You are on page 1of 18

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sistem perkemihan terdiri dari organ ginjal, ureter, vesika urinaria
(kandung kemih) dan uretra membentuk sistem urinarius. Fungsi utama ginjal
adalah mengatur cairan serta elektrolit dan komposisi asam- basa cairan tubuh,
mengeluarkan produk akhir metabolic dari dalam darah, dan mengatur tekanan
darah. Urine yang terbentuk sebagai hasil dari proses ini diangkut dari ginjal
melalui ureter kedalam kandung kemih tempat urine tersebut disimpan untuk
sementara waktu. Pada saat urinasi kandung kemih berkontraksi dan urine akan di
ekskresikan dari tubuh lewat uretra. Namun, fungsi masing-masing organ dari
sistem perkemihan tersebut tidak luput dari suatu masalah atau abnormal.
Sehingga hal ini dapat menimbulkan beberapa penyakit atau gangguan salah
satunya berupa sindrom nefrotik.
Pada tahun 1905 Friedrich Muller menggunakan istilah nefrosis untuk
membedakan degenerasi lemak tubulus dengan glomerulus. Namun istilah
nefrosis sekarang tidak dipakai lagi. Tahun 1913 Munk melaporkan adanya butir-
butir lipoid (Lipoid droplets) dalam sedimen urin pasien dengan “nefritis
parenkimatosa kronik”. Kelainan ini ditemukan terutama atas dasar adanya lues
dan diberikan istilah nefrosis lipoid. Istilah sindrom nefrotik (SN) kemudian
digunakan untuk menggantikan istilah terdahulu yang menunjukkan suatu
keadaan klinik dan laboratorik tanpa menunjukkan satu penyakit yang mendasari.
Insidens lebih tinggi pada laki-laki dari pada perempuan. Mortalitas
dan prognosis anak dengan sindrom nefrotik bervariasi berdasarkan etiologi,
berat, luas kerusakan ginjal, usia anak, kondisi yang mendasari, dan responnya
trerhadap pengobatan. Sindrom nefrotik jarang menyerang anak dibawah usia 1
tahun. Sindrom nefrotik perubahan minimal ( SNPM ) menacakup 60 – 90 % dari
semua kasus sindrom nefrotik pada anak. Angka mortalitas dari SNPM telah
menurun dari 50 % menjadi 5 % dengan majunya terapi dan pemberian steroid.
Bayi dengan sindrom nefrotik tipe finlandia adalah calon untuk nefrektomi
bilateral dan transplantasi ginjal. Berdasarkan hasil penelitian univariat
terhadap 46 pasien, didapatkan insiden terbanyak sindrom nefrotik berada pada
kelompok umur 2 – 6 tahun sebanyak 25 pasien (54,3%), dan terbanyak pada laki-
laki dengan jumlah 29 pasien dengan rasio 1,71 : 1. Insiden sindrom nefrotik pada
anak di Hongkong dilaporkan 2 - 4 kasus per 100.000 anak per tahun ( Chiu and
Yap, 2005 ). Insiden sindrom nefrotik pada anak dalam kepustakaan di Amerika
Serikat dan Inggris adalah 2 - 4 kasus baru per 100.000 anak per tahun. Di negara
berkembang, insidennya lebih tinggi. Dilaporkan, insiden sindrom nefrotik pada
anak di Indonesia adalah 6 kasus per 100.000 anak per tahun.
Berdasarkan uraian diatas maka penulis tertarik untuk mendapatkan gambaran
lebih jelas tentang bagaimana “Asuhan Keperawatan Pada An. A (6 tahun
)Yang Mengalami sindrom nefrotik”

1.2 Rumusan Masalah


Rumusan masalah dalam makalah ini adalah mengetahui konsep dasar
penyakit dan secara kasus tentang asuhan keperawatan dengan sindrom nefrotik
1.3 Tujuan
a) Tujuan umum:
Mahasiswa dapat mengetahui asuhan keperawatan pada klien dengan sindrom
nefrotik
b) Tujuan khusus
 Mampu mengidentifikasi pengertian, etiologi, tanda dan gejala, klasifikasi,
patofisiologi, penatalaksanaan, pemeriksaan diagnostik sindrom nefrotik
 Mampu mengiidentifikasi proses keperawatan dengan sindrom nefrotikmeliputi:
Pengkajian, Diagnosa Keperawatan, Intervensi dan Rasionalisasi
1.4 Manfaat
1. Mahasiswa:
 Mahasiswa memahami penyakit sindrom nefrotik sehingga menunjang
pembelajaran mata kuliah sistem perkemihan.
 Mahasiswa mengetahui proses keperawatan yang benar sehingga dapat menjadi
bekal dalam persiapan praktik di rumah sakit.
2. Institusi:
 Dapat membantu perkembangan ilmu keperawatan khususnya
proses keperawatan dengan sindrom nefrotik di institusi kelompok melakukan
studi.
 Dijadikan acuan dan bahan bagi penulis/kelompok lain yang berminat
untuk menulis makalah tentang asuhan keperawatan dengan sindrom nefrotik
3. Masyarakat:
 Masyarakat mampu memahami apa itu sindrom nefrotik beserta penyebab dan
akibatnya.
BAB II
TINJAUAN TEORI
1.1 Konsep dasar penyakit
A. Anatomi Fisiologi
1. Ginjal
Kedudukan ginjal di belakang dari kavum abdominalis di belakang peritoneum
pada kedua sisi vertebra lumbalis III melekat langsung pada dinding
abdomen.Manusia memiliki sepasang ginjal yang terletak di belakang perut atau
abdomen. Ginjal ini terletak di kanan dan kiri tulang belakang, di bawah hati dan
limpa. Di bagian atas (superior) ginjal terdapat kelenjar adrenal (juga disebut
kelenjar suprarenal).Ginjal kanan biasanya terletak sedikit di bawah ginjal kiri
untuk memberi tempat untuk hati.Sebagian dari bagian atas ginjal terlindungi oleh
iga ke sebelas dan duabelas. Kedua ginjal dibungkus oleh dua lapisan lemak
(lemak perirenal dan lemak pararenal) yang membantu meredam goncangan.
Ginjal adalah organ ekskresi dalam vertebrata yang berbentuk mirip kacang.
Sebagai bagian dari sistem urin, ginjal berfungsi menyaring kotoran (terutama
urea) dari darah dan membuangnya bersama dengan air dalam bentuk urin.
Cabang dari kedokteran yang mempelajari ginjal dan penyakitnya disebut
nefrologi.

Lapisan ginjal

Setiap ginjal terbungkus selaput tipis (kapsula renalis) berupa jaringan fibrus
berwarna ungu tua.lapisan ginjal terbagi atas :
 lapisan luar (yaitu lapisan korteks / substantia kortekalis)
 lapisan dalam (yaitu medulla (substantia medullaris)
Bagian paling luar dari ginjal disebut korteks, bagian lebih dalam lagi disebut
medulla. Bagian paling dalam disebut pelvis. Pada bagian medulla ginjal manusia
dapat pula dilihat adanya piramida yang merupakan bukaan saluran pengumpul.
Ginjal dibungkus oleh lapisan jaringan ikat longgar yang disebut kapsula.

Unit fungsional ginjal


Unit fungsional dasar dari ginjal adalah nefron yang dapat berjumlah lebih
dari satu juta buah dalam satu ginjal normal manusia dewasa. Nefron berfungsi
sebagai regulator air dan zat terlarut (terutama elektrolit) dalam tubuh dengan cara
menyaring darah, kemudian mereabsorpsi cairan dan molekul yang masih
diperlukan tubuh. Molekul dan sisa cairan lainnya akan dibuang. Reabsorpsi dan
pembuangan dilakukan menggunakan mekanisme pertukaran lawan arus dan
kotranspor. Hasil akhir yang kemudian diekskresikan disebut urin.
Sebuah nefron terdiri dari sebuah komponen penyaring yang disebut
korpuskula (atau badan Malphigi) yang dilanjutkan oleh saluran-saluran
(tubulus).Setiap korpuskula mengandung gulungan kapiler darah yang disebut
glomerulus yang berada dalam kapsula Bowman. Setiap glomerulus mendapat
aliran darah dari arteri aferen. Dinding kapiler dari glomerulus memiliki pori-pori
untuk filtrasi atau penyaringan. Darah dapat disaring melalui dinding epitelium
tipis yang berpori dari glomerulus dan kapsula Bowman karena adanya tekanan
dari darah yang mendorong plasma darah. Filtrat yang dihasilkan akan masuk ke
dalan tubulus ginjal. Darah yang telah tersaring akan meninggalkan ginjal lewat
arteri eferen.
Tubulus ginjal merupakan lanjutan dari kapsula Bowman. Bagian yang
mengalirkan filtrat glomerular dari kapsula Bowman disebut tubulus konvulasi
proksimal. Bagian selanjutnya adalah lengkung Henle yang bermuara pada
tubulus konvulasi distal.
Lengkung Henle diberi nama berdasar penemunya yaitu Friedrich Gustav
Jakob Henle di awal tahun 1860-an. Lengkung Henle menjaga gradien osmotik
dalam pertukaran lawan arus yang digunakan untuk filtrasi. Sel yang melapisi
tubulus memiliki banyak mitokondria yang menghasilkan ATP dan
memungkinkan terjadinya transpor aktif untuk menyerap kembali glukosa, asam
amino, dan berbagai ion mineral. Sebagian besar air (97.7%) dalam filtrat masuk
ke dalam tubulus konvulasi dan tubulus kolektivus melalui osmosis.Cairan
mengalir dari tubulus konvulasi distal ke dalam sistem pengumpul yang terdiri
dari:Tempat lengkung Henle bersinggungan dengan arteri aferen disebut aparatus
juxtaglomerular, mengandung macula densa dan sel juxtaglomerular. Sel
juxtaglomerular adalah tempat terjadinya sintesis dan sekresi renin.
Ginjal berfungsi sebagai salah satu alat ekskresi yang sangat penting melalui
ultrafiltrat yang terbentuk dalam glomerulus. Terbentuknya ultrafiltrat ini sangat
dipengaruhi oleh sirkulasi ginjal yang mendapat darah 20% dari seluruh cardiac
output.
1) Faal glomerolus
Fungsi terpenting dari glomerolus adalah membentuk ultrafiltrat yang dapat
masuk ke tubulus akibat tekanan hidrostatik kapiler yang lebih besar dibanding
tekanan hidrostatik intra kapiler dan tekanan koloid osmotik. Volume ultrafiltrat
tiap menit per luas permukaan tubuh disebut glomerula filtration rate (GFR). GFR
normal dewasa : 120 cc/menit/1,73 m2 (luas pemukaan tubuh). GFR normal umur
2-12 tahun : 30-90 cc/menit/luas permukaan tubuh anak.
2) Tubulus
Fungsi utama dari tubulus adalah melakukan reabsorbsi dan sekresi dari
zat-zat yang ada dalam ultrafiltrat yang terbentuk di glomerolus. Sebagaimana
diketahui, GFR : 120 ml/menit/1,73 m2, sedangkan yang direabsorbsi hanya 100
ml/menit, sehingga yang diekskresi hanya 1 ml/menit dalam bentuk urin atau
dalam sehari 1440 ml (urin dewasa).

Pada anak-anak jumlah urin dalam 24 jam lebih kurang dan sesuai dengan
umur :
 1-2 hari : 30-60 ml
 3-10 hari : 100-300 ml
 10 hari-2 bulan : 250-450 ml
 2 bulan-1 tahun : 400-500 ml
 1-3 tahun : 500-600 ml
 3-5 tahun : 600-700 ml
 5-8 tahun : 650-800 ml
 8-14 tahun : 800-1400 ml
3) Tubulus Proksimal
Tubulus proksimal merupakan bagian nefron yang paling banyak
melakukan reabsorbsi yaitu ± 60-80 % dari ultrafiltrat yang terbentuk di
glomerolus. Zat-zat yang direabsorbsi adalah protein, asam amino dan glukosa
yang direabsorbsi sempurna. Begitu pula dengan elektrolit (Na, K, Cl,
Bikarbonat), endogenus organic ion (citrat, malat, asam karbonat), H2O dan urea.
Zat-zat yang diekskresi asam dan basa organik.
4) Loop of henle
Loop of henle yang terdiri atas decending thick limb, thin limb dan
ascending thick limb itu berfungsi untuk membuat cairan intratubuler lebih
hipotonik.
5) Tubulus distalis
Mengatur keseimbangan asam basa dan keseimbangan elektrolit dengan
cara reabsorbsi Na dan H2O dan ekskresi Na, K, Amonium dan ion hidrogen.
6) Duktus koligentis
Mereabsorbsi dan menyekresi kalium. Ekskresi aktif kalium dilakukan
pada duktus koligen kortikal dan dikendalikan oleh aldosteron.

B. Definisi
Sindrom nefrotik adalah suatu kumpulan gejala gangguan klinis, meliputi
proteinuria masif > 3,5 gr/hr, hipoalbuminemia, edema, hiperlipidemia.
Manifestasi dari keempat kondisi tersebut yang sangat merusak membran kapiler
glomerulus dan menyebabkan peningkatan permeabilitas glomerulus (Muttaqin,
2012). Sindrom nefrotik terjadi tiba-tiba, terutama pada anak-anak. Biasanya
berupa oliguria dengan urin berwarna gelap, atau urin yang kental akibat
proteinuria berat. Pada dewasa terlihat adalah edema pada kaki dan genitalia
(Mansjoer, 2001).
Nefrotik sindrom adalah gangguan klinik yang ditandai dengan
peningkatan protein urine (proteinuria), edema, penurunan albumin dalam darah
(hipoalbuminemia), dan kelebihan lipid dalam darah (hiperlipidemia). Kejadian
ini diakibatkan oleh kelebihan pecahan plasma protein ke dalam urine karena
peningkatan permeabilitas membran kapiler glomerulus. (dr.nursalam, dkk. 2009)
Sindrom nefrotik adalah penyakit dengan gejala edema, proteinuria,
hipoalbuminemia dan hiperkolesterolemia. Kadang-kadang terdapat hematuria,
hipertensi dan penurunan fungsi ginjal ( Ngastiyah, 2005). Sindroma nefrotik
adalah suatu keadaan klinik dan laboratorik tanpa menunjukkan penyakit yang
mendasari, dimana menunjukkan kelainan inflamasi glomerulus. Secara
fungsional sindrom nefrotik diakibatkan oleh keabnormalan pada proses filtrasi
dalam glomerulus yang biasanya menimbulkan berbagai macam masalah yang
membutuhkan perawatan yang tepat, cepat, dan akurat. (Alatas, 2002)
Sindrom nefrotik adalah keadaan klinik dengan proteinuria masif (>3,5
g/hari), hipoalbuminemia, edema dan hiperlipidimia, biasanya kadar BUN normal.
Disertai penyakit glomerulus (idiopatik) primer atau mungkin berkaitan dengan
berbagai gangguan sistemik dengan ginjal yang terserang secara sekunder. (sylvia
A. Price. 2005)

C. Etiologi
Menurut Mansjoer, 2001 Penyebab sindrom nefrotik yang pasti belum
diketahui, akhir-akhir ini dianggap sebagai suatu penyakit autoimun, yaitu suatu
reaksi antigen – antibodi. Umumnya etiologi dibagi menjadi :
1. Sindrom nefrotik bawaan
Diturunkan sebagai resesif autosomal atau karena reaksi maternofetal.
Resisten terhadap semua pengobatan. Prognosis buruk dan biasanya pasien
meninggal dalam bulan-bulan pertama kehidupannya.
2. Sindrom nefrotik sekunder
Disebabkan oleh : Malaria kuartana atau parasit lainnya, Penyakit kolagen
seperti lupus eritematosus diseminata, purpura anafilaktoid, Glumerulonefritis
akut atau kronik, Trombosis vena renalis, Bahan kimia seperti trimetadion,
paradion, penisilamin, garam emas, air raksa, Amiloidosis, penyakit sel sabit,
hiperprolinemia, nefritis membranoproliferatif hipokomplementemik.
3. Sindrom nefrotik idiopatik
Tidak diketahui sebabnya atau disebut sindroma nefrotik primer. Berdasarkan
histopatologis yang tampak pada biopsi ginjal dgn pemeriksaan mikroskop biasa
dan mikroskop elektron, terbagi menjadi :
 Kelainan minimal
Pada mikroskop elektron akan tampak foot prosessus sel epitel berpadu.
Dengan cara imunofluoresensi ternyata tidak terdapat IgG pada dinding kapiler
glomerulus.
 Nefropati membranosa
Semua glomerulus menunjukan penebalan dinding kapiler yang tersebar
tanpa proliferasi sel. Prognosis kurang baik.
 Glomerulonefritis proliferatif
Glomerulonefritis proliferatif esudatif difus. Terdapat proliferasi sel
mesangial dan infiltrasi sel polimorfonukleus. Pembengkanan sitoplasma endotel
yang menyebabkan kapiler tersumbat, dengan penebalan batang lobular, Terdapat
prolefirasi sel mesangial yang tersebar dan penebalan batang lobular, Dengan
bulan sabit ( crescent), Didapatkan proliferasi sel mesangial dan proliferasi sel
epitel sampai kapsular dan viseral. Prognosis buruk.
 Glomerulonefritis membranoproliferatif
Proliferasi sel mesangial dan penempatan fibrin yang menyerupai membran
basalis di mesangium. Titer globulin beta-IC atau beta-IA rendah. Prognosis
buruk.
 Glomerulosklerosis fokal segmental
Pada kelainan ini yang mencolok sklerosis glomerulus. Sering disertai atrofi
tubulus. Prognosis buruk.

Penyebab sindrom nefrotik dibagi menjadi 2 menurut muttaqin. 2012


adalah:
1) Primer, berkaitan dengan berbagai penyakit ginjal, seperti:
 Glomerulonefritis
 Nefrotik sindrom perubahan minimal
2) Sekunder, akibat infeksi, penggunaan obat, dan penyakit sistemik lain, seperti:
 Diabetes mellitus
 Sistema lupus eritematosus
 Amyloidosis

D. Tanda dan gejala


Manifestasi utama sindrom nefrotik adalah edema. Edema biasanya
bervariasi dari bentuk ringan sampai berat (anasarka). Edema biasanya lunak dan
cekung bila ditekan (pitting), dan umumnya ditemukan disekitar mata (periorbital)
yang tampak pada pagi hari, dan berlanjut ke abdomen terjadi penumpukan cairan
pada rongga pleura yang menyebabkan efusi pleura, daerah genitalia dan
ekstermitas bawah yaitu pitting (penumpukan cairan) pada kaki bagian atas,
penumpukan cairan pada rongga peritoneal yang menyebabkan asites.
 Penurunan jumlah urin : urine gelap, berbusa, volume urin berkurang, warna agak
keruh dan berbusa, selama beberapa minggu mungkin terdapat hemturia dan
oliguri terjadi karena penurunan volume cairan vaskuler yang menstimulli sistem
renin-angio-tensin, yang mengakibatkan disekresinya hormon anti diuretik (ADH)
 Pucat
 Hematuri
 Anoreksia dan diare disebabkan karena edema mukosa usus.
 Sakit kepala, malaise, nyeri abdomen, berat badan meningkat dan keletihan
umumnya terjadi.
 Gagal tumbuh dan pelisutan otot (jangka panjang)
 Proteinuria > 3,5 gr/hr pada dewasa atau 0,05 g/kg BB/hr pada anak-anak
 Hipoalbuminemia < 30 gr/l
 Hiperlipidemia, umumnya ditemukan hiperkolesterolemia
 Hiperkoagulabilitas, yang akan meningkatkan risiko trombosis vena dan arteri
 Kenaikan berat badan secara progresif dalam beberapa hari/minggu.
 klien mudah lelah atau lethargie tapi tidak kelihatan sakit payah.
 Hipertensi (jarang terjadi) karena penurunan voulume intravaskuler yang
mengakibatkan menurunnya tekanan perfusi renal yang mengaktifkan sistem renin
angiotensin yang akan meningkatkan konstriksi pembuluh darah.
 Pembengkakan jaringan akibat penimbunan garam dan air

E. Klasifikasi
Whaley dan Wong (1999 : 1385) membagi tipe-tipe sindrom nefrotik:
a. Sindrom Nefrotik Lesi Minimal ( MCNS : minimal change nephrotic syndrome).
Kondisi yang sering menyebabkan sindrom nefrotik pada anak usia sekolah.
Anak dengan sindrom nefrotik ini, pada biopsi ginjalnya terlihat hampir normal
bila dilihat dengan mikroskop cahaya.
b. Sindrom Nefrotik Sekunder
Terjadi selama perjalanan penyakit vaskuler seperti lupus eritematosus
sistemik, purpura anafilaktik, glomerulonefritis, infeksi system endokarditis,
bakterialis dan neoplasma limfoproliferatif.
c. Sindrom Nefrotik Kongenital
Faktor herediter sindrom nefrotik disebabkan oleh gen resesif autosomal.
Bayi yang terkena sindrom nefrotik, usia gestasinya pendek dan gejala awalnya
adalah edema dan proteinuria. Penyakit ini resisten terhadap semua pengobatan
dan kematian dapat terjadi pada tahun-yahun pertama kehidupan bayi jika tidak
dilakukan dialysis.

Sindrom Nefrotik menurut terjadinya (2,3)


a. Sindrom Nefrotik Kongenital
Pertama kali dilaporkan di Finlandia, sehingga disebut juga SN tipe
Finlandia. Kelainan ini diturunkan melalui gen resesif. Biasanya anak lahir
premature (90%), plasenta besar (beratnya kira-kira 40% dari berat badan). Gejala
asfiksia dijumpai pada 75% kasus. Gejala pertama berupa edema, asites, biasanya
tampak pada waktu lahir atau dalam minggu pertama. Pada pemeriksaan
laboratorium dijumpai hipoproteinemia, proteinuria massif dan
hipercolestrolemia. Gejala klinik yang lain berupa kelainan congenital pada muka
seperti hidung kecil, jarak kedua mata lebar, telinga letaknya lebih rendah dari
normal. Prognosis jelek dan meninggal Karen ainfeksi sekunder atau kegagalan
ginjal. Salah satu cara untuk menemukan kemungkinan kelainan ini secara dini
adalah pemeriksaan kadar alfa feto protein cairan amnion yang biasanya
meninggi.
b. Sindrom Nefrotik yang didapat:
Termasuk disini sindrom nefrotik primer yang idiopatik dan sekunder.
F. Patofisiologi
Penyebab dari sindrom nefrotik terdiri dari primer dan sekunder,
penyebab secara primer berkaitan dengan berbagai penyakit ginjal, seperti:
Glomerulonefritis,Nefrotik sindrom perubahan minimal.Sedangkan secara
sekunder yaitu akibat infeksi, penggunaan obat, dan penyakit sistemik lain,
seperti: Diabetes mellitus disertai glomerulosklerosis interkapiler, Sistema lupus
eritematosus, Amyloidosis, dan trombosis vena renal. Kondisi dari sindrom
nefrotik adalah hilangnya plasma protein, terutama albumin ke dalam urine.
Meskipun hati mampu meningkatkan produksi albumin, namun organ ini tidak
mampu untuk terus mempertahankannya jika albumin terus-menerus hilang
melalui ginjal sehingga terjadi hipoalbuminemia.
Terjadi penurunan tekanan onkotik menyebabkan edema generalisata
akibat cairan yang berpindah dari sistem vaskuler ke dalam ruang caiaran
ekstraseluler. Penurunan sirkulasi volume darah mengaktifkan sistem renin-
angiotensin menyebabkan retensi natrium dan edema lebih lanjut. Manifestasi
hilangnya protein dalam serum akan menstimulasi sintesis lipoprotein di hati dan
terjadi peningkatan konsentrasi lemak dalam darah (hiperlipidemia).
Sindrom nefrotik dapat terjadi di hampir setiap penyakit renal intrinsik
atau sistemik yang memengaruhi glomerulus. Meskipun secara umum penyakit ini
dianggap menyerang anak-anak, namun sindromnefrotik juga terjadi pada orang
dewasa termasuk lansia..Respon perubahan patologis pada glomerulus secara
fungsional akan memberikan berbagai masalah keperawatan pada pasien yang
mengalami glomerulus progresif cepat (Muttaqin, 2011).
Kelainan yang terjadi pada sindrom nefrotik yang paling utama adalah
proteinuria sedangkan yang lain dianggap sebagai manifestasi sekunder. Kelainan
ini disebabkan oleh karena kenaikan permeabilitas dinding kapiler glomerulus
yang sebabnya belum diketahui yang terkait dengan hilangnya muatan negative
gliko protein dalam dinding kapiler. Pada sindrom nefrotik keluarnya protein
terdiri atas campuran albumin dan protein yang sebelumnya terjadi filtrasi protein
didalam tubulus terlalu banyak akibat dari kebocoran glomerolus dan akhirnya
diekskresikan dalam urin. (Husein A Latas, 2002 : 383).
Pada sindrom nefrotik protein hilang lebih dari 2 gram perhari yang
terutama terdiri dari albumin yang mengakibatkan hipoalbuminemia, pada
umumnya edema muncul bila kadar albumin serum turun dibawah 2,5 gram/dl.
Mekanisme edema belum diketahui secara fisiologi tetapi kemungkinan edema
terjadi karena penurunan tekanan onkotik/ osmotic intravaskuler yang
memungkinkan cairan menembus keruang intertisial, hal ini disebabkan oleh
karena hipoalbuminemia. Keluarnya cairan keruang intertisial menyebabkan
edema yang diakibatkan pergeseran cairan. (Silvia A Price, 2005).
Akibat dari pergeseran cairan ini volume plasma total dan volume darah
arteri menurun dibandingkan dengan volume sirkulasi efektif, sehingga
mengakibatkan penurunan volume intravaskuler yang mengakibatkan
menurunnya tekanan perfusi ginjal. Hal ini mengaktifkan system rennin
angiotensin yang akan meningkatkan konstriksi pembuluh darah dan juga akan
mengakibatkan rangsangan pada reseptor volume atrium yang akan merangsang
peningkatan aldosteron yang merangsang reabsorbsi natrium ditubulus distal dan
merangsang pelepasan hormone anti diuretic yang meningkatkan reabsorbsi air
dalam duktus kolektifus. Hal ini mengakibatkan peningkatan volume plasma
tetapi karena onkotik plasma berkurang natrium dan air yang direabsorbsi akan
memperberat edema. (Husein A Latas, 2002).
Stimulasi renis angiotensin, aktivasi aldosteron dan anti diuretic hormone
akan mengaktifasi terjadinya hipertensi. Pada sindrom nefrotik kadar kolesterol,
trigliserid, dan lipoprotein serum meningkat yang disebabkan oleh
hipoproteinemia yang merangsang sintesis protein menyeluruh dalam hati, dan
terjadinya katabolisme lemak yang menurun karena penurunan kadar lipoprotein
lipase plasma. Hal ini dapat menyebabkan arteriosclerosis. (Husein A Latas,
2002).
Pada status nefrosis hampir semua kadar lemak (kolesterol, trigliserida)
dan lipoprotein serum meningkat. Hipoproteinemia merangsang sintesis protein
menyeluruh dalam hati, termasuk lipoprotein dan katabolisme lemak menurun,
karena penurunan kadar lipoprotein lipase plasma. Sistem enzim utama yang
mengambil lemak dari plasma. Apakah lipoprotein plasma keluar melalui urin
belum jelas (Behrman, 2000).
Sindrom nefrotik dapat terjadi dihampir setiap penyakit renal intrinsik atau
sistemik yang mempengaruhi glomerulus. Meskipun secara umum penyakit ini
dianggap menyerang anak-anak, namun sindrom nefrotik juga terjadi pada orang
dewasa termasuk lansia. Respon perubahan patologis pada glomerulus secara
fungsional akan memberikan berbagai masalah keperawatan pada pasien yang
mengalami glomerulus progresif cepat.
H. Pemeriksaan diagnostik
a. Laboratorium
1) Urine
Volume biasanya kurang dari 400 ml/24 jam (fase oliguria). Warna urine
kotor, sediment kecoklatan menunjukkan adanya darah, hemoglobin, mioglobin,
porfirin. Berat jenis kurang dari 1,020 menunjukkan penyakit ginjal. Contoh
glomerulonefritis, pielonefritis dengan kehilangan kemampuan untuk
meningkatkan, menetap pada 1,010 menunjukkan kerusakan ginjal berat. pH
lebih besar dari 7 ditemukan pada infeksi saluran kencing, nekrosis tubular ginjal
dan gagal ginjal kronis (GGK). Protein urin meningkat (nilai normal negatif).
2) Darah
Hemoglobin menurun karena adanya anemia. Hematokrit menurun.
Natrium biasanya meningkat, tetapi dapat bervariasi. Kalium meningkat
sehubungan dengan retensi seiring dengan perpindahan seluler (asidosis) atau
pengeluaran jaringan (hemolisis sel darah merah). Klorida, fsfat dan magnesium
meningkat. Albumin. Kimia serum : protein total dan albumin menurun,
kreatinin meningkat atau normal, trigliserida meningkat dan gangguan
gambaran lipid. Penurunan pada kadar serum dapat menunjukkan kehilangan
protein dan albumin melalui urin, perpindahan cairan, penurunan pemasukan
dan penurunan sintesis karena kekurangan asam amino essensial. Kolesterol
serum meningkat (umur 5-14 tahun : kurang dari atau sama dengan 220 mg/dl).

Pemeriksaan urin dan darah untuk memastikan proteinuria, proteinemia,


hipoalbuminemia, dan hiperlipidemia.
b. Biosi ginjal dilakukan untuk memperkuat diagnosa. Biopsi dengan memasukkan
jarum kedalam ginjal : pemeriksaaan histology jaringan ginjal untuk menegakkan
diagnosis.
c. Pemeriksaan penanda Auto-immune (ANA, ASOT, C3, cryoglobulins, serum
electrophoresis).

I. Penatalaksanaan
Tujuan terapi adalah untuk mencegah kerusakan ginjal lebih lanjut dan
menurunkan risiko komplikasi.
c. Penatalaksanaan Medis
Pengobatan sindroma nefrotik hanya bersifat simptomatik, untuk mengurangi
atau menghilangkan proteinuria dan memperbaiki keadaan hipoalbuminemia,
mencegah dan mengatasi komplikasinya, yaitu:
 Istirahat sampai edema tinggal sedikit. Batasi asupan natrium sampai kurang
lebih 1 gram/hari secara praktis dengan menggunakan garam secukupnya dan
menghindari makanan yang diasinkan. Diet protein 2-3 gram/kgBB/hari.
 Bila edema tidak berkurang dengan pembatasan garam, dapat digunakan diuretik,
biasanya furosemid 1 mg/kgBB/hari. Bergantung pada beratnya edema dan respon
pengobatan. Bila edema refrakter, dapat digunakan hididroklortiazid (25-50
mg/hari) selama pengobatan diuretik perlu dipantau kemungkinan hipokalemi,
alkalosis metabolik dan kehilangan cairan intravaskuler berat.
 Dengan antibiotik bila ada infeksi harus diperiksa kemungkinan adanya TBC
 Diuretikum
Boleh diberikan diuretic jenis saluretik seperti hidroklorotiasid, klortahidon,
furosemid atau asam ektarinat. Dapat juga diberikan antagonis aldosteron seperti
spironolakton (alkadon) atau kombinasi saluretik dan antagonis aldosteron.
 Kortikosteroid
International Cooperative Study of Kidney Disease in Children (ISKDC)
mengajukan cara pengobatan sebagai berikut :
a) Selama 28 hari prednison diberikan per oral dengan dosis 60 mg/hari/luas
permukaan badan (lpb) dengan maksimum 80 mg/hari.
b) Kemudian dilanjutkan dengan prednison per oral selama 28 hari dengan dosis 40
mg/hari/lpb, setiap 3 hari dalam satu minggu dengan dosis maksimum 60 mg/hari.
Bila terdapat respons, maka pengobatan ini dilanjutkan secara intermitten selama
4 minggu.
c) Tapering-off: prednison berangsur-angsur diturunkan, tiap minggu: 30 mg, 20
mg, 10 mg sampai akhirnya dihentikan.
 Lain-lain
Pungsi asites, pungsi hidrotoraks dilakukan bila ada indikasi vital.
Bila ada gagal jantung, diberikan digitalis. (Behrman, 2000)
 Diet
Diet rendah garam (0,5 – 1 gr sehari) membantu menghilangkan edema.
Minum tidak perlu dibatasi karena akan mengganggu fungsi ginjal kecuali bila
terdapat hiponatremia. Diet tinggi protein teutama protein dengan ilai biologik
tinggi untuk mengimbangi pengeluaran protein melalui urine, jumlah kalori harus
diberikan cukup banyak.
Pada beberapa unit masukan cairan dikurangi menjadi 900 sampai 1200
ml/ hari dan masukan natrium dibatasi menjadi 2 gram/ hari. Jika telah terjadi
diuresis dan edema menghilang, pembatasan ini dapat dihilangkan. Usahakan
masukan protein yang seimbang dalam usaha memperkecil keseimbangan negatif
nitrogen yang persisten dan kehabisan jaringan yang timbul akibat kehilangan
protein. Diit harus mengandung 2-3 gram protein/ kg berat badan/ hari. Anak yang
mengalami anoreksia akan memerlukan bujukan untuk menjamin masukan yang
adekuat.
Makanan yang mengandung protein tinggi sebanyak 3 – 4
gram/kgBB/hari, dengan garam minimal bila edema masih berat. Bila edema
berkurang dapat diberi garam sedikit. Diet rendah natrium tinggi protein.
Masukan protein ditingkatkan untuk menggantikan protein di tubuh. Jika edema
berat, pasien diberikan diet rendah natrium.
 Kemoterapi:
 Prednisolon digunakan secra luas. Merupakan kortokisteroid yang mempunyai efek
samping minimal. Dosis dikurangi setiap 10 hari hingga dosis pemeliharaan
sebesar 5 mg diberikan dua kali sehari. Diuresis umumnya sering terjadi dengan
cepat dan obat dihentikan setelah 6-10 minggu. Jika obat dilanjutkan atau
diperpanjang, efek samping dapat terjadi meliputi terhentinya pertumbuhan,
osteoporosis, ulkus peptikum, diabeters mellitus, konvulsi dan hipertensi.
 Jika terjadi resisten steroid dapat diterapi dengan diuretika untuk mengangkat
cairan berlebihan, misalnya obat-abatan spironolakton dan sitotoksik (
imunosupresif ). Pemilihan obat-obatan ini didasarkan pada dugaan imunologis
dari keadaan penyakit. Ini termasuk obat-obatan seperti 6-merkaptopurin dan
siklofosfamid.
d. Penatalaksanaan Keperawatan
 Tirah baring: Menjaga pasien dalam keadaan tirah baring selama beberapa
harimungkin diperlukan untuk meningkatkan diuresis guna mengurangi edema.
Baringkan pasien setengah duduk, karena adanya cairan di rongga thoraks akan
menyebabkan sesak nafas. Berikan alas bantal pada kedua kakinya sampai pada
tumit (bantal diletakkan memanjang, karena jika bantal melintang maka ujung
kaki akan lebih rendah dan akan menyebabkan edema hebat).
 Terapi cairan: Jika klien dirawat di rumah sakit, maka intake dan output diukur
secara cermat da dicatat. Cairan diberikan untuk mengatasi kehilangan cairan dan
berat badan harian.
 Perawatan kulit. Edema masif merupakan masalah dalam perawatan kulit.
Trauma terhadap kulit dengan pemakaian kantong urin yang sering, plester atau
verban harus dikurangi sampai minimum. Kantong urin dan plester harus diangkat
dengan lembut, menggunakan pelarut dan bukan dengan cara mengelupaskan.
Daerah popok harus dijaga tetap bersih dan kering dan scrotum harus disokong
dengan popok yang tidak menimbulkan kontriksi, hindarkan menggosok kulit.
 Perawatan mata. Tidak jarang mata anak tertutup akibat edema kelopak mata dan
untuk mencegah alis mata yang melekat, mereka harus diswab dengan air hangat.
 Penatalaksanaan krisis hipovolemik. Anak akan mengeluh nyeri abdomen dan
mungkin juga muntah dan pingsan. Terapinya dengan memberikan infus plasma
intravena. Monitor nadi dan tekanan darah.
 Pencegahan infeksi. Anak yang mengalami sindrom nefrotik cenderung
mengalami infeksi dengan pneumokokus kendatipun infeksi virus juga merupakan
hal yang menganggu pada anak dengan steroid dan siklofosfamid.
 Perawatan spesifik meliputi: mempertahankan grafik cairan yang tepat,
penimbnagan harian, pencatatan tekanan darah dan pencegahan dekubitus.
 Dukungan bagi orang tua dan anak. Orang tua dan anak sering kali tergangu
dengan penampilan anak. Pengertian akan perasan ini merupakan hal yang
penting. Penyakit ini menimbulkan tegangan yang berta pada keluarga dengan
masa remisi, eksaserbasi dan masuk rumah sakit secara periodik. Kondisi ini harus
diterangkan pada orang tua sehingga mereka mereka dapat mengerti perjalanan
penyakit ini. Keadaan depresi dan frustasi akan timbul pada mereka karena
mengalami relaps yang memaksa perawatan di rumahn sakit.
 Bila pasien seorang anak laki-laki, berikan ganjal dibawah skrotum untuk
mencegah pembengkakan skrotum karena tergantung (pernah terjadi keadaan
skrotum akhirnya pecah dan menjadi penyebab kematian pasien).

J. Komplikasi
1. Infeksi sekunder mungkin karena kadar imunoglobulin yang rendah akibat
hipoalbuminemia.
2. Shock hipovolemik: terjadi terutama pada hipoalbuminemia berat (< 1
gram/100ml) yang menyebabkan hipovolemia berat sehingga menyebabkan
shock.
3. Trombosis vaskuler : mungkin akibat gangguan sistem koagulasi sehingga terjadi
peninggian fibrinogen plasma.
4. Komplikasi yang bisa timbul adalah malnutrisi atau kegagalan ginjal.
5. Trombosis vena, akibat kehilangan anti-thrombin 3, yang berfungsi untuk
mencegah terjadinya trombosis vena ini sering terjadi pada vena renalis. Tindakan
yang dilakukan untuk mengatasinya adalah dengan pemberian heparin.
6. Gagal ginjal akut akibat hipovolemia. Disamping terjadinya penumpukan cairan
di dalam jaringan, terjadi juga kehilangan cairan di dalam intravaskuler.
7. Edema pulmonal, akibat kebocoran cairan, kadang-kadang masuk kedalam paru-
paru yang menyebabkan hipoksia dan dispnea.
8. Perburukan pernafasan (berhubungan dengan retensi cairan)
9. Kerusakan kulit
10. Peritonitis (berhubungan dengan asites)
11. Hipovolemia
12. Komplikasi tromboemboli- terombosis vena renal, trombosis vena dan arteri
ekstremitas dan trombosis arteri serebral

1.2 Asuhan keperawatan berdasarkan teori


A. Pengkajian
a. Identitas klien:
 Umur: lebih banyak pada anak-anak terutama pada usia pra-sekolah (3-6 th). Ini
dikarenakan adanya gangguan pada sistem imunitas tubuh dan kelainan genetik
sejak lahir.
 Jenis kelamin: anak laki-laki lebih sering terjadi dibandingkan anak perempuan
dengan rasio 2:1. Ini dikarenakan pada fase umur anak 3-6 tahun terjadi
perkembangan psikoseksual : dimana anak berada pada fase oedipal/falik dengan
ciri meraba-raba dan merasakan kenikmatan dari beberapa daerah genitalnya.
Kebiasaan ini dapat mempengaruhi kebersihan diri terutama daerah genital.
Karena anak-anak pada masa ini juga sering bermain dan kebersihan tangan
kurang terjaga. Hal ini nantinya juga dapat memicu terjadinya infeksi.
 Agama
 Suku/bangsa
 Status
 Pendidikan
 Pekerjaan
b. Identitas penanggung jawab
Hal yang perlu dikaji meliputi nama, umur, pendidikan, agama, dan
hubungannya dengan klien.
c. Riwayat Kesehatan
 Keluhan utama: kaki edema, wajah sembab, kelemahan fisik, perut membesar
(adanya acites).
 Riwayat kesehatan sekarang
Untuk pengkajian riwayat kesehatan sekarang, perawatan perlu
menanyakan hal berikut:
 Kaji berapa lama keluhan adanya perubahan urine output
 Kaji onset keluhan bengkak pada wajah atau kaki apakah disertai dengan adanya
keluhan pusing dan cepat lelah
 Kaji adanya anoreksia pada klien
 Kaji adanya keluhan sakit kepala dan malaise
 Riwayat kesehatan dahulu
Perawat perlu mengkaji:
 Apakah klien pernah menderita penyakit edema?
 Apakah ada riwayat dirawat dengan penyakit diabetes melitus dan penyakit
hipertensi pada masa sebelumnya?
 Penting juga dikaji tentang riwayat pemakaian obat-obatan masa lalu dan adanya
riwayat alergi terhadap jenis obat
 Riwayat kesehatan keluarga
Kaji adanya penyakit keturunan dalam keluarga seperti DM yang memicu
timbulnya manifestasi klinis sindrom nefrotik
d. Kebutuhan bio-psiko-sosio-spiritual
 Pola nutrisi dan metabolisme: anoreksia, mual, muntah.
 Pola eliminasi: diare, oliguria.
 Pola aktivitas dan latihan: mudah lelah, malaise
 Pola istirahat tidur: susah tidur
 Pola mekanisme koping : cemas, maladaptif
 Pola persepsi diri dan konsep diri : putus asa, rendah diri
e. Pemeriksaan Fisik
i. Status kesehatan umum
 Keadaan umum: klien lemah dan terlihat sakit berat
 Kesadaran: biasanya compos mentis
 TTV: sering tidak didapatkan adanya perubahan.
ii. Pemeriksaan sistem tubuh
 B1 (Breathing)
Biasanya tidak didapatkan adanya hgangguan pola nafas dan jalan nafas
walau secara frekuensi mengalami peningkatan terutama pada fase akut. Pada fase
lanjut sering didapatkan adanya gangguan pola nafas dan jalan nafas yang
merupakan respons terhadap edema pulmoner dan efusi pleura.
 B2 (Blood)
Sering ditemukan penurunan curah jantung respons sekunder dari
peningkatan beban volume .
 B3 (Brain)
Didapatkan edema terutama periorbital, sklera tidak ikterik. Status neurologis
mengalami perubahan sesuai dengan tingkat parahnya azotemia pada sistem saraf
pusat.
 B4 (Bladder)
Perubahan warna urine output seperti warna urine berwarna kola
 B5 (Bowel)
Didapatkan adanya mual dan muntah, anoreksia sehingga didapatkan
penurunan intake nutrisi dari kebutuhan. Didapatkan asites pada abdomen.
 B6 (Bone)
Didapatkan adanya kelemahan fisik secara umum, efek sekunder dari edema
tungkai dari keletihan fisik secara umum.
f. Pengkajian Diagnostik
Urinalisis didapatkan hematuria secara mikroskopik secara umum,
terutama albumin. Keadaaan ini juga terjadi akibat meningkatnya permeabilitas
membran glomerulus.

B. Diagnosa keperawatan teori


1. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan kehilangan protein sekunder
terhadap peningkatan permiabilitas glomerulus.
2. Ketidakseimbangan nutrisi kuruang dari kebutuhan berhubungan dengan
malnutrisi sekunder terhadap kehilangan protein dan penurunan napsu makan.
3. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan imunitas tubuh yang menurun.
4. Ansietas berhubungan dengan lingkungan perawatan yang asing (dampak
hospitalisasi).
5. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan kelelahan.
6. Gangguan body image berhubungan dengan perubahan penampilan
7. kerusakan integritas kulit berhubungan dengan edema, penurunan pertahanan
tubuh.
8. Ketidakefektifan pola pernafasan berhubungan dengan gangguan fungsi
pernafasan

You might also like