You are on page 1of 9

Memahami Ibadah Mahdhah dan Ghairu Mahdhah

(Agar Tidak Mudah Membid’ahkan)

A. Pendahuluan

Jangan terburu-buru menilai orang!

Apalagi menilai amalan orang!

Menganggap orang lain bid’ah, sesat?

Apakah kita sudah bisa jadi orang yang benar dalam beribadah?

Atau hanya karena iri (hasad) lantas memojokkan seseorang?

Mencari-cari kesalahan dan menyalahkan orang lain?

Beribadah, hanya diri sendiri dan Allah yang tahu apakah ikhlas atau karena riya’?

Ibadah sendiri secara umum dapat dipahami sebagai wujud penghambaan diri seorang
makhluk kepada Sang Khaliq. Penghambaan itu lebih didasari pada perasaan syukur atas
semua nikmat yang telah dikaruniakan oleh Allah padanya serta untuk memperoleh
keridhaanNya dengan menjalankan titah-Nya sebagai Rabbul ‘Alamin.

Namun demikian, ada pula yang menjalankan ibadah hanya sebatas usaha untuk
menggugurkan kewajiban, tidak lebih dari itu. Misalnya, saat ini banyak umat Islam yang
tidak berjama’ah ke masjid kecuali shalat jum’at. Bahkan ada pula yang tidak shalat kecuali
pada hari raya. Islamnya hanya ada di kartu identitas. Dan ada pula yang beribadah,
mendekatkan diri kepada Allah hanya pada saat ibadah ritual saja, setelah itu dia jauh dari
ridha Allah.

B. Permasalahan

Membahas masalah ini memang butuh kejernihan dalam kita memandang. Dalam Islam
,ibadah dibagi ke dalam dua macam:

1. Apa pengertian ibadah mahdhah dan ghairu mahdhah?


2. Apa hakikat ibadah itu?
3. Apa saja syarat-syarat ibadah agar diterima?

C. Pembahasan

1. Pengertian Ibadah

Ibadah secara etimologis berasal dari bahasa Arab yaitu ‫عبادة‬- ‫ يعبد‬-‫ عبد‬yang artinya melayani
patuh, tunduk. Sedangkan secara terminologis ialah: sebutan yang mencakup seluruh apa
yang dicintai dan diridhai allah azza wa jalla, baik berupa ucapan atau perbuatan, yang zhahir
maupun yang bathin[1]. Ditinjau dari jenisnya, ibadah dalam Islam terbagi menjadi dua jenis,
dengan bentuk dan sifat yang berbeda antara satu dengan lainnya[2];
2. Ibadah Mahdhah

Ibadah Mahdhah adalah ibadah yang dari segi perkataan, perbuatan telah didesain oleh Allah
SWT kemudian diperintahkan kepada Rasulullah s.a.w. untuk mengerjakannya. Seperti shalat
fardu 5 kali, ibadah puasa ramadhan dan haji. Semuanya adalah bentuk paket dari Allah turun
kepada Rasulullah s.a.w. kemudian wajib ditirukan oleh umatnya tanpa boleh menambah
atau memperbaharui sedikit pun.

Ibadah Mahdhah atau ibadah khusus ialah ibadah yang apa saja yang telah ditetapkan Allah
akan tingkat, tata cara dan perincian-perinciannya. Jenis ibadah yang termasuk mahdhah,
adalah :

 Wudhu,
 Tayammum
 Mandi hadats
 Shalat
 Shiyam (Puasa)
 Haji
 Umrah

Apa pernah yang berani menambah atau memperbaharui ibadah semacam itu? Jawabannya
ada, yaitu Muawiyah. Dalam Sunnah Rasulullah s.a.w. ibadah jum’at didahului dengan 2
khutbah, sedangkan shalat 2 ‘Id didahului shalat baru kemudian khutbah. Ibadah cara ini
kemudian oleh Muawiyah diubah yaitu tatakala shalat Id, dia melangkah ke mimbar dan
memberi khutbah baru kemudian shalat. Oleh para ulama’ pada masa itu telah diingatkan,

“Hai Muawiyah, sungguh engkau melakukan sesuatu yang belum pernah dilakukan oleh
Rasulullah s.a.w.” Kemudian Muawiyah menjawab,

“Kalau aku khutbah setelah usai shalat maka tidak ada manusia yang akan mendengarkan
khutbahku” sambil berlalu menuju ke mimbar dan ia sungguh telah berkhutbah sebelum
shalat ‘Id didirikan. Inilah bid’ah yang sesat itu.

Shalat dengan bahasa Indonesia, seperti yang terjadi di Jawa Timur, itu juga bid’ah
dhalalah (sesat) karena shalat masuk ke dalam ranah ibadah Mahdhah sehingga mengubah
dan menambahi aturan di dalamnya termasuk kategori sesat. Bukankah Rasulullah s.a.w.
sduah menggariskan “Shallû kamâ raaitumûnî ushallî –shalatlah kalian sebagaimana kalian
lihat aku shalat”. Ibadah bentuk ini memiliki 4 prinsip, yaitu:

a. Keberadaannya harus berdasarkan adanya dalil perintah, baik dari al-


Quran maupun as-Sunnah, jadi merupakan otoritas wahyu, tidak boleh ditetapkan oleh akal
atau logika keberadaannya. Haram kita melakukan ibadah ini selama tidak ada perintah.

b. Tatacaranya harus berpola kepada contoh Rasulullah s.a.w.. Salah satu tujuan
diutus rasul oleh Allah adalah untuk memberi contoh:

َّ ْ‫سو ُل لَ َو َجدُوا‬
َ‫َّللا‬ ُ ‫الر‬ َ ُ‫ظلَ ُمواْ أَنف‬
َّ ْ‫س ُه ْم َجآؤُوكَ فَا ْست َ ْغفَ ُروا‬
َّ ‫َّللاَ َوا ْستَ ْغفَ َر لَ ُه ُم‬ َّ ‫َّللاِ َولَ ْو أَنَّ ُه ْم ِإذ‬
َّ ‫ع ِبإِذْ ِن‬ ُ ‫س ْلنَا ِمن َّر‬
َ ُ‫سو ٍل ِإالَّ ِلي‬
َ ‫طا‬ َ ‫َو َما أ َ ْر‬
‫ت ََّوابًا َّر ِحي ًما‬
“Dan Kami tidak mengutus seseorang Rasul melainkan untuk ditaati dengan seizin Allah.
Sesungguhnya Jikalau mereka ketika menganiaya dirinya [ialah: berhakim kepada selain
Nabi Muhammad s.a.w.] datang kepadamu, lalu memohon ampun kepada Allah, dan
Rasulpun memohonkan ampun untuk mereka, tentulah mereka mendapati Allah Maha
Penerima taubat lagi Maha Penyayang”. (QS an-Nisâ’/4: 64)

َ‫سبِي ِل َك ْي ال يَ ُكونَ دُولَةً َبيْن‬


َّ ‫ين َواب ِْن ال‬
ِ ‫سا ِك‬ َ ‫سو ِل َو ِلذِي ْالقُ ْربَى َو ْاليَت َا َمى َو ْال َم‬ ُ ‫لر‬ َّ ‫سو ِل ِه ِم ْن أ َ ْه ِل ْالقُ َرى فَ ِللَّ ِه َو ِل‬ُ ‫َّللاُ َعلَى َر‬ َّ ‫َّما أَفَاء‬
‫ب‬ِ ‫شدِيد ُ ْال ِعقَا‬ َّ ‫سو ُل فَ ُخذُوهُ َو َما َن َها ُك ْم َع ْنهُ فَانت َ ُهوا َواتَّقُوا‬
َّ ‫َّللاَ ِإ َّن‬
َ َ‫َّللا‬ ُ ‫الر‬َّ ‫األ َ ْغ ِن َياء ِمن ُك ْم َو َما آت َا ُك ُم‬

“Apa saja harta rampasan (fai’) yang diberikan Allah kepada RasulNya (dari harta benda)
yang berasal dari penduduk kota-kota, maka adalah untuk Allah, untuk rasul, kaum kerabat,
anak-anak yatim, orang-orang miskin dan orang-orang yang dalam perjalanan, supaya
harta itu jangan beredar di antara orang-orang kaya saja di antara kamu. Apa yang
diberikan Rasul kepadamu, maka terimalah. dan apa yang dilarangnya bagimu, maka
tinggalkanlah. Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah amat keras
hukumannya.” (QS al-Hasyr/59: 7).

c. Bersifat supra rasional (di atas jangkauan akal) artinya ibadah bentuk ini bukan
ukuran logika, karena bukan wilayah akal, melainkan wilayah wahyu, akal hanya berfungsi
memahami rahasia di baliknya yang disebut hikmah at-tasyrî’. Shalat, adzan, tilawatul Quran,
dan ibadah mahdhah lainnya, keabsahannnya bukan ditentukan oleh mengerti atau tidak,
melainkan ditentukan apakah sesuai dengan ketentuan syari’at, atau tidak. Atas dasar ini,
maka ditetapkan oleh syarat dan rukun yang ketat.

d. Azasnya “taat”, yang dituntut dari hamba dalam melaksanakan ibadah ini adalah
kepatuhan atau ketaatan. Hamba wajib meyakini bahwa apa yang diperintahkan Allah
kepadanya, semata-mata untuk kepentingan dan kebahagiaan hamba, bukan untuk Allah, dan
salah satu misi utama diutus Rasul adalah untuk dipatuhi.

3. Ibadah Ghairu Mahdhah

Ibadah Ghairu Mahdhah adalah: seluruh perilaku seorang hamba yangdiorientasikan


untuk meraih ridha Allah (ibadah). Dalam hal ini tidak ada aturan baku dari Rasulullah s.a.w..

Dalam hadis Jarir ibn `Abdullah disebutkan bahwa Rasulullah s.a.w. saw. bersabda:

َ ‫ش ْى ٌء َو َم ْن‬
‫س َّن فِى‬ ِ ‫ص ِم ْن أ ُ ُج‬
َ ‫ور ِه ْم‬ َ ُ‫سنَةً فَلَهُ أَجْ ُرهَا َوأَجْ ُر َم ْن َع ِم َل بِ َها بَ ْعدَهُ ِم ْن َغي ِْر أ َ ْن يَ ْنق‬ َ ‫سنَّةً َح‬ ُ ‫اإل ْسالَ ِم‬ِ ‫س َّن فِى‬ َ ‫« َم ْن‬
.» ‫ش ْى ٌء‬ َ ‫ص ِم ْن أَ ْوزَ ِار ِه ْم‬
َ َ ُ ‫ق‬‫ن‬ْ ‫ي‬ ْ
‫ن‬ َ ‫أ‬ ‫ْر‬
ِ ‫ي‬‫غ‬َ ْ
‫ن‬ ‫م‬ِ ‫ه‬
ِ ‫د‬
ِ ‫ع‬
ْ ‫ب‬
َ ‫ن‬ْ ‫م‬ِ ‫ا‬ ‫ه‬ ‫ب‬ ‫ل‬
َ
َِ َ َ‫م‬
ِ ‫ع‬ ‫ن‬ْ ‫م‬ ‫ر‬ُ ‫ز‬ْ ‫و‬ ‫و‬
ِ َ ‫َا‬‫ه‬ ‫ر‬ُ ‫ز‬ْ ‫و‬
ِ َ‫ه‬
ِ ‫ي‬
ْ َ ‫ل‬ ‫ع‬ َ‫ان‬ َ
‫ك‬ ً ‫َة‬ ‫ئ‬‫ي‬
ِّ ‫س‬
َِ ً ‫ة‬ َّ ‫ن‬‫س‬ُ ‫اإل ْسالَ ِم‬
ِ

“Barangsiapa merintis jalan yang baik dalam Islam (man sanna fîl Islâm sunnatan hasanah),
maka ia memperoleh pahalanya dan pahala orang-orang yang melakukannya sesudahnya,
tanpa berkurang sedikit pun pahala mereka; dan barangsiapa merintis jalan yang buruk
dalam Islam (man sanna fîl Islâm sunnatan sayyi-ah), maka dia menanggung dosanya dan
dosa orang-orang yang melakukannya sesudahnya, tanpa berkurang sedikit pun dosa
mereka.” (Lihat antara lain: Shahih Muslim, II: 705, Hadis senada diriwayatkan oleh 5
imam antara lain, Nasa’i, Ahmad, Turmudi, Abu Dawud dan Darimi).

Atau dengan kata lain definisi dari Ibadah Ghairu Mahdhah atau umum ialah: segala amalan
yang diizinkan oleh Allah. misalnya ibadaha ghairu mahdhah ialah belajar, dzikir, dakwah,
tolong-menolong dan lain sebagainya. Prinsip-prinsip dalam ibadah ini, ada 4:
a. Keberadaannya didasarkan atas tidak adanya dalil yang melarang. Selama Allah
dan Rasul-Nya tidak melarang maka ibadah bentuk ini boleh diselenggarakan. Selama tidak
diharamkan oleh Allah, maka boleh melakukan ibadah ini.

b. Tatalaksananya tidak perlu berpola kepada contoh Rasulullah s.a.w., Karenanya


dalam ibadah bentuk ini tidak dikenal istilah “bid’ah” , atau jika ada yang menyebutnya,
segala hal yang tidak dikerjakan rasul bid’ah, maka bid’ahnya disebut bid’ah hasanah,
sedangkan dalam ibadah mahdhah disebut bid’ah dhalalah.

c. Bersifat rasional, ibadah bentuk ini baik-buruknya, atau untung-ruginya, manfaat


atau madharatnya, dapat ditentukan oleh akal atau logika. Sehingga jika menurut logika
sehat, buruk, merugikan, dan madharat, maka tidak boleh dilaksanakan.

d. Azasnya “Manfaat”, selama itu bermanfaat, maka selama itu boleh dilakukan.

Maka segala bentuk kegiatan baik yang ditujukan untuk meraih ridha Allah masuk ke dalam
ranah ibadah ghairu Mahdhah.

‘Lha’ itu peringatan mulid nabi, isra’-mi’raj kan juga bid’ah ‘tho’ ustadz? Betul, itu bid’ah
namun ia masuk ke dalam kategori sunnah hasanah (bukan sunnah sayyi-ah). Mengapa?
Dahulu Buya Hamka ketika kali pertama mendengar aktivitas Maulid Nabi dan Isra’ Mi’raj
juga mengatakan itu adalah bid’ah sesuatu yang tidak pernah dijalankan oleh Rasulullah
s.a.w.. Namun ketika beliau menyaksikan sendiri rangkaian kegiatan tersebut yanga ternyata
berisi dzikir-dzikir kepada Allah dan mauidhahh hasanah yang mengajak umat untuk amar
ma’ruf nahi munkar serta untuk menteladani pribadi Rasulullah s.a.w. dan memikirkan
kekuasaan Allah yang telah menjalankan hambaNya Muhammad saw dari Masjidil Haram-
Masjidil-Aqsha-Sidratul . Tentang Isra’-Mi’raj dalam al-Quran disinggung QS Al-Isrâ’/17: 1,

‫ار ْكنَا َح ْولَهُ ِلنُ ِريَهُ ِم ْن آيَاتِنَا ِإنَّهُ ه َُو الس َِّمي ُع‬ َ ‫س ْب َحانَ الَّذِي أَس َْرى ِب َع ْب ِد ِه لَ ْيالً ِ ِّمنَ ْال َمس ِْج ِد ْال َح َر ِام ِإلَى ْال َمس ِْج ِد األ َ ْق‬
َ َ‫صى الَّذِي ب‬ ُ
‫ير‬
ُ ‫ص‬ ِ َ‫الب‬

“Maha Suci Allah, yang telah memperjalankan hamba-Nya pada suatu malam dari al-
Masjidil Haram ke al-Masjidil Aqsha yang telah Kami berkahi sekelilingnya agar Kami
perlihatkan kepadanya sebagian dari tanda-tanda (kebesaran) Kami. Sesungguhnya Dia
adalah Maha Mendengar lagi Maha Melihat.”

Bagaimana Umat akan bisa melihat kekuasaan Allah yang demikian hebat ini kalau mereka
tidak pernah diajak untuk mengaji (baca mengkaji)? Apalagi menjelaskan kepada para
pengikut Alqiyadah yang notabene tidak meyakini adanya Isra’ Mi’raj. Mereka tidak akan
percaya begitu saja dengan keterangan-keterangan normatif. “Itu kan sudah diinginkan Allah.
Kalau Allah berkehendak apapun akan terwujud.”

‘Lha’ itu kan Isra’-Mi’raj, ‘lha’ Maulid Nabi ‘kan’ tidak ada dalilnya ustadz?

Sampeyan ini bagaimana, lihatlah sejarah bagaimana awal mula Maulid Nabi
diselenggarakan oleh Salahuddin Al-Ayyubi (al-Quran memerintahkan kita untuk
melihat masa lalu untuk masa yang akan datang lihat QS A- Hasyr/59: 18)

Sekarang bagaimana umat bisa paham ayat QS Al-Ahzâb/33: 21? Yang membahas tentang
perilaku Nabi Muhammad s.a.w. bahkan menteladani perbuatannya (uswatun hasanah) kalau
mereka tidak pernah tahu? Baca buku ‘ogah’, lihat film tentang sejarah nabi kalah
dengan Hollywood dan Bollywood. Lalu pakai apa dong? “Makanya ngaji dong ustadz?”

Apa menurut sampeyan semua orang bisa kayak sampeyan ngaji rutin berjam-jam. Tidak
semua orang memiliki kesempatan dan peluang seperti sampeyan. Oleh karena itu harus ada
media yang bisa mengajak mereka untuk ngaji bareng dalam suasana yang elegan, tidak
terlalu formal. Di sinilah diperlukan HIKMAH dalam kita mengajak umat untuk menuju jalan
Tuhan. Lihat QS an-Nahl/16: 125,

‫ادع إلى سبيل ربك بالحكمة والموعظة الحسنة وجادلهم بالتي هي أحسن إن ربك هو أعلم بمن ضل عن سبيله وهو أعلم‬
‫بالمهتدين‬

“Serulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan HIKMAH dan pelajaran yang baik
(Mauidhahh Hasanah) dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya
Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan
Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk.”

Dalam Islam ada dalîlul ‘âm (Dalil umum) dan dalîlul khâsh (dalil khusus). Seperti halnya
ibadah di atas yang terbagi ke dalam 2 bagian, yakni ibadah dalam artian khusus (ibadah
mahdhahh) dan ibadah dalam artian umum (ibadah ghairu mahdhahh). Maka ketika dalil
khusus tidak dijumpai kita harus merujuk kepada dalîl ‘âm.

Dengan demikian, kalau kegiatan pengajian Maulid Nabi, Isra’ Mi’raj itu diberangus, apa
bisa sampeyan menciptakan sebuah forum atau kegiatan yang dapat menarik sekian banyak
orang untuk turut serta ngaji? Kalau bisa ya tidak apa-apa malahan bagus.Di sinilah perlunya
KREASI, IDE-IDE CERDAS yang mengajak kepada kebaikan. Kapan Islam bisa mengikuti
perubahan zaman yang kian modern kalau kita senantiasa mundur ke zaman onta?.

D. Hakikat Ibadah

Sebenarnya dalam ibadah itu terdapat hakikatnya, yaitu[3] :

َ ‫ب بمحبة ِالمعبو ِد وع‬


ُ‫ظمت ِه اعتقادا بان للعالم سلطانا اليد ِْر ُكهُ العق ُل حقيقَتَه‬ ِ َ‫الر ْوحِ يَ ْنشَا ُ َع ِن ا ْستِ ْشع‬
ِ ‫ارالقل‬ ُّ ‫ع‬ُ ‫ُخضُو‬

“ketundukan jiwa yang timbul dari karena hati (jiwa) merasakan cinta akan Tuhan yang
ma’bud (disembah) dan merasakan kebesaran-Nya, lantaran beri’tiqad (meyakini) bahwa
bagi alam ini ada kekuasaan yang akal tak dapat mengetahui hakikatnya”.

Adapun seorang arif juga mengatakan bahwa hakikat ibadah yaitu :

‫ وترضى عنه قاسما ومعطيا ومانعا وترضاه اِل ًها ومعبودا‬,‫اصل العبادةِ ان ترضى هلل مدبرا ومختارا‬

“ pokok ibadah itu, ialah engkau meridhai Allah selaku pengendali urusan; selaku orang
yang memilih; engkau meridhai Allah selaku pembagi, pemberi penghalang (penahan), dan
engkau meridhai Allah menjadi sembahan engkau dan pujaan (engkau sembah)

Di dalam ibadah itu terdapat berbagai macam penghalang ibadah [4]. Penghalangnya yaitu:

1. Rezeki dan keinginan memilikinya,


2. Bisikan-bisikan dan keinginan meraih tujuan,
3. Qadha; dan pelbagai problematika, dan
4. Kesusahan dan berbagai musibah.

E. Syarat-Syarat Diterimanya Ibadah

Ibadah adalah perkara taufiqiyyah, yaitu tidak ada suatu ibadah yang disyari’atkan
kecuali berdasarkan al-Qur’an dan as Sunnah. Apa yang tidak disyari’atkan berarti bid’ah
mardûdah (bid’ah yang ditolak ), hal ini berdasarkan sabda Nabi s.a.w.:

.ُّ‫ْس َعلَ ْي ِه أ َ ْم ُرنَا فَ ُه َو َرد‬


َ ‫َم ْن َع َم ِِ َل َع َمالً لَي‬

“ Barangsiapa yang beramal tanpa adanya tuntutan dari Kami, maka amalan tersebut
tertolak.”

Ibadah-ibadah itu bersangkut penerimaannya kepada dua faktor yang penting, yang menjadi
syarat bagi diterimanya. Syarat-syarat diterimanya suatu amal (ibadah) ada dua macam
yaitu[5]:

1. Ikhlas

‫صيْتُ َربِِّي‬ ُ ‫) قُ ْل إِنِِّي أَخ‬١٢( َ‫) َوأ ُ ِم ْرتُ أل َ ْن أ َ ُكونَ أ َ َّو َل ْال ُم ْس ِل ِمين‬١١( َ‫صا لَّهُ ال ِدِّين‬
َ ‫َاف إِ ْن‬
َ ‫ع‬ َّ َ‫قُ ْل إِنِِّي أ ُ ِم ْرتُ أَ ْن أ َ ْعبُد‬
ً ‫َّللاَ ُم ْخ ِل‬
)١٤( ‫صا لهُ دِينِي‬َّ َ َّ ‫) قُ ِل‬١٣( ‫اب يَ ْو ٍم َع ِظ ٍيم‬
ً ‫َّللاَ أ ْعبُدُ ُم ْخ ِل‬ َ َ‫َعذ‬

“Katakanlah: “Sesungguhnya aku diperintahkan supaya menyembah Allah dengan


memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama. Dan aku diperintahkan
supaya menjadi orang yang pertama-tama berserah diri”. Katakanlah: “Sesungguhnya aku
takut akan siksaan hari yang besar jika aku durhaka kepada Tuhanku”. Katakanlah: “Hanya
Allah saja yang aku sembah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan)
agamaku”. (QS az-Zumar/39 : 11-14)

2. Dilakukan secara sah yang sesuai dengan tuntunan Rasulullah s.a.w.

َ ‫احد ٌ فَ َم ْن َكانَ يَ ْر ُجو ِلقَا َء َر ِِّب ِه فَ ْليَ ْع َم ْل َع َم ًال‬


‫صا ِل ًحا َو َال يُ ْش ِر ْك ِب ِعبَادَةِ َر ِِّب ِه‬ ِ ‫ي أَنَّ َما ِإلَ ُه ُك ْم ِإلَهٌ َو‬
َّ َ‫قُ ْل ِإنَّ َما أَنَا بَش ٌَر ِمثْلُ ُك ْم يُو َحى ِإل‬
)110:‫أ َ َحدًا (الكهف‬

“Katakanlah: Sesungguhnya aku ini manusia biasa seperti kamu, yang diwahyukan
kepadaku: “Bahwa sesungguhnya Tuhan kamu itu adalah Tuhan yang Esa”. Barangsiapa
mengharap perjumpaan dengan Tuhannya, maka hendaklah ia mengerjakan amal yang saleh
dan janganlah ia mempersekutukan seorangpun dalam beribadat kepada Tuhannya”. (QS al-
Kahfi/18: 110)

Syarat yang pertama merupakan konsekuensi dari syahadat lâ ilâha illallâh, karena ia
mengharuskan ikhlas beribadah hanya kepada Allah dan jauh dari syirik kepada-Nya.
Sedangkan syarat kedua adalah konsekuensi dari syahadat Muhammad Rasulullah s.a.w.,
karena ia menuntut wajib-nya taat kepada Rasul, mengikuti syari’atnya dan meninggalkan
bid’ah atau ibadah-ibadah yang diada-adakan.

Ulama’ ahli hikmah (hukamâ’) berkata: inti dari sekian banyak ibadah itu ada 4, yaitu[6]:

‫الوفاء بالعهدود والمحافطة على الحدودوالصبر على المفقو والرضا بالموجود‬


1. Melaksanakan kewajiban-kewajiban Allah
2. Memelihara diri dari semua yang diharamkan Allah
3. Sabar terhadap rizki yang luput darinya
4. Rela dengan rezeki yang diterimanya.

F. Kesimpulan

Ibadah merupakan suatu uasaha kita untuk mendekatkan diri kepada Allah. Ibadah dalam
islam itu ada dua macam yaitu ibadah mahdhah dan ibadah ghairu mahdhah. Hakikat ibadah
itu adalah melaksanakan apa yang Allah cintai dan ridhai dengan penuh ketundukan dan
perendahan diri kepada Allah. Seorang hamba yang ibadahnya ingin dikabulkan hendaklah
haruis memenuhi 2 syarat yaitu ikhlas dan sesuai dengan tuntunan Rasulullah s.a.w..

G. Penutup

Alhamdulillah kami panjatkan kepada Allah, yang telah memberikan rahmat-Nya sehingga
kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan waktu yang telah ditentukan. Harapan saya
semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi saya sendiri dan para pembaca sekalian. Kami
memohon maaf atas segala kekurangan yang terdapat dalam penulisan dalam materi yang
disuguhkan dalam makalah ini. Terakhir kami sampaikan selamat membaca.

http://muhsinhar.staff.umy.ac.id/memahami-ibadah-mahdhah-dan-ghairu-mahdhah/

Ibadah mahdhah ialah ibadah dalam arti sempit yaitu aktivitas atau perbuatan yang sudah
ditentukan syarat dan rukunnya. Maksudnya syarat itu hal-hal yang perlu dipenuhi sebelum
suatu kegiatan ibadah itu dilakukan. Sedangkan rukun itu hal-hal, cara, tahapan atau urutan
yang harus dilakukan dalam melaksanakan ibadah itu.

Contoh Ibadah Mahdhah :

 Salat
 Puasa
 Haji

https://id.wikipedia.org/wiki/Ibadah_mahdhah

Puasa
Artikel utama untuk bagian ini adalah: Puasa
Puasa pada bulan Ramadan yaitu bulan kesembilan dari bulan hijriyah.
Sifat puasa:

Seorang muslim berniat puasa sebelum waktu shubuh (fajar) terang. Kemudian
menahan dari makan, minum dan jima’ (mendatangi istri) hingga terbenamnya
matahari kemudian berbuka. Ia kerjakan hal itu selama hari bulan Romadhon. Dengan
itu ia menghendaki ridho Allah ta’ala dan beribadah kepada-Nya.

Dalam puasa terdapat beberapa manfaat tak terhingga. Di antara yang terpenting:

1. Merupakan ibadah kepada Allah dan menjalankan perintah-Nya. Seorang hamba


meninggalkan syahwatnya, makan dan minumnya demi Allah. Hal itu di antara sarana
terbesar mencapai taqwa kepada Allah ta’ala.
2. Adapun manfaat puasa dari sudut kesehatan, ekonomi, sosial maka amat banyak.
Tidak ada yang dapat mengetahuinya selain mereka yang berpuasa atas dorongan
akidah dan iman.

Zakat
Artikel utama untuk bagian ini adalah: Zakat

Allah telah memerintahkan setiap muslim yang memilki harta mencapai nisab untuk
mengeluarkan zakat hartanya setiap tahun. Ia berikan kepada yang berhak menerima dari
kalangan fakir serta selain mereka yang zakat boleh diserahkan kepada mereka sebagaimana
telah diterangkan dalam Al Qur’an.

Nishab emas sebanyak 20 mitsqal. Nishab perak sebanyak 200 dirham atau mata uang kertas
yang senilai itu. Barang-barang dagangan dengan segala macam jika nilainya telah mencapai
nishab wajib pemiliknya mengeluarkan zakatnya manakala telah berlalu setahun. Nishab biji-
bijian dan buah-buahan 300 sha’. Rumah siap jual dikeluarkan zakat nilainya. Sedang rumah
siap sewa saja dikeluarkan zakat upahnya. Kadar zakat pada emas, perak dan barang-barang
dagangan 2,5 % setiap tahunnya. Pada biji-bijian dan buah-buahan 10 % dari yang diairi
tanpa kesulitan seperti yang diairi dengan air sungai, mata air yang mengalir atau hujan.
Sedang 5 % pada biji-bijian yang diairi dengan susah seperti yang diairi dengan alat penimba
air.

Di antara manfaat mengeluarkan zakat menghibur jiwa orang-orang fakir dan menutupi
kebutuhan mereka serta menguatkan ikatan cinta antara mereka dan orang kaya

Haji
Artikel utama untuk bagian ini adalah: Haji

Rukun Islam kelima adalah haji (ziarah) ke Baitullah Mekkah sekali seumur hidup. Adapun
lebihnya maka merupakan sunnah. Dalam ibadah haji terdapat manfaat tak terhingga :

1. Pertama, haji merupakan bentuk ibadah kepada Allah ta’ala dengan ruh, badan dan
harta.
2. Kedua, ketika haji kaum muslimin dari segala penjuru dapat berkumpul dan bertemu
di satu tempat. Mereka mengenakan satu pakaian dan menyembah satu Robb dalam
satu waktu. Tidak ada perbedaan antara pemimpin dan yang dipimpin, kaya maupun
miskin, kulit putih maupun kulit hitam. Semua merupakan makhluk dan hamba Allah.
Sehingga kaum muslimin dapat bertaaruf (saling kenal) dan taawun (saling tolong
menolong). Mereka sama-sama mengingat pada hari Allah membangkitkan mereka
semuanya dan mengumpulkan mereka dalam satu tempat untuk diadakan hisab
(penghitungan amal) sehingga mereka mengadakan persiapan untuk kehidupan
setelah mati dengan mengerjakan ketaatan kepada Allah ta’ala.

https://id.wikipedia.org/wiki/Rukun_Islam

You might also like