You are on page 1of 68

LAPORAN PENELITIAN

KAJIAN TENTANG BEST PRACTICE PENDIDIKAN KARAKTER


DENGAN PENDEKATAN VALUES CLARIFICATION TECHNIQUE (VCT)
DI SD/MI BERBASIS AGAMA DI KOTA SERANG

Disusun Oleh :

Dr. Encep Supriatna, M.Pd.

M. Ilham Gilang, M.Pd.

UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA

KAMPUS SERANG

2016
UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
LAPORAN PENELITIAN

• Identitas Pengusul :
• Nama : Dr. Encep Supriatna, M.Pd
• NIP/Pangkat/Gol/Jabatan : 197601052005011001 / III d / Penata Tk. I / Lektor
• Jurusan/Program Studi : Pendidikan Guru Sekolah Dasar
• Fakultas : UPI Kampus Serang
• Identitas Proposal :
• Judul : Best Practice Pendidikan Karakter Dengan
Pendekatan Values Clarification Technique (Vct)
Di Sd/Mi Berbasis Agama Di Kota Serang
• Nama Anggota Peneliti 1 : M. Ilham Gilang, M.Pd
• Bidang Ilmu : Ilmu Sosial
• Spesialisasi : Pendidikan Sejarah
• Jangka Waktu Penelitian : 4 Bulan
• Biaya yang diusulkan : Rp. 1.500.000,-
(Satu Juta Lima Ratus Ribu Rupiah)
• Deskripsi isi laporan : Penelitian ini dilatarbelakangi oleh keresahan pada
proses pendidikan yang hanya bertumpu pada
Penelitian
aspek kognitif, mengabaikan aspek afektif,
sehingga membuat pembelajaran kurang bermakna.
Akibatnya tidak menghasilkan anak didik yang
memiliki karakter yang baik. Hal ini disebabkan
oleh rendahnya pemahaman tentang Pendidikan
Karakter. Upaya untuk mengimplementasikan
pendidikan karakter sudah sangat meluas, akan
tetapi belum di dapatkan contoh-contoh sekolah
yang melaksanakan dengan efektif. Kajian ini
menampilkan best practice Pendidikan Karakter di
SD/MI di Kota Serang.

Mengetahui,
Direktur UPI Kampus Serang Ketua Peneliti

Dr. H. Heri Salim, M.Ed Dr. Encep Supriatna, M.Pd


NIP. 195910221985031008 NIP. 197601052005011001

Menyetujui/Mengesahkan
Ketua LPPM UPI

Prof. Dr. H. Soemarto, M.SIE


NIP. 195507051981031005

BAB I

PENDAHULUAN

• Latar Belakang Masalah

Dewasa ini, fenomena sosial masyarakat Indonesia mengalami sebuah perilaku


negatif, seperti; kekerasan, intoleransi, meningkatnya korupsi, penggunaan bahasa buruk,
penurunan etos kerja, lemahnya rasa tanggung jawab, ketidak jujuran, melemahnya kohesi
sosial. Fenomena sosial tersebut diyakini karena terjadinya “degradasi moral” dalam
karakter individu dan masyarakat Indonesia. Lickona (2013: 18) menyatakan bahwa
masyarakat kini banyak yang berpandangan individualisme, mementingkan egoisme,
berperilaku menyimpang dari sistem yang telah berlaku. Ironisnya, berbagai macam
permasalah dalam masyarakat ini merambah pada peserta didik di tingkat Sekolah Dasar
(SD). Sehingga mengakibatkan munculnya perilaku non-edukatif seperti; kecurangan dalam
Ujian Nasional, rendahnya hormat kepada guru, dan tidak menghormati sesama. Hal tersebut
di atas membuat pemerintah merespons cepat dengan mengupayakan solusi penyelesaian.
Salah satunya melalui pendidikan karakter.

Pendidikan karakter dicanangkan dalam visi secara implisit ditegaskan dalam


Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) tahun 2005-2025. Pada kerangka
itu, pendidikan karakter ditempatkan sebagai landasan untuk mewujudkan visi pembangunan
nasional, yaitu mewujudkan masyarakat berakhlak mulia, bermoral, beretika, berbudaya, dan
beradab berdasarkan falsafah Pancasila. Begitu strategisnya pendidikan karakter,
menempatkannya sebagai tulang punggung dalam mendukung perwujudan cita-cita yang
diamanatkan dalam Pancasila dan Pembukaan UUD 1945, dan Nawa Cita Kabinet Kerja
Presiden Joko Widodo dan Jusuf Kalla. Ditargetkan, pendidikan karakter dapat menjadi
sarana “Revolusi Mental” Pemerintahan Kabinet Kerja Jokowi-JK. Sekaligus menjadi
sebuah jalan keluar bagi proses perbaikan dalam masyarakat. Salah satu upaya menjalankan
pendidikan karakter berada di institusi pendidikan atau sekolah.

Pendidikan karakter penting diterapkan dalam sekolah, sebab memiliki peran dan
fungsi yang penting sebagai pusat pembudayaan dan pengembangan. Sekolah dapat menjadi
ruang lingkup sasaran pembangunan karakter bangsa melalui; (a) pendekatan terintegrasi
dalam semua mata pelajaran, (b) pengembangan budaya satuan pendidikan, (c) pelaksanaan
kegiatan ko-kurikuler, dan ekstrakulikuler, serta (d) pembiasaan / habituasi perilaku dalam
kehidupan satuan pendidikan (Pemerintah Republik Indonesia, 2010: 5). Pendidikan karakter
akan efektif ketika berada pada instrisusi pendidikan yang memiliki sebuah ”budaya
sekolah” (school culture). Deal dan Peterson (dalam Wagiran, 2011: 4) mengatakan bahwa
”budaya sekolah” (school culture) adalah sekumpulan nilai yang melandasi perilaku, tradisi,
kebiasaan keseharian, dan simbol-simbol yang dipraktikkan oleh kepala sekolah, guru,
petugas administrasi, siswa, dan masyarakat sekitar sekolah. Dalam tinjauan sosiologi-
pendidikan, budaya sekolah tercipta dari proses interaksi siswa, guru, kepala sekolah,
karyawan sekolah dan orang tua/masyarakat yang bekerjasama dalam menciptakan suasana
sekolah sedemikian rupa. Lebih jauh lagi, pendidikan karakter di tingkat sekolah merupakan
langkah preventif, sebagai daya tangkal yang ampuh dari desarnya nilai-nilai negatif pada
globalisasi dan modernisasi. Sehingga memperkecil rusaknya nilai karakter bangsa. Dapat
dipastikan pembangunan karakter bangsa tanpa Pendidikan Karakter yang dilakukan pada
tingkat sekolah, tidak akan berjalan efektif.

Pelaksanaan pendidikan karakter dalam proses kegiatan belajar mengajar harus


disesuaikan dengan usia peserta didik yang akan menerima pembelajaran. Pembelajaran
dalam pendidikan karakter yang sesuai untuk tingkat pendidikan dasar, atau anak usia dini
adalah pembelajaran yang memberi ruang kepada peserta didik untuk dapat mencari dan
menilai sendiri nilai karakter yang baik, bukan dengan cara pemberian teoretis dan ajaran
yang doktinatif. Disini pentingnya memilih pendekatan pembelajaran yang tepat bagi
keberhasilan pendidikan karakter. Salah satu, pendekatan yang dapat digunakan ialah Value
Clarification Techique (VCT). Sebuah pendekatan pendidikan karakter yang memberikan
kesempatan kepada para peserta didik untuk dapat menilai, mengkaji dan menganalisis suatu
perbuatan sehingga anak dapat memahami sebab akibat dari sebuah perbuatan atau nilai
karakter tertentu. Dengan model VCT yang beragam guru dapat mendesain pembelajaran
moral yang menyenangkan sehingga pendidikan moral yang berlangsung dikelas menjadi
efektif.

Kota Serang merupakan Ibukota Provinsi Banten, sekaligus kota termuda dalam usia
pembentukannya. Akan tetapi kemajuan dalam tingkat pendidikan cukup tinggi. Menurut
data BPS dan BAPPEDA Provinsi Banten, di Kota Serang terdapat 18 SD/MI Swasta. Setiap
sekolah SD/MI swasta ini memiliki “budaya sekolah” yang menjadi nilai dasar dalam
mengembangkan kekhasan sekolahnya. Kekhasan tersebut berbasis pada keagamaan yang
berkesusaian dengan motto Kota Serang sebagai Kota Madani. Pada kajian ini akan diambil
tujuh sampel SD/MI yang menjadi tempat observasi. Dari tujuh SD/MI tersebut
mencerminkan pemetaan dari sekolah swasta yang berbasis Agama Islam dan Agama
Kristiani.

Atas dasar pemikiran di atas, peneliti tertarik melakukan penelitian yang


mengekplorasi antara pendidikan karakter di SD/MI, pendekatan VCT di Kota Serang. Oleh
karena itu, peneliti memberi judul penelitian ini ialah: “Kajian Tentang Best Practice
Pendidikan Karakter dengan Pendekatan VCT di SD/MI Berbasis Agama di Kota Serang”

• Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah dalam penelitian ini ialah “bagaimana best practice
pendidikan karakter dengan pendekatan VCT di SD/MI berbasis Agama di Kota Serang ?.
Untuk mempertajam penelitian, disusun pertanyaan penelitian secara rinci, yakni:

• Bagaimana implementasi pendidikan karakter dengan pendekatan VCT di SD/MI


berbasis Agama di Kota Serang ?

• Bagaimana kendala pendidikan karakter dengan pendekatan VCT di SD/MI berbasis


Agama di Kota Serang ?

• Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas, tujuan dalam penelitian ini adalah;

• Mendeskripsikan implementasi pendidikan karakter dengan pendekatan VCT di


SD/MI berbasis Agama di Kota Serang ?

• Mendeskripsikan kendala pendidikan karakter dengan pendekatan VCT di SD/MI


berbasis Agama di Kota Serang ?

• Luaran (output) Penelitian


Adapun luaran penelitian ini, yakni:

• Adanya artikel ilmiah yang dapatdimuat di jurnal nasional atau internasional yang
belum terakreditasi atau terakreditasi

• Adanya artikel ilmiah berbahasa asing yang dapat dipresentasikan di seminar


internasional

• Adanya Model Pendidikan Karakter dengan pendekatan VCT di SD/MI Berbasis


Agama di Kota Serang

• Masukan dalam meningkatkan kualitas pendidikan karakter dalam konteks


pendidikan dasar. Baik oleh Sekolah, Dinas Pendidikan Kota Serang, Pemerintahan
Kota Serang, Dinas Pendidikan Provinsi Banten dan Pemerintahan Provinsi Banten.

• Peta Jalan Penelitian (Road Map)

Penelitian tentang Pendidikan Karakter dengan Pendekatan VCT di SD/MI di Kota


Serang ini merupakan kelanjutan dari peta jalan di Program Studi Pendidikan Guru Sekolah
Dasar (PGSD).

• Alur Penelitian

Gambar 1.1
Alur Penelitian
Sumber: Diadaptasi Oleh Peneliti Tahun 2016

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

• Karakter

Sebelum masuk dalam konsep pendidikan karakter ada baiknya diketahui dahulu
kajian tentang karakter. Kata karakter berasal dari bahasa Yunani charassein dan “kharax”
yang maknanya ialah mengukir (Fauziah, 2012: 233). Banyak yang mengatakan
membentuk karakter itu seperti mengukir di atas batu permata, dimana mengukirnya sangat
sulit karena batu permata memiliki permukaan yang sangat keras. Sehingga untuk
membentuk karakter seseorang itu memerlukan proses yang tidak sebentar, tetapi cukup
lama agar sesuai dengan karakter yang diharapkan. Karakter merupakan ciri khas baik
yang berupa pola pemikiran, sikap dan bahkan tindakan yang dimiliki oleh seorang
individu. Karakter ini menjadi sebuah pembeda antara satu individu dengan individu
lainnya. Sebuah karakter terwujud dari karakter masyarakat, dan karakter masyarakat
terbentuk dari karakter masing-masing anggota masyarakatnya tersebut. Pengembangan
karakter, atau pembinaan kepribadian pada anggota masyarakat, secara teoretis maupun
secara empiris, dilakukan sejak usia dini hingga dewasa. Sejalan dengan hal tersebut,
Megawangi (2010: 2) menyebutkan bahwa pembentukan karakter erat kaitannya dengan
menyiapkan internal/batin individu yang senantiasa berpikir baik, berhati baik, dan
bertindak baik.

Lickona (2013: 84) menjelaskan ciri-ciri karakter yang baik, yakni: (1) memahami
pengetahuan moral, (2) menghayati perasaan moral, (3) melakukan tindakan moral. Oleh
karena itu nilai yang ada dalam karakter merupakan nilai operatif atau nilai dalam
tindakan.

Gambar 2.1
Komponen Karakter Baik

Sumber :
“Mendidik untuk Membentuk Karakter ”
(Lickona, 2013: 84)

• Konfigurasi karakter
Dalam kerangka acuan pendidikan karakter yang diterbitkan oleh Direktorat
Ketenagaan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Kementrian Pendidikan Nasional
tahun 2010 terdapat empat konfigurasi karakter, yakni: Olah Hati (Spiritual and
emotional development), Olah Pikir (intellectual development), Olah Raga dan
Kinestetik (Physical and kinestetic development), dan Olah Rasa dan Karsa (Affective
and Creativity development).

Gambar 2.2
Koherensi Konfigurasi Karakter

Sumber:
Direktorat Ketenagaan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi
Kemdiknas RI, 2010: 9

Keempat bagian tersebut jika sudah terpadu akan menghasilkan karakter sebagai
individu (warga negara). Untuk itu akan dijelaskan bagaimana empat bagian tersebut
berfungsi, sebagai berikut:

• Olah hati berkenaan dengan perasaan sikap dan keyakinan/keimanan dengan


karakter yang akan muncul diantaranya jujur serta bertanggung jawab.

• Olah pikir berkenaan dengan proses nalar guna dengan karakter yang akan
muncul diantaranya cerdas serta kreatif.

• Olah raga berkenaan dengan peniruan, manipulasi, penciptaan aktivitas baru


dengan karakter yang akan muncul diantaranya sehat dan bersih.

• Olah rasa dan karsa berkenaan dengan kemauan yang tercermin dalam
kepedulian dengan karakter yang akan muncul diantaranya peduli dan gotong
royong (Pemerintah Republik Indonesia, 2010: 21-22).
Empat bagian di atas merupakan dimiensi psiko-sosial yang terkait secara
holistik dan koheren. Saling keterkaitan dan saling melengkapi, yang bermuara pada
pembentukan karakter yang menjadi perwujudan dari nilai-nilai luhur. Masing-masing
proses psiko-sosial (olah hati, olah pikir, olah raga, dan olahrasa/karsa) secara
konseptual dapat diperlakukan sebagai suatu klaster atau gugus nilai luhur yang di
dalamnya terkandung sejumlah nilai. Karena itu setiap karakter, seperti juga sikap, selalu
berdimensi jamak. Pengelompokan nilai tersebut sangat berguna untuk kepentingan
perencanaan. Dalam proses intervensi (pembelajaran, pemodelan, dan penguatan) dan
proses habituasi (pensuasanaan, pembiasaan, dan penguatan) yang pada akhirnya
menjadi karakter. Keempat kluster nilai luhur tersebut akan terintegrasi melalui proses
internalisasi dan personalisasi pada diri masing-masing individu.

• Pendidikan Karakter

Pemerintah merancang sebuah pembangunan jangka panjang nasional tahun 2005-


2025 yang tercantum dalam Kebijakan Nasional Pembangunan Karakter Bangsa 2010-
2025. Karakter merupakan nilai-nilai yang khas-baik yang terpateri dalam diri dan
terejawantahkan dalam perilaku. Memperkuat kebijakan tersebut, dalam dokumen yang
diterbitkan oleh Badan Penelitian dan Pengembangan Pusat Kurikulum Kementrian
Pendidikan Nasional, karakter disini dimaknai sebagai “watak, tabiat, akhlak atau
kepribadian seseorang yang terbentuk dari hasil internalisasi berbagai kebajikan (virtues)
yang diyakini dan digunakannya sebagai landasan untuk cara pandang, berpikir, bersikap,
dan bertindak (Hasan, 2010 : 3).

Megawangi (2010: 2) mendifinisikan pendidikan karakter sebagai sebuah usaha


untuk mendidik anak-anak agar dapat mengambil keputusan dengan bijak dan
mempraktikannya dalam kehidupan sehari-hari sehingga mereka dapat memberikan
kontribusi yang positif kepada lingkungannya. Pendidikan karakter dapat dimaknai sebagai
upaya yang sungguh-sungguh dengan cara dimana ciri kepribadian positif dikembangkan,
didorong, dan diberdayakan melalui keteladanan, kajian (sejarah dan biografi para bijak
dan pemikir besar), serta praktik elmusi (usaha yang maksimal untuk mewujudkan hikmah
dari apa-apa yang diamati dan dipelajari).Pendidikan karakter merupakan pendidikan yang
sengaja dan secara sadar diwariskan oleh guru kepada peserta didik dengan tujuan positif
tertentu baik berupa pengetahuan ataupun model keteladanan agar peserta didik memiliki
karakter yang baik. Dalam hal ini sekolah merupakan saran pengembangan pendidikan
karakter dalam konteks mikro yang berdasarkan perpaduan dari integrasi dalam kegiatan
belajar mengajar pada setiap mata pelajaran, pembiasaan kehidupan keseharian di satuan
pendidikan, integrasi dalam kegiatan ekstrakulikuler, serta pembiasaan dalam kehidupan
keseharian di rumah, dapat dilihat dalam gambar berikut:

Gambar 2.3

Strategi Mikro Pendidikan Karakter

Sumber :
Direktorat Ketenagaan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi
Kementrian Pendidikan Nasional, 2010: 28

Dari Gambar 2.3 tersebut dapat dilihat adanya sebuah perpaduan pada integrasi
dalam kegiatan belajar mengajar pada setiap mata pelajaran, pembiasaan kehidupan
keseharian di satuan pendidikan, integrasi dalam kegiatan ekstrakulikuler (misalnya:
Pramuka, Paskibra, Olahraga, Karya Tulis), serta pembiasaan dalam kehidupan keseharian
di rumah. Selaras dengan Depdiknas, Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk
mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif
mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan,
pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang
diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.

Sejalan dengan pemaparan Lickona (2013: 67) tempat yang strategis untuk
mengajarkan dan menyebarluaskan pendidikan karakter adalah di sekolah. Pengembangan
tersebut harus dilakukan dengan perencanaan yang baik, pendekatan yang sesuai, dan
metode belajar dan pembelajaran yang efektif. Sesuai dengan sifat nilai pendidikan
karakter merupakan usaha bersama sekolah dan oleh karenanya harus dilakukan secara
bersama oleh semua guru, semua mata pelajaran, dan menjadi bagian yang tak terpisahkan
dari budaya sekolah. Ia menjelaskan beberapa alasan yang sangat mendesak dan
urgensinya pendidikan karakter bangsa sangat diperlukan di sekolah, yakni Pertama,
apabila ingin menjadi manusia seutuhnya, maka kita membutuhkan karakter yang baik.
Karakter yang baik membutuhkan pikiran, hati dan kemauan yang kuat sebagai contoh
jujur, empati, perhatian, ketekunan, disiplin diri sendiri dan dorongan moral. Kedua,
sekolah merupakan tempat yang baik untuk mengajarkan, menyebarluaskan nilai-nilai
karakter bangsa. Ketiga, pendidikan karakter sangat penting untuk membangun sebuah
masyarakat yang bermoral.

• Prinsip Pengembangan Pendidikan Karakter

Secara prinsip pendidikan karakter tidak menjadi sebuah mata pelajaran tetapi
melalui integrasi dan habituasi. Berikut prinsip pengembangan pendidikan karakter, yang
masih mengacu “Kerangka Acuan Pendidikan Karakter” Direktorat Ketenagaan
Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Kementrian Pendidikan Nasional:

• Berkelanjutan, artinya pendidikan karakter merupakan proses pengembangan nilai-


nilai yang berlangsung panjang, sejak TK/RA sampai Perguruan Tingi.
• Melalui semua mata pelajaran, pengembangan diri, dan budaya satuan pendidikan,
artinya pengembangan melalui setiap mata pelajaran dalam proses kegiatan kurikuler,
ekstrakulikuler, kokurikuler.

• Nilai tidak diajarkan melainkan dikembangkan melalui proses belajar, artinya tidak
disampaikan berupa konsep, teori, prosedur, atau pun fakta. Media atau bahan
dijadikan mengembangkan nilai-nilai karakter, materi pokok tidak diubah melainkan
materi pokok tersebut digunakan untuk mengembangkan nilai-nilai. Aktivitas belajar
digunakan untuk mengembangkan kemampuan dalam kognitif, afektif, konatif
psikomotor. Sehingga nilai-nilai tersebut tidak ditanyakan dalam ulangan.

• Proses pendidikan dilakukan secara aktif dan menyenangkan, artinya hal utama
pendidikan karakter dilakukan peserta didik bukan oleh pendidik.pendidikan harus
meneraplan filosofi Ki Hajar Dewantara “Tut Wuri Handayani”. Suasana belajar
dalam keadaan senang dan tidak indoktrinasi. (Direktorat Ketenagaan Direktorat
Jenderal Pendidikan Tinggi Kementrian Pendidikan Nasional, 2010: 11-13).

• Fungsi Pendidikan Karakter

Menurut Kemdiknas ada beberapa fungsi Pendidikan Karakter. Adapun


Pendidikan karakter berfungsi sebagai berikut:

• Wahana pengembangan, yakni: pendidikan karakter berfungsi sebagai pengembangan


potensi peserta didik untuk menjadi perilaku yang baik bagi peserta didik yang telah
memiliki sikap dan perilaku yang mencerminkan karakter.

• Wahana perbaikan, yakni: pendidikan karakter dapat memperkuat kiprah pendidikan


nasional untuk lebih bertanggungjawab dalam perbaikan dan pengembangan potensi
peserta didik yang lebih bermartabat.

• Wahana penyaring, yakni: pendidikan karakter dapat berfungsi untuk menyaring


budaya-budaya bangsa sendiri dan budaya bangsa lain yang tidak sesuai dengan nilai-
nilai karakter.
Berdasarkan pemaparan diatas dapat disimpulkan bahwa fungsi pendidikan karakter
adalah sebagai wahana pengembangan perilaku peserta didik dalam mengembangkan
potensi perilaku baiknya, sebagai wahana perbaikan perilaku dimana pendidikan karakter
memperkuat karakter dan watak peserta didik agar sesuai dengan karakter bangsa, dan yang
terakhir adalah sebagai wahana penyaring, dimana peserta didik diharapkan mampu memilih
dan memilah budaya asing yang masuk apakah sesuai dengan budaya Indonesia atau tidak,
sehingga peserta didik tidak menelan bulat-bulat budaya asing yang masuk dan dijadikan
sebagai trend.

• Tujuan Pendidikan Karakter

Merujuk pada Kerangka Acuan Pendidikan Karakter Direktorat Ketenagaan


Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Kementrian Pendidikan Nasional,tujuan dari
pendidikan karakter sebagai berikut:

• Mengembangkan potensi kalbu/nurani atau afektif peserta didik sebagai manusia dan
warganegara yang memiliki nilai-nilai karakter.

• Mengembangkan kebiasaan dan perilaku (habituasi) peserta didik yang terpuji dan
sejalan dengan nilai-nilai universal dan tradisi budaya bangsa yang religius.

• Menanamkan jiwa kepemimpinan dan tanggungjawab peserta didik sebagai generasi


penerus bangsa.

• Mengembangkan kemampuan peserta didik menjadi manusia yang mandiri, kreatif,


berwawasan kebangsaan.

• Mengembangkan lingkungan kehidupan sekolah sebagai lingkungan belajar yang aman,


jujur, penuh kreativitas dan persahabatan, serta dengan rasa kebangsaan yang tinggi dan
penuh kekuatan (dignity).

(Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Kementrian Pendidikan Nasional, 2010: 5)

• Nilai-nilai Pendidikan Karakter


Nilai-nilai di dalam pendidikan karakter berlandaskan dari sumber-sumber yang
menjadi pedoman berbangsa dan bernegara serta pedoman dalam pendidikan. Menurut
Kemendiknas (2010: 8-10) ada 4 unsur yang mendasari nilai-nilai karakter bangsa yaitu
agama, pancasila, budaya dan tujuan pendidikan nasional. Nilai-nilai yang dikembangkan
dalam pendidikan karakter diidentifikasi dari sumber-sumber sebagai berikut:

• Agama

Masyarakat Indonesia adalah masyarakat beragama. Oleh karena itu kehidupan


individu, masyarakat, dan bangsa selalu didasari pada ajaran agama dan kepercayaannya.
Secara politis kehidupan kenegaraan pun didasari oleh nilai-nilai yang berasal dari agama.
Atas dasar pertimbangan itu, maka nilai-nilai pendidikan karakter harus didasarkan pada
nilai-nilai dan kaidah yang berasal dari agama.

• Pancasila

Negara Kesatuan Republik Indonesia ditegakkan atas prinsip-prinsip kehidupan


kebangsaan dan kenegaraan yang disebut Pancasila. Pancasila terdapat pada Pembukaan
UUD 1945 dan dijabarkan lebih lanjut dalam pasal-pasal yang terdapat dalam UUD
1945 tersebut. Artinya, nilai nilai yang terkandung dalamPancasila menjadi nilai-
nilaiyang mengatur kehidupan politik, hukum, ekonomi, kemasyarakatan, budaya, dan seni
yang diatur dalam pasal-pasal UUD 1945. Pendidikan karakter bertujuan mempersiapkan
peserta didik menjadi warga negara yang lebih baik, yaitu warga negara yang memiliki
kemampuan, kemauan, dan menerapkan nilai-nilai Pancasila dalam kehidupannya sebagai
warga negara.

• Budaya

Adalah suatu kebenaran bahwa tidak ada manusia yang hidup bermasyarakat yang
tidak didasari oleh nilai-nilai budaya yang diakui masyarakat tersebut. Nilai-nilai budaya
tersebut dijadikan dasar dalam memberi makna terhadap suatu konsep dan arti dalam
komunikasi antar anggota masyarakat tersebut. Posisi budaya yang demikian penting
dalam kehidupan masyarakat mengharuskan budaya menjadi sumber nilai-nilai dari
pendidikan karakter
• Tujuan Pendidikan Nasional

Tujuan pendidikan nasional mencerminkan kualitas yang harus dimiliki setiap


warga negara Indonesia, dikembangkan oleh berbagai satuan pendidikan di berbagai jenjang
dan jalur. Dalam tujuan pendidikan nasional terdapat berbagai nilai kemanusiaan yang
harus dimiliki seorang warga negara Indonesia. Oleh karena itu, tujuan Pendidikan nasional
adalah sumber yang paling operasional dalam pengembangan pendidikan karakter
dibandingkan ketiga sumber yang disebutkan di atas. (Kemendiknas 2010: 7).

Berdasarkan keempat sumber nilai diatas, teridentifikasi sejumlah nilai untuk


pendidikan budaya dan karakter bangsa sebagai berikut ini nilai-nilai karakter dan
deskripsinya:

• Religius; Sikap dan perilaku yang taqwa kepada Tuhan yang Maha Esa

• Jujur; Sikap dan Perilaku yang dapat dipercaya dalam perkataan, tindakan, dan
pekerjaan.

• Toleransi; Sikap dan tindakan yang menghargai perbedaan.

• Disiplin; Tindakan yang menunjukkan perilaku tertib dan patuh pada berbagai ketentuan
dan peraturan.

• Kerja keras; Perilaku yang menunjukkan upaya sungguh-sungguh.

• Kreatif; Berpikir dan melakukan sesuatu untuk menghasilkan cara atau hasil baru dari
sesuatu yang telah dimiliki.

• Mandiri; Sikap dan perilaku yang tidak mudah tergantung pada orang lain.

• Demokratis; Cara berfikir, bersikap, dan bertindak yang menilai sama hak dan
kewajiban dirinya dan orang lain.

• Rasa Ingin Tahu; Sikap dan tindakan yang selalu berupaya untuk mengetahui lebih
mendalam.
• Semangat Kebangsaan; Sikap dan perilaku yang menempatkan kepentingan bangsa dan
negari atas kepentingan diri dan kelompoknya.

• Cinta Tanah Air; Sikap dan perilaku yang menunjukan kesetian terhadap negaranya

• Menghargai Prestasi; Sikap dan tindakan yang mendorong dirinya untuk menghasilkan
sesuatu yang berguna bagi masyarakat, dan mengakui, serta menghormati keberhasilan
orang lain.

• Bersahabat/Komunikatif; Sikap dan perilaku yang suka bekerja sama dengan orang lain.

• Cinta Damai; Sikap, perkataan, dan tindakan membuat orang lain merasa senang dan
aman atas kehadiran dirinya.

• Gemar Membaca; Kebiasaan menyediakan waktu untuk membaca.

• Peduli Lingkungan; Sikap dan tindakan yang selalu berupaya mencegah kerusakan pada
lingkungan alam di sekitarnya, dan mengembangkan upaya-upaya untuk memperbaiki
kerusakan alam yang sudah terjadi.

• Peduli Sosial; Sikap dan tindakan yang selalu ingin memberi bantuan pada orang lain
dan masyarakat yang membutuhkan.

• Tanggung-jawab; Sikap dan perilaku seseorang untuk melakukan tugas dan


kewajibannya.

• Pendekatan Values Clarification Technique (VCT)

• Pengertian

Hall (dalam Wijayanti 2013) mengartikan values clarification technique: “By value
clarification we mean methodology or process by which we help a person to discover values
through behavior, feelings, ideas and trough important choices he has made and is
continually in fact, acting upon in and trough his life”.
Barth (1990: 371) menjelaskan bahwa pendekatan klarifikasi nilai yaitu: Values
clarification approach, a teaching strategy which is used to focus on the process of valuing
rather than the content of values. It attempts to help students answer questions about how
values are formed and to develop their own values system.

Menurut Nasution (2006: 163) Teknik Klarifikasi Nilai atau Values Clarification
Technique (VCT) merupakan model pembelajaran dalam rangka menanamkan karakter
siswa dimana siswa tidak menghafal dengan nilai-nilai yang dipilihkan tetapi siswa dibantu
menemukan, menganalisis, mempertanggungjawabkan dan mengembangkan nilai hidupnya
sendiri mana yang baik dan benar.

Wina Sanjaya (2008: 283) menjelaskan bahwa teknik klarifikasi nilai (values
clarification technique) dapat diartikan sebagai teknik pembelajaran untuk membentuk
siswa dalam mencari dan menentukan suatu nilai yang dianggap baik dalam menghadapi
suatu persoalan melalui proses menganalisis nilai yang sudah ada dan tertanan dalam diri
siswa.

Dari beberapa pengertian di atas dapat kita pahami bahwa bahwa values
clarification technique merupakan metode klarifikasi nilai dimana siswa tidak disuruh
menghafal dengan nilai yang sudah dipilihkan tetapi dibantu untuk menemukan, memilih,
menganalisis, mengembangkan, mempertanggungjawabkan, mengambil sikap dan
mengamalkan nilai-nilai kehidupannya sendiri.

• Tujuan VCT

Sementara itu, Wina Sanjaya (2008: 284), menjelaskan tentang tujuan model klarifikasi
nilai yang merupakan salah satu teknik pembelajaran yang dapat memenuhi tujuan pencapaian
pendidikan nilai dan merupakan cara bagaimana menanamkan dan menggali atau
mengungkapkan nilai-nilai tertentu dari diri siswa. Pada prosesnya, teknik klarifikasi nilai
berfungsi untuk:

• mengukur atau mengetahui tingkat kesadaran siswa tentang suatu nilai;

• membina kesadaran siswa tentang nilai-nilai yang dimilikinya baik yang positif maupun
yang negatif untuk kemudian dibina kearah peningkatan atau pembetulannya;
• menanamkan suatu nilai kepada siswa melalui cara yang rasional dan diterima siswa
sebagai milik pribadinya.

• Model Klarifikasi Nilai

Simon (1972: 15) menggolongkan beberapa model klarifikasi nilai sebagai berikut:

• Moralizing is the direct, although sometimes subtle, inculcation of the adults values upon
the young.

• Some adults maintain a laissez-faire attitude toward the transmission of values.

• Modeling is a third approach in transmitting values.

• The values-clarification approach tries to help young people answer some of these
questions and build their own value system.

• Langkah-langkah Pembelajaran dengan Pendekatan VCT

Dalam pendekatan klarifikasi nilai terdapat tujuh langkah yang menjadi prinsip
klarifikasi nilai, yaitu:
• Nilai harus dipilih secara bebas

• Nilai harus dipilih dari berbagai alternatif

• Memilih nilai sesudah dipertimbangkan akibat-akibat dari pilihannya

• Nilai harus diwujudkan dihadapan umum

• Nilai adalah kaidah hidup

• Nilai selalu dipelihara

• Berani mengemukakan nilai di depan orang lain.

Adapun alur langkah-langkah pembelajaran dengan metode VCT dalam 7 langkah itu dibagi
ke dalam 3 tahap, dijelaskan di bawah ini:

Gambar 2.4
Langkah Pembelajaran dengan Pendekatan VCT
Sumber :
Wijayanti, 2013: 75

• Manfaat Pendekatan VCT

Teknik klarifikasi nilai apabila diterapkan dalam pembelajaran maka dapat


meningkatkan kemampuan siswa untuk:

• memilih, memutuskan, mengkomunikasikan, mengungkapkan gagasan, keyakinan, nilai-


nilai dan perasaannya;

• berempati atau memahami perasaan orang lain dan melihat sudut pandang orang lain;

• memecahkan masalah;

• menyatakan sikap setuju atau tidak setuju, menolak atau menerima pendapat orang lain;

• mempunyai pendirian dalam mengambil keputusan, menginternalisasikan dan bertingkah


laku sesuai dengan nilai yang telah dipilih dan diyakini.
• Kelebihan Teknik VCT

Teknik VCT memiliki kelebihan, yaitu untuk melatih siswa mengkomunikasikan


keyakinan, nilai hidup, cita-cita pribadi pada teman sejawat, berlatih berempati pada teman
yang mungkin berbeda keyakinan, berlatih memecahkan persoalan dilema moral, berlatih
untuk setuju atau menolak keputusan kelompok, berlatih terlibat dalam membuat keputusan
ataupun mempertahankan keyakinannya.

• Kelemahan Teknik VCT

Di samping kelebihan, teknik ini terdapat sisi kelemahannya, yakni ketika dalam proses
pembelajaran nilai seperti proses pembelajaran yang dilakukan secara langsung oleh guru,
artinya guru menanamkan nilai-nilai yang dianggap baik tanpa memperhatikan nilai yang
tertanam dalam diri anak, akibatnya sering terjadi benturan konflik dalam diri siswa. Maka dari
itu, teknik klarifikasi nilai menjadi alternatif strategi sebagai proses penanaman nilai yang
dilakukan melalui proses analisis nilai yang sudah ada sebelumnya pada diri siswa kemudian
diselaraskan dengan nilai baru yang akan ditanamkan.

BAB III

METODE PENELITIAN

• Metode dan Pendekatan Penelitian

Pada penelitian ini menggunakan penelitian deskriptif yaitu mengumpulkan praktik


terbaik Pendidikan Karakter di SD/MI Berbasis Agama di Kota Serang. Penelitian ini dilakukan
dengan pendekatan kualitatif. Nasution (1989: 5) mengatakan bahwa penelitian kualitatif pada
hakikatnya mengamati perilaku keseharian orang dalam lingkungan hidupnya. Pendekatan
terhadap yang diteliti dilakukan secara berkelanjutan dan berintegrasi dengan mereka tanpa ada
batas atau sekat-sekat, berusaha memahami bahasa, dan tafsiran mereka tentang dunia
sekitarnya. Keterkaitan dengan Pendidikan Karakter, penelitian kualitatif menjadi kategori yang
didefiniskan secara longgar dari model penelitian yang semuanya menghasilkan data verbal,
visual, data yang ada di sekitar lokasi penelitian. Data diambil dalam bentuk narasi deskriptif
(catatan lapangan, rekaman, dan catatan tertulis lainnya), yang terkait dengan pendidikan
karakter di sekolah dasar. Adapun penjabarannya adalah sebagai berikut:

• Subyek Penelitian

Subyek penelitian dalam penelitian ini, yakni Kepala Sekolah, Guru, Pembina
Ekstrakulikuler, peserta didik di Sekolah Dasar di Kota Serang yang telah ditetapkan oleh
Penliti. Dasar pertimbangannya ialah diterapkan pendidikan karakter dalam Sekolah Dasar
banyak dilakukan oleh para Kepala Sekolah, Guru, juga beberapa oleh staff adminsitartif. Para
Kepala Sekolah bertanggung jawab penuh atas berjalannya visi dan misi sekolah. Sementara itu,
Pembina Ekstrakulikuler karena aktor dalam menjalankan pendidikan karakter di luar kelas ialah
pembina ekstrakulikuler ini. Hal tersebut di atas menjadi acuan bagi peneliti untuk menentukan
subjek penelitian di atas pada penelitian mengenai Pendidikan Karakter .

• Instrumen

Salah satu ciri utama penelitian kualitatif adalah human instrument atau peneliti sebagai
alat/instrumen utama (Moleong, 2014, hlm. 168). Dalam hal ini, maka yang menjadi instrumen
atau alat penelitian adalah peneliti sendiri. Peneliti sebagai human instrument, berfungsi
menetapkan fokus penelitian, memilih informan sebagai sumber data, melakukan pengumpulan
data, menilai kualitas data, menafsirkan data, dan membuat kesimpulan atas temuannya (Lincoln
& Guba, 1985: 39, 194). Sejumlah alasan mengapa manusia sebagai alat pengumpul data
(Lincoln dan Guba, 1985: 193), yaitu:

• Responsivenes; Manusia dapat merasakan dan memberikan tanggapan terhadap petunjuk-


petunjuk baik perorangan maupun lingkungan.

• Holistic emphasi; Holistik dalam lingkungan sekeliling, akan memerlukan manusia


sebagai instrumen yang mampu menangkap gejala lingkungan alamiah yang
menyeluruh.
• Adaptability; Daya guna manusia untuk menyesuaikan diri sangat tinggi sehingga
dapat mengumpulkan informasi mengenai banyak aspek pada berbagai tingkatan secara
simultan.

• Knowledge base expansion; Berkemampuan menjalankan fungsi secara simultan


dalam ranah pengetahuan proposisional dan dalam pengetahuan yang dikumpulkan
berdasarkan pengalaman.

• Processual immediacy; Kemampuan manusia sebagai instrumen untuk memproses data


segera setelah terkumpul, dan dapat segera mengembangkannya

• Opportunities to explore typical or idiosyncratic response; Mempunyai kemampuan


untuk menyelidiki jawaban-jawaban sumber data dan informasi sampai pada tingkat
pemahaman yang lebih tinggi.

• Opportunities for clarification and summarization; Mempunyai kemampuan yang unik


dalam menyimpulkan data serta meminta perbaikan dan penjelasaan secara langsung
dari sumber informasi.

Adapun menurut Nasution (2003, hlm. 55-56), peneliti sebagai alat penelitian karena
mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:

• Peneliti sebagai alat, peka, dan dapat bereaksi terhadap segala stimulus dari lingkungan
yang harus diperkirakannya bermakna atau tidak bagi penelitian.

• Peneliti sebagai alat, dapat menyesuaikan diri terhadap semua aspek keadaan dan dapat
mengumpulkan angka ragam data sekaligus.

• Tiap situasi merupakan suatu keseluruhan.

• Suatu situasi yang melibatkan interaksi manusia, dipahami dengan merasakan dan
menyelaminya berdasarkan penghayatan.

• Peneliti sebagai instrumen dapat segera menganalisis data yang diperoleh.


• Hanya manusia sebagai instrumen dapat mengambil kesimpulan berdasarkan data yang
dikumpulkan pada suatu saat dan segera menggunakannya sebagai balikan untuk
memperoleh penegasan, perubahan, perbaikan atau penolakan.

• Dengan manusia sebagai instrumen, respon yang lain dari pada yang lain dipakai untuk
mempertinggi tingkat kepercayaan dan tingkat pemahaman mengenai aspek yang
diselidiki.

Lincoln dan Guba (1985: 199) menyatakan bahwa “...the human-as-instrument is


inclined toward methods that are extensions of normal human activities: looking, listening,
speaking, reading, and the like”. Dari pernyataan ini semakin jelas bahwa keunggulan manusia
sebagai instrumen dalam penelitian naturalistik karena alat ini dapat melihat, mendengar,
membaca, merasa, dan sebagainya yang biasa dilakukan manusia umumnya. Hal itu dilakukan
dengan pengamatan berperan serta (observasi partisipatoris), wawancara mendalam (deep
interview), pengumpulan dokumen, foto dan sebagainya. Keseluruhan metode itu pada dasarnya
menyangkut hubungan peneliti dengan subjek penelitian.

• Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data merupakan langkah yang penting dalam penelitian, karena
tujuan utama dari penelitian adalah mendapatkan data. Tanpa mengetahui teknik pengumpulan
data, maka peneliti tidak akan mendapatkan jawaban penelitian yang menenuhi standar data yang
di tetapkan.

Pada penelitian ini, peneliti berada pada posisi pengamat dan pengumpul data. Data
dikumpulkan melalui tiga sumber, yaitu: dokumen, , wawancara, dan observasi (Yin, 2014: 101).
Pengamatan dan pengumpulan data bersifat alami (natural). Adapun masing-masing
pengumpulan data dapat dijabarkan sebagai berikut:

• Observasi

Observasi merupakan teknik yang baik untuk penelitian kualitatif. Patton (dalam
Nasution, 1988: 59-60) mengemukakan beberapa manfaat dari teknik observasi dalam
mengumpulkan data :
• Dengan berada di lapangan peneliti lebih mampu memahami konteks data dalam
keseluruhan situasi.

• Pengalaman langsung memungkinkan peneliti menggunakan pendekatan induktif,


jadi tidak dipengaruhi oleh konsep-konsep atau pandangan sebelumnya.

• Peneliti dapat melihat hal-hal yang kurang atau yang tidak diamati oleh orang lain,
khususnya orang yang berada dalam lingkungan itu, karena telah dianggap biasa,
dank arena itu tidak akan terungkap dalam wawancara.

• Peneliti dapat menemukan hal-hal yang sedianya tidak akan terungkap oleh
responden dalam wawancara keran bersifat sensitive atau ingin ditutupi karena
dapat merugikan lembaga.

• Peneliti dapat menemukan hal-hal di luar persepsi responden sehingga peneliti


memperoleh gambaran yang lebih komprehensif.

• Dalam lapangan penelitian tidak hanya dapat mengadakan pengamatan akan tetapi
juga memperoleh kesan-kesan pribadi.

• Wawancara

Untuk melakukan penelitian ini peneliti akan melakukan wawancara dengan


berbagai pihak di antaranya dengan kepala sekolah untuk memperoleh gambaran umum,
kepemimpinan sebagai kepala sekolah. Selanjutnya, wawancara juga dengan Wakil
Kepala Sekolah Bidang Kesiswaan (Wakasek Kesiswaan) guna memperoleh data
mengenai aspek dalam Pendidikan Karakter. Kemudian tentang persoalan siswa-siswi
dalam hal prestasi, sikap dan tingkah laku. Kemudian kepada guru mengenai pelaksanaan
proses Pendidikan Karakter, selanjutnya kepada Pembina ekstrakulikuler.

Untuk mencari data mengenai pemahaman siswa tentang pendidikan karakter,


peneliti juga melakukan wawancara dengan siswa, bagaimana pemahaman mereka
setelah memanfaatkan lingkungan sekolah dalam pengembangan pendidikan karakter.
Informasi yang diperoleh akan diolah dan dikonfirmasikan melalui tahap member-chek.
Hal ini dilakukan untuk memperoleh masukan mengenai kesesuaian data tersebut dengan
informan penelitian.

• Dokumentasi

Lincon dan Guba, (1984: 276-277) mengatakan bahwa dokumentasi dan catatan
digunakan sebagai pengumpulan data didasarkan pada beberapa hal yakni:

• Dokumen dan catatan ini selalu dapat digunakan terutama karena mudah diperoleh
dan relative lebih murah.

• Merupakan informasi yang mantap baik dalam pengertian merefleksikan situasi


secara akurat maupun dapat dianalisis ulang tanpa melalui perubahan didalamnya.

• Dokumen dan catatan merupakan sumber informasi yang kaya.

• Keduanya merupakan sumber resmi yang tidak dapat disangkal, yang


menggambarkan kenyataan formal.

Sementara itu, menurut Yin (2014: 104), dokumen penting untuk mendukung dan
menambah bukti dari sumber-sumber lain. Data dokumen berupa; surat, memorandum,
pengumuman resmi, agenda, kesimpulan pertemuan, laporan peristiwa tertulis, dokumen
admnistratif (proposal, laporan kemajuan), penelitian pada situs yang sama, kliping di
media massa. Secara rinci manfaat dokumen adalah sebagai berikut :

• Dokumen membantu penverifikasian ejaan dan judul atau nama yang benar dari
organisasi-organisasi yang telah disinggung, misalkan dalam wawancara

• Dokumen dapat menambah rincian spesifik lainnya guna mendukung informasi dari
sumber-sumber lain

• Dokumen memberikan inferensi yang dapat menjadi rambu-rambu dari penelitian


selanjutnyanya atau terdahulu.

• Triangulasi
Triangulasi terbagi menjadi dua jenis, yakni triangulasi teknik dan triangulasi sumber
(Sugiyono, 2013: 331). Triangulasi teknik merupakan teknik pengumpulan data yang penulis
gunakan untuk menguji kredibilitas data. Misalnya peneliti ingin mengetahui informasi tentang
kendala yang dihadapi dalam melaksanakan pendidikan karakter dalam pembelajaran sẹarah,
maka solusinya adalah peneliti melakukan observasi dengan melihat pembelajarannya secara
langsung di dalam kelas, mewawancarai guru dan peserta didik yang terlibat dalam pembelajaran
sẹarah di dalam kelas, dan menganalisis dokumentasi yang penulis dapatkan.

Gambar 3.1
Triangulasi Teknik

Sumber: Sugiyono, 2013: 331.

Selanjutnya triangulasi sumber, yaitu untuk mendapatkan data dari sumber yang berbeda-beda
dengan teknik yang sama. Hal ini dapat digambarkan sebagai berikut:

Gambar 3.2
Triangulasi Sumber

Sumber: (Sugiyono, 2013: 331).

Dari gambar di atas, bisa dijelaskan bahwa peneliti mencari sumber informasi dengan
menggunakan teknik wawancara terhadap beberapa sumber, untuk mengetahui tentang
penerapan pendidikan karakter di sekolah dasar. Peneliti melakukan wawancara dengan
menanyakan terhadap beberapa peserta didik secara langsung. Peneliti menggunakan observasi
partisipasif, wawancara mendalam, dan dokumentasi untuk sumber data.

• Teknik Pengolahan dan Analisis Data

Data penelitian yang telah diperoleh akan dianalisis secara deskriptif kualitatif. Analisis
dilakukan oleh peneliti dengan mempertimbangkan informasi, sikap, dan pendapat dari peserta
pelatihan melalui proses pemahaman makna intersubjektif (Burhan Bungin, 2007:237-238). Data
yang dikumpulkan dalam penelitian ini akan dianalisis secara kualitatif. Proses analisis dilakukan
dengan tahap: seleksi, menyederhanakan, mengklasifikasi, memfokuskan, mengorganisasi
(mengkaitkan gejala) secara sistematis dan logis, serta membuat abstraksi atas kesimpulan
makna hasil analisis. Adapun model analisis kualitatif dari Miles dan Hubberman (Sugiyono,
2004:17) sebagaimana lazim digunakan setelah pengumpulan data adalah:

• Reduksi Data

Peneliti mencoba memilahkan data yang relevan, penting, bermakna, dan data yang tidak
berguna, untuk menjelaskan apa yang menjadi sasaran analisis. Langkah yang dilakukan
adalah menyederhanakan dengan jalan membuat fokus, klasifikasi, dan abstraksi data
kasar menjadi data yang bermakna untuk dianalisis.

• Sajian Deskripsi Data

Menyajikan data secara deskriptif tentang apa yang ditemukan dalam analisis. Sajian
deskriptif dapat diwujudkan dalam narasi, visual gambar, dan lain-lain yang lebih
memudahkan bagi pembaca. Alur sajiannya sistematik dan logis.

• Penyimpulan/Penarikan Kesimpulan

Penarikan kesimpulan atas apa yang disajikan. Kesimpulan merupakan intisari dari
analisis yang memberikan pernyataan tentang makna hasil penelitian best practice
pendidikan karakter di SD/MI berbasis agama di Kota Serang guna mewujudkan contoh
praktik terbaik pendidikan karakter di sekolah dasar.

Gambar 3.3
Teknik Analisis Data “Model Interaktif”
Sumber:
Miles dan Huberman dalam Sugiyono, 2013:338

• Menurut Miles & Huberman (1992, hlm. 20) mengumukakan bahwa aktifitas
dalam analisis data kualitatif dilakukan secara interaktif dan berlangsung terus menerus
sampai tuntas, sehingga datanya sudah jenuh.

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Dalam bab ini akan dideskripsikan hasil penelitian di lapangan dan pembahasan hasil
penelitian. Adapun hasil penelitian yang dapatkan di lapangan seperti data-data lengkap yang
diperoleh, baik melalui observasi (partispatoris dan dokumen), wawancara, serta catatan
lapangan. Hasil-hasil penelitian disajikan secara keseluruhan tentang deskripsi profil sekolah,
deskripsi hasil penelitian, dan pembahasan hasil penelitian.

• Hasil Penelitian

• SDIT Widya Cendekia: Menerapkan Perilaku Jujur


• Identitas Sekolah

Nama Sekolah : SDIT Widya Cendekia

Alamat Sekolah : Jl. Lingkar Selatan Perum Taman Widya

Asri Ruko BB No. 4, Kec. Serang, Kota

Serang 42115 No. Telp : (0254) 200198

• Waktu Pelaksanaan : Selasa, 29 November 2016, Pukul 07.30

WIB.

• Objek Observasi : Siswa, Guru, Kepala Sekolah

• Deskripsi Hasil Pengamatan


Salah satu sekolah yang berada di daerah Serang, tepatnya di perumahan Komplek
Taman Widya Asri, yaitu SDIT Widya Cendekia. Letaknya yang sangat strategis dan
kualitas pendidikan menjamin siswanya mampu menjadi generasi yang diharapkan,
program-program yang diterapkan di SDIT Widya Cendekia sangat bermutu, terutama
dalam menanamkan 18 nilai karakter. Selain itu, program yang bermutu juga didukung
dengan kualitas pengajar, sarana dan prasarana, komitmen dari orang tua dalam
mewujudkan program pendidikan yang telah dicanangkan oleh pihak SDIT Widya
Cendekia.

SDIT Widya Cendekia memiliki bangunan yang tidak terlalu luas, tetapi pihak
sekolah menyiasatinya dengan membangun gedung bertingkat sehingga tidak
memerlukan lahan yang terlalu banyak. Sekolah ini memiliki tiga lantai, dan juga ada
beberapa gedung (gedung A dan gedung B). Pemanfaatan lahan secara efisien diterapkan
dengan baik, sehingga terlihat rapi dan bersih. Ketika masuk ke dalamnya, kita akan
merasa sekolah tersebut penuh ketertiban, pengelolaan kelasnya juga baik. Dan hal yang
baru bagi kami yaitu, adanya rak makanan yang difungsikan untuk makanan para siswa
yang dikirimkan oleh keluarganya dirumah, sehingga mereka tidak perlu jajan di kantin,
karena keluarganya akan mengirimkan makanan ke sekolah dan dimasukkan ke dalam
rak makanan tersebut.

Gambar 4.1
Lapangan SD Widya Cendikia

Sumber : Dokumentasi Peneliti

Gambar 4.2
Kondisi Siswa Yang Saling Berinteraksi, Tidak Terlalu Pasif
Sumber : Dokumentasi Peneliti

Sekolah menekankan siswa agar menjadi pribadi yang Islami juga menjadi individu
yang mampu bersaing dengan masyarakat kelak. Dimulai dengan pembiasaan hal-hal
terkecil, seperti menjaga kebersihan diri, kelas, serta lingkungan sekolah; membiasakan
siswa untuk selalu melakukan kegiatan shalat duha; pengajian dan membaca Asmaul
Husna; dan berdoa sebelum belajar.

Gambar 4.3
Rak Sepatu Di Setiap Kelas

Sumber : Dokumentasi Peneliti

Dalam mewujudkan 18 nilai karakter tersebut diperlukan kerjasama antar semua


pihak seperti orang tua dan sekolah, kegiatan sekolah harus diketahui oleh orang tua dan
perlu didukung. SDIT Widya Cendekia tidak menyediakan kantin jujur atau kantin
sekolah seperti kebanyakan sekolah lainnya, juga tidak diperbolehkannya membawa uang
saku ke sekolah apalagi sampai siswanya membeli makanan di luar sekolah disaat jam
sekolah. Hal ini bertujuan agar para siswa lebih terfokus dalam mengikuti kegiatan
pembelajaran di sekolah mereka setiap harinya membawa bekal makanan sebagai
pengganti jajan mereka sehingga banyak hal-hal positif yang bisa diambil dari program
tersebut.

Gambar 4.4
Tata Tertib Yang Berlaku

Sumber : Dokumentasi Peneliti

• Deskripsi Hasil Wawancara


• Deskripsi Hasil Wawancara Kepala Sekolah
Proses pembelajaran di SDIT Widya Cendikia dalam membentuk karakter, khususnya
karakter jujur, mempunyai kurikulum sendiri yang telah dimodifikasi dari kurikulum
nasional. Maksud dari kurikulum yang dimodifikasi yaitu, sekolah lebih menitik beratkan
pada nilai agama, karena SD tersebut lebih mengualitaskan akhlak-akhlak yang diajarkan
oleh Nabi Muhammad SAW.
Salah satu cara untuk merealisasikan program pembentukan karakter khususnya
pembentukan karakter jujur dengan diadakannya “Market Day” kegiatan ini dilakukan
setiap satu semester sekali. “Market Day” merupakan kegiatan dimana siswa diberi
tanggung jawab untuk mengelola produk yang telah disepakati untuk dipasarkan dalam
kegiatan ini. Tujuan dari kegiatan ini yaitu, untuk menumbuhkan rasa kejujuran ketika
anak mengelola hasil dari kegiatan “Market Day”.
Dalam mengukur ketercapaian program pembentukan karakter jujur, sekolah
mempunyai kegiatan rutin untuk Dewan Guru, yaitu rapat setiap akhir pekan. Ketika
dalam proses pembelajaran terjadi penyimpangan perilaku yang tidak diinginkan maka
dalam rapat yang dilakukan setiap akhir pekan akan dibahas untuk menemukan solusi
untuk kedepannya. Ketika dalam pembahasan rapat akhir pekan dewan guru atau kepala
sekolah belum menemukan solusi yang baik maka akan dibahas kembali pada rapat akhir
pekan selanjutnya. Selain kepala sekolah, Dewan Guru yang terlibat dalam
menyelesaikan masalah tersebut tetapi juga ada beberapa pihak yang dilibatkan yaitu,
pihak yayasan, Komite Sekolah, dan Wali Murid.
Dari hasil evaluasi program pembentukan karakter, sekolah lebih menekankan kepada
Dewan Guru untuk lebih mendalami atau membekali dirinya untuk dipraktekan kepada
anak didik.
• Deskripsi Hasil Wawancara Guru Kelas
Dari hasil wawancara kami di SDIT Widya Cendekia dengan Walikelas, kelas lima
tentang bagaimana metode yang digunakan dalam proses pembelajaran untuk membantu
tercapainya tujuan pembelajaran pada anak dalam hal keterampilan afektifnya khususnya
tentang kejujuran yaitu, bahwa seorang guru perlu memikirkan dengan matang
bagaimana metode pembelajaran yang mungkin dapat diberikan dan juga dapat diterima
oleh para siswa untuk kemudian siswa dapat mengaplikasikan ilmu yang didapatnya.
Menanamkan sikap jujur pada setiap anak adalah mutlak diperlukan. Baik dalam
lingkungan keluarga, sekolah, masyarakat maupun dalam lingkungan kehidupan
berbangsa dan bernegara. Metode yang digunakan dalam proses pembelajaran untuk
dapat menanamkan sikap jujur pada anak-anak adalah pertama seorang guru harus
memberikan stimulus berupa keteladanan, konsistensi reward dan punishment pun harus
ditegakkan agar siswa akan terbiasa bersikap jujur.
Kemudian yang kedua yaitu, dengan memberikan anak sebuah cerita yang dapat
memberikan motivasi untuk bersikap jujur, biasanya seorang anak akan terbawa oleh
sebuah cerita dan akan merekam dengan baik cerita tersebut, kemudian mengaplikasikan
dalam kehidupan sehari-harinya.
Dari pernyataan Walikelas, kelas lima, beliau mengatakan hukuman yang baik untuk
siswa yang melakukan sikap ketidakjujuran yaitu, dengan memberikan hukuman yang
mendidik yaitu, dengan teguran. Teguran sesungguhnya merupakan hukuman juga, dan
tidak akan dirasakan siswa sebagai hukuman jika disampaikan secara kekeluargaan dan
cukup halus. Cara ini akan lebih efektif untuk memperbaiki kesalahan siswa, daripada
menggunakan sindiran ataupun kecaman.
Hukuman dalam bentuk celaan sedapat mungkin akan dihindari oleh beliau, karena
kemungkinan besar dapat menimbulkan rasa putus asa dalam diri siswa, sehingga
motivasi belajarnya mati. Beliau juga mengatakan hukuman yang diberikan biasanya
untuk siswa yang tidak mengerjakan PR, lupa membawa buku tugas, beliau akan
memberikan tugas untuk mengerjakan PR di luar kelas setelah selesai masuk kelas
kembali menyerahkan PR nya, tidak diperintahkan untuk keluar kelas selama 2 jam
pelajaran tanpa diberi tugas mengerjakan PR, sehingga siswa keluyuran di luar kelas.
Selama beliau menjabat sebagai wali kelas lima beliau belum pernah menemukan anak
didiknya sedang melakukan tindakan ketidakjujuran seperti menyontek pada saat
ulangan.
Pembahasan yang tidak kalah menarik adalah ketika kita bertanya mengenai sikap
seorang guru yang berbohong demi tercapainya tujuan pendidikan, nampaknya
pertanyaan diatas sangat sulit dijawab oleh beliau, tetapi berdasarkan pemahaman dan
pengalaman yang beliau alami berbohong demi kebaikan adalah sesuatu yang
dibolehkan, dalam tanda kutip hal tersebut dilakukan pada saat tertentu saja tidak bisa
dilakukan dengan sering dan juga harus dapat memberikan motivasi terhadap anak,
beliau memberikan contoh pengalaman yang pernah dialaminya yaitu, beliau
menyebutkan keunggulan sekolah-sekolah diluar tanpa tahu kebenarannya hal ini
bertujuan untuk dapat memotivasi peserta didiknya, berbohong hanya dapat dilakukan
dengan sebuah cerita, tidak bisa dilakukan pada sesuatu yang berkaitan dengan materi
pelajaran, karena sebuah materi pelajaran adalah bersifat mutlak.

• SDS Peradaban

• Identitas Sekolah

Nama Sekolah :SDS Peradaban


Alamat Sekolah : Jl. Raya Sepang, Serang, Kec. Taktakan ,
Kota Serang,
Nama Kepala Sekolah : Salim,S.Pd.I
Visi Sekolah : “Menjadi Sekolah Masa Depan Yang
Melahirkan Generasi Berkarakter “
Misi Sekolah :
• Membangun Paradigma pendidikan yang maju dan visioner
• Menumbuhkembangkan potensi fitrah insane (manuisawi) anak didik
• Menciptakan komunitas masyrakat terdidik, berbudaya, dan berkarakter
• Mewujudkan organisasi pembelajar yang menyesuaikan diri terus menerus
• Membina generasi secara utuh dan menyeluruh
• Waktu Pelaksanaan : Selasa, 22 November 2016
• Objek Observasi : Kelas 1A, 3B, dan 4A
• Deskripsi Hasil Pengamatan

• Hasil Pengamatan di Kelas 1B SDS Peradaban

Berdasarkan pengamatan yang kami peroleh jumlah siswa keseluruhan Kelas 1B


terdiri dari 21 siswa diantaranya 15 siswa laki laki dan 6 siswa perempuan, dan juga
terdapat anak yang berkebutuhan khusus. Dikelas 1B terdapat dua pengajar yaitu guru
kelas dan guru pendamping. Dimana guru kelas membimbing anak anak satu kelas dan
guru pendamping khusus mendampingi anak yang memerlukan layanan khusus.

Berdasarkan yang kami amati guru menyajikan pembelajaran dengan kreatif dan
menyenangkan sehingga anak-anak sangat aktif dan antusias dalam belajar. Di dalam
setiap proses pembelajarannya guru menyelipkan nilai-nilai karakter. Dari Pembelajaran
yang berlangsung banyak nilai nilai karakter yang dapat kita amati khususnya nilai
karakter budi pekerti dan etika yang menjadi pandangan pokok kami.

Nilai-nilai budi pekerti dan etika yang kami dapatkan dari proses pembelajaran,
diantaranya; Guru menanamkan sifat sifat religius dan hormat diantaranya dengan
membiasakan anak mengucap salam ketika memasuki kelas, mencium tangan guru,
duduk dengan rapi, berdoa sebelum kegiatan belajar dimulai, sholat dhuha dengan
tertib, dan menghafal hadis-hadis singkat. Hal tersebut dapat kami nilai bahwa tertanam
karena adanya rutinitas sehingga kebiasaan baik tersebut telah tertanam pada masing
masing anak.

Anak-anak dibiasakan untuk saling menghargai sesama, tidak membeda bedakan


teman terutama pada anak berkebutuhan khusus mereka sangat diperhatikan teman
temannya dan sering dibantu teman yang lainnya ketika ada kesulitan. Ketika ada teman
yang berbicara, kami mendapati adanya sikap toleran yang tinggi, tidak mengejek teman
yang sedang berbicara. Anak sudah terbiasa dengan budaya sikap antri. Anak anak
terlihat begitu sopan, ketika teman temannya duduk dan ada satu siswa yang ingin
berjalan lewat, dia sambil mengucap kata-kata ”permisi”, “maaf”.

Dalam kegiatan pembelajaran sesekali anak diberi kesempatan untuk minum, dan
sebagian besar anak telah sesuai dengan adab minum yaitu dengan duduk namun pada
saat itu kami dapati ada anak yang minum dengan berdiri padahal sebelumnya guru
telah menasehati untuk minum sambil duduk. Ketika pembelajaran berlangsung guru
mengarahkan dan membimbing anak dengan santun, bahasa tegas namun tidak ada
unsur ucapan yang menyakiti anak sehingga anak anak pun juga terlihat santun ketika
menanggapi gurunya.

• Hasil Pengamatan di Kelas 3B SDS Peradaban

Berdasarkan pengamatan yang kami peroleh di kelas 3B terdapat satu guru kelas
dan dua guru pendamping khusus. Didalam proses pembelajaran kami mengamati
bahwa guru terlihat bisa terjun dalam dunia anak sehingga anak anak senang dalam
merespon pembelajaran tersebut. Pembelajaran yang dilaksanakan dengan membentuk
kelompok kelompok.

Adapun nilai budi pekerti dan etika yang kami amati diantaranya; Sebelum
memulai pembelajaran guru mengingatkan anak untuk selalu berdoa dengan santun
kepada Allah. Di dalam mengawali pembelajarannya guru memulainya dengan cerita
cerita yang mengandung nilai budi pekerti yang pada saat itu guru sedang berbicara
tentang rendah hati. Guru memberikan contoh tentang macam macam sifat rendah hati
yang tergolong sifat berbudi pekerti yang baik. Disitulah kami menilai bahwa dalam
mengajarkan nilai nilai karakter di SDS Peradaban itu diselipkan didalam pembelajaran
baik diawal, tengah, maupun di akhir pembelajaran. Dalam menjelaskan guru
mencontohkan dengan perilaku sehari hari anak, dan disampaikannya dengan bercerita
dengan bahasa yang santun sehingga anak anak tampak menerima nasehat tersebut
dengan baik.

• Hasil Pengamatan di Kelas 4 A SDS Peradaban

Berdasarkan pengamatan yang kami peroleh di kelas 4A SDS Peradaban


terdapat 24 siswa, 2 diantaranya adalah anak berkebutuhan khusus. Terdapat 2 guru
kelas dan 2 guru pendamping khusus. Adapun nilai budi pekerti dan etika yang kami
amati diantaranya; Guru mengucapkan salam ketika memasuki kelas. Ketika kami
memasuki kelas, terdapat anak yang menyapa dengan memberi salam sebelum kami
mengucapkan salam. Itu artinya bahwa sikap beretika dengan baik telah diterima dan
dilaksanakan dengan baik oleh anak. Sebelum kegiatan pembelajaran dimulai guru
menganjurkan anak untuk berdoa bersama sama terlebih dahulu.

Sebelum memulai pelajaran guru bertanya dengan baik tentang siswa yang
terlambat, guru tidak menegurnya namun guru memberikan nasihat yang baik kepada
semua siswa tidak hanya pada siswa yang terlambat. Guru menyelipkan nasehat berupa
akibat dari datang terlambat yaitu cemas, takut, dan khawatir serta tidak konsentrasi
ketika belajar. Dengan begitu anak diharapkan untuk bisa mengambil pelajaran dari
suatu kejadian. Sehingga anak akan menyadarinya sendiri.

Didalam proses pembelajaran kami menjumpai anak yang menjawab soal


dengan santun, dengan etika yang sopan yaitu dengan tunjuk jari sebelum menjawab
pertanyaan. Kami juga mennjumpai anak yang berbicara sendiri dengan temannya
ketika guru sedang berbicara, namun sesekali tetap memperhatikan apa yang
dibicarakan guru. Ketika game (permainan) tentang menjawab soal anak yang tidak bisa
menjawab tidak berkesempatan untuk menjawab soal lagi sehingga asyik sendiri, tidur
tiduran dan sebagainya. Namun guru pembimbing khusus menegaskan dengan nasehat
terhadap siswa yang dirasa kurang sopan. Sebagian besar siswa mengerjakan soal
dengan mandiri namun ketika dirasa ada yang mencontek guru mengingatkan dengan
menasehati serta menanamkan sikap percaya diri pada anak.

Di tengah tengah proses pembelajaran anak yang berkebutuhan khusus jalan


mondar mandir ditengah siswa lain yang sedang belajar. Berdiri sendiri ketika teman lain
sedang memperhatikan guru, dengan adanya hal tersebut guru tidak langsung
menegurnya namun guru pembimbing khusus cepat tanggap dan mengajaknya keluar
untuk belajar ditempat yang khusus yang telah disediakan sekolah. Guru menyelipkan
pendidikan karakter yang berkaitan dengan materi pembelajarannya yaitu sifat ikhlas
untuk saling memberi kepada orang lain tanpa meminta imbalan seperti halnya
tumbuhan yang memberikan oksigen bagi makhluk hidup lain. Budaya antri telah
tertanam pada masing masing anak

• Hasil Pengamatan Pada Waktu Istirahat

Berdasarkan pengamatan ketika jam istirahat anak anak di SDS Peradaban ada
yang beretika baik adapula yang sebaliknya. Dari beberapa anak yang kami temukan
ketika makan jajan sambil berdiri, sambil berjalan, dan sambil mengobrol, ada yang
membuang sampah sembarangan, makan dengan menggunakan tangan kiri. Ada juga
sikap anak kepada yang lebih tua tidak sopan, namun guru ketika menjumpai hal
tersebut selalu diingatkan.

Selain itu etika dan budi pekerti yang baik bagi keseluruhan siswa telah tampak
jelas, bertutur kata sopan, mengajak teman istirahat bersama, tidak membedakan anak
anak yang berkebutuhan khusus, mengajak anak yang berkebutuhan khusus untuk tetap
bergaul dengan teman teman yang lain, sehinga rasa toleransi dan sikap percaya diri
anak yang berkebutuhan khusus semakin bertambah karena tidak adanya perbedaan
dalam memperlakukan teman. Namun, disisi lain ada guru yang acuh tidak
mengingatkan siswanya, dari yang kami amati mereka adalah guru pembimbing khusus,
memang tugas pokok mereka hanya pada anak berkebutuhan khusus, tetapi alangkah
lebih baiknya jika aktivitas diluar pembelajaran guru juga mengamati semua anak dan
mengingatkan terhadap hal hal yang dirasa kurang baik.

• Deskripsi Hasil Wawancara

• Hasil Wawancara Kepala Sekolah

Dalam wawancara dengan Bapak Kepala Sekolah ini kami lebih menanyakan hal
hal yang berkaitan dengan penanaman nilai karakter secara umum di SDS Peradaban.
Dengan tujuan agar profil karakter di SDS Peradaban pada umumnya dapat kita ketahui
secara menyeluruh bukan hanya terbatas pada etika dan budi pekerti saja. Dari
wawancara yang telah kami lakukan, kami memperoleh data bahwa, nilai nilai karakter
yang diterapkan di SDS Peradaban diantaranya kejujuran, disiplin, tanggung jawab,
saling menghargai, kepemimpinan, sopan santun, budi pekerti, dan lain lain. Diantara
beberapa karakter tersebut di SDS Peradaban lebih menekankan pada karakter
kepemimpinan karena sebagai upaya untuk mewujudkan visi menjadikan sekolah Masa
Depan yang Melahirkan Generasi yang berkarakter.

Di SDS Peradaban penerapan pendidikan karakternya diselipkan ke setiap mata


pelajaran, pendidikan karakter juga ditanamkan dalam kegiatan pembelajaran maupun
kegiatan kegiatan lainnya. Berhasilnya Penerapan pendidikan karakter di SDS
Peradaban bisa dilihat dari mampunya anak mengerjakan atau menerapkan karakter
tersebut, misal di SDS Peradaban diajarkan bagaimana sikap bertanggung jawab setelah
selesai makan maka harus mencuci peralatan makannya sendiri. Untuk hari hari
selanjutnya siswa telah terbiasa melakukannya sehingga hal tersebut juga dapat
dijadikan tolak ukur sejauh mana karakter tersebut telah tertanam dalam diri anak.

Kendala yang dihadapi dalam menerapkan pendidikan karakter di SDS Peradaban


salah satunya adalah banyaknya siswa dengan karakteristik yang berbeda, siswa sebagai
individu yang unik sehingga strategi atau pendekatan yang digunakan pun berbeda beda
pula. Apalagi di SDS Peradaban terdapat juga anak yang berkebutuhan khusus. Dalam
pelaksanaannya berbeda dengan anak normal, sulit juga untuk bisa diterapkan dengan
strategi seperti anak anak pada umumnya, sehingga guru perlu pendekatan individual
danmembutuhkan ketelatenan dan kesabaran. Namun dari hasil temuan kami, kami
juga menemukan anak ABK yang justru etika, adab ketika bertemu contohnya mengucap
salam tanpa harus di kasih kode oleh guru ia berinisiatif dengan sendirinya.

Data lain yang kami peroleh diantaranya pelaksanaan evaluasi pendidikan


karakter. Evaluasi dilaksanakan satu semester sekali namun untuk evaluasi
berkelanjutan dilaksanakan setelah 2 pekan sekali, tetapi ketika ada anak yang benar
benar menyimpang dari nilai nilai karakter dan terjadi permasalhan pada saai itu juga
langsung dilaksankan evaluasi.

• Hasil Wawancara Guru

Dalam wawancara dengan guru ini kami menekankan tentang budi pekerti dan
etika. Karena menurut kami guru kelas lebih memahami secara khusus karakter dari
masing masing anak pada umumnya. Dari beberapa pertanyaan wawancara diatas kami
memperoleh data bahwa, hal hal yang dilakukan siswa mulai dari datang hingga pulang
sekolah adalah ketika mereka datang mereka menerapkan 5S Senyum, Salam, Sapa
,Sopan dan Santun.

Setelah itu ada ibadah pagi shalat dhuha, dan saling menanya kabar di awal
pembelajaran, dan menanyakan bagaimana mereka menghormati kepada orang tuanya,
ibadah dirumah bagaimana, kemudian berdoa sebelum belajar dimulai selain itu guru
juga memberikan perhatian dengan menanyakan tentang sarapan, uang jajan, dan
mengingatkan untuk selalu mengucap “bismillah” ketika memulai sesuatu dan
mengucap hamdalah ketika mengakhirinya.

Di dalam proses pembelajaran mereka beretika sopan dan antusias dalam


pembelajaran, ketika istirahat mereka keluar kelas dengan tertib, pada siang hari semua
shalah dhuhur berjamaah, tertib waktu, setelah itu siswa bergantian untuk piket, dan
ketika pulang sekolah diadakan mentoring, siswa berkumpul didalam suatu komunitas
kecil untuk liqo’ kecil salah satunya belajar tentang ilmu tajwid, membaca Alqur’an.
Selain itu ketika kegiatan pulang sekolah mereka berdoa dan berpamitan,
bersalaman dengan guru yang mengajar maupun dengan guru lain yang mereka temui
ketika pulang sekolah. Selain itu kita mendapatkan data bahwa momen-momen yang
tepat untuk menanamkan pendidikan karakter khusunya tentang budi pekerti dan etika
adalah momen ibadah lewat momen tersebut budi pekerti siswa akan terpupuk, selain
itu untuk mengajarkan rasa hormat kepada yang lebih tua.

Di SDS Peradaban salah satunya melalui kegiatan perayaan, didalam perayaan


tersebut semua siswa berkumpul dan saling menghargai dan menghormati antara adik
kelas dan kakak kelas yang lebih tua, mereka yang lebih tua saling mengayomi,
melindungi. Di situlah karakter bagaimana untuk bisa saling menghormati bisa
ditanamkan.

Untuk bisa menciptakan pembelajaran yang efektif dan pendidikan karakter


sekaligus di SDS Peradaban menerapkan model pembelajaran creative learning yaitu ada
game, materi, dan evaluasi. Di mana didalam game guru bisa menanamkan karakter
sosial bagaimana cara beretika dan berbudi yang baik terhadap teman, di dalam materi
guru bisa menanamkan karakter yang dikaitkan dengan materi yang diajarkan.

Dalam evaluasi guru dapat melatih siswa untuk beretika yang sopan ketika
berbicara dengan guru pada saat mengungkapkan pendapat maupun bertanya tentang
hal hal yang tidak difahami.

• Hasil Wawancara Siswa

Data yang kami peroleh berdasarkan hasil wawancara dengan siswa adalah
bahwa pada dasarnya siswa di SD Peradaban selalu diajari hal-hal yang baik oleh guru.
Mereka berbuat baik karena ingin masuk surga, selain itu tokoh yang menjadi teladan
untuk berbuat baik adalah orang tua dan guru, dari data tersebut dapat kami uraikan
bahwa orang tua dan guru adalah tokoh yang harus menjadi model yang mencontohkan
kebaikan bagi anak anaknya.

• SD Muhammadiyah
• Identitas Sekolah

Nama sekolah : SD Muhammadiyah Kota Serang

Alamat : Jln. RM. HS. Jayadiningrat Kota Serang.

Kepala Sekolah : Dani Mudrikah Zakaria

Visi : Menciptakan sekolah yang memiliki lingkungan

Yang aman, penuh kepedulian, menyenangkan,

berprestasi, dan berakhlakul karimah.

Misi :

• Menerapkan keimanan dan ketaqwaan

• memiliki kompetensi, prestasi, serta keterampilan.

• menciptakan lingkungan fisik sekolah yang rapih dan nyaman.

• menanamkan rasa sosial.

Objek Pengamatan : Kelas 3 SD

Wali kelas : Yani Mardiani, S.Pd.

• Deskripsi Hasil Observasi

Kegiatan observasi kami mulai dengan perkenalan dan mengenalkan tema yang
diangkat dalam kegiatan observasi tersebut. Kemudian kami lanjutkan dengan pembagian
kepada siswa dan siswa mulai mengisi kelas tersebut. Strategi pada observasi pertama juga
kita terapkan pada kegiatan observasi kedua ini, dimana kita membagi tim menjadi tiga. Tim
pertama bertugas untuk membagikan dan wawancara kepada kepala sekolah atau wakilnya
dan pada kesempatan kali ini kami hanya bisa mewawancarai wakil kepala sekolah yaitu
Bapak Dani Mudrikah Zakaria, dikarenakan kepala sekolahnya sedang sakit dan dirawat di
rumah sakit.
Kepada beliau kami menanyakan mengenai program apa saja yang ada disekolah
tersebut, ekskul apa saja yang ada, adakah salah satu budaya bangsa yang diajarkan baik
dalam bentuk ekstrakurikuler ataupun bidang studi, dan sebagainya. Kemudian untuk tim
kedua mewawancarai wali kelas yang bernama Ibu Yani Mardiani, S.Pd. Beliau merupakan
wali kelas dari kelas 3. Kami mewawancarai beliau mengenai kedisiplinan siswa, upaya apa
yang dilakukan untuk menagani siswa, apakah mengajarkan tentang lagu-lagu wajib,
kepahlawanan, nilai karakter yang apa yang diselipkan dalam proses pembelajaran dan
sebagainya.

Kemudian untuk tim ketiga mewawancarai pembina ekstrakurikuler dan pada


kesempatan kali ini pembina ekskul yang kami wawancarai adalah pembina pramuka lulusan
dari UPI Kampus Serang Tahun 2012. Kami bertanya mengenai kegiatan rutin yang
dilakukan dalam kegiatan ekstrakurikuler, tujuan dari kegiatan tersebut, dan keantusiasan
anak dalam mengikuti kegiatan seperti apa. Kemudian untuk pengerjaan sendiri, siswa
terlihat antusias, akan tetapi siswa cukup sulit untuk tertib dimana banyak siswa-siswa yang
mengganggu siswa lainnya di dalam mengerjakan tersebut.

• Hasil Wawancara

Wawancara kami kepada wakil kepala sekolah SD Muhammadiyah Kota Serang sebagai
berikut:

• Apa saja program yang ada di sekolah?

“program pertama pramuka, dua tapak suci, dan kedua ekskul tersebut merupakan program
wajib sekolah, kalau kelas 1 kelas 2 belum mengikuti tapak suci, dimulainya dari kelas 3.”

• Bicara mengenai karakter, karakter yang lebih ditekankan kepada anak?

“berhubung disini berbasis Muhammadiyah jadi yang ditekankan dari sekolah ini adalah nilai
agamanya, mereka tidak hanya pintar di akademik tetapi agamanya juga. Mereka dibiasakan
shalat duha dan membaca juz Amma sebelum KBM. Membaca juz Amma dibiasakan agar
mereka terbiasa dan hafal.”
• Disekolah ini ketika hari-hari besar apakah selalu melaksanakan upacara untuk
memperingatinya?

“oh tentu iya..tapi kita tidak upacara melainkan apel dan petugasnya kelas 5 dan 6, dan untuk
hari senin juga ada upacara rutin, dan yang menjadi petugasnya bergantian antara kelas 4, 5,
dan 6,kemudian untuk memperingati hari-hari besar itu tidak diwajibkan seperti upacara rutin
hari senin”.

• Untuk ekstrakurikuler disini terdapat ekskul apa saja?

“banyak, yang wajib itu pramuka dan silat/tapak suci. Ada marawis, drum band, BTQ,
degung.”

• Di Indonesia itu sangat beragam sekali kebudayaan bangsa yang dimiliki, kalau disini ada
tidak salah satu budaya yang diajarkan baik dalam bidang studi ataupun dalam
ekstrakurikuler?

“ada tarian Palembang ‘ding ding ba dingding’ yang dilaksanakan setiap kenaikan kelas dan
perpisahan, penarinya itu dari kelas 6. Sebelumnya pelatih tarinya adalah guru dari sini,
berhubung gurunya keluar jadi ada pelatih dari luar dan untuk adat perpisahannya sendiri
menggunakan adat Jawa Barat, dan hanya di SD Muhammadiyah saja ketika perpisahan
menggunakan adat Jawa Barat”.

• Setiap ekstrakurikuler pasti memiliki pembina, tanggung jawab apa yang ditekankan
kepada mereka terhadap tanggung jawab yang diberikan?

”dikondisikan sesuai dengan bidangnya, dimana para pembina dituntut untuk membuat laporan
hasil kegiatan apakah sudah sesuai dengan program yang direncanakan atau belum, misal
dalam pramuka ingin menerapka sikap disiplin, maka saya mau melihat bagaimana
perkembangan siswa, apakah sudah disiplin atau belum”.

• Apakah disini ada kegiatan bakti sekolah, seperti gotong royong membersihkan
lingkungan sekolah?

“ada, tapi tidak rutin, hanya sesekali saja”.


• Wawancara kepada Pembina ekskul Pramuka

• Kegiatan apa saja yang rutin dilakukan dalam kegiatan ekstrakurikuler?

”disini kegiatannya selain pramuka pada setiap hari jumat kadang suka diadakan perlombaan
larut, tapi kebetulan pas minggu kemarin tidak ikut LT karena tidak mengirimkan”

• Tujuan dari kegiatan yang dilakukan tersebut untuk menanamkan nilai apa?

“tujuannya adalah selain untuk menambah pengalaman, juga karena pasti banyak teman yng
lain, maka akan nambah teman, nambah saudara juga”.

• Apakah ekstrakurikuler tersebut termasuk yang diwajibkan? Kenapa?

”Pramuka, BTQ, dan Tapak Suci (silat) , kalau marawis dan degung itu tidak wajib. Pramuka
hari jumat, BTQ dan Tapak Suci hari sabtu, untuk Pramuka, BTQ, dan Tapak Suci dari kelas
rendahnya adalah kelas 3, dan dari kelas tingginya kelas 4, 5, 6.”

• Menurut bapak, ekstrakurikuler Pramuka ini secara khusus menanamkan nilai karakter
seperti apa?

“kalau di pramuka kekompakkan, kedisiplinan, kerja sama, kemudian ada permainan-permainan


yang menanamkan sikap kebersamaan, dan latihannya rutin dilakukan di sekolah, ada latihan
diluar hanya untuk agenda-agenda tertentu saja seperti perlombaan-perlombaan”.

• Apakah anak antusias untuk mengikutinya?

”alhamdulillah semangat sekali anak-anaknya, biasanya pramuka itu dari jam dua sampai
setengah empat itu dikalas, dari jam setengah empat samapai setengah lima itu
dilapangan.kalau untuk latihan rutin kelas 3, 4, 5, 6 dicampur.”

• Wawancara Kepada Siswa

Pada SD Muhammadiyah kota Serang, sudah menerapkan tata tertib dengan baik.
Namun, masih ada beberapa siswa yang kurang disiplin waktu. Contoh upaya guru dalam
menangani siswa yang kurang disiplin yaitu dengan adanya kerjasama antara wali murid
dengan wali kelas yang tujuannya agar kedua pihak dapat memantau kegiatan anak. Kita,
sebagai guru harus memahami penyebab anak yang kurang disiplin dan sebagai seorang guru
dalam meberikan hukuman seharusnya tidak melampui batas dan tidak membebankan pada
siswa tersebut.

Dalam membiasakan sikap patriotisme pada anak sekolah dasar, biasanya guru
menerapkan jadwal piket, agar anak terbiasa dalam menjaga kebersihan hingga didalam diri
anak tertanam rasa cinta pada lingkungannya. Namun, terkadang ada beberapa siswa yang
tidak antusias akan hal ini, biasanya guru melakukan tindakan lebih lanjut yaitu dengan cara
anak membayar denda agar anak jera sehingga ikut berpartisipasi dalam kegiatan tersebut.
Upaya guru untuk menanamkan sikap patriotisme pada anak tidak hanya itu, dalam
menerapkan lagu-lagu nasional pun dilaksanakan sesuai dengan mata pelajaran seperti PKn
dan IPS.

Dalam menerapkan nilai karakter yang biasanya diselipkan pada akhir KBM yang
berkaitan dengan penanaman sikap patriotisme biasanya guru melakukan metode yang dapat
mengkodusifkan anak agar proses penilaian hasil anak belajar dapat terkontrol dengan baik.

Kemudian untuk hasil akhir yang kami temukan yang berkaitan dengan
membiasakan sikap patriotisme adalah:

• Menanamkan sikap kebersamaan/kerukunan di dalam setiap kegiatan yang dilakukan.

• Mempelajari budaya yang dimiliki Indonesia seperti silat (tapak suci), berlatih tarian-
tarian daerah Palembang dan adat Jawa Barat setiap tahunnya.

• Kerja sama dalam mengerjakan sesuatu.

• Mentaati aturan dengan cara datang lebih awal atau tepat waktu.

• Melakukan upacara rutin setiap hari senin dan upacara hari-hari besar.

• Menunjunjung tanggung jawab kepada setiap pembina ekskul yang kemudian


dipantau langsung oleh kepala sekolah selaku pemberi tanggung jawab.
Selain keenam sikap diatas, terdapat pula nilai-nilai karakter lain yang ditanamkan pada
siswa seperti lebih menekankan pada nilai agama.

• SDIT Al-Izzah

• Identitas Sekolah
Nama Sekolah : SDIT Al-Izzah
Alamat Sekolah : Jl. Tb. Husni Qodir Kel. Unyur Serang Banten
Telp. 0254-228841
Web: http://Blog.sdit-alizzah.sch.id
Email: Sdit_alizzahsrg@yahoo.co.id
Ketua Yayasan : Dr. H. Moh. Ali., M.Si.
Kepala Sekolah : Muhammad Arifin, S.Ag, MSI
Waka. Kesiswaaan : Hj. Siti Rumayah, S.Sos.I.,M.Pd.
• Pelaksanaan Onservasi : Selasa, 29 Nopember 2016
• Pukul : 08.00 sampai dengan 11.00

• Hasil Wawancara
Hasil wawancara yang kami lakukan dengan Ibu Hj. Siti Rumayah, S.Sos.I.,M.Pd.
selaku Wakil Kepala Sekolah Bidang Kesiswaan. Adapun tugas kesiswaan yaitu penanaman
basis karakter, melakukan program-program dalam penanaman karakter itu untuk
mengetahui ketangkasan, ketangguhan, keberanian, dan kepemimpinan.
Di SD tersebut menghidupkan kegiatan kemampuan, salah satunya mempunyai
koordinator pramuka untuk melatih program-program pramuka dari mulai latihan penekan
dan kegiatan-kegiatan. Seperti kemah, camp sewilayah sampai tingkat jambore. SD tersebut
mempunyai koordinator kepramukaan kemudian mengkondisikan kegiatan pramuka agar
siswanya itu tereksplorasi. Dengan pramuka, anak-anak yang berbakat dan aktif bisa
disalurkan melalui kegiatan tersebut. Kemudian dapat menanamkan jiwa nasionalisme dan
cinta tanah air. Dalam kegiatan pramuka anak-anak tidak merasa pembelajaran tersebut
mengikat mereka. Kemudian pramuka di SD tersebut menggunakan sistem satuan terpisah,
maksudnya adalah pramuka putra dan putri dibuat terpisah. Baik saat diadakan
perkemahan, tenda putri dan putra terpisah dan dibatasi oleh tenda pembina. Kemudian
pembinanya juga menggunakan sistem satuan terpisah, sehingga di dalam diri mereka
terlatih bahwa laki-laki dan perempuan tidak boleh bercampur atau disebut dengan
ikhthilat kecuali jika dengan mahromnya.
Kemudian dalam penanaman karakter sekolah tersebut mengadakan program KIT
(Kajian Islam Terpadu) program ini baru diterapkan di kelas tinggi yaitu kelas 4, 5, dan 6
dibuat perkelompok yang terdiri dari 10 orang dan dibimbing oleh satu pembina.
Pembelajarannya yang tidak ada dalam kurikulum seperti fiqh yang mengenai tentang
mandi besar. Kemudian menyiapkan anak-anak untuk mengikuti perlombaan.
Kemudian dari aspek kedisiplinan, ada koordinator TPD (Tim Penegak Disiplin).
Terdapat Standar Operasional Prosedur (SOP) untuk TPD. Pihak yang bertanggung jawab
dalam TPD yaitu; Wali kelas ( dalam satu kelas menyiapkan 2 wali kelas), Koordinator
(kumpulan wali kelas pertingkat), dan Kesiswaan. Selain itu, Pada saat upacara, petugas
upacara bendera yang dilakukan secara bergilir.
Sementara itu, cara menumbuhkan motivasi di sekolah, yakni Majlis pagi (membuat
yel-yel, ice breaking), testimoni orang –orang sukses sebelum pembelajaran dimulai baik
dari tokoh sejarah, tokoh sahabat ataupun tokoh –tokoh lainnya, menamai nama kelas
dengan nama para sahabat dan ilmuan muslim untuk menjadikan teladan, sekolah dan wali
murid harus memiliki hubungan yang baik dan harus bekerja sama dalam mendidik anak,
karena murid tidak 24 jam disekolah.
Peneliti melihat juga program-program di SD tersebut untuk menciptakan hubungan
yang baik antara wali murid dan wali kelas, yakni terdapat buku aktifitas yaumiyyah yang
berisi kebiasaan sholat, membereskan tempat tidur dan lain-lain, kemudian anak
menceklisnya, dan ditanda tangani oleh orang tua, menyediakan sarana komunikasi seperti
membuat grup whatsApp kelas dan komite, mengadakan pengajian orang tua pada hari
jum’at, raport hanya boleh diambil oleh orang tua siswa guna untuk menjalin komunikasi
yang baik antara wali kelas dengan wali murid.
Program-program dalam meningkatkan kebersihan di seolah tersebut, yakni Program
LISA (Lihat Sampah Ambil), Memilah sampah organic dan anorganik, Pemberian materi
dalam pramuka, Lomba kebersihan kelas setelah senam pada hari jum’at.
Dalam hal yang dilakukan untuk menanamkan kejujuran, yakni Mengingatkan untuk
tidak mencontek, Memberikan barang penemuan ke ruang informasi.
Program yang dilakukan dalam menanamkan keberanian, yakni Menanamkan musyawarah
KM, Tempat duduk berputar, Berteman dengan siapa saja
Hal yang dilakukan dalam menanamkan kepemimpinan, yakni KM diputar persemester ,
Pergantian petugas upacara adzan, iqomah, dan wirid.

• SD Muhammadiyah Serang Kelas Atas

• Identitas Sekolah:

Nama SD : SD Muhammadiyah Serang

Alamat : Jl. RM. HS. Jayadiningrat No. 13 Telp. 0254-224048 Kota Serang

• Identitas Kepala Sekolah dan Wali Kelas:

Kepala Sekolah : Dani Murdrikah Zakaria

NBM : 104 39 27

Wali Kelas : Nurlaela, S.Pd

NBM : 119 60 17

• Visi Sekolah

Menciptakan sekolah yang memiliki lingkungan yang aman, penuh kepedulian,


menyenangkan, berprestasi, dan berakhlakul karimah.

• Misi Sekolah

1. menerapkan keamanan dan ketakwaan.

2. memiliki kompetensi, prestasi, serta keterampilan.


3. menciptakan lingkungan fisik sekolah yang rapih dan nyaman.

4. menanamkan rasa sosial.

• Waktu pelaksanaan : Sabtu, 26 November 2016

Pukul : 08.00 s/d 11.00

• Objek Observasi : Kelas 4 a

• Deskripsi Hasil Pengamatan

Berdasarkan observasi yang dilakukan di kelas IV SD dengan jumlah peserta


didik sebanyak ±230 siswa/siswi dan jumlah guru 16 (termasuk TU) pada hari Sabtu
tanggal 26 November 2016 dengan pengamatan karakter pendidik dan peserta didik SD
Muhammadiyah Serang kami menemukan kebiasaan-kebiasaan yang ditanamkan
pendidik melalui kumpul dilapangan (apel) untuk membaca ayat suci Al-Quran membaca
juz 30 secara bersamaan yang dilakukan oleh siswa/siswi SD Muhammadiyah Serang
yang di bimbing oleh Wali kelas yang bernama Nurlaela, kemudian ketika masuk
kedalam kelas mereka melepas alas kaki dan menaruhnya di rak yang disediakan pihak
sekolah. Hal itu sudah ditanamkan sejak pertama kali masuk sekolah SD Muhammadiyah
Serang yaitu kelas 1 SD.

Karakter-karakter yang ditanamkan SD Muhammadiyah Serang dari disiplin


waktu, dimana melalui pengamatan kami saat itu peserta didik datang tepat waktu dan
mereka bermain terlebih dahulu dengan permainan-permainan yang mendidik. Kemudian
ada beberapa anak yang menggunakan sepeda untuk berangkat ke sekolah, setibanya di
sekolah walaupun tidak adanya parkiran khusus sepeda namun mereka tertib dan rapih
untuk menyimpan sepeda mereka. Berdasarkan pengamatan kami, adanya hubungan baik
antara guru dan murid sehingga guru mampu menanamkan pendidikan karakter mulai
dari hal yang terkecil sampai yang terbesar. Dari mulai menata sepatu, memakirkan
sepeda, hingga membaca ayat suci Al Quran.
Sesuatu yang disayangkan di SD Muhammadiyah Serang yaitu, tidak adanya
kantin kejujuran untuk bisa mengetahui bagaimana karakter jujur yang ada di SD tersebut
tapi kami berhasil mewawancarai pedagang yang ada di dekat gerbang yang bisa disebut
juga dengan kantin karena banyak anak yang jajan di tempat tersebut. Berdasarkan ibu
kantin yang berjualan di depan gerbang, atau ibu ini juga mengaku sebagai penjaga yang
dipercaya SD Muhammadiyah Serang anak-anak SD Muhammadiyah memiliki karakter
yang baik, meskipun masih terdapat anak yang kurang jujur jika kita tinggalkan jualan itu
kadang-kadang ada saja yang hilang. Namun, ibu kantin meyakini bahwa sebenarnya
siswa/siswi SD Muhammadiyah Serang adalah anak anak yang baik budi pekerti, jujur,
dan sopan santun yang akan menjadi penerus bangsa yang lebih baik lagi.

• Deskripsi Hasil Wawancara

• Hasil Wawancara Kepala Sekolah

Menurut Bapak Dani Mudrikah Zakaria selaku Kepala Sekolah SD


Muhammadiyah Serang, sikap yang ditekankan supaya anak memiliki karakter yang baik
yaitu dimulai dari hal-hal kecil terlebih dahulu, seperti anak diharuskan sebelum masuk
kelas dan keluar kelas harus mengucapkan salam terlebih dahulu dan sebelum belajar
ataupun sesuadh belajar mereka diharuskan untuk berdoa terlebih dahulu.

Ketika lulus nanti peserta didik di SD Muhammadiyah mendapatkan 2 ijazah


yaitu, ijazah pendidikan dan ijazah madrasah. Selain keagamaan juga Sd Muhammadiyah
mempunya beberapa ekstrakurikuler diantaranya, marawis, pramuka, tapak suci, seni
(degung, pianika, dll). Jika ada peserta didik yang melanggar peraturan seperti tidak
mengucapkan salam, maka di beri peringatan terlebih dahulu.

SD Muhammadiyah mempunyai peraturan masuk sekolah itu jam 7.00 teatapi


untuk bel masuk kelas jam 7.15 dan kebanyakan yang pertama datang ke sekolah itu anak
didik, tetapi ada juga guru yang suka datang lebih dulu tergantung kesibukan masing-
masing guru tersebut. Guru sd muhammadiyah tidak ada yang suka datang terlambat ke
sekolah karena diterapkannya peraturan seperti diberlakukannya absen dan pemotongan
uang transportasi.
Kebiasaan-kebiasaan yang dilakukan di SD Muhammadiyah yaitu pada hari senin
semua peserta didik mengikuti upacara, pada hari selasa, rabu, dan kamis Dilaksanakan
sholat duha dan tadarusan sebelum jam pembalajaran di mulai, hari jumat dan sabtu
dilaksanakannya apel sebelum masuk kelas.

Jumlah guru yang ada di SD Muhammadiyah yaitu ada 16 dan itu sudah termasuk
TU. Peraturan berpakaian guru di SD Muhammadiyah pada hari senin yaitu memakai
pakaian warna coklat, hari jumat memakai pakaian muslim dan hari sabtu memakai
pakaian sopan. Untuk pakaian anak didik, hari senin dan selasa memaikai pakaian putih
hijau, rabu dan kamis memakai batik, jumat memakai baju muslim, dan sabtu memakai
pramuka. Anak didik ketika masuk kelas harus melepas sepatu terlebih dahulu. Peraturan
tersebut diberlakukan karena kelas selalu dipakai untuk sholat duha dan sholat dzuhur.

• Hasil Wawancara Guru

Menurut salah satu guru SD Muhammadiyah yaitu Ibu Nurlaela, menurutnya


karakter peserta didiknya baik, tetapi ada saja anak yang bandel/nakal yang sulit dididik.
Disinilah pendidik atau guru mendidik lebih lagi pada anak yang masih sulit diatur.
Tugas seorang guru untuk memperbaiki karakter yang dimiliki muri, w.alaupun memang
sebenarnya sangat sulit untuk merubahnya jika hanya dari pihak guru saja tanpa
dibarengi oleh orangtua/wali murd. Agar terciptanya keselarasan dalam membangun
karakter yang baik untuk siswa/siswi maka harus adanya kerjasama antara guru dan
orang tua/wali murid.

Peserta didik di SD Muhammadiyah Serang sudah terbiasa dengan karakter yang


diterapkan oleh sekolah tersebut seperti berdoa sebelum belajar, mengucapkan salam
sebelum masuk ataupun keluar ruangan. Selain itu mereka juga sudah terbiasa
melaksanakan sholat duha dan tadarusan sebelum masuk kelas, dan juga melkasanakan
sholat dzuhur secara bersama-sama di kelas masing-masing.

• Hasil Wawancara Staff Tata Usaha

Ketika kami melakukan observasi di SD Muhammadiyah dan hendak


mewawancarai staff tata usaha SD tersebut, staff tata usaha berhalangan hadir karena
alasan tertentu yang tidak bisa diberitahu oleh pihak sekolah kepada kami. Sehingga kami
tidak berhasil mendapatkan informasi seputar karakter peserta didik dan pendidik
menurut staff tata usaha.

• Pembahasan Penelitian

• Implementasi Pendidikan Karakter Dengan Pendekatan VCT di SD/MI


Berbasis Agama di Kota Serang

Salah satu pendekatan yang efektif dalam pendidikan karakter ialah Value
Claricication Technique (VCT) yang memberikan kebebasan kepada siswanya untuk
memilih dan mengkaji nilai dan perasaan atas perilakunya sendiri dan orang lain. Fase
anak dalam masa sekolah di SD sebagai fase golden age, yakni fase emas dalam
perkembangannya untuk menerima berbagai pengetahuan dan pembelajaran.

Implementasi VCT di SDIT Widya Cendikia merujuk pada langkah-langkah


pembelajaran dengan Pendekatan VCT, yakni ; pada Tahap I mengenai Kebebasan
Memilih. Pertama, nilai harus dipilih secara bebas, dapat kita lihat dari tidak disediakan
media seperti, “kantin kejujuran”, akan tetapi menggantinya dengan program “market
day”, peserta didik dengan produk yang dimilikinya, melakukan sendiri nilai apa yang
dipilih untuk mencapai keberhasilan dalam program “market day”. Hal ini merupakan
upaya dalam memberikan sikap tanggung jawab dan sikap jujur terhadap apa yang
mereka miliki. Kedua, nilai harus dipilih dari berbagai alternative, pada langkah ini guru
tidak memberikan instruksi terhadap nilai karakter tertentu, tetapi Guru memberikan anak
sebuah cerita yang dapat memberikan motivasi yang membuat anak akan terbawa oleh
sebuah cerita dan akan merekam dengan baik cerita tersebut untuk kemudian
mengaplikasikan dalam kehidupan sehari-harinya. Peserta didik banyak yang memilih
nilai kejujuran dalam mengaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari. Ketiga, memilih
nilai sesudah dipertimbangkan akibat-akibat dari pilihannya, pada langkah ini, sikap jujur
pada peserta didik, guru selain memberikan keteladanan, juga menerapkan reward dan
punishment. Hal ini memberikan sebuah pertimbangan kepada siswa akibat apa yang
akan mereka dapatkan atas niagar siswa akan terbiasa bersikap jujur.
Pada Tahap II tentang Menghargai. Pertama, nilai harus diwujudkan dihadapan
umum / perasaan senang dan bangga atas nilai, Dalam mewujudkan nilai kejujuran,
peseta didik di SDIT Widya Cendikia berani melakukan program “market day” dengan
cara memasarkan produk yang mereka buat sendiri. Pemasaran produk ini dilakukan
kepada peserta didik yang lain, orang tua siswa yang hadir, juga lepada guru dan kepala
sekolah. Kedua, nilai adalah kaidah hidup / menegakkan nilai, setiap siswa menanamkan
sikap jujur, baik dalam lingkungan keluarga, sekolah, masyarakat maupun dalam
lingkungan kehidupan berbangsa dan bernegara. Mereka meyakini bahwa sikap jujur
ialah salah satu yang dianjurkan dalam ajaran agama Islam.

Pada Tahap III tentang berbuat. Pertama, kemauan dan kemampuan untuk
mencoba dan melaksanakannya, Di SDIT Cendikia, murid diarahkan untuk memiliki
kemauan dalam melaksanakan nilai kejujuran dengan cara bertanggung jawab atas
produk makanan dalam “market day”. Walaupun terkadang produk dalam market day
tidak selalu habis akan tetapi kemampuan mereka untuk mau memasarkan produk
tersebut merupakan sebuah langkah dalam pelaksanaan di pendekatan VCT. Kedua,
mengulangi perilaku sesuai dengan nilai pilihannya, pada langkah ini program “market
day” ini dilakukan secara berulang dalam dua semester di tahun pelajaran. Adanya
kegagalan dalam memasarkan produk di program “market day” pada semester ganjil,
akan diulangi lagi pada semester genap.

Implementasi Pendidikan Karakter dengan pendekatan values clarification


technique menunjukkan bahwa proses pembelajaran lebih banyak mengaktifkan siswa
belajar tentang nilai-nilai baru seperti; toleransi, kepedulian, dan tanggung jawab.
Proses pendidikan karakter dengan menerapkan diskusi kelompok yang
dipadukan dengan cerita anak, dapat meningkatkan nilai toleransi. Siswa bisa belajar
menghargai pendapat temannya, mengambil keputusan secara berkelompok, melatih
kerjasama sehingga siswa tidak lagi berebut membicarakan materi di luar pelajaran, tetapi
siswa berdiskusi tentang cerita yang diberikan guru. Selain itu, Guru dapat memberi
pertanyaan yang relevan dengan nilai-nilai tertentu untuk mengembangkan pemahaman
siswa dalam melakukan proses menilai. Dari sini, Guru dapat membantu siswa dalam
menentukan dan menerapkan nilai yang baik melalui diskusi kelompok yang dipadukan
dengan cerita anak, sehingga siswa dapat meningkatkan sikap saling menghargai teman
yang sedang berbicara, peduli pada teman yang kesulitan dan menyelesaikan tugas dalam
kelompok.
Pencarian, penggalian dan pengimplementasian nilai-nilai tersebut terjadi, baik di
dalam proses pembelajaran maupun di luar proses pembelajaran (ekstrakulikuler). Hal ini
ditunjukkan siswa pada saat berdoa sebelum dan sesudah belajar, mengucap salam dan
berjabat tangan saat bertemu guru, membayar jajan sesuai dengan yang dimakannya,
siswa tidak lagi dipaksa guru untuk menjalankan suatu ibadah sholat dhuha. Sikap
demikian, tidak lagi harus mengganggu temannya terlabih dahulu.
Selain itu peningkatan juga terjadi pada nilai kepedulian, siswa sudah bisa berbagi
dengan temannya yang membutuhkan bantuan misalnya dengan meminjamkan alat tulis
kepada temannya, program infak sudah bisa berjalan dengan baik. Siswa mulai peduli
terhadap kelas yang kotor.
Melalui pendekatan VCT, siswa sudah berani mengungkapkan gagasan, pendapat,
maupun perasaannya. Dengan cara ini siswa belajar menentukan nilai hidup secara benar
dan jujur. Peningkatan perilaku ditunjukkan siswa saat menyelesaikan tugas dengan
sungguh-sungguh dan mengumpulkan tugas tepat waktu, melaksanakan tugas piket sesuai
jadwal yang ditetapkan, meminjamkan peralatan tulis pada teman yang membutuhkan,
berani mengutarakan jawaban di depan teman-temannya, siswa tidak lagi malu untuk
bertanya kepada guru.
Nilai-nilai budi pekerti dan etika dari proses pembelajaran, didapatkan dari Guru
yang menanamkan sifat-sifat religius dan hormat, seperti membiasakan anak mengucap
salam ketika memasuki kelas, mencium tangan guru, duduk dengan rapi, berdoa
sebelum kegiatan belajar dimulai, sholat dhuha dengan tertib, dan menghafal hadis-
hadis singkat. Hal tersebut menjadi rutinitas sehingga kebiasaan baik tersebut telah
tertanam pada masing masing anak.

Siswa sudah terbiasa dengan budaya sikap antri. Dengan terlihat sopan, ketika
teman temannya duduk dan ada satu siswa yang ingin berjalan lewat, dia sambil
mengucap kata-kata ”permisi”, “maaf”. Siswa bersedia bersabar untuk beberapa saat
untuk mempersilahkan temannya yang dating terlebih dahuku ke sekolah untuk masuk
ke kelas.
Mengenai sikap Patriotik dapatlah kita lihat bahwa menanamkan sikap
kebersamaan/kerukunan di dalam setiap kegiatan yang dilakukan. melalui ekstrakulikuler
seperti silat (tapak suci). Kemudian, melakukan upacara rutin setiap hari senin dan
upacara hari-hari besar. kesemua kegiatan tersebut sekedera dibimbing oleh Pembina
ekskul, sehingga peserta didik dapat menunjunjung tanggung jawab kepada setiap
pembina ekskul dan kepala sekolah selaku pemberi tanggung jawab.

Dengan demikian, pendekatan values clarification technique memudahkan dalam


mengklarifikasi nilai-nilai dengan mendorong siswa untuk berpikir, berdiskusi dalam
memilih dan mempertimbangkan nilai. Pencarian, penggalian dan pengimplementasian
nilai-nilai tersebut terjadi, baik di dalam proses pembelajaran maupun di luar proses
pembelajaran (ekstrakulikuler).

• Kendala Pendidikan Karakter Dengan Pendekatan VCT di SD/MI Berbasis


Agama di Kota Serang

Kendala yang dihadapi dalam menerapkan pendidikan karakter dengan


pendekatan VCT ialah salah satunya adalah banyaknya siswa dengan karakteristik yang
berbeda, siswa sebagai individu yang unik sehingga strategi atau pendekatan yang
digunakan pun berbeda beda pula. Apalagi terdapat juga anak yang berkebutuhan
khusus. Dalam pelaksanaannya berbeda dengan anak normal, sulit juga untuk bisa
diterapkan dengan strategi seperti anak anak pada umumnya, sehingga guru perlu
pendekatan individual danmembutuhkan ketelatenan dan kesabaran.

Kendala atau hambatan yang dihadapi guru di ketika menanamkan karakter pada
siswa adalah ialah ketidak sinkronannya karakter yang diajarkan di rumah dengan di
sekolah. Karena basic mereka dirumah bersama dengan pembantu rumah tangga
sehingga mereka tidak mendapatkan pendidikan karakter yang seharusnya mereka
dapatkan dari orang tuanya.

Kemudian, hambatan dalam menanamkan nilai karakter, dilihat dari dua factor,
yakni factor eksternal dan internal. Pada faktor eksternal ialah, kesalahpahaman wali
murid mengenai hukuman yang diberikan kepada anaknya. sementara itu, dari faktor
internal berasal dari guru, guru yang merasa tidak tega ketika mau menerapkan
hukuman atas pelanggaran yang dilakukan anak.

DAFTAR PUSTAKA

Buku:

Adiwikarta, S. (1988). Sosiologi Pendidikan: Isyu dan Hipotesis tentang Hubungan Pendidikan
dengan Masyarakat. Jakarta: PPLPTK Dirjen Dikti Depdikbud.

Agung, L. & Sri Wahyuni (2013). Perencanaan Pembelajaran Sejarah. Yogyakarta: Ombak.

Alwasilah, A.C. (2009a). Pokoknya Kualitatif; Dasar-dasar Merancang dan Melakukan


Penelitian Kualitatif. Jakarta: Pustaka Jaya.

Ankersmit, F.R. (1987). Refleksi Tentang Sejarah: Pendapat-pendapat Modern Tentang Filsafat
Sejarah. Diindonesiakan oleh Dick Hartoko. Jakarta: Gramedia.

Arikunto, S. (1998). Prosedur Penelitian. Jakarta: Rineka Cipta.

Ballantine, J.H. (1985). Schools and Society, A Reader in Education and Sociology. Calfornia:
Mayfield.

Bogdan, R.C. dan Taylor, S.J. (1993).Qualitative Research for Education an Introduction to
Theory and Method. Boston: Allyn & Bacon Inc.
Capra, F. (2007). Titik Balik Perdaban: Sains, Masyarakat, dan Kebangkitan Budaya (Terj. M.
Thoyibi). Yogyakarta: JEJAK

Chalmers, A. F. (1983). Apa Itu yang dinamakan Ilmu?. Jakarta: Hasta Mitra.

Coleman, J.S. (2011). Dasar-dasar Teori Sosial. Bandung: Nusamedia.

Creswell, J.W. (1994). Research Design: Qualitative & Quantitative Approaches. London: Sage
Publications, Inc.

_____________. (1998). Qualitative Inquiry and Recears Design: Choosing Catalonging Among
Five Tradistions. London: Sage Publications, Inc.

____________. (2012). Reserch Design Pendekatan Kualitatif, Kuantitatif, dan Mixed


(Terj.AchmadFawaid). Yogyakarta: Pustaka Pelajar

Deal, T. E., & Peterson, K. D. (1999). Shaping School Culture: The Heart of Leadership.San
Francisco, CA: Jossey-Bass.

Direktorat Ketenagaan Direktorat Jenderal PendidikanTinggi, Kemdiknas [Dikti]. (2010).


Kerangka Acuan Pendidikan Karakter Tahun Anggaran 2010.Jakarta: Direktorat
Ketenagaan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Kemdiknas

Djamarah. S.B. (2000). Psikologi Belajar. Jakarta: Rineka Cipta.

Farida, A. (2013). Pilar-pilar Pembangunan Karakter Remaja: Metode Pembelajaran Aplikatif


Untuk Guru Sekolah Menengah. Bandung: Nuansa Cendikia
Freire, P, et.all. (2009). Menggugat Pendidikan, Fundamentalis, Konservatif, Liberal, Anarkis
(Terj. Omi Intan Naomi). Yogyakarta: Pustaka Pelajar

Fromm, E. (1995). Masyarakat Yang Sehat. (Terj. Murtianto). Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.

__________. (2008). To Have Or To Be ?. New York: Continuum

Fukuyama, F. (2014). The Great Disruption; Hakikat Manusia dan Rekonstitusi Tatanan Sosial.
Yogyakarta: Qalam.

Hamid, F & Bahrissalim. (2013). Pembelajaran Aktif Inovatif Kreatif Efektif dan Menyenangkan
(PAIKEM). Australia’s Education Partnership with Indonesia School System and
Quality

Hasan, Said Hamid. (2012). Pendidikan Sejarah Indonesia: Isudalam Ide dan Pembelajaran.
Bandung: Rizqi Press.

Hasan, S.H ,et.al. (2010). Bahan Pelatihan Penguatan Metodologi Pembelajaran Berdasarkan
Nilai-nilai Budaya Untuk Membentuk Daya Saing dan Karakter Bangsa:
Pengembangan Pendidikan Budaya dan Karakter Bangsa. Kementerian Pendidikan
Nasional Badan Penelitian dan Pengembangan Pusat Kurikulum.

Hasibuan, J.J. et all (2009). Proses Belajar Mengajar. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Huntington, S.P. (2003). Prajurit dan Negara Teori dan Politik Hubungan Militer-Sipil. Jakarta:
PT. Grasindo

Ismaun.(2005). Filsafat Sejarah. Bandung: Historia Utama Press.


Jalal, F, etal. (2011). Panduan Pelaksanaan Pendidikan Karakter. Jakarta: Badan Penelitian dan
Pengembangan Pusat Kurikulum dan Perbukuan Kemdiknas

Johnson, E. B. (2009). Contextual Teaching & Learning. Bandung: MLC

Kartadinata, S. (2014). Pemikiran Tentang Pendidikan Karakter dalam Bingkai Utuh Sistem
Pendidikan Nasional. Dalam Bachari, A.S &Suryadi, K. (2014) Politik Jati Diri: Telaah
Filosofi dan Praksis Pendidikan Bagi Penguatan Jati Diri Bangsa. Bandung: UPI Press

Kartodirdjo, S. (eds) (1983). Elite dalam Persfektif Sejarah. Jakarta: LP3ES.

Kartodirdjo, S (1992). Pendekatan Ilmu Sosial Dalam Metodologi Sejarah. Jakarta: Gramedia.

Kesuma, D, et.al. (2013). Pendidikan Karakter Kajian Teori dan Praktik di Sekolah. Bandung:
PT. Remaja Rosdakarya

Kochhar, S.K. (2008). Pembelajaran Sejarah (Terj. Purwanta danYovita Hardiwati). Jakarta: PT.
Grasindo.

Koentjaraningrat. (1990). Pengantar Ilmu Antropologi: Cetakanke 8. Jakarta: Rineka Cipta.

Komalasari, K. (2010). Pembelajaran Kontekstual: Konsep dan Aplikasi. Bandung: PT. Refika
Aditama.

Kuntowijoyo (2003) Metodologi Sejarah. Yogyakarta: Tiara Wacana.

Latif, A. (2009). Pendidikan Berbasis Nilai Kemasyarakatan. Bandung: Refika Aditama.


Lickona, T. (2013). Mendidik Untuk Membentuk Karakter :Bagaimana Sekolah Dapat
Memberikan Pendidikan tentang Sikap Hormat dan Bertanggung Jawab(Terj. Juma
Andu Wamaungo). Jakarta: Bumi Aksara.

Lincoln and Guba. (1984). Naturalistic Inquiry, London: Sage Publication Beverly Hill

Moleong, L.J. (2007). Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Miles, B.M & Huberman.(1992). Analisis Data Kualitatif. Jakarta: Universitas Indonesia Press.

Mulyasa, E. (2008). Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan; Suatu Panduan Praktis. Bandung:
Remaja Rosda Karya.

Mulyasa, E. (2009). Implementasi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan; Kemandirian Guru


dan Kepala Sekolah. Jakarta: Bumi Aksara.

Murni, W. et all (2010). Keterampilan Dasar Mengajar. Yogyakarta: Ar Ruzz.

Nasution, S. (1988). Asas-asas Kurikulum. Bandung: Jemmars.

Nasution, S. (2003). Metode Penelitian Naturalistik Kualitatif. Bandung: Tarsito.

O’neal, W.F. (2002). Ideologi-ideologi Pendidikan. (Penterjemah: Naomi, O.I., dari Educational
Ideologies: Contemporary Expressions of Educational Philosophies). Yogyakarta:
Pustaka Pelajar.
PemerintahRepublik Indonesia. (2010). Kebijakan Nasional Pembangunan Karakter Bangsa
Tahun 2010-2025.Jakarta: Pemerintah Republik Indonesia

Sardiman. (2012). “Pembelajaran Sejarah dan Pembangunan Karakter Bangsa”. Dalam


Pendidikan Sejarah Untuk Manusia dan Kemanusiaan: Refleksi Perjalanan Karir
Akademik Prof. Dr. H. Said Hamid Hasan, MA. Jakarta: Bee Media Indonesia.

Saripudin, D. (2010). Interpretasi Sosiologis Dalam Pendidikan. Bandung: Karya Putra Darwati.

Soedjatmoko.(1983). Dimensi Manusia dalam Pembangunan. Jakarta: LP3ES.

Soedjatmoko. (1984). Dimensi Manusia dalam Pembangunan: Pilihan Karangan. Jakarta:


LP3ES.

Sugiyono. (2006). Metode Penelitian Pendidikan (Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R


&D). Bandung: Alfabeta.

Sugiyono.(2007). Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung: Alfabeta.

Sukmadinata, N. S. (2005). Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Sukmadinata, N.S. (2009). Pengembangan Kurikulum Teori dan Praktek. Bandung: Remaja
Rosdakarya.

Supriatna, N. (2007a). Konstruksi Pembelajaran Sejarah Kritis. Bandung: Historia Utama Press.

Supriatna, N. “Pembelajaran Sejarah dalam KTSP” dalam Mulyana, A & Restu Gunawan (eds)
(2007b). Sejarah Lokal Penulisan dan Pembelajaran di Sekolah, Bandung: Salamina
Press.
Slameto. (1995). Belajar dan Faktor-faktor Yang Mempengaruhinya. Jakarta: PT. Rineka Cipta.

Slavin, R.E. (2011). Psikologi Pendidikan: Teori dan Praktek Edisi Kesembilan, Jilid 1. Jakarta:
PT. Indeks

Tilaar, H.A.R. (2012). Perubahan Sosial dan Pendidikan: Pengantar Pedagogik Transformatif
Untuk Indonesia. Jakarta: PT. Rineka Cipta

Tu’u, Tulus. (2004). Peran Disiplin pada Perilaku dan Prestasi Siswa. Jakarta: RinekaCipta.

Turney, C (1975). Sydney Micro Skills: Skills for Teacher Handbooks. Sydney: Sydney
University Press.

Universitas Pendidikan Indonesia.(2011). Pedoman Penulisan Karya Ilmiah. Bandung: UPI

Widja, I.G. (1991). Sejarah Lokal suatu Perspektif dalam Pengajaran Sejarah. Bandung:
Aksara.

Winataputra, U.S. et all (2002). Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Universitas Terbuka.

Wineburg, S. (2006). Berpikir Historis; Memetakan Masa Depan, Mengajarkan Masa Lalu.
Jakarta: YOI.

Wiriaatmadja, R. (2002). Pendidikan Sejarah di Indonesia: Perspektif Lokal, Nasional, dan


Global. Bandung: Historia Utama Press.
Wiriaatmadja, R. “Multikulturalisme dalam Materi Pembelajaran Sejarah” dalam Mulyana, A &
Restu Gunawan (eds). (2007). Sejarah Lokal: Penulisan dan Pembelajaran di Sekolah.
Bandung: Salamina Press.

Yin, R.K. (2014). Studi Kasus: Desain dan Metode (Terj. M. Djauzi Mudzakir). Jakarta:
Rajawali Press

Yusuf, S. (2005). Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja. Bandung: Remaja Rosda Karya

Jurnal:

Hindel, E.R. (2002). School Culture and Change: An Examination of The Effect of School
Culture on the Process of Change. SAGE Publications

Peterson, D.K. (2002). Reculturing Schools. Journal of Staff Development, Summer, Vol. 23,
No. 3.

Setyanto, Y &Loisa. (2012). Kementrian Pertahanan: Budaya Militer di Institusi Sipil. Jakarta:
Jurnal Ilmiah UniversitasTarumanegara

Syarifudin, T dan Kurniasaih.(2008). Pedagogik Teoritis Sistematis. Bandung: Percikan Ilmu.

Wati, R. (2012). Kontribusi Lingkungan Sosial Sebagai Sumber Pembelajaran Sejarah Terhadap
Pembentukan Nasionalisme Peserta Didik. JPIS. Vol. 20, No. 38 Januari – Juni 2012

Tesis :

Nurlaela, A. (2013). Penerapan Lingkungan Sebagai Pembelajaran Geografi Dalam


Menumbuhkan Sikap dan Perilaku Keruangan Peserta Didik SMA di Kabupaten
Majalengka. (Tesis, Universitas Pendidikan Indonesia, 2013, Tidak diterbitkan).
Disertasi:

Supardan, D. (2004). Pembelajaran Sejarah Berbasis Pendekatan Multikultural dan Perspektif


Sejarah Lokal, Nasional, Global untuk Integrasi Bangsa. Disertasi Doktor pada SPs UPI.
Bandung: tidak diterbitkan.

Makalah Seminar :

Wagiran. (2011). Developing Technical Vocational Education And Training (TVET) Student
Character Through School Culture. Makalah disampaikan dalam Seminar IKA UNY
2011.Diakses pada tanggal 29 Desember 2014 dari staff.uny.ac.id.

Setyanto, Y & Loisa, R. (2012). Kementrian Pertahanan: Budaya Militer di Institusi Sipil. Dari
http://journal.tarumanegara.ac.id/index.php/kidfik/article/view/1238/1274. Diakses pada
tanggal 15 Februari 2015.

Bahan Perkuliahan:

Wiriaatmadja, R. (TT). Pendidikan Nilai Dalam Pembelajaran Sejarah. [Handout Perkuliahan


Pendidikan Dalam Pembelajaran Sejarah Program Studi Pendidikan Sejarah Sekolah
Pascasarjana Universitas Pendidikan Indonesia]

Powerpoint :

D’Alessandro A.H, Choe J, et all. (2009) Pathways of School and Individual Change: Intial
Result Evaluating the Effects of a PCEP School Reform and Character Education
Project. Power Point in Developmental Psychology Fordham University.

Internet :

Fauziyah.A. (2012). Sekolah Holistik: Pendidikan Karakter Ala IHF, [Online]. Tersedia:
http://publikasiilmiah.ums.ac.id/bitstream/handle/123456789/1773/D2.%20Amalia-
UNDIP520528fixed529.pdf/sequence=1. [Diakses pada 29 Desember 2014]
Lickona, T. (1993). The Return of Character Education. Education Leadership, v51 n3 p6-11
Nov 1993

Lickona, T dan Kevin R. (2010). Character Development: The Challenge And The Model.
[Online]. Tersedia: http://www.crvp.org/book/Series06/VI-3/chapter_i.htm. [Diakses7
April 2013].

Megawangi, R. (2010). Pengembangan Program Pendidikan Karakter di Sekolah: Pengalaman


Sekolah Karakter. [Online]. Tersedia:
www.pustaka.ut.ac.id/dev25/pdfprosiding2/fkip201002.pdf. [Diakses 29 Desember 2014]

Supardan, D. (2009). Pembelajaran Sejarah Berbasis Pendekatan Multikultural Dan Perspektif


Sejarah Lokal, Nasional, Global, Dalam Integrasi Bangsa (Studi Kuasi Eksperimental
Terhadap Peserta didik Sekolah Menengah Atas di Kota Bandung). Tersedia:
http://file.upi.edu/Direktori/FPIPS/
JUR.PEND.SEJARAH/19570408194031_DADANG_SUPARDAN/ARTIKEL_JURNA
L_INTERNASIONAL.pdf

You might also like