Professional Documents
Culture Documents
Pembimbing :
dr. Retno Wahyuningsih, Sp.M
Oleh:
Elnisa Asritamara 1620221201
Disusun Oleh :
Elnisa Asritamara 1620221201
i
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT atas rahmat,
nikmat, karunia dan hidayah-Nya, journal reading yang berjudul “CHRONIC
TARSAL CONJUNCTIVITIS” dapat diselesaikan.
Penulis ingin menyampaikan penghargaan dan ucapan terimakasih kepada
dr. Retno Wahyuningsih, Sp.M selaku pembimbing yang dengan penuh kesabaran
dan keikhlasan meluangkan waktu, tenaga dan pikiran dalam membimbing penulis
sehingga hambatan dalam penulisan journal reading ini dapat teratasi.
Penulis menyadari bahwa tulisan dalam journal reading ini masih jauh dari
kesempurnaan, oleh karena itu penulis mohon maaf apabila terdapat kekurangan
pada journal reading ini. Penulis juga mengharapkan kritik serta saran yang
membangun dari semua pihak agar menjadi lebih baik. Semoga journal reading
ini bermanfaat bagi para pembaca dan kemajuan ilmu pengetahuan khususnya
kedokteran dikemudian hari.
Penulis
ii
Konjungtivitis Tarsal Kronis
Metode
Tinjauan retrospektif terhadap pemeriksaan klinis dan laboratorium standar
dilakukan pada serangkaian 55 pasien dengan bentuk konjungtivitis yang baru
dikenali. Tinjauan kami mengikuti prinsip-prinsip Deklarasi Helsinki. Karena
penelitian ini bersifat retrospektif, persetujuan dari Komite Etik Kewenangan
Penelitian Kesehatan Inggris tidak dibutuhkan. Persetujuan untuk publikasi tidak
dibutuhkan selama pasien tidak dapat diidentifikasi. Para pasien yang menjalani
biopsi diberikan informasi secara lengkap mengenai risiko dan manfaat yang
terlibat dan memberikan persetujuan tertulis untuk tindakan, termasuk penggunaan
foto mata, jaringan, dan data yang terkait untuk penelitian dan pendidikan.
Pengelolaan klinis
Pemeriksaan slit lamp standar dengan foto digital konjungtiva tarsal (Topcon
3D OCT 2000) dilakukan untuk mencatat adanya perubahan konjungtiva. Pada
kasus-kasus yang ditemukan di awal tahap penelitian, sebagian pasien menjalani
pembersihan kantong mata untuk menentukan potensi duktus nasolakrimalis,
namun pemeriksaan ini dengan segera dianggap tidak relevan karena tempat
masalah yang utama adalah pada konjungtiva dan bukan pada punctum atau duktus
nasolakrimalis. Satu-satunya penatalaksanaan yang efektif adalah tetes steroid
topikal. Sebagai akibatnya dibutuhkan pemantauan yang seksama terutama untuk
memantau tekanan intraokular. Kondisi ini dianggap membaik ketika pasien tidak
mendapatkan steroid topikal lagi selama 2 bulan, dengan tidak adanya gejala
epifora dan tampilan konjungtiva tarsal yang normal.
Mikrobiologi
Pada empat pasien, apusan dikirimkan untuk pemeriksaan klamidia (BD
Viper, Becton Dickinson, Oxford, England), yang semuanya menunjukkan hasil
negatif. Tidak ada apusan yang dikirimkan untuk analisis bakteriologi.
Hasil
Gambaran klinis
Sejumlah 55 pasien diikutsertakan dalam serial kasus retrospektif ini. Semua
perempuan dewasa dengan median usia 44 tahun (rentang 17 – 72) datang selama
periode 2010-2014 sebagai rujukan dari dokter layanan primer yang telah menjalani
penatalaksanaan standar untuk epifora dan konjungtivitis dan belum berhasil.
Temuan klinisnya dirangkum dalam dokumen tambahan 1: Tabel S1. Epifora
merupakan gejala yang paling sering ditemukan. Gejala-gejala yang terkait
termasuk kekakuan dan rasa gatal hanya tergambarkan pada 1 pasien. Tidak ada
satupun yang menggunakan lensa kontak dan semuanya telah mengalami kondisi
ini selama setidaknya satu bulan (rerata 9 bulan, rentang 1 – 36 bulan). Semua
pasien sebelumnya telah menggunakan kosmetik setiap hari.
Tanda-tanda kardinalnya adalah reaksi papiler konjungtiva tarsal atas dan
bawah bilateral sedang (Gambar 1). Pada satu pertiga kasus terdapat hiperemis
konjungtiva bulbar ringan. Tanda-tanda negatif yang penting adalah tidak adanya
perubahan pada kornea, dermatisis pada kelopak mata atau penebalan tepi kelopak.
Diagnosis banding disingkirkan dengan anamnesis, pemeriksaan fisik atau
kurangnya respon terhadap penatalaksanaan (termasuk penatalaksanaan
sebelumnya sebelum rujukan).
Mikrobiologi
Pada 7.1% (4/55) pasien, pemeriksaan mikrobiologi standar menyingkirkan
infeksi klamidia. Meskipun tidak secara klinis merupakan konjungtivitis folikularis,
semua pasien diobati secara empiris dengan uji coba 1 gram azitromisin setelah
konseling, dengan tidak adanya respon terhadap gejala ataupun tanda-tandanya.
Histopatologi
Sediaan H&E menunjukkan jaringan konjungtiva dengan inflamasi kronis
stroma ringan (n = 3), sedang (n = 5), atau berat (n = 4), yang melibatkan epitel
pada semua kasus berat maupun sedang. Inflamasi tidak dapat dinilai pada 3 kasus
karena bahan yang tidak memadai untuk dinilai
Gambar 1. Tampilan klinis mata pada dua kasus perwakilan, yang menunjukkan
tampilan konjungtiva tarsal inferior dan superior pada dua pasien. A. Kelopak
bawah, B. Kelopak atas pada satu pasien, dan C. Kelopak bawah dan D. Kelopak
atas pada pasien lainnya. Keduanya menunjukkan tampilan papiler yang khas
dengan sebagian hiperemis.
Inflamasi sebagian besar merupakan limfosit dengan sangat kurangnya
pembentukan folikel limfoid (Gambar 2). Jumlah sel goblet berbeda-beda dengan
baik itu adanya jumlah yang meningkat maupun menurun. Pada imunohistokimia,
sebagian besar sel jelas merupakan limfosit T CD3 positif, dengan jumlah limfosit
B CD20 positif yang lebih rendah (Gambar 2). Tidak terdapat bukti akan adanya
limfoma, pemfigoid sikatrikal, konjungtivitis vernal, dan penyebab infeksius
lainnya. Hanya terdapat sedikit neutrofil, eosinofil atau makrofag dan tidak ada
granuloma yang teramati. Tidak tercatat adanya apoptosis epitel basal, yang
menyingkirkan suatu reaksi likenoid. Tampilannya diduga sesuai dengan alergi
kontak.
Pembahasan
Disini kami menggambarkan peningkatan insidensi bentuk konjungtivitis
kronis yang baru (Gambar 3), yang kami yakini merupakan bentuk konjungtivitis
kontak yang berkaitan dengan perubahan pada penyusun kosmetik periokular atau
kapas wajah yang digunakan untuk menghapusnya. Kosmetik sebelumnya telah
diketahui menyebabkan masalah pada mata [7] dan beberapa pemeriksaan
toksisitas pada mata dilakukan pada sebagian besar produk di pasar, dengan
menggunakan Draize eye test dan alternatif bebas hewan [8,9]. Hal ini biasanya
tidak dimaksudkan untuk menyingkirkan toksisitas kornea, namun dalam contoh
ini tampak bahwa pengaruh konjungtiva telah menghasilkan suatu gejala yang telah
ditetapkan dengan baik.
Meskipun kondisi ini cenderung ditemukan pada populasi pasien yang datang
ke departemen oftalmologi rumah sakit, kelainan ini seringkali terlewatkan pada
sebagian besar kasus lainnya. Pelayanan dari Pelayanan Primer Oftalmologi, yang
memiliki pegawai dari satu dokter ahli oftalmologis umum, memeriksa hampir
semua pasien baru dengan epifora untuk populasi Rugby (n = 100.000) serta pasien
dari area lainnya yang berdekatan. Dengan mengasumsikan populasi Inggris
sebesar 63 juta dan bahwa tampilan penyakit yang baru ini disajikan dalam angka
yang sama diseluruh Inggris, ekstrapolasi mengesankan bahwa hingga 13.000
pasien bisa datang dengan kondisi ini di Inggris pada tahun 2014.
Bentuk konjungtivitis ini merupakan masalah khusus karena kondisi ini
membutuhkan pemantauan dan penatalaksanaan dengan steroid topikal selama
beberapa bulan atau bahkan beberapa tahun kecuali jika dilakukan penatalaksanaan
yang tepat. Penatalaksanaan satu-satunya yang tepat yang telah kami temukan
hingga saat ini adalah steroid topikal dan penghindaran sediaan periokular dan
kapas wajah. Pembentukan katarak adalah suatu hal yang berisiko ketika steroid
digunakan untuk periode yang lama, dan pada sebagian besar kasus, steroid
dikurangi dari dengan kekuatan standar (yaitu deksamethason 0.1%) menjadi
kekuatan yang paling lemah (yaitu fluorometholone, FML) dalam waktu 3 bulan.
Menjalani pengurangan dosis FML selama 6-12 bulan kemungkinan tidak memiliki
risiko perburukan katarak yang tinggi. Namun, adalah suatu hal yang
mengkhawatirkan karena banyak pasien-pasien ini yang berisiko tetap
membutuhkan steroid topikal dalam periode yang lama untuk mengendalikan
gejala-gejala mereka kecuali mereka dipersiapkan untuk menghentikan semua
penggunaan produk-produk wajah dan menggunakan kapas wajah dan
menyingkirkan penyebabnya.
Pada Desember 2013, terdapat temuan media Inggris yang besar-besaran
mengenai epidemi masalah dermatologi yang disebabkan oleh bahan kimia
methylisothaizolinone (MI) dan methylchlorisothiazolinone (MCI), yang keduanya
secara bersamaan juga dikenal sebagai Kathon, yang digunakan untuk
meningkatkan waktu simpan kosmetik, losio, sabun, shampo, produk-produk untuk
tubuh lainnya dan pembersih kulit [10, 11]. Bahan ini awalnya diperkenalkan
sebagai bahan pengawet kosmetik pada tahun 2006 dan kemudian semenjak saat
itu menjadi digunakan secara luas. Semenjak pengenalannya, sejumlah kejadian
alergi kontak dan dermatitis kontak yang belum pernah terjadi sebelumnya telah
dilaporkan. Di AS Database Kosmetik dari Kelompok kerja Lingkungan
menganggap MI merupakan ancaman kesehatan yang sedang karena iritan
kimianya yang dapat menyerang kulit, mata, atau paru.
Gambar 3. Meningkatnya jumlah dan derivasi populasi konjungtivitis tarsal kronis
selama lima tahun.
Kesimpulan
Konjungtivitis tarsal kronis merupakan bentuk konjungtivitis yang tidak biasa
yang tampak berkaitan dengan penggunaan satu merk kapas wajah, dan mungkin
bersifat toksik atau alergen-kontak yang dipicu oleh paraben yang digunakan
sebagai bahan pengawet. Penting agar ahli oftalmologi mengenali kondisi yang
serupa ini, sejalan dengan pasien, mempertimbangkan strategi penelitian yang
dirincikan dalam artikel ini.