Professional Documents
Culture Documents
Disusun Oleh :
KAMPUS SERANG
2016
UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
LAPORAN PENELITIAN
• Identitas Pengusul :
• Nama : Dr. Encep Supriatna, M.Pd
• NIP/Pangkat/Gol/Jabatan : 197601052005011001 / III d / Penata Tk. I / Lektor
• Jurusan/Program Studi : Pendidikan Guru Sekolah Dasar
• Fakultas : UPI Kampus Serang
• Identitas Proposal :
• Judul : Best Practice Pendidikan Karakter Dengan
Pendekatan Values Clarification Technique (Vct)
Di Sd/Mi Berbasis Agama Di Kota Serang
• Nama Anggota Peneliti 1 : M. Ilham Gilang, M.Pd
• Bidang Ilmu : Ilmu Sosial
• Spesialisasi : Pendidikan Sejarah
• Jangka Waktu Penelitian : 4 Bulan
• Biaya yang diusulkan : Rp. 1.500.000,-
(Satu Juta Lima Ratus Ribu Rupiah)
• Deskripsi isi laporan : Penelitian ini dilatarbelakangi oleh keresahan pada
proses pendidikan yang hanya bertumpu pada
Penelitian
aspek kognitif, mengabaikan aspek afektif,
sehingga membuat pembelajaran kurang bermakna.
Akibatnya tidak menghasilkan anak didik yang
memiliki karakter yang baik. Hal ini disebabkan
oleh rendahnya pemahaman tentang Pendidikan
Karakter. Upaya untuk mengimplementasikan
pendidikan karakter sudah sangat meluas, akan
tetapi belum di dapatkan contoh-contoh sekolah
yang melaksanakan dengan efektif. Kajian ini
menampilkan best practice Pendidikan Karakter di
SD/MI di Kota Serang.
Mengetahui,
Direktur UPI Kampus Serang Ketua Peneliti
Menyetujui/Mengesahkan
Ketua LPPM UPI
BAB I
PENDAHULUAN
Pendidikan karakter penting diterapkan dalam sekolah, sebab memiliki peran dan
fungsi yang penting sebagai pusat pembudayaan dan pengembangan. Sekolah dapat menjadi
ruang lingkup sasaran pembangunan karakter bangsa melalui; (a) pendekatan terintegrasi
dalam semua mata pelajaran, (b) pengembangan budaya satuan pendidikan, (c) pelaksanaan
kegiatan ko-kurikuler, dan ekstrakulikuler, serta (d) pembiasaan / habituasi perilaku dalam
kehidupan satuan pendidikan (Pemerintah Republik Indonesia, 2010: 5). Pendidikan karakter
akan efektif ketika berada pada instrisusi pendidikan yang memiliki sebuah ”budaya
sekolah” (school culture). Deal dan Peterson (dalam Wagiran, 2011: 4) mengatakan bahwa
”budaya sekolah” (school culture) adalah sekumpulan nilai yang melandasi perilaku, tradisi,
kebiasaan keseharian, dan simbol-simbol yang dipraktikkan oleh kepala sekolah, guru,
petugas administrasi, siswa, dan masyarakat sekitar sekolah. Dalam tinjauan sosiologi-
pendidikan, budaya sekolah tercipta dari proses interaksi siswa, guru, kepala sekolah,
karyawan sekolah dan orang tua/masyarakat yang bekerjasama dalam menciptakan suasana
sekolah sedemikian rupa. Lebih jauh lagi, pendidikan karakter di tingkat sekolah merupakan
langkah preventif, sebagai daya tangkal yang ampuh dari desarnya nilai-nilai negatif pada
globalisasi dan modernisasi. Sehingga memperkecil rusaknya nilai karakter bangsa. Dapat
dipastikan pembangunan karakter bangsa tanpa Pendidikan Karakter yang dilakukan pada
tingkat sekolah, tidak akan berjalan efektif.
Kota Serang merupakan Ibukota Provinsi Banten, sekaligus kota termuda dalam usia
pembentukannya. Akan tetapi kemajuan dalam tingkat pendidikan cukup tinggi. Menurut
data BPS dan BAPPEDA Provinsi Banten, di Kota Serang terdapat 18 SD/MI Swasta. Setiap
sekolah SD/MI swasta ini memiliki “budaya sekolah” yang menjadi nilai dasar dalam
mengembangkan kekhasan sekolahnya. Kekhasan tersebut berbasis pada keagamaan yang
berkesusaian dengan motto Kota Serang sebagai Kota Madani. Pada kajian ini akan diambil
tujuh sampel SD/MI yang menjadi tempat observasi. Dari tujuh SD/MI tersebut
mencerminkan pemetaan dari sekolah swasta yang berbasis Agama Islam dan Agama
Kristiani.
• Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dalam penelitian ini ialah “bagaimana best practice
pendidikan karakter dengan pendekatan VCT di SD/MI berbasis Agama di Kota Serang ?.
Untuk mempertajam penelitian, disusun pertanyaan penelitian secara rinci, yakni:
• Tujuan Penelitian
• Adanya artikel ilmiah yang dapatdimuat di jurnal nasional atau internasional yang
belum terakreditasi atau terakreditasi
• Alur Penelitian
Gambar 1.1
Alur Penelitian
Sumber: Diadaptasi Oleh Peneliti Tahun 2016
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
• Karakter
Sebelum masuk dalam konsep pendidikan karakter ada baiknya diketahui dahulu
kajian tentang karakter. Kata karakter berasal dari bahasa Yunani charassein dan “kharax”
yang maknanya ialah mengukir (Fauziah, 2012: 233). Banyak yang mengatakan
membentuk karakter itu seperti mengukir di atas batu permata, dimana mengukirnya sangat
sulit karena batu permata memiliki permukaan yang sangat keras. Sehingga untuk
membentuk karakter seseorang itu memerlukan proses yang tidak sebentar, tetapi cukup
lama agar sesuai dengan karakter yang diharapkan. Karakter merupakan ciri khas baik
yang berupa pola pemikiran, sikap dan bahkan tindakan yang dimiliki oleh seorang
individu. Karakter ini menjadi sebuah pembeda antara satu individu dengan individu
lainnya. Sebuah karakter terwujud dari karakter masyarakat, dan karakter masyarakat
terbentuk dari karakter masing-masing anggota masyarakatnya tersebut. Pengembangan
karakter, atau pembinaan kepribadian pada anggota masyarakat, secara teoretis maupun
secara empiris, dilakukan sejak usia dini hingga dewasa. Sejalan dengan hal tersebut,
Megawangi (2010: 2) menyebutkan bahwa pembentukan karakter erat kaitannya dengan
menyiapkan internal/batin individu yang senantiasa berpikir baik, berhati baik, dan
bertindak baik.
Lickona (2013: 84) menjelaskan ciri-ciri karakter yang baik, yakni: (1) memahami
pengetahuan moral, (2) menghayati perasaan moral, (3) melakukan tindakan moral. Oleh
karena itu nilai yang ada dalam karakter merupakan nilai operatif atau nilai dalam
tindakan.
Gambar 2.1
Komponen Karakter Baik
Sumber :
“Mendidik untuk Membentuk Karakter ”
(Lickona, 2013: 84)
• Konfigurasi karakter
Dalam kerangka acuan pendidikan karakter yang diterbitkan oleh Direktorat
Ketenagaan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Kementrian Pendidikan Nasional
tahun 2010 terdapat empat konfigurasi karakter, yakni: Olah Hati (Spiritual and
emotional development), Olah Pikir (intellectual development), Olah Raga dan
Kinestetik (Physical and kinestetic development), dan Olah Rasa dan Karsa (Affective
and Creativity development).
Gambar 2.2
Koherensi Konfigurasi Karakter
Sumber:
Direktorat Ketenagaan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi
Kemdiknas RI, 2010: 9
Keempat bagian tersebut jika sudah terpadu akan menghasilkan karakter sebagai
individu (warga negara). Untuk itu akan dijelaskan bagaimana empat bagian tersebut
berfungsi, sebagai berikut:
• Olah pikir berkenaan dengan proses nalar guna dengan karakter yang akan
muncul diantaranya cerdas serta kreatif.
• Olah rasa dan karsa berkenaan dengan kemauan yang tercermin dalam
kepedulian dengan karakter yang akan muncul diantaranya peduli dan gotong
royong (Pemerintah Republik Indonesia, 2010: 21-22).
Empat bagian di atas merupakan dimiensi psiko-sosial yang terkait secara
holistik dan koheren. Saling keterkaitan dan saling melengkapi, yang bermuara pada
pembentukan karakter yang menjadi perwujudan dari nilai-nilai luhur. Masing-masing
proses psiko-sosial (olah hati, olah pikir, olah raga, dan olahrasa/karsa) secara
konseptual dapat diperlakukan sebagai suatu klaster atau gugus nilai luhur yang di
dalamnya terkandung sejumlah nilai. Karena itu setiap karakter, seperti juga sikap, selalu
berdimensi jamak. Pengelompokan nilai tersebut sangat berguna untuk kepentingan
perencanaan. Dalam proses intervensi (pembelajaran, pemodelan, dan penguatan) dan
proses habituasi (pensuasanaan, pembiasaan, dan penguatan) yang pada akhirnya
menjadi karakter. Keempat kluster nilai luhur tersebut akan terintegrasi melalui proses
internalisasi dan personalisasi pada diri masing-masing individu.
• Pendidikan Karakter
Gambar 2.3
Sumber :
Direktorat Ketenagaan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi
Kementrian Pendidikan Nasional, 2010: 28
Dari Gambar 2.3 tersebut dapat dilihat adanya sebuah perpaduan pada integrasi
dalam kegiatan belajar mengajar pada setiap mata pelajaran, pembiasaan kehidupan
keseharian di satuan pendidikan, integrasi dalam kegiatan ekstrakulikuler (misalnya:
Pramuka, Paskibra, Olahraga, Karya Tulis), serta pembiasaan dalam kehidupan keseharian
di rumah. Selaras dengan Depdiknas, Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk
mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif
mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan,
pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang
diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.
Sejalan dengan pemaparan Lickona (2013: 67) tempat yang strategis untuk
mengajarkan dan menyebarluaskan pendidikan karakter adalah di sekolah. Pengembangan
tersebut harus dilakukan dengan perencanaan yang baik, pendekatan yang sesuai, dan
metode belajar dan pembelajaran yang efektif. Sesuai dengan sifat nilai pendidikan
karakter merupakan usaha bersama sekolah dan oleh karenanya harus dilakukan secara
bersama oleh semua guru, semua mata pelajaran, dan menjadi bagian yang tak terpisahkan
dari budaya sekolah. Ia menjelaskan beberapa alasan yang sangat mendesak dan
urgensinya pendidikan karakter bangsa sangat diperlukan di sekolah, yakni Pertama,
apabila ingin menjadi manusia seutuhnya, maka kita membutuhkan karakter yang baik.
Karakter yang baik membutuhkan pikiran, hati dan kemauan yang kuat sebagai contoh
jujur, empati, perhatian, ketekunan, disiplin diri sendiri dan dorongan moral. Kedua,
sekolah merupakan tempat yang baik untuk mengajarkan, menyebarluaskan nilai-nilai
karakter bangsa. Ketiga, pendidikan karakter sangat penting untuk membangun sebuah
masyarakat yang bermoral.
Secara prinsip pendidikan karakter tidak menjadi sebuah mata pelajaran tetapi
melalui integrasi dan habituasi. Berikut prinsip pengembangan pendidikan karakter, yang
masih mengacu “Kerangka Acuan Pendidikan Karakter” Direktorat Ketenagaan
Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Kementrian Pendidikan Nasional:
• Nilai tidak diajarkan melainkan dikembangkan melalui proses belajar, artinya tidak
disampaikan berupa konsep, teori, prosedur, atau pun fakta. Media atau bahan
dijadikan mengembangkan nilai-nilai karakter, materi pokok tidak diubah melainkan
materi pokok tersebut digunakan untuk mengembangkan nilai-nilai. Aktivitas belajar
digunakan untuk mengembangkan kemampuan dalam kognitif, afektif, konatif
psikomotor. Sehingga nilai-nilai tersebut tidak ditanyakan dalam ulangan.
• Proses pendidikan dilakukan secara aktif dan menyenangkan, artinya hal utama
pendidikan karakter dilakukan peserta didik bukan oleh pendidik.pendidikan harus
meneraplan filosofi Ki Hajar Dewantara “Tut Wuri Handayani”. Suasana belajar
dalam keadaan senang dan tidak indoktrinasi. (Direktorat Ketenagaan Direktorat
Jenderal Pendidikan Tinggi Kementrian Pendidikan Nasional, 2010: 11-13).
• Mengembangkan potensi kalbu/nurani atau afektif peserta didik sebagai manusia dan
warganegara yang memiliki nilai-nilai karakter.
• Mengembangkan kebiasaan dan perilaku (habituasi) peserta didik yang terpuji dan
sejalan dengan nilai-nilai universal dan tradisi budaya bangsa yang religius.
• Agama
• Pancasila
• Budaya
Adalah suatu kebenaran bahwa tidak ada manusia yang hidup bermasyarakat yang
tidak didasari oleh nilai-nilai budaya yang diakui masyarakat tersebut. Nilai-nilai budaya
tersebut dijadikan dasar dalam memberi makna terhadap suatu konsep dan arti dalam
komunikasi antar anggota masyarakat tersebut. Posisi budaya yang demikian penting
dalam kehidupan masyarakat mengharuskan budaya menjadi sumber nilai-nilai dari
pendidikan karakter
• Tujuan Pendidikan Nasional
• Religius; Sikap dan perilaku yang taqwa kepada Tuhan yang Maha Esa
• Jujur; Sikap dan Perilaku yang dapat dipercaya dalam perkataan, tindakan, dan
pekerjaan.
• Disiplin; Tindakan yang menunjukkan perilaku tertib dan patuh pada berbagai ketentuan
dan peraturan.
• Kreatif; Berpikir dan melakukan sesuatu untuk menghasilkan cara atau hasil baru dari
sesuatu yang telah dimiliki.
• Mandiri; Sikap dan perilaku yang tidak mudah tergantung pada orang lain.
• Demokratis; Cara berfikir, bersikap, dan bertindak yang menilai sama hak dan
kewajiban dirinya dan orang lain.
• Rasa Ingin Tahu; Sikap dan tindakan yang selalu berupaya untuk mengetahui lebih
mendalam.
• Semangat Kebangsaan; Sikap dan perilaku yang menempatkan kepentingan bangsa dan
negari atas kepentingan diri dan kelompoknya.
• Cinta Tanah Air; Sikap dan perilaku yang menunjukan kesetian terhadap negaranya
• Menghargai Prestasi; Sikap dan tindakan yang mendorong dirinya untuk menghasilkan
sesuatu yang berguna bagi masyarakat, dan mengakui, serta menghormati keberhasilan
orang lain.
• Bersahabat/Komunikatif; Sikap dan perilaku yang suka bekerja sama dengan orang lain.
• Cinta Damai; Sikap, perkataan, dan tindakan membuat orang lain merasa senang dan
aman atas kehadiran dirinya.
• Peduli Lingkungan; Sikap dan tindakan yang selalu berupaya mencegah kerusakan pada
lingkungan alam di sekitarnya, dan mengembangkan upaya-upaya untuk memperbaiki
kerusakan alam yang sudah terjadi.
• Peduli Sosial; Sikap dan tindakan yang selalu ingin memberi bantuan pada orang lain
dan masyarakat yang membutuhkan.
• Pengertian
Hall (dalam Wijayanti 2013) mengartikan values clarification technique: “By value
clarification we mean methodology or process by which we help a person to discover values
through behavior, feelings, ideas and trough important choices he has made and is
continually in fact, acting upon in and trough his life”.
Barth (1990: 371) menjelaskan bahwa pendekatan klarifikasi nilai yaitu: Values
clarification approach, a teaching strategy which is used to focus on the process of valuing
rather than the content of values. It attempts to help students answer questions about how
values are formed and to develop their own values system.
Menurut Nasution (2006: 163) Teknik Klarifikasi Nilai atau Values Clarification
Technique (VCT) merupakan model pembelajaran dalam rangka menanamkan karakter
siswa dimana siswa tidak menghafal dengan nilai-nilai yang dipilihkan tetapi siswa dibantu
menemukan, menganalisis, mempertanggungjawabkan dan mengembangkan nilai hidupnya
sendiri mana yang baik dan benar.
Wina Sanjaya (2008: 283) menjelaskan bahwa teknik klarifikasi nilai (values
clarification technique) dapat diartikan sebagai teknik pembelajaran untuk membentuk
siswa dalam mencari dan menentukan suatu nilai yang dianggap baik dalam menghadapi
suatu persoalan melalui proses menganalisis nilai yang sudah ada dan tertanan dalam diri
siswa.
Dari beberapa pengertian di atas dapat kita pahami bahwa bahwa values
clarification technique merupakan metode klarifikasi nilai dimana siswa tidak disuruh
menghafal dengan nilai yang sudah dipilihkan tetapi dibantu untuk menemukan, memilih,
menganalisis, mengembangkan, mempertanggungjawabkan, mengambil sikap dan
mengamalkan nilai-nilai kehidupannya sendiri.
• Tujuan VCT
Sementara itu, Wina Sanjaya (2008: 284), menjelaskan tentang tujuan model klarifikasi
nilai yang merupakan salah satu teknik pembelajaran yang dapat memenuhi tujuan pencapaian
pendidikan nilai dan merupakan cara bagaimana menanamkan dan menggali atau
mengungkapkan nilai-nilai tertentu dari diri siswa. Pada prosesnya, teknik klarifikasi nilai
berfungsi untuk:
• membina kesadaran siswa tentang nilai-nilai yang dimilikinya baik yang positif maupun
yang negatif untuk kemudian dibina kearah peningkatan atau pembetulannya;
• menanamkan suatu nilai kepada siswa melalui cara yang rasional dan diterima siswa
sebagai milik pribadinya.
Simon (1972: 15) menggolongkan beberapa model klarifikasi nilai sebagai berikut:
• Moralizing is the direct, although sometimes subtle, inculcation of the adults values upon
the young.
• The values-clarification approach tries to help young people answer some of these
questions and build their own value system.
Dalam pendekatan klarifikasi nilai terdapat tujuh langkah yang menjadi prinsip
klarifikasi nilai, yaitu:
• Nilai harus dipilih secara bebas
Adapun alur langkah-langkah pembelajaran dengan metode VCT dalam 7 langkah itu dibagi
ke dalam 3 tahap, dijelaskan di bawah ini:
Gambar 2.4
Langkah Pembelajaran dengan Pendekatan VCT
Sumber :
Wijayanti, 2013: 75
• berempati atau memahami perasaan orang lain dan melihat sudut pandang orang lain;
• memecahkan masalah;
• menyatakan sikap setuju atau tidak setuju, menolak atau menerima pendapat orang lain;
Di samping kelebihan, teknik ini terdapat sisi kelemahannya, yakni ketika dalam proses
pembelajaran nilai seperti proses pembelajaran yang dilakukan secara langsung oleh guru,
artinya guru menanamkan nilai-nilai yang dianggap baik tanpa memperhatikan nilai yang
tertanam dalam diri anak, akibatnya sering terjadi benturan konflik dalam diri siswa. Maka dari
itu, teknik klarifikasi nilai menjadi alternatif strategi sebagai proses penanaman nilai yang
dilakukan melalui proses analisis nilai yang sudah ada sebelumnya pada diri siswa kemudian
diselaraskan dengan nilai baru yang akan ditanamkan.
BAB III
METODE PENELITIAN
• Subyek Penelitian
Subyek penelitian dalam penelitian ini, yakni Kepala Sekolah, Guru, Pembina
Ekstrakulikuler, peserta didik di Sekolah Dasar di Kota Serang yang telah ditetapkan oleh
Penliti. Dasar pertimbangannya ialah diterapkan pendidikan karakter dalam Sekolah Dasar
banyak dilakukan oleh para Kepala Sekolah, Guru, juga beberapa oleh staff adminsitartif. Para
Kepala Sekolah bertanggung jawab penuh atas berjalannya visi dan misi sekolah. Sementara itu,
Pembina Ekstrakulikuler karena aktor dalam menjalankan pendidikan karakter di luar kelas ialah
pembina ekstrakulikuler ini. Hal tersebut di atas menjadi acuan bagi peneliti untuk menentukan
subjek penelitian di atas pada penelitian mengenai Pendidikan Karakter .
• Instrumen
Salah satu ciri utama penelitian kualitatif adalah human instrument atau peneliti sebagai
alat/instrumen utama (Moleong, 2014, hlm. 168). Dalam hal ini, maka yang menjadi instrumen
atau alat penelitian adalah peneliti sendiri. Peneliti sebagai human instrument, berfungsi
menetapkan fokus penelitian, memilih informan sebagai sumber data, melakukan pengumpulan
data, menilai kualitas data, menafsirkan data, dan membuat kesimpulan atas temuannya (Lincoln
& Guba, 1985: 39, 194). Sejumlah alasan mengapa manusia sebagai alat pengumpul data
(Lincoln dan Guba, 1985: 193), yaitu:
Adapun menurut Nasution (2003, hlm. 55-56), peneliti sebagai alat penelitian karena
mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:
• Peneliti sebagai alat, peka, dan dapat bereaksi terhadap segala stimulus dari lingkungan
yang harus diperkirakannya bermakna atau tidak bagi penelitian.
• Peneliti sebagai alat, dapat menyesuaikan diri terhadap semua aspek keadaan dan dapat
mengumpulkan angka ragam data sekaligus.
• Suatu situasi yang melibatkan interaksi manusia, dipahami dengan merasakan dan
menyelaminya berdasarkan penghayatan.
• Dengan manusia sebagai instrumen, respon yang lain dari pada yang lain dipakai untuk
mempertinggi tingkat kepercayaan dan tingkat pemahaman mengenai aspek yang
diselidiki.
Teknik pengumpulan data merupakan langkah yang penting dalam penelitian, karena
tujuan utama dari penelitian adalah mendapatkan data. Tanpa mengetahui teknik pengumpulan
data, maka peneliti tidak akan mendapatkan jawaban penelitian yang menenuhi standar data yang
di tetapkan.
Pada penelitian ini, peneliti berada pada posisi pengamat dan pengumpul data. Data
dikumpulkan melalui tiga sumber, yaitu: dokumen, , wawancara, dan observasi (Yin, 2014: 101).
Pengamatan dan pengumpulan data bersifat alami (natural). Adapun masing-masing
pengumpulan data dapat dijabarkan sebagai berikut:
• Observasi
Observasi merupakan teknik yang baik untuk penelitian kualitatif. Patton (dalam
Nasution, 1988: 59-60) mengemukakan beberapa manfaat dari teknik observasi dalam
mengumpulkan data :
• Dengan berada di lapangan peneliti lebih mampu memahami konteks data dalam
keseluruhan situasi.
• Peneliti dapat melihat hal-hal yang kurang atau yang tidak diamati oleh orang lain,
khususnya orang yang berada dalam lingkungan itu, karena telah dianggap biasa,
dank arena itu tidak akan terungkap dalam wawancara.
• Peneliti dapat menemukan hal-hal yang sedianya tidak akan terungkap oleh
responden dalam wawancara keran bersifat sensitive atau ingin ditutupi karena
dapat merugikan lembaga.
• Dalam lapangan penelitian tidak hanya dapat mengadakan pengamatan akan tetapi
juga memperoleh kesan-kesan pribadi.
• Wawancara
• Dokumentasi
Lincon dan Guba, (1984: 276-277) mengatakan bahwa dokumentasi dan catatan
digunakan sebagai pengumpulan data didasarkan pada beberapa hal yakni:
• Dokumen dan catatan ini selalu dapat digunakan terutama karena mudah diperoleh
dan relative lebih murah.
Sementara itu, menurut Yin (2014: 104), dokumen penting untuk mendukung dan
menambah bukti dari sumber-sumber lain. Data dokumen berupa; surat, memorandum,
pengumuman resmi, agenda, kesimpulan pertemuan, laporan peristiwa tertulis, dokumen
admnistratif (proposal, laporan kemajuan), penelitian pada situs yang sama, kliping di
media massa. Secara rinci manfaat dokumen adalah sebagai berikut :
• Dokumen membantu penverifikasian ejaan dan judul atau nama yang benar dari
organisasi-organisasi yang telah disinggung, misalkan dalam wawancara
• Dokumen dapat menambah rincian spesifik lainnya guna mendukung informasi dari
sumber-sumber lain
• Triangulasi
Triangulasi terbagi menjadi dua jenis, yakni triangulasi teknik dan triangulasi sumber
(Sugiyono, 2013: 331). Triangulasi teknik merupakan teknik pengumpulan data yang penulis
gunakan untuk menguji kredibilitas data. Misalnya peneliti ingin mengetahui informasi tentang
kendala yang dihadapi dalam melaksanakan pendidikan karakter dalam pembelajaran sẹarah,
maka solusinya adalah peneliti melakukan observasi dengan melihat pembelajarannya secara
langsung di dalam kelas, mewawancarai guru dan peserta didik yang terlibat dalam pembelajaran
sẹarah di dalam kelas, dan menganalisis dokumentasi yang penulis dapatkan.
Gambar 3.1
Triangulasi Teknik
Selanjutnya triangulasi sumber, yaitu untuk mendapatkan data dari sumber yang berbeda-beda
dengan teknik yang sama. Hal ini dapat digambarkan sebagai berikut:
Gambar 3.2
Triangulasi Sumber
Dari gambar di atas, bisa dijelaskan bahwa peneliti mencari sumber informasi dengan
menggunakan teknik wawancara terhadap beberapa sumber, untuk mengetahui tentang
penerapan pendidikan karakter di sekolah dasar. Peneliti melakukan wawancara dengan
menanyakan terhadap beberapa peserta didik secara langsung. Peneliti menggunakan observasi
partisipasif, wawancara mendalam, dan dokumentasi untuk sumber data.
Data penelitian yang telah diperoleh akan dianalisis secara deskriptif kualitatif. Analisis
dilakukan oleh peneliti dengan mempertimbangkan informasi, sikap, dan pendapat dari peserta
pelatihan melalui proses pemahaman makna intersubjektif (Burhan Bungin, 2007:237-238). Data
yang dikumpulkan dalam penelitian ini akan dianalisis secara kualitatif. Proses analisis dilakukan
dengan tahap: seleksi, menyederhanakan, mengklasifikasi, memfokuskan, mengorganisasi
(mengkaitkan gejala) secara sistematis dan logis, serta membuat abstraksi atas kesimpulan
makna hasil analisis. Adapun model analisis kualitatif dari Miles dan Hubberman (Sugiyono,
2004:17) sebagaimana lazim digunakan setelah pengumpulan data adalah:
• Reduksi Data
Peneliti mencoba memilahkan data yang relevan, penting, bermakna, dan data yang tidak
berguna, untuk menjelaskan apa yang menjadi sasaran analisis. Langkah yang dilakukan
adalah menyederhanakan dengan jalan membuat fokus, klasifikasi, dan abstraksi data
kasar menjadi data yang bermakna untuk dianalisis.
Menyajikan data secara deskriptif tentang apa yang ditemukan dalam analisis. Sajian
deskriptif dapat diwujudkan dalam narasi, visual gambar, dan lain-lain yang lebih
memudahkan bagi pembaca. Alur sajiannya sistematik dan logis.
• Penyimpulan/Penarikan Kesimpulan
Penarikan kesimpulan atas apa yang disajikan. Kesimpulan merupakan intisari dari
analisis yang memberikan pernyataan tentang makna hasil penelitian best practice
pendidikan karakter di SD/MI berbasis agama di Kota Serang guna mewujudkan contoh
praktik terbaik pendidikan karakter di sekolah dasar.
Gambar 3.3
Teknik Analisis Data “Model Interaktif”
Sumber:
Miles dan Huberman dalam Sugiyono, 2013:338
•
• Menurut Miles & Huberman (1992, hlm. 20) mengumukakan bahwa aktifitas
dalam analisis data kualitatif dilakukan secara interaktif dan berlangsung terus menerus
sampai tuntas, sehingga datanya sudah jenuh.
BAB IV
Dalam bab ini akan dideskripsikan hasil penelitian di lapangan dan pembahasan hasil
penelitian. Adapun hasil penelitian yang dapatkan di lapangan seperti data-data lengkap yang
diperoleh, baik melalui observasi (partispatoris dan dokumen), wawancara, serta catatan
lapangan. Hasil-hasil penelitian disajikan secara keseluruhan tentang deskripsi profil sekolah,
deskripsi hasil penelitian, dan pembahasan hasil penelitian.
• Hasil Penelitian
WIB.
SDIT Widya Cendekia memiliki bangunan yang tidak terlalu luas, tetapi pihak
sekolah menyiasatinya dengan membangun gedung bertingkat sehingga tidak
memerlukan lahan yang terlalu banyak. Sekolah ini memiliki tiga lantai, dan juga ada
beberapa gedung (gedung A dan gedung B). Pemanfaatan lahan secara efisien diterapkan
dengan baik, sehingga terlihat rapi dan bersih. Ketika masuk ke dalamnya, kita akan
merasa sekolah tersebut penuh ketertiban, pengelolaan kelasnya juga baik. Dan hal yang
baru bagi kami yaitu, adanya rak makanan yang difungsikan untuk makanan para siswa
yang dikirimkan oleh keluarganya dirumah, sehingga mereka tidak perlu jajan di kantin,
karena keluarganya akan mengirimkan makanan ke sekolah dan dimasukkan ke dalam
rak makanan tersebut.
Gambar 4.1
Lapangan SD Widya Cendikia
Gambar 4.2
Kondisi Siswa Yang Saling Berinteraksi, Tidak Terlalu Pasif
Sumber : Dokumentasi Peneliti
Sekolah menekankan siswa agar menjadi pribadi yang Islami juga menjadi individu
yang mampu bersaing dengan masyarakat kelak. Dimulai dengan pembiasaan hal-hal
terkecil, seperti menjaga kebersihan diri, kelas, serta lingkungan sekolah; membiasakan
siswa untuk selalu melakukan kegiatan shalat duha; pengajian dan membaca Asmaul
Husna; dan berdoa sebelum belajar.
Gambar 4.3
Rak Sepatu Di Setiap Kelas
Gambar 4.4
Tata Tertib Yang Berlaku
• SDS Peradaban
• Identitas Sekolah
Berdasarkan yang kami amati guru menyajikan pembelajaran dengan kreatif dan
menyenangkan sehingga anak-anak sangat aktif dan antusias dalam belajar. Di dalam
setiap proses pembelajarannya guru menyelipkan nilai-nilai karakter. Dari Pembelajaran
yang berlangsung banyak nilai nilai karakter yang dapat kita amati khususnya nilai
karakter budi pekerti dan etika yang menjadi pandangan pokok kami.
Nilai-nilai budi pekerti dan etika yang kami dapatkan dari proses pembelajaran,
diantaranya; Guru menanamkan sifat sifat religius dan hormat diantaranya dengan
membiasakan anak mengucap salam ketika memasuki kelas, mencium tangan guru,
duduk dengan rapi, berdoa sebelum kegiatan belajar dimulai, sholat dhuha dengan
tertib, dan menghafal hadis-hadis singkat. Hal tersebut dapat kami nilai bahwa tertanam
karena adanya rutinitas sehingga kebiasaan baik tersebut telah tertanam pada masing
masing anak.
Dalam kegiatan pembelajaran sesekali anak diberi kesempatan untuk minum, dan
sebagian besar anak telah sesuai dengan adab minum yaitu dengan duduk namun pada
saat itu kami dapati ada anak yang minum dengan berdiri padahal sebelumnya guru
telah menasehati untuk minum sambil duduk. Ketika pembelajaran berlangsung guru
mengarahkan dan membimbing anak dengan santun, bahasa tegas namun tidak ada
unsur ucapan yang menyakiti anak sehingga anak anak pun juga terlihat santun ketika
menanggapi gurunya.
Berdasarkan pengamatan yang kami peroleh di kelas 3B terdapat satu guru kelas
dan dua guru pendamping khusus. Didalam proses pembelajaran kami mengamati
bahwa guru terlihat bisa terjun dalam dunia anak sehingga anak anak senang dalam
merespon pembelajaran tersebut. Pembelajaran yang dilaksanakan dengan membentuk
kelompok kelompok.
Adapun nilai budi pekerti dan etika yang kami amati diantaranya; Sebelum
memulai pembelajaran guru mengingatkan anak untuk selalu berdoa dengan santun
kepada Allah. Di dalam mengawali pembelajarannya guru memulainya dengan cerita
cerita yang mengandung nilai budi pekerti yang pada saat itu guru sedang berbicara
tentang rendah hati. Guru memberikan contoh tentang macam macam sifat rendah hati
yang tergolong sifat berbudi pekerti yang baik. Disitulah kami menilai bahwa dalam
mengajarkan nilai nilai karakter di SDS Peradaban itu diselipkan didalam pembelajaran
baik diawal, tengah, maupun di akhir pembelajaran. Dalam menjelaskan guru
mencontohkan dengan perilaku sehari hari anak, dan disampaikannya dengan bercerita
dengan bahasa yang santun sehingga anak anak tampak menerima nasehat tersebut
dengan baik.
Sebelum memulai pelajaran guru bertanya dengan baik tentang siswa yang
terlambat, guru tidak menegurnya namun guru memberikan nasihat yang baik kepada
semua siswa tidak hanya pada siswa yang terlambat. Guru menyelipkan nasehat berupa
akibat dari datang terlambat yaitu cemas, takut, dan khawatir serta tidak konsentrasi
ketika belajar. Dengan begitu anak diharapkan untuk bisa mengambil pelajaran dari
suatu kejadian. Sehingga anak akan menyadarinya sendiri.
Berdasarkan pengamatan ketika jam istirahat anak anak di SDS Peradaban ada
yang beretika baik adapula yang sebaliknya. Dari beberapa anak yang kami temukan
ketika makan jajan sambil berdiri, sambil berjalan, dan sambil mengobrol, ada yang
membuang sampah sembarangan, makan dengan menggunakan tangan kiri. Ada juga
sikap anak kepada yang lebih tua tidak sopan, namun guru ketika menjumpai hal
tersebut selalu diingatkan.
Selain itu etika dan budi pekerti yang baik bagi keseluruhan siswa telah tampak
jelas, bertutur kata sopan, mengajak teman istirahat bersama, tidak membedakan anak
anak yang berkebutuhan khusus, mengajak anak yang berkebutuhan khusus untuk tetap
bergaul dengan teman teman yang lain, sehinga rasa toleransi dan sikap percaya diri
anak yang berkebutuhan khusus semakin bertambah karena tidak adanya perbedaan
dalam memperlakukan teman. Namun, disisi lain ada guru yang acuh tidak
mengingatkan siswanya, dari yang kami amati mereka adalah guru pembimbing khusus,
memang tugas pokok mereka hanya pada anak berkebutuhan khusus, tetapi alangkah
lebih baiknya jika aktivitas diluar pembelajaran guru juga mengamati semua anak dan
mengingatkan terhadap hal hal yang dirasa kurang baik.
Dalam wawancara dengan Bapak Kepala Sekolah ini kami lebih menanyakan hal
hal yang berkaitan dengan penanaman nilai karakter secara umum di SDS Peradaban.
Dengan tujuan agar profil karakter di SDS Peradaban pada umumnya dapat kita ketahui
secara menyeluruh bukan hanya terbatas pada etika dan budi pekerti saja. Dari
wawancara yang telah kami lakukan, kami memperoleh data bahwa, nilai nilai karakter
yang diterapkan di SDS Peradaban diantaranya kejujuran, disiplin, tanggung jawab,
saling menghargai, kepemimpinan, sopan santun, budi pekerti, dan lain lain. Diantara
beberapa karakter tersebut di SDS Peradaban lebih menekankan pada karakter
kepemimpinan karena sebagai upaya untuk mewujudkan visi menjadikan sekolah Masa
Depan yang Melahirkan Generasi yang berkarakter.
Dalam wawancara dengan guru ini kami menekankan tentang budi pekerti dan
etika. Karena menurut kami guru kelas lebih memahami secara khusus karakter dari
masing masing anak pada umumnya. Dari beberapa pertanyaan wawancara diatas kami
memperoleh data bahwa, hal hal yang dilakukan siswa mulai dari datang hingga pulang
sekolah adalah ketika mereka datang mereka menerapkan 5S Senyum, Salam, Sapa
,Sopan dan Santun.
Setelah itu ada ibadah pagi shalat dhuha, dan saling menanya kabar di awal
pembelajaran, dan menanyakan bagaimana mereka menghormati kepada orang tuanya,
ibadah dirumah bagaimana, kemudian berdoa sebelum belajar dimulai selain itu guru
juga memberikan perhatian dengan menanyakan tentang sarapan, uang jajan, dan
mengingatkan untuk selalu mengucap “bismillah” ketika memulai sesuatu dan
mengucap hamdalah ketika mengakhirinya.
Dalam evaluasi guru dapat melatih siswa untuk beretika yang sopan ketika
berbicara dengan guru pada saat mengungkapkan pendapat maupun bertanya tentang
hal hal yang tidak difahami.
Data yang kami peroleh berdasarkan hasil wawancara dengan siswa adalah
bahwa pada dasarnya siswa di SD Peradaban selalu diajari hal-hal yang baik oleh guru.
Mereka berbuat baik karena ingin masuk surga, selain itu tokoh yang menjadi teladan
untuk berbuat baik adalah orang tua dan guru, dari data tersebut dapat kami uraikan
bahwa orang tua dan guru adalah tokoh yang harus menjadi model yang mencontohkan
kebaikan bagi anak anaknya.
• SD Muhammadiyah
• Identitas Sekolah
Misi :
Kegiatan observasi kami mulai dengan perkenalan dan mengenalkan tema yang
diangkat dalam kegiatan observasi tersebut. Kemudian kami lanjutkan dengan pembagian
kepada siswa dan siswa mulai mengisi kelas tersebut. Strategi pada observasi pertama juga
kita terapkan pada kegiatan observasi kedua ini, dimana kita membagi tim menjadi tiga. Tim
pertama bertugas untuk membagikan dan wawancara kepada kepala sekolah atau wakilnya
dan pada kesempatan kali ini kami hanya bisa mewawancarai wakil kepala sekolah yaitu
Bapak Dani Mudrikah Zakaria, dikarenakan kepala sekolahnya sedang sakit dan dirawat di
rumah sakit.
Kepada beliau kami menanyakan mengenai program apa saja yang ada disekolah
tersebut, ekskul apa saja yang ada, adakah salah satu budaya bangsa yang diajarkan baik
dalam bentuk ekstrakurikuler ataupun bidang studi, dan sebagainya. Kemudian untuk tim
kedua mewawancarai wali kelas yang bernama Ibu Yani Mardiani, S.Pd. Beliau merupakan
wali kelas dari kelas 3. Kami mewawancarai beliau mengenai kedisiplinan siswa, upaya apa
yang dilakukan untuk menagani siswa, apakah mengajarkan tentang lagu-lagu wajib,
kepahlawanan, nilai karakter yang apa yang diselipkan dalam proses pembelajaran dan
sebagainya.
• Hasil Wawancara
Wawancara kami kepada wakil kepala sekolah SD Muhammadiyah Kota Serang sebagai
berikut:
“program pertama pramuka, dua tapak suci, dan kedua ekskul tersebut merupakan program
wajib sekolah, kalau kelas 1 kelas 2 belum mengikuti tapak suci, dimulainya dari kelas 3.”
“berhubung disini berbasis Muhammadiyah jadi yang ditekankan dari sekolah ini adalah nilai
agamanya, mereka tidak hanya pintar di akademik tetapi agamanya juga. Mereka dibiasakan
shalat duha dan membaca juz Amma sebelum KBM. Membaca juz Amma dibiasakan agar
mereka terbiasa dan hafal.”
• Disekolah ini ketika hari-hari besar apakah selalu melaksanakan upacara untuk
memperingatinya?
“oh tentu iya..tapi kita tidak upacara melainkan apel dan petugasnya kelas 5 dan 6, dan untuk
hari senin juga ada upacara rutin, dan yang menjadi petugasnya bergantian antara kelas 4, 5,
dan 6,kemudian untuk memperingati hari-hari besar itu tidak diwajibkan seperti upacara rutin
hari senin”.
“banyak, yang wajib itu pramuka dan silat/tapak suci. Ada marawis, drum band, BTQ,
degung.”
• Di Indonesia itu sangat beragam sekali kebudayaan bangsa yang dimiliki, kalau disini ada
tidak salah satu budaya yang diajarkan baik dalam bidang studi ataupun dalam
ekstrakurikuler?
“ada tarian Palembang ‘ding ding ba dingding’ yang dilaksanakan setiap kenaikan kelas dan
perpisahan, penarinya itu dari kelas 6. Sebelumnya pelatih tarinya adalah guru dari sini,
berhubung gurunya keluar jadi ada pelatih dari luar dan untuk adat perpisahannya sendiri
menggunakan adat Jawa Barat, dan hanya di SD Muhammadiyah saja ketika perpisahan
menggunakan adat Jawa Barat”.
• Setiap ekstrakurikuler pasti memiliki pembina, tanggung jawab apa yang ditekankan
kepada mereka terhadap tanggung jawab yang diberikan?
”dikondisikan sesuai dengan bidangnya, dimana para pembina dituntut untuk membuat laporan
hasil kegiatan apakah sudah sesuai dengan program yang direncanakan atau belum, misal
dalam pramuka ingin menerapka sikap disiplin, maka saya mau melihat bagaimana
perkembangan siswa, apakah sudah disiplin atau belum”.
• Apakah disini ada kegiatan bakti sekolah, seperti gotong royong membersihkan
lingkungan sekolah?
”disini kegiatannya selain pramuka pada setiap hari jumat kadang suka diadakan perlombaan
larut, tapi kebetulan pas minggu kemarin tidak ikut LT karena tidak mengirimkan”
• Tujuan dari kegiatan yang dilakukan tersebut untuk menanamkan nilai apa?
“tujuannya adalah selain untuk menambah pengalaman, juga karena pasti banyak teman yng
lain, maka akan nambah teman, nambah saudara juga”.
”Pramuka, BTQ, dan Tapak Suci (silat) , kalau marawis dan degung itu tidak wajib. Pramuka
hari jumat, BTQ dan Tapak Suci hari sabtu, untuk Pramuka, BTQ, dan Tapak Suci dari kelas
rendahnya adalah kelas 3, dan dari kelas tingginya kelas 4, 5, 6.”
• Menurut bapak, ekstrakurikuler Pramuka ini secara khusus menanamkan nilai karakter
seperti apa?
”alhamdulillah semangat sekali anak-anaknya, biasanya pramuka itu dari jam dua sampai
setengah empat itu dikalas, dari jam setengah empat samapai setengah lima itu
dilapangan.kalau untuk latihan rutin kelas 3, 4, 5, 6 dicampur.”
Pada SD Muhammadiyah kota Serang, sudah menerapkan tata tertib dengan baik.
Namun, masih ada beberapa siswa yang kurang disiplin waktu. Contoh upaya guru dalam
menangani siswa yang kurang disiplin yaitu dengan adanya kerjasama antara wali murid
dengan wali kelas yang tujuannya agar kedua pihak dapat memantau kegiatan anak. Kita,
sebagai guru harus memahami penyebab anak yang kurang disiplin dan sebagai seorang guru
dalam meberikan hukuman seharusnya tidak melampui batas dan tidak membebankan pada
siswa tersebut.
Dalam membiasakan sikap patriotisme pada anak sekolah dasar, biasanya guru
menerapkan jadwal piket, agar anak terbiasa dalam menjaga kebersihan hingga didalam diri
anak tertanam rasa cinta pada lingkungannya. Namun, terkadang ada beberapa siswa yang
tidak antusias akan hal ini, biasanya guru melakukan tindakan lebih lanjut yaitu dengan cara
anak membayar denda agar anak jera sehingga ikut berpartisipasi dalam kegiatan tersebut.
Upaya guru untuk menanamkan sikap patriotisme pada anak tidak hanya itu, dalam
menerapkan lagu-lagu nasional pun dilaksanakan sesuai dengan mata pelajaran seperti PKn
dan IPS.
Dalam menerapkan nilai karakter yang biasanya diselipkan pada akhir KBM yang
berkaitan dengan penanaman sikap patriotisme biasanya guru melakukan metode yang dapat
mengkodusifkan anak agar proses penilaian hasil anak belajar dapat terkontrol dengan baik.
Kemudian untuk hasil akhir yang kami temukan yang berkaitan dengan
membiasakan sikap patriotisme adalah:
• Mempelajari budaya yang dimiliki Indonesia seperti silat (tapak suci), berlatih tarian-
tarian daerah Palembang dan adat Jawa Barat setiap tahunnya.
• Mentaati aturan dengan cara datang lebih awal atau tepat waktu.
• Melakukan upacara rutin setiap hari senin dan upacara hari-hari besar.
• SDIT Al-Izzah
• Identitas Sekolah
Nama Sekolah : SDIT Al-Izzah
Alamat Sekolah : Jl. Tb. Husni Qodir Kel. Unyur Serang Banten
Telp. 0254-228841
Web: http://Blog.sdit-alizzah.sch.id
Email: Sdit_alizzahsrg@yahoo.co.id
Ketua Yayasan : Dr. H. Moh. Ali., M.Si.
Kepala Sekolah : Muhammad Arifin, S.Ag, MSI
Waka. Kesiswaaan : Hj. Siti Rumayah, S.Sos.I.,M.Pd.
• Pelaksanaan Onservasi : Selasa, 29 Nopember 2016
• Pukul : 08.00 sampai dengan 11.00
• Hasil Wawancara
Hasil wawancara yang kami lakukan dengan Ibu Hj. Siti Rumayah, S.Sos.I.,M.Pd.
selaku Wakil Kepala Sekolah Bidang Kesiswaan. Adapun tugas kesiswaan yaitu penanaman
basis karakter, melakukan program-program dalam penanaman karakter itu untuk
mengetahui ketangkasan, ketangguhan, keberanian, dan kepemimpinan.
Di SD tersebut menghidupkan kegiatan kemampuan, salah satunya mempunyai
koordinator pramuka untuk melatih program-program pramuka dari mulai latihan penekan
dan kegiatan-kegiatan. Seperti kemah, camp sewilayah sampai tingkat jambore. SD tersebut
mempunyai koordinator kepramukaan kemudian mengkondisikan kegiatan pramuka agar
siswanya itu tereksplorasi. Dengan pramuka, anak-anak yang berbakat dan aktif bisa
disalurkan melalui kegiatan tersebut. Kemudian dapat menanamkan jiwa nasionalisme dan
cinta tanah air. Dalam kegiatan pramuka anak-anak tidak merasa pembelajaran tersebut
mengikat mereka. Kemudian pramuka di SD tersebut menggunakan sistem satuan terpisah,
maksudnya adalah pramuka putra dan putri dibuat terpisah. Baik saat diadakan
perkemahan, tenda putri dan putra terpisah dan dibatasi oleh tenda pembina. Kemudian
pembinanya juga menggunakan sistem satuan terpisah, sehingga di dalam diri mereka
terlatih bahwa laki-laki dan perempuan tidak boleh bercampur atau disebut dengan
ikhthilat kecuali jika dengan mahromnya.
Kemudian dalam penanaman karakter sekolah tersebut mengadakan program KIT
(Kajian Islam Terpadu) program ini baru diterapkan di kelas tinggi yaitu kelas 4, 5, dan 6
dibuat perkelompok yang terdiri dari 10 orang dan dibimbing oleh satu pembina.
Pembelajarannya yang tidak ada dalam kurikulum seperti fiqh yang mengenai tentang
mandi besar. Kemudian menyiapkan anak-anak untuk mengikuti perlombaan.
Kemudian dari aspek kedisiplinan, ada koordinator TPD (Tim Penegak Disiplin).
Terdapat Standar Operasional Prosedur (SOP) untuk TPD. Pihak yang bertanggung jawab
dalam TPD yaitu; Wali kelas ( dalam satu kelas menyiapkan 2 wali kelas), Koordinator
(kumpulan wali kelas pertingkat), dan Kesiswaan. Selain itu, Pada saat upacara, petugas
upacara bendera yang dilakukan secara bergilir.
Sementara itu, cara menumbuhkan motivasi di sekolah, yakni Majlis pagi (membuat
yel-yel, ice breaking), testimoni orang –orang sukses sebelum pembelajaran dimulai baik
dari tokoh sejarah, tokoh sahabat ataupun tokoh –tokoh lainnya, menamai nama kelas
dengan nama para sahabat dan ilmuan muslim untuk menjadikan teladan, sekolah dan wali
murid harus memiliki hubungan yang baik dan harus bekerja sama dalam mendidik anak,
karena murid tidak 24 jam disekolah.
Peneliti melihat juga program-program di SD tersebut untuk menciptakan hubungan
yang baik antara wali murid dan wali kelas, yakni terdapat buku aktifitas yaumiyyah yang
berisi kebiasaan sholat, membereskan tempat tidur dan lain-lain, kemudian anak
menceklisnya, dan ditanda tangani oleh orang tua, menyediakan sarana komunikasi seperti
membuat grup whatsApp kelas dan komite, mengadakan pengajian orang tua pada hari
jum’at, raport hanya boleh diambil oleh orang tua siswa guna untuk menjalin komunikasi
yang baik antara wali kelas dengan wali murid.
Program-program dalam meningkatkan kebersihan di seolah tersebut, yakni Program
LISA (Lihat Sampah Ambil), Memilah sampah organic dan anorganik, Pemberian materi
dalam pramuka, Lomba kebersihan kelas setelah senam pada hari jum’at.
Dalam hal yang dilakukan untuk menanamkan kejujuran, yakni Mengingatkan untuk
tidak mencontek, Memberikan barang penemuan ke ruang informasi.
Program yang dilakukan dalam menanamkan keberanian, yakni Menanamkan musyawarah
KM, Tempat duduk berputar, Berteman dengan siapa saja
Hal yang dilakukan dalam menanamkan kepemimpinan, yakni KM diputar persemester ,
Pergantian petugas upacara adzan, iqomah, dan wirid.
• Identitas Sekolah:
Alamat : Jl. RM. HS. Jayadiningrat No. 13 Telp. 0254-224048 Kota Serang
NBM : 104 39 27
NBM : 119 60 17
• Visi Sekolah
• Misi Sekolah
Jumlah guru yang ada di SD Muhammadiyah yaitu ada 16 dan itu sudah termasuk
TU. Peraturan berpakaian guru di SD Muhammadiyah pada hari senin yaitu memakai
pakaian warna coklat, hari jumat memakai pakaian muslim dan hari sabtu memakai
pakaian sopan. Untuk pakaian anak didik, hari senin dan selasa memaikai pakaian putih
hijau, rabu dan kamis memakai batik, jumat memakai baju muslim, dan sabtu memakai
pramuka. Anak didik ketika masuk kelas harus melepas sepatu terlebih dahulu. Peraturan
tersebut diberlakukan karena kelas selalu dipakai untuk sholat duha dan sholat dzuhur.
• Pembahasan Penelitian
Salah satu pendekatan yang efektif dalam pendidikan karakter ialah Value
Claricication Technique (VCT) yang memberikan kebebasan kepada siswanya untuk
memilih dan mengkaji nilai dan perasaan atas perilakunya sendiri dan orang lain. Fase
anak dalam masa sekolah di SD sebagai fase golden age, yakni fase emas dalam
perkembangannya untuk menerima berbagai pengetahuan dan pembelajaran.
Pada Tahap III tentang berbuat. Pertama, kemauan dan kemampuan untuk
mencoba dan melaksanakannya, Di SDIT Cendikia, murid diarahkan untuk memiliki
kemauan dalam melaksanakan nilai kejujuran dengan cara bertanggung jawab atas
produk makanan dalam “market day”. Walaupun terkadang produk dalam market day
tidak selalu habis akan tetapi kemampuan mereka untuk mau memasarkan produk
tersebut merupakan sebuah langkah dalam pelaksanaan di pendekatan VCT. Kedua,
mengulangi perilaku sesuai dengan nilai pilihannya, pada langkah ini program “market
day” ini dilakukan secara berulang dalam dua semester di tahun pelajaran. Adanya
kegagalan dalam memasarkan produk di program “market day” pada semester ganjil,
akan diulangi lagi pada semester genap.
Siswa sudah terbiasa dengan budaya sikap antri. Dengan terlihat sopan, ketika
teman temannya duduk dan ada satu siswa yang ingin berjalan lewat, dia sambil
mengucap kata-kata ”permisi”, “maaf”. Siswa bersedia bersabar untuk beberapa saat
untuk mempersilahkan temannya yang dating terlebih dahuku ke sekolah untuk masuk
ke kelas.
Mengenai sikap Patriotik dapatlah kita lihat bahwa menanamkan sikap
kebersamaan/kerukunan di dalam setiap kegiatan yang dilakukan. melalui ekstrakulikuler
seperti silat (tapak suci). Kemudian, melakukan upacara rutin setiap hari senin dan
upacara hari-hari besar. kesemua kegiatan tersebut sekedera dibimbing oleh Pembina
ekskul, sehingga peserta didik dapat menunjunjung tanggung jawab kepada setiap
pembina ekskul dan kepala sekolah selaku pemberi tanggung jawab.
Kendala atau hambatan yang dihadapi guru di ketika menanamkan karakter pada
siswa adalah ialah ketidak sinkronannya karakter yang diajarkan di rumah dengan di
sekolah. Karena basic mereka dirumah bersama dengan pembantu rumah tangga
sehingga mereka tidak mendapatkan pendidikan karakter yang seharusnya mereka
dapatkan dari orang tuanya.
Kemudian, hambatan dalam menanamkan nilai karakter, dilihat dari dua factor,
yakni factor eksternal dan internal. Pada faktor eksternal ialah, kesalahpahaman wali
murid mengenai hukuman yang diberikan kepada anaknya. sementara itu, dari faktor
internal berasal dari guru, guru yang merasa tidak tega ketika mau menerapkan
hukuman atas pelanggaran yang dilakukan anak.
DAFTAR PUSTAKA
Buku:
Adiwikarta, S. (1988). Sosiologi Pendidikan: Isyu dan Hipotesis tentang Hubungan Pendidikan
dengan Masyarakat. Jakarta: PPLPTK Dirjen Dikti Depdikbud.
Agung, L. & Sri Wahyuni (2013). Perencanaan Pembelajaran Sejarah. Yogyakarta: Ombak.
Ankersmit, F.R. (1987). Refleksi Tentang Sejarah: Pendapat-pendapat Modern Tentang Filsafat
Sejarah. Diindonesiakan oleh Dick Hartoko. Jakarta: Gramedia.
Ballantine, J.H. (1985). Schools and Society, A Reader in Education and Sociology. Calfornia:
Mayfield.
Bogdan, R.C. dan Taylor, S.J. (1993).Qualitative Research for Education an Introduction to
Theory and Method. Boston: Allyn & Bacon Inc.
Capra, F. (2007). Titik Balik Perdaban: Sains, Masyarakat, dan Kebangkitan Budaya (Terj. M.
Thoyibi). Yogyakarta: JEJAK
Chalmers, A. F. (1983). Apa Itu yang dinamakan Ilmu?. Jakarta: Hasta Mitra.
Creswell, J.W. (1994). Research Design: Qualitative & Quantitative Approaches. London: Sage
Publications, Inc.
_____________. (1998). Qualitative Inquiry and Recears Design: Choosing Catalonging Among
Five Tradistions. London: Sage Publications, Inc.
Deal, T. E., & Peterson, K. D. (1999). Shaping School Culture: The Heart of Leadership.San
Francisco, CA: Jossey-Bass.
Fromm, E. (1995). Masyarakat Yang Sehat. (Terj. Murtianto). Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.
Fukuyama, F. (2014). The Great Disruption; Hakikat Manusia dan Rekonstitusi Tatanan Sosial.
Yogyakarta: Qalam.
Hamid, F & Bahrissalim. (2013). Pembelajaran Aktif Inovatif Kreatif Efektif dan Menyenangkan
(PAIKEM). Australia’s Education Partnership with Indonesia School System and
Quality
Hasan, Said Hamid. (2012). Pendidikan Sejarah Indonesia: Isudalam Ide dan Pembelajaran.
Bandung: Rizqi Press.
Hasan, S.H ,et.al. (2010). Bahan Pelatihan Penguatan Metodologi Pembelajaran Berdasarkan
Nilai-nilai Budaya Untuk Membentuk Daya Saing dan Karakter Bangsa:
Pengembangan Pendidikan Budaya dan Karakter Bangsa. Kementerian Pendidikan
Nasional Badan Penelitian dan Pengembangan Pusat Kurikulum.
Hasibuan, J.J. et all (2009). Proses Belajar Mengajar. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Huntington, S.P. (2003). Prajurit dan Negara Teori dan Politik Hubungan Militer-Sipil. Jakarta:
PT. Grasindo
Kartadinata, S. (2014). Pemikiran Tentang Pendidikan Karakter dalam Bingkai Utuh Sistem
Pendidikan Nasional. Dalam Bachari, A.S &Suryadi, K. (2014) Politik Jati Diri: Telaah
Filosofi dan Praksis Pendidikan Bagi Penguatan Jati Diri Bangsa. Bandung: UPI Press
Kartodirdjo, S (1992). Pendekatan Ilmu Sosial Dalam Metodologi Sejarah. Jakarta: Gramedia.
Kesuma, D, et.al. (2013). Pendidikan Karakter Kajian Teori dan Praktik di Sekolah. Bandung:
PT. Remaja Rosdakarya
Kochhar, S.K. (2008). Pembelajaran Sejarah (Terj. Purwanta danYovita Hardiwati). Jakarta: PT.
Grasindo.
Komalasari, K. (2010). Pembelajaran Kontekstual: Konsep dan Aplikasi. Bandung: PT. Refika
Aditama.
Lincoln and Guba. (1984). Naturalistic Inquiry, London: Sage Publication Beverly Hill
Miles, B.M & Huberman.(1992). Analisis Data Kualitatif. Jakarta: Universitas Indonesia Press.
Mulyasa, E. (2008). Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan; Suatu Panduan Praktis. Bandung:
Remaja Rosda Karya.
O’neal, W.F. (2002). Ideologi-ideologi Pendidikan. (Penterjemah: Naomi, O.I., dari Educational
Ideologies: Contemporary Expressions of Educational Philosophies). Yogyakarta:
Pustaka Pelajar.
PemerintahRepublik Indonesia. (2010). Kebijakan Nasional Pembangunan Karakter Bangsa
Tahun 2010-2025.Jakarta: Pemerintah Republik Indonesia
Saripudin, D. (2010). Interpretasi Sosiologis Dalam Pendidikan. Bandung: Karya Putra Darwati.
Sukmadinata, N.S. (2009). Pengembangan Kurikulum Teori dan Praktek. Bandung: Remaja
Rosdakarya.
Supriatna, N. (2007a). Konstruksi Pembelajaran Sejarah Kritis. Bandung: Historia Utama Press.
Supriatna, N. “Pembelajaran Sejarah dalam KTSP” dalam Mulyana, A & Restu Gunawan (eds)
(2007b). Sejarah Lokal Penulisan dan Pembelajaran di Sekolah, Bandung: Salamina
Press.
Slameto. (1995). Belajar dan Faktor-faktor Yang Mempengaruhinya. Jakarta: PT. Rineka Cipta.
Slavin, R.E. (2011). Psikologi Pendidikan: Teori dan Praktek Edisi Kesembilan, Jilid 1. Jakarta:
PT. Indeks
Tilaar, H.A.R. (2012). Perubahan Sosial dan Pendidikan: Pengantar Pedagogik Transformatif
Untuk Indonesia. Jakarta: PT. Rineka Cipta
Tu’u, Tulus. (2004). Peran Disiplin pada Perilaku dan Prestasi Siswa. Jakarta: RinekaCipta.
Turney, C (1975). Sydney Micro Skills: Skills for Teacher Handbooks. Sydney: Sydney
University Press.
Widja, I.G. (1991). Sejarah Lokal suatu Perspektif dalam Pengajaran Sejarah. Bandung:
Aksara.
Winataputra, U.S. et all (2002). Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Universitas Terbuka.
Wineburg, S. (2006). Berpikir Historis; Memetakan Masa Depan, Mengajarkan Masa Lalu.
Jakarta: YOI.
Yin, R.K. (2014). Studi Kasus: Desain dan Metode (Terj. M. Djauzi Mudzakir). Jakarta:
Rajawali Press
Yusuf, S. (2005). Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja. Bandung: Remaja Rosda Karya
Jurnal:
Hindel, E.R. (2002). School Culture and Change: An Examination of The Effect of School
Culture on the Process of Change. SAGE Publications
Peterson, D.K. (2002). Reculturing Schools. Journal of Staff Development, Summer, Vol. 23,
No. 3.
Setyanto, Y &Loisa. (2012). Kementrian Pertahanan: Budaya Militer di Institusi Sipil. Jakarta:
Jurnal Ilmiah UniversitasTarumanegara
Wati, R. (2012). Kontribusi Lingkungan Sosial Sebagai Sumber Pembelajaran Sejarah Terhadap
Pembentukan Nasionalisme Peserta Didik. JPIS. Vol. 20, No. 38 Januari – Juni 2012
Tesis :
Makalah Seminar :
Wagiran. (2011). Developing Technical Vocational Education And Training (TVET) Student
Character Through School Culture. Makalah disampaikan dalam Seminar IKA UNY
2011.Diakses pada tanggal 29 Desember 2014 dari staff.uny.ac.id.
Setyanto, Y & Loisa, R. (2012). Kementrian Pertahanan: Budaya Militer di Institusi Sipil. Dari
http://journal.tarumanegara.ac.id/index.php/kidfik/article/view/1238/1274. Diakses pada
tanggal 15 Februari 2015.
Bahan Perkuliahan:
Powerpoint :
D’Alessandro A.H, Choe J, et all. (2009) Pathways of School and Individual Change: Intial
Result Evaluating the Effects of a PCEP School Reform and Character Education
Project. Power Point in Developmental Psychology Fordham University.
Internet :
Fauziyah.A. (2012). Sekolah Holistik: Pendidikan Karakter Ala IHF, [Online]. Tersedia:
http://publikasiilmiah.ums.ac.id/bitstream/handle/123456789/1773/D2.%20Amalia-
UNDIP520528fixed529.pdf/sequence=1. [Diakses pada 29 Desember 2014]
Lickona, T. (1993). The Return of Character Education. Education Leadership, v51 n3 p6-11
Nov 1993
Lickona, T dan Kevin R. (2010). Character Development: The Challenge And The Model.
[Online]. Tersedia: http://www.crvp.org/book/Series06/VI-3/chapter_i.htm. [Diakses7
April 2013].