You are on page 1of 26

PRESENTASI KASUS

“HERPES ZOSTER”

Disusun Oleh:
Rizky Sutrisno Mustari
1710221046

Pembimbing :

dr. Hiendarto.SpKK

SMF ILMU PENYAKIT KULIT DAN KELAMIN


RSUD AMBARAWA
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERISTAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN”
JAKARTA

2018
LEMBAR PENGESAHAN
“HERPES ZOSTER”

Disusun Oleh:
Rizky Sutrisno Mustari
1710221046

PRESENTASI KASUS

Disusun untuk memenuhi syarat mengikuti Kepaniteraan Klinik


di bagian Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin
RSUD AMBARAWA

Disetujui dan disahkan,


pada tanggal .... Februari 2018

Pembimbing

dr. Hiendarto.SpKK

2
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL........................................................................................ 1
LEMBAR PENGESAHAN ............................................................................. 2
DAFTAR ISI .................................................................................................... 3
BAB I PENDAHULUAN ................................................................................ 4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA...................................................................... 6
BAB III ILUSTRASI KASUS ......................................................................... 17
BAB IV PEMBAHASAN ................................................................................ 22
BAB IV KESIMPULAN ................................................................................. 24
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 25

3
BAB I
PENDAHULUAN

Herpes zoster merupakan salah satu penyakit kulit akibat infeksi virus, yaitu
reaktivasi virus varisela zoster. Gejalanya berupa radang kulit akut yang bersifat
khas berupa vesikel-vesikel yang tersusun berkelompok, unilateral di sepanjang
persarafan sensorik kulit sesuai dengan dermatom.1 Definisi lain Herpes Zoster
adalah suatu infeksi yang menyebabkan erupsi kulit yang terasa sangat nyeri
berupa lepuhan yang berisi cairan. Herpes zoster bisa terjadi pada usia berapapun
tetapi paling sering terjadi pada usia diatas 50 tahun.2
Insidennya meningkat seiring bertambahnya usia, di mana lebih dari 2/3
kasus terjadi pada usia lebih dari 50 tahun dan kurang dari 10% di bawah 20
tahun.3 Meningkatnya insidens herpes zoster pada usia lanjut berkaitan dengan
menurunnya respon imun yang dapat pula terjadi pada pasien imunokompromais
seperti pasien HIV-AIDS, pasien dengan keganasan, dan pasien yang mendapat
obat imunosupresi.
Herpes zoster sendiri meskipun bukan penyakit yang mengancam jiwa,
namun dapat menggangu pasien sebab dapat timbul rasa nyeri. Rasa nyeri dapat
dialami saat timbul lesi kulit dan rasa nyeri tersebut dapat bertahan lama, hingga
berbulan-bulan sehingga dapat menggangu kualitas hidup pasien. Prevalensi
herpes zoster di Indonesia diprediksi kecil, yakni hanya mencakup 1%.
Menurut Standar Kompetensi Dokter Indonesia (SKDI) yang diterbitkan
oleh Konsil Kedokteran Indonesia (KKI) pada tahun 2012, tercantum bahwa
herpes zoster merupakan daftar masalah dermatologi yang perlu ditangani oleh
dokter. Kompetensi herpes zoster tanpa komplikasi bagi dokter umum adalah 4A,
yang berarti level kompetensi tertinggi yang perlu dicapai oleh dokter umum, di
mana dokter dapat mengenali tanda klinis, mendiagnosis, menatalaksana hingga
tuntas kecuali pada perjalanannya timbul komplikasi.
Berdasarkan hal tersebut, presentasi kasus ini dimaksudkan untuk
menambah pemahaman klinis dokter muda mengenai penyakit herpes zoster tanpa
komplikasi, mulai dari anamnesis, pemeriksaan fisik, diagnosis, hingga

4
penatalaksanaan. Setelah pemaparan kasus, diharapkan dokter muda dapat
memiliki informasi yang semakin kaya tentang herpes zoster.

5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. DEFINISI
Herpes zoster adalah radang kulit akut yang bersifat khas berupa vesikel-
vesikel yang tersusun berkelompok, unilateral di sepanjang persarafan sensorik
kulit sesuai dengan dermatom .1 Herpes zoster merupakan hasil dari reaktivasi
virus varisela zoster yang memasuki saraf kutaneus selama episode awal chicken
pox.Shingles adalah nama lain dari herpes zoster. Virus ini tidak hilang tuntas dari
tubuh setelah infeksi primernya dalam bentuk varisela melainkan dorman pada sel
ganglion dorsalis sistem saraf sensoris yang kemudian pada saat tertentu
mengalami reaktivasi dan bermanifestasi sebagai herpes zoster.1

B. ETIOLOGI
Herpes zoster disebabkan oleh infeksi virus varisela zoster (VVZ) yang
tergolong virus berinti DNA, virus ini berukuran 140-200 nm dan termasuk
subfamili alfa herpes viridae. Berdasarkan sifat biologisnya VVZ diklasifikasikan
kedalam 3 subfamili yaitu alfa, beta dan gamma. VVZ dalam subfamili alfa
mempunyai sifat khas menyebabkan infeksi primer pada sel epitel yang
menimbulkan lesi vaskuler. Selanjutnya setelah infeksi primer, infeksi oleh virus
herpes alfa biasanya menetap dalam bentuk laten didalam neuron dari ganglion.
Virus yang laten ini pada saatnya akan menimbulkan kekambuhan secara periodik.
Secara in vitro virus herpes alfa mempunyai jajaran penjamu yang relatif luas
dengan siklus pertumbuhan yang pendek serta mempunyai enzim yang penting
untuk replikasi meliputi virus spesifik DNA polimerase dan virus spesifik
deoxypiridine (thymidine) kinase yang disintesis di dalam sel yang terinfeksi.2

C. EPIDEMIOLOGI

Herpes zoster dapat muncul disepanjang tahun karena tidak dipengaruhi


oleh musim dan tersebar merata di seluruh dunia, tidak ada perbedaan angka
kesakitan antara laki-laki dan perempuan, angka kesakitan meningkat dengan
peningkatan usia. Insidensi herpers zoster terjadi pada 20 % populasi dunia dan 10
% diantaranya adalah herpes zoster oftalmikus. Di negara maju seperti Amerika,

6
penyakit ini dilaporkan sekitar 6% setahun, di Inggris 0,34% setahun sedangkan
di Indonesia kurang lebih 1% setahun.4
Salah satu faktor risiko yang kuat adalah usia lebih tua. Insiden terjadinya
herpeszoster 1,5sampai 3, 0 per 1.000 orang per tahun dalam segala usia dan 7
sampai 11 per 1000 orang per tahun pada usia lebih dari 60 tahun pada penelitian
di Eropa dan Amerika Utara. Diperkirakan bahwa ada lebih dari satu juta kasus
baru herpes zoster di Amerika setiap tahun, lebih dari setengahnya terjadi pada
orang dengan usia 60 tahun atau lebih. Ada peningkatan insidens dari zoster pada
anak – anak normal yang terkena chicken pox ketika berusia kurang dari 2 tahun.5

D. PATOFISIOLOGI
Transmisi virus Varicella-Zoster virus (VZV) paling mudah melalui traktus
respiratorius, dimana replikasi virus terjadi umumnya pada nasopharynx. Hal ini
akan memicu proses migrasi sistem retikuloendotelial menuju tempat tersebut
hingga akhirnya terjadi suatu keadaan yang disebut viremia. Pada mulanya,
viremia ini akan bermanifestasi sebagai chicken pox (cacar air), dimana terdapat
lesi kulit yang difus dan dapat diverifikasi dengan kultur darah maupun
polymerase chain reaction (PCR). Vesikel yang timbul pada pasien terkait dengan
lapisan dermis pasien dengan adanya perubahan degeneratif yang dicirikan
dengan adanya vesikel, munculnya multinucleated giant cell,dan inklusi
eosinofilik intranuklear.Infeksi VZV juga dapat melibatkan pembuluh darah yang
memberikan vaskularisasi pada kulit lokal, yang berakibat pada munculnya
nekrosis dan hemoragik epidermis.5

Gambar 2. Perjalanan virus VZV sejak muncul varicella hingga muncul


herpes zoster (akibat reaktivasi virus VZV). Sumber : Arvin, 2005.

7
Seiring dengan perjalanan penyakit, cairan vesikular menjadi keruh karena
adanya rekrutmen leukosit polimorfonuklear (PMN) dan adanya fibrin serta sel-
sel yang telah berdegenerasi. Akhirnya vesikel ini akan pecah dan menyebarkan
cairan berisi virus yang dapat direabsorpsi secara gradual maupun ditularkan.
Pada cacar air, beberapa virus VZV akan menginfeksi ganglion akar dorsalis dan
mempertahankan keadaan laten hingga akhirnya mengalami reaktivasi. Namun
mekanisme reaktivasi ini masih belum diketahui.4

Virus VZV dapat membuat sebuah program genetis yang mengontrol


interaksi virus dan host sehingga keberlangsungan hidupnya di manusia
terjamin.Lesi vesikuler mengandung VZV dengan konsentrasi tinggi yang bersifat
infeksius dan dibutuhkan untuk melakukan transmisi. Saat reaktivasi VZV
dibutuhkan pergerakan virion dari akson menuju kulit dimana virus
akanmenginvasi respon imun innate maupun adaptif, namun akhirnya tetap terjadi
persebaran virus antar sel dan membentuk lesi yang mempenetrasi epidermis.
Reaktivasi VZV ini merusak neuron dan sel satelit, salah satu neuroglia di
jaringan saraf.

Sebenarnya, saat pasien pertama terinfeksi VZV dan muncul varicella, telah
terbentuk sel T spesifik VZV dan disimpan sebagai memori. Pada orang yang
rentan, sel tersebut hilang dan terdegradasi, atau justru fungsi dari sel T tersebut
yang berkurang, dimana pada akhirnya akan menyebabkan kurangnya respon
imun dari pasien.6

Melalui pemeriksaan histopatologis pada pasien dengan herpes zoster dapat


ditemukan hemoragi, edema, dan infiltrasi limfosit.Virus VZV tidak hanya
bereplikasi di kulit namun juga di organ lainnya, seperti paru-paru dan otak. Hal
ini akan mengakibatkan pneumonitis interstisial, pembentukan multinucleated
giant cell, inklusi intranuklear, dan hemoragik pulmoner.

Pasien dengan infeksi SSP dapat memiliki pleositisis liquor cerebrospinal


(LCS) dan peningkatan protein LCS. Meningoencephalitis akhirnya dapat muncul
dengan gejala nyeri kepala, demam, Pasien dengan infeksi SSP dapat memiliki
pleositisis liquor cerebrospinal (LCS) dan peningkatan protein
LCS.Meningoencephalitis akhirnya dapat muncul dengan gejala nyeri kepala,

8
demamfotofobia, meningitis, dan vomitus. Manifestasi SSP lain yang cukup
jarang adalah angiitis granulomatosa dengan hemiplegia kontralateral serta
myelitis transversal (dengan atau tanpa paralisis).

Sesuai dengan tempat infeksi virus VZV, akan muncul erupsi vaskular
unilateral dengan dermatom yang berkaitan, disertai rasa nyeri yang berat. Nyeri
ini dapat mendahului munculnya lesi, yaitu sekitar 48 hingga 72 jam.
Makulopapular eritema akan muncul dan akhirnya secara cepat berkembang
menjadi lesi vesikuler. Lesi ini hanya akan muncul 3-5 hari, dengan total durasi
penyakit berkisar 7-10 hari. Namun, butuh sekitar 2-4 minggu untuk
mengembalikan kulit ke keadaan normal. Dermatom T3 hingga L3 merupakan
dermatom yang sering terlibat. Apabila infeksi melibatkan nervus trigeminal
cabang ophtalmicus, akan muncul zoster ophtalmicus. Apabila pasien zoster
ophtalmicus tidak mendapatkan terapi antiviral yang adekuat dapat berujung pada
kebutaan.Jika infeksi melibatkan cabang trigeminal yang lain, lesi dapat muncul
pada mulut, lidah, dan lain-lain.4

Pada pasien herpes zoster dapat pula muncul sindroma Ramsay Hunt, yaitu
nyeri dan vesikel yang didapatkan pada canalis auditiva externus, disertai
kehilangan kemampuan mengecap pada dua pertiga lidah. Hal ini terkait dengan
infeksi nervus facialis. Neuralgia postherpetic, hypoesthesia, maupun
hyperesthesia juga bisa ditemukan pada pasien.5

E. GEJALA KLINIS

Gejala prodromal herpes zoster biasanya berupa rasa sakit dan parestesi
pada dermatom yang terkena. Gejala ini terjadi beberapa hari menjelang
timbulnya erupsi. Gejala konstitusi, seperti sakit kepala, malaise, dan demam,
terjadi pada 5% penderita timbul 1 sampai 2 hari sebelumerupsi.
Gambaran yang paling khas pada herpes zoster adalah erupsi yang lokalisata
dan unilateral. Jarang erupsi tersebut melewati garis tengah tubuh. Umumnya lesi
terbatas pada daerah kulit yang dipersarafi oleh salah satu ganglion saraf
sensorik.Erupsi mulai dengan eritema makulopapular. Dua belas hingga dua puluh

9
empat jam kemudian terbentuk vesikula yang dapat berubah menjadi pustula pada
hari ketiga. Seminggu sampai sepuluh hari kemudian, lesi mengering menjadi
krusta. Krusta ini dapat menetap menjadi 2-3 minggu. Keluhan yang berat
biasanya terjadi pada penderita usia tua. Pada anak-anak hanya timbul keluhan
ringan dan erupsi cepat menyembuh. Rasa sakit segmental pada penderita lanjut
usia dapat menetap, walaupun krustanya sudah menghilang.Frekuensi herpes
zoster menurut dermatom yang terbanyak pada dermatom torakal (55%), kranial
(20%), lumbal (15%), dan sakral (5%).

F. KLASIFIKASI
1. Herpes zoster oftalmikus

Herpes zoster oftalmikus merupakan infeksi virus herpes zoster yang


mengenai bagian ganglion gasseri yang menerima serabut saraf dari cabang
ophtalmicus saraf trigeminus (N.V), ditandai erupsi herpetik unilateral pada
kulit.Infeksi diawali dengan nyeri kulit pada satu sisi kepala dan wajah disertai
gejala konstitusi seperti lesu, demam ringan. Gejala prodromal berlangsug 1
sampai 4 hari sebelum kelainan kulit timbul. Fotofobia, banyak kelar air mata,
kelopak mata bengkak dan sukar dibuka.

Gambar 3. Herpes zoster oftalmikus sinistra.

2. Herpes zoster fasialis

Herpes zoster fasialis merupakan infeksi virus herpes zoster yang mengenai
bagian ganglion gasseri yang menerima serabut saraf fasialis (N.VII), ditandai
erupsi herpetik unilateral pada kulit.

10
Gambar 4. Herpes zoster fasialis dekstra.

3. Herpes zoster brakialis

Herpes zoster brakialis merupakan infeksi virus herpes zoster yang


mengenai pleksus brakialis yang ditandai erupsi herpetik unilateral pada kulit.

Gambar 5. Herpes zoster brakialis sinistra.

4. Herpes zoster torakalis

Herpes zoster torakalis merupakan infeksi virus herpes zoster yang


mengenai pleksus torakalis yang ditandai erupsi herpetik unilateral pada kulit.

11
Gambar 6. Herpes zoster torakalis sinistra.

5. Herpes zoster lumbalis

Herpes zoster lumbalis merupakan infeksi virus herpes zoster yang


mengenai pleksus lumbalis yang ditandai erupsi herpetik unilateral pada kulit.

6. Herpes zoster sakralis

Herpes zoster sakralis merupakan infeksi virus herpes zoster yang


mengenai pleksus sakralis yang ditandai erupsi herpetik unilateral pada kulit.

Gambar 7. Herpes zoster sakralis dekstra.

12
F. Pemeriksaan Laboratorium

Pemeriksaan laboratorium diperlukan bila terdapat gambaran klinis yang


meragukan. Tes Tzanck untuk melihat adanya perubahan sitologisel epitel
dimana terlihat multi nucleated giant cell. Identifikasi antigen/asam nukleat
VVZ dengan metode PCR

G. Pemeriksaan Penunjang
Apabila gejala klinis sangat jelas tidaklah sulit untuk menegakkan diagnosis.
Akan tetapi pada keadaan yang meragukan diperlukan pemeriksaan penunjang
antara lain:
1. Isolasi virus
Isolasi dengan kultur jaringan dan identifikasi morfologi dengan
mikroskop elektron. Secara laboratorium, pemeriksaan sediaan apus tes Tzanck
membantu menegakkan diagnosis dengan menemukan sel datia berinti banyak.
Demikian pula pemeriksaan cairan vesikula atau material biopsi dengan
mikroskop elektron, serta tes serologik. Pada pemeriksaan histopatologi
ditemukan sebukan sel limfosit yang mencolok, nekrosis sel dan serabut saraf,
proliferasi endotel pembuluh darah kecil, hemoragi fokal dan inflamasi
bungkus ganglion. Partikel virus dapat dilihat dengan mikroskop elektron dan
antigen virus herpes zoster dapat dilihat secara imunofluoresensi.6
2. Pemeriksaan antigen dengan imunofluoresen
3. Test serologi dengan mengukur imunoglobulin spesifik.

H. DIAGNOSIS
a. Anamnesis
Diagnosis herpes zoster pada anamnesis didapatkan keluhan berupa
neuralgia (nyeri) beberapa hari sebelum atau bersama-sama dengan timbulnya
kelainan kulit. Seringkali sebelum timbul kelainan kulit didahului gejala
prodromal seperti demam, pusing dan lemas
b. Pemeriksaan kulit
Karakteristik dari erupsi kulit pada herpes zoster terdiri atas vesikel-vesikel
berkelompok, dengan dasar eritematosa, unilateral, dan mengenai satu dermatom.

13
I. PENATALAKSANAAN
Secara umum penatalaksaan herpes zoster bertujuan untuk:

a. Mengatasi infeksi virus akut


b. Mengatasi nyeri akut yang ditimbulkan oleh virus herpes zoster
c. Mencegah timbulnya neuralgia pasca herpetic (Roxas, 2009)

1. Non Medikamentosa
Selama fase akut, pasien dianjurkan tidak keluar rumah, karena dapat menularkan
kepada orang lain yang belum pernah terinfeksi varisela dan orang dengan
defisiensi imun. Usahakan agar vesikel tidak pecah, misalnya jangan digaruk dan
pakai baju yang longgar. Untuk mencegah infeksi sekunder jaga kebersihan
badan.5

2. Medikamentosa
a. Sistemik
1) Obat Antivirus
Obat yang biasa digunakan ialah asiklovir dan modifikasinya, misalnya
valasiklovir dan famsiklovir. Asiklovir bekerja sebagai inhibitor DNA
polimerase pada virus. Asiklovir dapat diberikan peroral ataupun intravena.
Asiklovir Sebaiknya pada 3 hari pertama sejak lesi muncul. Dosis asiklovir
peroral yang dianjurkan adalah 5×800 mg/hari selama 7 hari, sedangkan
melalui intravena biasanya hanya digunakan pada pasien yang
imunokompromise atau penderita yang tidak bisa minum obat. Obat lain yang
dapat digunakan sebagai terapi herpes zoster adalah valasiklovir. Valasiklovir
diberikan 3×1000 mg/hari selama 7 hari, karena konsentrasi dalam plasma
tinggi. Selain itu famsiklovir juga dapat dipakai. Famsiklovir juga bekerja
sebagai inhibitor DNA polimerase. Famsiklovir diberikan 3×200 mg/hari
selama 7 hari (Saad and Christopher, 2010; Hodge, 2006).
2) Analgetik
Analgetik diberikan untuk mengurangi neuralgia yang ditimbulkan oleh
virus herpes zoster. Obat yang biasa digunakan adalah asam mefenamat. Dosis
asam mefenamat adalah 1500 mg/hari diberikan sebanyak 3 kali, atau dapat

14
juga dipakai seperlunya ketika nyeri muncul (Saad and Christopher, 2010;
Hodge, 2006).
3) Kortikosteroid
Indikasi pemberian kortikostreroid ialah untuk Sindrom Ramsay Hunt.
Pemberian harus sedini mungkin untuk mencegah terjadinya paralisis. Yang
biasa diberikan ialah prednison dengan dosis 3×20 mg/hari, setelah seminggu
dosis diturunkan secara bertahap. Dengan dosis prednison setinggi itu imunitas
akan tertekan sehingga lebih baik digabung dengan obat antivirus (Saad and
Christopher, 2010; Hodge, 2006).
b. Pengobatan topical
Pengobatan topikal bergantung pada stadiumnya. Jika masih stadium
vesikel diberikan bedak dengan tujuan protektif untuk mencegah pecahnya
vesikel agar tidak terjadi infeksi sekunder. Bila erosif diberikan kompres
terbuka. Jika terjadi ulserasi dapat diberikan salap antibiotic (Saad and
Christopher, 2010; Hodge, 2006).

J. Komplikasi
1. Neuralgia paska herpetik
Neuralgia paska herpetik adalah rasa nyeri yang timbul pada daerah bekas
penyembuhan. Neuralgia ini dapat berlangsung selama berbulan-bulan sampai
beberapa tahun. Keadaan ini cenderung timbul pada umur diatas 40 tahun,
persentasenya 10 - 15 % dengan gradasi nyeri yang bervariasi. Semakin tua umur
penderita maka semakin tinggi persentasenya.
2. Infeksi sekunder
Pada penderita tanpa disertai defisiensi imunitas biasanya tanpa komplikasi.
Sebaliknya pada yang disertai defisiensi imunitas, infeksi H.I.V., keganasan, atau
berusia lanjut dapat disertai komplikasi. Vesikel sering manjadi ulkus dengan
jaringan nekrotik.
3. Kelainan pada mata
Pada herpes zoster oftatmikus, kelainan yang muncul dapat berupa: ptosis
paralitik, keratitis, skleritis, uveitis, korioratinitis dan neuritis optik.

15
4. Sindrom Ramsay Hunt
Sindrom Ramsay Hunt terjadi karena gangguan pada nervus fasialis dan
otikus, sehingga memberikan gejala paralisis otot muka (paralisis Bell), kelainan
kulit yang sesuai dengan tingkat persarafan, tinitus, vertigo, gangguan
pendengaran, nistagmus, nausea, dan gangguan pengecapan.
5. Paralisis motorik
Paralisis motorik dapat terjadi pada 1-5% kasus, yang terjadi akibat
perjalanan virus secara kontinuitatum dari ganglion sensorik ke sistem saraf yang
berdekatan. Paralisis ini biasanya muncul dalam 2 minggu sejak munculnya lesi.
Berbagai paralisis dapat terjadi seperti: di wajah, diafragma, batang tubuh,
ekstremitas, vesika urinaria dan anus. Umumnya akan sembuh spontan.

K. PROGNOSIS
Bonam bila ditatalaksana dengan adekuat.

16
BAB III
ILUSTRASI KASUS

I. IDENTITAS PASIEN
No. Rekam Medik : 142081
Nama : Tn. T
Alamat : Rembes 08/01 Bringin
Umur : 53 tahun
Pekerjaan : Swasta
Agama : Islam

II. ANAMNESIS
Dilakukan anamnesis pada pasien di IGD RSUD Ambarawa pada
tanggal 03 Februari 2018 pukul 02.00 WIB.

Keluhan Utama :
Nyeri pada vesikel di wajah kiri sejak 3 hari SMRS .

Riwayat Penyakit Sekarang :


Pasien mengeluhkan nyeri, panas dan gatal pada wajah sejak 3 hari
SMRS. Bintik-bintik yang timbul juga terasa perih, panas dan gatal.
Keluhan tersebut dirasakan pasien hilang timbul, namun saat ini keluhan
dirasakan semakin memberat. Keluhan biasanya dirasakan muncul dan
memberat bila pasien sedang beraktivitas dan saat pasien
berkeringat..Mata kiri merah.
Selain itu pasien juga mengeluhkan adanya demam, pusing dan
nyeri pada pinggang kanan.

Riwayat Penyakit Dahulu :


Pasien belum pernah mengalami penyakit seperti ini sebelumnya.
Riwayat penyakit kulit lainya di sangkal. Riwayat dirawat di rumah sakit

17
sebelumnya disangkal. Pasien juga tidak memiliki riwayat hipertensi dan
diabetes millitus.

Riwayat Penyakit Keluarga :


Saat ini tidak ada keluarga yang mengalami keluhan yang sama
seperti pasien. Riwayat penyakit kulit lainnya pada keluarga disangkal.

III. PEMERIKSAAN FISIK


Status Generalis
- Kesadaran : Kompos mentis.
- Keadaan umum : Tampak sakit sedang.
- Vital Signs :
o TD : 135/80 mmHg
o Nadi : 77 kali/menit.
o Pernafasan : 20 kali/menit.
o Suhu : 38 0C.
- Berat Badan : 60 Kg
- Tinggi Badan : 163 Kg
- Kepala : Mesochepal, rambut hitam, distribusi merata
- Mata : Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-)
- Hidung : Simetris, deviasi septum (-), sekret (-)
- Telinga : Bentuk daun telinga normal, sekret (-)
- Mulut : Mukosa bibir dan mulut lembab, sianosis (-)
- Tenggorokan : T1 – T1 tenang , tidak hiperemis
- Thorax : Simetris, retraksi (-)
- Jantung : BJ I – II reguler, murmur (-), Gallop (-)
- Paru : SD vesikuler, ronki (-/-), wheezing (-)
- Abdomen : Supel,datar,BU (+) normal
- KGB : Tidak teraba pembesaran.
- Ekstremitas : Akral hangat, edema ( ), sianosis ( )

18
Status Dermatologis
Pada fasialis sinistra , dibagian dahi terdapat vesikel multiple bergerombol
yang tersebar secara dermatomal, dengan ukuran lentikular, terletak di atas
kulit yang eritematosa. Pada palpasi teraba kulit hangat, vesikel lunak
dengan permukaan yang licin.

Gambar 1 – Gambaran Lesi Kulit pada Pasien

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG


Hasil Pemeriksaan Lab (4 Februari 2018)
Hemoglobin : DBN
Leukosit : DBN
Eritrosit : DBN
Hematokrit : DBN
Trombosit : DBN
Glukosa Sewaktu : DBN
Ureum : DBN
HbsAg : DBN (Non Reaktif )

V. RESUME
Pasien Ny.T usia 53 tahun datang dengan keluhan adanya nyeri pada
vesikel di bagian wajah sebelah kiri yang dirasakan sejak 3 hari SMRS.
Keluhan dirasakan disertai dengan adanya rasa perih, panas dan terasa

19
gatal disekita bintik-bintik. Pada pemeriksaan fisik didapatkan status
dermatologis pada fasialis sinistra, pada dahi kiri terdapat vesikel multiple
bergerombol yang tersebar secara dermatomal, dengan ukuran lentikular,
terletak di atas kulit yang eritematosa. Pada palpasi teraba kulit hangat,
vesikel lunak dengan permukaan yang licin.

VI. DIAGNOSIS BANDING


- Herpes Zoster
- Impetigo Bulosa
- Herpes simpleks

VII. DIAGNOSIS KERJA


Herpes Zoster Oftalmica Sinistra

VIII. RENCANA TERAPI


- Non Farmakologis
o Edukasi :
Mengurangi sementara aktivitas fisik, tidak menggaruk walaupun
terasa gatal, hindari benjolan atau lenting yang pecah, tidak
berdekatan dengan anak-anak atau orang lain yang belum pernah
mengalami cacar air sebelumnya. Mengkonsumsi obat harus teratur
dan tidak boleh ketinggalan atau lewat dari waktunya.

- Farmakologi
o IVFD RL 20 tpm
o Asiklovir 4x400 mg
o Asiklovir salep 2x setelah mandi
o Paracetamol 3x500mg
o Injeksi mecobalamin 1x1

20
IX. PROGNOSIS
- Ad vitam : bonam
- Ad functionam : bonam
- Ad sanationam : bonam

21
BAB IV
PEMBAHASAN

Pasien Tn. T datang ke RSUD Ambarawa dengan keluhan utama nyeri pada
vesikel dibagian wajah sebelah kiri yang disertai nyeri, gatal, dan panas sejak 3
hari yang lalu. Pasien kemudian didiagnosis sebagai herpes zoster berdasarkan
anamnesis, dan juga pemeriksaan fisik. Dari anamnesis, di dapatkan keluhan
terdapat lenting-lenting kemerahan yang semakin banyak, dengan disertai rasa
gatal dan nyeri. Gatal dan nyeri terutama timbul terus- menerus. Hal ini sesuai
dengan gambaran herpes zoster yang dikarakteristikkan oleh vesikel- vesikel
berkelompok di atas dasar yang eritema.
Pasien mengeluhkan demam, pusing, nyeri punggung dan badan terasa
pegal- pegal serta mual. Data ini juga menguatkan dugaan herpes zoster oleh
karena pasien ini mengalami kelelahan yang menyebabkan daya tahan tubuhnya
menurun. Selain itu, pada pasien juga menunjukkan gejala- gejala prodomal baik
sistemik maupun lokal. Faktor - faktor predisposisi untuk terjadinya herpes zoster,
yaitu penurunan status imunitas tubuh yang dapat disebabkan karena stress fisik
maupun psikologis. Adanya keluhan gatal, terasa nyeri dan lokasi lesi yang hanya
terdapat pada bokong kanan mengurangi kemungkinan diagnosis varisela zoster.
Gambaran lesi pada bagian fasialis sinistra menyingkirkan kemungkinan
diagnosis herpes simplek yang biasanya terletak pada daerah mukokutan dan
varisela yang biasanya terletak di sentral tubuh dan dapat menyebar ke bagian
tubuh yang lain secara sentrifugal. Sedangkan impetigo vesikulo bulosa lokasi
predileksi pada ketiak, dada, punggung, dan ekstrimitas atas dan bawah.
Herpes simpleks biasanya lesinya berupa vesikel-vesikel miliar
berkelompok, jika pecah membentuk ulkus yang dangkal dengan kemerahan pada
daerah di sekitarnya. Pada varisela lesinyadimulai timbulnya erupsi kulit berupa
papul eritematosa yang dalam waktu beberapa jam berubah menjadi vesikel.
Bentuk vesikel khas berupa tetesan embun (tear drops). Vesikel akan berubah
menjadi pustule dan kemudian menjadi krusta. Sementara proses ini berlangsung,
timbul lagi vesikel- vesikel yang baru sehingga menimbulkan gambaran
polimorfi. Sedangkan pada impetigo bulosa lesinya berupa eritema, bula, dan bula

22
hipopion. Tampak bula dengan dinding tebal dan tipis, miliar hingga lentikular,
kulit sekitarnya tak menunjukkan peradangan, kadang- kadang tampak
hipopion.Jika vesikel/ bula telah memecah yang tampak hanya koleret dan
dasarnya masih eritematosa.Pasien ini mendapatkan IVFD RL 20 tpm, asiklovir
4x400mg, asiklovir salep 2x setelah mandi, paracetamol 3x500mg dan injeksi
mecobalamin 1x1.
Pasien juga diberikan edukasi untuk menghindari faktor-faktor
predisposisi timbulnya herpes zoster, dengan menghindari kelelahan berlebihan.
Pasien harus diberikan terapi suportif dengan menghindari gesekan kulit yang
mengakibatkan pecahnya vesikel, pemberian nutrisi TKTP, dan istirahat, dan
mencegah kontak dengan orang lain. Aspyrin dihindari karena dapat
menyebabkan Reye’s syndrome. Pasien harus diberi informasi tentang perjalanan
penyakit herpes zoster, edukasi bahwa lesi biasanya membaik dalam 2-3 minggu
pada individu imunokompeten, dan edukasi mengenai seringnya komplikasi
neuralgia pasca herpetik.
Pasien diberi informasi bahwa herpes zoster disebabkan oleh virus varisela
zoster yang menetap di ganglion posterior susunan saraf tepi dan ganglion
kranialis, sehingga sewaktu-waktu virus dapat berkembang menyebabkan
penyakit herpes zoster pada saat status imunologi individu menurun. Herpes
zoster dapat menular. Prognosis herpes zoster secara umum baik, pada herpes
zoster oftalmikus prognosis bergantung pada tindakan perawatan secara dini.
Kondisi ini dapat meninggalkan bercak pada kulit setelah infeksi herpes zoster.
Perubahan warna kulit membaik dalam waktu beberapa bulan. Rekurensi virus
dapat terjadi dan terapi profilaksis atau vaksin dapat membantumenurunkan
tingkat rekurensi yang tinggi. Herpes zoster dapat diterapi dengan efektif dengan
obat antivirus pada 72 jam pertama setelah lesi muncul.

23
BAB V
KESIMPULAN

A. Kesimpulan

1. Herpes zoster merupakan infeksi virus herpes zoster yang mengenai bagian
saraf yang ditandai adanya erupsi herpetik unilateral pada kulit

2. Herpes zoster disebabkan oleh infeksi virus varisela zoster (VVZ).

3. Diagnosa herpes zoster dapat ditegakkan dengan mudah melalui anamnesis dan
pemeriksaan fisik.

4. Karakteristik dari erupsi kulit pada herpes zoster terdiri atas vesikel-vesikel
berkelompok, dengan dasar eritematosa, unilateral, dan mengenai satu
dermatom.

5. Pada umumnya penyakit herpes zoster dapat sembuh sendiri (self limiting
disease), tetapi pada beberapa kasus dapat timbul komplikasi. Semakin lanjut
usia, semakin tinggi frekuensi timbulnya komplikasi.

B. Saran

1. Memberikan edukasi yang jelas kepada pasien tentang penyakitnya untuk


mencegah penularan dan mempercepat penyembuhan.
2. Penatalaksanaan yang efektif dan efisien pada pasien untuk mendapatkan hasil
yang maksimal dan mencegah terjadinya komplikasi.

24
DAFTAR PUSTAKA

Arvin, A. 2005.Aging, immunity, and the varicella-zoster virus. N Engl J Med,


352:2266-2267.
Gnann JW, Whitley RJ. Herpes Zoster. N. Engl. J. Med. 2002.
Habif, T.P. Viral Infection. In : Skin Disease Diagnosis and Treatment. 3rd ed.
Philadelphia : Elseiver Saunders. 2011 .p. 235 -239.
Handoko. 2005. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin: edisi IV. Jakarta : Fakultas
kedokteran Universitas Indonesia.
Hartadi, Sumaryo S. 2006. Infeksi Virus dalam Ilmu Penyakit Kulit. Jakarta:
Hipokrates; 92-4
Konsil Kedokteran Indonesia. Standar Kompetensi Dokter Indonesia (SKDI)
2012. Jakarta; 2012.

Mandal BK, dkk. Lecture Notes :Penyakit Infeksi.6th ed. Jakarta : Erlangga
Medical Series. 2008 : 115 – 119.
Roxas, M. 2009. Herpes zoster and Post Herpetic Nauralgia: Diagnosis and
Therapeutic Consideration Herpes Zoster Information. Diakses dari :
http://www.emedicinehealth.com/articles pada tanggal 28 Juni 2013

Siregar. 2006. Herpes Zoster. Dalam : Atlas Beerwarna Saripati Penyakit Kulit:
edisi II. Jakarta: EGC; 86
Sjamsoe E.S . 2005. Penyakit Kulit yang Umum Di Indonesia. Medical
Multimedia Indonesia. Pt-Mmi@Medical-E-Book.Com

Whitley, R. J. 2005. Varicella-Zoster Virus Infections.In D. Kasper et al., eds.


Harrison's Principles of Internal Medicine. 16th ed. New York: McGraw
and Hill Company.

25
26

You might also like