You are on page 1of 4

Judul : Konjungtivitis Tarsal Kronik

Latar Belakang : Banyak bentuk konjungtivitis kronis yang telah dikenali.


Menurut Chen et al dan Guglielmetti et al, jenis yang paling
sering ditemukan kemungkinan adalah konjungtivitis alergi
kronis yang bermanifestasi sebagai mata merah yang terasa
gatal dengan penebalan tepi kelopak mata dan dermatitis
periorbital yang terkait, yang biasanya berkaitan dengan
atopi. Menurut Radford et al, gatal selalu merupakan
gambaran utama konjungtivitis alergi kronis. Toksisitas
jarang dipertimbangkan, dan terdapat relatif sedikit publikasi
dalam bidang ini, namun konjungtivitis toksik kronis telah
digambarkan memperlihatkan gambaran klinis berupa sekret
yang cair, reaksi papiler konjungtiva pada awalnya, reaksi
folikuler selanjutnya, dan seringkali dermatitis pada kelopak
mata dan erosi punktata inferior. Penulis pada penelitian ini
telah mencatat adanya peningkatan angka rujukan ke
layanan Oftalmologi Layanan primer (PCO) terhadap
pasien-pasien dengan tampilan yang atipikal dengan epifora
sebagai gejala utamanya. Penyebab epifora lainnya terdiri
atas obstruksi duktus nasolakrimalis, namun kami tidak
mencatat adanya peningkatan jumlah pasien yang datang
dengan kedua kondisi tersebut.

Metode : Penelitian ini menggunakan metode retrospektif terhadap


pemeriksaan klinis dan laboratorium standar dilakukan pada
serangkaian 55 pasien dengan bentuk konjungtivitis yang
baru dikenali. Para pasien yang menjalani biopsi diberikan
informasi secara lengkap mengenai risiko dan manfaat yang
terlibat dan memberikan persetujuan tertulis untuk tindakan.
1. Pengelolaan klinis
Pemeriksaan slit lamp dilakukan untuk mencatat adanya
perubahan konjungtiva. Satu-satunya penatalaksanaan yang
efektif adalah tetes steroid topikal. Sebagai akibatnya

1
dibutuhkan pemantauan yang seksama terutama untuk
memantau tekanan intraokular.
2. Mikrobiologi
Pada empat pasien, apusan dikirimkan untuk pemeriksaan
klamidia yang semuanya menunjukkan hasil negatif.
3. Biopsi dan histopatologi
Pada enam pasien yang baru datang secara berturut-turut
memberikan persetujuan untuk biopsi konjungtiva Biopsi
punch (1 mm) diambil dari konjungtiva tarsal pada 15 kasus.
Sediaan ini difiksasi pada formalin buffer netral (4%
formaldehida), diolah dan dimasukkan ke dalam lilin
parafin. Potongan irisan pada 4 µm diwarnai dengna
hematoksilin dan eosin, dan diperiksa dengan mikroskopi
langsung.
4. Pemeriksaan sensitivitas alergen
Pemeriksaan tempel kulit dengan IQ Ultra (Chemotechnique
Diagnostics, Sweden) dilakukan pada 43.6% (24/55) kasus.
Hasilnya dibaca pada hari 2 dan hari 4 setelah pengolesan
awal. Eritema dengan infiltrasi, papul atau vesikel pada kulit
dianggap hasil yang positif. Kuesioner dan dokumen rumah
sakit elektronik digunakan untuk memperoleh informasi
mengenai riwayat atopi pribadi.
Hasil : 1. Gambaran klinis
Sejumlah 55 pasien diikutsertakan dalam serial kasus
retrospektif ini. Semua perempuan dewasa dengan median
usia 44 tahun (rentang 17 – 72) datang selama periode 2010-
2014 sebagai rujukan dari dokter layanan primer yang telah
menjalani penatalaksanaan standar untuk epifora dan
konjungtivitis dan belum berhasil. Epifora merupakan gejala
yang paling sering ditemukan. Gejala-gejala yang terkait
termasuk kekakuan dan rasa gatal hanya tergambarkan pada
1 pasien. Tidak ada satupun yang menggunakan lensa kontak

2
dan semuanya telah mengalami kondisi ini selama
setidaknya satu bulan (rerata 9 bulan, rentang 1 – 36 bulan).
Semua pasien sebelumnya telah menggunakan kosmetik
setiap hari. Tanda-tandanya adalah reaksi papiler
konjungtiva tarsal atas dan bawah bilateral sedang. Pada satu
pertiga kasus terdapat hiperemis konjungtiva bulbar ringan.
2. Mikrobiologi
Pada 7.1% (4/55) pasien, pemeriksaan mikrobiologi standar
menyingkirkan infeksi klamidia.
3. Histopatologi
Sediaan H&E menunjukkan jaringan konjungtiva dengan
inflamasi kronis stroma Inflamasi sebagian besar merupakan
limfosit. Pada imunohistokimia, sebagian besar sel jelas
merupakan limfosit T CD3 positif, dengan jumlah limfosit B
CD20 positif yang lebih rendah. Tampilannya diduga sesuai
dengan alergi kontak.
4. Pemeriksaan sensitivitas alergen
Secara keseluruhan, hanya 9% (1/11) dari pasien yang positif
untuk Nikel yang mengkonfirmasi riwayat reaksi kulit di
masa lampau terhadap perhiasan pesanan yang mengandung
Nikel, tidak ada lagi yang lain yang tersensitisasi pada uji
tempel terhadap satu atau lebih kontak alergen yang
memiliki riwayat medis di masa lampau untuk dermatisis
kontak. Sebanyak 16.6% (4/24) memiliki riwayat atopi pada
diri mereka sendiri. Tidak ada yang terpapar terhadap
kemungkinan alegen kontak pada saat kerja atau waktu
senggang.
5. Respon terhadap penatalaksanaan
Sebanyak 15 pasien pertama dalam penelitian ini diberikan
antihistamin olopatadine (Opatanol) dan nedocromil
(Rapitil) selama beberapa bulan, yang tidak menunjukkan
respon. Gejala klinis epifora bisanya teratasi dalam waktu

3
satu atau dua minggu setelah memulai tetes steroid topikal,
apakah itu dengan dexamethasone 0.1% (Maxidex) atau
prednisolone 0.5% (Predsol), namun tanda-tanda klinis
inflamasi tarsal kronis biasanya masih tetap ada selama
beberapa bulan meskipun telah menggunakan steroid topikal
secara berkelanjutan. Perubahan utama dalam sediaan pada
bahan kosmetik adalah faraben dan fenoxyethanol.
Meskipun tampaknya tidak ada penelitian yang telah
dipublikasikan yang mengaitkan fenoxythanel dengan
konjungtivitis, paraben pada tetes mata telah tercatat
menyebabkan dermatitis kontak, dan adalah hal yang
memungkinkan bahan ini merupakan agen kausatif yang
bertanggung jawab atas kondisi ini.
Kesimpulan : Konjungtivitis tarsal kronis merupakan bentuk
konjungtivitis yang tidak biasa yang tampak berkaitan
dengan penggunaan satu merk kapas wajah, dan mungkin
bersifat toksik atau alergen-kontak yang dipicu oleh paraben
yang digunakan sebagai bahan pengawet.
Hasil Pembelajaran : Pada penelitian ini, konjungtivitis tarsal kronis dengan
kejadian yang baru, yaitu disebabkan karena bahan pengawet
kapas/kosmetik ini perlu disadari bahwa tidak selamanya
infeksi pada konjungtiva disebabkan karena agen virus,
bakteri, jamur maupun parasit, namun harus dipikirkan pula
penyebab non infeksi yang menyebabkan terjadinya
penyakit ini. Oleh karena itu, selain diberikan obat kita juga
harus mencegah pemakaian bahan yang kemungkinan
merupakan penyebab terjadinya konjungtivitis jenis baru ini.

You might also like