang yang dicintai, kehilangan
lingkungan yang sangat dikenal, kehilangan objek eksternal, kehilangan yang ada
pada diri sendiri/aspek diri, dan kehilangan kehidupan/meninggal.
DAFTAR PUSTAKA
stikes.fortdekock.ac.id
Stuart and Sundeen. 1998. Buku Saku Keperawatan Jiwa, ed.3. Jakarta: ECG
ASKEP kehilangan dan berduka
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Rumusan masalah
BAB II
PEMBAHASAN
A.KONSEP TEORI
4. Tipe kehilangan
Kehilangan dibagi menjadi 2 tipe yaitu:
1. Aktual atau nyata
Mudah dikenal atau diidentifikasi oleh orang lain,misalnya amputasi
kematian orang yang sangat berarti/di cintai.
2. Persepsi
Hanya dialami oleh seseorang dan sulit untuk dapat dibuktikan,
misalnya; seseorang yang berhenti bekerja / PHK, menyebabkan
perasaan kemandirian dan kebebasannya menjadi menurun.
5. Jenis-jenis Kehilangan
Terdapat 5 katagori kehilangan, yaitu:
1. Kehilangan seseorang seseorang yang dicintai
Kehilangan seseorang yang dicintai dan sangat bermakna atau orang yang
berarti adalah salah satu yang paling membuat stress dan mengganggu dari tipe-tioe
kehilangan, yang mana harus ditanggung oleh seseorang.
Kematian juga membawa dampak kehilangan bagi orang yang dicintai. Karena
keintiman, intensitas dan ketergantungan dari ikatan atau jalinan yang ada, kematian
pasangan suami/istri atau anak biasanya membawa dampak emosional yang luar
biasa dan tidak dapat ditutupi.
3. Fase depresi
Individu berada dalam suasana berkabung,karena kehilangan merupakan
keadaan yang nyata, individu sering menunjukkan sikap menarik diri,tidak mau
berbicara atau putus asa dan mungkin sering menangis.
2. Pada fase kedua ini individu mulai merasa kehilangan secara tiba-tiba dan
mungkin mengalami keputusasaan secara mendadak terjadi marah, bersalah,
frustasi dan depresi.
3. Fase realistis kehilangan. Individu sudah mulai mengenali hidup, marah dan
depresi, sudah mulai menghilang dan indivudu sudah mulai bergerak ke
berkembangnya keasadaran
Fase berduka menurut Rando
1. Penghindaran
pada fase ini terjadi syok, menyangkal, dan ketidak percayaan
2. Konfrontasi
pada fase ini terjadi luapan emosi yang sangat tinggi ketika klien
secara berulang melawan kehilangan mereka dan kedudukan mereka paling dalam.
3. Akomodasi
Pada fase ini klien secara bertahap terjadi penurunan duka yang akut
dan mulai memasuki kembali secara emosional dan social sehari-hari dimana klien
belajar hidup dengan kehidupan mereka.
4. Teori Martocchio
Martocchio (1985) menggambarkan 5 fase kesedihan yang
mempunyai lingkup yang tumpang tindih dan tidak dapat diharapkan. Durasi
kesedihan bervariasi dan bergantung pada faktor yang mempengaruhi respon
kesedihan itu sendiri. Reaksi yang terus menerus dari kesedihan biasanya reda
dalam 6-12 bulan dan berduka yang mendalam mungkin berlanjut sampai 3-5 tahun.
Reaksi fisik yang terjadi pada fase ini adalah : letih, lemah, pucat, diare,
gangguan pernafasan, detak jantung cepat, menangis, gelisah, dan tidak tahu harus
berbuat apa. Reaksi ini dapat berakhir dalam beberapa menit atau beberapa tahun.
Fase Marah
Fase Tawar-menawar
Fase Depresi
Individu pada fase ini sering menunjukkan sikap menarik diri, kadang sebagai
pasien sangat penurut, tidak mau bicara, menyatakan keputusasaan, perasaan tidak
berharga, ada keinginan bunuh diri, dsb. Gejala fisik yang ditunjukkan antara lain :
menolak makan, susah tidur, letih, dorongan libido manurun.
Fase Penerimaan
Apabila individu dapat memulai fase ini dan menerima dengan perasaan
damai, maka dia akan mengakhiri proses berduka serta mengatasi perasaan
kehilangannya dengan tuntas. Tetapi bila tidak dapat menerima fase ini maka ia
akan mempengaruhi kemampuannya dalam mengatasi perasaan kehilangan
selanjutnya.
1. Pengkajian
Pengkajian meliputi upaya mengamati dan mendengarkan isi duka cita klien:
apa yang dipikirkan, dikatakan, dirasakan, dan diperhatikan melalui perilaku.
a. Faktor predisposisi
1) Faktor Genetic : Individu yang dilahirkan dan dibesarkan di dalam keluarga yang
mempunyai riwayat depresi akan sulit mengembangkan sikap optimis dalam
menghadapi suatu permasalahan termasuk dalam menghadapi perasaan
kehilangan.
2) Kesehatan Jasmani : Individu dengan keadaan fisik sehat, pola hidup yang teratur,
cenderung mempunyai kemampuan mengatasi stress yang lebih tinggi dibandingkan
dengan individu yang mengalami gangguan fisik
5) Struktur Kepribadian
Individu dengan konsep yang negatif, perasaan rendah diri akan menyebabkan rasa
percaya diri yang rendah yang tidak objektif terhadap stress yang dihadapi.
b. Faktor presipitasi
1) Kehilangan kesehatan
6) Kehilangan kewarganegaraan
c. Mekanisme koping
d. Respon Spiritual
e. Respon Fisiologis
4) Tidak bertenaga
f. Respon Emosional
2) Kebencian
3) Merasa bersalah
g. Respon Kognitif
4) Percaya pada kehidupan akhirat dan seolah-olah orang yang meninggal adalah
pembimbing.
h. Perilaku
4) Mencari dan menghindari tempat dan aktivitas yang dilakukan bersama orang yang
telah meninggal.
2. Analisa data
3) Konsentrasi menurun
Data objektif:
1) Menangis
2) Mengingkari kehilangan
3. Diagnosa keperawatan
a) Duka cita
b) Duka cita terganggu
c) Risiko duka cita terganggu
4. Intervensi
a) Kaji persepsi klien dan makna kehilangannya. Izinkan penyangkalan yang adaptif.
b) Dorong atau bantu klien untuk mendapatkan dan menerima dukungan.
c) Dorong klien untuk mengkaji pola koping pada situasi kehilangan masa lalu saat ini.
d) Dorong klien untuk meninjau kekuatan dan kemampuan personal.
e) Dorong klien untuk merawat dirinya sendiri.
f) Tawarkan makanan kepada klien tanpa memaksanya untuk makan.
g) Gunakan komunikasi yang efektif.
2) Dorong penjelasan
4) Gunakan refleksi
6) Berikan informasi
7) Nyatakan keraguan
8) Gunakan teknik menfokuskan
5) Inventori diri secara periodik akan sikap dan masalah yang berhubungan dengan
kehilangan
a) Fase Pengingkaran
Beri kesempatan kepada pasien untuk mengungkapkan perasaannya.
Dorong pasien untuk berbagi rasa, menunjukkan sikap menerima, ikhlas dan
memberikan jawaban yang jujur terhadap pertanyaan pasien tentang sakit,
pengobatan dan kematian.
b) Fase marah
Beri dukungan pada pasien untuk mengungkapkan rasa marahnya secara verbal
tanpa melawan dengan kemarahan.
c) Fase tawar menawar
Bantu pasien untuk mengidentifikasi rasa bersalah dan perasaan takutnya.
d) Fase depresi
Identifikasi tingkat depresi dan resiko merusak diri pasien.
Bantu pasien mengurangi rasa bersalah.
e) Fase penerimaan
Bantu pasien untuk menerima kehilangan yang tidak bisa dihindari.
1) Beri dorongan kepada keluarga untuk menerima kenyataan serta menjaga anak
selama masa berduka.
2) Gali konsep anak tentang kematian, serta membetulkan konsepnya yang salah.
3) Bantu anak melalui proses berkabung dengan memperhatikan perilaku yang
diperhatikan oleh orang lain.
4) Ikutsertakan anak dalam upacara pemakaman atau pergi ke rumah duka.
Tinjauan kasus
Di sebuah desa dikota A ada sepasang suami istri yang baru 1 bulan
menikah, sang suami bernama Arza dan sang istri bernama Ningrum. Mereka satu
sama lain sangat mencintai. Apabila Arza sakit sang istri pun ikut merasakan sakit,
begitu pula sebaliknya. Ketika itu Ningrum baru saja di ketahui positif hamil. Arza
dan Ningrum pun sangat senang dan berusaha semaksimal mungkin melindungi dan
menjaga calon anak mereka itu.pada suatu hari arzamengalami kecelakaan yang
mengakibatkan arza meninggal. Ibu ningrum mengatakan Hal ini membuat ningrum
merasa sangat terpukul dia terus menangis, tidak mau makan dan keluar kamar dia
mengurung diri dan memandang foto arza dia menjadi jarang berbicara dan
terkadang sering teriak memanggil nama arza. Dia sering berkata bahwa tidak
percaya arza telah pergi selain itu dia sering terbangun dan menangis keras
memanggil arza. Saat pengkajian ningrum tampak lemas,wajah tampak kusut. Klien
tampak putus asa dan sedih, klien susah berkosentrasi ketika perawat
bertanya.tampak kantung mata tanda-tanda vital N: 75x/mnt , S: 370C , TD: 120/80
mmHg RR: 24x/mnt
Data Fokus
Klien mengatakan sering terbangun dan RR: 24x/mnt
Data obyektif
wajah tampak kusut,
Klien tampak putus asa dan sedih,
klien susah berkosentrasi ketika perawat
bertanya.
tanda-tanda vital
N: 75x/mnt
S: 370C
TD: 120/80 mmHg
RR: 24x/mnt
Data obyektif
Klien tampak lemas
wajah tampak kusut,.
Klien tampak putus asa dan sedih,
klien susah berkosentrasi ketika perawat
bertanya.
tampak kantung mata
tanda-tanda vital
N: 75x/mnt
S: 370C
TD: 120/80 mmHg
RR: 24x/mnt
Data obyektif
wajah tampak kusut,
Klien tampak putus asa dan sedih,
klien susah berkosentrasi ketika perawat
bertanya.
tanda-tanda vital
N: 75x/mnt
S: 370C
TD: 120/80 mmHg
RR: 24x/mnt
Pohon masalah
isolasi sosial
Intervensi
Tujuan umum:
Pasien berperan aktif melalui proses berduka secara tuntas.
Tujuan khusus:
1. Mampu mengungkapkan perasaan berduka
2. Menjelaskan makna kehilangan
3. Klien dapat mengungkapkan kemarahan nya secara verbal
4. Klien dapat mengatasi kemarahan nya dengan koping yang adaptif
5. Klien dapat mengidentifikasi rasa bersalah dan perasaan takutnya
6. Klien dapat mengidentifikasi tingkat depresi
7. Klien dapat mengurangi rasa bersalah nya
8. Klien dapat menghindari tindakan yang dapat merusak diri
9. Klien dapat menerima kehilangan
10. Klien dapat bersosialisasi lagi dengan keluarga atau orang lain
a. Mengingkari
• Jelaskan proses berduka
• Beri kesempatan kepada pasien untuk mengungkapkan perasaan nya
• Mendengarkan dengan penuh perhatian
• Secara verbal dukung pasien,tapi jangan dukung pengingkaran yang dilakukan
• Jangan bantah pengingkaran pasien,tetapi sampaikan fakta
• Teknik komunikasi diam dan sentuhan
• Perhatikan kebutuhan dasar pasien
b. Marah
Dorong dan beri waktu kepada pasien untuk mengungkapkan kemarahan secara
verbal tanpa melawan dengan kemarahan
Bantu pasien atau keluarga untuk mengerti bahwa marah adalah respon yang
normal karena merasakan kehilangan dan ketidakberdayaan
Fasilitasi ungkapan kemarahan pasien dan keluarga
Hindari menarik diri dan dendam karena pasien /keluarga bukan marah pada
perawat
Tangani kebutuhan pasien pada segala reaksi kemarahan nya.
c. Tawar-menawar
Bantu pasien untuk mengidentifikasi rasa bersalah dan rasa takutnya
Dengarkan dengan penuh perhatian
Ajak pasien bicara untuk mengurangi rasa bersalah dan ketakutan yang tidak
rasional
Berikan dukungan spiritual
d. Depresi
Identifikasi tingkat depresi dan bantu mengurangi rasa bersalah
Berikan kesempatan kepada pasien untuk mengekspresikan kesedihannya
Beri dukungan non verbal dengan cara duduk disamping pasien dan memegang
tangan pasien
Hargai perasaan pasien
Bersama pasien bahas pikiran negatif yang sering timbul
Latih pasien dalam mengidentifikasi hal positif yang masih dimiliki
e. Penerimaan
Sediakan waktu untuk mengunjungi pasien secara teratur
Bantu klien untuk berbagi rasa ,karena biasaanya tiap anggota tidak berada ditahap
yang sama pada saat yang bersamaan.
Bantu pasien dalam mengidentifikasi rencana kegiatan yang akan dilakukan setelah
masa berkabung telah dilalui.
Jika keluarga mengikuti proses pemakaman,hal yang dapat dilakukan adalah ziarah
(menerima kenyataan),melihat foto-foto proses pemakaman
STRATEGI PELAKSANAAN
4.Tindakan keperawatan :
a. Bina hubungan saling percaya
b. Jelaskan proses berduka
c. Beri kesempatan kepada pasien untuk mengungkapkan perasaan nya
d. Mendengarkan dengan penuh perhatian
e. Secara verbal dukung pasien,tapi jangan dukung pengingkaran yang dilakukan
f. Teknik komunikasi diam dan sentuhan
g. Perhatikan kebutuhan dasar pasien
c. Strategi pelaksanaan
1. Fase pra interaksi
Perawat melihat data-data pasien meliputi identitas pasien , alamat , pekerjaan ,
pendidikan , agama , suku bangsa ,riwayat kesehatan (RKS,RKD.RKK).Perawat
telah siap melakukan tugas nya tanpa ada masalah pribadi yang terbawa-bawa.
2. Fase orientasi
”selamat pagi, bu ningrum. bagaimana perasaan ibu sekarang? Perkenalkan buk
Saya perawat A . jadi buk hari ini saya akan membantu ibu untuk melewati masalah
ibu. Bagaimana ibu apa ibu punya waktu sekitar 10-15 menit. Saya akan menemani
ibu sampai kemakam sampai prosesi pemakaman nya selesai ya bu.”
3. Fase kerja
“apakah ibu mau menyampaikan sesuatu? Baiklah ibu saya paham dengan
perasaan ibu saat ini,ibu sedih dan kita semua disini juga sedih, tapi semua itu
sudah kehendak dari yang kuasa, kita sebagai manusia hanya bisa berserah diri dan
menerima semua ini, ibu mau minum? Saya ambilkan... ya. Bagaimana dengan
makan?coba sedikit ya bu,agar ibu tidak lemas,”apakah ibu mau kemakam? Baiklah
akan saya temani ya bu...
4. Fase terminasi
“setelah kembali dari makam ,bagaimana perasaan ibu? Ibu masih tampak tampak
sedih .saya akan pulang dulu ya bu. Usahakan ibu makan,minum,dan istirahat
ya.nanti,dua hari lagi saya akan datang kesini lagi ya bu,dijam yang
sama.kita.baiklah bu,sampai jumpa.”
Masalah utama : kehilangan dan berduka
Pertemuan ke : 2
(respon marah terhadap kematian suami)
a.proses keperawatan
1.Kondisi : klien masih tampak sedih dan menyendiri
2.Diagnosa : Duka cita terganggu
3.TUK :
3. Klien dapat mengungkapkan kemarahan nya secara verbal
4. Klien dapat mengatasi kemarahan nya dengan koping yang adaptif
4.Tindakan keperawatan
Dorong dan beri waktu kepada pasien untuk mengungkapkan kemarahan secara
verbal tanpa melawan dengan kemarahan
Bantu pasien atau keluarga untuk mengerti bahwa marah adalah respon yang
normal karena merasakan kehilangan dan ketidakberdayaan
Fasilitasi ungkapan kemarahan pasien dan keluarga
Hindari menarik diri dan dendam karena pasien /keluarga bukan marah pada
perawat
Tangani kebutuhan pasien pada segala reaksi kemarahan nya.
b.strategi pelaksanaan
1. Fase pra interaksi
Perawat telah siap melakukan tindakan selanjutnya tanpa ada masalah pribadi yang
terbawa-bawa.
2. Fase orientasi
“selamat pagi bu,masih ingat dengan saya? Saya perawat roma.yang kemarin kesini
bu,tampak nya ibu sedang kesal?ibu bisa ceritakan kenapa ibu tampak kesal,saya
akan menemani ibu selama 20 menit ya.kita ngobrol-ngobrol disini aja bu?
Dihalaman depan ? Oww..baiklah kalau begitu.”
3. Fase kerja
“Apa yang membuat ibu kesal?apa yang ibu rasakan saat kesal dan apa yang telah
ibu lakukan untuk mengatasi kekesalan ibu?baiklah bu.saya mengerti,ada beberapa
cara untuk meredakan kekesalan ibu,yaitu tarik nafas dalam,istigfar,berwudhu
,shalat ,dan bercakap- cakap dengan anggota keluarga ibu yang lain.
ibu punya hobi olah raga atau hobi yang lain nya? Oya...kalau begitu ibu bisa
melakukan hobi ibu untuk dapat mengatasi kekesalan ibu.”
4. Fase terminasi
“nah,kalau masih muncul rasa kesal ,coba lakukan cara yang kita bahas tadi ya bu?
mau coba cara yang mana ? mau dijadwalkan ?baiklah,dua hari lagi kita bertemu
lagi ya bu disini?
membahas tentang perasaan ibu lebih lanjut,bagaimana ibu? baiklah kalau begitu
saya mohon pamit dulu ya bu,sampai jumpa.”
Naskah Role play Kehilangan dan Kematian Suami atau Istri
Naskah role play tentang kehilangan dan kematian. Menurut Bawly dan
Parks tahap kesedihan karena kehilangan atau kematian sebagai berikut:
Di sebuah desa dikota A ada sepasang suami istri yang baru 1 bulan
menikah, sang suami bernama Arza dan sang istri bernama Ningrum. Mereka satu
sama lain sangat mencintai. Apabila Arza sakit sang istri pun ikut merasakan sakit,
begitu pula sebaliknya. Ketika itu Ningrum baru saja di ketahui positif hamil. Arza
dan Ningrum pun sangat senang dan berusaha semaksimal mungkin melindungi dan
menjaga calon anak mereka itu. Ningrum pun tidak boleh bekerja apa pun dirumah,
pekerjaan rumah sementara waktu dikerjakan oleh pembantu mereka. Setelah dua
minggu mengambil cuti Arza pun kembali bekerja, dia bekerja di sebuah perusahaan
dan tempat kerja dengan rumah barunya pun lumayan jauh. Suatu hari di teras
rumah..
Arza : sayang abang berangkat kerja dulu ya.. sayang hati-hati dirumah, kalau ada apa-apa
segera telpon abang ya.. istirahat aja jangan capek-capek..
Ningrum : iya abang.. abang juga hati-hati ya.. cepat pulang loh.. (dengan nada manja)
Setelah itu pun Ningrum masuk kembali ke dalam rumah. Sementara itu Arza
yang sedang diperjalanan terus terbayang wajah sang istri.. ketika Arza samapi di
kantor..
Arza : ok..
Setelah jam kerja usai, Arza bergegas siap-siap dan pulang, yang dipikirkan
sedang apa istrinya dirumah.. karena terlalu gembira dan ingin cepat sampai
dirumah, Arza kurang hati-hati dalam mengendarai mobilnya, dan dia mengalami
kecelakaan tabrakan dengan mobil.. dan oleh warga sekitar Arza dilarikan kerumah
sakit terdekat. Sementara itu dirumah..
Ningrum : duh ada apa ini, kok perasaan ku gak enak gini, ada apa yaa..
(dengan nada khawatir).
RS : selamat malam ibu.. benar ini dengan ibu Ningrum, istri bapak Arza?
RS : begini bu Ningrum, suami ibu sekarang lagi dirawat dirumah sakit karena
kecelakaan.
Ningrum : ya.. ya. Saya akan segera kesana (masih sambil menangis dan
gugup)
Kemudian Ningrum menghubungi mamanya..
Ningrum : bang Arza kecelakaan ma, sekarang lagi di rumah sakit Setia Budi..
Mama : masya allahh... Nigrum.. halo.. haloo.. nak... Ningrum kamu tunggu
disitu ya, mama segera kerumah kamu, nanti kita berangkat sama-sama, jangan
kamu pergi sendiri keadaan kamu tidak memungkinkan.. tunggu mama..
Kemudian telpon pun terputus.. sesaat kemudian, mama Ningrum sudah sampai dan
langsung masuk..
Mama : ayo kita berangkat (sambil menuntun Ningrum yang tampak syok
berat)
Ketika tiba dirumah sakit Setia Budi.. Mama Ningrum, dan Ningrum segera
menanyakan kepada petugas disitu diruang mana Arza dirawat.. ketika sampai
didepan kamar Arza, keluar seorang dokter. Kemudian dokter itu memanggil salah
seorang keluarganya untuk ikut keruangan dokter tersebut, dan yang ikut adalah
mama Ningrum. Sementara itu Ningrum menunggu didepan kamar suaminya.
Sementara itu diruangan dokter..
Dokter : pasti bu.. kami pasti akan melakukan yang terbaik untuk menantu ibu..
ibu bantu doa saja ya..
Mama : bang Arza baik-baik aja sayang, (sambil menahan air mata)
Ketika pagi hari mama ningrum terbangun karena ada suara langkah kaki
masuk kekamar Arza, dilihatnya putrinya tertidur di bahunya.. ketika dokter keluar..
Dokter : ibu maaf.. ibu mohon yang sabar ya.. bapak Arza sudah dipanggil
yang diatas.. kami sudah berusaha sebaik mungkin, tapi tetap yang di atas
berkehendak lain..
Seketika Ningrum langsung tak sadarkan diri, dia syok berat mendapati sang
suami yang telah pergi meninggal dunia.. dan ketika Ningrum siuman , dia sudah
mendapati dirinya berada dikamarnya, namun seketika ingat akan suaminya dia
histeris..
Ningrum : maa... bang Arza udah pulang kerja kan ma? Dimana dia ma?
Mama...
Ningrum : gak mungkin maa.. bang Arza tadi pagi pamitan berangkat kerja kok
sama ningrum...
Kemudian sang mama pun memapah Ningrum keruang tamu yang sudah
ramai oleh tetangga dan sanak keluarga yang bertakjiah. Namun seketika itu juga
Ningrum kembali pingsan. Setelah proses pemakaman selesai keluarga Ningrum
dan Arza pun berunding, bagaimana kalau sebaiknya Ningrum ini diboyong kerumah
mamanya saja, bagaimana pun Ningrum tengah hamil muda dan jiwanya sedang
tergoncang. Seluruh keluarga pun menyetujuinnya. Tiba-tiba Ningrum keluar dan
mencari suaminya..
Sejak hari itu, Ningrum tinggal bersama keluarganya.. dan dia pun menjaga dan
merawat kehamilannya dengan baik.. dia sudah bisa menerima kehilangan Arza..
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran
Saran untukmemperbaiki dan meningkatkan mutu asuhan keperawatan.
Stuart and Sundeen. 1998. Buku Saku Keperawatan Jiwa, ed.3. Jakarta: ECG.
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Lahir, kehilangan, dan kematian adalah kejadian yang unuiversal dan kejadian yang
sifatnya unik bagi setiap individual dalam pengalaman hidup seseorang. Kehilangan
dan berduka merupakan istilah yang dalam pandangan umum berarti sesuatu kurang
enak atau nyaman untuk dibicarakan. Hal ini dapat disebabkan karena kondisi ini
lebih banyak melibatkan emosi dari yang bersangkutan atau disekitarnya. Dalam
perkembangan masyarakat dewasa ini, proses kehilangan dan berduka sedikit demi
sedikit mulai maju. Dimana individu yang mengalami proses ini ada keinginan untuk
mencari bentuan kepada orang lain. Pandangan-pandangan tersebut dapat menjadi
dasar bagi seorang perawat apabila menghadapi kondisi yang demikian. Pemahaman
dan persepsi diri tentang pandangan diperlukan dalam memberikan asuhan
keperawatan yang komprehensif. Kurang memperhatikan perbedaan persepsi
menjurus pada informasi yang salah, sehingga intervensi perawatan yang tidak tetap
(Suseno, 2004). Perawat berkerja sama dengan klien yang mengalami berbagai tipe
kehilangan. Mekanisme koping mempengaruhi kemampuan seseorang untuk
menghadapi dan menerima kehilangan. Perawat membantu klien untuk memahami
dan menerima kehilangan dalam konteks kultur mereka sehingga kehidupan mereka
dapat berlanjut. Dalam kultur Barat, ketika klien tidak berupaya melewati duka cita
setelah mengalami kehilangan yang sangat besar artinya, maka akan terjadi masalah
emosi, mental dan sosial yang serius. Kehilangan dan kematian adalah realitas yang
sering terjadi dalam lingkungan asuhan keperawatan. Sebagian besar perawat
berinteraksi dengan klien dan keluarga yang mengalami kehilangan dan dukacita.
Penting bagi perawat memahami kehilangan dan dukacita. Ketika merawat klien dan
keluarga, parawat juga mengalami kehilangan pribadi ketika hubungan klien-kelurga-
perawat berakhir karena perpindahan, pemulangan, penyembuhan atau kematian.
Perasaan pribadi, nilai dan pengalaman pribadi mempengaruhi seberapa jauh perawat
dapat mendukung klien dan keluarganya selama kehilangan dan kematian (Potter &
Perry, 2005).
B.
Permasalahan
Adapun permasalahan yang kami angkat dari makalah ini adalah bagaimana asuhan
keperawatan pada klien dengan kehilangan dan berduka disfungsional.
C.
Tujuan Penulisan
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini, adalah: 1.
Tujuan umum
Tujuan khusus
Mengetahui jenis-jenis kehilangan.
Jenis-jenis Kehilangan
Terdapat 5 katagori kehilangan, yaitu:
Kehilangan yang ada pada diri sendiri (loss of self) Bentuk lain dari kehilangan
adalah kehilangan diri atau anggapan tentang mental seseorang. Anggapan ini
meliputi perasaan terhadap keatraktifan, diri sendiri, kemampuan fisik dan mental,
peran dalam kehidupan, dan dampaknya. Kehilangan dari aspek diri mungkin
sementara atau menetap, sebagian atau komplit. Beberapa aspek lain yang dapat
hilang dari seseorang misalnya kehilangan pendengaran, ingatan, usia muda, fungsi
tubuh.
permanen. Misalnya pindah kekota lain, maka akan memiliki tetangga yang baru dan
proses penyesuaian baru.
2.
Konfrontasi Pada tahap ini terjadi luapan emosi yang sangat tinggi ketika klien secara
berulang-ulang melawan kehilangan mereka dan kedukaan mereka paling dalam dan
dirasakan paling akut. 3.
Akomodasi Pada tahap ini terjadi secara bertahap penurunan kedukaan akut dan
mulai memasuki kembali secara emosional dan sosial dunia sehari-hari dimana klien
belajar untuk menjalani hidup dengan kehidupan mereka.
PERBANDINGAN EMPAT TEORI PROSES BERDUKA
ENGEL (1964)
KUBLER-ROSS (1969)
MARTOCCHIO (1985)
RANDO (1991)
Shock dan tidak percaya Menyangkal Shock and disbelief Penghindaran
Berkembangnya kesadaran Marah Yearning and protest Restitusi Tawar-menawar
Anguish, disorganization and despair Konfrontasi Idealization Depresi Identification
in bereavement Reorganization / the out come Penerimaan Reorganization and
restitution akomodasi
Rentang Respon Kehilanagn Fase Pengingkaran
Reaksi pertama individu yang mengalami kehilangan adalah syok, tidak percaya atau
mengingkari kenyataan bahwa kehidupan itu memang benar terjadi, dengan
mengatakan ― Tidak
,
saya tidak percaya itu terjadi ― atau ― itu tidak mungkin terjadi ―. Bagi individu
atau keluarga
yang didiagnosa dengan penyakit terminal, akan terus mencari informasi tambahan.
Reaksi fisik yang terjadi pada fase ini adalah : letih, lemah, pucat, diare, gangguan
pernafasan, detak jantung cepat, menangis, gelisah, dan tidak tahu harus berbuat apa.
Reaksi ini dapat berakhir dalam beberapa menit atau beberapa tahun.
Fase Marah
Fase ini dimulai dengan timbulnya suatu kesadaran akan kenyataan terjadinya
kehilangan Individu menunjukkan rasa marah yang meningkat yang sering
diproyeksikan kepada orang lain atau pada dirinya sendiri. Tidak jarang ia
menunjukkan perilaku agresif, berbicara kasar, menolak pengobatan, menuduh
dokter-perawat yang tidak pecus. Respon fisik yang sering terjadi antara lain muka
merah, nadi cepat, gelisah, susah tidur, tangan mengepal.
Fase Tawar-menawar
Individu telah mampu mengungkapkan rasa marahnya secara intensif, maka ia akan
maju ke fase tawar-menawar dengan memohon kemurahan pada Tuhan. Respon ini
sering dinyatakan dengan kata-
kata ― kalau saja kejadian ini bisa ditunda, maka saya akan sering berdoa ―.
Apabila proses ini oleh keluarga maka pernyataan yang sering keluar adalah ― kalau
saja yang sakit, bukan anak saya‖.
Fase Depresi
Individu pada fase ini sering menunjukkan sikap menarik diri, kadang sebagai pasien
sangat penurut, tidak mau bicara, menyatakan keputusasaan, perasaan tidak berharga,
ada keinginan bunuh diri, dsb. Gejala fisik yang ditunjukkan antara lain : menolak
makan, susah tidur, letih, dorongan libido manurun.
Fase Penerimaan
Fase ini berkaitan dengan reorganisasi perasaan kehilangan. Pikiran yang selalu
berpusat kepada obyek atau orang yang hilang akan mulai berkurang atau hilang.
Individu telah menerima kehilangan yang dialaminya. Gambaran tentang obyek atau
orang yang hilang mulai dilepaskan dan secara bertahap perhatiannya akan beralih
kepada obyek yang baru. Fase ini biasanya
dinyatakan dengan ― saya betul
-betul kehilangan baju saya tapi baju yang ini tampak
manis ― atau ―apa yang dapat saya lakukan agar cepat sembuh‖.
1. Klien merasa harga dirinya naik. 2. Klien mengunakan koping yang adaptif. 3.
Klien menyadari dapat mengontrol perasaannya.
Intervensi
1. Merespon kesadaran diri dengan cara : ~ Membina hubungan saling percaya dan
keterbukaan. ~ Bekerja dengan klien pada tingkat kekuatan ego yang dimilikinya. ~
Memaksimalkan partisipasi klien dalam hubungan terapeutik. R/ Kesadaran diri
sangat diperlukan dalam membina hubungan terapeutik perawat
–
klien. 2. Menyelidiki diri dengan cara : ~ Membantu klien menerima perasaan dan
pikirannya. ~ Membantu klien menjelaskan konsep dirinya dan hubungannya dengan
orang lain melalui keterbukaan. ~ Berespon secara empati dan menekankan bahwa
kekuatan untuk berubah ada pada klien. R/ klien yang dapat memahami perasaannya
memudahkan dalam penerimaan terhadap dirinya sendiri. 3. Mengevaluasi diri
dengan cara : ~ Membantu klien menerima perasaan dan pikiran. ~ Mengeksplorasi
respon koping adaptif dan mal adaptif terhadap masalahnya. R/ Respon koping
adaptif sangat dibutuhkan dalam penyelesaian masalah secara konstruktif. 4.
Membuat perencanaan yang realistik. ~ Membantu klien mengidentifikasi alternatif
pemecahan masalah. ~ Membantu klien menkonseptualisasikan tujuan yang realistik.
R/ Klien membutuhkan bantuan perawat untuk mengatasi permasalahannya dengan
cara menentukan perencanaan yang realistik. 5. Bertanggung jawab dalam bertindak.
~ Membantu klien untuk melakukan tindakan yang penting untuk merubah respon
maladaptif dan mempertahankan respon koping yang adaptif. R/ Penggunaan koping
yang adaptif membantu dalam proses penyelesaian masalah klien. 6. Mengobservasi
tingkat depresi. ~ Mengamati perilaku klien. ~ Bersama klien membahas
perasaannya. R/ Dengan mengobservasi tingkat depresi maka rencana perawatan
selanjutnya disusun dengan tepat. 7. Membantu klien mengurangi rasa bersalah. ~
Menghargai perasaan klien. ~ Mengidentifikasi dukungan yang positif dengan
mengaitkan terhadap kenyataan. ~ Memberikan kesempatan untuk menangis dan
mengungkapkan perasaannya. ~ Bersama klien membahas pikiran yang selalu timbul.
R/ Individu dalam keadaan berduka sering mempertahankan perasaan bersalahnya
terhadap orang yang hilang.
Defisit perawatan diri berhubungan dengan intolenransi aktivitas.
Tujuan Umum
: Klien mampu melakukan perawatan diri secara optimal.
Tujuan khusus
: 1. Klien dapat mandi sendiri tanpa paksaan. 2. Klien dapat berpakaian sendiri
dengan rapi dan bersih. 3. Klien dapat menyikat giginya sendiri dengan bersih. 4.
Klien dapat merawat kukunya sendiri.
Intervensi
: 1. Libatkan klien untuk makan bersama diruang makan. R/ Sosialisasi bagi klien
sangat diperlukan dalam proses menyembuhkannya. 2. Menganjurkan klien untuk
mandi.
R/ Pengertian yang baik dapat membantu klien dapat mengerti dan diharapkan dapat
melakukan sendiri. 3. Menganjurkan pasien untuk mencuci baju. R/ Diharapkan klien
mandiri. 4. Membantu dan menganjurkan klien untuk menghias diri. R/ Diharapkan
klien mandiri. 5. Membantu klien untuk merawat rambut dan gigi. R/ Diharapkan
klien mandiri R/ Terapi kelompok membantu klien agar dapat bersosialisasi dengan
klien yang lain
Hasil Pasien yang Diharapkan/Kriteria Pulang
1.
Pasien mampu untuk menyatakan secara verbal tahap-tahap proses berduka yang
normal dan perilaku yang berhubungan debgab tiap-tiap tahap. 2.
PENUTUP
A.
Kesimpulan Kehilangan merupakan suatu kondisi dimana seseorang mengalami suatu
kekurangan atau tidak ada dari sesuatu yang dulunya pernah ada atau pernah dimiliki.
Kehilangan merupakan suatu keadaan individu berpisah dengan sesuatu yang
sebelumnya ada menjadi tidak ada, baik sebagian atau seluruhnya. Berduka
merupakan respon normal pada semua kejadian kehilangan. NANDA merumuskan
ada dua tipe dari berduka yaitu berduka diantisipasi dan berduka disfungsional.
Berduka diantisipasi adalah suatu status yang merupakan pengalaman individu dalam
merespon kehilangan yang aktual ataupun yang dirasakan seseorang,
hubungan/kedekatan, objek atau ketidakmampuan fungsional sebelum terjadinya
kehilangan. Tipe ini masih dalam batas normal. Berduka disfungsional adalah suatu
status yang merupakan pengalaman individu yang responnya dibesar-besarkan saat
individu kehilangan secara aktual maupun potensial, hubungan, objek dan
ketidakmampuan fungsional. Tipe ini kadang-kadang menjurus ke tipikal, abnormal,
atau kesalahan/kekacauan. Peran perawat adalah untuk mendapatkan gambaran
tentang perilaku berduka, mengenali pengaruh berduka terhadap perilaku dan
memberikan dukungan dalam bentuk empati. Kehilangan dibagi dalam 2 tipe yaitu:
Aktual atau nyata dan persepsi.
Terdapat 5 katagori kehilangan, yaitu:Kehilangan seseorang seseorang yang dicintai,
kehilangan lingkungan yang sangat dikenal, kehilangan objek eksternal, kehilangan
yang ada pada diri sendiri/aspek diri, dan kehilangan kehidupan/meninggal. Elizabeth
Kubler-rose,1969.h.51, membagi respon berduka dalam lima fase, yaitu : pengikaran,
marah, tawar-menawar, depresi dan penerimaan.
DAFTAR PUSTAKA
1.
3.