You are on page 1of 45

0

MINI PROJECT
UPAYA PENURUNAN PREVALENSI IBU HAMIL RISIKO TINGGI DI
DESA DERODUWUR KECAMATAN MOJOTENGAH

Oleh:
dr. Aacg Merryend Putri Gama
dr. Ade Siti Rahmawati
dr. Aldila Purani Putri
dr. Arini Dewi Setyowati
dr. Cresti Retnasari
dr. Dian Putri Utami
dr. Dimas Aditya Rahadian
dr. Elisabeth Edwina
dr. Erwin Bramantya Asnan
dr. Firman Haji Nur Akbar
dr. Fransiska Sutrisno
dr. Khuriyatun Nadhifah
dr. M. Rizki Febrianto
dr. Nandiya Prakasita
dr. Novita Widia Aryani
dr. Rizky Yanuari
dr. Verra Hermania Tisnawati
dr. Yulinda Dwi Agarini

Pembimbing:
dr. Dewanti Retnaningtyas

DINAS KESEHATAN KABUPATEN WONOSOBO


PUSKESMAS MOJOTENGAH
JAWA TENGAH

2016
1

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Angka Kematian Ibu (AKI) dan Angka Kematian Bayi (AKB) adalah
indikator keberhasilan pembangunan dalam bidang kesehatan. Di beberapa
negara, khususnya negara berkembang dan negara belum berkembang, para
ibu masih memiliki risiko tinggi ketika melahirkan. Situasi ini kemudian
mengajak kalangan internasional untuk mengatasi permasalahan kesehatan
ibu tersebut. Di antara target pencapaian Millenium Development Goals
(MDGs), target nomor 5 yakni penurunan angka kematian ibu (AKI) adalah
target yang memerlukan perhatian khusus dari komunitas global (Kemenkes,
2011).
Setiap tahun, di seluruh dunia, diperkirakan terjadi 358.000 kematian ibu
dan sekitar 99% kematian tersebut terjadi di negara berkembang yang miskin
dan sekita 67% merupakan sumbangan sebelas negara temasuk Indonesia.
Berdasarkan Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2012,
AKI pada tahun 1991 adalah 390 per 100.000 kelahiran hidup, pada tahun
2007 adalah 228 per 100.000 kelahiran hidup, dan menurun kembali
walaupun tidak signifikan pada tahun 2012, yaitu 359 per 100.000 kelahiran
hidup. Hal tersebut hampir dapat dipastikan bahwa Indonesia tidak akan
mampu mencapai target MDGs untuk menurunkan AKI menjadi 102 per
100.000 kelahiran hidup pada tahun 2015 (Herawati, 2011).
Menurut BPS dan Dinas Kesehatan Kabupaten Wonosobo pada tahun
2012, angka kematian ibu masih tinggi yaitu sebesar 129,07 per 100.000
kelahiran hidup. Berdasarkan data Puskesmas Mojotengah Kabupaten
Wonosobo pada bulan Januari – Juli 2015 tercatat 2 kasus kematian ibu
dengan penyebab preeklampsia berat dan perdarahan postpartum. Dari hasil
wawancara dan data Puskesmas Mojotengah, didapatkan prevalensi ibu hamil
risiko tinggi di wilayah kerja Puskesmas Mojotengah cukup banyak terdapat
di Kelurahan Deroduwur. Dengan pertimbangan tersebut, maka penulis
memilih melakukan kegiatan mini project di Kelurahan Deroduwur.
2

Diharapkan dengan kegiatan mini proyek ini dapat mengidentifikasi ibu


hamil risiko tinggi dan melakukan upaya-upaya penurunan prevalensi ibu
hamil risiko tinggi di daerah tersebut dengan tujuan jangka panjang mencegah
bahkan menurunkan angka kematian ibu di wilayah kerja Puskesmas
Mojotengah khususnya di Kelurahan Deroduwur.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas perlu diadakan upaya promotif dan
preventif dalam menurunkan angka kematian ibu dengan rumusan masalah
sebagai berikut:
1. Apa saja faktor risiko terjadinya kehamilan risiko tinggi di Kelurahan
Deroduwur?
2. Apa faktor risiko terbanyak pada ibu hamil di Kelurahan Deroduwur?

C. Tujuan
1. Tujuan umum
Mencegah dan menurunkan angka kematian ibu di wilayah kerja
Puskemas Mojotengah.
2. Tujuan khusus
a. Mengidentifikasi dan menentukan faktor risiko terbanyak di
Kelurahan Deroduwur.
b. Melakukan deteksi dini kehamilan dengan risiko tinggi di
Kelurahan Deroduwur.
c. Melakukan peningkatan pengetahuan mengenai kesehatan
reproduksi dan KB untuk mencegah kehamilan dengan risiko
tinggi.

D. Manfaat
1. Bagi Puskesmas Mojotengah
a. Menambah informasi tentang faktor risiko ibu hamil dengan risiko
tinggi yang terdapat di wilayah kerja Puskesmas Mojotengah
khususnya di Kelurahan Deroduwur.
3

b. Membantu untuk melakukan penjaringan ibu hamil risiko tinggi di


wilayah kerja Puskesmas Mojotengah khususnya di Kelurahan
Deroduwur.
c. Membantu untuk melakukan promosi kesehatan reproduksi dan
pengawasan terhadap ibu hamil dengan risiko tinggi di wilayah
kerja Puskesmas Mojotengah dalam upaya mencegah dan
menurunkan angka kematian ibu.
2. Bagi ibu hamil dan wanita usia subur
a. Meningkatkan pengetahuan ibu hamil dan wanita usia subur
mengenai kehamilan risiko tinggi di Kelurahan Deroduwur.
b. Meningkatkan pengetahuan ibu hamil dan wanita usia subur
mengenai kesehatan reproduksi dan KB di Kelurahan Deroduwur.
3. Bagi penulis
Menambah pengetahuan dalam ilmu kebidanan komunitas.
4

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Angka Kematian Ibu di Indonesia


Ibu dan anak merupakan anggota keluarga yang mendapatkan prioritas
dalam program penyelenggaraan upaya kesehatan. Oleh karena itu, upaya
meningkatkan kesehatan ibu dan anak mendapatkan perhatian khusus.
Penilaian terhadap status kesehatan dan kinerja upaya kesehatan ibu penting
untuk dilakukan pemantauan. Hal tersebut dikarenakan Angka Kematian Ibu
(AKI) merupakan salah satu indikator yang peka dalam menggambarkan
kesejahteraan masyarakat di suatu negara (Direktorat Kesehatan Ibu, 2013).
Menurut definisi WHO, kematian ibu adalah kematian selama kehamilan
atau dalam periode 42 hari setelah berakhirnya kehamilan, akibat semua
sebab yang terkait dengan atau diperberat oleh kehamilan atau
penanganannya, tetapi bukan disebabkan oleh kecelakaan atau cedera
(Direktorat Kesehatan Ibu, 2013).
Berdasarkan Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun
2012 , angka kematian Ibu pada tahun 1991 adalah 390 per 100.000 kelahiran
hidup. Angka ini mengalami penurunan walaupun tidak signifikan pada tahun
2012, yaitu 359 per 100.000 kelahiran hidup. Target global Millenium
Development Goals (MDGs) ke-5 adalah menurunkan Angka Kematian Ibu
(AKI) menjadi 102 per 100.000 kelahiran hidup pada tahun 2015. Mengacu
dari kondisi saat ini, potensi untuk mencapai target MDGs ke-5 untuk
menurunkan AKI adalah off-track, artinya diperlukan kerja keras dan
sungguh-sungguh untuk mencapainya. Mengacu data Direktorat Kesehatan
Ibu tahun 2013, pada tahun 2010-2013 penyebab kematian ibu paling sering
adalah perdarahan dan diikuti oleh hipertensi (Direktorat Kesehatan Ibu,
2013).
Berbagai upaya memang telah dilakukan untuk menurunkan kematian
ibu, antara lain melalui penempatan bidan di desa, pemberdayaan keluarga
dan masyarakat dengan menggunakan Buku Kesehatan Ibu dan Anak (Buku
5

KIA) dan Program Perencanaan Persalinan dan Pencegahan Komplikasi


(P4K), serta penyediaan fasilitas kesehatan Pelayanan Obstetri Neonatal
Emergensi Dasar (PONED) di Puskesmas perawatan dan Pelayanan Obstetri
Neonatal Emergensi Komprehensif (PONEK) di rumah sakit. Upaya
terobosan yang paling mutakhir adalah program Jampersal (Jaminan
Persalinan) yang digulirkan sejak 2011 (Dinkes Kabupaten Kampar, 2012).

B. Kehamilan Risiko Tinggi


Kehamilan risiko tinggi adalah ibu hamil yang memerlukan perhatian
khusus, sehingga perlu dibawa ketempat pelayanan kesehatan untuk
mendapatkan penanganan sesegera mungkin (Nadsul, 2002). Kehamilan
dengan risiko tinggi akan memberikan ancaman pada kesehatan, keselamatan
dan jiwa ibu maupun janin yang dikandungnya, dimana salah satu
penyebabnya terjadinya kehamilan risiko tinggi adalah faktor
ketidakberdayaan dan ketidaktahuan wanita. Oleh karena itu, intervensi
dalam Safe Matherhood melakukan pendekatan dengan menganggap semua
kehamilan berisiko dan setiap ibu hamil agar mempunyai akses pertolongan
persalinan yang aman. Diperkirakan 15% kehamilan akan mengalami risiko
tinggi dan komplikasi obstetri yang dapat membahayakan kehidupan itu
maupun janinnya bila tidak ditangani dengan memadai (Saifuddin, 2000).
Komplikasi kehamilan risiko tinggi antara lain:
1. Komplikasi bagi ibu:
a. Perdarahan
Perdarahan pada saat melahirkan antara lain disebabkan karena otot
rahim yang terlalu lemah dalam proses involusi, selaput ketuban
atau stosel (bekuan darah) yang tertinggal didalam rahim, proses
pembekuan darah yang lambat dan sobekan pada jalan lahir.
b. Kemungkinan keguguran/abortus
Keguguran dapat disebabkan oleh faktor – faktor alamiah maupun
disengaja, baik dengan obat-obatan maupun memakai alat.
6

c. Persalinan yang lama dan sulit


Persalinan lama dapat dipengaruhi oleh kelainan letak janin,
kelainan panggul, kelaina kekuatan his dan mengejan serta
pimpinan persalinan yang salah. Kematian pada saat melahirkan
juga disebabkan oleh dan infeksi.
2. Komplikasi bagi bayi:
a. Kemungkinan lahir belum cukup usia kehamilan
Kelahiran prematur kurang dari 37 minggu (259 hari) karena pada
saat pertumbuhan janin terdapat kekurangan zat yang diperlukan.
b. Berat badan lahir rendah (BBLR)
Bayi yang lahir dengan berat badan yang kurang dari 2500 gram
kebanyakan dipengaruhi oleh kurangnya gizi saat hamil dan umur
ibu saat hamil kurang dari 20 tahun. Selain itu dapat juga
dipengaruhi penyakit menahun yang diderita oleh ibu hamil.
c. Cacat bawaan
Cacat bawaan merupakan kelainan pertumbuhan struktur organ
janin sejak saat pertumbuhan.Hal ini dipengaruhi oleh beberapa
faktor, diantaranya kelainan genetik dan kromosom, infeksi, virus
rubella, faktor gizi dan kelainan hormon.
d. Kematian bayi
Kematian bayi dalam 7 hari pertama kehidupan atau kematian
perinatal dapat disebabkan oleh berat badan kurang dari 2.500
gram, kehamilan kurang dari 37 minggu (259 hari), kelahiran
kongenital serta lahir dengan asfiksia.

C. Faktor Risiko Kehamilan Risiko Tinggi


Kehamilan risiko tinggi dapat disebabkan oleh bermacam faktor.
Menurut Rocjati P, faktor-faktor tersebut meliputi:
1. Usia
Usia Ibu yang menyebabkan kehamilan risiko tinggi adalah usia ≤20
tahun dan ≥35 tahun.
7

2. Paritas
Ibu yang pernah hamil atau melahirkan anak 4 kali atau lebih karena
semakin lama uterus semakin lemah sehingga memungkinkan untuk
terjadinya persalinan lama, sehingga terindikasi untuk persalinan
dengan forcep dan vakum.
3. Anemia
Ibu hamil dengan anemia memiliki risiko lebih besar melahirkan bayi
dengan Berat Bayi Lahir Rendah (BBLR), kematian saat persalinan,
perdarahan pasca persalinan yang sulit karena lemah dan mudah
mengalami gangguan kesehatan. Gejala berupa pusing, rasa lemah, kulit
pucat, dan mudah pingsan. Maka dari itu, ibu perlu mengkonsumsi
makanan yang bergizi dan suplementasi zat besi, sebanyak 60 mg/hari.
4. Kurang Energi Kronik (KEK)
Ambang batas Lingkar Lengan Atas (LILA) pada WUS dengan risiko
KEK di Indonesia adalah 23.5 cm. Apabila ukuran LILA kurang dari
23.5 cm atau di bagian merah pita LILA, artinya wanita tersebut
mempunyai risiko KEK dan diperkirakan akan melahirkan berat bayi
lahir rendah (BBLR). BBLR mempunyai risiko kematian, kurang gizi,
gangguan pertumbuhan dan gangguan perkembangan anak. LILA
adalah suatu cara untuk mengetahui risiko KEK.
5. Tinggi badan Ibu
Tinggi badan seorang Ibu ≤145 cm merupakan faktor risiko ibu hamil
risiko tinggi, berkaitan dengan proses kehamilan da persalinan.
6. Riwayat obstetri jelek
Ibu hamil yang pada hamil sebelumnya memiliki riwayat jarak
kehamilan sebelumnya terlalu dekat <2 tahun, jarak kehamilan
sebelumnya terlalu lama >10 tahun, persalinan dengan tindakan, bekas
operasi caesaria, penyakit ibu, preeklamsia ringan, preeklamsia berat,
eklamsia, hamil kembar, hidramnion, janin mati dalam kandungan,
serotinus, kelainan letak dan perdarahan antepartum dapat menjadikan
kehamilan sekarang merupakan kehamilan risiko tinggi.
8

D. Deteksi Dini Kehamilan Risiko Tinggi


Deteksi dini kehamilan risiko tinggi dapat dilakukan dengan upaya dari
tenaga kesehatan dan kesadaran dari masing-masing individidu hamil untuk
melakukan asuhan antenatal dimulai dari trimester pertama. Asuhan antenatal
meliputi berbagai macam aspek yang dilakukan dimulai dari pemeriksaan
kehamilan sampai persiapan rujukan untuk ibu yang memiliki risiko tinggi
kehamilan (Kemenkes, 2013).
Kunjungan antenatal ke bidan atau dokter dilakukan minimal 4 kali
selama kehamilan, yaitu satu kali pada trimester pertama, satu kali pada
trimester kedua dan dua kali pada trimester ketiga. Kegiatan yang dilakukan
saat kunjungan antenatal antara lain:
1. Melengkapi riwayat medis
Pada saat kunjungan antenatal, tenaga kesehatan melengkapi riwayat
medis ibu untuk mendeteksi adanya risiko tinggi pada kehamilan.
Riwayat medis tersebut mencakup: identitas, riwayat pemakaian
kontrasepsi, riwayat kehamilan lalu, riwayat kehamilan sekarang,
riwayat medis lainnya serta riwayat sosial ekonomi.
2. Melengkapi pemeriksaan umum
Pemeriksaan umum dilakukan tehadap ibu hamil meliputi: tanda vital,
berat badan, tinggi badan, LILA, dan status generalis.
3. Melakukan pemeriksaan fisik obstetri tiap kunjungan antenatal
4. Melakukan pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan penunjang yang diperlukan pada saat kunjungan antenatal,
meliputi: Kadar hemoglobin, golongan darah, tes HIV, tes laboratorium
sesuai diagnosis dan melakukan pemeriksaan USG minimal 3 kali (usia
kehamilan <15 minggu untuk menentukan usia gestasi, visibilitas janin,
letak dan jumlah janin serta deteksi abnormalitas janin yang berat, pada
usia 20 minggu untuk deteksi anomali janin, dan trimester ketiga untuk
perencanaan kehamilan.
5. Memberikan suplemen pencegahan penyakit
Pemberian 60 mg besi elemental serta 400ug asam folat.
6. Pemberian vaksin Tetanus Toksoid (TT)
9

Vaksin TT diberikan sebanyak 5 kali, yaitu TT1 saat kunjungan


pertama, TT2 4 minggu setelah TT1, TT3 6 bulan setelah TT2, TT4 1
tahun setelah TT3 dan TT5 1 tahun setelah TT4.
7. Konsuling dan edukasi selama kehamilan
Ibu hamil diberikan pemahaman memahami persiapan persalinan yang
meliputi: siapa yang akan menolong persalinan, dimana akan
melahirkan, siapa yang akan membantu dan menemani dalam
persalinan, kemungkinan donor darah apabila timbul permasalahan
persalinan, metode transportasi bila diperlukan rujukan dan dukungan
biaya. Ibu hamil diberitahu mengenai tanda bahayadalam kehamilan,
meliputi: sakit kepala lebih dari biasa, perdarahan pervaginam,
gangguan penglihatan, pembengkakan pada wajah dan tangan, nyeri
abdomen, mual dan muntah berlebihan serta demam.
10

BAB III
METODE PENELITIAN

A. Rancangan Penelitian
Penelitian yang dilakukan merupakan penelitian deskriptif kuantitatif.

B. Ruang Lingkup Penelitian


1. Ruang lingkup waktu
a. Pelaksanaan mini project dilakukan pada bulan Juni 2015 – Mei
2016.
b. Pengambilan data dilakukan pada bulan Februari 2016.
2. Ruang lingkup tempat
Mini project dilaksanakan di Kelurahan Deroduwur, Kecamatan
Mojotengah, Kabupaten Wonosobo.

C. Populasi dan Sampel


1. Populasi Target Penelitian
Populasi target dalam penelitian ini adalah ibu hamil yang berada di
wilayah kerja UPTD Puskesmas Mojotengah Kabupaten Wonosobo.
2. Populasi Terjangkau Penelitian
Populasi terjangkau dalam penelitian ini adalah ibu hamil di Kelurahan
Deroduwur, Kecamatan Mojotengah, Kabupaten Wonosobo.
3. Sampel Penelitian
Sampel dalam penelitian ini adalah populasi terjangkau yang memenuhi
kriteria inklusi yaitu ibu hamil yang melakukan pemeriksaan ANC di
PKD/Posyandu Kelurahan Deroduwur pada bulan Agustus 2015.

D. Teknik Pemilihan Sampel


Pengambilan sampel dilakukan dengan teknik purposive sampling.

10
11

E. Instrumen Penelitian
Instrumen dalam penelitian ini menggunakan kuesioner penjaringan ibu hamil
risiko tinggi dan kuesioner pengetahuan, sikap dan perilaku ibu hamil
terhadap kehamilan risiko tinggi untuk mendapatkan data tambahan.

F. Teknik Pengambilan Data


Data primer diperoleh dengan melakukan pemeriksaan dan wawancara
dengan ibu hamil yang dipandu dengan kuesioner.

G. Alur Penelitian
1. Mengumpulkan data dari bidan desa Deroduwur
2. Melakukan kunjungan PKD/Posyandu untuk wawancara langsung
dengan sampel.
3. Hasil observasi dan wawancara diolah dan dianalisis secara deskriftif
dalam bentuk tabel dan diagram batang.
12

BAB IV
HASIL PENELITIAN

A. Karakteristik Ibu Hamil Kelurahan Deroduwur


1. Usia
3%

26%

< 20 tahun
20-35 tahun
>35 tahun
71%

Diagram 4.1. Usia Ibu Hamil

Rentang usia ibu hamil terbanyak di Kelurahan Deroduwur yaitu


usia 20 – 35 tahun sebanyak 71%. Sedangkan 29% ibu hamil memiliki
rentang usia yang termasuk dalam kelompok risiko tinggi (Diagram
4.1).

2. Pendidikan

12% 9%

Tidak Sekolah
SD
SMP

79%

Diagram 4.2. Tingkat Pendidikan Ibu Hamil

Sebagian besar ibu hamil di Kelurahan Deroduwur menempuh


pendidikan SD. Sejumlah 3% ibu hamil menyatakan tidak sekolah dan
13

3% lainnya menempuh pendidikan hingga SMP (Diagram 4.2). Tingkat


pendidikan ibu hamil erat kaitannya dengan pengetahuan, sikap, dan
perilaku ibu hamil dalam menjalani kehamilan dan persalinan.

3. Pekerjaan

12%

IRT
Petani

88%

Diagram 4.3. Pekerjaan Ibu Hamil

Sebagian besar ibu hamil di Kelurahan Deroduwur adalah Ibu


Rumah Tangga (IRT) (88%). Ibu hamil yang bekerja sebagai petani
sebesar 12% (Diagram 4.3).

4. Agama
0%

Islam
Kristen
Katolik

100%

Diagram 4.4. Agama Ibu Hamil

Agama yang dipeluk oleh seluruh ibu hamil di Kelurahan


Deroduwur adalah Islam. Tidak ada ibu hamil yang beragama Kristen
dan Katolik (Diagram 4.4).
14

B. Faktor Risiko Ibu Hamil Kelurahan Deroduwur

13
10 10
10

8
5
5

3 2
1
0
0
Anemia Usia Riw. Obs/Repro Buruk

Faktor risiko ibu hamil

Diagram 4.5. Faktor Risiko Ibu Hamil

Diagram 4.5 menunjukkan faktor risiko ibu hamil di Kelurahan


Deroduwur. Faktor risiko ibu hamil yang tertinggi jumlahnya yaitu KEK dan
usia masing sebanyak 10 orang. Sedangkan yang paling rendah jumlahnya
adalah faktor risiko penyakit sistemik sebanyak 1 orang.
15

BAB V
PEMBAHASAN DAN
RENCANA INTERVENSI

A. Pembahasan
Hasil penelitian yang telah dilakukan menunjukkan bahwa faktor risiko
ibu hamil dengan jumlah tertinggi di Kelurahan Deroduwur adalah usia dan
kurang energi kronis (KEK), masing-masing sebanyak 10 orang. Sedangkan,
faktor risiko ibu hamil yang paling rendah di Kelurahan Deroduwur adalah
penyakit sistemik sebanyak 1 orang.
Kurang Energi Kronis (KEK) merupakan keadaan dimana ibu menderita
kekurangan gizi yang berlangsung menahun (kronis) sehingga menimbulkan
gangguan kesehatan pada ibu hamil. Kurang Energi Kronis (KEK) dapat
dialami wanita usia subur (WUS) sejak remaja kemudian berlanjut pada masa
kehamilan dan menyusui akibat cadangan energi dan zat gizi yang rendah.
Faktor penyebab KEK pada ibu hamil sangat kompleks dan multifaktorial
diantaranya, ketidakseimbangan asupan zat gizi, penyakit infeksi, perdarahan
maupun penyakit kronis lainnya. Menurut data Riskesdas tahun 2007,
prevalensi risiko KEK pada WUS di Indonesia pada tahun 2007 sebesar
19,1%. Jumlah tersebut mengalami peningkatan yang cukup signifikan
hingga mencapai 38,5% pada tahun 2013 (Depkes, 2002).
Kurang energi kronis (KEK) pada ibu hamil dapat menyebabkan risiko
dan komplikasi pada ibu antara lain anemia, pendarahan, berat badan ibu
tidak bertambah secara normal, dan terkena penyakit infeksi. Pengaruh KEK
juga dapat terjadi saat proses persalinan. Ibu hamil dengan KEK rentan
mengalami persalinan sulit dan lama, persalinan sebelum waktunya
(prematur), pendarahan setelah persalinan, serta peningkatan risiko persalinan
dengan operasi (Lubis, 2009). KEK pada ibu hamil juga berpengaruh
terhadap kualitas janin maupun bayi yang dilahirkan. KEK pada ibu hamil
dapat mempengaruhi proses pertumbuhan janin dan dapat menimbulkan
keguguran, abortus, bayi lahir mati, kematian neonatal, cacat bawaan, anemia
16

pada bayi, asfiksia intrapartum, lahir dengan berat badan lahir rendah
(BBLR). Bila BBLR, bayi akan mempunyai resiko kematian, gizi kurang,
gangguan pertumbuhan, dan perkembangan masa anak. Hal tersebut
menunjukkan bahwa ibu hamil dengan KEK dapat meningkatkan angka
kematian ibu maupun bayi (Sandjaja, 2009).
Faktor risiko ibu hamil lainnya yang banyak ditemukan pada penelitian
ini adalah usia. Usia yang dimaksud dalam hal ini adalah wanita usia ≥ 35
tahun dan wanita < 20 tahun. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di
Kelurahan Deroduwur, terdapat 9 ibu hamil dengan usia < 20 tahun dan 1 ibu
hamil dengan usia ≥ 35 tahun (Hardiyanti, 2012).
Semua kehamilan memiliki risiko. Risiko tersebut semakin meningkat
seiring dengan peningkatan usia. Seiring dengan tingginya angka kejadian
pada ibu hamil di usia tua, maka angka terjadinya komplikasi pun akan
meningkat. Komplikasi janin yang umumnya menyertai ibu hamil dengan
usia tua, antara lain prematuritas, berat bayi lahir rendah (BBLR), asfiksia
noenatorum dan meningkatnya angka kematian neonatal. Sementara
komplikasi pada ibu yang dapat terjadi, antara lain peningkatan risko
persalinan dengan operasi, infeksi, perdarahan postpartum. Selain itu, risiko
preeklampsia dan eklampsia pun meningkat pada ibu hamil dengan usia ≥ 35
tahun. Hal tersebut meningkatkan angka morbiditas dan mortalitas tidak
hanya pada ibu hamil tersebut, namun juga pada janin (Hardiyanti, 2012).
Selain ibu hamil dengan ≥ 35 tahun, ibu hamil dengan usia kurang dari
20 tahun juga memberikan kontribusi dalam meningkatkan risiko morbiditas
dan mortalitas pada ibu hamil. Menurut data Riskesdas tahun 2007, terjadi
peningkatan jumlah wanita usia 15-19 tahun yang telah menikah dari 30,9%
pada tahun 2010 menjadi 46,6% pada tahun 2013 (Depkes, 2013).
Kehamilan di usia muda ini ternyata berkorelasi dengan angka kematian
dan kesakitan ibu. Disebutkan bahwa perempuan berusia 10-14 tahun berisiko
lima kali lipat meninggal saat hamil maupun bersalin dibandingkan kelompok
usia 20-24 tahun, sementara risiko ini meningkat dua kali lipat pada
kelompok usia 15-19 tahun. Salah satu penyebabnya adalah anatomi tubuh
belum siap untuk proses mengandung maupun melahirkan, sehingga dapat
17

terjadi komplikasi saat hamil, persalinan maupun pasca persalinan. Selain


aspek kesehatan dan reproduksi, perempuan usia muda juga belum cukup
kesiapan di segi sosial ekonomi, psikologi maupun mental emosional
(Fadlyana, 2009).
Proses kehamilan dan kelahiran pada usia muda turut berkontribusi
dalam meningkatkan angka kematian perinatal di Indonesia. Menurut
Sarwono (2005), ibu hamil usia muda sering mengalami komplikasi
kehamilan yang buruk seperti persalinan prematur, berat bayi lahir rendah
(BBLR) dan kematian perinatal (Wijayanti, 2013). Menurut Grady dan
Bloom (2004), ibu hamil usia muda juga menunjukkan angka kejadian
komplikasi yang tinggi meliputi preeklamsia, penyakit menular seksual,
malnutrisi dan solusio plasenta . Penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh
Leppert, Namerow dan Barker (2003) menunjukkan hasil bahwa ibu hamil
usia muda (13-19) memiliki risiko melahirkan bayi dengan BBLR dan
premature yang lebih tinggi dibandingkan dengan ibu hamil dewasa (20-36
tahun). Selain itu, dampak lainnya yang dapat terjadi pada ibu hamil usia
muda, antara lain perdarahan, infeksi, disporposi panggul janin,
preeklampsia, eklampsia, kejadian abortus, kematian neonatus, kematian
perinatal, kejadian cacat kongenital maupun bayi lahir dengan asfiksia.
Mudanya usia saat berhubungan seksual juga meningkatkan risiko penyakit
menular seksual dan karsinoma serviks. Anatomi panggul yang masih dalam
pertumbuhan berisiko untuk terjadinya persalinan lama sehingga
meningkatkan angka kematian bayi dan kematian neonates (Fadlyana, 2009).
Selain masalah kesehatan, masalah psikologis yang rentan terjadi pada
ibu hamil usia muda adalah depresi. Depresi pada saat berlangsungnya
kehamilan berisiko terhadap kejadian keguguran, berat badan lahir rendah
dan lainnya. Depresi juga berhubungan dengan peningkatan tekanan darah,
sehingga meningkatkan risiko terjadinya eklampsia yang membahayakan
janin maupun ibu yang mengandungnya. Hal ini kemungkinan disebabkan
perempuan muda secara psikologis belum siap untuk bertanggungjawab dan
berperan sebagai partner seks, istri, maupun ibu (Fadlyana, 2009).
18

Intervensi yang dilakukan pada mini project ini akan difokuskan pada ibu
hamil usia muda (<20 tahun). Ibu hamil dengan KEK tidak dimasukkan
dalam program intervensi karena KEK merupakan faktor risiko yang sudah
terjadi dalam jangka lama (kronis), multifaktorial dan memerlukan intervensi
yang panjang dan berkesinambungan. Sedangkan, ibu hamil ≥ 35 tahun tidak
diikutsertakan dalam program intervensi karena mayoritas ibu hamil dengan
risiko usia di Kelurahan Deroduwur adalah wanita usia muda (<20 tahun).
Beberapa intervensi yang dapat dilakukan antara lain program penyuluhan
tentang kesehatan reproduksi, skrining pemeriksaan urin, program
penyuluhan KB, konseling KB, dan safari KB. Melalui intervensi yang akan
dilakukan diharapkan dapat meningkatkan pengetahuan masyarakat tentang
kesehatan reproduksi dan risiko kehamilan usia muda. Hal tersebut
diharapkan membuat pasangan usia muda dapat mempertimbangkan untuk
menunda kehamilan, atau lebih memperhatikan kehamilan yang terjadi di usia
muda, sehingga dapat menurunkan angka ibu hamil dengan resiko tinggi.

B. Rencana Intervensi
1. Program Penyuluhan Kesehatan Reproduksi Remaja
a. Tujuan Program
Tujuan utama: mengurangi angka kematian ibu hamil akibat
kehamilan usia muda di Kelurahan Deroduwur.
Tujuan khusus: meningkatkan pengetahuan remaja di Kelurahan
Deroduwur mengenai kesehatan reproduksi remaja, meliputi :
1) Pengetahuan mengenai anatomi organ reproduksi.
2) Pengetahuan mengenai perubahan biologis dan psikologis pada
masa remaja.
3) Pengetahuan mengenai pengertian kesehatan reproduksi dan
reprodusi bertanggungjawab.
4) Pengetahuan mengenai risiko dan bahaya seks bebas.
5) Pengetahuan mengenai risiko dan bahaya pernikahan dan
kehamilan usia muda.
19

b. Sasaran Program
Sasaran program intervensi ini adalah remaja usia 15-18 tahun
yang berada di Kelurahan Deroduwur.
c. Tempat dan Waktu Program
Penyuluhan ini akan dilaksanakan:
Hari/Tanggal : Periode Februari – Mei 2016
Waktu : Februari – Mei 2016
Tempat : Kelurahan Deroduwur Kecamatan Mojotengah
d. Materi Penyuluhan
1) Anatomi organ reproduksi
a) Organ reproduksi wanita
b) Organ reproduksi pria
2) Perubahan biologis dan psikologis pada remaja
a) Perubahan biologis
b) Perubahan psikologis/emosi
3) Pengertian kesehatan reproduksi dan reproduksi
bertanggungjawab
a) Sehat fisik
b) Sehat mental
c) Sehat sosial
d) Reproduksi bertanggung jawab
4) Risiko dan bahaya seks bebas
a) Pengertian seks bebas
b) Risiko dan bahaya seks bebas
5) Risiko pernikahan usia muda
6) Risiko kehamilan usia muda
e. Metode Penyuluhan
Penyuluhan diselenggarakan dalam bentuk pemaparan materi dan
diskusi interaktif dengan para narasumber.
f. Media Penyuluhan
Presentasi materi
20

g. Evaluasi Program
Sebelum penyuluhan peserta diminta untuk mengerjakan pretest
yang berisi pertanyaan seputar kesehatan reproduksi remaja.
Setelah pemaparan materi penyuluhan peserta diminta untuk
mengerjakan posttest yang berisi pertanyaan seputar materi yang
sudah diberikan.

2. Program Skrining Urin untuk Deteksi Dini Kehamilan Usia Muda


a. Tujuan Program
Tujuan utama: mengurangi angka kematian ibu hamil akibat
kehamilan usia muda di Kelurahan Deroduwur.
Tujuan khusus
1) Mendeteksi dini kehamilan usia muda yang belum diketahui.
2) Melakukan pemeriksaan lebih lanjut, konseling dan
pendampingan terhadap ibu yang terdeteksi hamil.
b. Sasaran Program
Sasaran dari program intervensi ini adalah pasangan usia subur usia
muda di Kelurahan Deroduwur.
c. Tempat dan Waktu Program
Intervensi merupakan bagian rangkaian kegiatan yang dilaksanakan
pada:
Hari/Tanggal : Periode Februari – Mei 2016
Waktu : Februari – Mei 2016
Tempat : Kelurahan Deroduwur Kecamatan Mojotengah
d. Metode Intervensi
Metode intervensi dilakukan dengan pemeriksaan urin sederhana.
Sasaran diberikan wadah untuk menampung urin dan akan
diperiksa langsung dengan menggunakan alat testpack.
e. Alat & Bahan Intervensi
Wadah penampung urin, testpack, dan sarung tangan.
21

f. Evaluasi Program
Pada sasaran yang terdeteksi positif pada hasil pemeriksaan urin
akan dilakukan pemeriksaan lebih lanjut, konseling serta
pendampingan khusus yang dilakukan oleh bidan pembina daerah
tempat di mana sasaran tersebut tinggal.

3. Program Penyuluhan Keluarga Berencana


a. Tujuan Program
meningkatkan pengetahuan pasangan usia subur di Kelurahan
Deroduwur mengenai KB, meliputi:
1) Dapat memahami tentang pengertian KB.
2) Dapat memahami tentang manfaat KB.
3) Dapat memahami tentang jenis – jenis, cara kerja, efektivitas,
keuntungan, indikasi, kontraindikasi, efek samping, cara dan
waktu pemberian/pemasangan dari masing-masing alat
kontrasepsi.
4) Dapat memahami tentang masalah yang mungkin terjadi jika
pasangan suami istri tidak menjadi akseptor KB
b. Sasaran Program
Sasaran dari program intervensi ini adalah pasangan usia subur usia
muda di Kelurahan Deroduwur.
c. Tempat dan Waktu Program
Penyuluhan ini merupakan bagian rangkaian kegiatan yang
dilaksanakan pada:
Hari/Tanggal : Periode Februari – Mei 2016
Waktu : Februari – Mei 2016
Tempat : Kelurahan Deroduwur Kecamatan Mojotengah
d. Materi
Terlampir
e. Metode Penyuluhan
1) Penyuluhan kelas besar.
2) Tanya jawab.
22

f. Media Penyuluhan
1) Presentasi materi
2) Alat peraga KB
g. Evaluasi Program
1) Proses Penyuluhan
a) Kehadiran 80% dari seluruh undangan.
b) 60% peserta aktif mendengarkan materi yang
disampaikan.
c) Di dalam proses penyuluhan diharapkan terjadi interaksi
antara penyuluh dan peserta.
d) Peserta yang hadir diharapkan tidak ada yang
meninggalkan tempat penyuluhan.
e) 20% peserta mengajukan pertanyaan mengenai materi
yang diberikan.
2) Hasil Penyuluhan
a) Jangka Pendek
Sebanyak 60% peserta dapat meraih nilai post tes ≥6.
b) Jangka Panjang
Meningkatkan pengetahuan sasaran mengenai
pentingnya menggunakan serta memilih alat kontrasepsi
yang sesuai dengan kondisi klien.

4. Program Konseling Pelayanan Kontrasepsi


a. Tujuan Program
1) Agar calon peserta KB memahami manfaat KB bagi dirinya
maupun keluarganya.
2) Calon peserta KB mempunyai pengetahuan yang baik tentang
alasan menggunakan KB, cara menggunakan dan segala hal
yang berkaitan dengan kontrasepsi.
b. Sasaran Kegiatan
Sasaran dari program intervensi ini adalah pasangan usia subur usia
muda di Kelurahan Deroduwur.
23

c. Tempat dan Waktu Kegiatan


Penyuluhan ini merupakan bagian rangkaian kegiatan yang
dilaksanakan pada:
Hari/Tanggal : Periode Februari – Mei 2016
Waktu : Februari – Mei 2016
Tempat : Kelurahan Deroduwur Kecamatan Mojotengah
d. Langkah-langkah Konseling
1) Menciptakan suasana dan hubungan saling percaya.
2) Menggali permasalahan yang dihadapi dengan calon KB.
3) Memberikan penjelasan disertai penunjukkan alat-alat
kontrasepsi.
4) Membantu klien untuk memiliki alat kontrasepsi yang tepat
untuk dirinya sendiri.
e. Evaluasi Program
50% peserta konseling KB menyatakan akan menggunakan KB
sesuai pilihannya.

5. Program Safari KB
a. Tujuan Program
Mengurangi angka mortalitas maternal dan infant karena kualitas
kehamilan baik dan jarak kehamilan yang sesuai, prevensi
transmisi HIV dan penyakit menular seksual lainnya (pada metode
kontrasepsi tertentu), mencegah aborsi yang tidak aman, dan
mencegah ledakan penduduk.
b. Sasaran
Sasaran dari program intervensi ini adalah pasangan usia subur usia
muda di Kelurahan Deroduwur yang telah mendapatkan konseling
KB.
c. Tempat dan Waktu Pelaksanaan Safari KB
Kegiatan ini akan dilakukan oleh dokter beserta kader kesehatan.
Hari/Tanggal : Periode Februari – Mei 2016
Waktu : Februari – Mei 2016
24

Tempat : Puskesmas Mojotengah


d. Sarana
1) Diadakan program pemasangan KB untuk para ibu yang ingin
menggunakan kontrasepsi. Pilihan kontrasepsinya adalah
implant dan IUD.
2) Pelaksanan pemasangan KB dilakukan oleh dokter atau bidan.
e. Pelaksanaan
Para calon akseptor dilakukan pemeriksaan terlebih dahulu untuk
mengetahui indikasi serta kontraindikasi pemasangan. Indikasi
pemasangan implan dan IUD adalah para peserta KB yang ingin
menunda atau tidak ingin punya anak lagi. Beberapa topik
pertanyaan yang penting diajukan mengenai kontraindikasi untuk
pemasangan implan dan IUD diantaranya:
 Riwayat menyusui bayi dibawah 6 minggu
 Riwayat gangguan hepar (CH, infeksi, atau tumor)
 Riwayat gangguan pembekuan darah (pada kaki atau paru)
 Riwayat perdarahan per vaginam
 Riwayat kanker payudara
 Riwayat SLE
Setelah pemasangan, edukasi kontrol untuk melihat hasil
pemasangan serta kemungkinan efek samping yang timbul, dan
diberi asam mefenamat sebagai pain reliever.
f. Monitoring dan Evaluasi
Kontrol pemasangan implan dilaksanakan 2-3 hari setelah
pemasangan. Kontrol akseptor meliputi pemeriksaan implan yang
terpasang dilengan, dan efek samping yang mungkin ditimbulkan
implan tersebut (misal nyeri kepala, nyeri perut, dan mual). Selain
itu lebih baik akseptor juga diedukasi mengenai tingkat keefektifan
serta efek samping yang mungkin timbul seperti perdarahan
ireguler atau tidak menstruasi, nyeri kepala, nyeri abdomen,
jerawat, penambahan berat badan, nyeri payudara, mual, dan abses
pada lokasi pemasangan.
25

BAB VI
HASIL KEGIATAN

A. Profil Komunitas Umum


Luas wilayah : 56.662 km2
Desa / kelurahan : 16 / 3
Dusun : 79
Lingkungan : 63
RW / RT : 108 / 465
Penduduk : 61.908 Jiwa (laki-laki 31.922,
perempuan 29.986)
Kepadatan penduduk : 1345 / km2
Sex rasio : 1.1 : 1
Rata rata jiwa / rumahtangga : 3.9 jiwa
Letak desa Kecamatan Mojotengah :
26

B. Data Geografis
Kecamatan Mojotengah terletak antara 7o 15’ 20” sampai 7o 20’ 56”
(LS) lintang selatan dan 109o 51’ 52” bujur timur (BT) pada ketinggian 790
m di atas permukaan laut. Berjarak 4 km dari ibukota Kabupaten Wonosobo
dan 123 km dari ibu Kota Provinsi Jawa Tengah (Semarang)
Luas Kecamatan Mojotengah adalah 4.0507,00 ha atau 4,58 % dari
luas Kabupaten Wonosobo, dengan ketinggian wilayah antara 775-1.150 m di
atas permukaan laut.

C. Data Demografik
Nama Desa / Jumlah Penduduk
No Total
Kelurahan Laki-laki Perempuan
1 Sojopuro 1304 1272 2576
2 Candirejo 836 738 1547
3 Keseneng 1077 967 2044
4 Mudal 3367 3212 6579
5 Andongsili 1523 1579 3102
6 Krasak 1685 1514 3199
7 Bumirejo 2010 1887 3897
8 Blederan 1547 1439 2986
9 Kalibeber 3576 3331 6907
10 Sukorejo 1201 1167 2368
11 Larangan kulon 730 734 1464
12 Pungangan 1639 1559 3198
13 Guntur madu 1853 1809 3662
14 Mojosari 1821 1647 3468
15 Wonokromo 1458 1378 2836
16 Derongisor 1473 1404 2877
17 Deroduwur 1978 1668 3646
18 Slukatan 1973 1903 3876
19 Kebrengan 871 778 1649
27

D. Sumber Daya Kesehatan yang Ada


Dokter : 1 orang
Perawat : 6 orang
Bidan : 22 orang

E. Sarana Pelayanan Kesehatan yang Ada


Puskesmas induk :1
Puskesmas pembantu :1
PKD : 17
Poliklinik swasta :2
Apotek :1
Poskestren :1

F. Hasil Kegiatan
Rangkaian kegiatan mini project yang telah dilaksanakan meliputi
penyuluhan KB, skrining urin, dan konseling KB pada wanita usia subur
(WUS) usia muda serta penyuluhan kesehatan reproduksi pada siswa SMA.
Seluruh rangkaian kegiatan dilaksanakan di Desa Deroduwur Kecamatan
Mojotengah pada bulan Februari 2016. Sasaran kegiatan penyuluhan KB,
skrining urin, dan konseling KB meliputi WUS yang telah menikah di Desa
Deroduwur yang berada dalam wilayah kerja bidan desa yang telah diberikan
undangan sebelumnya. Peserta datang dengan sukarela dan telah diberikan
informasi sebelumnya mengenai kegiatan yang akan dilakukan oleh bidan
desa. Sedangkan sasaran kegiatan penyuluhan kesehatan reproduksi pada
siswa SMA meliputi seluruh siswa kelas X, XI, dan XII baik laki-laki
maupun perempuan di SMA Takhassus Al-Qur’an Deroduwur yang
merupakan satu-satunya SMA di Desa Deroduwur. Kegiatan yang tidak dapat
dilaksanakan adalah Safari KB.
28

1. Penyuluhan KB, Skrining Urin dan Konseling KB pada WUS Usia


Muda
Rangkaian kegiatan ini dilaksanakan pada Selasa, 23 Februari 2016
pada pukul 09.00 s/d selesai di Poliklinik Kesehatan Desa (PKD)
Deroduwur Kecamatan Mojotengah. Peserta kegiatan ini berjumlah 15
orang yang terdiri dari perempuan usia 18-27 tahun yang sudah menikah
dan berada pada wilayah kerja bidan desa Deroduwur.

Tabel 4.1 Usia Peserta


Usia Frekuensi Persentase (%)

18 tahun 4 26.67
19 tahun 1 6.67
20 tahun 2 13.33
21 tahun 3 20
24 tahun 1 6.67
25 tahun 1 6.67
26 tahun 2 13.33
27 tahun 1 6.67
Total 15 100

Sumber: Data Terolah, 2016

Distribusi usia peserta antara lain usia 18 tahun berjumlah 4 orang,


19 tahun berjumlah 1 orang, 20 tahun berjumlah 2 orang, 21 tahun
berjumlah 3 orang, 24 tahun berjumlah 1 orang, 25 tahun berjumlah 1
orang, 26 tahun berjumlah 2 orang, dan usia 27 tahun sebanyak 1 orang.
Rata-rata usia peserta 21.47 tahun dengan usia termuda 18 tahun dan usia
tertua 27 tahun. Peserta paling banyak berusia 18 tahun (26.67%) (Tabel
4.1).
Kegiatan pertama yaitu penyuluhan KB yang dilakukan dengan
metode penyuluhan kelas besar yang dilanjutkan sesi tanya jawab seputar
KB. Terdapat 2 sesi tanya jawab dimana setiap sesi diberikan kesempatan
untuk 3 orang penanya. Pada akhir sesi dilakukan post tes yang bertujuan
untuk mengevaluasi keberhasilan penyampaian materi yang telah
disampaikan. Post tes ini juga bertujuan untuk mengukur pengetahuan
dari peserta setelah dilakukannya penyuluhan KB.
29

Tabel 4.2 Nilai Post Tes Penyuluhan KB


Frekuensi Persentase (%)

Nilai 4 1 6.67
Nilai 5 1 6.67
Nilai 6 2 13.33
Nilai 7.5 2 13.33
Nilai 8 3 20
Nilai 10 6 40
Total 15 100

Sumber: Data Terolah, 2016

Nilai post tes peserta antara lain 1 orang mendapatkan nilai 4, 1


orang mendapatkan nilai 5, 2 orang mendapatkan nilai 6, 2 orang
mendapatkan nilai 7.5, 3 orang mendapatkan nilai 8, dan 6 orang
mendapatkan nilai 10. Rata-rata nilai peserta 8 dengan nilai terrendah 4
dan nilai tertinggi 10. Nilai terbanyak yaitu 10 yang diperoleh 6 orang
(40%) (Tabel 4.2).
Kegiatan selanjutnya yaitu skrining urin yang dilakukan pada
peserta. Hasil skrining urin peserta sebanyak 14 orang negatif dan 1
orang positif. Dari 14 orang yang negatif, 1 orang sedang menstruasi dan
3 orang menggunakan KB (Diagram 4.1).

7%

Negatif
Positif

93%

Diagram 4.1. Hasil Skrining Urin


30

Kegiatan yang terakhir yaitu konseling KB. Konseling dilakukan


dengan peserta sebagai klien dan dokter internsip sebagai konselor.
Proses konseling meliputi pencatatan data peserta, pemeriksaan tekanan
darah dan pendataan penggunaan KB.

Tabel 4.3 Karakteristik Peserta Konseling


Frekuensi Persentase (%)

Tingkat Pendidikan
Tidak Sekolah 1 6.67
SD 8 53.33
SMP 5 33.33
SMA 1 6.67

Lama Pernikahan
<1 tahun 11 73.33
≥1 tahun 4 26.67

Riwayat obstetri
P0A0 12 80
P0A1 1 6.67
P1A0 2 13.33

Kepemilikan Jaminan
Kesehatan
Ya 5 33.33
Tidak 10 66.67

Sumber Data Terolah, 2016

Pencatatan data peserta meliputi tingkat pendidikan, lama


pernikahan, riwayat obstetri, dan kepemilikan jaminan kesehatan.
Tingkat pendidikan peserta sebanyak 1 orang tidak sekolah, 8 orang SD,
5 orang SMP, dan 1 orang SMA. Lama pernikahan peserta konseling <1
tahun sebanyak 11 orang sedangkan lama pernikahan ≥1 tahun sebanyak
4 orang. Riwayat obstetri peserta konseling antara lain 12 orang belum
memiliki anak dan belum pernah keguguran (P0A0), 1 orang belum
memiliki anak dan pernah keguguran (P0A1), 2 orang sudah memiliki 1
anak hidup dan belum pernah keguguran (P1A0). Peserta konseling yang
memiliki jaminan kesehatan sebanyak 5 orang sedangkan yang tidak
memiliki sebanyak 10 orang (Tabel 4.3).
31

Terdapat 3 orang peserta yang sudah menggunakan KB dari


keseluruhan 15 peserta. KB yang digunakan oleh 3 orang peserta yaitu 1
orang mengggunakan KB pil kombinasi, 1 orang menggunakan KB
suntik 3 bulanan dan 1 orang menggunakan implan (Diagram 4.2).

Pil
Implan,
Kombinasi,
33.33%
33.33%

Suntik 3
Bulanan,
33.33%

Diagram 4.2. Jenis KB yang Digunakan

Belum Memiliki Anak Masih Bingung

33%

67%

Diagram 4.3. Alasan Tidak Ingin Menggunakan KB

Sebanyak 12 orang yang belum menggunakan KB, sebanyak 9


orang ingin menggunakan KB dan 3 orang tidak ingin menggunakan KB.
Alasan 3 peserta tidak ingin menggunakan KB yaitu 1 orang sudah
menikah 4 tahun tetapi belum hamil dan 2 orang baru menikah yang
32

masih bingung akan mengunakan KB apa yang sesuai dengan keinginan


suami (Diagram 4.5). Peserta yang ingin mengunakan KB menyatakan
akan menggunakan KB setelah melahirkan dengan pilihan sebanyak 2
orang ingin menggunakan KB pil dan 7 orang memilih suntik 3 bulan
(Diagram 4.4)

22%
Pil Kombinasi

Suntik 3
bulanan
78%

Diagram 4.4. KB yang Diminati Peserta

Safari KB tidak dapat dilaksanakan karena kurangnya minat peserta


kegiatan untuk menggunakan KB dalam waktu dekat. Hal tersebut
dikarenakan kebanyakan peserta merupakan pasangan baru yang belum
pernah hamil dan sebagian peserta lainnya sudah menggunakan KB.
Sebagai alternatif, di akhir kegiatan konseling peserta tetap dimotivasi
untuk menggunakan KB setelah memiliki anak untuk penjarangan
kehamilan yang dapat dilakukan di PKD maupun Puskesmas selama hari
kerja.

2. Penyuluhan Kesehatan Reproduksi


Kegiatan ini dilaksanakan pada hari Rabu, 24 Februari 2016 pukul
09.00 s/d selesai di SMA Takhassus Al-Qur’an Deroduwur. Peserta
kegiatan ini sebanyak 96 siswa dari kelas X, XI dan XII. Terdapat 36
peserta perempuan dan 60 peserta laki-laki. Kegiatan ini terdiri dari pre
tes, penyuluhan kelas besar, sesi tanya jawab dan post tes. Pertanyaan
yang diberikan saat pre tes dan post tes sama dan peserta tidak diberi tahu
33

sebelumnya. Hasil pre tes dan post tes dibandingkan sehingga dapat
menjadi evaluasi jangka pendek untuk keberhasilan penyampaian materi
penyuluhan.

Tabel 4.4 Nilai Pre Tes Penyuluhan Kesehatan Reproduksi


Frekuensi Persentase (%)

Nilai 0 1 1.04
Nilai 2 1 1.04
Nilai 4 5 5.21
Nilai 6 34 35.42
Nilai 8 39 40.63
Nilai 10 16 16.67
Total 96 100

Sumber: Data Terolah, 2016

Nilai pre tes peserta antara lain 1 orang mendapatkan nilai 0, 1


orang mendapatkan nilai 2, 5 orang mendapatkan nilai 4, 34 orang
mendapatkan nilai 6, 39 orang mendapatkan nilai 8, dan 16 orang
mendapatkan nilai 10. Rata-rata nilai peserta 7.27 dengan nilai terrendah
0 dan nilai tertinggi 10. Nilai terbanyak yaitu 8 yang diperoleh 39 orang
(40.63%) (Tabel 4.4).

Tabel 4.5 Nilai Post Tes Penyuluhan Kesehatan Reproduksi


Frekuensi Persentase (%)

Nilai 8 13 13.54
Nilai 10 83 86.46
Total 96 100

Sumber: Data Terolah, 2016

Nilai post tes peserta antara lain 13 orang mendapatkan nilai 8 dan
83 orang mendapatkan nilai 10. Rata-rata nilai peserta 9.73 dengan nilai
terrendah 8 dan nilai tertinggi 10. Nilai terbanyak yaitu 10 yang
diperoleh 83 orang (86.46%) (Tabel 4.5). Terdapat peningkatan hasil tes
yang signifikan dari pre tes ke post tes. Hal ini dapat mengindikasikan
bahwa hampir semua peserta mengalami peningkatan pengetahuan sesuai
dengan materi yang diberikan.
34

BAB VII
DISKUSI

Pelaksanaan kegiatan mini project bertujuan untuk menurunkan angka


kematian ibu di Kecamatan Mojotengah, secara khusus di kelurahan Deroduwur.
Hasil survei awal didapatkan bahwa kematian ibu di Mojotengah terjadi akibat
perdarahan dan preeklampsia berat (PEB). Penyebab kematian ibu tersebut
terutama karena banyaknya pernikahan usia dini yang menyebabkan usia ibu
hamil yang relatif muda dan kurang berjalannya program KB sebagai usaha
penjarangan kehamilan. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan Rochjati (2003)
bahwa risiko tinggi pada ibu hamil antara lain usia ibu ≤ 20 tahun dan ≥ 35 tahun,
paritas ibu yang pernah hamil atau melahirkan anak 4 kali atau lebih, jarak
kehamilan ≤ 2 tahun, dan tinggi badan ≤ 145 cm. Target pelaksanaan program ini
adalah pasangan muda yang telah menikah dan usia remaja. Adapun kegiatan
yang dilakukan meliputi penyuluhan dan konseling mengenai alat kotrasepsi,
skrining pemeriksaan urin pada wanita usia subur usia muda untuk mendeteksi
adanya kehamilan, serta penyuluhan kesehatan reproduksi pada siswa SMA.
Pada rangkaian kegiatan pertama, banyaknya peserta yang berusia 18 tahun
(26.67%) menunjukkan bahwa pernikahan usia muda wajar dilakukan di Desa
Deroduwur. Jika dikelompokkan, sebanyak 8 orang masih di bawah 21 tahun dari
keseluruhan 15 peserta. Usia tersebut terlalu muda untuk berada dalam suatu
perkawinan yang mengarah pada mudanya usia saat kehamilan. Usia muda saat
hamil masuk ke dalam kehamilan risiko tinggi karena meningkatkan risiko
terjadinya perdarahan dalam kehamilan dan PEB. Calon ibu atau wanita hamil
dengan usia <20 tahun dinyatakan memiliki risiko tinggi karena pertumbuhan
organ reproduksinya belum maksimal dan dari segi psikologis mental ibu masih
belum cukup dewasa terutama dalam menyikapi suatu masalah dan dianggap
kurang bijak dalam mengambil suatu keputusan karena tingkat emosi yang masih
labil (Manuaba, 2001).
35

Penyuluhan mengenai KB yang dilaksanakan sebelum kegiatan skrining tes


urin dan konseling mempunyai manfaat agar peserta memahami betul tujuan dan
macam-macam alat KB beserta keuntungan dan kerugiannya. Hal tersebut
bertujuan agar peserta mempunyai gambaran penggunaan KB nanti. Karena pada
hakekatnya KB bertujuan untuk mewujudkan keluarga dengan anak ideal, sehat,
berpendidikan, sejahtera, berketahanan dan terpenuhi hak-hak reproduksinya
(Pinem, 2009).
Metode promosi kesehatan yang dipilih adalah metode penyuluhan kelas
besar yang memiliki kelebihan antara lain pencapaian sasaran dalam jumlah
banyak, dapat menjadi tahapan persiapan untuk metode promosi kesehatan
selanjutnya, dan biaya yang dikeluarkan dalam jumlah minimal. Metode ini dalam
satu waktu penyampaian materi mampu mencakup sasaran dengan jumlah banyak.
Penyuluhan kelas besar juga memberikan pengetahuan awal mengenai suatu
materi sehingga bila dilanjutkan dengan metode yang lain akan mempermudah
proses pelaksanaan metode tersebut. Selain mempermudah pencapaian jumlah
sasaran dan sebagai tahapan persiapan untuk metode promosi kesehatan
selanjutnya, penyuluhan kelas besar juga dapat meminimalisir biaya yang
dikeluarkan. Hal ini dikarenakan media promosi kesehatan yang digunakan kelas
besar cukup satu misalnya berupa slide dan digunakan dalam satu waktu secara
bersamaan dalam lingkup kelas besar (Depkes, 2008).
Post tes dilaksanakan di akhir penyuluhan tanpa pemberitahuan sebelumnya
sebagai bentuk evaluasi jangka pendek. Hasil post tes cukup baik dengan rerata
nilai 8 dengan nilai terbanyak yaitu 10 yang diperoleh 6 orang. Hasil post tes
menunjukkan keberhasilan penerimaan materi penyuluhan yang diserap dalam
waktu singkat.
Hasil skrining urin didapatkan 14 orang dengan hasil negatif dan 1 orang
positif hamil. Kegiatan skrining urin bertujuan untuk mendeteksi kehamilan untuk
kemudian dilakukan proses konseling dan promosi penggunaan KB. Promosi
penggunaan KB pada penyuluhan ini yang bertujuan hasilnya adalah pemasangan
KB sehingga risiko kehamilan tinggi akibat jarak kehamilan yang dekat dan
akibat hamil usia muda dapat diturunkan. Semakin muda seorang ibu, semakin
besar risiko bagi ibu dan bayinya. Menunda kehamilan pertama sampai dengan
36

usia ibu minimal 20 tahun membantu memastikan kehamilan dan persalinan yang
lebih aman. Hal ini mencegah risiko bayi lahir prematur maupun bayi lahir
dengan berat badan rendah (BBLR). Sedangkan bagi ibu, proses kehamilan dan
persalinan pun lebih lancar dari segi fisik maupun mental. Hal ini menjadi penting
terutama di daerah dimana pernikahan usia dini merupakan adat dan remaja
menghadapi tekanan untuk segera hamil (Kemenkes, 2010).
Kegiatan konseling KB dilakukan karena dalam pemilihan KB sering kali
para ibu sungkan untuk bertanya detail dalam forum sehingga informasi yang
sudah didapat kurang mengena dan tidak dapat diaplikasikan dalam keputusan
selanjutnya. Kegiatan konseling medik menurut Hopson, seperti dikutip Basuki
(2009), memiliki tujuan utama untuk menolong pasien agar dapat:
1. mengembangkan hubungan sedemikian rupa sehingga mereka merasa
dimengertiuntuk selanjutnya dapat secara jujur dan terbuka mendiskusikan
persoalannya,
2. mendapatkan pengertian yang mendalam akan masalah yang mereka hadapi,
3. mendiskusikan alternatif pemecahan masalah dan menentukan keputusan,
4. merencanakan dan melaksanakan tindakan yang spesifik, dan
5. merasakan perasaan yang berbeda yang membuat mereka lebih tenang dan
bahagia.
Penelitian di Jakarta menunjukkan bahwa peserta KB yang mendapat konseling
sebelum dan sesudah insersi IUD, 90% masih menggunakan IUD selama 1 tahun
dan 79% selama 2 tahun. Kelompok lain yang hanya mendapat konseling bila ada
keluhan angka kelangsungan pakainya lebih rendah yakni 52% dan 29% (Basuki,
2009).
Tujuan awal konseling KB yang dilakukan adalah untuk membantu peserta
memutuskan untuk melakukan penjarangan kehamilan sehingga dapat menjalani
kehamilan secara optimal dan bersedia mengikuti safari KB yang rencananya
diadakan di Puskesmas Mojotengah. Tetapi hal tersebut mengalami kegagalan
yang menyebabkan kegiatan safari KB tidak dapat dilakukan seperti yang telah
direncanakan. Dari data yang diambil saat pelaksanaan konseling, terdapat
beberapa faktor yang dapat menyebabkan peserta memutuskan untuk tidak
menggunakan KB.
37

1. Tingkat Pendidikan
Secara teoritis pendidikan formal sangat besar pengaruhnya terhadap
pengetahuan seseorang dimana bila seseorang tersebut berpendidikan tinggi
maka akan mempunyai pengetahuan yang tinggi dan begitu pula sebaliknya.
Hal tersebut dikarenakan bila seseorang berpendidikan tinggi diharapkan
lebih mudah dan cepat memahami pentingnya kesehatan dan menentukan
pilihannya (Notoatmodjo dalam Fitri, 2012). Tetapi dalam beberapa
penelitian seperti yang dilakukan Wahyuni (2011) dan Fitri (2012), tingkat
pendidikan formal tidak mempengaruhi dalam keputusan menggunakan KB.
Hal tersebut dapat terjadi karena zaman sekarang pengetahuan seseorang
dapat diperoleh dari informasi media yang akhirnya berpengaruh dalam
keputusan menggunakan KB.
2. Lama Pernikahan dan Riwayat Obstetri
Menurut Purba (2014), kedudukan perempuan dalam keluarga ditentukan
oleh banyak hal seperti budaya dan nilai-nilai di masyarakat, keadaan sosial
ekonomi, dan lain-lain. Lama pernikahan dan riwayat obstetri peserta
konseling menjadi faktor yang menentukan kedudukannya dalam
keluarganya. Mayoritas peserta memiliki lama pernikahan <1 tahun
(73.33%). Dalam sebuah pernikahan di Indonesia, perempuan yang tidak
segera hamil setelah menikah sering dianggap rendah dan tidak subur. Jika
dihubungkan dengan riwayat obstetri peserta, walaupun lebih banyak peserta
berusia <20 tahun, tetapi karena dianggap belum memiliki anak maka peserta
memilih untuk memiliki anak daripada menunda kehamilan hingga usia
dianggap optimal. Adanya 1 orang (6.67%) yang belum memiliki anak dan
baru mengalami keguguran juga tidak menyebabkan pasien memiliki
kesadaran menggunakan KB terlebih dahulu.
3. Kepemilikan Jaminan Kesehatan.
Menurut Depkes RI bekerja sama dengan United Nations Population Fund
(2003) yang dikutip Purba (2014), faktor di luar kesehatan yang berpengaruh
terhadap pemenuhan hak reproduksi dalam hal ini menggunakan KB salah
satunya adalah kemiskinan. Kemiskinan dapat menjadi hambatan terhadap
38

akses pelayanan kesehatan yang pada akhirnya berakibat kesakitan,


kecacatan, dan kematian. Kepemilikan jaminan kesehatan akan membantu
dalam hal pembiayaan penggunaan KB. Sedikitnya jumlah peserta konseling
yang memiliki jaminan kesehatan (33.33%) menjadi salah satu faktor
ketidakinginan peserta menggunakan KB.
Pendataan minat untuk menggunakan KB setelah melahirkan menunjukkan
hasil dari 3 orang (20%) yang tidak ingin menggunakan KB, sebanyak 2 orang
(66.67%) menyatakan masih bingung akan mengunakan KB apa yang sesuai
dengan keinginan suami. Hal ini menunjukkan bahwa dukungan suami juga
berpengaruh dalam keputusan menggunakan KB. Menurut Kusmiran dalam Purba
(2014), bentuk peran dan bentuk tanggung jawab bersama anatara suami dan istri
dalam KB dan kesehatan reproduksi akan terwujud bila:
1. suami – istri merupakan pasangan dalam proses reproduksi,
2. suami – istri bertanggung jawab secara sosial, moral, dan ekonomi dalam
keluarga,
3. suami – istri mempunyai hak reproduksi yang merupakan bagian dari hak
azasi manusia yang bersifat universal,
4. KB dan kesehatan reproduksi memerlukan peran dan tanggung jawab suami –
istri bersama bukan hanya suami atau istri saja, dan
5. program KB dan kesehatan reproduksi berwawasan gender.
Peserta yang ingin mengunakan KB menyatakan akan menggunakan KB
setelah melahirkan dengan pilihan KB pil dan suntik 3 bulan. Sedangkan peserta
yang telah menggunakan memilih KB pil kombinasi, suntik 3 bulanan, dan
implan. Dari hasil tersebut, metode implan dan IUD yang merupakan anjuran
pemerintah masih tidak diminati peserta, apalagi wacana untuk melakukan MOW
atau MOP setelah cukup anak. Menurut Suparyanto (2012), angka penggunaan
IUD yang masih rendah dapat disebabkan oleh berbagai faktor, antara lain:
1. Faktor internal: pengalaman, rasa takut, malu dan risih,
pengetahuan/pemahaman yang salah tentang IUD, dan pendidikan
Pasangan Usia Subur (PUS) yang rendah.
2. Faktor eksternal: prosedur pemasangan IUD yang rumit, pengaruh dan
pengalaman akseptor IUD lainnya, sosial budaya, ekonomi dan pekerjaan.
39

Keberhasilan dalam pelaksanaan penyuluhan KB, skrining urin, dan


konseling KB masih dianggap belum maksimal dalam membantu WUS dalam
menggunakan KB. Walaupun metode yang dipilih telah beragam dan
dilaksanakan semaksimal mungkin, pemberian pengetahuan secara insidentil
dengan waktu yang terbatas tidak dapat memberikan hasil maksimal dalam hal
penerapan keputusan untuk menggunakan KB segera. Untuk menimbulkan
kesadaran seseorang untuk melaksanakan sesuatu atas keinginan diri sendiri
memang membutuhkan waktu lebih lama dengan usaha yang lebih pula. Oleh
karena itu, salah satu solusi yang dapat ditawarkan adalah diadakannya kegiatan
konseling secara berkala, baik sebelum dan sesudah peserta menggunakan KB.
Solusi ini membutuhkan kerjasama seluruh tenaga kesehatan yang ada dan
kesediaan calon peserta KB. Karena dengan keberhasilan program KB,
kemungkinan terjadinya kehamilan dengan risiko tinggi akan menurun dan
berdampak dalam menurunnya angka kematian ibu.
Kegiatan selanjutnya yaitu penyuluhan kesehatan reproduksi dilaksanakan di
SMA Takhassus Al-Qur’an Deroduwur dengan sasaran murid kelas X, XI, dan
XII yang berusia 15 – 18 tahun. Pemberian pengetahuan kesehatan reproduksi
dalam berbagai bentuk perlu diberikan pada remaja pada usia sedini mungkin
untuk membentuk sikap remaja terhadap hal-hal yang berhubungan dengan
reproduksi. Hal tersebut dikarenakan masa remaja merupakan masa khusus pada
perkembangan kehidupan manusia yang merupakan tahap akhir perkembangan
sosio-biologis manusia ditandai dengan pertumbuhan yang cepat dan pematangan
seksual sekunder (Purwanto, 2000). Masa remaja merupakan masa transisi
sebagai masa perkembangan fisik, kognitif dan sosial yang memberi tantangan
dan kesempatan untuk menjajagi berbagai pilihan dan mengambil keputusan serta
komitmen untuk menentukan jati dirinya. Pilihan yang dihadapi oleh remaja tidak
semuanya merupakan pilihan yang baik. Pilihan tersebut terkadang merupakan
pilihan yang salah yang dapat menjerumuskan remaja ke berbagai macam masalah
(Adolescence, 2003).
Pre tes dan post tes dilaksanakan sebagai bentuk evaluasi jangka pendek
terhadap pemberian materi penyuluhan kesehatan reproduksi. Hasil pretes yang
cukup baik dengan rerata nilai 7.27 dapat berkaitan dengan pernah dilakukannya
40

penyuluhan mengenai kesehatan reproduksi sebelumnya oleh Puskesmas


Mojotengah. Hasil post tes yang dilakukan setelah penyuluhan dengan rerata 9.73
menunjukkan adanya peningkatan pengetahuan yang disebabkan pemberian
materi penyuluhan yang diserap dalam waktu singkat.
Keberhasilan dalam program tersebut diharapkan dapat meningkatkan
pengetahuan remaja. Pengetahuan tersebut dapat tercermin dalam perilaku dan
sikap walaupun tidak selamanya sikap dan perilaku mencerminkan tingkat
pengetahuan. Tingkat pengetahuan yang cukup dapat mengurangi masalah
mengenai kesehatan reproduksi pada remaja. Kondisi perilaku reproduksi remaja
yang sehat dapat menurunkan angka kehamilan usia remaja, menurunkan angka
kematian ibu dan anak akibat kehamilan usia remaja, dan meningkatkan status
kesehatan remaja dengan menurunnya gangguan kesehatan reproduksi pada
remaja.
Kurikulum pendidikan kesehatan reproduksi pada remaja di lingkungan
sekolah masih belum diberlakukan di Indonesia. Pendidikan kesehatan reproduksi
masih terbatas pada pelajaran biologi. Kegiatan yang meningkatkan pengetahuan
mengenai kesehatan reproduksi pada remaja sangat terbatas. Pendidikan dari
orang tua pun kurang berperan. Akhirnya remaja mengandalkan pengetahuan
yang diperoleh dari sumber lain selain pendidikan formal, terutama media.
Informasi yang didapat dari media massa terkadang tidak menyeluruh dan dapat
menimbulkan intrepetasi yang berbeda untuk remaja terutama bila tidak memiliki
pemahaman atau diberikan pendampingan. Informasi tersebut akan menjadi
dampak yang buruk bagi sikap dan pengetahuan remaja.
Salah satu solusi yang dapat dilaksanakan adalah mengupayakan program
pembinaan kesehatan remaja secara menyeluruh melalui jalur formal dan non
formal. Kegiatan tersebut dapat dilakukan secara bersama-sama oleh orang tua,
sekolah, dan lembaga masyarakat termasuk petugas kesehatan serta LSM.
Puskesmas sebagai layanan kesehatan pertama yang mencakup promotif,
preventif, kuratif dan rehabilitatif turut berperan dalam meningkatkan
pengetahuan kesehatan reproduksi remaja. Puskesmas dapat melakukan promosi
kesehatan reproduksi sebagai salah satu sumber yang dapat diterima dan dapat
memantau tingkat pengetahuan remaja pada wilayahnya masing-masing.
41

BAB VIII
SIMPULAN DAN SARAN

A. SIMPULAN
1. Faktor risiko yang berkaitan dengan tingginya AKI di Kecamatan
Mojotengah adalah usia ibu hamil yang terlalu muda dan KEK.
2. Intervensi untuk menurunkan AKI di Kecamatan Mojotengah adalah
dengan melakukan penyuluhan kesehatan reproduksi remaja, skrining
urin untuk deteksi dini kehamilan, penyuluhan KB, dan konseling
pelayanan kontrasepsi pada pasangan usia muda.
3. Peserta rangkaian kegiatan penyuluhan KB mayoritas berusia kurang dari
21 tahun dengan usia terbanyak 18 tahun.
4. Pengetahuan tentang KB peserta kegiatan bertambah setelah penyuluhan
dibuktikan dengan rata – rata nilai post tes adalah 8.
5. Hasil skrining urin terdapat 14 orang yang negatif dan 1 orang positif
hamil.
6. Peserta kegiatan lebih memilih KB suntik 3 bulan dan pil kombinasi
sebagai KB setelah melahirkan nanti.
7. Safari KB tidak dapat dilaksanakan karena kurangnya minat peserta
kegiatan untuk menggunakan KB dalam waktu dekat.
8. Pengetahuan peserta penyuluhan kesehatan reproduksi remaja mengenai
kesehatan reproduksi menjadi lebih baik setelah mendapatkan
penyuluhan yang dibuktikan dari peningkatan hasil pre tes ke post tes.

B. SARAN
1. Bagi responden agar aktif mencari informasi tentang metode kontrasepsi,
dapat melalui media atau melalui petugas kesehatan dengan mengikuti
kegiatan seperti penyuluhan.
2. Bagi Puskesmas dan tenaga kesehatan agar meningkatkan mutu
pelayanan terutama dalam promosi kesehatan reproduksi dengan cara
melakukan promosi kesehatan secara rutin atau mengadakan acara
42

khusus supaya masyarakat, baik remaja, perempuan atau laki – laki, lebih
memahami serta menyadari akan pentingnya menjaga kesehatan
reproduksi.
3. Bagi bidang pendidikan agar memberikan pendidikan kesehatan
reproduksi melalui jalur formal, seperti mengadakan kurikulum
kesehatan reproduksi, dan non formal dengan penyelenggaraan seminar
maupun organisasi yang bergerak di bidang tersebut. Selain itu, perlunya
penggunaan media yang lebih edukatif dan informatif sebagai sumber
penyebaran informasi kesehatan reproduksi dari institusi formal yang
dapat dipertanggungjawabkan.
4. Bagi kegiatan penelitian selanjutnya agar dapat melaksanakan penelitian
dalam waktu yang lebih lama sehingga didapatkan jumlah sampel yang
lebih besar dan dapat dilakukan pengamatan dan intervensi lebih
terhadap faktor – faktor yang mempengaruhi penggunaan kotrasepsi pada
pasangan usia subur.
43

DAFTAR PUSTAKA

Adolescence, Santrock JW. 2003. Perkembangan Remaja. Edisi Keenam. Jakarta:


Erlangga
Basuki, Endang S. 2009. Konseling Medik: Kunci Menuju Kepatuhan Pasien.
Majalah Kedokteran Indonesia, Volum: 59, Nomor: 2.
Capaian Kinerja Urusan Kesehatan Tahun 2012 berdasarkan Indikator Kinerja
RPJMD 2010-2015. [www.wonosobokab.go.id]
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Jakarta Departemen Kesehatan
Republik Indonesia. [Internet]. 2013. [Cited꞉ April 11, 2016]. Available
from http://www.kesehatanibu.depkes.go.id/archives/678
Departemen Kesehatan RI. 2008. Pedoman Pengelolaan Promosi Kesehatan,
dalam Pencapaian PHBS. Jakarta: Pusat Promosi Kesehatan Departemen
Kesehatan RI
Direktorat Bina Kesehatan Ibu Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2011.
Direktorat Kesehatan Ibu. Pusat Data Informasi Kesehatan RI. 2013.
Direktorat Pembinaan Kesehatan Masyarakat Departemen Kesehatan RI. 2002.
Pedoman Penanggulangan Ibu Hamil Kekurangan Energi Kronis. Jakarta꞉
Departemen Kesehatan RI.
Fadlyana, Eddy dan Shinta, Larasaty. 2009. Pernikahan Usia Dini dan
Permasalahannya. Bandung꞉ Bagian Ilmu Kesehatan Anak Fakultas
Kedokteran Universitas Padjajaran. Sari Pediatri. Vol.11꞉ 2.
Fitri, Rahmi. 2012. Hubungan Faktor Predisposisi, Faktor Pemungkin, dan
Faktor Penguat denan Pemilihan Kontrasepsi IUD di Wilayah Kerja
Puskesmas Pagaran Tapah Darussalam Kabupaten Rokan Hulu Propinsi
Riau Tahun 2012.
Grady MA, Bloom KC. 2004. Pregnancy Outcomes of Adolescents Enrolled in A
Centering Pregnancy Program. J Midwifery Womens Health. Sep-
Oct;49(5):412-20.
Hardiyanti, Melinda Dwi, Besari Adi Pramono, 2012. Faktor-faktor yang
Berpengaruh terhadap Luaran Maternal dan Perinatal pada Ibu hamil di
Usia Tua Studi Kasus di RS Adhyatma Semarang Selama Tahun 2012.
Semarang꞉ Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro.
Herawati I, Analisis Kematian Ibu di Indonesia tahun 2010 berdasarkan data
SKDI, Riskesdas dan laporan rutin ibu dan anak, Pertemuan Teknis
Kesehatan Ibu; 6 April 2011; Bandung, Indonesia. Jakarta: Departemen
Kesehatan Republik Indonesia; 2011.
44

Kementerian Kesehatan RI, UNICEF, WHO, UNESCO, UNFPA, UNDP,


UNAIDS, WFP, World Bank. 2010. Penuntun Hidup Sehat. Edisi Keempat.
Jakarta: Pusat Promosi Kesehatan Kementerian Kesehatan RI
Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. 2013. Buku Saku Pelayanan
Kesehatan Ibu di Fasilitas Dasar dan Rujukan.
Leppert PC, Namerow PB, Barker D. 1986. Pregnancy Outcomes Among
Adolescent and Older Women Receiving Comprehensive Prenatal Care.
Adolesc Health Care. Mar;7(2):112-7.
Lubis. 2009. Status Gizi Ibu Hamil serta Pengaruhnya terhadap Bayi yang
Dilahirkan. Bogor꞉ Institut Pertanian Bogor.
Manuaba, I.B.G. 2001. Kapita Selekta Penatalaksanaan Rutin Obstetric
Ginekologi Dan KB. Jakarta: EGC
Nadesul, H, 2002. Cara Sehat SelamaHamil, Jakarta, Rineka cipta.
Pinem, Sahora. 2003. Kesehatan Reproduksi dan Kontrasepsi. Jakarta: KDT
Purba, Julia A. 2014. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pemenuhan Hak-Hak
Reproduksi dalam Ber-Keluarga Berencana pada Wanita Pasangan Usia
Subur yang Bekerja di Rumah Sakit Umum Materna Medan Tahun 2013.
Purwanto E, Soejoeno A, Binarso A. 2000. Perbandingan Tingkat Pengetahuan
Kesehatan Reproduksi Siswa SMU di Pedesaan dan Perkotaan. Semarang:
Univesitas Diponegoro
Rochjati, P. 2003. Skrining Antenatal Pada Ibu Hamil. Surabaya: FK UNAIR
Saifuddin, A.B, 2000. Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal Neonatal,
Jakarta, Bina Pustaka Sarwono Prawiroharjo.
Sandjaja, 2009. Risiko Kurang Energi Kronis (KEK) pada Ibu Hamil di
Indonesia. Jakarta꞉ Pusat Penelitian dan Pengembangan Gizi dan Makanan
Departemen Kesehatan RI. Gizi Indonesia, 32(2):128-138.
Seksi Kesehatan Keluarga Dinas Kesehatan Kabupaten Kampar. 2012. Laporan
Audit Maternal Perinatal Kabupaten Kampar.
Suparyanto. 2012. Konsep IUD (Intra Uterine Device). online from http://www
konsep-iud.html (19 Maret 2016)
Wahyuni, Sri. 2011. Karakteristik Penggunaan Kontrasepsi IUD di Wilayah
Kerja Puskesmas Alai Hilir Kecamatan Rombo Ilir Kabupaten Tebo
Propinsi Jambi Tahun 2011.
Wijayanti. 2013. Risiko Kehamilan pada Usia Remaja. Surakarta꞉ STIKES PKU
Muhammadiyah Surakarta. Profesi. Vol 10.

You might also like