Professional Documents
Culture Documents
MINI PROJECT
UPAYA PENURUNAN PREVALENSI IBU HAMIL RISIKO TINGGI DI
DESA DERODUWUR KECAMATAN MOJOTENGAH
Oleh:
dr. Aacg Merryend Putri Gama
dr. Ade Siti Rahmawati
dr. Aldila Purani Putri
dr. Arini Dewi Setyowati
dr. Cresti Retnasari
dr. Dian Putri Utami
dr. Dimas Aditya Rahadian
dr. Elisabeth Edwina
dr. Erwin Bramantya Asnan
dr. Firman Haji Nur Akbar
dr. Fransiska Sutrisno
dr. Khuriyatun Nadhifah
dr. M. Rizki Febrianto
dr. Nandiya Prakasita
dr. Novita Widia Aryani
dr. Rizky Yanuari
dr. Verra Hermania Tisnawati
dr. Yulinda Dwi Agarini
Pembimbing:
dr. Dewanti Retnaningtyas
2016
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Angka Kematian Ibu (AKI) dan Angka Kematian Bayi (AKB) adalah
indikator keberhasilan pembangunan dalam bidang kesehatan. Di beberapa
negara, khususnya negara berkembang dan negara belum berkembang, para
ibu masih memiliki risiko tinggi ketika melahirkan. Situasi ini kemudian
mengajak kalangan internasional untuk mengatasi permasalahan kesehatan
ibu tersebut. Di antara target pencapaian Millenium Development Goals
(MDGs), target nomor 5 yakni penurunan angka kematian ibu (AKI) adalah
target yang memerlukan perhatian khusus dari komunitas global (Kemenkes,
2011).
Setiap tahun, di seluruh dunia, diperkirakan terjadi 358.000 kematian ibu
dan sekitar 99% kematian tersebut terjadi di negara berkembang yang miskin
dan sekita 67% merupakan sumbangan sebelas negara temasuk Indonesia.
Berdasarkan Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2012,
AKI pada tahun 1991 adalah 390 per 100.000 kelahiran hidup, pada tahun
2007 adalah 228 per 100.000 kelahiran hidup, dan menurun kembali
walaupun tidak signifikan pada tahun 2012, yaitu 359 per 100.000 kelahiran
hidup. Hal tersebut hampir dapat dipastikan bahwa Indonesia tidak akan
mampu mencapai target MDGs untuk menurunkan AKI menjadi 102 per
100.000 kelahiran hidup pada tahun 2015 (Herawati, 2011).
Menurut BPS dan Dinas Kesehatan Kabupaten Wonosobo pada tahun
2012, angka kematian ibu masih tinggi yaitu sebesar 129,07 per 100.000
kelahiran hidup. Berdasarkan data Puskesmas Mojotengah Kabupaten
Wonosobo pada bulan Januari – Juli 2015 tercatat 2 kasus kematian ibu
dengan penyebab preeklampsia berat dan perdarahan postpartum. Dari hasil
wawancara dan data Puskesmas Mojotengah, didapatkan prevalensi ibu hamil
risiko tinggi di wilayah kerja Puskesmas Mojotengah cukup banyak terdapat
di Kelurahan Deroduwur. Dengan pertimbangan tersebut, maka penulis
memilih melakukan kegiatan mini project di Kelurahan Deroduwur.
2
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas perlu diadakan upaya promotif dan
preventif dalam menurunkan angka kematian ibu dengan rumusan masalah
sebagai berikut:
1. Apa saja faktor risiko terjadinya kehamilan risiko tinggi di Kelurahan
Deroduwur?
2. Apa faktor risiko terbanyak pada ibu hamil di Kelurahan Deroduwur?
C. Tujuan
1. Tujuan umum
Mencegah dan menurunkan angka kematian ibu di wilayah kerja
Puskemas Mojotengah.
2. Tujuan khusus
a. Mengidentifikasi dan menentukan faktor risiko terbanyak di
Kelurahan Deroduwur.
b. Melakukan deteksi dini kehamilan dengan risiko tinggi di
Kelurahan Deroduwur.
c. Melakukan peningkatan pengetahuan mengenai kesehatan
reproduksi dan KB untuk mencegah kehamilan dengan risiko
tinggi.
D. Manfaat
1. Bagi Puskesmas Mojotengah
a. Menambah informasi tentang faktor risiko ibu hamil dengan risiko
tinggi yang terdapat di wilayah kerja Puskesmas Mojotengah
khususnya di Kelurahan Deroduwur.
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2. Paritas
Ibu yang pernah hamil atau melahirkan anak 4 kali atau lebih karena
semakin lama uterus semakin lemah sehingga memungkinkan untuk
terjadinya persalinan lama, sehingga terindikasi untuk persalinan
dengan forcep dan vakum.
3. Anemia
Ibu hamil dengan anemia memiliki risiko lebih besar melahirkan bayi
dengan Berat Bayi Lahir Rendah (BBLR), kematian saat persalinan,
perdarahan pasca persalinan yang sulit karena lemah dan mudah
mengalami gangguan kesehatan. Gejala berupa pusing, rasa lemah, kulit
pucat, dan mudah pingsan. Maka dari itu, ibu perlu mengkonsumsi
makanan yang bergizi dan suplementasi zat besi, sebanyak 60 mg/hari.
4. Kurang Energi Kronik (KEK)
Ambang batas Lingkar Lengan Atas (LILA) pada WUS dengan risiko
KEK di Indonesia adalah 23.5 cm. Apabila ukuran LILA kurang dari
23.5 cm atau di bagian merah pita LILA, artinya wanita tersebut
mempunyai risiko KEK dan diperkirakan akan melahirkan berat bayi
lahir rendah (BBLR). BBLR mempunyai risiko kematian, kurang gizi,
gangguan pertumbuhan dan gangguan perkembangan anak. LILA
adalah suatu cara untuk mengetahui risiko KEK.
5. Tinggi badan Ibu
Tinggi badan seorang Ibu ≤145 cm merupakan faktor risiko ibu hamil
risiko tinggi, berkaitan dengan proses kehamilan da persalinan.
6. Riwayat obstetri jelek
Ibu hamil yang pada hamil sebelumnya memiliki riwayat jarak
kehamilan sebelumnya terlalu dekat <2 tahun, jarak kehamilan
sebelumnya terlalu lama >10 tahun, persalinan dengan tindakan, bekas
operasi caesaria, penyakit ibu, preeklamsia ringan, preeklamsia berat,
eklamsia, hamil kembar, hidramnion, janin mati dalam kandungan,
serotinus, kelainan letak dan perdarahan antepartum dapat menjadikan
kehamilan sekarang merupakan kehamilan risiko tinggi.
8
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Rancangan Penelitian
Penelitian yang dilakukan merupakan penelitian deskriptif kuantitatif.
10
11
E. Instrumen Penelitian
Instrumen dalam penelitian ini menggunakan kuesioner penjaringan ibu hamil
risiko tinggi dan kuesioner pengetahuan, sikap dan perilaku ibu hamil
terhadap kehamilan risiko tinggi untuk mendapatkan data tambahan.
G. Alur Penelitian
1. Mengumpulkan data dari bidan desa Deroduwur
2. Melakukan kunjungan PKD/Posyandu untuk wawancara langsung
dengan sampel.
3. Hasil observasi dan wawancara diolah dan dianalisis secara deskriftif
dalam bentuk tabel dan diagram batang.
12
BAB IV
HASIL PENELITIAN
26%
< 20 tahun
20-35 tahun
>35 tahun
71%
2. Pendidikan
12% 9%
Tidak Sekolah
SD
SMP
79%
3. Pekerjaan
12%
IRT
Petani
88%
4. Agama
0%
Islam
Kristen
Katolik
100%
13
10 10
10
8
5
5
3 2
1
0
0
Anemia Usia Riw. Obs/Repro Buruk
BAB V
PEMBAHASAN DAN
RENCANA INTERVENSI
A. Pembahasan
Hasil penelitian yang telah dilakukan menunjukkan bahwa faktor risiko
ibu hamil dengan jumlah tertinggi di Kelurahan Deroduwur adalah usia dan
kurang energi kronis (KEK), masing-masing sebanyak 10 orang. Sedangkan,
faktor risiko ibu hamil yang paling rendah di Kelurahan Deroduwur adalah
penyakit sistemik sebanyak 1 orang.
Kurang Energi Kronis (KEK) merupakan keadaan dimana ibu menderita
kekurangan gizi yang berlangsung menahun (kronis) sehingga menimbulkan
gangguan kesehatan pada ibu hamil. Kurang Energi Kronis (KEK) dapat
dialami wanita usia subur (WUS) sejak remaja kemudian berlanjut pada masa
kehamilan dan menyusui akibat cadangan energi dan zat gizi yang rendah.
Faktor penyebab KEK pada ibu hamil sangat kompleks dan multifaktorial
diantaranya, ketidakseimbangan asupan zat gizi, penyakit infeksi, perdarahan
maupun penyakit kronis lainnya. Menurut data Riskesdas tahun 2007,
prevalensi risiko KEK pada WUS di Indonesia pada tahun 2007 sebesar
19,1%. Jumlah tersebut mengalami peningkatan yang cukup signifikan
hingga mencapai 38,5% pada tahun 2013 (Depkes, 2002).
Kurang energi kronis (KEK) pada ibu hamil dapat menyebabkan risiko
dan komplikasi pada ibu antara lain anemia, pendarahan, berat badan ibu
tidak bertambah secara normal, dan terkena penyakit infeksi. Pengaruh KEK
juga dapat terjadi saat proses persalinan. Ibu hamil dengan KEK rentan
mengalami persalinan sulit dan lama, persalinan sebelum waktunya
(prematur), pendarahan setelah persalinan, serta peningkatan risiko persalinan
dengan operasi (Lubis, 2009). KEK pada ibu hamil juga berpengaruh
terhadap kualitas janin maupun bayi yang dilahirkan. KEK pada ibu hamil
dapat mempengaruhi proses pertumbuhan janin dan dapat menimbulkan
keguguran, abortus, bayi lahir mati, kematian neonatal, cacat bawaan, anemia
16
pada bayi, asfiksia intrapartum, lahir dengan berat badan lahir rendah
(BBLR). Bila BBLR, bayi akan mempunyai resiko kematian, gizi kurang,
gangguan pertumbuhan, dan perkembangan masa anak. Hal tersebut
menunjukkan bahwa ibu hamil dengan KEK dapat meningkatkan angka
kematian ibu maupun bayi (Sandjaja, 2009).
Faktor risiko ibu hamil lainnya yang banyak ditemukan pada penelitian
ini adalah usia. Usia yang dimaksud dalam hal ini adalah wanita usia ≥ 35
tahun dan wanita < 20 tahun. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di
Kelurahan Deroduwur, terdapat 9 ibu hamil dengan usia < 20 tahun dan 1 ibu
hamil dengan usia ≥ 35 tahun (Hardiyanti, 2012).
Semua kehamilan memiliki risiko. Risiko tersebut semakin meningkat
seiring dengan peningkatan usia. Seiring dengan tingginya angka kejadian
pada ibu hamil di usia tua, maka angka terjadinya komplikasi pun akan
meningkat. Komplikasi janin yang umumnya menyertai ibu hamil dengan
usia tua, antara lain prematuritas, berat bayi lahir rendah (BBLR), asfiksia
noenatorum dan meningkatnya angka kematian neonatal. Sementara
komplikasi pada ibu yang dapat terjadi, antara lain peningkatan risko
persalinan dengan operasi, infeksi, perdarahan postpartum. Selain itu, risiko
preeklampsia dan eklampsia pun meningkat pada ibu hamil dengan usia ≥ 35
tahun. Hal tersebut meningkatkan angka morbiditas dan mortalitas tidak
hanya pada ibu hamil tersebut, namun juga pada janin (Hardiyanti, 2012).
Selain ibu hamil dengan ≥ 35 tahun, ibu hamil dengan usia kurang dari
20 tahun juga memberikan kontribusi dalam meningkatkan risiko morbiditas
dan mortalitas pada ibu hamil. Menurut data Riskesdas tahun 2007, terjadi
peningkatan jumlah wanita usia 15-19 tahun yang telah menikah dari 30,9%
pada tahun 2010 menjadi 46,6% pada tahun 2013 (Depkes, 2013).
Kehamilan di usia muda ini ternyata berkorelasi dengan angka kematian
dan kesakitan ibu. Disebutkan bahwa perempuan berusia 10-14 tahun berisiko
lima kali lipat meninggal saat hamil maupun bersalin dibandingkan kelompok
usia 20-24 tahun, sementara risiko ini meningkat dua kali lipat pada
kelompok usia 15-19 tahun. Salah satu penyebabnya adalah anatomi tubuh
belum siap untuk proses mengandung maupun melahirkan, sehingga dapat
17
Intervensi yang dilakukan pada mini project ini akan difokuskan pada ibu
hamil usia muda (<20 tahun). Ibu hamil dengan KEK tidak dimasukkan
dalam program intervensi karena KEK merupakan faktor risiko yang sudah
terjadi dalam jangka lama (kronis), multifaktorial dan memerlukan intervensi
yang panjang dan berkesinambungan. Sedangkan, ibu hamil ≥ 35 tahun tidak
diikutsertakan dalam program intervensi karena mayoritas ibu hamil dengan
risiko usia di Kelurahan Deroduwur adalah wanita usia muda (<20 tahun).
Beberapa intervensi yang dapat dilakukan antara lain program penyuluhan
tentang kesehatan reproduksi, skrining pemeriksaan urin, program
penyuluhan KB, konseling KB, dan safari KB. Melalui intervensi yang akan
dilakukan diharapkan dapat meningkatkan pengetahuan masyarakat tentang
kesehatan reproduksi dan risiko kehamilan usia muda. Hal tersebut
diharapkan membuat pasangan usia muda dapat mempertimbangkan untuk
menunda kehamilan, atau lebih memperhatikan kehamilan yang terjadi di usia
muda, sehingga dapat menurunkan angka ibu hamil dengan resiko tinggi.
B. Rencana Intervensi
1. Program Penyuluhan Kesehatan Reproduksi Remaja
a. Tujuan Program
Tujuan utama: mengurangi angka kematian ibu hamil akibat
kehamilan usia muda di Kelurahan Deroduwur.
Tujuan khusus: meningkatkan pengetahuan remaja di Kelurahan
Deroduwur mengenai kesehatan reproduksi remaja, meliputi :
1) Pengetahuan mengenai anatomi organ reproduksi.
2) Pengetahuan mengenai perubahan biologis dan psikologis pada
masa remaja.
3) Pengetahuan mengenai pengertian kesehatan reproduksi dan
reprodusi bertanggungjawab.
4) Pengetahuan mengenai risiko dan bahaya seks bebas.
5) Pengetahuan mengenai risiko dan bahaya pernikahan dan
kehamilan usia muda.
19
b. Sasaran Program
Sasaran program intervensi ini adalah remaja usia 15-18 tahun
yang berada di Kelurahan Deroduwur.
c. Tempat dan Waktu Program
Penyuluhan ini akan dilaksanakan:
Hari/Tanggal : Periode Februari – Mei 2016
Waktu : Februari – Mei 2016
Tempat : Kelurahan Deroduwur Kecamatan Mojotengah
d. Materi Penyuluhan
1) Anatomi organ reproduksi
a) Organ reproduksi wanita
b) Organ reproduksi pria
2) Perubahan biologis dan psikologis pada remaja
a) Perubahan biologis
b) Perubahan psikologis/emosi
3) Pengertian kesehatan reproduksi dan reproduksi
bertanggungjawab
a) Sehat fisik
b) Sehat mental
c) Sehat sosial
d) Reproduksi bertanggung jawab
4) Risiko dan bahaya seks bebas
a) Pengertian seks bebas
b) Risiko dan bahaya seks bebas
5) Risiko pernikahan usia muda
6) Risiko kehamilan usia muda
e. Metode Penyuluhan
Penyuluhan diselenggarakan dalam bentuk pemaparan materi dan
diskusi interaktif dengan para narasumber.
f. Media Penyuluhan
Presentasi materi
20
g. Evaluasi Program
Sebelum penyuluhan peserta diminta untuk mengerjakan pretest
yang berisi pertanyaan seputar kesehatan reproduksi remaja.
Setelah pemaparan materi penyuluhan peserta diminta untuk
mengerjakan posttest yang berisi pertanyaan seputar materi yang
sudah diberikan.
f. Evaluasi Program
Pada sasaran yang terdeteksi positif pada hasil pemeriksaan urin
akan dilakukan pemeriksaan lebih lanjut, konseling serta
pendampingan khusus yang dilakukan oleh bidan pembina daerah
tempat di mana sasaran tersebut tinggal.
f. Media Penyuluhan
1) Presentasi materi
2) Alat peraga KB
g. Evaluasi Program
1) Proses Penyuluhan
a) Kehadiran 80% dari seluruh undangan.
b) 60% peserta aktif mendengarkan materi yang
disampaikan.
c) Di dalam proses penyuluhan diharapkan terjadi interaksi
antara penyuluh dan peserta.
d) Peserta yang hadir diharapkan tidak ada yang
meninggalkan tempat penyuluhan.
e) 20% peserta mengajukan pertanyaan mengenai materi
yang diberikan.
2) Hasil Penyuluhan
a) Jangka Pendek
Sebanyak 60% peserta dapat meraih nilai post tes ≥6.
b) Jangka Panjang
Meningkatkan pengetahuan sasaran mengenai
pentingnya menggunakan serta memilih alat kontrasepsi
yang sesuai dengan kondisi klien.
5. Program Safari KB
a. Tujuan Program
Mengurangi angka mortalitas maternal dan infant karena kualitas
kehamilan baik dan jarak kehamilan yang sesuai, prevensi
transmisi HIV dan penyakit menular seksual lainnya (pada metode
kontrasepsi tertentu), mencegah aborsi yang tidak aman, dan
mencegah ledakan penduduk.
b. Sasaran
Sasaran dari program intervensi ini adalah pasangan usia subur usia
muda di Kelurahan Deroduwur yang telah mendapatkan konseling
KB.
c. Tempat dan Waktu Pelaksanaan Safari KB
Kegiatan ini akan dilakukan oleh dokter beserta kader kesehatan.
Hari/Tanggal : Periode Februari – Mei 2016
Waktu : Februari – Mei 2016
24
BAB VI
HASIL KEGIATAN
B. Data Geografis
Kecamatan Mojotengah terletak antara 7o 15’ 20” sampai 7o 20’ 56”
(LS) lintang selatan dan 109o 51’ 52” bujur timur (BT) pada ketinggian 790
m di atas permukaan laut. Berjarak 4 km dari ibukota Kabupaten Wonosobo
dan 123 km dari ibu Kota Provinsi Jawa Tengah (Semarang)
Luas Kecamatan Mojotengah adalah 4.0507,00 ha atau 4,58 % dari
luas Kabupaten Wonosobo, dengan ketinggian wilayah antara 775-1.150 m di
atas permukaan laut.
C. Data Demografik
Nama Desa / Jumlah Penduduk
No Total
Kelurahan Laki-laki Perempuan
1 Sojopuro 1304 1272 2576
2 Candirejo 836 738 1547
3 Keseneng 1077 967 2044
4 Mudal 3367 3212 6579
5 Andongsili 1523 1579 3102
6 Krasak 1685 1514 3199
7 Bumirejo 2010 1887 3897
8 Blederan 1547 1439 2986
9 Kalibeber 3576 3331 6907
10 Sukorejo 1201 1167 2368
11 Larangan kulon 730 734 1464
12 Pungangan 1639 1559 3198
13 Guntur madu 1853 1809 3662
14 Mojosari 1821 1647 3468
15 Wonokromo 1458 1378 2836
16 Derongisor 1473 1404 2877
17 Deroduwur 1978 1668 3646
18 Slukatan 1973 1903 3876
19 Kebrengan 871 778 1649
27
F. Hasil Kegiatan
Rangkaian kegiatan mini project yang telah dilaksanakan meliputi
penyuluhan KB, skrining urin, dan konseling KB pada wanita usia subur
(WUS) usia muda serta penyuluhan kesehatan reproduksi pada siswa SMA.
Seluruh rangkaian kegiatan dilaksanakan di Desa Deroduwur Kecamatan
Mojotengah pada bulan Februari 2016. Sasaran kegiatan penyuluhan KB,
skrining urin, dan konseling KB meliputi WUS yang telah menikah di Desa
Deroduwur yang berada dalam wilayah kerja bidan desa yang telah diberikan
undangan sebelumnya. Peserta datang dengan sukarela dan telah diberikan
informasi sebelumnya mengenai kegiatan yang akan dilakukan oleh bidan
desa. Sedangkan sasaran kegiatan penyuluhan kesehatan reproduksi pada
siswa SMA meliputi seluruh siswa kelas X, XI, dan XII baik laki-laki
maupun perempuan di SMA Takhassus Al-Qur’an Deroduwur yang
merupakan satu-satunya SMA di Desa Deroduwur. Kegiatan yang tidak dapat
dilaksanakan adalah Safari KB.
28
18 tahun 4 26.67
19 tahun 1 6.67
20 tahun 2 13.33
21 tahun 3 20
24 tahun 1 6.67
25 tahun 1 6.67
26 tahun 2 13.33
27 tahun 1 6.67
Total 15 100
Nilai 4 1 6.67
Nilai 5 1 6.67
Nilai 6 2 13.33
Nilai 7.5 2 13.33
Nilai 8 3 20
Nilai 10 6 40
Total 15 100
7%
Negatif
Positif
93%
Tingkat Pendidikan
Tidak Sekolah 1 6.67
SD 8 53.33
SMP 5 33.33
SMA 1 6.67
Lama Pernikahan
<1 tahun 11 73.33
≥1 tahun 4 26.67
Riwayat obstetri
P0A0 12 80
P0A1 1 6.67
P1A0 2 13.33
Kepemilikan Jaminan
Kesehatan
Ya 5 33.33
Tidak 10 66.67
Pil
Implan,
Kombinasi,
33.33%
33.33%
Suntik 3
Bulanan,
33.33%
33%
67%
22%
Pil Kombinasi
Suntik 3
bulanan
78%
sebelumnya. Hasil pre tes dan post tes dibandingkan sehingga dapat
menjadi evaluasi jangka pendek untuk keberhasilan penyampaian materi
penyuluhan.
Nilai 0 1 1.04
Nilai 2 1 1.04
Nilai 4 5 5.21
Nilai 6 34 35.42
Nilai 8 39 40.63
Nilai 10 16 16.67
Total 96 100
Nilai 8 13 13.54
Nilai 10 83 86.46
Total 96 100
Nilai post tes peserta antara lain 13 orang mendapatkan nilai 8 dan
83 orang mendapatkan nilai 10. Rata-rata nilai peserta 9.73 dengan nilai
terrendah 8 dan nilai tertinggi 10. Nilai terbanyak yaitu 10 yang
diperoleh 83 orang (86.46%) (Tabel 4.5). Terdapat peningkatan hasil tes
yang signifikan dari pre tes ke post tes. Hal ini dapat mengindikasikan
bahwa hampir semua peserta mengalami peningkatan pengetahuan sesuai
dengan materi yang diberikan.
34
BAB VII
DISKUSI
usia ibu minimal 20 tahun membantu memastikan kehamilan dan persalinan yang
lebih aman. Hal ini mencegah risiko bayi lahir prematur maupun bayi lahir
dengan berat badan rendah (BBLR). Sedangkan bagi ibu, proses kehamilan dan
persalinan pun lebih lancar dari segi fisik maupun mental. Hal ini menjadi penting
terutama di daerah dimana pernikahan usia dini merupakan adat dan remaja
menghadapi tekanan untuk segera hamil (Kemenkes, 2010).
Kegiatan konseling KB dilakukan karena dalam pemilihan KB sering kali
para ibu sungkan untuk bertanya detail dalam forum sehingga informasi yang
sudah didapat kurang mengena dan tidak dapat diaplikasikan dalam keputusan
selanjutnya. Kegiatan konseling medik menurut Hopson, seperti dikutip Basuki
(2009), memiliki tujuan utama untuk menolong pasien agar dapat:
1. mengembangkan hubungan sedemikian rupa sehingga mereka merasa
dimengertiuntuk selanjutnya dapat secara jujur dan terbuka mendiskusikan
persoalannya,
2. mendapatkan pengertian yang mendalam akan masalah yang mereka hadapi,
3. mendiskusikan alternatif pemecahan masalah dan menentukan keputusan,
4. merencanakan dan melaksanakan tindakan yang spesifik, dan
5. merasakan perasaan yang berbeda yang membuat mereka lebih tenang dan
bahagia.
Penelitian di Jakarta menunjukkan bahwa peserta KB yang mendapat konseling
sebelum dan sesudah insersi IUD, 90% masih menggunakan IUD selama 1 tahun
dan 79% selama 2 tahun. Kelompok lain yang hanya mendapat konseling bila ada
keluhan angka kelangsungan pakainya lebih rendah yakni 52% dan 29% (Basuki,
2009).
Tujuan awal konseling KB yang dilakukan adalah untuk membantu peserta
memutuskan untuk melakukan penjarangan kehamilan sehingga dapat menjalani
kehamilan secara optimal dan bersedia mengikuti safari KB yang rencananya
diadakan di Puskesmas Mojotengah. Tetapi hal tersebut mengalami kegagalan
yang menyebabkan kegiatan safari KB tidak dapat dilakukan seperti yang telah
direncanakan. Dari data yang diambil saat pelaksanaan konseling, terdapat
beberapa faktor yang dapat menyebabkan peserta memutuskan untuk tidak
menggunakan KB.
37
1. Tingkat Pendidikan
Secara teoritis pendidikan formal sangat besar pengaruhnya terhadap
pengetahuan seseorang dimana bila seseorang tersebut berpendidikan tinggi
maka akan mempunyai pengetahuan yang tinggi dan begitu pula sebaliknya.
Hal tersebut dikarenakan bila seseorang berpendidikan tinggi diharapkan
lebih mudah dan cepat memahami pentingnya kesehatan dan menentukan
pilihannya (Notoatmodjo dalam Fitri, 2012). Tetapi dalam beberapa
penelitian seperti yang dilakukan Wahyuni (2011) dan Fitri (2012), tingkat
pendidikan formal tidak mempengaruhi dalam keputusan menggunakan KB.
Hal tersebut dapat terjadi karena zaman sekarang pengetahuan seseorang
dapat diperoleh dari informasi media yang akhirnya berpengaruh dalam
keputusan menggunakan KB.
2. Lama Pernikahan dan Riwayat Obstetri
Menurut Purba (2014), kedudukan perempuan dalam keluarga ditentukan
oleh banyak hal seperti budaya dan nilai-nilai di masyarakat, keadaan sosial
ekonomi, dan lain-lain. Lama pernikahan dan riwayat obstetri peserta
konseling menjadi faktor yang menentukan kedudukannya dalam
keluarganya. Mayoritas peserta memiliki lama pernikahan <1 tahun
(73.33%). Dalam sebuah pernikahan di Indonesia, perempuan yang tidak
segera hamil setelah menikah sering dianggap rendah dan tidak subur. Jika
dihubungkan dengan riwayat obstetri peserta, walaupun lebih banyak peserta
berusia <20 tahun, tetapi karena dianggap belum memiliki anak maka peserta
memilih untuk memiliki anak daripada menunda kehamilan hingga usia
dianggap optimal. Adanya 1 orang (6.67%) yang belum memiliki anak dan
baru mengalami keguguran juga tidak menyebabkan pasien memiliki
kesadaran menggunakan KB terlebih dahulu.
3. Kepemilikan Jaminan Kesehatan.
Menurut Depkes RI bekerja sama dengan United Nations Population Fund
(2003) yang dikutip Purba (2014), faktor di luar kesehatan yang berpengaruh
terhadap pemenuhan hak reproduksi dalam hal ini menggunakan KB salah
satunya adalah kemiskinan. Kemiskinan dapat menjadi hambatan terhadap
38
BAB VIII
SIMPULAN DAN SARAN
A. SIMPULAN
1. Faktor risiko yang berkaitan dengan tingginya AKI di Kecamatan
Mojotengah adalah usia ibu hamil yang terlalu muda dan KEK.
2. Intervensi untuk menurunkan AKI di Kecamatan Mojotengah adalah
dengan melakukan penyuluhan kesehatan reproduksi remaja, skrining
urin untuk deteksi dini kehamilan, penyuluhan KB, dan konseling
pelayanan kontrasepsi pada pasangan usia muda.
3. Peserta rangkaian kegiatan penyuluhan KB mayoritas berusia kurang dari
21 tahun dengan usia terbanyak 18 tahun.
4. Pengetahuan tentang KB peserta kegiatan bertambah setelah penyuluhan
dibuktikan dengan rata – rata nilai post tes adalah 8.
5. Hasil skrining urin terdapat 14 orang yang negatif dan 1 orang positif
hamil.
6. Peserta kegiatan lebih memilih KB suntik 3 bulan dan pil kombinasi
sebagai KB setelah melahirkan nanti.
7. Safari KB tidak dapat dilaksanakan karena kurangnya minat peserta
kegiatan untuk menggunakan KB dalam waktu dekat.
8. Pengetahuan peserta penyuluhan kesehatan reproduksi remaja mengenai
kesehatan reproduksi menjadi lebih baik setelah mendapatkan
penyuluhan yang dibuktikan dari peningkatan hasil pre tes ke post tes.
B. SARAN
1. Bagi responden agar aktif mencari informasi tentang metode kontrasepsi,
dapat melalui media atau melalui petugas kesehatan dengan mengikuti
kegiatan seperti penyuluhan.
2. Bagi Puskesmas dan tenaga kesehatan agar meningkatkan mutu
pelayanan terutama dalam promosi kesehatan reproduksi dengan cara
melakukan promosi kesehatan secara rutin atau mengadakan acara
42
khusus supaya masyarakat, baik remaja, perempuan atau laki – laki, lebih
memahami serta menyadari akan pentingnya menjaga kesehatan
reproduksi.
3. Bagi bidang pendidikan agar memberikan pendidikan kesehatan
reproduksi melalui jalur formal, seperti mengadakan kurikulum
kesehatan reproduksi, dan non formal dengan penyelenggaraan seminar
maupun organisasi yang bergerak di bidang tersebut. Selain itu, perlunya
penggunaan media yang lebih edukatif dan informatif sebagai sumber
penyebaran informasi kesehatan reproduksi dari institusi formal yang
dapat dipertanggungjawabkan.
4. Bagi kegiatan penelitian selanjutnya agar dapat melaksanakan penelitian
dalam waktu yang lebih lama sehingga didapatkan jumlah sampel yang
lebih besar dan dapat dilakukan pengamatan dan intervensi lebih
terhadap faktor – faktor yang mempengaruhi penggunaan kotrasepsi pada
pasangan usia subur.
43
DAFTAR PUSTAKA