Professional Documents
Culture Documents
Memang pengajian akbar seperti ini sangat bagus. Sebuah taman surga dunia,
rekreasi me-recharge keimanan (asalkan niatnya ikhlas, bukan sekedar untuk
kopdar, jualan, bisnis apalagi “cuci mata”). Sangat bagus juga bagi mereka yang
baru mengenal hidayah dan bagi orang awam.
Tetapi yang perlu diperhatikan adalah bagi mereka yang sudah lama mendapat
hidayah menuntut ilmu (udah ngaji beberapa tahun). Sebaiknya belajar agama
jangan hanya pengajian akbar saja yang umumnya hanya TEMATIK, tetapi ingat
juga kajian rutin, misalnya rutin setiap pekan terlebih terkurikulum membahas
kitab tertentu sampai tuntas.
1. Sudah lama “ngaji” tapi jarang atau tidak pernah ikut pengajian rutin pekanan
walaupun hanya sekali seminggu. Misalnya membahas kitab tauhid sampai
selesai.
2. Kalau ada ustadz atau ulama ternama/terkenal datang, baru ikut kajian akbar
dengan jumlah peserta yang banyak (inipun semoga ikhlas, bukan sekedar untuk
kopdar, jualan, bisnis apalagi “cuci mata”). kalau tidak ada maka tidak kajian dan
menuntut ilmu
3. Belajar agama sistem “semau gue”, sudah hanya tematik saja, itupun kalau
senang sama ustadz dan ulama tertentu saja. Kalau bukan ustadz idolanya,
agak malas. Atau kalau tema yang tidak ia terlalu senangi, maka tidak datang
kajian.
Perlu diingat bahwa belajar agama itu sama dengan belajar ilmu dunia yang
lainnya:
-Jika mau masuk Fakultas Kedokteran atau UT misalnya, perlu belajar kan?
Masuk surga juga perlu belajar
-Jika kuliah dikedokteran tidak ikut rutin kuliah atau bolong-bolong kuliah tentu
kurang baik. Nah, begitu juga belajar agama, hanya belajar ketika ada kajian
tematik saja, tentu hasilnya kurang maksimal.
-Jika kita belajar matematika tidak dari dasar, kemudian hanya ikut workshop
tertentu saja (tematik), tentu sangat susah dan tidak menarik belajar dan
menyelesaikan soal matematika. Tetapu bagi mereka yang menguasai dari
dasar sanga menarik matematika. Soal terasa sebagai “makanan” yang siap
dilahap dan merupakan tantangan.
Begitu juga belajar agama, jika belajarnya hanya kajian tematik saja (ingat ini
bagi mereka yang sudah lama ngaji). Tentu hasilnya tidak maksimal dan tentu
“kurang” terasa nikmatnya beragama dan “surga dunia”
Tentu saja surga di dunia itu adalah kebahagiaan dengan petunjuk agama yang
benar.
misalnya:
sebagian penuntut ilmu memperlajari ilmu nahwu, ia belajar kitab Al-Jurumiyah
sebentar kemudian berpindah ke Matan Qathrun nadyi kemudian berpindah ke
Matan Al-Alfiyah..
ولكن من طلبه بذلة،ال يطلب هذا العلم من يطلبه بالتملل وغنى النفس فيفلح
أفلح، وخدمة العلم، وضيق العيش،النفس
“Tidak mungkin menuntut ilmu orang yang pembosan, merasa puas
jiwanyakemudian ia menjadi beruntung, akan tetapi ia harus menuntut ilmu
dengan menahan diri, merasakan kesempitan hidup dan berkhidmat untuk
ilmu, maka ia akan beruntung.”[3]
Marilah kita wahai para guru …para pendidik rajin menuntut ilmu…kalau bukan
kita yang rajin dan kalau bukan kita yang memberi contoh…maka siapa lagi ?
Artikel www.muslimafiyah.com