Selulitis dan abses peritonsillar merupakan infeksi di kepala dan leher yang paling umum pada anak-anak. Infeksi ini kemungkinan merupakan konsekuensi yang disebabkan karena pengobatan yang tidak adekuat.
Apakah tonsil palatina itu?
Tonsil palatina merupakan akumulasi terbesar dari jaringan limfoid di regio kepala dan leher. Setiap tonsil memiliki bentuk yang padat dengan lapisan kapsul yang tipis pada permukaan. Pada bagian luar terdiri dari lapisan epitel skuamosa berlapis dan berinvaginasi sangat ke dalam jaringan limfoid untuk membentuk beberapa kriptus. Gambar 1 menunjukkan tonsil normal. Fossa tonsil dibentuk oleh tiga otot : otot palatoglossus, otot palatopharyngeal dan otot konstriktor superior. Otot palatoglossus membentuk dinding anterior dan otot palatopharyngeal membentuk dinding posterior. Dasar tonsil dibentuk oleh otot konstriktor superior dari faring. Pasokan darah tonsil berasal dari arteri yang memasuki bagian bawah berasal dari arteri lingualis dorsal cabang tonsilla, arteri palatine assendens dan arteri fasialis cabang tonsillar. Arteri pharyngeal assendens dan arteri palatina minor juga berkontribusi pada pasokan darah di tonsil bagian atas. Darah vena mengalir melalui pleksus peritonsillar sekitar kapsul. Pleksus yang kemudian mengalir ke dalam vena lingual dan pharyngeal, yang pada gilirannya mengalir ke dalam vena jugularis internal. Persarafan daerah tonsil berasal dari saraf glossopharingeus cabang tonsil dan saraf palatina minor turun cabang desenden. Penyebab dari otalgia pada tonsilitis karena adanya saraf glossopharyngeus cabang tymphani. Drainase limfatik kursus melalui atas servikalis dalam kelenjar getah bening.
Apakah fungsi dari tonsil ?
Tonsil didominasi oleh Limfosit B sekitar 50% sampai 65% dari semua limfosit yang ada. Sel limfosit T terdiri dari kira-kira 40% dari tonsil limfosit dan 3% adalah sel plasma matang. Tonsil terlibat dalam merangsang kekebalan tubuh dan mengatur produksi immunoglobulin. Tonsil dapat menguntungkan untuk menengahi perlindungan kekebalan saluran pencernaan atas karena terkena antigen melalui udara. Terdapat 10 sampai 30 kriptus di setiap tonsil yang idealnya cocok untuk menangkap benda asing dan dibawa ke folikel limfoid. Salah satu fungsi tonsil yang paling penting adalah proliferasi sel B di pusat germinal pada tonsil untuk menangkap antigen. Secara imunologi tonsil manusia paling aktif antara usia empat dan 10 tahun. Involusi tonsil dimulai setelah pubertas, mengakibatkan penurunan populasi sel B dan terjadi peningkatan rasio yang relatif dari sel T dengan sel B. Meskipun secara keseluruhan produksi immunoglobulin berkurang, masih ada aktivitas sel B jika dilihat pada tonsil yang sehat. Konsekuensi kekebalan tonsilektomi tidak jelas. Namun, tonsilektomi tidak menyebabkan kekurangan kekebalan yang berat.
Mikrobiologi apa saja yang dapat menyebabkan tonsilitis ?
Banyak organisme yang dapat menyebabkan radang pada tonsil. Diantaranya bakteri, virus, jamur dan parasit. Beberapa patogen dan tanda klinis dirangkum dalam tabel 1. Beberapa organisme menular adalah bagian dari flora normal oropharyngeal sedangkan yang lain secara patogen. Karena oropharynx dikolonisasi oleh banyak organisme, sebagian besar infeksi adalah polymicrobial. Organisme ini bekerja sinergis dan dapat ditunjukkan dalam campuran infeksi aerobik dan anaerobik. Streptococcus grup A merupakan bakteri penyebab yang paling umum pada faringitis akut. Patogen penting dari sudut pandang kesehatan masyarakat bahwa itu merupakan penyebab utama dua infeksi sekunder :demam rematik akut dan glomerulonefritis pasca infeksi streptokokus. Untuk alasan ini,pihak berwenang menyarankan diagnosis dari grup A hemolytic streptokokus faringitis diverifikasi oleh mikrobiologi tes ( swabbing ) pada pasien yang muncul, berdasarkan klinis dan bukti-bukti epidemiologis, untuk diagnosa penyakit ini.Terapi antibiotik yang penuh disarankan pada pasien ini.
Apa saja komplikasi dari tonsillitis ?
Komplikasi dari tonsilitis dapat dibagi menjadi komplikasi supuratif dan non-supuratif. Komplikasi non-supuratif meliputi demam scarlet, demam rematik akut dan post- streptococcus glomerulonephritis. Komplikasi supuratif meliputi abses peritonsillar, parapharyngeal dan retropharyngeal. Demam scarlet merupakan infeksi sekunder dari tonsilitis akut karena streptococcus atau faringitis dengan produksi endotoxin dari bakteri tersebut. Tanda klinis nya meliputi ruam eritematous, limfadenopati ringan, demam, takikardi dan eksudate kekuningan pada tonsil. Demam rematik akut merupakan sindrom yang mengikuti faringitis streptococcus grup A selama satu sampai empat minggu. Glomerulonefritis paska infeksi streptococcus dapat terjadi setelah infeksi pada faring dan kulit. Pada pasien dengan sindrom nefritik akut terjadi satu sampai 2 minggu setelah terinfeksi streptococcus. Pemberiaan antibiotik tidak selalu menghilangkan riwayat glomerulonefritis. Tonsilektomi mungkin diperlukan untuk menghilangkan sumber infeksi. Abses peritonsillar paling umum terjadi pada pasien dengan tonsilitis berulang atau pada mereka dengan tonsilitis kronis yang tidak diobati. Itu merupakan penyebaran infeksi dari kutub superior dari tonsil dengan pembentukan nanah antara dasar tonsil dan kapsul tonsil. Gambar 2 dan 3 masing - masing menunjukkan peritonsillar selulitis dan abses. Infeksi ini biasanya terjadi secara unilateral dan rasa sakit yang cukup parah. Drooling disebabkan oleh odynophagia dan disfagia. Trismus seringkali muncul sebagai akibat dari iritasi otot – otot pterygoideus yang terisi oleh nanah dan peradangan. Ada pembengkakan unilateral di langit- langit dan pilar anterior dengan perpindahan dari tonsil ke bawah dan medial dengan simpangan dari uvula ke sisi yang berlawanan. Kultur dari peritonsillar abses biasanya menunjukkan infeksi polimikroba, aerobik dan anaerobik. Abses di ruang parapharyngeal dapat berkembang jika infeksi atau nanah mengalir baik dari tonsil atau dari peritonsillar abses melalui otot konstriktor superior. Abses terletak antara otot konstriktor superior dan fasia servikal yang dalam dan menyebabkan perpindahan dari tonsil pada lateral pharyngeal dinding menuju garis tengah. Keterlibatan otot pterygoideus dan otot paraspinal dengan proses inflamasi menghasilkan trismus dan kaku leher. Perkembangan infeksi abses dapat menyebar ke bawah karotis ke mediastinum. Seperti penyebab terbanyak infeksi jaringan lunak pada leher, infeksi ruang faringeal lateral adalah polimikroba dan mencerminkan flora orofaringeal. Sebuah abses retropharyngeal juga mungkin akibat dari peritonsillar abses. Sumber abses adalah rantai kelenjar getah bening di kedua sisi garis tengah di ruang retropharyngeal. Kelenjar getah bening ini menerima drainase dari hidung, sinus paranasal, faring dan tabung Eustachius. Anak-anak biasanya datang dengan iritabilitas, demam, disfagia, suara redup, pernapasan berisik, leher kaku, dan limfadenopati servikal.
Bagaimana cara mengelola infeksi peritonsillar ?
Selulitis harus dibedakan dari abses dalam manajemen infeksi peritonsillar. Beberapa abses mungkin tanda yang jelas sedangkan yang lain kurang jelas. Petunjuk dalam sejarah yang meningkatkan kecurigaan abses termasuk sejarah dari tonsilitis berulang, pengobatan antibiotik yang tidak memadai dan lama durasi penyakit. Dalam sebuah pemeriksaan aspirasi jarum, pada anak yang kooperatif dapat digunakan untuk mendapatkan aspirasi tes dan mengidentifikasi situs lokasi dari abses. Tomografi komputer diperlukan untuk mengkonfirmasi diagnosis abses parapharyngeal (gambar 4 dan 5). Peritonsillar selulitis diobati dengan antibiotik oral atau intravena tergantung pada beratnya infeksi. Klindamisin terutama berguna melawan polimikroba-campuran di tonsilitis dan leher yang dalam patogen infeksi ruang abses pada daerah oral. Klindamisin efektif terhadap semua streptococci, pneumococci, dan staphylococcus yang resisten penisilin (tapi tidak resisten methicillin). Klindamisin lebih unggul untuk pemberantasan streptokokus di tonsillo-faringitis, mungkin karena polimikroba (memproduksi beta laktamase) membuat penisilin tidak efektif. Penggunaan aspirasi jarum dan insisi dan drainase adalah andalan pengobatan abses peritonsillar pada pasien yang kooperatif. Tonsilektomi selanjutnya dilakukan empat sampai dua belas minggu kemudian pada pasien dengan riwayat tonsilitis berulang. Pada anak yang tidak kooperatif dengan riwayat peritonsillar abses atau tonsilitis berulang cukup berat diindikasikan untuk operasi (Tabel 2). Tonsilektomi Quinsy sangat disukai pada anak-anak karena mereka mungkin mengalami lebih episode tonsilitis. Jarum aspirasi atau insisi dan drainase dengan seorang anak di bawah anestesi lokal seringkali sulit atau tidak mungkin. Sebuah algoritma manajemen infeksi peritonsillar diilustrasikan pada Gambar 6. Manajemen awal abses parapharyngeal dan retropharyngeal harus termasuk terapi antibiotik yang agresif, penggantian cairan, dan observasi ketat. Hal ini segera diikuti dengan intervensi bedah yang diperlukan untuk membawa resolusi infeksi ini. Pendekatan transoral dan eksternal dapat digunakan untuk menyembuhkan penyakit ini. Pewarnaan Gram, kultur, dan kepekaan antimikroba harus diperoleh pada bahan purulen.