You are on page 1of 23

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN GLAUKOMA

TEKNOLOGI KEPERAWATAN

Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Glaukoma

Disusun Oleh:

Puspa Emil Utari (1510711048)

Universitas Pembangunan Nasional Veteran Jakarta


Fakultas Ilmu-Ilmu Kesehatan
S.1 Keperawatan/Semester.4

2017

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas kehadirat-Nya, yang telah
melimpahkan rahmat, hidayah-Nya kepada saya, sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah Teknologi Keperawatan yang berjudul Asuhan
Keperawatan pada Klien dengan Glaukoma.
Dan harapan saya semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan
pengalaman bagi para pembaca, untuk ke depannya dapat memperbaiki bentuk
maupun menambah isi makalah agar menjadi lebih baik lagi.
Karena keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman saya, saya yakin masih
banyak kekurangan dalam makalah ini. Oleh karena itu saya sangat mengharapkan
saran dan kritik yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini

Jakarta, Mei 2017

Penyusun

DAFTAR ISI

COVER........................................................................................................
i
KATA PENGANTAR.................................................................................
ii
DAFTAR ISI...............................................................................................
iii
BAB I PENDAHULUAN...........................................................................
1
A. LATAR BELAKANG.................................................................................
1
B. PERUMUSAN MASALAH.......................................................................
2
C. TUJUAN......................................................................................................
2
BAB II TINJAUAN TEORI......................................................................
3
A. DEFINISI....................................................................................................
3
B. PREVALENSI............................................................................................
3
C. KLASIFIKASI............................................................................................
4
D. ETIOLOGI.................................................................................................
5
E. FAKTOR RISIKO.....................................................................................
5
F. PATOFISIOLOGI......................................................................................
6
G. MANIFESTASI KLINIS...........................................................................
6
H. PEMERIKSAAN PENUNJANG..............................................................
6
I. PENATALAKSANAAN MEDIS DAN NON MEDIS............................
7
J. KOMPLIKASI...........................................................................................
9
BAB III TINJAUAN KASUS....................................................................
10
BAB IV PENUTUP.....................................................................................
16
A. KESIMPULAN...........................................................................................
16
B. SARAN........................................................................................................
16
DAFTAR PUSTAKA..................................................................................
17

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Glaukoma sebagai salah satu penyebab kebutaan didefinisikan sebagai penyakit


mata kronis progresif yang mengenai saraf mata dengan neuropati (kelainan saraf)
optik disertai kelainan bintik buta (lapang pandang) yang khas. Di Amerika
Serikat diperkirakan terdapat 2 juta pengidap glaukoma. Hampir 80.000 penduduk
Amerika Serikat buta akibat glaukoma. Di Indonesia, glaukoma merupakan
penyebab kebutaan nomor dua setelah katarak.
Mekanisme peningkatan tekanan intraokular pada glaukoma adalah gangguan
aliran keluar humor aqueous akibat kelainan sistem drainase sudut kamera
anterior (glaukoma sudut terbuka) atau gangguan akses humor aquous ke sistem
drainase (glaukoma sudut tertutup). Berdasarkan etiologinya, glaukoma dibagi
atas glaukoma primer, glaukoma kongenital, glaukoma sekunder, dan glaukoma
absolut.
Glaukoma sekunder merupakan peningkatan tekanan intraokular yang terjadi
sebagai salah satu manifestasi penyakit mata lainnya. Salah satu penyebabnya
adalah katarak imatur, matur, atau hipermatur, yang lebih dikenal dengan
glaukoma fakolitik dan glaukoma fakomorfik. Peningkatan tekanan intraokular
mendadak timbul karena adanya perubahan bentuk lensa (katarak intumesen) dan
degenerasi kapsul lensa sehingga bahan lensa yang cair keluar dan menyumbat
bilik mata depan. Ekstraksi lensa adalah terapi definitif setelah tekanan intraokular
terkontrol secara medis.
Ada beberapa obat-obatan sistemik yang diberikan kepada pasien untuk mengatasi
penyakitnya misal depresi, alergi, atau penyakit Parkinson atau sebagai alat untuk
membantu menegakkan diagnosa, dapat menyebabkan hambatan pupil dan
menstimulasi serangan glaukoma sudut tertutup akut pada pasien yang secara
anatomi memiliki sudut mata yang sempit. Diantaranya adalah obat midriatikum.
Glaukoma yang terkait dengan gangguan lensa, adalah salah satu penyebab
terbanyak glaukoma sekunder, selain diabetes melitus dan proses inflamatorik.
Oleh karena itu, diagnosis dini dan penatalaksanaan yang tepat terhadap glaukoma
akut akibat kelainan lensa, termasuk katarak imatur, matur atau hipermatur,
sangatlah penting untuk menurunkan angka morbiditas kebutaan.
B. Perumusan Masalah
1. Apa definisi dari Glaukoma?
2. Bagaimana prevalensi dari Glaukoma?
3. Bagaimana klasifikasi dari Glaukoma?
4. Apa saja etiologi dari Glaukoma?
5. Apa saja faktor resiko dari Glaukoma?
6. Bagaimana patofisiologi dari Glaukoma?
7. Apa saja manifestasi klinis Glaukoma?
8. Apa saja pemeriksaan penunjang untuk Glaukoma?
9. Bagaimana penatalaksanaan medis dan non medis untuk Glaukoma?
10. Apa saja komplikasi dari Glaukoma?

C. Tujuan

Tujuan umum :
Tujuan dari pembuatan makalah Asuhan Keperawatan pada Pasien Glaukoma
adalah supaya perawat dan mahasiswa mampu memberikan asuhan keperawatan
dengan pasien glaukoma.

Tujuan Khusus:
1. Untuk mengetahui definisi dari Glaukoma
2. Untuk mengetahui prevalensi dari Glaukoma
3. Untuk mengetahui klasifikasi dari Glaukoma
4. Untuk mengetahui etiologi dari Glaukoma
5. Untuk mengetahui faktor resiko dari Glaukoma
6. Untuk mengetahui patofisiologi dari Glaukoma
7. Untuk mengetahui manifestasi klinis dari Glaukoma
8. Untuk mengetahui pemeriksaan penunjang dari Glaukoma
9. Untuk mengetahui penatalaksanaan medis dan non medis dari Glaukoma
10. Untuk mengetahui komplikasi dari Glaukoma

BAB II
TINJAUAN TEORI

1. Definisi

Glaukoma merupakan kelompok gangguan yang ditandai oleh kenaikan tekanan


intraokuler yang menyebabkan kerusakan pada nervus optikus dan struktur
intraokuler lain.
(Kowalak, Welsh, Mayer. 2014. Buku Ajar Patofisiologi. Jakarta: EGC.)

Glaukoma adalah kelainan mata yang ditandai dengan adanya neuropati optik
glaukomatosa dan hilangnya lapang pandang yang khas, dengan peningkatan TIO
sebagai salah satu faktor risiko utama.
(Artini, Widya. 2011. Hasil Tata Laksana Glaukoma Primer Sudut Tertutup pada
Ras Melayu Indonesia.)

Glaukoma adalah penyakit mata dimana terjadi kerusakan saraf optik yang diikuti
gangguan pada lapang pandang yang khas. Kondisi utamanya ini diakibatkan oleh
tekanan bola mata yang meninggi yang biasanya disebabkan oleh hambatan
pengeluaran cairan bola mata (humour aquous). (Pusat Data dan Informasi
Kementrian Kesehatan, 2015)
Jadi, glaukoma adalah penyakit mata yang ditandai dengan peningkatan tekanan
intraokuler karena adanya hambatan pengeluaran cairan bola mata (humor
aquous) dan adanya neuropati optik glaukomatosa diikuti gangguan pada lapang
pandang yang dapat menyebabkan kerusakan pada nervus optikus dan struktur
okuler lain.

2. Prevalensi

Berdasarkan Survei Kesehatan Indera tahun 1993-1996, sebesar 1,5% penduduk


Indonesia mengalami kebutaan dengan prevalensi kebutaan akibat glaukoma
sebesar 0.20%. prevalensi glaukoma hasil Jakarta Urban Eye Health Study tahun
2008 adalah glaukoma primer sudut tertutup sebesar 1.89%, glaukoma primer
sudut terbuka 0.48% dan glaukoma sekunder 0.16% atau keseluruhannya 2.53%.
Menurut hasil Riset Kesehatan Dasar tahun 2007, responden yang pernah
didiagnosis glaukoma oleh tenaga kesehatan sebesar 0.46% tertinggi di Provinsi
DKI Jakarta (1.85%), berturut-turut diikuti oleh Provinsi Aceh (1.28%),
Kepulauan Riau (1.26%), Sulawesi Tengah (1.21%), Sumatera Barat (1.14%), dan
terendah di Provinsi Riau (0.04%).
(Depkes RI, 2008 dalam Infodatin Glaukoma 2015).

3. Klasifikasi

1. Glaukoma Primer
Etiologi tidak pasti. Bersifat bilateral, yang tidak selalu simetris dengan sudut
bilik mata terbuka ataupun tertutup. Didapatkan pada orang yang telah memiliki
bawaan glaukoma, seperti:
- Bakat dapat berupa gangguan fasilitas pengeluaran cairan mata atau
susunan anatomis bilik mata yang menyempit
- Mungkin disebabkan kelainan pertumbuhan pada sudut bilik mata depan
(goniodisgenesis) berupa trubekulodisgenesis (tersering), iridodisgenesis dan
komeodisgenesis.

a. Glaukoma Sudut Terbuka Primer


Glaukoma sudut terbuka primer terdapat kecenderungan familial yang kuat.
Gambaran patologi utama berupa proses degeneratif trabekular meshwork
sehingga dapat mengakibatkan penurunan drainase humor aquous yang
menyebabkan peningkatan tekanan intraokuler.

b. Glaukoma Sudut Tertutup Primer


Glaukoma sudut tertutup primer terjadi pada mata dengan predisposisi anatomis
tanpa ada kelainan lainnya. Adanya peningkatan tekanan intraokuler karena
sumbatan aliran keluar humor aquous akibat oklusi trabekular meshwork oleh iris
perifer.

2. Glaukoma Sekunder
Peningkatan tekanan intraokuler pada glaukoma sekunder merupakan manifestasi
dari penyakit lain dapat berupa peradangan, trauma bola mata dan paling sering
disebabkan oleh uveitis. Glaukoma Sekunder disebabkan oleh kondisi lain seperti
katarak, diabetes, trauma, arthritis maupun operasi mata sebelumnya. Obat tetes
mata atau tablet yang mengandung steroid juga dapat meningkatkan tekanan pada
mata. Karena itu tekanan pada mata harus diukur teratur bila sedang
menggunakan obat-obatan tersebut.

3. Glaukoma Kongenital
Glaukoma kongenital biasanya sudah ada sejak lahir dan terjadi akibat gangguan
perkembangan pada saluran humor aquos. Glaukoma kongenital terbagi atas
glaukoma kongenital primer (kelainan pada sudut kamera okuli anterior), anomali
perkembangan segmen anterior, dan kelainan lain (dapat berupa aniridia, sindrom
Lowe, sindom Sturge-Weber dan rubela kongenital).
4. Glaukoma Absolut
Glaukoma absolut merupakan stadium akhir glaukoma (tertutup/terbuka) dimana
sudah terjadi kebutaan total akibat tekanan bola mata memberikan fungsi lanjut.
(Prof. dr. H. Sidarta Ilyas, SpM.2010. Ilmu Penyakit Mata. Ed 3. Jakarta: Balai
Penerbit FKUI)

4. Etiologi

Glaukoma terjadi akibat adanya ketidakseimbangan antara proses produksi dan


ekskresi aliran aquous humor. Bila terdapat gangguan, misalnya sumbatan, cairan
akan menumpuk, tekanan bola mata akan meningkat. Riwayat trauma fisik,
misalnya pernah mengalami pukulan pada mata yang dapat meningkatkan tekanan
bola mata. Selain itu radang dan tumor pada mata juga dapat meningkatkan
tekanan. Kortikosteroid penggunaan jangka panjang dapat meningkatkan risiko
glaukoma sekunder.
(Simmons et al, 2007-2008)

5. Faktor Risiko

a. Tekanan Intra Okuli


Sejumlah faktor yang dapat berhubungan dengan timbulnya glaukoma sudut
terbuka primer adalah tekanan bola mata. Secara umum dinyatakan bahwa
tekanan bola mata yang lebih tinggi akan lebih memungkinkan terhadap
peningkatan progresifitas kerusakan diskus optikus, frekuensinya sekitar 0,5%-
2%. Tekanan bola mata yang normal adalah 16 mmHg.
(Soeroso, A., 2009. Patogenesis Glaukoma Sudut Terbuka Primer dan Usaha
Pencegahannya, Pidato Pengukuhan Guru Besar Ilmu Penyakit Mata FKUNS
Solo, Indonesia)

b. Umur
Faktor bertambahnya umur memunyai peluang lebih besar untuk menderita
glaukoma sudut terbuka primer.
Frekuensi umur berdasarkan kejadian glaukoma sudut terbuka primer:
- Sekitar 40 tahun adalah 0,4%–0,7% jumlah penduduk
- Usia 52–64 tahun adalah sekitar 0,7%
- Usia 65–74 tahun meningkat menjadi 1,6%
- Usia 75–85 tahun adalah sekita 4,2%
(Liesegang, et al, 2005).

c. Riwayat Keluarga
Glaukoma sudut terbuka primer juga dipengaruhi faktor keluarga. Peneliti yang
sama mengestimasikan bahwa resiko relatif untuk menderita glaukoma sudut
terbuka primer sebesar 9,2 kali pada seseorang yang memiliki kerabat dekat yang
menderita glaukoma sudut terbuka primer
(Liesegang, et al., 2005).

d. Ras
Menurut penelitian orang berkulit hitam lebih berisiko daripada orang yang
berkulit putih. Namun, penelitian terbaru menyatakan glaukoma sudut terbuka
primer banyak pada populasi china dan eskimo.

6. Patofisiologi
Penurunan penglihatan pada glaukoma terjadi karena adanya apoptosis sel
ganglion retina yang menyebabkan penipisan lapisan serat saraf dan lapisan inti
dalam retina serta berkurangnya akson di nervus optikus. Diskus optikus menjadi
atrofi disertai pembesaran cawan optik. Kerusakan saraf dapat dipengaruhi oleh
peningkatan tekanan intraokuler. Semakin tinggi tekanan intraokuler semakin
besar kerusakan saraf pada bola mata. Pada bola mata normal tekanan intraokuler
memiliki kisaran 10-22 mmHg. Tekanan intraokuler pada glaukoma sudut tertutup
akut dapat mencapai 60-80 mmHg, sehingga dapat menimbulkan kerusakan
iskemik akut pada iris yang disertai dengan edema kornea dan kerusakan nervus
optikus.
(Riordan Paul, Eva. Vaugan & Asbury’s General Opthalomologi. Jakarta : EGC.
2009. Edisi 17)
7. Manifestasi Klinis

1. Rasa pegal yang ringan pada kedua mata akibat kenaikan TIO
2. Kehilangan penglihatan perifer akibat kompresi sel-sel batang pada retina
dan serabut saraf
3. Bayangan halo disekitar cahaya akibat edema kornea
4. Penurunan ketajaman visus khususnya pada malam hari yang tidak bisa
dikoreksi dengan kacamata
5. Inflamasi
6. Mata yang merah dan terasa sangat nyeri akibat kenaikan TIO
7. Perasaan tertekan pada mata akibat kenaikan TIO
8. Pelebaran pupil yang sedang dan tidak bereaksi terhadap rangsangan cahaya
9. Kornea yang keruh akibat kompresi pada intraokuler
10. Penglihatan yang kabur dan penurunan ketajaman penglihatan akibat
gangguan hantaran neuron
11. Fotofobia akibat tekanan intraokuler yang abnormal
12. Mual dan muntah akibat kenaikan TIO
(Tamsuri, Anas, 2010, Klien Gangguan Mata dan Penglihatan, Jakarta : EGC)

8. Pemeriksaan Penunjang

· Pemeriksaan Tonometri
Tonometri merupakan suatu pengukuran tekanan intraokuler yang menggunakan
alat berupa tonometer Goldman. Faktor yang dapat mempengaruhi biasnya
penilaian tergantung pada ketebalan kornea masing-masing individu. Semakin
tebal kornea pasien maka tekanan intraokuler yang di hasilkan cenderung tinggi,
begitu pula sebaliknya, semakin tipis kornea pasien tekanan intraokuler bola mata
juga rendah. Penilaian tekanan intraokuler normal berkisar 10-22 mmHg.

· Pemeriksaan Gonioskopi
Gonioskopi merupakan pemeriksaan dengan alat yang menggunakan lensa khusus
untuk melihat aliran keluarnya humor aquos. Fungsi dari gonioskopi secara
diagnostik dapat membantu mengidentifikasi sudut yang abnormal dan menilai
lebar sudut kamera okuli anterior.

· Pemeriksaan Lapang Pandang


Gangguan lapangan pandang pada glaukoma dapat mengenai 30 derajat lapangan
pandang bagian central. Cara pemeriksaan lapangan pandang dapat menggunakan
automated perimeter.

· Pemeriksaan Oftalmoskopi
Untuk memperlihatkan pelekukan (cupping) pada glaukoma sudut terbuka yang
kronis. Diskus optikus tampak pucat menunjukan glaukoma sudut tertutup yang
akut

· Tes Provokasi
Tes ini dilakukan pada suatu keadaan yang meragukan. Pada glaukoma primer
sudut terbuka dapat dilakukan beberapa tes provakasi sebagai berikut :
Ø Tes minum air
Penderita disuruh berpuasa, tanpa pengobatan selama 24 jam. Kemudian disuruh
minum satu liter air dalam lima menit. Lalu diukur tiap 15 menit selama 1,5 jam.
Kenaikan tensi 8 mmHg atau lebih, dianggap mengidap glaukoma.
Ø Pressure Congestion Test
Pasang tensimeter pada ketinggian 50-60 mmHg selama satu menit. Kemudian
ukur tensi intraokular nya. Kenaikan 9 mmHg atau lebih mencurigakan, sedang
bila lebih 11 mmHg berarti patologis.
Ø Tes steroid
Pada mata pasien diteteskan larutan dexamethason 3-4 dd gt, selama dua minggu.
Kenaikan tensi intraokular 8 mmHg menunjukan glaukoma.

9. Penatalaksanaan Medis dan Non Medis

Penatalaksanaan Medis
1. Terapi medikamentosa

· Agen osmotik : efektif untuk menurunkan TIO. Dianjurkan untuk pasien


non-emesis. Penggunaannya tidak boleh diencerkan.
Ø Gliserin, dosis efektif 1-1,5gr/kgBB dalam 50% cairan. Menurunkan TIO 30-
90menit setelah pemberian dan bekerja selama 5-6jam. Dapat menyebabkan
hiperglikemia dan dehidrasi.
Ø Mannitol, dosis yang dianjurkan 1-2 gram/kgBB dalam 50% cairan. Puncak
efek hipotensif okular terlihat dalam 1-3 jam dan berakhir dalam 3-5jam. Dapat
diberikan secara IV 20% cairan 2gr/kgBB selama 30 menit bila intoleransi gastrik
dan mual. Efektifitas penurunan TIO setelah 1 jam pemberian.
Ø Ureum IV, berat molekulnya rendah dan lebih cepat berpenetrasi pada mata
sehingga tidak seefektif mannitol dalam menurunkan TIO. Ureum IV agen
alternatif dalam penggunaannya harus mendapatkan pengawasan ketat mencegah
komplikasi kardiovaskuler.

· Karbonik anhidrase Inhibitor : untuk menurunkan TIO yang tinggi dalam


dosis maksimal secara IV, oral atau topikal.
Ø Aseta Zolamid, tepat untuk pengobatan darurat glaukoma akut. Menurunkan
TIO dengan cepat dengan menghambat produksi humour akuos. Digunakan secara
oral dan IV. Dosis inisial 2x250mg oral untuk pasien non komplikasi lambung.
Dosis alternatif IV 500mb bolus, efektif terhadap pasien nousea. Penambahan
dosis dapat diberikan setelah 4-6jam.

· Miotik Kuat
Ø Pilokaprin, 2% atau 4% setiap 15menit sampai 4x pemberian sebagai inisial
terapi penghambat serangan awal glaukoma akut. Namun, untuk serangan yang
berlangsung 1-2jam tidak efektif karena muskulus sfingter pupil iskemik.
Pilokaprin diberikan satu tetes setiap 30menit selama 1-2jam. Umumnya respon
pupil negatif terhadap serangan yang telah berlangsung lama sehingga
menyebabkan atrofi otot sfingter akibat iskemia.
· Beta Blocker, terapi tambahan untuk menangani serangan glaukoma sudut
tertutup. Menurunkan TIO dengan menghambat produksi humor akuos.
Ø Timolol: Beta blocker non selektif dengan aktifitas dan konsentrasi tertinggi di
bilik mata belakang yang dicapai dalam waktu 30-60menit setelah pemberian
topikal. Diberikan 2x dengan interval setiap 20menit dan dapat diulang 4, 8, 12
jam kemudian.

· Apraklonidin: agen alfa2-agonis efektif untuk hipertensi okular, bekerja


dengan menurunkan humor akuos dan tidak memberikan efek pada outflow
humor akuos. 0,5% atau 1% dapat menurunkan TIO setelah 5jam pemberian
topikal. Dapat digunakan untuk glaukoma akut yang dikombinasikan dengan
terapi medis lain.
(Atiyatul, Aryani. 2008. Penatalaksanaan Glaukoma Akut. Medan: USU
Repository)

1. Apabila terapi medis tidak berhasil menurunkan tekanan intraokuler, dapat


dilakukan prosedur bedah berikut:

· Trabekuloplasti dengan sinar laser argon pada jaring trabekuler (trabekuler


meshwork) sudut yang terbuka untuk menghasilkan luka bakar termal yang
mengubah permukaan jaring atau meshwork tersebut dan meningkatkan aliran
keluar umor aquous.
· Trabekulektomi untuk mengangkat jaringan sklera yang kemudian diikuti
iridektomi perifer untuk membuat lubang bagi aliran keluar humor aquous
dibawah konjungtiva sehingga terbentuk (bleb) gelembung penyaring.
· Iridektomi perifer. Digunakan untuk membuat saluran dari bilik mata
belakang dan depan karena telah terdapat hambatan dalam pengaliran humor
akueus. Hal ini hanya dapat dilakukan jika sudut yang tertutup sebanyak 50%.
(Salmon, J.F., 2009. Glaucoma. Dalam: Riordon-Eve, P., Whitcher, J.P., ed.
Vaughan & Asbury: Oftalmologi Umum. Edisi 17. Jakarta: EGC, 212-228)

Penatalaksanaan Non-Medis
1. Pertahankan diet sehat, konsumsi buah dan sayuran sehingga mendapatkan
tambahan nutrisi dan mineral. Vitamin dan mineral yang baik untuk mata adalah
vit.A, vit.C, dan seng.
2. Kurangi konsumsi kafein.
3. Olahraga secara teratur setidaknya 3 kali dalam seminggu. Hal ini penting
untuk memperbaiki tubuh secara keseluruhan.
4. Hindari stres, karena dapat memicu serangan glaukoma akut sudut tertutup.
5. Gunakan pelindung mata saat berada pada kondisi berisiko yang dapat
menimbulkan trauma di mata.

10. Komplikasi

· Kebutaan.
Kondisi mata pada kebutaan yaitu kornea terlihat keruh, bilik mata dangkal, papil
atrofi dengan ekskavasi (penggaungan) glaukomatosa, mata keras seperti batu
dan dengan rasa sakit. Mata dengan kebutaan mengakibatkan penyumbatan
pembuluh darah sehingga menimbulkan penyulit berupa neovaskularisasi pada iris
yang dapat menyebabkan rasa sakit yang hebat. Pengobatan kebutaan ini dapat
dilakukan dengan memberikan sinar beta pada badan siliar untuk menekan fungsi
badan siliar, alcohol retrobulbar atau melakukan pengangkatan bola mata karena
mata sudah tidak bisa berfungsi dan memberikan rasa sakit.
(Kowalak, Welsh, Mayer. 2014. Buku Ajar Patofisiologi. Jakarta: EGC.)

BAB III
TINJAUAN KASUS

Kasus
Ny. B (35 tahun) saat ini sedang dirawat dengan keluhan orbita dextra terasa sakit
jika ditekan, penglihatan kabur padahal Ny.B sudah menggunakan kaca minus 4
pada mata dextra dan sinistra, satu bulan yang lalu Ny.B menderita kelainan
Thyroid. Klien mengeluh mual dan muntah serta tidak nafsu makan. Klien
mengeluh badannya lemas. Klien mengatakan BB turun 3 kg. Klien mengeluh
penglihatannya menurun. Oleh dokter spesialis mata dilakukan pemeriksaan
Ofthalmoscope, Tonometri dan ukur lapang pandang. Hasil pemeriksaan ternyata
Ny.B menderita Glaukoma. Tanda-tanda vital saat ini TD : 150/100 mmHg, Nadi
: 80x/menit, Suhu : 37oC , Pernapasan : 20x/menit. Ny. B tidak tahu kenapa dia
sampai mengalami Glaukoma dan mendengar informasi dari orang-orang bahwa
Glaukoma bisa menyebabkan kebutaan, sehingga Ny.B takut mengalami
kebutaan.
Data Fokus
Data Subjektif
Data Objektf
1. Klien mengeluh orbita dextra terasa sakit jika ditekan.
2. Klien mengeluh penglihatan kabur padahal sudah menggunakan kaca minus
4 pada mata dextra dan sinistra.
3. Klien mengatakan satu bulan yang lalu menderita kelainan thyroid.
4. Klien mengeluh mual dan muntah.
5. Klien mengeluh tidak nafsu makan.
6. Klien mengeluh badannya lemas.
7. Klien mengatakan BB turun 3 kg
8. Klien mengeluh penglihatannya menurun.
9. Klien tidak tahu kenapa bisa mengalami glaukoma
10. Klien mendengar informasi dari orang-orang bahwa glaukoma bisa
menyebabkan kebutaan, sehingga klien takut mengalami kebutaan.
1. TTV:
TD: 150/100 mmHg
N: 80x/menit
S: 37oC
RR: 20x/menit
2. Klien terlihat menggunakan kacamata.
3. Klien terlihat memegangi area kepala dan sekitar matanya.
4. Pupil klien tampak kecoklatan.
5. Terdapat edema kornea pada klien.
6. Klien terlihat mual dan muntah.
7. Klien terlihat mengerutkan dahi pada saat melihat.
8. BB klien menurun akibat tidak nafsu makan dan hanya makan ¼ porsi
P: nyeri saat ditekan
Q: tumpul
R: orbita dextra
S: 6
T: bertahap

Analisa Data
Data Fokus
Masalah
Etiologi
DS:
· Klien mengeluh orbita dextra terasa sakit jika ditekan
· Klien mengatakan dua bulan yang lalu menderita kelainan Thyroid

DO:
· Tanda-tanda vital :
TD : 150/100 mmHg
N : 80x/menit
S : 37oC
RR : 20x/menit.
· Klien terlihat memegangi area kepala dan sekitar mata
· Klien terlihat mengerutkan dahi pada saat melihat
P: nyeri saat ditekan
Q: tumpul
R: orbita dextra
S: 6
T: bertahap
Nyeri Akut
Agens cedera biologis
DS:
· Klien mengeluh penglihatan kabur padahal sudah menggunakan kaca minus
3 pada mata dextra dan sinistra
· Klien mengatakan mengalami perubahan aktivitas biasanya akibat gangguan
penglihatan
· Klien mengeluh badan terasa lemas

DO:
· Klien terlihat menggunakan kacamata
· Pupil klien tampak kecoklatan
· Terdapat edema kornea pada klien
Resiko jatuh

DS:
· Klien mengeluh mual dan muntah
· Klien mengeluh tidak nafsu makan
· Klien mengatakan BB nya turun 3kg

DO:
· Klien terlihat mual dan muntah
· BB klien menurun akibat tidak nafsu makan dan hanya makan ¼ porsi
Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
Kurang asupan makanan
DS:
· Klien mengatakan tidak tahu kenapa dia sampai mengalami Glaukoma

Defisiensi pengetahuan
Kurang Pengetahuan

Diagnosa Keperawatan
1.
Nyeri Akut b.d Agens cedera biologis: (00132)
2.
Resiko jatuh (00155)
3.
Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d Kurang asupan
makanan (00002)
4.
Defisiensi pengetahuan b.d Kurang pengetahuan (00126)

Intervensi Keperawatan
Hari/
Tgl
Diagnosa Keperawatan
Tujuan dan Kriteria Hasil
Intervensi

Nyeri Akut b.d Agens cedera biologis:


Setelah dilakukan tindakan keperawatan 3 x 24 jam, masalah nyeri akut dapat
terkontrol. Dengan kriteria hasil :
1. Orbita dextra klien tidak sakit saat ditekan
2. Klien mampu melakukan tindakan untuk mengurangi nyeri
P: tidak merasanyeri saat ditekan
Q: tumpul
R: orbita dextra
S: 2
T: jarang
Manajemen Nyeri : (1400)
1. Lakukan pengkajian nyeri komprehensi yang meliputi lokasi, karakteristrik,
onset atau durasi, frekuensi, kualitas, intensitas atau beratnya nyeri dan factor
pencetus
2. Gali bersama pasien faktor-faktor yang dapat menurunkan atau memperberat
nyeri
3. Kendalikan faktor lingkungan yang dapat mempengaruhi respon pasien
terhadap ketidaknyamanan
4. Dukung istirahat yang adekuat untuk menurunkan nyeri
5. Libatkan keluarga dalam modalitas penurunan nyeri, jika memungkinkan

Kolaborasi :
Kolaborasikan dengan dokter dalam pemberian analgesic (diazepam)

Resiko jatuh
Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1 x 24 jam, masalah risiko jatuh dapat
teratasi. Dengan kriteria hasil :
1. Jatuh tidak terjadi

Pencegahan jatuh (6490) :


1. Identifikasi prilaku dan factor yang mempengaruhi risiko jatuh
2. Kaji ulang riwayat jatuh bersama dengan pasien dan keluarga
3. Identifikasi karakteristrik dari lingkungan yang mungki meningkatkan
potensi jatuh
4. Letakan benda-benda dalam jangkauan yang mudah bagi pasien
5. Ajarkan pasien bagaiman jika pasien jatuh untuk meminimalkan cedera

Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d Kurang asupan


makanan
Setelah dilakukan tindakan keperawatan 3x24 jam nutrisi klien teratasi. Dengan
kriteria hasil:
1. Klien tidak mual dan muntah kembali
2. Nafsu makan klien meningkat
3. BB klien ideal
Manajemen Nutrisi: (1100)
1. Tentukan status gizi pasien dan kemampuan pasien untuk memenuhi
kebutuhan gizi
2. Identifikasi adanya alergi atau intoleransi makanan yang dimiliki pasien.
3. Tentukan apa yang menjadi preferensi makanan bagi pasien.
4. Intrusikan pasien mengenai kebutuhan nutrisi
5. Bantu pasien dalam menentukan pedoman atau piramida makanan yang
paling cocok dalam memenuhi kebutuhan nutrisi.

Kolaborasi:
Dengan ahli gizi dalam pemberian nutrisi yang tepat

Defisiensi pengetahuan b.d Kurang pengetahuan


Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam, masalah defisiensi
pengetahuan dapat teratasi.
Dengan kriteria hasil :
1. Klien mengetahui mengapa bisa mengalami Glaukoma
2. Klien memahami cara perawatan mata yang benar
1. Beri pendidikan tentang glaukoma
3. Beri penyuluhan tentang pengobatan glaukoma
4. Jelaskan kepada keluarga dan pasien bagaimana glaukoma dapat terjadi
5. Jelaskan kepada klien dan keluarga cara membersihkan mata dengan benar

BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan

Glaukoma adalah penyakit mata yang ditandai dengan peningkatan tekanan


intraokuler dan adanya neuropati optik glaukomatosa diikuti gangguan pada
lapang pandang yang dapat menyebabkan kerusakan pada nervus optikus dan
struktur okuler lain. Glaukoma terjadi karena adanya ketidakseimbangan antara
proses produksi dan ekskresi aliran aquous humor. Glaukoma dibagi menjadi
galuoma primer, sekunder, kongenital dan absolut. Glaukoma ditandai dengan
mual, muntah, rasa nyeri atau pegal di sekitar mata, penurunan ketajaman
penglihatan pada malam hari dan penglihatan kabur. Glaukoma dapat dilakukan
dengan tindakan insisi bedah berupa trabekulektomi dan trabekuloplasti. Bila
dibiarkan, glaukoma dapat menyebabkan kompikasi berupa kebutaan.

B. Saran
Bagi mahasiswa, sebaiknya memperdalam ilmu dalam perawatan klien dengan
glaukoma agar dapat membantu klien untuk mencapai kesembuhan dan
pengobatan. Dan juga untuk mengerti tentang pengertian, penyebab, faktor risiko,
tanda dan gejala serta penatalaksanaan yang tepat untuk memberikan pendidikan
kesehatan terhadap klien.
Bagi institusi pendidikan, diharapkan dapat melengkapi atau menambah buku-
buku yang berkaitan dengan bidang keilmuan keperawatan seperti buku
keperawatan medikal bedah, asuhan keperawatan, kamus kedokteran dan lain-lain
sebagai literatur dalam menambah ilmu bagi mahasiswa.
Bagi masyarakat, diharapkan meningkatkan kesadaran untuk segera
memeriksakan diri atau melaksanakan pemeriksaan kesehatan rutinagar tidak
datang ke fasilitas kesehatan maupun pelayanan kesehatan dengan kondisi yang
sudah parah.

DAFTAR PUSTAKA
http://www.depkes.go.id/resources/download/pusdatin/infodatin/infodatin-
glaukoma.pdf diakses pada 27 Mei 2017 pukul 16.00 WIB.
Artini, Widya. 2011. Hasil Tata Laksana Glaukoma Primer Sudut Tertutup pada
Ras Melayu Indonesia.
Atiyatul, Aryani. 2008. Penatalaksanaan Glaukoma Akut. Medan: USU
Repository.http://repository.usu.ac.id/bitstream/handle/123456789/3506/09E0137
2.pdf?sequence=1
Kowalak, Welsh, Mayer. 2014. Buku Ajar Patofisiologi. Jakarta: EGC.
Liesegang, T.J., Skuta, G.L., Cantor, L.B., 2005. Introduction to Glaucoma:
Terminology, Epidemiology and heredity in basic and Clinical science Course
section 10: Glaucoma. American Academy of Ophthalmology San Fransisco,
USA.
Prof. dr. H. Sidarta Ilyas, SpM.2010. Ilmu Penyakit Mata. Ed 3. Jakarta: Balai
Penerbit FKUI
Riordan Paul, Eva. Vaugan & Asbury’s General Opthalomologi. Jakarta : EGC.
2009. Edisi 17
Salmon, J.F., 2009. Glaucoma. Dalam: Riordon-Eve, P., Whitcher, J.P., ed.
Vaughan & Asbury: Oftalmologi Umum. Edisi 17. Jakarta: EGC, 212-228
Simmons, S.T., et al, 2007. Intraocular Pressure and Aqueous Humor Dynamics.
In: Tanaka, S., ed. Glaucoma. Singapore: American Academy of Ophthalmology.
Soeroso, A., 2009. Patogenesis Glaukoma Sudut Terbuka Primer dan Usaha
Pencegahannya, Pidato Pengukuhan Guru Besar Ilmu Penyakit Mata FKUNS
Solo, Indonesia.
Tamsuri, Anas, 2010, Klien Gangguan Mata dan Penglihatan, Jakarta : EGC

You might also like