You are on page 1of 14

Air merupakan zat kimia yang penting bagi semua makhluk hidup yang ada di bumi.

Air
dapat berwujud padatan (es), cairan (air) dan gas (uap air). Air merupakan satu-satunya zat yang
secara alami terdapat di permukaan bumi dalam ketiga wujudnya tersebut. Air adalah substansi
kimia dengan rumus kimia H2O, satu molekul air tersusun atas dua atom hidrogen yang terikat
secara kovalen pada satu atom oksigen. Air bersifat tidak berwarna, tidak berasa dan tidak
berbau pada kondisi standar
Besi (Fe) adalah satu dari lebih unsur-unsur penting dalam air permukaan dan air tanah.
Besi (Fe) merupakan salah satu mikroelemen yang dibutuhkan oleh tubuh, besi (Fe) banyak
berperan dalam proses metabolisme tubuh. Namun, kelebihan kadar besi (Fe) dalam tubuh dapat
mengakibatkan rusaknya organ-organ penting, seperti pankreas, otot jantung dan ginjal. Air yang
mengandung besi (Fe) sangat tidak diinginkan dalam keperluan rumah tangga karena dapat
menyebabkan bekas karat pada pakaian, porselin dan alat-alat lainnya serta menimbulkan rasa
yang tidak enak pada air minum.
1
Kadar besi (Fe) dalam air dapat ditentukan dengan metode spektrofotometer UV-Vis yang
didasarkan pada cahaya yang diabsorbsi atau ditransmisikan oleh sampel. Larutan besi (Fe) yang
tidak berwarna harus dikomplekskan terlebih dahulu sehingga larutan menjadi berwarna agar
dapat dianalisa menggunakan spektrofotometer UV-Vis. Berdasarkan latar belakang ini, maka
dilakukanlah percobaan untuk menentukan kadar besi (Fe) sebagai kompleks tiosianat dalam
sampel air sumur dengan metode spektrofotometri UV-Vis.

B. Rumusan Masalah
Rumusan masalah dari percobaan ini adalah berapa kadar besi (Fe) sebagai kompleks
tiosianat dalam sampel air sumur dengan metode spektrofotometri UV-Vis?

C. Tujuan
Tujuan dari percobaan ini adalah untuk menentukan kadar besi (Fe) sebagai kompleks
tiosianat dalam sampel air sumur dengan spektrofotometri UV-Vis.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Air Sumur
Air merupakan senyawa kimia yang sangat penting bagi kehidupan umat manusia dan
makhluk hidup lainnya dan fungsinya bagi kehidupan tersebut tidak akan tergantikan dengan
oleh senyawa lainnya. Hampir semua kegiatan yang dilakukan manusia membutuhkan air. Air
yang digunakan manusia adalah air permukaan tawar dan air tanah murni.[1]
Menurut Peraturan Pemerintah No. 20 Tahun 1990, penggolongan air menurut
peruntukkannya ditetapkan sebagai berikut :
1. Golongan A: Air yang dapat digunakan sebagai air minum secara langsung tanpa pengolahan
terlebih dahulu.
2. Golongan B : Air yang dapat digunakan sebagai air baku air minum.
3. Golongan C : Air yang dapat digunakan untuk keperluan perikanan dan peternakan.
4. Golongan D : Air yang dapat digunakan untuk keperluan pertanian dan dapat dimanfaatkan
untuk usaha perkotaan, industri, pembangkit listrik tenaga air.
3
Untuk keperluan air minum, rumah tangga dan industri, secara umum dapat digunakan sumber
air yang berasal dari air sungai, mata air, danau, sumur, dan air hujan yang telah dihilangkan zat-
zat kimianya, gas racun, atau kuman-kuman yang berbahaya bagi kesehatan. Salah satu sumber
air yang dapat dimanfaatkan untuk keperluan rumah tangga adalah air tanah.[2]
Menurut Berkat Putra (2010), air tanah terbagi atas 3 yaitu :
a. Air tanah dangkal
Terjadi karena daya proses peresapan air permukaan tanah, lumpur akan tertahan
demikian pula dengan sebagian bakteri, sehingga air tanah akan jernih. Air tanah dangkal akan
terdapat pada kedalaman 15 meter. Air tanah ini bisa dimanfaatkan sebagai sumber air minum
melalui sumur-sumur dangkal. Dari segi kualitas agak baik sedangkan kuantitasnya kurang
cukup dan tergantung pada musim.
b. Air tanah dalam
Terdapat pada lapisan rapat air pertama dan kedalaman 100-300 meter. Ditinjau dari segi
kualitas pada umumnya lebih baik dari air tanah dangkal, sedangkan kuantitasnya mencukupi
tergantung pada keadaan tanah dan sedikit dipengaruhi oleh perubahan musim.
c. Mata air
Mata air adalah tempat dimana air tanah keluar kepemukaan tanah, keluarnya air tanah
tersebut secara alami dan biasanya terletak di lereng- lereng gunung atau sepanjang tepi sungai.
Sumur merupakan tanah yang digali untuk mendapatkan air yang berasal dari dalam
tanah, digunakan untuk keperluan rumah tangga. Sumur dapat dibagi menjadi dua, yaitu sumur
gali dan sumur bor. Sumur gali adalah satu konstruksi sumur yang paling umum dan meluas
dipergunakan untuk mengambil air tanah bagi masyarakat kecil dan rumah- rumah perorangan
sebagai air minum dengan kedalaman 7-10 meter dari permukaan tanah. Sumur gali
menyediakan air yang berasal dari lapisan tanah yang relatif dekat dari permukaan tanah, oleh
karena itu dengan mudah terkena kontaminasi melalui rembesan. Umumnya rembesan berasal
dari tempat buangan kotoran manusia kakus/jamban dan hewan, juga dari limbah sumur itu
sendiri, baik karena lantainya maupun saluran air limbahnya yang tidak kedap air.[3]
Dari segi kesehatan sebenarnya penggunaan sumur gali ini kurang baik bila cara
pembuatannya tidak benar-benar diperhatikan, tetapi untuk memperkecil kemungkinan
terjadinya pencemaran dapat diupayakan pencegahannya. Pencegahan ini dapat dipenuhi dengan
memperhatikan syarat-syarat fisik dari sumur tersebut yang didasarkan atas kesimpulan dari
pendapat beberapa pakar di bidang ini, diantaranya lokasi sumur tidak kurang dari 10 meter dari
sumber pencemar, lantai sumur sekurang-kurang berdiameter 1 meter jaraknya dari dinding
sumur dan kedap air, saluran pembuangan air limbah (SPAL) minimal 10 meter dan permanen,
tinggi bibir sumur 0,8 meter, memililki cincin (dinding) sumur minimal 3 meter dan memiliki
tutup sumur yang kuat dan rapat.[4]
Sumur bor adalah sumur yang diperoleh dengan cara pengeboran, lapisan air tanah yang
lebih dalam ataupun lapisan tanah yang jauh dari tanah permukaan dapat dicapai sehingga sedikit
dipengaruhi kontaminasi. Umumnya air ini bebas dari pengotoran mikrobiologi dan secara
langsung dapat dipergunakan sebagai air minum. Air tanah ini dapat diambil dengan pompa
tangan maupun pompa mesin.[5]

B. Besi
Besi lebih reaktif daripada kedua anggota yang lain seperti halnya golongan triad-triad
lainnya, misalnya reaksi dengan asam non-oksidator maupun asam oksidator. Ion besi(III)
berukuran relatif kecil dengan rapatan muatan 349 mm-3 untuk low-spin dan 232 C mm-
3
untuk high-spin, hingga mempunyai daya mempolarisasi yang cukup untuk menghasilkan
ikatan berkarakter kovalen. Semua garam besi(III) larut dalam air menghasilkan larutan asam.
Rapatan muatan kation yang relatif tinggi (232 C mm-1) mampu mempolarisasi cukup kuat
terhadap molekul air sebagai ligan yang berakibat lanjut molekul air yang lain sebagai pelarut
dapat berfungsi sebagai basa dan memisahkan proton.[6]
Besi (Fe) adalah satu dari lebih unsur-unsur penting dalam air permukaan dan air tanah.
Perairan yang mengandung besi (Fe) sangat tidak diinginkan untuk keperluan rumah tangga
karena dapat menyebabkan bekas karat pada pakaian, porselin dan alat-alat lainnya serta
menimbulkan rasa yang tidak enak pada air minum pada konsentrasi di atas kurang lebih 0,31
mg/L. Besi(II) (Fe) sebagai ion berhidrat yang dapat larut (Fe2+) merpakan jenis besi (Fe) yang
terdapat dalam air tanah karena air tanah tidak berhubungan dengan oksigen dari atmosfer,
konsumsi oksigen bahan organik dalam media mikroorganisme sehingga menghasilkan keadaan
reduksi dalam air tanah. Oleh karena itu, besi (Fe) dengan bilangan oksidasi rendah, yaitu
besi(II) (Fe) umum ditemukan dalam air tanah dibandingkan besi(III) (Fe).[7]
Secara umum besi(II) (Fe) terdapat dalam air tanah berkisar antara 1,0 – 10 mg/L, namun
demikian tingkat kandungan besi (Fe) sampai sebesar 50 mg/L dapat juga ditemukan dalam air
tanah di tempat-tempat tanah. Besi(II) (Fe) dapat terjadi sebagai jenis stabil yang larut dalam
dasar danau dan sumber air yang kekurangan oksigen.[8]
Sumber besi (Fe) antara lain berasal dari hematit ataupun magnetit. Mineral yang sering
berada dalam air dengan jumlah besar adalah kandungan besi (Fe). Apabila besi (Fe) tersebut
berada dalam jumlah yang banyak akan muncul berbagai gangguan lingkungan.[9]
Menurut Wahyu Widowati, Astiana Sastiono dan Raymond Jusuf R., besi (Fe) memiliki
berbagai fungsi esensial dalam tubuh, yaitu :
1. Sebagai alat angkut oksigen dari paru-paru ke seluruh tubuh.
2. Sebagai alat angkut elektron dalam sel.
3. Sebagai bagian terpadu dari berbagai reaksi enzim.
Kadar besi (Fe) yang terlalu tinggi bisa mengakibatkan kerusakan seluler akibat radikal
bebas. Dosis yang melebihi 20 mg/kg berat pada manusia menyebabkan toksisitas. Toksisitas
kronis dari besi (Fe) lebih banyak terjadi pada orang dewasa yang biasanya mengakibatkan
idiopatik hemokromatosis dikarenakan tidak normalnya absorbsi besi (Fe) dari alat
pencernaan.[10]
Salah satu cara penurunan kadar besi (Fe) dalam air adalah menggunakan saringan pasir
aktif. Daya kerja saringan pasir aktif tersebut di antaranya dipengaruhi oleh jenis pasir dan
ketebalan lapisan pasir. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada air sumur yang memiliki
kadar besi (Fe) 3,0 μg/L, suhu 24,5oC dan pH sebesar 7,5 setelah disaring dengan saringan pasir
aktif (kali dan kuarsa). Pasir kali aktif pada ketebalan 60 cm mampu menurunkan kadar besi (Fe)
sebesar 63,7%, sedangkan pasir kuarsa aktif pada ketebalan 60 cm dapat menurunkan kadar besi
(Fe) air sumur hingga sebesar 94,9%.[11]

C. Spektrofotometri UV-Vis
Spektrofotometer sesuai dengan namanya adalah alat yang terdiri dari spektrometer dan
fotometer. Spektrometer menghasilkan sinar dari spektrum dengan panjang gelombang tertentu
dan fotometer adalah alat pengukur intensitas cahaya yang ditransmisikan atau yang diabsorbsi.
Jadi spektrofotometer digunakan untuk mengukur energi secara relatif jika energi tersebut
ditransmisikan, direfleksikan atau diemisikan sebagai fungsi fungsi dari panjang gelombang.[12]
Panjang gelombang cahaya ultraviolet dan tampak jauh lebih pendek daripada panjang
gelombang inframerah. Satuan yang digunakan untuk memberikan panjang gelombang ini adalah
nanometer (1 nm = 10-9 m). Spektrum tampak terentang dari 400 nm (ungu) ke 750 nm (merah),
sedangkan ultraviolet berjangka dari 200-400 nm. Baik radiasi ultraviolet maupun tampak
berenergi lebih tinggi daripada radiasi inframerah. Panjang gelombang cahaya ultraviolet atau
tampak bergantung pada mudahnya promosi elektron. Molekul-molekul yang memerlukan lebih
banyak energi untuk promosi elektron, akan menyerap pada panjang gelombang yang lebih
pendek. Molekul-molekul yang memerlukan energi yang lebih sedikit akan menyerap pada
panjang gelombang yang lebih panjang. Senyawa yang tak menyerap cahaya dalam daerah
tampak (yakni senyawa berwarna) mempunyai elektron yang lebih mudah dipromosikan
daripada senyawa yang tak menyerap pada panjang gelombang ultraviolet.[13]
Penyerapan sinar UV-tampak oleh suatu molekul akan menyebabkan transisi di antara
tingkat energi elektronik dari molekul. Atas dasar ini, spektroskopi UV-tampak juga dikenal
sebagai spektroskopi (spektrometri) elektronik. Transisi ini dapat terjadi antarorbital ikatan
(bonding) atau orbital anti ikatan (anti bonding). Panjang gelombang sinar yang diserap
sebanding dengan perbedaan tingkat energi orbital (∆E). Untuk eksitasi elektron ikatan σ perlu
energi yang tinggi dengan nilai λ = 120 -200 nm (UV hampa). Hal ini berarti pengukuran harus
dilakukan dalam hampa sehingga sukar dilakukan. Di atas λ = 200 nm, daerah eksitasi elektron
dari orbital p, d, ᴨ terutama sistem n terkonjugasi, pengukuran mudah dilakukan sehingga
spektrometri UV tampak diukur pada λ ˃ 200 nm.[14]
Penyerapan panjang gelombang nampak menyebabkan perpindahan elektron yang
reversibel dan relatif rendah energinya dalam molekul. Pada umumnya zat berwarna mempunyai
elektron-elektron yang mudah tereksitasi. Terutama senyawaan organik tertentu merupakan
sumber warna yang berguna untuk zat warna. Molekul-molekul senyawaan-senyawaan organik
yang tak mempunyai ikatan rangkap ataupun cincin benzena, tidak menyerap secara selektif
dalam bagian nampak dari suatu spektrum, oleh karena itu senyawaan ini tak berwarna.
Sebaliknya molekul dengan ikatan rangkap atau inti benzena dapat menyerap beberapa panjang
gelombang nampak dan meneruskan cahaya berwarna. Elektron yang mudah dieksitasi oleh
cahaya nampak biasanya terdapat dalam sebuah molekul yang beberapa atomnya dihubungkan
oleh ikatan rangkap dan tunggal secara berselang-seling. Gugus atom semacam itu disebut
kromofor (pengemban warna).[15]
Warna khusus yang dimiliki suatu zat ditentukan tidak hanya oleh macamnya kromofor
yang ada, tetapi juga oleh struktur molekul yang mengandung kromofor itu. Banyak zat warna
yang berlainan dapat dibuat dengan memasukkan substituen, seperti –OH, -NH2, -NHCH3 dan –
N(CH3)2 ke dalam molekul yang mengandung suatu gugus pembentuk warna tertentu. Gugus
yang mengubah ataupun menyumbangkan sesuatu kepada warna suatu zat warna dirujuk sebagai
auksokrom (penghasil warna pembantu). Umumnya auksokrom mempunyai fungsi tambahan
untuk membuat zat warna itu tidak luntur pada pakaian atau benda lain dengan cara
pembentukan garam.[16]

BAB III

METODE PERCOBAAN
A. Waktu dan Tempat
Waktu dan tempat dilaksanakannya percobaan ini, yaitu sebagai berikut :
Hari/Tanggal : Rabu/ 13 Juni 2012
Pukul : 13.30 – 16.00 WITA
Tempat : Laboratorium Kimia Analitik
Fakultas Sains dan Teknologi UIN Alauddin Makassar

B. Alat dan Bahan


1. Alat
Alat - alat yang digunakan pada percobaan ini adalah spektrofotometer UV-Vis, neraca
analitik, gelas kimia 2000 mL, 300 mL dan 100 mL, labu takar 50 mL dan 100 mL, pipet skala 5
mL, 10 mL dan 25 mL, bulp, botol semprot, batang pengaduk dan pipet tetes.
2. Bahan
Bahan – bahan yang digunakan pada percobaan ini adalah amonium tiosianat (NH4CNS)
0,02 M, asam nitrat (HNO3) 4 M, aquabides, aquades, padatan besi(III) klorida (FeCl3.6H2O) p.a
dan sampel air sumur.
12

C. Prosedur Kerja
Prosedur kerja pada percobaan ini, yaitu sebagai berikut :
1. Pembuatan Larutan Baku Fe3+ 10-3 M
a. Menimbang padatan besi(III) klorida (FeCl3.6H2O) p.a menggunakan neraca analitik.
b. Melarutkan dengan aquabides dan memindahkan ke dalam labu takar 100 mL.
c. Mengimpitkan dengan aquabides sampai tanda batas, menghomogenkan larutan.
2. Pembuatan Larutan Sampel
a. Memipet 12 mL sampel A, B, C, D dan larutan blanko (aquabides), kemudian memasukkan ke
dalam labu takar 100 mL.
b. Menambahkan 2 mL HNO3 4 M ke dalam masing-masing labu takar.
c. Menambahkan 16 mL NH4CNS 0,02 M ke dalam labu takar 100 mL.
d. Menambahkan aquabides sampai tanda batas dan menghomogenkan larutan.
3. Pembuatan Larutan Standar Besi (Fe)
a. Memipet 2 mL, 4 mL, 8 mL, 12 mL, 16 mL dan 20 mL larutan baku besi (Fe) 10 -3 M dan
memasukkan ke dalam labu takar 100 mL.
b. Menambahkan 2 mL HNO3 4 M dan 16 mL NH4CNS 0,02 M ke dalam labu takar.
c. Menambahkan aquabides ke dalam labu takar sampai tanda batas.
d. Mengimpitkan dan menghomogenkan larutan.

4. Pembuatan Kurva Standar


a. Mengoptimalkan alat UV-Vis.
b. Mengukur absorbansi larutan standar 2 x 10-5 M, 4 x 10-5 M, 8 x 10-5 M, 12 x 10-5 M, 16 x 10-
5
M dan 20 x 10-5M serta larutan sampel A,B,C,D dan larutan blanko yang akan dianalisa.
c. Membuat kurva absorbansi terhadap konsentrasi dari larutan standar.
d. Menentukan kadar besi (Fe) dalam sampel.

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN


A. Hasil
Hasil pengamatan dari percobaan ini, yaitu sebagai berikut :
1. Tabel Pengamatan
a. Tabel 1. Data hasil pengamatan
No. Larutan Absorbansi Panjang gelombang (nm)

1. Blanko -0,0002 510


2. Standar 1 0,0140 510
3. Standar 2 0,0341 510
4. Standar 3 0,0689 510
5. Standar 4 0,1044 510
6. Standar 5 0,1401 510
7. Standar 6 0,1855 510
8. Sampel A 0,0078 510
9. Sampel B 0,0075 510
10. Sampel C 0,0078 510
11. Sampel D 0,0072 510

15
b. Tabel 2. Data kurva standarisasi
Konsentrasi
No. Absorbansi (y) x2 x.y
standar (x)

1. 2 x 10-5 0,0140 4 x 10-10 0,028 x 10-5


2. 4 x 10-5 0,0341 16 x 10-10 0,1364 x 10-5
3. 8 x 10-5 0,0689 64 x 10-10 0,5512 x 10-5
4. 12 x 10-5 0,1044 144 x 10-10 1,2528 x 10-5
5. 16 x 10-5 0,1401 256 x 10-10 2,2416 x 10-5
6. 20 x 10-5 0,1855 400 x 10-10 3,71 x 10-5

n=6 62 x 10-5 0,5470 884 x 10-10 7,92 x 10-5

c. Tabel 3. Data konsentrasi besi (Fe) dalam sampel


No. Larutan Absorbansi Konsentrasi (M)
1. Sampel A 0,0078 1,4701 x 10-5
2 Smpel B 0,0075 1,4379 x 10-5
3. Sampel C 0,0078 1,4701 x 10-5
4. Sampel D 0,0072 1,4057 x 10-5

2. Analisa Data
a. Persamaan garis linier
y = A + Bx
B= =
= =
= 931,9178
A = yrata-rata – B . xrata-rata
= (0,0912) – (931,9178) . (10,333 x 10-5)
= (0,0912) – (0,0971) = -5,9 x 10-3
Jadi, persamaan linier yang diperoleh yaitu :
y = 931,9178 x + (-0,0059)
Keterangan : y = absorbansi sampel
x = konsentrasi besi (Fe) dalam sampel
b. Nilai absorbansi kurva standar
y = A + Bx1 = (-0,0059) + 931,9178 . (2 x 10-5)
= (-0,0059) + 0,0186 = 0,0127
y = A + Bx2 = (-0,0059) + 931,9178 . (4 x 10-5)
= (-0,0059) + 0,0373 = 0,0314
y = A + Bx3 = (-0,0059) + 931,9178 . (8 x 10-5)
= (-0,0059) + 0,0746 = 0,0687
y = A + Bx4 = (-0,0059) + 931,9178 . (12 x 10-5)
= (-0.0059) + 0,1118 = 0,1059

y = A + Bx5 = (-0,0059) + 931,9178 . (16 x 10-5)


= (-0,0059) + 0,1491 = 0,1432
y = A + Bx6 = (-0,0059) + 931,9178 . (20 x 10-5)
= (-0,0059) + 0,1864 = 0,1805
R2 =
=
= =
=1
c. Konsentrasi besi (Fe) dalam sampel
1) Konsentrasi besi (Fe) dalam sampel A
y = (-0,0059) + 931,9178 x
0,0078 = (-0,0059) + 931,9178 x
931,9178 x = 0,0078 – (-0,0059)
x = 1,4701 x 10-5 M
2) Konsentrasi besi (Fe) dalam sampel B
y = (-0,0059) + 931,9178 x
0,0075 = (-0,0059) + 931,9178 x
931,9178 x = 0,0075 – (-0,0059)
x = 1,4379 x 10-5 M
3) Konsentrasi besi (Fe) dalam sampel C
y = (-0,0059) + 931,9178 x
0,0078 = (-0,0059) + 931,9178 x
931,9178 x = 0,0078 – (-0,0059)
x = 1,4701 x 10-5 M
4) Konsentrasi besi (Fe) dalam sampel D
y = (-0,0059) + 931,9178 x
0,0072 = (-0,0059) + 931,9178 x
931,9178 x = 0,0072 – (-0,0059)
x = 1,4057 x 10-5 M
3. Reaksi
Fe3+ + 6CNS-  (Fe(CNS)6)3-
4. Grafik
a. Kurva larutan standar berdasarkan hasil perhitungan Microsoft excel
b. Kurva larutan standar berdasarkan hasil perhitungan kalkulator

B. Pembahasan
Pada praktikum ini dilakukan percobaan untuk mengetahui kadar besi (Fe) dalam sampel
air sumur dari 4 sumur berbeda dengan metode spektrofotometri UV-Vis. Percobaan ini diawali
dengan penyiapan larutan sampel air sumur A, B, C dan D, kemudian dilakukan penambahan
asam nitrat (HNO3) 4 M berfungsi untuk membuat larutan menjadi bersuasana asam karena
hanya pada suasana asam, besi(III) dapat membentuk senyawa kompleks. Penambahan amonium
tiosianat (NH4CNS) 0,02 M dilakukan ke dalam larutan sampel yang berfungsi untuk
menghasilkan senyawa kompleks dengan besi(III) sehingga besi (Fe) dapat ditentukan kadarnya
dengan spektrofotometer UV-Vis karena larutan sampel yang digunakan tidak berwarna
sehingga setelah larutan sampel dikomplekskan, larutan sampel akan berwarna menurut
persamaan reaksi :
Fe3+ + 6CNS-  (Fe(CNS)6)3-
Pengompleksan pada larutan perlu dilakukan karena pada spektrofotometri visibel, ion-ion
logam dalam larutan yang akan ditentukan kadarnya haruslah larutan berwarna sehingga jika
larutan tersebut tidak berwarna maka terlebih dahulu larutan tersebut dikomplekskan sehingga
menghasilkan warna sehingga kadarnya dapat ditentukan dengan spektrofotometer.
Untuk dapat menentukan kadar dari ion logam dalam larutan, larutan standar harus
dibuat dengan konsentrasi yang beragam yang dimaksudkan bahwa pada salah satu konsentrasi
dari larutan standar yang dibuat, konsentrasi sampel sama atau mendekati konsentrasi dari
larutan standar yang dibuat tersebut. Pembuatan larutan standar diawali dengan pembuatan
larutan baku dimana larutan baku merupakan larutan yang dibuat dari pengenceran larutan induk
menggunakan air suling sampai kadar tertentu, larutan ini berfungsi untuk membuat larutan
standar dengan konsentrasi yang lebih rendah. Larutan baku Fe3+ 10-3 M dibuat dari padatan
FeCl3.6H2O p.a, selanjutnya dari larutan baku ini dibuat larutan standar dengan konsentrasi 2 x
10-5 M, 4 x 10-5 M, 8 x 10-5 M, 12 x 10-5 M, 16 x 10-5 M dan 20 x 10-5 M. Pada setiap larutan
standar dilakukan penambahan asam nitrat (HNO3) dan amonium tiosianat (NH4CNS) yang
dilakukan untuk memberikan perlakuan yang sama dengan larutan sampel.
Penentuan absorbansi maksimum dilakukan dengan menggunakan larutan blanko yaitu
air suling yang diasamkan atau larutan yang perlakuannya sama dengan contoh uji. Larutan
blanko dibuat dari aquabides yang dicampurkan dengan asam nitrat (HNO3) dan amonium
tiosianat (NH4CNS). Pengukuran absorbansi dilakukan pada panjang gelombang 470 nm – 530
nm, hal ini dikarenakan panjang gelombang spektrofotometer visibel berada pada rentang 400
nm – 750 nm. Berdasarkan hasil pengamatan, panjang gelombang maksimum penentuan kadar
besi dalam sampel adalah 510 nm, hal ini dikarenakan pada panjang gelombang ini ion besi (Fe)
lebih banyak menyerap cahaya monokromatis yang dipancarkan oleh sumber sinar.
Dari hasil analisa data, diperoleh persamaan linier dari pengukuran larutan standar yaitu y
= 931,9178 x + (-0,0059) dengan nilai R2 adalah 1 yang berarti bahwa larutan standar yang
dibuat memiliki ketelitian yang baik. Dari persamaan linier ini kadar besi (Fe) dalam sampel A,
B, C dan D dapat ditentukan dimana kadar besi (Fe) yang diperoleh dalam sampel A adalah
1,4701 x 10-5 M, sampel B adalah 1,4379 x 10-5 M, sampel C adalah 1,4701 x 10-5 M dan pada
sampel D adalah 1,4057 x 10-5 M. Berdasarkan aturan Permenkes Tahun 2010, kadar maksimum
besi (Fe) yang diperbolehkan adalah 0,3 mg/L. Dapat dikatakan bahwa sampel air sumur yang
digunakan dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku air yang dapat dikonsumsi setelah
pengolahan lebih lanjut (air golongan B).

BAB V

PENUTUP
A. Kesimpulan
Kesimpulan dari percobaan ini adalah kadar besi (Fe) dalam sampel air sumur A adalah
1,4701 x 10-5 M, sampel air sumur B adalah 1,4379 x 10-5, sampel air sumur C adalah 1,4701 x
10-5 M dan sampel air sumur D adalah 1,4057 x 10-5.

B. Saran
Saran dari percobaan ini adalah sebaiknya pada percobaan berikutnya dilakukan uji
aluminium pada sampel air dengan metode spektrofotometer UV-Vis.
24

DAFTAR PUSTAKA

Achmad, Rukaesih. Kimia Lingkungan. Yogyakarta: ANDI, 2004


Keenan, Kleinfelter dan Wood. Kimia Untuk Universitas. Jakarta: Erlangga, 1990
Khopkar, S. M.. Konsep Dasar Kimia Analitik. Jakarta: Universitas Indonesia, 2010
Panji, Tri. Teknik Spektroskopi untuk Elusidasi Struktur Molekul. Yogyakarta: Graha Ilmu, 2012
“Pengendalian Pencemaran Air”. Peraturan Pemerintah No. 20 Tahun 1990.
www.jkpp.org/downloads/PP_No20-1990.pdf. Diakses pada tanggal 13 Mei 2012
”Persyaratan Kualitas Air Minum”. Peraturan Menteri Kesehatan No. 492 Tahun
2010.www.jkpp.org/downloads/Permenkes_No492-2010.pdf. Diakses pada tanggal 13 Mei 2012
Putra, Berkat Putra, “Analisa Kualitas Fisik, Bakteriologis dan Kimia Air Sumur Gali serta Gambaran
Keadaan Konstruksi Sumur Gali di Desa Patumbak Kampung Kecamatan Patumbak Kabupaten
Deli Serdang”.Universitas Sumatera Utara. 2010.
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/19496/4/Chapter%20II.pdf. Diakses pada
tanggal 22 Juni 2012
Widowati, Wahyu, Astiana Sastiono dan Raymond Jusuf R.. Efek Toksik Logam. Yogyakarta: ANDI,
2008
Sugiyarto, Kristian H.. Kimia Anorganik II. Yogyakarta: Universitas Negeri Yogyakarta, 2003
Supratman, Unang. Elusidasi Struktur Senyawa Organik. Bandung: Widya Padjadjaran, 2010

[1]Rukaesih Achmad, Kimia Lingkungan (Yogyakarta: ANDI, 2004), h. 16


[2]Berkat Putra, “Analisa Kualitas Fisik, Bakteriologis dan Kimia Air Sumur Gali serta Gambaran
Keadaan Konstruksi Sumur Gali di Desa Patumbak Kampung Kecamatan Patumbak Kabupaten Deli
Serdang”, Universitas Sumatera Utara. 2010.
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/19496/4/Chapter%20II.pdf (22 Juni 2012)
[3]Ibid
[4]Ibid
[5]Ibid
[6]Kristian H. Sugiyarto, Kimia Anorganik II (Yogyakarta: Universitas Negeri Yogyakarta, 2003), h.
242
[7]Rukaesih Achmad, op. cit., h. 50-51
[8]Ibid
[9]Wahyu Widowati, Astiana Sastiono dan Raymond Jusuf R., Efek Toksik Logam (Yogyakarta:
ANDI, 2008), h. 213
[10]Ibid, h. 229
[11]Ibid, h. 216
[12]S.M. Khopkar, Konsep Dasar Kimia Analitik (Jakarta: UI-Press, 2010), h.225
[13]Unang Supratman, Elusidasi Struktur Senyawa Organik (Bandung: Widya Padjadjaran, 2010), h.
10-11
[14]Tri Panji, Teknik Spektroskopi untuk Elusidasi Struktur Molekul (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2012),
h. 5
[15]Keenan, Kleinfelter dan Wood, Kimia Untuk Universitas (Jakarta: Erlangga, 1990), h. 131
[16]Ibid

You might also like