You are on page 1of 5

Pakar teknologi informasi (IT), Ruby Alamsyah menyebutkan, keberhasilan polisi ini

cukup besar dampaknya terhadap masyarakat

'Khususnya bagi mereka yang selama ini belum percaya bahwa penyebaran hoax itu ada yang
mengorganisir,'' kata dia.

Rabu (23/8), Kepolisian Indonesia mengungkapkan penangkapan tiga pimpinan sindikat Saracen
yang diduga berada di balik sejumlah berita bohong dan provokatif bernuansa SARA di media
sosial.

 Di era banjir informasi palsu, siapa yang bisa dipercaya?


 Surat edaran Kapolri, ujaran kebencian dan resahnya pengguna medsos
 Tentang Ahok, Anies, dan Pilkada Jakarta yang dibumbui 'seribu hoax'

Dari hasil penyelidikan forensik digital, terungkap sindikat ini menggunakan grup Facebook - di
antaranya Saracen News, Saracen Cyber Team, dan Saracennews.com untuk menggalang lebih
dari 800.000 akun, kata polisi.

Selanjutnya pelaku mengunggah konten provokatif bernuansa SARA dengan mengikuti


perkembangan tren di media sosial, kata polisi pula.

''Unggahan tersebut berupa kata-kata, narasi, maupun meme yang tampilannya mengarahkan
opini pembaca untuk berpandangan negatif terhadap kelompok masyarakat lain,'' demikian siaran
pers Tindak Pidana Siber Kepolisian RI yang diterima BBC Indonesia.
Modusnya, sindikat yang beraksi sejak November 2015 tersebut mengirimkan proposal kepada
sejumlah pihak, kemudian menawarkan jasa penyebaran ujaran kebencian bernuansa SARA di
media sosial.

Sindikat Saracen
Penyebar hoax bermuatan SARA?

800.000

Jumlah anggota grup di medos

 58 SIM Card yang disita dari tiga tersangka


 11 Akun email dan enam akun Facebook dimiliki oleh tersangka JAS.
 6 Ponsel disita dari tiga tersangka

Polri
Reuters

''Dalam satu proposal yang kami temukan, kurang lebih setiap proposal nilainya puluhan juta,''
ujar Kasubdit di Direktorat Tindak Pindana Siber Bareskrim Polri, Kombes Irwan Anwar, seperti
dikutip dari Detik.com.

Tiga tersangka yang ditangkap yakni MFT, 43, yang berperan membidangi media dan informasi
situs Saracennews.com, SRN, 32, yang berperan sebagai koordinator grup wilayah, dan JAS, 32,
yang berperan sebagai ketua.

Tersangka JAS diketahui memiliki kemampuan memulihkan akun media sosial anggotanya yang
kena blokir.

''Dia juga memberi bantuan pembuatan berbagai akun, baik yang sifatnya real, semi-anonim,
maupun anonim,'' kata polisi.

Image caption Tampilan muka akun Twitter @Saracennewscom.

Untuk menyamarkan perbuatannya, JAS sering berganti nomor ponsel untuk membuat akun
surel maupun Facebook. Total, dia memiliki 11 akun surel dan enam akun Facebook yang
digunakan untuk membuat grup di media sosial maupun mengambil alih akun milik orang lain.

Saracen tiga kali dilaporkan ke polisi, yakni pada 20 Juli, 4 Agustus, dan 7 Agustus.

Dari tersangka JAS, polisi menyita barang bukti 50 kartu sim berbagai operator, lima hardisk
CPU dan satu harddisk komputer jinjing, empat ponsel, lima flashdisk, dan dua kartu memori.
Sedangkan dari dua tersangka lain disita antara lain ponsel, kartu memori, flash disk, komputer
jinjing, dan harddisk.
Terhadap dua tersangka, yakni MFT dan SRN, disangkakan Pasal 45A ayat 2 jo pasal 28 ayat 2
UU nomor 19 tahun 2016 tentang perubahan UU ITE dengan ancaman enam tahun penjara dan
atau pasal 45 ayat 3 jo pasal 27 ayat 3 UU ITE dengan ancaman empat tahun penjara.

Sedangkan kepada tersangka JAS dipersangkakan tindak pidana akses ilegal Pasal 46 ayat 2 jo
pasal 30 ayat 2 dan atau pasal 46 ayat 1 jo pasal 30 ayat 1 UU ITE nomor 11 tahun 2008 dengan
ancaman tujuh tahun penjara.

Saat ini penyidik masih terus mendalami berbagai surel, akun Facebook, para admin dalam
jaringan grup Saracen yang masih aktif melakukan ujaran kebencian.

Reposting dan broadcasting


Pakar IT Ruby Alamsyah menyebut, pengungkapan sindikat ini menunjukkan bahwa banjir
hoax, berita palsu, dan berbagai provokasi bernada kebencian dan prasangka SARA, tak semata
merupakan tindakan dan prakarsa individu, melainkan sudah terorganisir rapi dan beraspek
komersial.

''Jumlah 800.000 akun anggota yang dikelola Saracen itu menurut saya cukup fantastis kalau kita
melihat dia akan melakukan reposting dan broadcasting kembali kepada pengguna media sosial
yang lain. Tidak cuma di Facebook.''

Ruby mengatakan, perilaku orang Indonesia di media sosial adalah melakukan reposting dan
broadcasting. Seandainya 30% anggota grup Saracen melakukan dua hal tersebut terhadap berita
bohong bernuansa SARA tadi, maka menurut dia efek perbanyakannya menjadi sangat besar.

Soal teknik yang digunakan sindikat Saracen, Ruby menilai yang dipakai hanya teknik media
sosial. Baik yang tingkat menengah maupun lanjut.

''Mereka cuma menggunakan media sosial kemudian membuat forum yang sedemikian menarik
sehingga mendapatkan banyak user,'' kata Ruby.

''Teknik social engineering advance yang mereka gunakan yaitu melakukan multiply effect,
akhirnya dari 800.000 bisa sejutaan orang sekali beredar. Kelompok ini biasanya hadir karena
ada kepentingan kelompok tertentu. Mereka disewa berdasarkan pesanan untuk menyebarkan
kebencian,'' ujarnya.

Sri menambahkan, akun Facebook-nya dengan nama palsu pada 2008 sudah mati. Kemudian,
pada Februari 2015, dia membuat akun Facebook lagi dengan nama Sri Rahayu Ningsih, yang
kemudian membuatnya ditangkap polisi.

Dia menuturkan akun Facebook miliknya ini sering hidup dan mati. Karena itulah dia meminta
bantuan kepada JAS. "Saya kenal beliau dari Rofiacman di Riau, beliau (Rofiacman) orang
Padang. Kan saya pernah ada hubungan. Saya minta tolong sama beliau kalau akun saya mati,"
kata Sri.
JAS diduga bertugas merekrut para anggota melalui berbagai unggahan yang bersifat provokatif
menggunakan isu SARA.

Sedangkan dalam keterangan pihak kepolisian, Sri merupakan pengurus Saracen. Dia dituduh
memiliki peran sebagai koordinator grup wilayah dalam kelompok Saracen. Polisi menyebut Sri
telah melakukan ujaran kebencian melalui status pribadi atau membagikan ulang status dari
anggota lain Saracen.

Dari penelusuran tim datariau.com, website www.saracennews.com saat ini masih tayang.
Bahkan di halaman redaksi, tertulis alamat website dengan mencantumkan nama PT
Saracennews alamat Jalan Kasah Kec. Tangkerang Tengah, Pekanbaru, Riau - Indonesia.

Nama-nama di bilik redaksi masih tertulis dengan jelas, JAS di sana bertindak sebagai
Penanggung Jawab/Pemimpin Redaksi. Sementara website itu terlihat lebih fokus di daerah Riau
dengan menempatkan nama-nama wartawan untuk daerah-daerah di Riau.

elama ini yang bersangkutan (tersangka sindikat saracen) juga membuat meme. Ujaran
kebencian, sesuai trennya apa saat ini kemudian yang bersangkutan buat narasi-narasi yang
sifatnya provokasi kemudian disebarkan kepada grup mereka," ungkap Kabag Mitra Biro
Penmas Divisi Humas Mabes Polri, Kombes Pol Awi Setiyono, di Kantor Divisi Humas Mabes
Polri, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Kamis (24/8/2017).

"Misalnya, dia membuat meme itu ditampung di dalam satu grup, nanti buat lagi meme, buat
grup lagi," lanjutnya.

Diketahui pula untuk membuat akun-akun baru, sindikat Saracen sengaja membeli SIM card
dalam jumlah yang banyak yang tujuannya agar memudahkan verifikasi saat mendaftar.

"Makanya juga kita temukan sim card-sim card yang banyak ya. Ada 50 lebih. Bahkan ketuanya
sendiri (JAS) ada kita temukan facebooknya ada 6 kemudian akun-akun lainnya ada 11 lebih ya
yang pernah dibuat," ucap Awi.

Bekto mengatakan polisi telah memiliki acuan undang-undang untuk memproses pelaku yang telah
ditangkap. Siapa pun pelakunya harus diungkap dengan jelas.

"Undang-undang sudah ada, penyidik Polri tinggal memproses secara hukum, baik materiil maupun
formilnya, tanpa membedakan perlakuan siapa pun pelakunya," katanya.

Menurutnya, grup Saracen menjadi bukti banyaknya pihak yang memanfaatkan ruang media sosial
untuk menyebarkan ujaran kebencian terkait SARA. Kemajuan teknologi dapat dilihat dari sisi negatif
dan positif.

"Positifnya memudahkan dan mempercepat kita dalam berkomunikasi, negatifnya dapat dimanfaatkan
untuk kejahatan, seperti ujaran kebencian terkait SARA maupun berita-berita hoax yang dapat kita
nikmati setiap hari," sebutnya.

Bekto memandang sebagian masyarakat sangat mudah terpengaruh oleh berita hoax, yang yang
menyebarkan ujaran kebencian terkait SARA. Sebagian besar masyarakat langsung menerimanya
mentah-mentah tanpa mengecek kebenaran berita tersebut.

"Yang penting menyenangkan hati langsung dianggap sebagai suatu kebenaran atau fakta. Situasi ini
dapat dimanfaatkan oleh orang atau kelompok orang untuk mencapai tujuannya, sehingga menciptakan
lapangan pekerjaan atau profesi baru karena ada yang membutuhkannya," jelasnya.

"Masyarakat dapat berperan untuk mengatasi masalah ini dengan cara melaporkan kepada polisi
tentang siapa (saja) sumber berita hoax atau ujaran kebencian tentang SARA apabila menerima berita
semacam itu," tambahnya.

You might also like