You are on page 1of 127

PENGARUH SKEPTISISME PROFESIONAL, PENGALAMAN DAN INDEPENDENSI

AUDITOR TERHADAP KEMAMPUAN MENDETEKSI FRAUD

(Studi Empirik pada BPK Perwakilan Provinsi Jawa Timur)

TESIS

disusun oleh :

ANDY CHANDRA PRAMANA (126020310011014)

PROGRAM STUDI MAGISTER SAINS AKUNTANSI

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS BRAWIJAYA

MALANG

2016
UCAPAN TERIMA KASIH

Penulis memanjatkan puja dan puji syukur ke hadapan Allah SWT, karena

berkat anugerah dan petunjuk-Nya, penulis berhasil menyelesaikan penelitian dan

tesis ini. Dalam proses meneliti dan menyelesaikan tesis ini, penulis memperoleh

pengetahuan dan pengalaman yang begitu banyak dan bermakna bagi penulis.

Tahap demi tahap pengerjaan dan ujian yang telah dilewati penulis hingga

disahkannya tesis ini merupakan refleksi dari proses perjuangan dan pembelajaran

penulis selama menyelesaikan studi di kampus yang luar biasa, Universitas

Brawijaya. Tesis ini bukan semata hasil perjuangan penulis sendiri melainkan juga

hasil dari dukungan dan masukan yang penulis terima dari berbagai pihak yang

telah dengan setia meluangkan waktu, tenaga dan pikirannya untuk membantu

penulis. Untuk itu, penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya

kepada :

1. Bapak Prof. Gugus Irianto, SE., MSA., Ak., Ph.D selaku Ketua Komisi

Pembimbing dan Bapak Nurkholis, SE., M.Buss., Ak., Ph.D selaku Anggota

Komisi Pembimbing yang sangat banyak mengarahkan penulis sejak

mengawali proses pengerjaan hingga tesis ini selesai. Kedua Komisi

Pembimbing ini sangat memotivasi dan menginspirasi penulis untuk

melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi.

2. Bapak Dr. Rosidi, SE., MM., Ak dan Bapak Dr. Roekhudin, SE., M.Si., Ak

selaku Komisi Penguji yang telah banyak memberikan masukan-masukan yang

berarti untuk menjadikan tesis ini lebih baik.

i
3. Kedua orang tua penulis Bapak Drs. Sumarlan, M.Si dan Ibu Juwarnaningsih,

S.Sos yang selalu mendorong dan mencurahkan segala kemampuannya demi

terselesaikannya tesis ini. Penulis sangat berterima kasih kepada orang tua

penulis karena telah membawa penulis sampai ke jenjang pendidikan ini.

Penulis akan selalu ingat nasehat beliau bahwa tidak akan ada sekolah yang

sia-sia, pesan tersebut menjadikan penulis lebih semangat lagi untuk selalu

belajar dan terus belajar.

4. Kakakku Mardhina Ratna Prabasari, SKM dan Dwi Wijiantoro, SIK yang selalu

memberikan semangat agar segera menyelesaikan tesis ini. Penulis berterima

kasih kepada mereka karena telah melahirkan dua orang keponakan, Jimmy

dan Danny yang sangat penulis sayangi. Dua keponakan penulis menjadi

penawar letih di kala penulis masih berjuang untuk menyelesaikan tesis ini.

5. Anita Mauludiyah yang dianugerahkan di kehidupan penulis sebagai suplemen

kebahagiaan penulis, seiring dengan terselesaikannya tesis ini. Penulis juga

selalu berharap agar keinginan kita segera terwujud.

6. Teman-teman yang sudah menjadi seperti saudara penulis sendiri, Rialdi

Azhar, SE., MSA., Ak., CA, Rizky Kurniawan, SE., Ak dan Rio Geralda SE., Ak

yang selalu bisa mengembalikan semangat penulis untuk segera menyandang

gelar MSA.

7. Teman-teman seperjuangan di Universitas Brawijaya seperti Kyla, Bayu, Jadzil,

Hanung, Raminra, Alfonsus, Indra, Hadi, Rossa, Norra, Sri, Aryo, Mathius, Uya,

Tommy, Asep, Farid, Roby, Ratna, Tika, Acyntia dan begitu banyak rekan

seperjuangan yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu.

ii
Untuk semua pihak, penulis mengucapkan Terima Kasih.

Malang, 6 September 2016

Andy Chandra Pramana


Penulis

iii
KATA PENGANTAR

Penulis memanjatkan puja dan puji ke hadapan Allah SWT yang


memberikan anugerah kepada penulis untuk dapat menyelesaikan penelitian dan
tesis ini. Penulis juga mengucapkan terima kasih sebesar besarnya kepada seluruh
pihak yang membantu penulis dalam penyelesaian penelitian dan tesis ini.
Tesis ini secara garis besar mendiskusikan mengenai pengaruh
skeptisisme profesional, pengalaman dan independensi terhadap kemampuan
auditor dalam mendeteksi kecurangan, khususnya pada auditor BPK Perwakilan
Provinsi Jawa Timur. Di bagian awal, Bab I, tesis ini menguraikan latar belakang,
motivasi penelitian, rumusan masalah, tujuan dan kontribusi penelitian. Bab II
menyajikan mengenai tinjauan literatur untuk mengembangkan model penelitian.
Bab III menyajikan kerangka konseptual beserta dengan perumusan hipotesis
penelitian. Metode penelitian dan teknik analisis data disajikan di dalam Bab IV. Bab
V menguraikan mengenai diskusi penulis mengenai hasil penelitian. Dan yang
terakhir Bab VI menguraikan kesimpulan serta keterbatasan dan saran penelitian
untuk penelitian selanjutnya.
Tiada gading yang tak retak, begitu pula dengan penulis yang menyadari
bahwa tesis ini tetap memiliki kekurangan dan keterbatasan sendiri. Oleh karena itu,
penulis sangat mengharapkan saran dan kritik dari pembaca agar tesis ini dapat
memberikan manfaat bagi pihak yang membutuhkannya.

Malang, 6 September 2016

Andy Chandra Pramana


Penulis

iv
ABSTRAK

PENGARUH SKEPTISISME PROFESIONAL, PENGALAMAN DAN


INDEPENDENSI AUDITOR TERHADAP KEMAMPUAN MENDETEKSI FRAUD
(Studi Empirik pada BPK Perwakilan Provinsi Jawa Timur)

Oleh:
Andy Chandra Pramana

Komisi Pembimbing:

Prof. Gugus Irianto, SE., MSA., Ak., Ph.D


Nurkholis, SE., M.Buss., Ak., Ph.D

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh skeptisisme profesional,


pengalaman dan independensi auditor terhadap kemampuan auditor dalam
mendeteksi fraud. Pengumpulan data dilakukan dengan menyebarkan kuesioner
kepada responden, yaitu auditor BPK Perwakilan Provinsi Jawa Timur. Skeptisisme
profesional diukur menggunakan skala skeptisisme dari Hurtt (2010), pengalaman
diukur dari lama auditor bekerja sebagai auditor, independensi diukur dari indikator
independensi profesional dari Sawyer (2006), dan kemampuan mendeteksi
kecurangan diukur dari gejala-gejala kecurangan yang dikembangkan oleh Fullerton
dan Durtschi (2004). Analisis regresi berganda digunakan untuk menguji pengaruh
antar variabel independen dan dependen. Kesimpulan dari penelitian ini adalah
masing-masing variabel independen yakni: skeptisisme profesional, pengalaman
dan independensi secara parsial memiliki pengaruh terhadap kemampuan auditor
dalam mendeteksi fraud. Penelitian ini dapat memberikan manfaat kepada auditor
BPK Perwakilan .Provinsi Jawa Timur agar selalu meningkatkan skeptisisme
profesional, pengalaman dan independensi mereka dalam melaksanakan tugasnya
mendeteksi kecurangan, sesuai dengan yang telah diatur dalam SPKN.

Kata Kunci : skeptisisme profesional, pengalaman, independensi, kemampuan


mendeteksi fraud, spkn

v
ABSTRACT

THE INFLUENCE OF PROFESSIONAL SKEPTICISM, EXPERIENCE AND AUDITORS


INDEPENDENCE ON THE ABILITY TO DETECT FRAUD
(Empirical Study at BPK Representatives of East Java Province)

By:
Andy Chandra Pramana

Supervisors:
Prof. Gugus Irianto, SE., MSA., Ak., Ph.D
Nurkholis, SE., M.Buss., Ak., Ph.D

This research aims to test empirically the influence of professional


skepticism, experience, and auditors independence on the auditors ability to detect
fraud. The data collection done by distributing questionnaires to the respondents,
that are auditors at the BPK was representative of the Province of East Java.
Professional skepticism is measured using a scale of skepticism from Hurtt (2010),
experience is measured from the length of service as an auditor, independence is
measured by indicators of professional independence from Sawyer (2006), ability to
detect fraud is measured by fraud symptoms from Fullerton and Durtschi (2004).
Result of the regression analysis indicate that each independent variable, that are
professional skepticism, experience, and independence, partially has an effect on
ability to detect fraud. The implication of this study is that BPK auditors
Representatives of the Province of East Java need to increase their professional
skepticism, audit experience and also uphold the values of independence in order to
do be able to detect fraud which is accordance with the State Financial Auditing
Standards.

Keywords : professional skepticism, experience, independence, ability to detect


fraud, , state financial auditing standards

vi
DAFTAR ISI

UCAPAN TERIMA KASIH...................................................................................... i


KATA PENGANTAR ............................................................................................ iv
ABSTRAK ............................................................................................................. v
ABSTRACT.......................................................................................................... vi
DAFTAR ISI ........................................................................................................ vii
DAFTAR TABEL ................................................................................................... x
DAFTAR GAMBAR .............................................................................................. xi
DAFTAR LAMPIRAN .......................................................................................... xii
BAB I PENDAHULUAN ........................................................................................ 1
1.1 Latar Belakang ............................................................................................ 1
1.2 Motivasi Penelitian .................................................................................... 10
1.3 Rumusan Masalah .................................................................................... 12
1.4 Tujuan Penelitian....................................................................................... 13
1.5 Kontribusi Penelitian.................................................................................. 13
BAB II KAJIAN PUSTAKA ................................................................................. 15
2.1 Landasan Teori ......................................................................................... 15
2.1.1 Kecurangan/Fraud........................................................................... 15
2.1.2 Audit Eksternal dan Tanggung Jawabnya dalam Pendeteksian
Fraud............................................................................................... 17
2.1.3 Kemampuan Auditor Dalam Mendeteksi Kecurangan...................... 19
2.1.4 Skeptisisme Profesional .................................................................. 21
2.1.5 Pengalaman .................................................................................... 23
2.1.6 Independensi................................................................................... 24
2.1.7 Skeptisisme Profesional dan Kemampuan Mendeteksi
Kecurangan/Fraud........................................................................... 26
2.1.8 Pengalaman dan Kemampuan Mendeteksi Kecurangan/Fraud ....... 28
2.1.9 Independensi dan Kemampuan Mendeteksi Kecurangan/Fraud...... 29
BAB III KERANGKA KONSEPTUAL DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS................... 30
3.1 Kerangka Konseptual ................................................................................ 30
3.2 Hipotesis ................................................................................................... 31
3.2.1 Skeptisisme Profesional dan Kemampuan Mendeteksi Fraud ......... 31
3.2.2 Pengalaman dan Kemampuan Mendeteksi Fraud ........................... 33
3.2.3 Independensi dan Kemampuan Mendeteksi Fraud.......................... 34

vii
BAB IV METODE PENELITIAN .......................................................................... 36
4.1 Jenis Penelitian ......................................................................................... 36
4.2 Unit Analisis .............................................................................................. 36
4.3 Populasi dan Sampel ................................................................................ 37
4.4 Jenis dan Teknik Pengumpulan Data ........................................................ 40
4.5 Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel ......................................... 40
4.5.1 Variabel Independen ....................................................................... 40
4.5.2 Variabel Dependen.......................................................................... 45
4.6 Teknik Analisis Data.................................................................................. 46
4.6.1 Analisis Deskriptif ............................................................................ 46
4.6.2 Tahapan-Tahapan Pengujian .......................................................... 47
4.7 Hasil Pilot Tes .......................................................................................... 51
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN .................................................................. 53
5.1 Hasil Uji Validitas dan Reabilitas .............................................................. 53
5.2 Demografi Responden.............................................................................. 55
5.3 Analisis Deskriptif Jawaban Responden................................................... 58
5.3.1 Distribusi Frekuensi Variabel Skeptisisme Profesional..................... 58
5.3.2 Distribusi Frekuensi Variabel Independensi ..................................... 60
5.3.3 Distribusi Frekuensi Variabel Kemampuan Mendeteksi Kecurangan .... 61
5.4 Hasil Uji Asumsi Klasik ............................................................................. 62
5.4.1 Hasil Uji Normalitas ......................................................................... 62
5.4.2 Hasil Uji Multikolinearitas................................................................. 63
5.4.3 Hasil Uji Heteroskedastisitas ........................................................... 64
5.5 Hasil Analisis Regresi Linier Berganda..................................................... 64
5.5.1 Hsil Analisis Koefisien Determinasi.................................................. 66
5.5.2 Hasil Uji Parsial (Uji t) ...................................................................... 66
5.5.3 Hasil Uji Simultan (Uji F).................................................................. 68
5.6 Pembahasan Hasil Penelitian................................................................... 68
5.6.1 Pengaruh Skeptisisme Profesional terhadap Kemampuan
Mendeteksi Fraud ........................................................................... 69
5.6.2 Pengaruh Pengalaman terhadap Kemampuan Mendeteksi Fraud... 69
5.6.3 Pengaruh Independensi terhadap Kemampuan Mendeteksi Fraud . 70
5.7 Diskusi Hasil Penelitian ............................................................................ 70
5.8 Implikasi Penelitian................................................................................... 72
5.8.1 Implikasi Teori ................................................................................. 73
5.8.2 Implikasi Praktik............................................................................... 74
viii
5.8.3 Implikasi Kebijakan.......................................................................... 75
BAB VI KESIMPULAN, SARAN DAN KETERBATASAN................................... 76
6.1 Kesimpulan .............................................................................................. 76
6.2 Keterbatasan Penelitian ........................................................................... 77
6.3 Saran Penelitian ....................................................................................... 77
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................... 79
LAMPIRAN ..................................................................................................... 82

ix
DAFTAR TABEL

Tabel 4.1 Jumlah Auditor BPK Perwakilan Provinsi Jawa Timur .......................... 38
Tabel 5.1 Uji Validitas dan Reabilitas Instrumen Penelitian (setelah eliminasi) .... 53
Tabel 5.2 Demografi Responden ......................................................................... 55
Tabel 5.3 Tingkat Pengembalian Kuesioner......................................................... 56
Tabel 5.4 Demografi Responden berdasarkan Jenis Kelamin.............................. 57
Tabel 5.5 Demografi Responden berdasarkan Lama Bekerja.............................. 57
Tabel 5.6 Demografi Responden berdasarkan Jumlah Penugasan ..................... 58
Tabel 5.7 Distribusi Frekuensi Variabel Skeptisisme Profesional (X1) .................. 59
Tabel 5.8 Distribusi Frekuensi Variabel Independensi (X3)................................... 60
Tabel 5.9 Distribusi Frekuensi Variabel Kemampuan Mendeteksi Kecurangan (Y) ....61
Tabel 5.10 Hasil Uji Normalitas............................................................................ 62
Tabel 5.11 Hasil Uji Multikolinearitas ................................................................... 63
Tabel 5.12 Hasil Uji Heteroskedastisitas.............................................................. 64
Tabel 5.13 Hasil Analisis Regresi Linier Berganda............................................... 65

x
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1.1 Hasil Survei Pendeteksian Fraud 2014 .............................................. 2


Gambar 3.1 Konsep Penelitian ............................................................................ 31

xi
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Kuesioner Penelitian .............................................................................. 82


Lampiran 2 Hasil Uji Pilot Tes Tahap Pertama.......................................................... 86
Lampiran 3 Hasil Output SPSS Uji Pilot Tes Tahap Pertama.................................... 87
Lampiran 4 Hasil Uji Pilot Tes Tahap Kedua............................................................. 96
Lampiran 5 Hasil Output SPSS Uji Pilot Tes Tahap Kedua....................................... 97
Lampiran 6 Diagram Frekuensi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin................ 104
Lampiran 7 Diagram Frekuensi Responden Berdasarkan Lama Bekerja ................ 104
Lampiran 8 Diagram Frekuensi Responden Berdasarkan Jumlah Penugasan........ 105
Lampiran 9 Distribusi Frekuensi Variabel Skeptisisme Profesional (X1) .................. 106
Lampiran 10 Distribusi Frekuensi Variabel Independensi (X3)................................. 107
Lampiran 11 Distribusi Frekuensi Variabel Kemampuan Mendeteksi
Kecurangan (Y) ................................................................................. 108
Lampiran 12 Output SPSS Hasil Pengujian Normalitas .......................................... 110
Lampiran 13 Output SPSS Hasil Pengujian Multikolinearitas .................................. 110
Lampiran 14 Output SPSS Hasil Pengujian Heteroskedastisitas ............................ 111
Lampiran 15 Output SPSS Hasil Koefisien Determinasi.......................................... 111
Lampiran 16 Output SPSS Hasil Uji Simultan ......................................................... 111

xii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Saat ini, kecurangan/fraud merupakan salah satu tindak kejahatan yang

fenomenal di dunia. Tindak kecurangan ini berkembang pesat di tengah-tengah

perkembangan teknologi dan perekonomian di semua negara, baik negara maju

maupun negara berkembang. Tindak kecurangan telah membudaya baik di

kalangan pemerintahan ataupun perusahaan, bahkan sekarang ini kalangan

pemerintah dan pengusaha bergandengan tangan melakukan tindak kecurangan

untuk mendapatkan keuntungan bersama. Hal ini mengindikasikan bahwa tindak

kecurangan ini telah melanda semua kalangan. Semua kecurangan ini

menyebabkan kerugian yang begitu besar, hal ini diperkuat dengan temuan

Association of Certified Fraud Examiner atau ACFE (2014) yang membuat laporan

statistik atas kerugian global akibat fraud mencapai sekitar $3,70 triliun

pertahunnya. Indonesia sendiri saat ini juga menjadi tempat berkembangnya tindak

kecurangan khususnya kasus korupsi. Hal ini diperkuat dengan survei dari

organisasi pengamat korupsi internasional yaitu Transparency yang menempatkan

Indonesia pada ranking 107 dari 175 negara dengan skor 34 dari skor tertinggi yaitu

100. Hasil memperlihatkan bahwa korupsi di Indonesia sudah sangat

memprihatinkan dan harus segera mendapatkan penanganan yang cepat dan tepat

agar bisa memulihkan kembali nama baik Indonesia di kalangan dunia.

1
2

. Gambar 1.1 berikut merupakan data statistik hasil survei ACFE (2014) atas

metode pendeteksian fraud secara global :

Gambar 1.1
Hasil Survei Pendeteksian Fraud 2014

Sumber : Report To The Nation ACFE 2014

Dari Gambar 1.1 di atas, hasil survei tersebut menunjukkan bahwa

pendeteksian fraud pada tahun 2014 didominasi oleh tip sebesar 42%. Data

tersebut mempunyai arti bahwa terungkapnya tindak kecurangan dikarenakan oleh

adanya tip yang berarti petunjuk, dalam hal ini tip banyak muncul dari whistleblower.

Mahkamah Agung Republik Indonesia mendefinisikan whistleblower sebagai

pelapor tindak pidana yang mengetahui dan melaporkan tindak pidana tertentu dan

bukan bagian dari pelaku kejahatan yang dilaporkannya (Haris dkk, 2011; 2).

2
3

Whistleblower tersebut dapat berasal dari kalangan pegawai sendiri, customer,

anonymous, vendor, bahkan dari kompetitor mereka. Yang menarik dari hasil survei

tersebut ialah peran auditor eksternal dalam mendeteksi kecurangan ini masih

menduduki peringkat bawah, yaitu peringkat tujuh dari dua belas dengan

prosentase sebesar 3%.

. Seperti yang disebutkan dalam SA Seksi 110 (PSA No. 01) bahwa

tanggung jawab auditor eksternal adalah untuk memberikan keyakinan kepada

pihak yang berkepentingan bahwa laporan keuangan telah disusun sesuai standar

yang berlaku serta mencerminkan keadaan yang sebenarnya atas suatu entitas

atau satuan kerja. Auditor eksternal juga harus memastikan bahwa laporan

keuangan tidak mengandung salah saji (misstatement) yang material baik yang

disebabkan oleh kekeliruan atau kecurangan (fraud). Faktor yang membedakan

kekeliruan dan kecurangan adalah tindakan yang mendasarinya, apakah kesalahan

pada laporan keuangan terjadi karena tindakan yang disengaja atau tindakan yang

tidak disengaja. Peran auditor eksternal adalah memeriksa laporan keuangan

tersebut sehingga pemakai laporan keuangan akan percaya bahwa laporan

keuangan tersebut tidak akan menyesatkan mereka (IAI, 2001). Dengan penjelasan

ini, maka seharusnya peran auditor eksternal menduduki peringkat atas dalam

survei ACFE (2014).

Kecurangan atau fraud semakin marak terjadi dengan berbagai cara yang

terus berkembang sehingga kemampuan auditor dalam mendeteksi kecurangan

juga harus terus ditingkatkan, bagaimanapun juga auditor dituntut untuk tetap

mampu mendeteksi kecurangan seandainya terjadi kecurangan dalam

melaksanakan tugas auditnya. Masalah yang timbul adalah auditor juga memiliki

3
4

keterbatasan dalam mendeteksi fraud. Keterbatasan yang dimiliki auditor akan

menyebabkan kesenjangan antara pemakai jasa auditor yang berharap agar auditor

dapat memberi keyakinan bahwa laporan keuangan yang disajikan tidak

mengandung salah saji dan telah mencerminkan keadaan yang sebenarnya.

Setiap auditor memiliki kemampuan yang berbeda dalam mendeteksi

kecurangan disebabkan karena beberapa faktor, misalnya sikap skeptisisme

profesional yang berbeda, pengalaman yang berbeda dan situasi independen

berbeda yang harus dihadapi auditor dalam bekerja. Standar Umum ketiga dalam

Standar Pemeriksaan Keuangan Negara (SPKN) yaitu peraturan yang dibuat oleh

Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) tahun 2007, menyatakan bahwa dalam

pelaksanaan pemeriksaan serta penyusunan laporan hasil pemeriksaan, pemeriksa

wajib menggunakan kemahiran profesionalnya secara cermat dan seksama.

Penjelasan pernyataan standar ini menyebutkan bahwa pemeriksa diwajibkan untuk

menggunakan kemahirannya secara profesional, cermat dan seksama,

memperhatikan prinsip-prinsip pelayanan atas kepentingan publik serta memelihara

integritas, obyektivitas, dan independensi dalam menerapkan kemahiran profesional

terhadap setiap aspek pemeriksaannya. Kemahiran profesional menuntut pemeriksa

untuk melaksanakan skeptisisme profesional, yaitu sikap yang mencakup pikiran

yang selalu mempertanyakan dan melakukan evaluasi secara kritis terhadap bukti

pemeriksaan. Pemeriksa menggunakan pengetahuan, keahlian dan pengalaman

yang dituntut oleh profesinya untuk melaksanakan pengumpulan bukti dan evaluasi

obyektif mengenai kecukupan, kompetensi dan relevansi bukti. Karena bukti

dikumpulkan dan dievaluasi selama pemeriksaan, skeptisisme profesional harus

digunakan selama pemeriksaan. Singkatnya, SPKN (2007) mengatur pemeriksa

4
5

untuk menggunakan sikap skeptisisme profesional dan independensi serta

pengalaman dalam melakukan tugasnya.

Pengalaman adalah pengetahuan atau keahlian yang diperoleh dari suatu

peristiwa melalui pengamatan langsung maupun berpartisipasi dalam peristiwa

tersebut. Pengalaman akan memengaruhi sensitivitas auditor terhadap isyarat-

isyarat kecurangan (Nasution dan Fitriany, 2012).

Seseorang auditor dengan jam terbang yang tinggi serta biasa menemukan

fraud dimungkinkan lebih teliti dalam mendeteksi fraud dibanding auditor dengan

jam terbang yang rendah. Auditor yang berpengalaman adalah auditor yang mampu

mendeteksi, memahami dan bahkan mencari penyebab dari munculnya

kecurangan-kecurangan tersebut. Singgih dan Bawono (2010), menyebutkan bahwa

auditor yang berpengalaman akan memiliki pengetahuan tentang kekeliruan dan

kecurangan yang lebih banyak sehingga akan menghasilkan kinerja yang lebih baik

dalam mendeteksi kasus-kasus kecurangan dibandingkan dengan auditor yang

tidak berpengalaman.

Kecurangan atau fraud itu sendiri frekuensi terjadinya jarang dan tidak

semua auditor pernah mengalami kasus terjadinya kecurangan, sehingga

pengalaman auditor yang berkaitan dengan kecurangan atau fraud tidak banyak.

Auditor dengan pengalaman yang minim atau belum pernah menemukan fraud akan

lebih sulit untuk mampu mendeteksi fraud dibandingkan dengan auditor dengan

pengalaman banyak dan sudah pernah menangani kasus fraud. Sebagai contoh

auditor junior, tentunya pengalaman yang dimiliki masih sangat minim, namun

sebagai seorang auditor mereka juga diwajibkan untuk mampu mendeteksi adanya

fraud walaupun tanggung jawab mereka lebih kecil dibanding auditor senior.

5
6

Pengalaman merupakan faktor penting yang memengaruhi kemampuan auditor

dalam mendeteksi kecurangan. Pengalaman akan memberikan pelajaran terhadap

jenis dan kecurangan-kecurangan yang pernah ditemukan auditor.

Sikap skeptisisme profesional dianggap penting bagi seorang auditor dalam

menilai bukti audit. Skeptisisme adalah sikap kritis dalam menilai kehandalan asersi

atau bukti yang diperoleh, sehingga dalam melakukan proses audit seorang auditor

memiliki keyakinan yang cukup tinggi atas suatu asersi atau bukti yang telah

diperolehnya dan juga mempertimbangkan kecukupan dan kesesuaian bukti yang

diperoleh.

Skeptisisme profesional auditor yang rendah akan menyebabkan auditor

tidak akan mampu mendeteksi adanya kecurangan karena auditor percaya begitu

saja terhadap asersi yang diberikan manajemen tanpa mempunyai bukti pendukung

atas asersi yang tersebut. Jika sikap skeptisisme profesional yang dimiliki auditor

tinggi, kemungkinan terjadinya kecurangan yang tidak terdeteksi semakin kecil.

Semakin skeptis seorang auditor kemungkinan kemampuan untuk mendeteksi

kecurangan juga semakin tinggi. Perbedaan ini menimbulkan masalah karena

tanggung jawab auditor untuk mampu mendeteksi fraud adalah sama walaupun

tingkat skeptisisme mereka berbeda.

Selain faktor skeptisisme profesional dan pengalaman auditor, sikap

independensi adalah salah satu faktor yang penting dalam keberhasilan

pendeteksian kecurangan. Tidak hanya menjadi faktor yang penting, tetapi juga

sebagai faktor kunci akan peran dan fungsi auditor. Auditor bisa saja menemukan

salah saji dalam proses pengauditan, namun keputusan untuk melaporkan atau

tidaknya sangat tergantung pada tingkat independensi yang dimiliki auditor. Selain

6
7

dalam SPKN, Standar Auditing tepatnya pada bagian Standar Umum yang kedua

juga menekankan auditor untuk bersikap independen. Standar tersebut

menyebutkan bahwa dalam semua hal yang berhubungan dengan perikatan,

independensi dalam sikap mental harus dipertahankan oleh auditor (IAI, 2001)

Beberapa peneliti terdahulu yang melakukan penelitian tentang kemampuan

auditor dalam mendeteksi kecurangan adalah pertama Nasution dan Fitriany (2012),

meneliti pengaruh beban kerja, pengalaman audit dan tipe kepribadian terhadap

skeptisisme profesional sebagai variabel intervening dengan variabel kontrol

gender, ukuran KAP dan posisi auditor terhadap kemampuan auditor dalam

mendeteksi kecurangan. Pengujian hipotesis dilakukan menggunakan PLS (Partial

Least Square) menghasilkan bahwa beban kerja berpengaruh negatif terhadap

peningkatan kemampuan auditor dalam mendeteksi gejala-gejala kecurangan,

sedangkan pengalaman audit dan skeptisisme profesional terbukti berpengaruh

positif terhadap peningkatan kemampuan auditor mendeteksi gejala-gejala

kecurangan. Penelitian kedua Pramudyastuti (2014) dengan menggunakan SPSS

for windows versi 20.00 menguji secara empirik pengaruh skeptisisme profesional

auditor, pelatihan audit kecurangan, dan independensi auditor terhadap

kemampuan auditor dalam mendeteksi kecurangan. Hasil penelitian menunjukkan

bahwa secara parsial skeptisisme profesional dan independensi auditor

berpengaruh positif terhadap kemampuan auditor dalam mendeteksi kecurangan,

sedangkan untuk variabel pelatihan audit kecurangan terbukti tidak berpengaruh

terhadap kemampuan auditor dalam mendeteksi kecurangan.

Penelitian ketiga Anggriawan (2014) menguji pengaruh pengalaman kerja,

skeptisisme profesional dan tekanan waktu terhadap kemampuan auditor dalam

7
8

mendeteksi fraud. Hasil dari penelitian ini adalah terdapat pengaruh positif antara

pengalaman kerja, skeptisisme profesional dan pengaruh negatif antara tekanan

waktu terhadap kemampuan auditor dalam mendeteksi fraud. Penelitian keempat

Ardiansyah (2013) meneliti pengaruh kompetensi dan independensi terhadap

kemampuan deteksi fraud. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa kompetensi

berpengaruh terhadap kemampuan deteksi fraud, sedangkan independensi tidak

berpengaruh terhadap kemampuan deteksi fraud. Hasil penelitian Ardiansyah

(2013) ini tidak konsisten dengan hasil penelitian Singgih dan Bawono (2010) dan

Pramudyastuti (2014) yang menyatakan bahwa independensi auditor berpengaruh

positif terhadap kemampuan auditor dalam mendeteksi kecurangan.

Gusti dan Ali (2008) menguji pengaruh skeptisisme profesional auditor yang

dikontrol oleh situasi audit, etika, pengalaman serta keahlian audit terhadap

pendeteksian kecurangan oleh akuntan publik. Bukti empirik dari penelitian ini

adalah skeptisisme profesional auditor berpengaruh negatif terhadap pendeteksian

kecurangan oleh akuntan publik. Hasil penelitian Gusti dan Ali (2008) ini tidak

konsisten dengan hasil penelitian Nasution dan Fitriany (2012), Pramudyastuti

(2014) dan Anggriawan (2014) yang menyatakan bahwa skeptisisme profesional

berpengaruh positif terhadap kemampuan auditor dalam mendeteksi kecurangan.

Singgih dan Bawono (2010) menguji pengaruh independensi, pengalaman, due

proffesional care, dan akuntanbilitas terhadap deteksi fraud. Hasil dari penelitian ini

menunjukkan bahwa independensi, due professional care dan akuntabilitas secara

parsial memengaruhi deteksi fraud, akan tetapi pengalaman tidak berpengaruh

pada deteksi fraud. Hasil ini sejalan dengan hasil penelitian dari Gusti dan Ali (2008)

8
9

namun tidak sejalan dengan hasil penelitian dari Nasution dan Fitriany (2012) dan

Anggriawan (2014).

Dari uraian latar belakang, bahwa isu kecurangan yang telah menjadi tindak

kejahatan global, fenomena rendahnya kontribusi auditor eksternal dalam

mendeteksi kecurangan dan perbedaan hasil penelitian dari penelitian-penelitian

terdahulu seperti yang telah diuraikan di atas, maka penelitian pengujian pengaruh

skeptisisme profesional, pengalaman dan independensi terhadap kemampuan

mendeteksi kecurangan ini menarik untuk dilakukan.

Pemilihan variabel independen didasarkan pada peraturan BPK dalam

SPKN yang mewajibkan auditor atau pemeriksanya untuk menggunakan tiga unsur

tersebut dalam melaksanakan tugasnya. Penelitian ini mengukur kemampuan

auditor eksternal pemerintah dari sisi skeptisisme profesional, pengalaman dan

independensi mereka. Penelitian ini menggunakan responden auditor BPK

Perwakilan Provinsi Jawa Timur, karena auditor BPK Perwakilan Provinsi Jawa

Timur merupakan bagian dari pemeriksa yang diatur dalam SPKN tersebut. Maka

dari itu auditor BPK Perwakilan Provinsi Jawa Timur menjadi subyek yang tepat

untuk diteliti. Berdasarkan data dari sistem informasi perundang-undangan

Sekretariat Negara Republik Indonesia, Provinsi Jawa Timur mendapatkan kucuran

dana alokasi umum terbesar pada Tahun Anggaran 2015 yaitu sebesar 35,9 triliun.

Oleh sebab itu tugas auditor BPK Perwakilan Provinsi Jawa Timur menjadi lebih

kompleks bila dibandingkan dengan auditor BPK Perwakilan Provinsi lainnya.

Penelitian ini merujuk referensi kepada peneliti terdahulu yang menguji

pengaruh variabel serupa, seperti Pramudyastuti (2014), Anggriawan (2014),

Ardiansyah (2013), Nasution dan Fitriany (2012), Singgih dan Bawono (2010) serta

9
10

Gusti dan Ali (2008). Adapun yang membedakan penelitian ini dengan penelitian

sebelumnya adalah indikator yang digunakan.

Indikator skeptisisme profesional dalam penelitian ini diadopsi dari Hurtt

(2010) yang menyebutkan ada enam indikator skeptisisme profesional yaitu :

questioning mind, suspension of judgement, search for knowledge, interpersonal

understanding, autonomy dan self esteem. Sementara Pramudyastuti (2014),

Anggriawan (2014), Nasution dan Fitriany (2012) menggunakan indikator pikiran

kritis, profesional, asumsi tepat, cermat dalam pemeriksaan laporan keuangan klien

dan kepercayaan diri. Gusti dan Ali (2008) mengukur skeptisisme profesional

melalui pengabdian pada profesi, kewajiban sosial, kemandirian, keyakinan

terhadap profesi dan hubungan dengan sesama profesi.

Indikator kemampuan mendeteksi kecurangan dalam penelitian ini

menggunakan indikator gejala-gejala kecurangan (fraud symptoms) yang

dikembangkan oleh Fullerton dan Durtschi (2004) yaitu corporate environment dan

financial records and accounting practice. Sedangkan Pramudyastuti (2014),

Nasution dan Fitriany (2012) menggunakan indikator pendekatan berdasarkan

sistem, pemilihan pengendalian, informasi sensitif, peningkatan integritas, sistem

kendali dan informasi untuk mengukur kemampuan mendeteksi kecurangan.

Ardiansyah (2013) menggunakan indikator karakteristik kecurangan, standar

pengauditan, lingkungan kerja, metode dan prosedur audit untuk mengukur

kemampuan mendeteksi kecurangan.

1.2 Motivasi Penelitian

Fokus awal mengapa peneliti memilih judul tersebut dikarenakan oleh, yang

pertama Nasution dan Fitriany (2012) menyarankan peneliti selanjutnya untuk

10
11

melakukan penelitian tentang kemampuan auditor pemerintah, karena dalam

penelitiannya menggunakan auditor eksternal Kantor Akuntan Publik (KAP).

Penggunaan auditor pemerintah sebagai responden dalam penelitian ini akan

membuat penelitian ini menjadi menarik sebab auditor pemerintah notabenenya

memiliki tingkat independensi yang berbeda dengan auditor independen. Perbedaan

ini dikarenakan oleh benturan kepentingan dan pengaruh serta tekanan politik yang

lebih kental terasa di sektor pemerintah dibandingkan dengan sektor swasta.

Kedua, Nasution dan Fitriany (2012) juga menyarankan peneliti selanjutnya

untuk menemukan variabel lain yang mungkin dapat memengaruhi kemampuan

mendeteksi kecurangan. Penelitian ini menggunakan variabel yang menurut peneliti

erat hubungannya dengan kemampuan auditor dalam mendeteksi kecurangan.

Seperti yang telah diatur dalam SPKN (2007) bahwa auditor wajib menggunakan

sikap skeptisisme profesional, pengalaman dan independensinya dalam

melaksanakan tugas pemeriksaan. Tugas pemeriksaan tersebut bertujuan untuk

memastikan bahwa laporan keuangan suatu entitas telah bebas dari salah saji yang

material dalam laporan keuangan. Salah saji meliputi kekeliruan yang tidak

disengaja dan kekeliruan yang disengaja yang dapat dikategorikan sebagai tindak

kecurangan atau fraud. Oleh karena itu, penelitian ini berusaha mengetahui

pengaruh skeptisisme profesional, pengalaman dan independensi terhadap

kemampuan auditor eksternal pemerintah dalam mendeteksi fraud.

Ketiga, adanya perbedaan hasil penelitian tentang pengujian pengaruh

skeptisisme profesional, pengalaman dan independensi terhadap kemampuan

mendeteksi kecurangan yang telah dilakukan oleh peneliti terdahulu yakni oleh

Pramudyastuti (2014), Anggriawan (2014), Ardiansyah (2013), Nasution dan Fitriany

11
12

(2012), Singgih dan Bawono (2010) serta Gusti dan Ali (2008). Hasil penelitian dari

Pramudyastuti (2014), Anggriawan (2014), Nasution dan Fitriany (2012)

menyatakan bahwa skeptisisme profesional berpengaruh terhadap kemampuan

auditor dalam mendeteksi kecurangan, sedangkan hasil penelitian Gusti dan Ali

(2008) menunjukkan hasil yang berbeda, yaitu skeptisisme profesional tidak

berpengaruh terhadap kemampuan auditor dalam mendeteksi kecurangan. Hasil

penelitian dari Anggriawan (2014), Nasution dan Fitriany (2012) menyebutkan

bahwa pengalaman berpengaruh terhadap kemampuan auditor dalam mendeteksi

kecurangan, namun hasil penelitian dari Singgih dan Bawono (2010) justru

menemukan tidak adanya pengaruh antara pengalaman dan kemampuan

mendeteksi kecurangan. Hasil penelitian Pramudyastuti (2014), Singgih dan

Bawono (2010) menunjukkan bahwa terdapat pengaruh antara independensi dan

kemampuan mendeteksi kecurangan, tetapi penelitian dari Ardiansyah (2013), Gusti

dan Ali (2008) menunjukkan bahwa independensi tidak berpengaruh terhadap

kemampuan auditor dalam mendeteksi kecurangan.

1.3 Rumusan Masalah

Penelitian ini mereplikasi dan mengembangkan studi terdahulu untuk

mengetahui pengaruh antara skeptisisme profesional, pengalaman dan

independensi terhadap kemampuan mendeteksi fraud. Berdasarkan uraian tersebut,

peneliti merumuskan pertanyaan penelitian sebagai berikut :

1. Apakah skeptisisme profesional auditor berpengaruh terhadap kemampuannya

dalam mendeteksi fraud?

2. Apakah pengalaman auditor berpengaruh terhadap kemampuannya dalam

mendeteksi fraud?

12
13

3. Apakah independensi auditor berpengaruh terhadap kemampuannya dalam

mendeteksi fraud?

1.4 Tujuan Penelitian

Penelitian ini mempunyai tujuan untuk memberikan bukti empirik atas

pertanyaan-pertanyaan yang telah dirumuskan dalam pertanyaan penelitian.

Adapun tujuan dalam penelitian ini adalah sebagai untuk memberikan bukti empirik

mengenai:

1. Pengaruh skeptisisme profesional auditor terhadap kemampuannya dalam

mendeteksi fraud.

2. Pengaruh pengalaman auditor terhadap kemampuannya dalam mendeteksi

fraud.

3. Pengaruh independensi auditor terhadap kemampuannya dalam mendeteksi

fraud.

1.5 Kontribusi Penelitian

Sebuah penelitian yang baik diharapkan mampu memberikan kontribusi,

baik secara teori maupun praktik. Penelitian ini memiliki kontribusi dalam tiga aspek,

yaitu kontribusi terhadap perkembangan teori, praktik dan kebijakan :

1. Kontribusi Teori

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan referensi dan perbandingan

untuk penelitian-penelitian selanjutnya yang berkaitan dengan faktor-faktor yang

berpengaruh terhadap kemampuan auditor dalam mendeteksi kecurangan.

2. Kontribusi Praktik

a. Bagi praktisi khususnya auditor, agar selalu mengingat bahwa dalam

melaksanakan tugasnya harus didasari dengan sikap skeptisisme

13
14

profesional, penggunaan pengalaman yang dimiliki dan menjunjung tinggi

sikap independensi.

b. Bagi organisasi yaitu BPK Perwakilan Provinsi Jawa Timur, sebagai masukan

dalam penilaian kinerja auditor dan peningkatan kemampuan dalam

pencegahan dan pendeteksian tindak kecurangan.

3. Kontribusi Kebijakan

Bagi para regulator dapat menjadikan hasil penelitian ini sebagai

pertimbangan sebelum membuat kebijakan atau keputusan yang berkaitan dengan

tugas auditor, khususnya auditor Badan Pemeriksa Keuangan.

14
BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Landasan Teori

Bab ini menguraikan landasan teori dan telaah literatur yang berhubungan

dengan teori yang dipakai oleh peneliti. Pembahasan dalam bab ini secara

berurutan adalah kecurangan/fraud, audit eksternal, konsep dan pengertian

kemampuan auditor dalam mendeteksi kecurangan, skeptisisme profesional,

pengalaman dan independensi.

2.1.1 Kecurangan/Fraud

Istilah fraud (Inggris) atau fraude (Belanda) sering diterjemahkan sebagai

kecurangan. Tuanakotta (2007) mengartikan kecurangan (fraud) secara sederhana

dengan ketidak-jujuran. Definisi kecurangan (fraud) yang terdapat dalam Wells

(2007; 9) adalah:

“Fraud is (1) A knowing misrepresentation of the truth or concealment of a


material fact to induce another to act to his or her detriment; is usual a tort,
but in some cases (esp. when the conduct is willful) it may be a crime, (2) A
misrepresentation made recklessly without belief in its truth to induce
another person to act, (3) A tort arising from knowing misrepresentation,
concealment of material fact, or reckless misrepresentation made to induce
another to act to his or her detriment.”

Dari definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa setidaknya ada tiga elemen

fundamental dalam kecurangan, yaitu: (1) kecurangan dilakukan oleh seseorang

dengan sengaja, (2) kecurangan adalah berbentuk penyembunyian fakta atau

penipuan atau pemaksaan, dan (3) kecurangan bertujuan untuk memperoleh

keuntungan pihak-pihak tertentu.

Statements on Auditing Standards No. 99 AU section 316 menyebutkan

bahwa terdapat tiga kondisi yang secara umum menyebabkan terjadinya

15
16

kecurangan, yaitu: (1) adanya dorongan atau tekanan (incentive or pressure) yang

menjadi motivasi bagi pelaku kecurangan untuk melakukan kecurangan (fraud), (2)

adanya peluang atau kesempatan (opportunity) yang mendukung pelaku untuk

melakukan kecurangan, dan (3) adanya rasionalisasi (razionalization), yaitu

pembenaran terhadap perilaku untuk berbuat kecurangan oleh pihak-pihak yang

melakukan tindakan kecurangan tersebut.

Wells (2007; 14) mengkategorikan kecurangan menjadi tiga kelompok, yaitu:

a. Korupsi (Corruption)

Skema korupsi dapat dipecah menjadi empat klasifikasi: (1) pertentangan

kepentingan (conflict of interest), (2) suap (bribery), (3) pemberian ilegal (illegal

gratuity), dan (4) pemerasan ekonomi (economic extortion).

b. Penyalahgunaan Aset (Asset Misappropriation)

Penyalahgunaan aset terbagi menjadi dua kategori, yaitu: (1) penyalahgunaan

kas (cash misappropriation) yang dapat dilakukan dalam bentuk skimming, larceny

atau fraudulent disbursements, dan (2) penyalahgunaan non-kas (non-cash

misappropriation) yang dapat dilakukan dalam bentuk penyalahgunaan (misuse)

atau pencurian (larceny) terhadap persediaan dan aset-aset lainnya.

c. Kecurangan Laporan Keuangan (Fraudulent Financial Statement)

Kecurangan laporan keuangan dapat dapat dilakukan melalui beberapa cara,

yaitu dengan (1) mencatat pendapatan-pendapatan fiktif (fictitious revenues), (2)

mencatatan pendapatan (revenue) dan/atau beban (expenses) dalam periode yang

tidak tepat, (3) menyembunyikan kewajiban dan beban (concealed liabilities and

expenses) yang bertujuan untuk mengecilkan jumlah kewajiban dan beban agar

perusahaan tampak lebih menguntungkan, (4) menghilangan informasi atau

16
17

mencantumkan informasi yang salah secara sengaja dari catatan atas laporan

keuangan (improper disclosures), atau (5) menilai aset dengan tidak tepat (improper

asset valuation).

Kecurangan merupakan suatu perilaku dimana seseorang mengambil atau

secara sengaja mengambil manfaat secara tidak jujur atas orang lain. Kejahatan

merupakan suatu tindakan yang disengaja yang melanggar undang-undang kriminal

yang secara hukum tidak boleh dilakukan dimana sebuah negara mengikuti hukum

tersebut dan memberikan hukuman atas pelanggaran yang dilakukan. Perbedaan

ini penting, karena tidak semua kecurangan adalah kejahatan dan sebagian besar

kejahatan bukan kecurangan.

2.1.2 Audit Eksternal dan Tanggung Jawabnya dalam Pendeteksian Fraud

Orang atau kelompok orang yang melaksanakan audit dapat dikelompokan

menjadi tiga golongan yaitu auditor independen, auditor pemerintah, dan auditor

internal (Mulyadi, 2002; 18). Secara umum auditor pemerintah dibagi 2, yaitu

auditor eksternal dan auditor internal. Auditor eksternal pemerintah adalah BPK dan

BPKP (Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan) merupakan auditor

internal pemerintah.

Penetapan BPK sebagai auditor eksternal pemerintah adalah berdasarkan

Undang-Undang nomor 15 tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan

Tanggung Jawab dan Keuangan Negara, BPK bertindak sebagai auditor pemerintah

eksternal dalam pemeriksaan atas pengelolaan dan tanggung jawab keuangan

negara. Di dalam melakukan pemeriksaan, BPK berpedoman pada SPKN yang

ditetapkan dengan Peraturan BPK-RI Nomor 01 tahun 2007. Hasil pemeriksaan

yang dilakukan BPK dituangkan dalam Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP). LHP

17
18

memuat opini, temuan, simpulan, dan rekomendasi pemeriksa. Hasil pemeriksaan

sangat penting perannya bagi pemerintah daerah (pemda), instansi yang diperiksa

dan stakeholder lainnya dalam pengambilan keputusan. Selain itu, adanya hasil

pemeriksaan yang baik akan meningkatkan kepercayaan masyarakat dan

stakeholder lainnya terhadap kinerja pemerintah. Hasil pemeriksaan yang

berkualitas adalah pemeriksaan yang sesuai dengan standar pemeriksaan mulai

dari perencanaan, pelaksanaan, dan pelaporan pemeriksaan.

Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia (BPK RI) adalah lembaga

tinggi negara dalam sistem ketatanegaraan Indonesia yang memiliki wewenang

dalam memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara. Dalam

SPKN (2007), tujuan standar pemeriksaan adalah untuk menjadi ukuran mutu bagi

para pemeriksa dan organisasi pemeriksa dalam melaksanakan pemeriksaan atas

pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara. Pengelolaan keuangan negara

merupakan suatu kegiatan yang akan memengaruhi peningkatan kesejahteraan dan

kemakmuran rakyat dan bangsa Indonesia. Tanggung jawab keuangan negara

untuk mempertahankan dan memperluas kepercayaan publik, pemeriksa harus

melaksanakan seluruh tanggung jawab profesionalnya, pemeriksa harus memahami

prinsip-prinsip pelayanan kepentingan publik serta menjunjung tinggi integritas,

objektivitas, dan independensi (SPKN, 2007).

Untuk menilai transparansi dan akuntabilitas pengelolaan keuangan negara,

BPK melakukan pemeriksaan keuangan. Untuk memastikan bahwa keuangan

Negara digunakan untuk sebesar-besarnyanya kemakmuran rakyat, maka BPK

melakukan Pemeriksaan Kinerja. Dengan pemeriksaan kinerja akan diketahui

efisiensi, ekonomis dan efektif pengelolaan keuangan Negara. Sedangkan pada

18
19

saat ditemui penyelewengan atau kecurangan, untuk mengetahuinya lebih lanjut

BPK melakukan pemeriksaan dengan tujuan tertentu.

2.1.3 Kemampuan Auditor Dalam Mendeteksi Kecurangan

Kemampuan auditor dalam mendeteksi kecurangan mencerminkan kualitas

dari seorang auditor dalam menjelaskan kekurangwajaran laporan keuangan yang

disajikan perusahaan dengan mengidentifikasi dan membuktikan kecurangan

(fraud) tersebut (Nasution dan Fitriany, 2012). Mui (2010) menyatakan bahwa tugas

pendeteksian kecurangan merupakan tugas yang tidak terstuktur yang

menghendaki auditor untuk menghasilkan metode-metode alternatif dan mencari

informasi-informasi tambahan dari berbagai sumber. Dalam melakukan

pendeteksian kecurangan, auditor diharuskan memiliki beberapa

kemampuan/keterampilan yang dapat mendukungnya dalam melakukan tugas

pendeteksian, seperti (1) keterampilan teknis (technical skills) yang meliputi

kompetensi audit, teknologi informasi dan keahlian investigasi, (2)

keahlian/kemampuan untuk dapat bekerja dalam sebuah tim, auditor harus dapat

menerima ide-ide, pengetahuan dan keahlian orang lain dengan komunikasi dan

berpandangan terbuka, dan (3) kemampuan menasehati (mentoring skill),

kemampuan ini harus dapat dimiliki oleh auditor senior dimana seorang senior harus

dapat menuntun para juniornya selama proses investigasi.

Kemampuan mendeteksi fraud adalah sebuah kecakapan atau keahlian

yang dimiliki auditor untuk menemukan indikasi mengenai fraud. Menurut

Tuanakotta (2007) mendeteksi kecurangan adalah upaya untuk mendapatkan

indikasi awal yang cukup mengenai tindak kecurangan, sekaligus mempersempit

ruang gerak para pelaku kecurangan.

19
20

Dalam pendeteksian kecurangan, sebagian besar bukti-bukti kecurangan

merupakan bukti-bukti yang sifatnya tidak langsung. Petunjuk adanya kecurangan

biasanya ditunjukkan oleh munculnya gejala-gejala (symptoms) seperti adanya

dokumentasi yang mencurigakan, keluhan dari pegawai ataupun kecurigaan dari

teman sekerja. Pada awalnya kecurangan akan tercermin melalui timbulnya

karakteristik tertentu atau yang biasa dikenal dengan red flag, baik yang merupakan

kondisi atau keadaan lingkungan maupun perilaku seseorang (Fullerton dan

Durtschi, 2004).

Pada kenyataannya, pendeteksian dini pada kecurangan lebih banyak

berhasil atas kontribusi whistleblower atau pelapor atas terjadinya tindak

kecurangan. Hasil survei ACFE (2014) menunjukkan bahwa dari tahun 2012 hingga

2014, whistleblower selalu menduduki peringkat pertama dalam pengungkapan

kecurangan. Setelah whistleblower, urutan berikutnya adalah management review,

penemuan kasus oleh internal audit, by accident atau karena kesalahan pelaku

kecurangan itu sendiri, saat rekonsiliasi akun, saat adanya pengecekan dokumen

kemudian baru saat adanya pemeriksaan oleh auditor eksternal. Hal ini

menandakan bahwa tindak kecurangan sulit untuk dideteksi oleh auditor eksternal.

Terbongkarnya suatu kasus kecurangan kebanyakan diketahui saat ada yang

melapor atau dapat diketahui saat ada pemeriksaan internal saja. Oleh karena itu

auditor eksternal seharusnya meningkatkan kemampuannya dalam mendeteksi

kecurangan.

Beberapa penelitian tentang kemampuan mendeteksi kecurangan telah

dilakukan oleh peneliti terdahulu, antara lain Pramudyastuti (2014), Anggriawan

(2014), Ardiansyah (2013), Nasution dan Fitriany (2012), Singgih dan Bawono

20
21

(2010) serta Gusti dan Ali (2008). Dari literature review yang telah dilakukan atas

penelitian-penelitian tersebut, peneliti menyimpulkan bahwa kemampuan auditor

dalam mendeteksi kecurangan dipengaruhi oleh skeptisisme profesional,

pengalaman dan independensi.

2.1.4 Skeptisisme Profesional

Skeptisisme berasal dari kata skeptis, berarti sikap meragukan, mencurigai,

dan tidak memercayai kebenaran suatu hal, teori, ataupun pernyataan. Dalam buku

istilah akuntansi dan auditing, skeptisisme berarti bersikap ragu-ragu terhadap

pernyataan-pernyataan yang belum cukup kuat dasar-dasar pembuktiannya.

Sedangkan profesional, menurut adalah sesuatu yang bersangkutan dengan

profesi, yang membutuhkan keahlian khusus untuk menerapkannya. Kata

profesional dalam skeptisisme profesional merujuk pada fakta bahwa auditor telah,

dan terus dididik dan dilatih untuk menerapkan keahliannya dalam mengambil

keputusan sesuai standar profesionalnya (Quadackers, 2009).

Skeptisisme profesional sendiri belum memiliki definisi yang pasti (Hurtt,

2010), namun dari definisi kata skeptisisme dan profesional tersebut dapat

disimpulkan bahwa skeptisisme profesional auditor adalah sikap auditor yang selalu

meragukan dan mempertanyakan segala sesuatu, dan menilai secara kritis bukti

audit serta mengambil keputusan audit berlandaskan keahlian auditing yang

dimilikinya. Skeptisisme bukan berarti tidak percaya, tapi mencari pembuktian

sebelum dapat memercayai suatu pernyataan.

Standar Profesional Akuntan Publik SA Seksi 230 PSA No. 04 (IAI, 2001)

mendefinisikan skeptisisme profesional sebagai sikap yang mencakup pikiran yang

selalu mempertanyakan dan melakukan evaluasi secara kritis bukti audit. Auditor

21
22

tidak boleh menganggap bahwa manajemen adalah tidak jujur, namun juga tidak

boleh menganggap bahwa kejujuran manajemen tidak dipertanyakan lagi. Auditor

juga tidak boleh merasa puas dengan bukti-bukti yang kurang persuasif karena

keyakinannya atas kejujuran manajemen.

International Standards on Auditing menjelaskan bahwa skeptisisme

profesional auditor adalah penting untuk penilaian yang kritis (critical assessment)

terhadap bukti-bukti audit, yaitu auditor harus memiliki pikiran yang selalu

mempertanyakan kehandalan dokumen-dokumen yang diperoleh dari pihak

manajemen dan juga mempertimbangkan kecukupan dan kesesuaian bukti yang

diperoleh (Karim, 2012).

Skeptisisme auditor yang rendah akan menyebabkan auditor tidak akan

mampu mendeteksi adanya kecurangan karena auditor percaya begitu saja

terhadap asersi yang diberikan manajemen tanpa mempunyai bukti pendukung atas

asersi yang tersebut. Jika sikap skeptisisme profesional yang dimiliki auditor tinggi,

kemungkinan terjadinya kecurangan yang tidak terdeteksi semakin kecil. Semakin

skeptis seorang auditor kemungkinan kemampuan untuk mendeteksi kecurangan

juga semakin tinggi. Perbedaan ini menimbulkan masalah karena tanggung jawab

auditor untuk mampu mendeteksi fraud adalah sama walaupun tingkat skeptisisme

mereka berbeda.

Di pihak lain, skeptisisme profesional dalam mendeteksi kecurangan juga

sangat dipengaruhi oleh pengalaman audit yang telah dimiliki auditor. Pramudyastuti

(2014) menyatakan bahwa pengalaman yang dimiliki auditor akan membantu

auditor dalam meningkatkan pengetahuannya mengenai kekeliruan dan

kecurangan. Singgih dan Bawono (2010) menyebutkan, auditor yang

22
23

berpengalaman adalah auditor yang mampu mendeteksi, memahami dan bahkan

mencari penyebab dari munculnya kecurangan-kecurangan tersebut, sehingga

kualitas audit yang dihasilkan akan lebih baik daripada auditor yang tidak

berpengalaman.

2.1.5 Pengalaman

Definisi pengalaman adalah pengetahuan atau keahlian yang diperoleh dari

suatu peristiwa melalui pengamatan langsung maupun berpartisipasi dalam

peristiwa tersebut. Pengalaman akan memengaruhi sensitivitas auditor terhadap

isyarat-isyarat kecurangan. Semakin banyak dan kompleks tugas-tugas yang

dilakukan seorang individu akan menyebabkan pengalaman individu tersebut

semakin meningkat karena hal ini akan menambah dan memperluas wawasan yang

dimiliki (Nasution dan Fitriany, 2012).

Singgih dan Bawono (2010) menambahkan bahwa pekerjaan yang secara

berulang-ulang dilakukan juga menjadi faktor yang dapat meningkatkan

pengalaman dan membuatnya menjadi lebih cepat dan lebih baik dalam

menyelesaikan tugas-tugas, serta individu tersebut lebih mengetahui hambatan-

hambatan yang mungkin dialaminya. Noviyani dan Bandi (2002), menyebutkan

bahwa auditor yang berpengalaman akan memiliki pengetahuan tentang kekeliruan

dan kecurangan yang lebih banyak sehingga akan menghasilkan kinerja yang lebih

baik dalam mendeteksi kasus-kasus kecurangan dibandingkan dengan auditor yang

tidak berpengalaman.

Pramudyastuti (2014) menyebutkan bahwa pengalaman merupakan suatu

proses pembelajaran dan penambahan perkembangan potensi bertingkah laku baik

dari pendidikan formal maupun non formal atau bisa juga diartikan sebagai suatu

23
24

proses yang membawa seseorang kepada suatu pola tingkah laku yang lebih tinggi.

Pengalaman menjadi indikator penting bagi kualifikasi profesional seorang auditor.

Pengalaman audit adalah pengalaman yang diperoleh auditor selama melakukan

proses audit laporan keuangan baik dari segi lamanya waktu maupun banyaknya

penugasan yang pernah ditangani (Suraida, 2005). Auditor yang telah memiliki

banyak pengalaman tidak hanya akan memiliki kemampuan untuk menemukan

kekeliruan (error) atau kecurangan (fraud) yang tidak lazim yang terdapat dalam

laporan keuangan tetapi juga auditor tersebut dapat memberikan penjelasan yang

lebih akurat terhadap temuannya tersebut dibandingkan dengan auditor yang masih

dengan sedikit pengalaman (Nasution dan Fitriany, 2012).

Anggriawan (2014) menambahkan bahwa auditor yang berpengalaman

memperlihatkan tingkat perhatian selektif yang lebih tinggi terhadap informasi yang

relevan. Pengalaman juga berpengaruh pada tingkat intuisi individu dalam

mengambil keputusan. Intuisi merupakan kemampuan seseorang belajar dari

pengalaman, bukan merupakan suatu daya kognitif yang terlahir atau kemampuan

yang digunakan sesuai kehendak. Oleh karena itu faktor pengalaman memegang

peranan penting dalam kompetensi auditor agar dapat mendeteksi adanya tindak

kecurangan.

2.1.6 Independensi

Independensi berarti sikap mental yang bebas dari pengaruh, tidak

dikendalikan oleh pihak lain, tidak tergantung pada orang lain. Independensi juga

berarti adanya kejujuran dalam diri auditor dalam mempertimbangkan fakta dan

adanya pertimbangan yang obyektif tidak memihak dalam diri auditor dalam

merumuskan dan menyatakan pendapatnya (Mulyadi, 2002; 37).

24
25

Dalam berbagai hal, independensi berarti kejujuran, integritas, obyektifitas

dan tanggung jawab. Independensi berarti menghindari hubungan yang dapat

menimbulkan kesan seseorang pemeriksa mempunyai suatu konflik kepentingan

(Sawyer, 2006; 27).

Sawyer (2006, 29) membagi tiga karakteristik independensi, yaitu:

independensi dalam program audit, independensi dalam verifikasi, dan

independensi dalam pelaporan. Ketiga karakter ini diperuntukkan bagi akuntan

publik atau auditor eksternal, tetapi konsep yang sama dapat diterapkan untuk

auditor internal dalam bersikap objektif. Independensi dalam program audit berarti

bebas dari intervensi manajerial atas penyusunan program audit dan prosedur audit,

yang mengandung arti bahwa auditor bebas dari segala persyaratan untuk

penugasan audit selain yang memang diisyaratkan untuk sebuah proses audit.

Independensi dalam verifikasi berarti bebas dalam mengakses semua dokumen,

aktiva dan karyawan yang relevan dengan audit yang dilakukan. Auditor bebas dan

tidak dibatasi dalam proses pemerolehan bahan bukti, termasuk juga terbebas dari

kepentingan pribadi yang dapat menghambat pemerolehan bukti audit.

Independensi dalam pelaporan berarti bebas dari tekanan untuk tidak melaporkan

atau memodifikasi fakta atau temuan dalam audit. Menghindari penggunaan kata

yang menyesatkan baik secara sengaja maupun tidak sengaja dalam melaporkan

fakta opini dan rekomendasi. Bebas dari tekanan dalam mempertimbangkan opini

dalam laporan audit.

Independensi merupakan salah satu ciri paling penting yang dimiliki oleh

profesi auditor. Karena banyak pihak yang menggantungkan kepercayaannya

kepada kebenaran laporan keuangan berdasarkan laporan auditor. Auditor di sini

25
26

mencakup auditor internal maupun eksternal. Karena sikap independen dituntut

untuk melekat dalam profesi mereka. Sekalipun auditor senior, apabila tidak

mempunyai sikap independensi dalam mengumpulkan informasi akan tidak

berguna, sebab informasi yang digunakan untuk mengambil keputusan haruslah

sebenar-benarnya dan tidak memihak (Mulyadi, 2002; 40).

Indepedensi merupakan salah satu karakter yang sangat penting untuk

profesi auditor dalam melaksanakan pemeriksaan terhadap kliennya. Dalam

melaksanakan pemeriksaaan, auditor memperoleh kepercayaan dari klien dan para

pemakai laporan keuangan untuk membuktikan kebenaran laporan keuangan yang

disusun dan disajikan oleh klien. Ramayara (2008) menyebutkan bahwa klien dapat

mempunyai kepentingan yang berbeda, bahkan mungkin bertentangan dengan

kepentingan para pemakai laporan keuangan. Demikian pula, kepentingan pemakai

laporan keuangan yang satu mungkin berbeda dengan pemakai yang lainnya. Oleh

karena itu dalam memberikan pendapat mengenai kewajaran laporan keuangan

yang diperiksa, khususnya auditor eksternal atau akuntan publik harus bersikap

independen terhadap kepentingan klien, pemakai laporan keuangan, maupun

terhadap kepentingan auditor eksternal atau akuntan publik itu sendiri. Begitu pula

auditor internal juga harus bersikap independen dalam memberikan pengawasan

bagi klien mereka, sekalipun auditor independen masih menjadi bagian dari klien

tersebut.

2.1.7 Skeptisisme Profesional dan Kemampuan Mendeteksi Kecurangan/

Fraud

Standar profesional akuntan publik menyatakan skeptisisme profesional

sebagai sikap auditor yang mencakup pikiran yang selalu mempertanyakan dan

26
27

melakukan evaluasi secara kritis terhadap bukti audit, auditor yang skeptis tidak

akan menerima begitu saja penjelasan dari klien, tetapi akan mengajukan

pertanyaan untuk memperoleh alasan bukti dan konfirmasi mengenai objek yang

dipermasalahkan, tanpa menerapkan skeptisisme profesional auditor, hanya akan

menemukan salah saji yang disebabkan oleh kekeliruan-kekeliruan saja dan sulit

untuk menemukan salah saji yang disebabkan oleh kecurangan, karena kecurangan

biasanya akan disembunyikan oleh pelakunya (IAI, 2001).

Hasil penelitian Noviyanti (2007) menunjukan bahwa auditor dengan tingkat

kepercayaan berbasis identifikasi jika diberi penaksiran resiko kecurangan yang

tinggi berpengaruh secara signifikan, tipe kepribadian memengaruhi sikap

skeptisisme profesional audit berpengaruh secara signifikan. Hasil penelitian lain

oleh Fullerton dan Durtschi (2004) menemukan adanya hubungan positif antara

skeptisisme profesional dan kemampuan mendeteksi kecurangan. Fullerton dan

Durtschi (2004) menyatakan bahwa auditor dengan skeptisisme yang tinggi akan

meningkatkan kemampuan mendeteksinya dengan cara mengembangkan

pencarian informasi-informasi tambahan bila dihadapkan dengan gejala-gejala

kecurangan. Semakin banyak informasi tambahan yang diperoleh auditor maka

akan semakin mampu auditor tersebut membuktikan benar atau tidaknya gejala-

gejala kecurangan tersebut. Penelitian yang berikutnya milik Karim (2012)

menunjukkan adanya perbedaan kemampuan auditor dalam mendeteksi

kecurangan antara auditor yang memiliki tingkat skeptisisme profesional yang tinggi

dengan auditor yang memiliki tingkat skeptisisme profesional yang rendah.

27
28

2.1.8 Pengalaman dan Kemampuan Mendeteksi Kecurangan/Fraud

Pengetahuan dan pengalaman merupakan keahlian yang berhubungan

dengan profesionalisme dalam akuntansi yang diperlukan dalam auditing karena itu,

pengetahuan dan pengalaman merupakan suatu komponen yang sangat penting

dalam tugas-tugas yang dilaksanakan oleh seorang auditor (Suraida, 2005).

Pengalaman merupakan suatu proses pembelajaran dan penambahan

perkembangan potensi bertingkah laku baik dari pendidikan formal maupun non

formal atau bisa juga diartikan sebagai suatu proses yang membawa seseorang

kepada suatu pola tingkah laku yang lebih tinggi.

Penelitian Noviyani dan Bandi (2002) yang didukung oleh penelitian Mui

(2010) juga menyebutkan bahwa auditor yang berpengalaman akan memiliki

pengetahuan tentang kekeliruan dan kecurangan yang lebih banyak sehingga akan

menghasilkan kinerja yang lebih baik dalam mendeteksi kasus-kasus kecurangan

dibandingkan dengan auditor yang tidak berpengalaman. Penelitian lain yang

dilakukan Nasution dan Fitriany (2012) dan Pramudyastuti (2014) menyatakan

bahwa pengalaman dan skeptisisme berpengaruh terhadap pendeteksian

kecurangan.

Pengalaman merupakan atribut yang penting yang harus dimiliki oleh

auditor. Hal ini terbukti dengan tingkat kesalahan yang dibuat oleh auditor yang

tidak berpengalaman lebih banyak daripada auditor berpengalaman. Ansah (2002)

di dalam penelitiannya menyimpulkan bahwa seorang karyawan yang memiliki

pengalaman kerja yang tinggi akan memiliki keunggulan dalam beberapa hal

sebagai berikut: a) Mendeteksi kesalahan, b) Memahami kesalahan dan, c) Mencari

28
29

penyebab munculnya kesalahan. Keunggulan tersebut bermanfaat bagi

pengembangan keahlian.

2.1.9 Independensi dan Kemampuan Mendeteksi Kecurangan/Fraud

Independensi sangat berhubungan dengan tanggung jawab auditor untuk

mendeteksi kecurangan dan kekeliruan laporan keuangan, ditinjau dari aspek-aspek

independensi yang berupa kejujuran dalam diri auditor dalam mempertimbangkan

berbagai fakta yang ditemuinya dalam auditnya. Aspek ini disebut dengan

independensi dalam kenyataan atau independence in facts, artinya seorang auditor

harus mengungkapkan tentang temuan apa yang didapat dari Laporan Keuangan

yang disusun oleh manajemen apakah Laporan Keuangan terjadi suatu kesalahan

atau ketidakberesan sesuai dengan temuan atau fakta yang ada, oleh karena itu

aspek tersebut disebut independence in fact, independensi merupakan sikap mental

yang harus dipertahankan oleh auditor, jadi dalam menilai kewajaran suatu laporan

keuangan seorang auditor tidak mudah dipengaruhi oleh pihak manapun (Arens,

2000; 24).

Singgih dan Bawono (2010) menyatakan sikap independensi adalah salah

satu hal yang penting dalam keberhasilan pendeteksian kecurangan dan

peningkatan kemampuan auditor. Independensi saat ini menjadi sorotan

masyarakat karena banyaknya kasus suap-menyuap auditor menyebabkan

independensi seakan-akan menjadi suatu hal yang lumrah untuk diabaikan.

Pernyataan ini didukung oleh penelitian Pramudyastuti (2014) yang hasil

penelitiannya menunjukkan bahwa variabel independensi berpengaruh signifikan

dalam upaya mencegah dan mendeteksi terjadinya fraud.

29
BAB III

KERANGKA KONSEPTUAL DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS

3.1 Kerangka Konseptual

Kerangka konseptual merupakan suatu alat dalam menganalisa suatu

konsep penelitian. Penelitian ini menggunakan analisis regresi linier berganda, yaitu

suatu pengujian penelitian untuk menganalisa pengaruh antara variabel X

(independen) terhadap variabel Y (dependen).

Berdasarkan latar belakang, tinjauan pustaka dan penelitian terdahulu,

terdapat beberapa faktor yang memengaruhi kemampuan auditor dalam mendeteksi

kecurangan, diantaranya adalah : Skeptisisme Profesional, Pengalaman, dan

Indepedensi. Karim (2012) meneliti tentang pengaruh skeptisme profesional

terhadap kemampuan auditor untuk mendeteksi kecurangan hasilnya adalah

terdapat perbedaan kemampuan auditor dalam mendeteksi kecurangan antara

auditor yang memiliki tingkat skeptisme profesional yang tinggi dengan auditor yang

memiliki tingkat skeptisme profesional yang rendah. Berikutnya, penelitian yang

dilakukan oleh Noviyani dan Bandi (2002), Nasution dan Fitriany (2012) mereka

meneliti tentang pengaruh pengalaman terhadap kemampuan auditor dalam

mendeteksi kecurangan. Kedua penelitian ini menyimpulkan bahwa pengalaman

berpengaruh positif terhadap kemampuan auditor dalam mendeteksi kecurangan.

Singgih dan Bawono (2010) menunjukkan bahwa adanya hubungan antara

independensi terhadap kemampuan mendeteksi kecurangan. Pernyataan ini

didukung oleh penelitian dari Pramudyastuti (2014) yang hasil penelitian

menunjukkan bahwa variabel independensi berpengaruh positif dalam upaya

30
31

mencegah dan mendeteksi terjadinya fraud. Gambar 3.1 di bawah ini merupakan

gambaran menyeluruh tentang penelitian ini :

Gambar 3.1
Konsep Penelitian

Skeptisisme Profesional (X1)

Kemampuan Mendeteksi
Pengalaman (X2)
Fraud (Y)

Independensi (X3)

3.2 Hipotesis

Berdasarkan konsep penelitian seperti yang digambarkan pada Gambar 3.1,

maka dapat dijelaskan bahwa penelitian ini menggunakan empat variabel, yaitu

variabel skeptisisme profesional, independensi, dan pengalaman auditor sebagai

variabel independen yang akan memengaruhi variabel kemampuan mendeteksi

fraud sebagai variabel dependen.

3.2.1 Skeptisisme Profesional dan Kemampuan Mendeteksi Fraud

Sikap skeptisisme profesional dianggap penting bagi seorang auditor dalam

menilai bukti audit. Skeptisisme adalah sikap kritis dalam menilai kehandalan asersi

atau bukti yang diperoleh, sehingga dalam melakukan proses audit seorang auditor

memiliki keyakinan yang cukup tinggi atas suatu asersi atau bukti yang telah

diperolehnya dan juga mempertimbangkan kecukupan dan kesesuaian bukti yang

diperoleh. Skeptisisme auditor yang rendah akan menyebabkan auditor tidak akan
32

mampu mendeteksi adanya kecurangan karena auditor percaya begitu saja

terhadap asersi yang diberikan manajemen tanpa mempunyai bukti pendukung atas

asersi yang tersebut. Jika sikap skeptisisme profesional yang dimiliki auditor tinggi,

kemungkinan terjadinya kecurangan yang tidak terdeteksi semakin kecil. Semakin

skeptis seorang auditor kemungkinan kemampuan untuk mendeteksi kecurangan

juga semakin tinggi.

International Standards on Auditing menjelaskan bahwa skeptisisme

profesional auditor adalah penting untuk penilaian yang kritis (critical assessment)

terhadap bukti-bukti audit, yaitu auditor harus memiliki pikiran yang selalu

mempertanyakan kehandalan dokumen-dokumen yang diperoleh dari pihak

manajemen dan juga mempertimbangkan kecukupan dan kesesuaian bukti yang

diperoleh. Fullerton dan Durtschi (2004), menyatakan bahwa auditor dengan

skeptisisme yang tinggi akan meningkatkan kemampuan mendeteksi

kecurangannya dengan cara mengembangkan pencarian informasi-informasi

tambahan bila dihadapkan dengan gejala-gejala kecurangan. Semakin banyak

informasi tambahan yang diperoleh auditor maka akan semakin mampu auditor

tersebut membuktikan benar atau tidaknya gejala-gejala kecurangan tersebut.

Hasil penelitian Karim (2012) menunjukkan bahwa terdapat perbedaan

kemampuan auditor dalam mendeteksi kecurangan antara auditor yang memiliki

tingkat skeptisisme profesional yang tinggi dengan auditor yang memiliki tingkat

skeptisisme profesional yang rendah. Hasil penelitian dari Pramudyastuti (2014) dan

Nasution dan Fitriany (2012) juga menyatakan bahwa skeptisisme profesional

berpengaruh positif terhadap kemampuan auditor dalam mendeteksi kecurangan.

Berbeda dengan Gusti dan Ali (2008) justru menemukan pengaruh negatif
33

skeptisisme profesional terhadap kemampuan mendeteksi fraud. Maka, hipotesis

dalam penelitian ini adalah :

H1: Skeptisisme profesional auditor berpengaruh terhadap kemampuan

auditor dalam mendeteksi fraud.

3.2.2 Pengalaman Auditor dan Kemampuan Mendeteksi Fraud

Pengalaman yang dimaksudkan disini adalah pengalaman auditor dalam

melakukan pemeriksaan laporan keuangan dan penugasan audit dilapangan baik

dari segi lamanya waktu, maupun banyaknya penugasan audit yang pernah

dilakukan. Semakin banyak auditor melakukan pemeriksaan laporan keuangan,

maka semakin tinggi pula tingkat skeptisisme yang dimiliki (Nasution dan Fitriany,

2012).

Menurut Anggriawan (2014), seorang auditor dengan jam terbang yang

tinggi serta biasa menemukan fraud dimungkinkan lebih teliti dalam mendeteksi

fraud dibanding auditor dengan jam terbang yang rendah. Auditor yang

berpengalaman adalah auditor yang mampu mendeteksi, memahami dan bahkan

mencari penyebab dari munculnya kecurangan-kecurangan tersebut. Noviyani dan

Bandi (2002), menyebutkan bahwa auditor yang berpengalaman akan memiliki

pengetahuan tentang kekeliruan dan kecurangan yang lebih banyak sehingga akan

menghasilkan kinerja yang lebih baik dalam mendeteksi kasus-kasus kecurangan

dibandingkan dengan auditor yang tidak berpengalaman.

Menurut Ansah (2002) memberikan kesimpulan bahwa seorang karyawan

yang memiliki pengalaman kerja yang tinggi akan memiliki keunggulan dalam

beberapa hal sebagai berikut: a) Mendeteksi kesalahan, b) Memahami kesalahan

dan, c) Mencari penyebab munculnya kesalahan. Keunggulan tersebut bermanfaat

bagi pengembangan keahlian.


34

Beberapa peneliti terdahulu melakukan penelitian tentang pengaruh

pengalaman terhadap kemampuan mendeteksi kecurangan. Diantaranya adalah

Anggriawan (2014), Karim (2012), Nasution dan Fitriany (2012) dalam hasil

penelitiannya menyatakan bahwa pengalaman berpengaruh positif terhadap

pendeteksian kecurangan. Namun, Gusti dan Ali (2008) menemukan bahwa

pengalaman tidak berpengaruh secara signifikan terhadap kemampuan mendeteksi

kecurangan. Sehingga, hipotesis dalam penelitian ini dapat disimpulkan sebagai

berikut :

H2: Pengalaman auditor berpengaruh terhadap kemampuan auditor dalam

mendeteksi fraud.

3.2.3 Independensi dan Kemampuan Mendeteksi Fraud

Independensi berarti kejujuran, integritas, obyektifitas dan tanggung jawab.

Independensi berarti menghindari hubungan yang dapat menimbulkan kesan

seseorang pemeriksa mempunyai suatu konflik kepentingan. Independensi harus

mencakup tiga hal, yaitu: independensi dalam program audit, independensi dalam

verifikasi, dan independensi dalam pelaporan (Sawyer, 2006, 29). Independensi

dalam program audit berarti bebas dari intervensi manajerial atas penyusunan

program audit dan prosedur audit, yang mengandung arti bahwa auditor bebas dari

segala persyaratan untuk penugasan audit selain yang memang diisyaratkan untuk

sebuah proses audit. Independensi dalam verifikasi berarti bebas dalam mengakses

semua dokumen, aktiva dan karyawan yang relevan dengan audit yang dilakukan.

Auditor bebas dan tidak dibatasi dalam proses pemerolehan bahan bukti, termasuk

juga terbebas dari kepentingan pribadi yang dapat menghambat pemerolehan bukti

audit. Independensi dalam pelaporan berarti bebas dari tekanan untuk tidak

melaporkan atau memodifikasi fakta atau temuan dalam audit. Menghindari


35

penggunaan kata yang menyesatkan baik secara sengaja maupun tidak sengaja

dalam melaporkan fakta opini dan rekomendasi. Bebas dari tekanan dalam

mempertimbangkan opini dalam laporan audit.

Singgih dan Bawono (2010) menyatakan sikap independensi adalah salah

satu hal yang penting dalam keberhasilan pendeteksian kecurangan. Menurut

Mulyadi (2002; 37), independensi berarti sikap mental yang bebas dari pengaruh,

tidak dikendalikan oleh pihak lain, tidak tergantung pada orang lain. Independensi

juga berarti adanya kejujuran dalam diri auditor dalam mempertimbangkan fakta dan

adanya pertimbangan yang obyektif tidak memihak dalam diri auditor dalam

merumuskan dan menyatakan pendapatnya. Dengan adanya sikap independesi

yang dimiliki auditor akan lebih leluasa untuk mengungkap segala kekeliruan dan

kecurangan yang ada.

Hasil penelitian Singgih dan Bawono (2010) menunjukkan bahwa adanya

hubungan antara independensi terhadap kemampuan mendeteksi kecurangan.

Pernyataan ini didukung oleh penelitian dari Pramudyastuti (2014) yang hasil

penelitian menunjukkan bahwa variabel independensi berpengaruh positif dalam

upaya mencegah dan mendeteksi terjadinya fraud. Namun, Ardiansyah (2013)

dalam hasil penelitiannya menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara

independensi dengan kemampuan mendeteksi fraud. Hipotesis dalam penelitian ini

adalah :

H3: Independensi auditor berpengaruh terhadap kemampuan auditor dalam

mendeteksi fraud.
BAB IV

METODE PENELITIAN

4.1 Jenis Penelitian

Penelitian ini termasuk ke dalam penelitian kuantitatif yang dapat diartikan

sebagai metode penelitian yang berlandaskan pada filsafat positivisme, digunakan

untuk meneliti pada populasi atau sampel tertentu, pengumpulan data

menggunakan instrumen penelitian, analisis data bersifat kuantitatif statistik.

Penelitian kuantitatif menjelaskan kedudukan-kedudukan variabel yang diteliti serta

hubungan antar masing-masing variabel sesuai dengan hipotesis yang telah

ditetapkan (Sugiyono, 2012; 5).

Penelitian ini menggunakan kuesioner sebagai alat mengumpulkan data,

maka dari itu penelitian ini tergolong dalam metode survei dengan data cross

section yang berarti pengumpulan data dilakukan pada rentang waktu tertentu

(Sugiyono, 2012; 18).

4.2 Unit Analisis

Dalam penelitian ini, yang menjadi objek penelitian adalah kemampuan

auditor eksternal pemerintah dalam mendeteksi kecurangan. Auditor eksternal

pemerintah dalam penelitian ini adalah auditor BPK Perwakilan Provinsi Jawa

Timur.

Unit analisis dalam penelitian adalah satuan tertentu yang diperhitungkan

sebagai subjek penelitian. Sehingga unit analisis dalam penelitian ini adalah auditor

BPK Perwakilan Provinsi Jawa Timur.

36
37

4.3 Populasi dan Sampel

Populasi adalah keseluruhan kelompok orang, kejadian, atau hal yang ingin

diinvestigasi oleh peneliti (Sekaran, 2006; 9). Dalam penelitian ini populasi yang

dimaksud adalah seluruh auditor BPK Perwakilan Provinsi Jawa Timur.

Provinsi Jawa Timur dipilih sebagai lokasi populasi dalam penelitian karena

berdasarkan data dari Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan Kementrian

Keuangan menunjukkan bahwa Provinsi Jawa Timur sebagai penerima dana

alokasi umum terbanyak pada tahun anggaran 2015 yaitu sebesar 35,9 triliun.

Sesuai dengan UU No. 15 Tahun 2004, lingkup pemeriksaan BPK meliputi seluruh

unsur keuangan negara termasuk di dalamnya adalah dana alokasi umum tersebut.

Seluruh unsur keuangan negara yang dialirkan kepada lembaga negara, lembaga

perwakilan, kementerian negara/lembaga, BUMN, dan pemerintah daerah akan

diperiksa oleh BPK. Pengalokasian dana alokasi umum berdasarkan celah fiskal

dan alokasi dasar seperti gaji pegawai negeri sipil. Sedangkan celah fiskal dilihat

dari kebutuhan fiskal dikurangi dengan kapasitas fiskal daerah. Hal ini telah diatur

dalam UU No.33 Tahun 2004 tentang perimbangan keuangan antara pemerintah

pusat dan daerah. Kebutuhan pendanaan diukur dari jumlah penduduk, luas

wilayah, produk domestik bruto (PDRB) per kapita dan indeks pembangunan

manusia (IPM).

Provinsi Jawa Timur memiliki luas wilayah 47.800 km2, jumlah penduduk

38,8 juta jiwa sebagai provinsi dengan jumlah penduduk terbesar ke-3 di Indonesia.

PDRB Jawa Timur tahun 2015 sebesar 1.689.882,40 miliar dan IPM 68,95

(www.jatim.bps.go.id). Angka-angka tersebut menyebabkan Provinsi Jawa Timur

menerima kucuran dana terbesar dari pemerintah pusat. Semakin banyak dana

yang dialirkan dari pemerintah pusat ke Provinsi Jawa Timur maka semakin
38

kompleks pula tugas pemeriksaan yang akan dilakukan oleh auditor BPK

Perwakilan Provinsi Jawa Timur.

Auditor/Pemeriksa di BPK Perwakilan Jawa Timur terbagi ke dalam 4 Sub

Auditorat. Sub Auditorat Jawa Timur I terdiri dari 41 pemeriksa, Sub Auditorat Jawa

Timur II terdiri dari 40 pemeriksa, Sub Auditorat Jawa Timur III terdiri dari 38

pemeriksa, Sub Auditorat Jawa Timur IV terdiri dari 35 pemeriksa, sehingga

keseluruhan pemeriksa di BPK Perwakilan Jawa Timur berjumlah 154 orang.

Tabel 4.1
Jumlah Auditor BPK Perwakilan Provinsi Jawa Timur

JUMLAH
NO SUB AUDITORIAT
AUDITOR
1 Sub Auditorat Jawa Timur I 41
2 Sub Auditorat Jawa Timur II 40
3 Sub Auditorat Jawa Timur III 38
4 Sub Auditorat Jawa Timur IV 35

Jumlah Auditor BPK Perwakilan Prov. Jatim 154


Sumber : BPK Perwakilan Prov. Jatim

Sub Auditorat Jatim I meliputi Provinsi Jawa Timur, Kota Surabaya,

Kabupaten Gresik, Kabupaten Sidoarjo, Kabupaten Sampang, Kabupaten

Sumenep, Kabupaten Bangkalan, Kabupaten Pamekasan dan Kabupaten

Lamongan. Sub Auditorat II meliputi Kota Mojokerto, Kabupaten Mojokerto,

Kabupaten Jombang, Kabupaten Tuban, Kabupaten Bojonegoro, Kota Madiun,

Kabupaten Madiun, Kabupaten Pacitan, Kabupaten Ponorogo, Kabupaten Ngawi,

Kabupaten Magetan. Sub Auditorat III meliputi Kota Kediri, Kabupaten Kediri,

Kabupaten Trenggalek, Kabupaten Tulungagung, Kabupaten Nganjuk, Kota Blitar,

Kabupaten Blitar, Kota Malang, Kabupaten Malang, Kota Batu. Sub Auditorat IV

meliputi Kota Pasuruan, Kabupaten Pasuruan, Kota Probolinggo, Kabupaten


39

Lumajang, Kabupaten Situbondo, Kabupaten Bondowoso, Kabupaten Jember,

Kabupaten Banyuwangi.

Sampel adalah sebagian dari populasi. Sampel terdiri atas sejumlah anggota

yang dipilih dari populasi. Dengan kata lain, sejumlah, tapi tidak semua (Sekaran,

2006; 11). Metode penentuan sampel dilakukan dengan cara proporsional sampling,

dengan kriteria auditor telah bekerja selama lebih dari empat tahun. Ukuran sampel

dalam penelitian ini menggunakan rumus Slovin (Umar, 2005; 22) :

n = N / ( 1 + N.e )2

Dimana:

n : jumlah sampel

N : jumlah populasi

e : prosentase kelonggaran ketidaktelitian karena kesalahan pengambilan

sampel yang masih dapat ditolerir adalah 5%

Perhitungan sampel :

n = N / ( 1 + N.e )2

n = 154 / ( 1 + 154 × (0,1) ×(0,1) )

n = 154 / 2,54

n = 60,62 (dibulatkan menjadi 61)

Metode proporsional sampling dipilih dengan tujuan agar dapat

merepresentasikan populasi, sehingga dari 61 sampel tersebut akan dihitung dan

dibagi secara proporsional ke masing masing sub auditorat. Kriteria sampel dalam

penelitian ini ialah auditor telah bekerja minimal empat tahun sebagai auditor. Pada

BPK Perwakilan Provinsi Jawa Timur terdapat 1 populasi yang tidak memenuhi

kriteria sampel, yaitu masih berstatus CPNS sehingga belum memiliki pengalaman
40

kerja lebih dari empat tahun. Berikut perhitungan pengambilan sampel dengan

metode proporsional :

Jumlah auditor per sub auditorat X Jumlah sampel


Jumlah populasi yang memenuhi kriteria

Dengan menggunakan perhitungan seperti rumus di atas, maka dapat

ditentukan jumlah sampel dari masing-masing sub auditorat. Sub auditorat I dan II

masing-masing 16 sampel, 15 sampel diambil dari Sub Auditorat Jawa Timur III, 14

sampel dari Sub Auditorat Jawa Timur IV.

4.4 Jenis dan Teknik Pengumpulan Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer. Data primer

diambil dengan cara menyebarkan kuesioner kepada responden penelitian, yaitu

auditor BPK Perwakilan Provinsi Jawa Timur.

4.5 Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel

Penelitian ini menggunakan tiga variabel independen dan satu variabel

dependen. Variabel-variabel penelitian dalam penelitian ini diukur menggukanan

skala likert. Skala ini digunakan untuk mengukur respon dari responden ke dalam

poin-poin skala dengan interval yang sama (Jogiyanto, 2007; 62).

4.5.1 Variabel Independen

1. Skeptisisme Profesional

Skeptisisme profesional auditor adalah sikap auditor yang selalu

meragukan dan mempertanyakan segala sesuatu, dan menilai secara

kritis bukti audit serta mengambil keputusan audit berlandaskan keahlian

auditing yang dimilikinya (Hurtt, 2010).


41

Indikator yang digunakan untuk mengukur skeptisisme profesional

dalam penelitian ini diadopsi dari skala skeptisisme profesional Hurtt

(2010) :

1. Pikiran yang selalu mempertanyakan (Questioning Mind)

Merupakan karakter skeptis seseorang yang kerap

mempertanyakan suatu alasan, penyesuaian, dan pembuktian

akan sesuatu yang dihadapinya atau diperolehnya. Karakteristik

skeptis ini bentuk dari beberapa indikator, yaitu :

- menolak suatu pernyataan atau statement tanpapembuktian

yang jelas

- mengajukan banyak pertanyaan untuk pembuktian akan suatu

hal.

2. Penangguhan keputusan (Suspension of Judgement)

Merupakan karakter skeptis yang membuat seseorang

membutuhkan waktu lebih lama dalam suatu kondisi tertentu untuk

dapat membuat pertimbangan yang matang, dan menambahkan

informasi tambahan untuk mendukung pertimbangan tersebut.

Karakter skeptis ini dibentuk dari beberapa indikator, yaitu :

- membutuhkan informasi yang banyak

- membutuhkan waktu yang lama namun matang untuk membuat

suatu keputusan

- tidak akan membuat keputusan jika semua informasi belum

terungkap
42

3. Pengembangan pengetahuan (Search for Knowledge)

Merupakan karakter skeptis yang didasari oleh rasa ingin tahu

(curiosity) yang tinggi. Rasa ingin tahu tersebut ditujukan semata-

mata untuk menambah pengetahuan yang dapat digunakan dalam

melakukan audit berdasarkan setiap pengetahuan yang

diperolehnya. Karakteristik skeptis ini dibentuk dari beberapa

indikator :

- lebih banyak untuk mencari dan berusaha untuk menemukan

informasi-informasi baru yang up to date

- menjadi sesuatu yang menyenangkan bila menukan hal-hal

yang baru

4. Pemahaman interpersonal (Interpersonal Understanding)

Adalah karakter skeptis seseorang yang dibentuk dari pemahaman

tujuan, motivasi, dan integritas dari penyedia informasi. Karakter

skeptis ini dibentuk dari beberapa indikator :

- berusaha untuk memahami perilaku orang lain

- berusaha untuk memahami alasan mengapa seseorang

berperilaku

5. Penentuan diri (Autonomy)

Merupakan sikap seseorang yang selalu menyimpulkan sesuatu

secara objektif atas bukti yang sudah dikumpulkan. Karakter

skeptis ini dibentuk dari beberapa indikator :

- tidak langsung menerima atau membenarkan pernyataan dari

orang lain

- mempertimbangkan penjelasan dan tanggapan dari orang lain


43

- menekankan pada suatu hal yang bersifat tidak konsisten

- tidak mudah untuk dipengaruhi oleh orang lain atau suatu hal

6. Penilaian diri (Self Esteem)

Merupakan karakter skeptis seseorang yang percaya akan

kemampuan dirinya sendiri dan secara profesional dapat

merespon dan mengolah semua bukti yang sudah terkumpul.

Karakter ini dibentuk oleh indikator :

- percaya akan kapasitas dan kapabilitas diri sendiri

Pernyataan-pernyataan dalam kuesioner diadopsi dari penelitian

Larimbi (2014) yang telah menggunakan jasa penerjemah berlisensi atas

pernyataan-pernyatan asli dari Hurtt (2010). Kuesioner ini layak dipakai

karena nilai Cronbach Alpha pada uji reliabilitas yang dilakukan oleh

Larimbi (2014) lebih besar dari 0,60 dan dinyatakan reliabel. Skeptisisme

profesional diukur menggunakan skala likert dengan nilai 1-6. Nilai 6

berati sangat setuju (SS), nilai 5 berarti setuju (S), nilai 4 berarti agak

setuju (AS), nilai 3 berarti agak tidak setuju (ATS), nilai 2 berarti tidak

setuju (TS) dan nilai 1 berarti sangat tidak setuju (STS). Namun, di dalam

pernyataan kuesioner terdapat 8 pernyataan negatif yaitu pada item

kuesioner nomor 1,10,11,16,17,19,25 dan 26 akan dinilai secara terbalik.

Pernyataan negatif ini baik untuk disertakan dalam kuesioner dengan

tujuan untuk mengetahui keseriusan responden dalam mengisi kuesioner.

Indikator Questioning Mind diwakili oleh item kuesioner nomor 7,13

dan 24. Indikator Suspension of Judgement diwakili oleh item kuesioner

nomor 3,9,20,22,27. Indikator Search for Knowledge diwakili oleh item

kuesioner nomor 4,8,15,23,28,29. Indikator Interpersonal Understanding


44

diwakili oleh item kuesioner nomor 5,11,14,26,30. Indikator Autonomy

diwakili oleh item kuesioner nomor 1,10,16,18,19,25. Indikator Self

Esteem diwakili oleh item kuesioner nomor 2,6,12,17,21 (Hurtt, 2010).

2. Pengalaman

Pengalaman adalah pengetahuan atau keahlian yang diperoleh dari

suatu peristiwa melalui pengamatan langsung maupun berpartisipasi

dalam peristiwa tersebut (Nasution dan Fitriany, 2012).

Indikator pengalaman dilihat dari lamanya bekerja sebagai seorang

auditor. Semakin lama ia bekerja sebagai auditor maka nilai pengalaman

yang dimilikinya semakin tinggi (Suraida, 2005). Indikator dan pengukuran

ini diadopsi dari penelitian sebelumnya yaitu Nasution dan Fitriany (2012).

Penelitian Nasution dan Fitriany (2012) telah memberikan bukti bahwa

indikator dan pengukuran ini telah reliabel dan dapat mewakili variabel

pengalaman auditor.

3. Independensi

Independensi berarti seorang auditor harus bersikap netral dalam

tiga aspek yaitu independen dalam program audit, dalam verifikasi dan

dalam pelaporan Sawyer (2006; 29).

Menurut Sawyer (2006; 29) indikator independensi profesional

adalah :

1. Independensi dalam Program Audit

2. Independensi dalam Verifikasi

3. Independensi dalam Pelaporan

Independensi diukur dengan menggunakan skala likert dengan nilai

1-6. Nilai 6 berati sangat setuju (SS), nilai 5 berarti setuju (S), nilai 4
45

berarti agak setuju (AS), nilai 3 berarti agak tidak setuju (ATS), nilai 2

berarti tidak setuju (TS) dan nilai 1 berarti sangat tidak setuju (STS).

Pengukuran ini diadopsi dari Pramudyastuti (2014). Hasil uji reabilitas

dalam penelitian Pramudyastuti (2014) menunjukkan nilai Cronbach Alpha

lebih dari 0,60 yang berarti telah reliabel dan layak untuk digunakan.

Indikator ini diadopsi dari Sawyer (2006) dengan perincian sebagai

berikut. Indikator independensi dalam program audit diwakili oleh item

kuesioner nomor 1,2,3. Indikator independensi dalam verifikasi diwakili

oleh item kuesioner nomor 4,5,6. Indikator independensi dalam pelaporan

diwakili oleh item kuesioner nomor 7,8,9.

4.5.2 Variabel Dependen

Variabel terikat adalah variabel yang dipengaruhi atau tergantung pada

faktor-faktor lain dan variabel bebas. Variabel terikat dalam penelitian ini adalah

kemampuan mendeteksi fraud. Kemampuan mendeteksi fraud adalah sebuah

kecakapan atau keahlian yang dimiliki auditor untuk menemukan indikasi mengenai

fraud (Tuanakotta, 2007).

Indikator yang digunakan untuk mengukur variabel ini adalah pernyataan-

pernyataan mengenai gejala-gejala kecurangan (fraud symptoms) yang

dikembangkan oleh Fullerton dan Durtschi (2004) yang terdiri dari gejala

kecurangan terkait dengan lingkungan perusahaan (corporate environment) dan

gejala kecurangan terkait catatan keuangan dan praktek akuntansi (financial records

and accounting practice).

Pengukuran kemampuan mendeteksi fraud menggunakan skala likert 1-4.

Nilai 4 berarti sangat banyak (SB), nilai 3 berarti banyak (B), nilai 2 berarti sedikit

(S), dan nilai 1 berarti sama sekali tidak (STS). Pengukuran dan item kuesioner
46

kemampuan mendeteksi kecurangan ini diadopsi dari penelitian Fullerton dan

Durtschi (2004). Kuesioner ini telah teruji dan layak digunakan, karena nilai

Cronbach Alpha di atas 0,60. Noviyanti (2007) juga menggunakan instrumen ini

dalam penelitiannya.

Indikator corporate environment diwakili oleh item kuesioner nomor 1-4.

Indikator financial records and accounting practice diwakili oleh item kuesioner

nomor 5-10 (Fullerton dan Durtschi, 2004).

4.6 Teknik Analisis Data

Analisis data merupakan tahapan yang dilakukan untuk mengetahui apakah

ada suatu variabel yang memengaruhi variabel-variabel lain dari data-data yang

telah dikumpulkan. Agar data yang dikumpulkan tersebut dapat bermanfaat maka

harus diolah atau dianalisis terlebih dahulu sehingga dapat dijadikan pertimbangan

dalam pengambilan keputusan. Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini

adalah sebagai berikut :

4.6.1 Analisis Deskriptif

Metode analisis ini bersifat menggambarkan keterangan-keterangan dan

penjelasan dari data-data yang diperoleh dan dapat digunakan sebagai pedoman

untuk menggambarkan saran. Analisis deskriptif digunakan untuk mendapatkan

suatu gambaran mengenai responden (Indriantoro, 1999; 42). Karakteristik

responden yang akan digambarkan adalah jenis kelamin, jabatan, lama bekerja dan

jumlah penugasan audit serta deskripsi tanggapan responden terhadap pernyataan-

pernyataan kuesioner.
47

4.6.2 Tahapan-Tahapan Pengujian

1. Uji Instrumen Penelitian (Uji Validitas dan Reliabilitas)

Uji Validitas dilakukan untuk mengukur sejauh mana suatu alat ukur

mengukur apa yang ingin diukur (Jogiyanto, 2007; 33). Yang dimaksudkan alat ukur

dalam hal ini ialah kuesioner. Kuesioner dinyatakan valid apabila pernyataan pada

kuesioner mampu untuk mengungkapkan sesuatu yang akan diukur oleh kuesioner

tersebut. Apabila nilai Rhitung > Rtabel maka, pernyataan tersebut dikatakan valid

(Indriantoro, 1999; 61).

Uji reliabilitas dimaksudkan mengukur sejauh mana suatu alat ukur

menunjukkan konsistensi dalam mengukur gejala yang sama (Jogiyanto, 2007; 40).

Suatu kuesioner/alat ukur penelitian ini dikatakan handal jika tanggapan seseorang

terhadap pernyataan adalah konsisten dan stabil dari waktu ke waktu. SPSS

memberikan fasilitas untuk mengukur reliabilitas dengan uji statistik Cronbach

Alpha. Suatu variabel dinyatakan reliabel jika memberikan nilai alpha 0,600 atau

lebih (Indriantoro, 1999; 64).

2. Uji Asumsi Klasik

Uji asumsi klasik adalah persyaratan statistik yang harus dipenuhi pada

penelitian yang menggunakan analisis regresi linear berganda, untuk memastikan

tidak adanya korelasi antar variabel independennya. Uji asumsi klasik dilakukan

dengan beberapa cara, yaitu:

a. Uji Normalitas

Uji normalitas bertujuan untuk mengetahui normal atau tidaknya suatu

distribusi data. Pada dasarnya, uji normalitas adalah membandingkan antara

data yang kita miliki dengan distribusi komulatif dari distribusi normal

(Sarjono, 2011; 28). Pengujian menggunakan uji Kolmogorov-Smirnov untuk


48

mengetahui apakah distribusi variabel normal atau tidak. Jika signifikansi >

0,05 maka data berdistribusi normal.

b. Uji Multikolinearitas

Multikolinearitas adalah keadaan dimana antara dua variabel independen

atau lebih pada model regresi terjadi hubungan linear yang sempurna atau

mendekati sempurna. Model regresi yang baik mensyaratkan tidak adanya

masalah multikolinearitas (Sarjono, 2011; 29). Untuk mendeteksi ada

tidaknya multikolinearitas dengan melihat nilai tolerance dan VIF (Variance

Inflation Factor). Jika tolerance > 0,01 dan VIF < 10 maka tidak terjadi

multikolinearitas.

c. Uji Heteroskedastisitas

Heteroskedastisitas adalah keadaan dimana terjadinya ketidaksamaan

varian dari residual pada model regresi. Model regresi yang baik adalah

homoskedasititas atau tidak terjadi heteroskedastisitas (Sarjono, 2011; 31).

Untuk mendeteksi ada tidaknya heteroskedastisitas dengan menggunakan

uji Glejser yaitu uji hipotesis untuk mengetahui apakah sebuah model regresi

memiliki indikasi heterokedastisitas dengan cara meregresi nilai absolut

residual terhadap variabel bebas. Jika variabel independen secara signifikan

(p value < 0,05) memengaruhi variabel absolute residual maka ada indikasi

terjadinya heteroskedastisitas.

3. Analisis Regresi Berganda

Menurut Sarjono (2011; 32), analisis regresi adalah suatu analisis yang

digunakan untuk mengukur pengaruh variabel independen terhadap variabel

dependen. Jika pengukuran pengaruh melibatkan dua atau lebih variabel


49

independen (X1, X2, X3) dan satu variabel dependen (Y) maka dinamakan analisis

regresi berganda yang dirumuskan :

Y = a + β1x1 + β2x2 + β3x3 + ε


3x3 + ε

Dimana :

y = kemampuan mendeteksi fraud

a = konstanta

β1, β2, β3 = koefisien regresi

x1 = skeptisisme profesional

x2 = pengalaman

x3 = independensi

ε = residual error

Besarnya nilai koefisien determinasi menunjukkan besarnya informasi yang

ditunjukkan oleh variabel independen (X1, X2, X3) terhadap variabel dependen (Y).

Apabila nilai koefisien determinasi yang dikontribusikan oleh variabel independen

(X1, X2, X3) kepada variabel dependen (Y) lebih besar dari pada nilai koefisien

determinasi yang dikontribusikan oleh faktor lain-lain maka dikatakan variabel

independen (X1, X2, X3) berpengaruh terhadap variabel dependen (Y).

4. Uji R2 (Koefisien Determinasi)

Koefisien determinasi bertujuan untuk mengukur seberapa jauh kemampuan

model dapat menjelaskan variasi variabel dependen. Dalam pengujian hipotesis

pertama koefisien determinasi dilihat dari besarnya nilai R Square (R2) untuk

mengetahui seberapa jauh variabel bebas yaitu Skeptisisme Profesional,

Pengalaman, Independensi Auditor terhadap Kemampuan Mendeteksi Kecurangan.


50

Nilai R2 mempunyai interval antara 0 sampai 1 (0 ≤ R2 ≤1). Jika nilai R2 bernilai

besar (mendekati 1) berarti variabel independen dapat memberikan hampir semua

informasi yang dibutuhkan untuk memprediksi variabel dependen. Sedangkan jika

R2 bernilai kecil berarti kemampuan variabel bebas dalam menjelaskan variabel

dependen sangat terbatas (Sarjono, 2011; 37).

Dalam pengujian hipotesis kedua koefisien determinasi dilihat dari besarnya

nilai Adjusted R-Square. Kelemahaan mendasar penggunaan R2 adalah bias

terhadap jumlah variabel independen yang dimasukan ke dalam model. Setiap

tambahan satu variabel bebas maka R2 pasti meningkat tidak peduli apakah

variabel tersebut berpengaruh secara signifikan terhadap variabel terikat. Tidak

seperti R2, nilai Adjusted R-square dapat naik atau turun apabila satu variabel

independen ditambahkan ke dalam model (Sarjono, 2011; 37). Oleh karena itu,

digunakanlah Adjusted R-Square pada saat mengevaluasi model regresi linier

berganda.

5. Uji Hipotesis

a. Uji Statistik t (Parsial)

Uji T pada dasarnya menunjukkan seberapa jauh pengaruh satu variabel

penjelas/independen secara individual dalam menerangkan variasi variabel

dependen (Kuncoro, 2003; 45). Kriteria dalam uji parsial (Uji t) dapat dilihat

berdasarkan nilai signifikansinya, apabila nilai signifikansi lebih kecil dari

0,05, maka variabel independen secara parsial atau individual berpengaruh

terhadap variabel dependen.

b. Uji Statistik F (Simultan)

Pengujian ini bertujuan untuk membuktikan apakah variabel-variabel

independen secara simultan (bersama-sama) mempunyai pengaruh


51

terhadap variabel dependen (Kuncoro, 2003; 46). Jika nilai signifikansi lebih

kecil dari 0,05, maka variabel independen secara bersama-sama

berpengaruh terhadap variabel dependen.

4.7 Hasil Pilot Tes

Sebelum menyebarkan kuesioner kepada responden, peneliti memastikan

terlebih dahulu bahwa kuesioner yang digunakan dalam penelitian ini telah valid dan

reliabel. Cara memastikan hal tersebut dilakukan dengan cara melakukan

penyebaran kuesioner kepada responden yang memiliki karakteristik yang sama

dengan responden dalam penelitian ini, cara seperti ini disebut dengan pilot tes.

Menurut Sarjono (2011; 18), pilot tes perlu dilakukan dalam penelitian untuk

mengetahui tingkat validitas dan reliabilitas dari instrumen penelitian. Fungsi lain

dari pilot test adalah peneliti bisa meyakini bahwa responden penelitian paham dan

mengerti mengenai maksud dari pernyataan untuk tiap-tiap indikator yang ada

dalam penelitian ini, dan juga responden bisa memberikan saran-saran terkait

penulisan pernyataan dalam kuisioner penelitian maupun cara-cara pengumpulan

kuisioner.

Pilot tes tahap pertama disebarkan kepada 30 mahasiswa/mahasiswi yang

pernah atau sedang menempuh Program Pendidikan Profesi Akuntansi (PPAk) di

Universitas Brawijaya. Alasan pemilihan responden pilot tes tersebut adalah

sebagian mahasiswa/mahasiswi yang pernah atau sedang menempuh Program

Pendidikan Profesi Akuntansi juga berprofesi sebagai auditor baik auditor di Kantor

Akuntan Publik maupun auditor pemerintah sehingga memiliki karakteristik yang

cenderung sama dengan auditor BPK Perwakilan Provinsi Jawa Timur. Hasil dari

pilot tes tahap pertama ini menunjukkan bahwa dari 49 item pernyataan kuesioner,

terdapat 11 item pernyataan kueisoner yang tidak valid sehingga peneliti


52

memutuskan untuk tidak mengikutsertakan 11 item tersebut pada pilot tes tahan

kedua.

Pilot tes tahap kedua menguji 38 item pernyataan yang tersisa dalam

kuesioner kepada 30 pegawai Inspektorat Daerah Kabupaten Bondowoso yang

mana Inspektorat Daerah juga berperan sebagai auditor internal pemerintah,

sehingga memiliki karakteristik yang hampir sama dengan responden penelitian.

Alasan penyebaran pilot tes tahap kedua pada pegawai Inspektorat Daerah

Kabupaten Bondowoso adalah karena peneliti memiliki akses dalam hal tersebut.

Selain itu juga waktu penyebaran kuesioner pilot tes ini hampir bersamaan dengan

penyebaran kuesioner kepada auditor BPK Perwakilan Provinsi Jawa Timur Sub

Auditorat IV yang pada waktu itu sedang menjalankan tugas audit di Kabupaten

Bondowoso. Hasil dari pilot tes tahap ini telah menunjukkan bahwa 38 item

kuesioner yang digunakan telah valid dan reliabel sehingga layak untuk disebar

kepada auditor BPK Perwakilan Provinsi Jawa Timur Sub Auditorat IV di Kabupaten

Bondowoso dan selebihnya kepada auditor BPK Perwakilan Provinsi Jawa Timur

Sub Auditorat I, II dan III melalui Kantor BPK Perwakilan Provinsi Jawa Timur.

Adapun hasil pilot tes tahap pertama dan tahap kedua dapat dilihat secara lengkap

pada Lampiran 2 sampai dengan 5.


BAB V

HASIL DAN PEMBAHASAN

Bab ini memaparkan seluruh hasil penelitian serta pembahasannya. Hasil

penelitian ini merupakan jawaban dari rumusan masalah yang telah diajukan pada

bab sebelumnya.

5.1 Hasil Uji Validitas dan Reabilitas

Hasil penelitian yang dapat dipercaya harus berdasarkan pada informasi

yang dapat dipercaya. Informasi yang akurat hanya dapat diperoleh apabila

informasi penelitian yang digunakan memenuhi kelayakan sebagai alat

mengumpulkan data. Sebelum mengukur variabel yang diteliti, terlebih dahulu

dilakukan pengujian alat ukur dengan melakukan pengujian validitas dan reliabilitas

agar data yang diperoleh dapat dipercaya dan diakui kebenarannya.

Suatu item pertanyaan dikatakan valid atau dapat mengukur variabel

penelitian jika nilai koefisien validitasnya lebih dari atau sama dengan 0,361 (Rtabel

pada jumlah sampel atau n = 30), jika koefisien validitasnya kurang dari 0,361

(n=30) item dinyatakan tidak valid.

Tabel 5.1
Uji Validitas dan Reliabilitas Instrumen Penelitian (setelah eliminasi)

Cronbach Titik
Variabel Indikator Item Rhitung Rtabel Ket Alpha
Ket
Kritis
7 0,921 0,361 Valid
X 11 13 0,880 0,361 Valid 0,884 0,600 Reliabel
Skeptisisme 24 0,903 0,361 Valid
Profesional 3 0,973 0,361 Valid
(X1)
X 12 22 0,973 0,361 Valid 0,969 0,600 Reliabel
27 0,972 0,361 Valid
X 13 4 0,876 0,361 Valid 0,926 0,600 Reliabel

53
54

Cronbach Titik
Variabel Indikator Item Rhitung Rtabel Ket Alpha
Ket
Kritis
8 0,914 0,361 Valid
15 0,850 0,361 Valid
23 0,849 0,361 Valid
28 0,856 0,361 Valid
29 0,784 0,361 Valid
5 0,925 0,361 Valid
14 0,914 0,361 Valid
X 14 0,915 0,600 Reliabel
26 0,873 0,361 Valid
30 0,867 0,361 Valid
1 0,894 0,361 Valid
X 15 18 0,932 0,361 Valid 0,920 0,600 Reliabel
25 0,960 0,361 Valid
2 0,847 0,361 Valid
6 0,830 0,361 Valid
X 16 12 0,856 0,361 Valid 0,901 0,600 Reliabel
17 0,884 0,361 Valid
21 0,819 0,361 Valid
2 0,988 0,361 Valid
X 31 0,976 0,600 Reliabel
3 0,988 0,361 Valid
Independensi 4 0,992 0,361 Valid
X 32 0,985 0,600 Reliabel
(X3) 6 0,992 0,361 Valid
8 0,992 0,361 Valid
X 33 0,985 0,600 Reliabel
9 0,992 0,361 Valid
1 0,950 0,361 Valid
2 0,950 0,361 Valid
Y1 0,949 0,600 Reliabel
3 0,905 0,361 Valid
Kemampuan 0,919 0,361 Valid
4
mendeteksi
fraud (Y) 5 0,935 0,361 Valid
6 0,909 0,361 Valid
Y2 0,944 0,600 Reliabel
7 0,906 0,361 Valid
8 0,955 0,361 Valid
Sumber : data primer diolah

Berdasarkan tabel diatas, terlihat bahwa seluruh item pertanyaan pada

instrumen penelitian memiliki nilai koefisien validitas > 0,361, dengan demikian

seluruh pertanyaan pada instrumen penelitian dinyatakan valid. Koefisien reliabilitas

untuk instrumen penelitian > 0,600 sehingga instrumen penelitian dinyatakan


55

reliabel. Dari penjelasan tersebut dapat disimpulkan bahwa instrumen penelitian

dapat dilanjutkan untuk analisis selanjutnya. Hasil output SPSS pengujian validitas

dan reabilitas disajikan pada Lampiran 2 sampai dengan 5. Hasil pengujian validitas

dan reabilitas di atas merupakan hasil pengujian kedua, uji validitas dan reabilitas

yang pertama dilakukan saat peneliti melakukan pilot tes yang mana hasilnya masih

ada 11 item kuesioner yang tidak valid sehingga harus dieliminasi dan diuji kembali

validitas dan reabilitasnya pada pilot tes tahap kedua atau setelah eliminasi.

Pejelasan hasil pilot tes secara lengkap telah dijelaskan pada bab sebelumnya.

5.2 Demografi Responden

Responden yang digunakan dalam penelitian ini adalah auditor BPK

Perwakilan Provinsi Jawa Timur yang telah memiliki pengalaman dengan kriteria

telah bekerja lebih dari empat tahun. Berikut merupakan tabel demografi responden

dalam penelitian ini :

Tabel 5.2
Demografi Responden

Jumlah Lama bekerja Proporsional


No Sub Auditorat
Auditor > 4th < 4th Sampling
1 Sub Auditorat Jawa Timur I 41 41 16
2 Sub Auditorat Jawa Timur II 40 40 16
3 Sub Auditorat Jawa Timur III 38 38 15
4 Sub Auditorat Jawa Timur IV 35 34 1 14
Total 154 153 1 61
Sumber : data diolah

Pengumpulan data dilakukan peneliti kurang lebih selama sebelas hari

dengan menyebarkan kuesioner secara langsung maupun melalui perantara kepada

auditor BPK Perwakilan Provinsi Jawa Timur, terhitung mulai tanggal 5 Februari

sampai 15 Februari 2016. Jumlah kuesioner yang disebarkan kepada responden

adalah sebanyak 80 kuesioner dan sebelumnya telah dilakukan pilot tes kepada
56

masing-masing 30 mahasiwa/mahasiswi PPAk dan pegawai Inspektorat Daerah

Kabupaten Bondowoso.

Kuesioner yang disebar kepada responden sebanyak 80 kuesioner, yang

dikembalikan sebanyak 74 dan yang tidak kembali sebanyak 6 kuesioner. Dari 74

kuesioner yang diterima, 61 kuesioner yang dapat diolah. Jadi kuesioner yang bisa

digunakan untuk analisis data adalah 61 sebagaimana yang terlihat pada tabel 5.2,

berikut ini:

Tabel 5.3
Tingkat Pengembalian Kuesioner

Keterangan Jumlah Persentase


Kuesioner yang disebar 75 100%
Kuesioner yang kembali 68 91%
Kuesioner yang tidak kembali 7 9%
Kuesioner yang dapat diolah 61 81%
Sumber : data diolah

Dari kuesioner yang disebarkan dapat diketahui demografi responden

berdasarkan jenis kelamin, pengalaman bekerja sebagai auditor dan juga

banyaknya jumlah penugasan yang telah dilakukan. Responden dalam penelitian ini

mayoritas berjenis kelamin laki-laki yaitu sebanyak 37 auditor atau sebesar 60,66%

dari jumlah sampel. Sedangkan yang berjenis kelamin perempuan sebanyak 24

auditor atau sebanyak 39,34% dari jumlah sampel. Demografi responden

berdasarkan jenis kelamin dapat dilihat pada Tabel 5.4.

Auditor BPK Perwakilan Provinsi Jawa Timur merupakan auditor yang telah

memiliki pengalaman, hal ini ditunjukkan oleh 46% atau sebanyak 28 auditor BPK

Perwakilan Provinsi Jawa Timur telah memiliki pengalaman selama 1-5 tahun. 12

auditor memiliki pengalaman pada rentang 6-10 tahun atau sebesar 20%. Dan
57

sisanya sebanyak 21 auditor memiliki pengalaman lebih dari 10 tahun atau sebesar

34%. Demografi responden berdasarkan pengalaman kerja dapat dilihat pada Tabel

5.5. Sedangkan Tabel 5.6 menunjukkan demografi responden berdasarkan

banyaknya penugasan yang telah dilakukan. Auditor BPK perwakilan Provinsi Jawa

Timur yang telah melakukan penugasan 1-3 kali dalam setahun sebanyak 26

auditor. Sedangkan yang mendapat penugasan 4-7 kali dalam satu tahun sebanyak

28 auditor, sisanya 7 auditor melakukan penugasan lebih dari 7 kali penugasan

dalam satu tahun. Hasil pengujian SPSS demografi responden disajikan pada

Lampiran 6 sampai dengan 8.

Tabel 5.4
Demografi Responden berdasarkan Jenis Kelamin

No Jenis Kelamin Frekuensi Persentase


1 Laki-laki 37 60,7%
2 Perempuan 24 39,3%
Total 61 100,0%
Sumber : data primer diolah

Tabel 5.5
Demografi Responden berdasarkan Lama Bekerja

No Lama bekerja Frekuensi Persentase


1 1-5 tahun 28 45,9%
2 6-10 tahun 12 19,7%
3 >10 tahun 21 34,4%
Total 61 100,0%
Sumber : data primer diolah
58

Tabel 5.6
Deskripsi Responden berdasarkan Jumlah Penugasan

No Penugasan Frekuensi Persentase


1 1-3 tugas 26 42,6%
2 4-7 tugas 28 45,9%
3 >7 tugas 7 11,5%
Total 61 100,0%
Sumber : data primer diolah

5.3 Analisis Deskriptif Jawaban Responden

Analisis deskriptif jawaban responden dilakukan dengan mengumpulkan

jawaban responden berdasarkan skala dan indikator kemudian mengolahnya secara

statistik untuk mengetahui rata-rata jawaban responden distribusi data, nilai

maksimum, dan nilai minimum data. Analisis ini dilakukan dengan tujuan untuk

mengetahui tanggapan responden terhadap variabel yang ada pada kuesioner.

5.3.1 Distribusi Frekuensi Variabel Skeptisisme Profesional

Hasil jawaban responden yang berkaitan dengan pernyataan variabel

Skeptisisme Profesional (X1) disajikan pada Tabel 5.7 (Tabel selengkapnya dapat

dilihat pada Lampiran 9) :


59

Tabel 5.7
Distribusi Frekuensi Variabel Skeptisisme Profesional (X1)

No Minimum Maksimum Rata-Rata


1 3 6 4.56
2 3 6 5.34
3 3 6 5.13
4 3 6 5.25
5 3 6 5.25
6 3 6 5.23
7 3 6 5.41
8 3 6 5.05
9 3 6 5.31
10 3 6 5.34
11 3 6 5.18
12 3 6 5.02
13 1 6 4.74
14 3 6 5.16
15 3 6 5.11
16 3 6 5.33
17 3 6 5.11
18 3 6 4.90
19 1 6 4.92
20 2 6 4.87
21 3 6 5.36
22 3 6 5.25
23 3 6 5.38
24 3 6 5.16
Rata-rata Skeptisisme Profesional 5.14

Sumber : data primer diolah

Dari Tabel 5.7 di atas, tanggapan responden mengenai variabel skeptisisme

profesional berkisar antara 4,56 dan 5,41. Berdasarkan hasil rata-rata untuk variabel

skeptisisme profesional secara keseluruhan diperoleh nilai 5.14. Hal ini

menunjukkan bahwa responden cenderung menjawab setuju mengenai skeptisisme

profesional.
60

Pada item pernyataan nomor tujuh yaitu mengenai “Saya sering menolak

suatu pernyataan kecuali saya memiliki bukti bahwa pernyataan tersebut benar”

menunjukkan nilai rata-rata tertinggi, yaitu 5,41. Hal ini menunjukkan bahwa

responden cenderung mengukur variabel skeptisisme profesional berdasarkan item

pernyataan tersebut.

5.3.2 Distribusi Frekuensi Variabel Independensi

Hasil jawaban responden yang berkaitan dengan pernyataan variabel

Independensi (X3) disajikan pada Tabel 5.8 (Tabel selengkapnya dapat dilihat pada

Lampiran 10) :

Tabel 5.8
Distribusi Frekuensi Variabel Independensi (X3)

No Minimum Maksimum Rata-Rata


1 3 6 4.95
2 3 6 5.05
3 3 6 5.11
4 3 6 4.97
5 3 6 5.31
6 3 6 5.21
Rata-rata Independensi 5,10
Sumber : data primer diolah

Dari Tabel 5.8 di atas, tanggapan responden mengenai variabel

independensi berkisar antara 4,95 dan 5,31. Berdasarkan hasil rata-rata untuk

variabel independensi secara keseluruhan diperoleh nilai 5,10. Hal ini menunjukkan

bahwa responden cenderung menjawab setuju mengenai independensi.

Pada item pernyataan ke lima yaitu mengenai “Pelaporan hasil audit bebas

dari bahasa atau istilah-istilah yang menimbulkan multi tafsir” menunjukkan nilai

rata-rata tertinggi, yaitu 5,31. Hal ini menunjukkan bahwa responden cenderung

mengukur variabel independensi berdasarkan item pernyataan tersebut.


61

5.3.3 Distribusi Frekuensi Variabel Kemampuan Mendeteksi Kecurangan

Hasil jawaban responden yang berkaitan dengan pernyataan variabel

Kemampuan Mendeteksi Kecurangan (Y) disajikan pada Tabel 5.9 (Tabel

selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 11) :

Tabel 5.9
Distribusi Frekuensi Variabel Kemampuan Mendeteksi Kecurangan (Y)

No Minimum Maksimum Rata-Rata


1 2 4 3.31
2 2 4 3.30
3 2 4 3.11
4 2 4 3.31
5 2 4 3.33
6 2 4 3.26
7 2 4 3.26
8 2 4 3.33
Rata-rata Variabel (Y) 3.28
Sumber : data primer diolah

Dari Tabel 5.9 di atas, tanggapan responden mengenai variabel

Kemampuan Mendeteksi Fraud berkisar antara 3,11 dan 3,33. Berdasarkan hasil

rata-rata untuk variabel kemampuan mendeteksi kecurangan secara keseluruhan

diperoleh nilai 3,28 Hal ini menunjukkan bahwa responden cenderung menjawab

akan banyak mengembangakan pencarian informasi mengenai kemampuan

mendeteksi kecurangan.

Pada item pernyataan nomor lima yaitu mengenai “Controller membuat

banyak jurnal penyesuaian seminggu sebelum auditor eksternal tiba” menunjukkan

nilai rata-rata tertinggi, yaitu 3,33. Hal ini menunjukkan bahwa responden cenderung

mengukur variabel kemempuan mendeteksi kecurangan berdasarkan item

pernyataan tersebut.
62

5.4 Hasil Uji Asumsi Klasik

Sebelum dilakukan pembentukan model regresi, sebelumnya dilakukan

pengujian asumsi terlebih dahulu agar model yang terbentuk memberikan estimasi

yang BLUE (Best, Linear, Unbiased, Estimator) (Sarjono, 2011; 27). Pengujian

asumsi ini terdiri atas tiga pengujian, yakni Uji Normalitas, Uji Multikolinieritas, dan

Uji Heteroskedastisitas.

5.4.1 Hasil Uji Normalitas

Uji normalitas bertujuan untuk menguji apakah residual dalam model regresi

mengikuti sebaran normal atau tidak. Model regresi yang baik adalah model dimana

residualnya mengikuti distribusi normal. Metode yang digunakan dalam menguji

normalitas adalah dengan uji Kolmogorov-Smirnov. Residual model dikatakan

mengikuti distribusi normal apabila nilai signifikansi uji Kolmogorov-Smirnov lebih

besar dari α yang digunakan yaitu 0,05. Hasil pengujian disajikan sebagai berikut :

Tabel 5.10
Hasil Uji Normalitas

Statistik Uji Nilai Keterangan


Data Berdistribusi
Signifikansi 0,937
Normal
Sumber : data primer diolah

Asumsi normalitas berdasarkan nilai signifikansi dari nilai Kolmogorov-

Smirnov pada model sebesar 0,937, yang lebih besar dari α (0.05), maka dapat

disimpulkan bahwa residual data pada model berdistribusi normal (asumsi

normalitas terpenuhi). Dari hasil uji normalitas terhadap kelompok data tersebut di

atas dapat diketahui bahwa tidak terdapat pelanggaran terhadap asumsi pengujian

parametrik, maka analisis selanjutnya dapat dilakukan. Hasil output SPSS pada

pengujian ini dapat dilihat pada Lampiran 12.


63

5.4.2 Hasil Uji Multikolinearitas

Uji multikolinearitas bertujuan untuk menguji apakah model regresi

ditemukan adanya korelasi antar variabel independen. Model regresi yang baik

seharusnya tidak terjadi korelasi diantara variabel independen. Jika variabel

independen saling berkorelasi, maka variabel-variabel ini tidak ortagonal. Variabel

ortagonal adalah variabel independen yang nilai korelasi antar sesama variabel

independen sama dengan nol (Sarjono, 2011; 29).

Untuk mendeteksi ada atau tidaknya multikolinearitas di dalam model

regresi dapat dilihat dari nilai tolerance dan variance inflation factor (VIF). Kedua

ukuran ini menunjukkan setiap variabel independen manakah yang dijelaskan oleh

variabel independen lainnya. Dalam pengertian sederhana setiap variabel

independen menjadi variabel dependen dan diregres terhadap variabel independen

lainnya. Tolerance mengukur variabilitas variabel independen yang terpilih yang

tidak dapat dijelaskan oleh variabel independen lainnya. Jadi nilai tolerance yang

rendah sama dengan nilai VIF yang tinggi (karena VIF = 1/tolerance) dan

menunjukkan adanya kolinieritas yang tinggi. Nilai cut-off yang umum dipakai

adalah nilai tolerance 0,10 atau sama dengan nilai VIF diatas 10 (Ghozali, 2001;

23).

Tabel 5.11
Hasil Uji Multikolinearitas
Variabel Independen VIF Keterangan

Skeptisisme Profesional (X1) 2,997 Bebas Multikolinear

Pengalaman (X2) 1,468 Bebas Multikolinear

Independensi (X3) 3,146 Bebas Multikolinear


Sumber : data primer diolah
64

Pada Tabel 5.11 di atas, masing-masing variabel independen menunjukkan

nilai VIF yang tidak lebih dari nilai 10, maka disimpulkan bahwa asumsi non-

multikolinieritas telah terpenuhi. Untuk melihat output hasil pengujian ini dapat dilihat

pada Lampiran 13.

5.4.3 Hasil Uji Heteroskedastisitas

Pengujian ini dilakukan dengan menggunakan uji gletjer untuk menguji lebih

lanjut ada tidaknya heteroskedastisitas. Uji Gletjer dilakukan dengan cara

meregresikan antara variabel independen dengan nilai absolute residualnya. Jika

nilai signifikansi antara variabel independen dengan absolute residualnya lebih dari

0,05 maka tidak terjadi masalah heteroskedastisitas. Hasl pengujian dengan uji

gletjer seperti terlihat pada tabel di berikut ini :

Tabel 5.12
Hasil Uji Heteroskedastisitas
Model Signifikansi Hasil
Skeptisisme Profesional (X1) 0,936
Tidak terdapat
Pengalaman (X2) 0,961
heteroskedastisitas
Independensi (X3) 0,202
Sumber : data primer diolah

Berdasarkan tabel diatas, diketahui bahwa nilai signifikansi variabel

skeptisisme profesional, pengalaman dan independensi lebih dari 0,05. Jadi dapat

disimpulkan bahwa model regresi terbebas dari masalah heteroskedastistas. Hasil

output SPSS disajikan pada Lampiran 14.

5.5 Hasil Analisis Regresi Linier Berganda

Analisis ini bertujuan untuk mengetahui adanya pengaruh antara variabel

Skeptisisme Profesional (X1), Pengalaman (X2) dan Independensi (X3) terhadap

variabel Kemampuan Mendeteksi Fraud (Y). Tujuannya untuk meramalkan atau


65

memperkirakan nilai variabel dependen dalam hubungan sebab-akibat terhadap

nilai variabel lain. Berdasarkan hasil pengolahan data, diperoleh ringkasan hasil

analisis regresi linier berganda seperti pada Tabel 5.13 berikut :

Tabel 5.13
Hasil Analisis Regresi Linier Berganda
Variabel Variabel Koefisien t p-value Keterangan
Dependen Independen Regresi

Konstanta -0,272

Skeptisisme 0,351 3,415 0,001 Signifikan


Profesional
Kemampuan (X1)
Mendeteksi
Fraud (Y) Pengalaman 0,155 3,594 0,001 Signifikan
(X2)

Independensi 0,284 2,807 0,007 Signifikan


(X3)

α = 0,05
R = 0,87
Koefisien Determinasi (R2) = 0,757 (75,7%)
F Hitung = 59,044
Sumber : data primer diolah

Dari Tabel 5.13, diperoleh model regresi sebagai berikut:

Y = -0,272 + 0,351 X1 + 0,155 X2 + 0,284 X3

Persamaan di atas dapat diartikan sebagai berikut:

a. Nilai konstanta sebesar -0,272, artinya jika seluruh variabel independen

bernilai nol, maka variabel Y akan bernilai -0,272.

b. Koefisien regresi Skeptisisme Profesional (X1) sebesar 0,351, artinya jika

Skeptisisme Profesional (X1) meningkat sebesar 1 satuan, maka variabel Y

akan meningkat sebesar 0,351 satuan dengan asumsi variabel bebas

lainnya tetap.
66

c. Koefisien regresi Pengalaman (X2) sebesar 0,155, artinya jika Pengalaman

(X2) meningkat sebesar 1 satuan, maka variabel Y akan meningkat sebesar

0,155 satuan dengan asumsi variabel bebas lainnya tetap.

d. Koefisien regresi Independensi (X3) sebesar 0,284, artinya jika Independensi

(X3) meningkat sebesar 1 satuan, maka variabel Y akan meningkat sebesar

0,284 satuan dengan asumsi variabel bebas lainnya tetap.

5.5.1 Hasil Analisis Koefisien Determinasi (R2)

Koefisien determinasi digunakan untuk melihat persentase pengaruh yang

diberikan variabel Skeptisisme Profesional (X1), Pengalaman (X2) dan Independensi

(X3), terhadap variabel Kemampuan Mendeteksi Fraud (Y).

Dari hasil output SPSS yang disajikan pada Lampiran 15 diketahui nilai R

sebesar 0,870 dan nilai R2 adalah 75,7%, maka diperoleh nilai R2 sebesar 75,7%

yang menunjukkan arti bahwa Skeptisisme Profesional (X1), Pengalaman (X2) dan

Independensi (X3) memberikan pengaruh simultan (bersama-sama) sebesar 75,7%

terhadap Kemampuan Mendeteksi Fraud (Y). Sedangkan sisanya sebesar 24,3%

dipengaruhi oleh faktor lain yang tidak diamati.

5.5.2 Hasil Uji Parsial (Uji t)

Uji t digunakan untuk mengetahui apakah masing-masing variabel

independen pembentuk model regresi memiliki pengaruh yang signifikan terhadap

variabel dependen (Y). Variabel independen pembentuk model regresi disimpulkan

berpengaruh signifikan jika nilai signifikansi (p-value) < 0,05. Hasil pengujian

variabel-variabel tersebut secara parsial adalah sebagai berikut :

a. Variabel Skeptisisme Profesional (X1)

Hipotesis uji yang digunakan adalah:

H0 : variabel X1 tidak berpengaruh signifikan terhadap Y


67

H1 : variabel X1 berpengaruh signifikan terhadap Y

Berdasarkan tabel 5.12 diperoleh nilai thitung pada variabel Skeptisisme

Profesional (X1) sebesar 3,415 dan nilai p-value lebih kecil dari 0,05 yaitu sebesar

0,001. Pengujian ini menunjukkan bahwa Ho ditolak, sehingga dapat disimpulkan

bahwa Skeptisisme Profesional (X1) berpengaruh signifikan terhadap Kemampuan

Mendeteksi Fraud (Y).

b. Variabel Pengalaman (X2)

Hipotesis uji yang digunakan adalah:

H0 : variabel X2 tidak berpengaruh signifikan terhadap Y

H1 : variabel X2 berpengaruh signifikan terhadap Y

Berdasarkan tabel 5.12 diperoleh nilai thitung pada variabel Pengalaman (X2)

sebesar 3,594 dan nilai p-value lebih kecil dari 0,05 yaitu sebesar 0,001. Pengujian

ini menunjukkan bahwa H0 ditolak, sehingga dapat disimpulkan bahwa Pengalaman

(X2) berpengaruh signifikan terhadap Kemampuan Mendeteksi Fraud (Y).

c. Variabel Independensi (X3)

Hipotesis uji yang digunakan adalah:

H0 : variabel X3 tidak berpengaruh signifikan terhadap Y

H1 : variabel X3 berpengaruh signifikan terhadap Y

Berdasarkan tabel 5.12 diperoleh nilai thitung pada variabel Independensi (X3)

sebesar 2,807 dan nilai p-value lebih kecil dari 0,05 yaitu sebesar 0,007. Pengujian

ini menunjukkan bahwa H0 ditolak, sehingga dapat disimpulkan bahwa

Independensi (X3) berpengaruh signifikan terhadap Kemampuan Mendeteksi Fraud

(Y).
68

5.5.3 Hasil Uji Simultan (Uji F)

Uji F dilakukan untuk menunjukkan apakah semua variabel yang digunakan

dalam model regresi memiliki pengaruh yang signifikan terhadap Y atau untuk

mengukur ketepatan model regresi.

Hipotesis yang digunakan dalam pengujian adalah sebagai berikut

H0 : Skeptisisme Profesional (X1), Pengalaman (X2) dan Independensi

(X3) secara bersama-sama tidak berpengaruh signifikan terhadap

Kemampuan Mendeteksi Fraud (Y).

H1 : Skeptisisme Profesional (X1), Pengalaman (X2) dan Independensi

(X3) secara bersama-sama berpengaruh signifikan terhadap

Kemampuan Mendeteksi Fraud (Y).

Setalah dilakukan olah data, diperoleh nilai Fhitung sebesar 59,044 dan nilai p-

value lebih kecil dari 0,05 yaitu sebesar 0,000. Sehingga diambil keputusan H0

ditolak pada taraf α = 5%. Hal ini mengartikan bahwa Skeptisisme Profesional (X1),

Pengalaman (X2) dan Independensi (X3) secara bersama-sama berpengaruh

signifikan terhadap Kemampuan Mendeteksi Fraud (Y). Hasil output SPSS disajikan

pada Lampiran 16.

5.6 Pembahasan Hasil Penelitian

Berdasarkan hasil pengujian hipotesis dari tiga hipotesis yang diajukan,

menunjukkan bahwa ketiga hipotesis yang ditetapkan dalam bab sebelumnya telah

diterima. Penelitian ini mampu memberikan bukti empiris bahwa skeptisisme

profesional, pengalaman dan independensi berpengaruh terhadap kemampuan

auditor dalam mendeteksi kecurangan. Meskipun ketiganya berpengaruh secara

simultan namun, masing-masing variabel tersebut memiliki besar pengaruh yang


69

berbeda. Di bawah ini akan dibahas secara rinci tentang pengaruh antar variabel

independen terhadap variabel dependen.

5.6.1 Pengaruh Skeptisisme Profesional terhadap Kemampuan Mendeteksi

Fraud

Skeptisisme profesional berkaitan dengan pikiran yang selalu

mempertanyakan, penangguhan keputusan, pengembangan pengetahuan,

pemahaman intrapersonal, penentuan diri, dan penilaian diri auditor. Uji hipotesis

menunjukkan koefisien skeptisisme profesional sebesar 0,351 dan signifikan

memengaruhi kemampuan mendeteksi kecurangan. Artinya skeptisisme profesional

yang dimilki oleh auditor BPK Perwakilan Provinsi Jawa Timur berdampak pada

kemampuannya dalam mendeteksi kecurangan. Uraian tersebut sekaligus dapat

menjelaskan bahwa hipotesis pertama dalam penelitian ini diterima.

Hasil pengujian ini mendukung penelitian Karim (2012), yang menunjukkan

bahwa terdapat perbedaan kemampuan auditor dalam mendeteksi kecurangan

antara auditor yang memiliki tingkat skeptisisme profesional yang tinggi dengan

auditor yang memiliki tingkat skeptisisme profesional yang rendah. Hasil pengujian

dari Pramudyastuti (2014) dan Nasution dan Fitriany (2012) juga menyatakan

bahwa skeptisisme profesional berpengaruh positif terhadap kemampuan auditor

dalam mendeteksi kecurangan.

5.6.2 Pengaruh Pengalaman terhadap Kemampuan Mendeteksi Fraud

Pengalaman auditor berkaitan dengan lamanya auditor bekerja sebagai

seorang auditor. Uji hipotesis menunjukkan koefisien pengalaman sebesar 0,155

dan signifikan memengaruhi kemampuan mendeteksi kecurangan. Artinya

pengalaman yang dimilki oleh auditor BPK Perwakilan Provinsi Jawa Timur
70

berdampak pada kemampuannya dalam mendeteksi kecurangan. Uraian tersebut

sekaligus dapat menjelaskan bahwa hipotesis kedua dalam penelitian ini diterima.

Hasil pengujian ini didukung oleh penelitian Anggriawan (2014), Karim

(2012), Nasution dan Fitriany (2012) yang hasilnya menyatakan bahwa pengalaman

berpengaruh positif terhadap pendeteksian kecurangan.

5.6.3 Pengaruh Independensi terhadap Kemampuan Mendeteksi Fraud

Independensi berkaitan dengan independensi dalam program audit,

independensi dalam verifikasi serta independensi dalam pelaporan. Uji hipotesis

menunjukkan koefisien independensi sebesar 0,284 dan signifikan memengaruhi

kemampuan mendeteksi kecurangan. Artinya independensi yang dimilki oleh auditor

BPK Perwakilan Provinsi Jawa Timur berdampak pada kemampuannya dalam

mendeteksi kecurangan. Uraian tersebut sekaligus dapat menjelaskan bahwa

hipotesis ketiga dalam penelitian ini diterima.

Hasil pengujian ini sejalan dengan penelitian terdahulu oleh Singgih dan

Bawono (2010) menunjukkan bahwa adanya hubungan antara independensi

terhadap kemampuan mendeteksi kecurangan. Hasil ini juga didukung oleh

penelitian dari Pramudyastuti (2014) yang hasil penelitian menunjukkan bahwa

variabel independensi berpengaruh positif dalam upaya mencegah dan mendeteksi

terjadinya fraud. Namun sebaliknya, hasil pengujian ini berbeda dengan hasil

pengujian yang dilakukan oleh Ardiansyah (2013) yang menunjukkan tidak adanya

hubungan antara independensi dengan kemampuan mendeteksi fraud.

5.7 Diskusi Hasil Penelitian

Hasil penelitian ini tentu memiliki perbedaan dengan hasil dari penelitian

terdahulu, oleh sebab itu perbedaan hasil penelitian ini dengan penelitian terdahulu

akan didiskusikan dalam sub bab ini agar lebih jelas di mana letak perbedaannya.
71

Penelitian ini menyebutkan bahwa skeptisisme profesional memiliki pengaruh

terhadap kemampuan auditor dalam mendeteksi kecurangan, hasil ini didukung oleh

penelitian terdahulu dari Karim (2012), Nasution dan Fitriany (2012) dan

Pramudyastuti (2014) yang juga menyatakan adanya pengaruh skeptisisme

profesional terhadap kemampuan auditor dalam mendeteksi kecurangan, hanya

saja responden dan indikator pengukuran skeptisisme profesional yang digunakan

dalam penelitian mereka berbeda-beda. Karim (2012) dan Pramudyastuti (2014)

sama-sama menggunakan auditor BPKP dalam penelitiannya, sedangkan Nasution

dan Fitriany (2012) menggunakan auditor akuntan publik sebagai responden dalam

penelitiannya. Dari perbedaan tersebut dapat disimpulkan bahwa skeptisisme

profesional yang dimilki oleh mayoritas auditor baik auditor independen maupun

internal di sektor swasta maupun pemerintah memiliki pengaruh terhadap

kemampuannya dalam mendeteksi kecurangan.

Penelitian ini menunjukkan perbedaan dengan penelitian Gusti dan Ali

(2008) yang hasilnya menunjukkan bahwa skeptisisme profesional tidak memiliki

pengaruh terhadap kemampuan auditor dalam mendeteksi kecurangan. Penelitian

Gusti dan Ali (2008) ini menggunakan auditor akuntan publik dalam penelitiannya,

sedangkan skeptisime profesional diukur menggunakan skenario yang dipakai

Shaub dan Lawrence, namun disesuaikan dengan situasi dan kondisi Indonesia.

Indikatornya adalah tingkat keraguan auditor terhadap bukti audit, banyaknya

pemeriksaan tambahan dan konfirmasi langsung. Indikator ini yang memungkinkan

adanya perbedaan hasil penelitian Gusti dan Ali (2008) dengan penelitian ini serta

beberapa peneliti sebelumnya, karena menurut peneliti indikator ini memiliki

perbedaan yang signifikan dibandingkan dengan beberapa indikator yang


72

digunakan oleh peneliti-peneliti sebelumnya. Indikator ini peneliti rasa kurang

mewakili variabel skeptisisme profesional.

Hasil pengujian hipotesis yang kedua menunjukkan bahwa pengalaman

memiliki pengaruh terhadap kemampuan auditor dalam mendeteksi kecurangan,

hasil ini didukung oleh Karim (2012), Nasution dan Fitriany (2012) dan Anggriawan

(2014) yang juga menyatakan bahwa pengalaman berpengaruh terhadap

kemampuan auditor dalam mendeteksi kecurangan. Variabel ini tidak banyak

memiliki perbedaan dengan peneliti terdahulu baik dari responden maupun indikator

pengukurannya, hanya saja hasil ini kembali berbeda dengan hasil penelitian dari

Gusti dan Ali (2008).

Hasil pengujian yang terakhir menghasilkan bahwa independensi memiliki

pengaruh terhadap kemampuan auditor dalam mendeteksi kecurangan. Penelitian

terdahulu yang memiliki hasil pengujian dengan hasil yang sama adalah penelitian

dari Singgih dan Bawono (2010) dan Pramudyastuti (2014). Sedangkan Ardiansyah

(2013) memiliki hasil pengujian yang berbeda dalam penelitiannya yang

menggunakan responden auditor Inspektorat Provinsi Jawa Tengah. Perbedaan ini

disinyalir dari adanya perbedaan indikator yang digunakan Ardiansyah (2013)

adalah independence in fact (independensi dalam fakta), independence in

appearance (independensi dalam penampilan), dan independence in competence

(independensi dari sudut keahliannya).

5.8 Implikasi Penelitian

Hasil dari penelitian ini memberikan kontribusi dan manfaat terhadap

pengembangan teori, pertimbangan dalam pengambilan kebijakan dan manfaat bagi

para praktisi dalam melaksanakan tugasnya.


73

5.8.1 Implikasi Teori

Penelitian ini menggunakan sampel auditor pemerintah, uji hipotesis

dilakukan untuk mengetahui pengaruh antara variabel independen dengan variabel

dependen. Variabel independen diambil dari Standar Pemeriksaan Keuangan

Negara (SPKN) yang dikeluarkan oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) pada

tahun 2007. Di dalam SPKN dijelaskan bahwa auditor eksternal pemerintah dalam

hal ini auditor BPK wajib didasari oleh sikap skeptisisme profesional, penggunaan

pengalaman yang dimiliki dan menjunjung tinggi sikap independensi dalam

melaksanakan tugasnya.

Tugas auditor sendiri adalah memeriksa dan memastikan bahwa laporan

keuangan atau laporan realisasi anggaran bila dalam sektor publik, telah bebas dari

salah saji yang material. Salah saji itu sendiri meliputi dua hal, yaitu salah saji

karena kekeliruan (ketidaksengajaan) dan salah sajit karena kecurangan (dengan

kesengajaan). Dari penjelasan tugas auditor tersebut dapat dikatakan bahwa auditor

bertugas untuk mendeteksi salah saji akibat kecurangan, singkatnya auditor

bertugas untuk mendeteksi kecurangan. Sehingga auditor BPK yang sebagaimana

telah diatur dalam SPKN harus menggunakan skeptisisme profesional, pengalaman

dan independensi dalam mendeteksi kecurangan.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat pengaruh anatara

skeptisisme profesional, pengalaman dan independensi terhadap kemampuan

mendeteksi kecurangan. Artinya, apabila auditor taat dan patuh kepada SPKN,

maka auditor akan terbantu saat melaksanakan tugasnya. Hasil penelitian ini

mencerminkan bahwa auditor BPK Perwakilan Provinsi Jawa Timur telah taat pada

SPKN terbukti dari skeptisisme profesional, pengalaman dan sikap independensi


74

yang dimilki auditor BPK Perwakilan Provinsi Jawa Timur dapat meningkatkan

kemampuannya dalam mendeteksi kecurangan.

Penelitian terdahulu yang peneliti jadikan acuan dalam penelitian ini yaitu

Pramudyastuti (2014), Anggriawan (2014), Ardiansyah (2013), Nasution dan Fitriany

(2012), Singgih dan Bawono (2010) serta Gusti dan Ali (2008). Mayoritas dari

peneliti sebelumnya menggunakan auditor yang bekerja pada Kantor Akuntan

Publik sebagai sampelnya. Oleh sebab itu penelitian ini akan bermanfaat bagi

peneliti selanjutnya yang berminat melakukan penelitian dengan sampel auditor

pemerintah.

5.8.2 Implikasi Praktik

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa skeptisisme profesional,

pengalaman dan independensi berpengaruh terhadap kemampuan auditor BPK

Perwakilan Jawa Timur dalam mendeteksi kecurangan. Tentunya hal ini

menunjukkan manfaat bagi BPK Perwakilan Jawa Timur dalam melakukan penilaian

kinerja auditor. Ketika melakukan evaluasi kinerja auditor, ukuran tingkat

skeptisisme profesional, pengalaman dan independensi dapat dimasukkan dalam

penilaian kinerja seorang auditor karena ketiga hal tersebut sesuai dengan

peraturan yang diatur dalam SPKN dan terbukti secara empiris berpengaruh

terhadap kemampuan auditor dalam melaksanakan salah satu tugasnya yaitu

mendeteksi kecurangan.

Bagi praktisi, khususnya auditor itu sendiri apabila melihat hasil penelitian ini

dapat pula menimbulkan manfaat bagi mereka. Pertama, auditor selalu mengingat

bahwa dalam melaksanakan tugasnya, mereka diatur oleh SPKN. Kedua, dengan

semakin berkembangnya tindak kecurangan maka kemampuan auditor dalam

mendeteksi kecurangan juga dituntut untuk semakin berkembang. Beberapa cara


75

untuk meningkatkan kemampuannya dalam mendeteksi kecurangan sebagaimana

diatur dalam SPKN adalah dengan memperbanyak pengalaman auditnya, selalu

menjunjung tinggi sikap independensi dan meningkatkan skeptisisme profesional

mereka.

5.8.3 Implikasi Kebijakan

Ketiga variabel independen yang digunakan yaitu skeptisisme profesional,

pengalaman dan independensi terbukti secara empiris berpengaruh terhadap

kemampuan auditor dalam mendeteksi kecurangan. Sehingga temuan tersebut

menunjukkan manfaat bagi para regulator agar mempertimbangkan untuk

menambah penugasan auditor yang belum berpengalaman, dengan catatan tetap

berdampingan dengan auditor yang sudah berpengalaman. Dengan demikian,

kemampuan mendeteksi kecurangan auditor yang belum berpengalaman akan

bertambah. Dengan seiring berjalannya pengalaman-pengalaman yang mereka

dapatkan, maka akan bertambah pula sikap skeptisisme profesional dan

independensi yang mereka miliki.


BAB VI

KESIMPULAN, KETERBATASAN DAN SARAN

Bab ini menguraikan kesimpulan hasil penelitian, keterbatasan penelitian,

dan saran untuk penelitian selanjutnya. Kesimpulan diambil berdasarkan hasil uji

hipotesis yang diperoleh pada bab sebelumnya. Keterbatasan penelitian yang

dialami oleh peneliti selama melakukan penelitian diuraikan dengan harapan dapat

ditindaklanjuti oleh penelitian selanjutnya.

6.1 Kesimpulan

Kesimpulan dari penelitian ini dapat dilihat dari hasil analisis data yang

dilakukan pada bab sebelumnya. Hasil yang didapatkan adalah hasil sebagai

berikut :

1. Skeptisisme profesional berpengaruh terhadap kemampuan auditor dalam

mendeteksi fraud. Hal ini mengindikasikan bahwa auditor yang mempunyai

pikiran yang selalu mempertanyakan, dapat menangguhkan diri dalam

pengambilan keputusan, mau mengembangkan pengetahuannya, dapat

memahami intrapersonal, dan dapat memposisikan serta menilai diri sendiri

dinyatakan mampu dalam mendeteksi fraud.

2. Pengalaman berpengaruh terhadap kemampuan auditor dalam mendeteksi

fraud. Hal ini mengindikasikan bahwa auditor yang telah memiliki

pengalaman kerja di bidang audit selama minimal empat tahun dinyatakan

mampu dalam mendetaksi fraud.

3. Independensi berpengaruh terhadap kemampuan auditor dalam mendeteksi

fraud. Hal ini mengindikasikan bahwa auditor yang menjunjung tinggi

76
77

independensi saat penyusunan program audit, saat melakukan verifikasi dan

saat melaporkan hasil audit dinyatakan mampu dalam mendeteksi fraud.

6.2 Keterbatasan Penelitian

Keterbatasan penelitian diungakpkan dengan tujuan dapat dipertimbangkan

sebagai saran oleh peneliti selanjutnya. Keterbatasan dalam penelitian ini adalah

sebagai berikut :

1. Penelitian ini merupakan penelitian yang mereplikasi penelitian terdahulu,

peneliti menggunakan kuesioner yang digunakan peneliti terdahulu pada

sampel auditor Kantor Akuntan Publik (KAP) yang kemudian peneliti

gunakan kemabali pada sampel auditor Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).

Oleh sebab itu terdapat beberapa item kuesioner yang dirasa kurang sesuai

dengan kondisi responden dalam penelitian ini, sehingga menyebabkan

beberapa item kuesioner tidak valid.

2. Ketiga variabel independen yang digunakan merupakan faktor internal yang

terdapat dalam diri auditor. Kemungkinan masih terdapat variabel lain yang

penting dan dapat memengaruhi kemampuan auditor dalam mendeteksi

kecurangan namun tidak diamati dalam penelitian ini, misalnya yang berasal

dari faktor eksternal auditor.

6.3 Saran Penelitian

Berdasaarkan keterbatasan penelitian yang diuraikan diatas, maka dapat

diajukan beberapa saran untuk meningkatkan kualitas penelitian serupa di masa

yang akan datang. Berikut adalah saran penelitian yang dapat diberikan :

1. Peneliti selanjutnya yang ingin melakukan penelitian serupa, disarankan

untuk memodifikasi beberapa item kuesioner yang kurang sesuai dengan

kondisi responden penelitan. Hal tersebut bertujuan untuk memudahkan


78

responden dalam mengisi kuesioner karena benar-benar sesuai dengan

keadaan responden.

2. Faktor eksternal atau di luar diri auditor juga menarik untuk dieksplorasi dan

dijadikan variabel untuk diuji pengaruhnya terhadap kemampuan auditor

dalam mendeteksi fraud. Maka, untuk penelitian selanjutnya disarankan

untuk mengekplorasi beban kerja dan pengaruhnya terhadap kemampuan

mendeteksi kecurangan.
79

DAFTAR PUSTAKA

Anggriawan, E. 2014. Pengaruh Pengalaman Kerja, Skeptisme Profesional dan


Tekanan Waktu Terhadap Kemampuan Mendeteksi Fraud (Studi Empiris
Pada KAP di DIY). Jurnal Nominal Vol. 3. No. 2 Hal. 30-36.

Ansah, S. O., Moyes, G. D., Oyelere, P. B., Hay, D. 2002. An Empirical Analysis of
the Likelihood of Detecting Fraud in New Zealand. Managerial Auditing
Journal. Vol. 17. No. 4 Hal. 106-111.

Ardiansyah, R. 2013. Pengaruh Kompetensi dan Independensi Auditor dalam


Mendeteksi Kecurangan Laporan Keuangan (Studi Empiris terhadap Auditor
Inspektorat Provinsi Jawa Tengah). Tesis. FE UNDIP Semarang.

Arens, A., dan J.K. Loebbecke. 2000. Auditing An Integrated Approach, Alih Bahasa
Amir Abadi Jusuf. Jakarta : Salemba Empat.

Association of Certified Fraud Examiners (ACFE). 2014. Report to the Nations on


Occupational Fraud and Abuse. Global Fraud Study. Diambil dari
www.acfe.com (diakses tanggal 8 Januari 2016).

Fullerton, R., & Durtschi, C. 2004. The Effect of Professional Skepticsm on The
Fraud Detection Skills of Internal Auditors. Journal of Utah State University.
Hal.14-23.

Ghozali, I. 2001. Aplikasi Analisis Multivariate Dengan Program SPSS (Edisi


Kedua). Semarang : Badan Penerbit Universitas Diponegoro.

Gusti, M., dan Ali, S. 2008. Hubungan Skeptisisme Profesional Auditor dengan
Pendeteksian Kecurangan oleh Akuntan Publik. Simposium Nasional
Akuntansi IX Hal 147-159.

Haris, A dkk. 2011. Memahami Whistleblower. Jakarta : Lembaga Perlindungan


Saksi dan Korban (LPSK).

Hurtt, R.K. 2010. Development of a Scale to Measure Professional Skepticism


Auditing. Journal of Practice & Theory Vol. 29 No. 1 Hal. 149-171.

Ikatan Akuntansi Indonesia (IAI). 2001. Standar Profesional Akuntan Publik. Jakarta
: Salemba Empat.

Indriantoro, N. 1999. Metodologi Penelitian Bisnis. Yogyakarta : BPFE.

Jogiyanto. 2007. Metodologi Penelitian Bisnis. Yogyakarta : BPFE.

Karim, A. 2012. Pengaruh Sikap Skeptisme Profesional, Pelatihan Audit


Investigatif/Forensik, dan Pengalaman Audit Terhadap Kemampuan Auditor
dalam Mendeteksi Kecurangan (Studi Kasus pada Perwakilan BPKP
Provinsi Jawa Tengah).Tesis. FEB UNDIP Semarang.

Kuncoro, M. 2003. Metode Riset untuk Bisnis & Ekonomi. Jakarta: Erlangga.
80

Larimbi, D. 2014. Pengaruh Faktor-Faktor Personal Terhadap Skeptisisme


Profesional Auditor (Studi pada Auditor di KAP Non Big 4 Jawa Timur).
Tesis. FEB UB Malang.

Mui, G. Y. 2010. Factors That Impact On Internal Auditors’ Fraud Detection


Capabilities – A Report For The Institute of Internal Auditors Australia.
Center for Business Forensics HELP University Malaysia. Hal.66-69.

Mulyadi. 2002. Auditing. Edisi 6 Buku 1. Jakarta : Salemba Empat.

Nasution, H dan Fitriany. 2012. Pengaruh beban kerja, pengalaman Audit dan Tipe
Kepribadian Terhadap Skeptisme profesional dan Kemampuan Auditor
Dalam Mendeteksi Kecurangan. Simposium Nasional Akuntansi XV Hal.
166-203.

Noviyani, P dan Bandi. 2002. Pengaruh Pengalaman dan Pelatihan Terhadap


Struktur Pegetahuan Auditor Tentang Kekeliruan. Simposium Nasional
Akuntansi V. Hal. 219-237.

Noviyanti, S. 2007. Skeptisme Profesional Auditor dalam Mendeteksi Kecurangan.


Jurnal Akuntansi dan Keuangan Indonesia Vol.5 No.1 Hal.102-125.

Peraturan Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia No. 1 Tahun 2007


tentang Standar Pemeriksaan Keuangan Negara (SPKN).

Pramudyastuti, L. 2014. Pengaruh Skeptisme Profesional, Pelatihan Audit


Kecurangan dan Independensi Terhadap Kemampuan Auditor Dalam
Mendeteksi Kecurangan (Studi di Inspektorat Kabupaten Sleman). Tesis.
FEB UGM Yogyakarta.

Quadackers, M. L. (2009). A Study of Auditors Skeptical Characteristics and Their


Relationship to Skeptical Judgements and Decision. Dissertation of
Amsterdam University.

Ramaraya, T. 2008. Pendeteksian Kecurangan (Fraud) Laporan Keuangan oleh


Auditor Eksternal. Jurnal Akuntansi dan Keuangan Vol. 10 No. 1 Hal. 123-
133.

Sarjono, H. 2011. SPSS vs LISREL: Sebuah Pengantar, Aplikasi untuk Riset.


Jakarta : Salemba Empat

Sawyer, B. L. 2006. Internal Auditing. Buku 1. Jakarta : Salemba Empat.

Sekaran, U. 2006. Metodologi Penelitian Untuk Bisnis Edisi 4. Jakarta : Salemba


Empat.

Singgih, E. M dan Bawono, I. R. 2010. Pengaruh Independensi, Pengalaman, Due


Proffesional Care, dan Akuntanbilitas terhadap Deteksi Fraud. Simposium
Nasional Akuntansi XIII Hal 314-317.

Sugiyono. 2012. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung :


Alfabeta.
81

Suraida, I. 2005. Pengaruh Etika, Kompetensi, Pengalaman Audit dan Risiko Audit
terhadap Skeptisisme Profesional Auditor dan Ketepatan Pemberian Opini
Akuntan Publik. Jurnal Sosiohumaniora Vol. 7 No. 3 Hal. 186-202.

Transparency International. 2014. Corruption Perceptions Index 2014. The Global


Coalition Against Corruption. Diambil dari www.transparency.org (diakses
tanggal 8 Januari 2016).

Tuanakotta, T. M. 2007. Pengungkapan Fraud di Lembaga Negara (Tinjauan Teknik


Audit). Economic Business & Accounting Review Vol. 2 No. 1 Hal. 101-121.

Umar, H. 2005. Metode Penelitian untuk Skripsi dan Tesis Bisnis. Edisi Baru ke-7.
Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada.

Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan


Tanggung Jawab Keuangan Negara.

Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara


Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah.

Wells, J. T. (2007). Corporate Fraud Handbook: Prevention and Detection Second


Edition. United States of America: John Wiley & Sons, Inc.
82

LAMPIRAN-LAMPIRAN

Lampiran 1
KUESIONER PENELITIAN

Yth. Bapak/Ibu Responden

Bersama ini saya mohon kesediaan Bapak/Ibu untuk mengisi kuesioner dalam
rangka penelitian saya yang berjudul:
“Pengaruh Skeptisisme Profesional, Pengalaman dan Independensi Auditor
Terhadap Kemampuan Mendeteksi Fraud”
Kuesioner ini terdiri atas sejumlah pernyataan. Perlu Bapak/Ibu ketahui bahwa
keberhasilan penelitian ini sangat tergantung dari partisipasi Bapak/Ibu dalam menjawab
kuesioner.
Atas partisipasi dan kerjasamanya, saya mengucapkan terima kasih dan
penghargaan yang setinggi-tingginya.

Cara Pengisian Kuesioner


Bapak/Ibu cukup memberikan tanda silang (X) pada pilihan jawaban yang tersedia
(rentang angka dari 1 sampai dengan 5 atau rentang 1 sampai dengan 6) sesuai dengan
pendapat Bapak/Ibu. Setiap pernyataan mengharapkan hanya satu jawaban. Setiap
angka akan mewakili tingkat kesesuaian dengan pendapat Bapak/Ibu:
1 = sangat tidak setuju (STS)
2 = tidak setuju (TS)
3 = agak tidak setuju (ATS)
4 = agak setuju (AS)
5 = setuju (S)
6 = sangat setuju (SS)

Hormat Saya,

Peneliti
83

IDENTITAS RESPONDEN
Kuesioner diadopsi dari penelitian sebelumnya, Suraida (2005) ; Nasution dan Fitriany (2012)

1. Jenis Kelamin :
Laki-laki
Perempuan
2. Jabatan/posisi di BPK sebagai : ______________
3. Lama bekerja sebagai auditor :
Lebih dari 11 tahun
6 –10 tahun
1 – 5 tahun
4. Rata-rata jumlah penugasan audit yang Saudara kerjakan dalam 1 tahun:
Lebih dari 7 tugas
4 – 7 tugas
1 – 3 tugas

Pernyataan Yang Berhubungan Dengan Skeptisisme Profesional Auditor


Kuesioner diadopsi dari penelitian sebelumnya, Hurtt (2010) ; Larimbi (2014)

NO PERNYATAAN STS TS ATS AS S SS


1. Saya sering menerima penjelasan orang lain tanpa
pemikiran lebih lanjut.
2. Saya merasa baik-baik saja.
3. Dalam memutuskan suatu masalah, saya
menunggu sampai bisa mendapatkan lebih banyak
informasi.
4. Prospek dari belajar menarik minat saya.
5. Saya tertarik dengan apa yang menyebabkan
seseorang berperilaku tertentu.
6. Saya yakin atas kemampuan saya.
7. Saya sering menolak suatu pernyataan kecuali
saya memiliki bukti bahwa pernyataan tersebut
benar.
8. Menemukan informasi baru adalah sesuatu yang
menyenangkan.
9. Saya adalah orang yang yakin pada diri sendiri.
10. Teman-teman saya memberitahukan bahwa saya
sering mempertanyakan hal-hal yang saya lihat
atau dengar.
84

11. Saya senang memahami alasan perilaku orang lain.


12. Menurut saya belajar adalah suatu hal yang
menarik.
13. Saya tidak merasa yakin dengan diri saya.
14. Saya biasanya memperhatikan adanya
ketidakkonsistenan dalam suatu penjelasan.
15. Saya memiliki kepercayaan diri.
16. Saya tidak suka memutuskan sebelum saya melihat
semua informasi yang tersedia dan siap digunakan.
17. Saya senang mencari pengetahuan.
18. Saya seringkali mempertanyakan hal-hal yang saya
lihat atau dengar.
19. Mudah bagi orang lain untuk meyakinkan saya.
20. Saya jarang mempertimbangkan alasan perilaku
seseorang.
21. Saya suka memastikan bahwa saya telah
mempertimbangkan sebagian besar informasi yang
tersedia sebelum membuat sebuah keputusan.
22. Saya suka berusaha untuk menentukan jika hal
yang saya baca atau dengar itu benar.
23. Saya menikmati belajar.
24. Tindakan-tindakan yang dilakukan orang dan
alasan-alasan dari tindakan tersebut sangat
menarik perhatian.

Pernyataan Yang Berhubungan Dengan Independensi Auditor


Kuesioner diadopsi dari penelitian sebelumnya, Sawyer (2006) ; Pramudyastuti (2014)

NO PERNYATAAN STS TS ATS AS S SS


1. Penyusunan program audit bebas
dari intervensi pimpinan tentang
prosedur yang dipilih auditor.
2. Penyusunan program audit bebas
dari usaha-usaha pihak lain untuk
menentukan subyek pekerjaan
pemeriksaan.
3. Pemeriksaan bebas dari usaha-usaha
auditee untuk menentukan atau
menunjuk kegiatan yang diperiksa.
4. Pemeriksaan bebas dari kepentingan
pribadi maupun pihak lain untuk
membatasi segala kegiatan
pemeriksaan.
85

5. Pelaporan hasil audit bebas dari


bahasa atau istilah-istilah
yang menimbulkan multi tafsir.
6. Pelaporan bebas dari usaha pihak
tertentu untuk mempengaruhi
pertimbangan pemeriksa terhadap isi
dan dampak laporan pemeriksaan.

Pernyataan Yang Berhubungan Dengan Kemampuan Mendeteksi Fraud


kuesioner diadopsi dari penelitian sebelumnya, Fullerton dan Durtschi (2004) ; Noviyanti (2007)

1 2 3 4
Saya Saya Akan Saya Akan Saya Akan
Dugaan-dugaan Kecurangan Sama Sekali Sedikit Banyak Sangat Banyak
No Tidak Akan Mengembangkan Mengembangkan Mengembangkan
(Fraud Symptoms ) Mengembangkan Pencarian Pencarian Pencarian
Pencarian Informasi Informasi Informasi
Informasi
1. Sering terjadinya perebutan
posisi/jabatan pada
departemen atau divisi
tertentu.
2. Beberapa pegawai mengeluh
adanya diskriminasi.
3. Perusahaan sering mengganti
kantor hukumnya.
4. Pergantian kantor akuntan
publik yang tidak diharapkan
atau tidak disangka.
5. Controller membuat banyak
jurnal penyesuaian seminggu
sebelum auditor eksternal tiba
6. Terdapat penyesuaian yang
besar untuk memperbaiki
akun persediaan setelah
perhitungan fisik akhir tahun.
7. Terdapat jumlah yang tidak
biasa dari piutang yang
dihapuskan.
8. Beban administrasi rupa-rupa
(miscellaneous administrative
expense) meningkat sekitar
40 persen..
86

Lampiran 2
Hasil Uji Pilot Tes Tahap Pertama

Cronbach Titik
Variabel Indikator Item Rhitung Rtabel Ket Ket
Alpha Kritis
7 0,921 0,361 Valid
X 11 13 0,880 0,361 Valid 0,884 0,600 Reliabel
24 0,903 0,361 Valid
3 0,810 0,361 Valid
9 0,295 0,361 Tidak Valid
X 12 20 0,292 0,361 Tidak Valid 0,602 0,600 Reliabel
22 0,832 0,361 Valid
27 0,856 0,361 Valid
4 0,876 0,361 Valid
8 0,914 0,361 Valid
15 0,850 0,361 Valid
X 13 0,926 0,600 Reliabel
23 0,849 0,361 Valid
28 0,856 0,361 Valid
29 0,784 0,361 Valid
Skeptisisme 5 0,916 0,361 Valid
Profesional
(X1) 11 0,220 0,361 Tidak Valid
X 14 14 0,852 0,361 Valid 0,743 0,600 Reliabel
26 0,787 0,361 Valid
30 0,834 0,361 Valid
1 0,818 0,361 Valid
10 0,259 0,361 Tidak Valid
16 0,294 0,361 Tidak Valid
X 15 0,606 0,600 Reliabel
18 0,859 0,361 Valid
19 0,327 0,361 Tidak Valid
25 0,888 0,361 Valid
2 0,847 0,361 Valid
6 0,830 0,361 Valid
X 16 12 0,856 0,361 Valid 0,901 0,600 Reliabel
17 0,884 0,361 Valid
21 0,819 0,361 Valid
1 0,343 0,361 Tidak Valid
X 31 2 0,912 0,361 Valid 0,605 0,600 Reliabel
Independensi 3 0,917 0,361 Valid
(X3) 4 0,930 0,361 Valid
X 32 5 0,340 0,361 Tidak Valid 0,633 0,600 Reliabel
6 0,922 0,361 Valid
87

Cronbach Titik
Variabel Indikator Item Rhitung Rtabel Ket Ket
Alpha Kritis
7 0,334 0,361 Tidak Valid
X 33 8 0,926 0,361 Valid 0,615 0,600 Reliabel
9 0,917 0,361 Valid
1 0,950 0,361 Valid
2 0,950 0,361 Valid
Y1 0,949 0,6 Reliabel
3 0,905 0,361 Valid
4 0,919 0,361 Valid
Kemampuan 5 0,836 0,361 Valid
mendeteksi
fraud (Y) 6 0,732 0,361 Valid
7 0,764 0,361 Valid
Y2 0,702 0,6 Reliabel
8 0,837 0,361 Valid
9 0,294 0,361 Tidak Valid
10 0,342 0,361 Tidak Valid

Lampiran 3
Hasil Output SPSS Uji Pilot Tes Tahap Pertama

Validitas dan Reliabilitas Sebelum Eliminasi


Variabel Skeptisisme Profesional(X1)

Indikator 1 (X11) : Pikiran yang selalu mempertanyakan (Questioning Mind)

Validity
Correlations

X11
S7 Pearson Correlation ,921
Sig. (2-tailed) ,000
N 30
S13 Pearson Correlation ,880
Sig. (2-tailed) ,000
N 30
S24 Pearson Correlation ,903
Sig. (2-tailed) ,000
N 30

Reliability
Reliability Statistics

Cronbach's
Alpha N of Items
,884 3
88

Indikator 2 (X12) : Penangguhan keputusan (Suspension of Judgement)

Validity
Correlations

X12
S3 Pearson Correlation ,810
Sig. (2-tailed) ,000
N 30
S9 Pearson Correlation ,295
Sig. (2-tailed) ,114
N 30
S20 Pearson Correlation ,292
Sig. (2-tailed) ,117
N 30
S22 Pearson Correlation ,832
Sig. (2-tailed) ,000
N 30
S27 Pearson Correlation ,856
Sig. (2-tailed) ,000
N 30

Reliability
Reliability Statistics

Cronbach's
Alpha N of Items
,602 5

Indikator 3 (X13) : Pengembangan pengetahuan (Search for Knowledge)

Validity
89

Correlations

X13
S4 Pearson Correlation ,876
Sig. (2-tailed) ,000
N 30
S8 Pearson Correlation ,914
Sig. (2-tailed) ,000
N 30
S15 Pearson Correlation ,850
Sig. (2-tailed) ,000
N 30
S23 Pearson Correlation ,849
Sig. (2-tailed) ,000
N 30
S28 Pearson Correlation ,856
Sig. (2-tailed) ,000
N 30
S29 Pearson Correlation ,784
Sig. (2-tailed) ,000
N 30

Reliability
Reliability Statistics

Cronbach's
Alpha N of Items
,926 6

Indikator 4 (X14) : Pemahaman interpersonal (Interpersonal Understanding)

Validity
90

Correlations

X14
S5 Pearson Correlation ,916
Sig. (2-tailed) ,000
N 30
S11 Pearson Correlation ,220
Sig. (2-tailed) ,244
N 30
S14 Pearson Correlation ,852
Sig. (2-tailed) ,000
N 30
S26 Pearson Correlation ,787
Sig. (2-tailed) ,000
N 30
S30 Pearson Correlation ,834
Sig. (2-tailed) ,000
N 30

Reliability
Reliability Statistics

Cronbach's
Alpha N of Items
,743 5

Indikator 5 (X15) : Penentuan diri (Autonomy)

Validity
91

Correlations

X15
S1 Pearson Correlation ,818
Sig. (2-tailed) ,000
N 30
S10 Pearson Correlation ,259
Sig. (2-tailed) ,167
N 30
S16 Pearson Correlation ,294
Sig. (2-tailed) ,114
N 30
S18 Pearson Correlation ,859
Sig. (2-tailed) ,000
N 30
S19 Pearson Correlation ,327
Sig. (2-tailed) ,078
N 30
S25 Pearson Correlation ,888
Sig. (2-tailed) ,000
N 30

Reliability
Reliability Statistics

Cronbach's
Alpha N of Items
,606 6

Indikator 6 (X16) : Penilaian diri (Self Esteem)

Validity
92

Correlations

X16
S2 Pearson Correlation ,847
Sig. (2-tailed) ,000
N 30
S6 Pearson Correlation ,830
Sig. (2-tailed) ,000
N 30
S12 Pearson Correlation ,856
Sig. (2-tailed) ,000
N 30
S17 Pearson Correlation ,884
Sig. (2-tailed) ,000
N 30
S21 Pearson Correlation ,819
Sig. (2-tailed) ,000
N 30

Reliability
Reliability Statistics

Cronbach's
Alpha N of Items
,901 5

Variabel Independensi(X3)

Indikator 1 (X31) : Independensi dalam Program Audit

Validity
Correlations

X31
I1 Pearson Correlation ,343
Sig. (2-tailed) ,063
N 30
I2 Pearson Correlation ,912
Sig. (2-tailed) ,000
N 30
I3 Pearson Correlation ,917
Sig. (2-tailed) ,000
N 30

Reliability
93

Reliability Statistics

Cronbach's
Alpha N of Items
,605 3

Indikator 2 (X32) : Independensi dalam Verifikasi

Validity
Correlations

X32
I4 Pearson Correlation ,930
Sig. (2-tailed) ,000
N 30
I5 Pearson Correlation ,340
Sig. (2-tailed) ,066
N 30
I6 Pearson Correlation ,922
Sig. (2-tailed) ,000
N 30

Reliability
Reliability Statistics

Cronbach's
Alpha N of Items
,633 3

Indikator 3 (X33) : Independensi dalam Pelaporan

Validity
94

Correlations

X33
I7 Pearson Correlation ,334
Sig. (2-tailed) ,071
N 30
I8 Pearson Correlation ,926
Sig. (2-tailed) ,000
N 30
I9 Pearson Correlation ,917
Sig. (2-tailed) ,000
N 30

Reliability
Reliability Statistics

Cronbach's
Alpha N of Items
,615 3
VariabelKemampuanMendeteksi Kecurangan(Y)

Indikator 1 (Y1) : lingkungan perusahaan (corporate environment)

Validity
Correlations

Y1
K1 Pearson Correlation ,950
Sig. (2-tailed) ,000
N 30
K2 Pearson Correlation ,950
Sig. (2-tailed) ,000
N 30
K3 Pearson Correlation ,905
Sig. (2-tailed) ,000
N 30
K4 Pearson Correlation ,919
Sig. (2-tailed) ,000
N 30

Reliability
95

Reliability Statistics

Cronbach's
Alpha N of Items
,949 4

Indikator 2 (Y2) : catatan keuangan dan praktek akuntansi (financial records and accounting practice)

Validity

Reliability
Reliability Statistics

Cronbach's
Alpha N of Items
,702 6
96

Lampiran 4
Hasil Uji Pilot Tes Tahap Kedua

Cronbach Titik
Variabel Indikator Item Rhitung Rtabel Ket Ket
Alpha Kritis
7 0,921 0,361 Valid
X 11 13 0,880 0,361 Valid 0,884 0,600 Reliabel
24 0,903 0,361 Valid
3 0,973 0,361 Valid
X 12 22 0,973 0,361 Valid 0,969 0,600 Reliabel
27 0,972 0,361 Valid
4 0,876 0,361 Valid
8 0,914 0,361 Valid
15 0,850 0,361 Valid
X 13 0,849 0,361 Valid 0,926 0,600 Reliabel
23
28 0,856 0,361 Valid
Skeptisisme
Profesional 29 0,784 0,361 Valid
(X1) 5 0,925 0,361 Valid
14 0,914 0,361 Valid
X 14 0,915 0,600 Reliabel
26 0,873 0,361 Valid
30 0,867 0,361 Valid
1 0,894 0,361 Valid
X 15 18 0,932 0,361 Valid 0,920 0,600 Reliabel
25 0,960 0,361 Valid
2 0,847 0,361 Valid
6 0,830 0,361 Valid
X 16 12 0,856 0,361 Valid 0,901 0,600 Reliabel
17 0,884 0,361 Valid
21 0,819 0,361 Valid
2 0,988 0,361 Valid
X 31 0,976 0,600 Reliabel
3 0,988 0,361 Valid
Independensi 4 0,992 0,361 Valid
X 32 0,985 0,600 Reliabel
(X3) 6 0,992 0,361 Valid
8 0,992 0,361 Valid
X 33 0,985 0,600 Reliabel
9 0,992 0,361 Valid
1 0,950 0,361 Valid
2 0,950 0,361 Valid
Y1 0,949 0,600 Reliabel
3 0,905 0,361 Valid
Kemampuan 0,919 0,361 Valid
4
mendeteksi
fraud (Y) 5 0,935 0,361 Valid
6 0,909 0,361 Valid
Y2 0,944 0,600 Reliabel
7 0,906 0,361 Valid
8 0,955 0,361 Valid
97

Lampiran 5
Hasil Output SPSS Uji Pilot Tes Tahap Kedua

Validitas dan Reliabilitas Setelah Eliminasi


Variabel Skeptisisme Profesional(X1)

Indikator 1 (X11) : Pikiran yang selalu mempertanyakan (Questioning Mind)

Validity
Correlations

X11
S7 Pearson Correlation ,921
Sig. (2-tailed) ,000
N 30
S13 Pearson Correlation ,880
Sig. (2-tailed) ,000
N 30
S24 Pearson Correlation ,903
Sig. (2-tailed) ,000
N 30

Reliability
Reliability Statistics

Cronbach's
Alpha N of Items
,884 3

Indikator 2 (X12) : Penangguhan keputusan (Suspension of Judgement)

Validity
Correlations

X12
S3 Pearson Correlation ,973
Sig. (2-tailed) ,000
N 30
S22 Pearson Correlation ,973
Sig. (2-tailed) ,000
N 30
S27 Pearson Correlation ,972
Sig. (2-tailed) ,000
N 30
98

Reliability
Reliability Statistics

Cronbach's
Alpha N of Items
,969 3

Indikator 3 (X13) : Pengembangan pengetahuan (Search for Knowledge)

Validity
Correlations

X13
S4 Pearson Correlation ,876
Sig. (2-tailed) ,000
N 30
S8 Pearson Correlation ,914
Sig. (2-tailed) ,000
N 30
S15 Pearson Correlation ,850
Sig. (2-tailed) ,000
N 30
S23 Pearson Correlation ,849
Sig. (2-tailed) ,000
N 30
S28 Pearson Correlation ,856
Sig. (2-tailed) ,000
N 30
S29 Pearson Correlation ,784
Sig. (2-tailed) ,000
N 30

Reliability
Reliability Statistics

Cronbach's
Alpha N of Items
,926 6
99

Indikator 4 (X14) : Pemahaman interpersonal (Interpersonal Understanding)

Validity
Correlations

X14
S5 Pearson Correlation ,925
Sig. (2-tailed) ,000
N 30
S14 Pearson Correlation ,914
Sig. (2-tailed) ,000
N 30
S26 Pearson Correlation ,873
Sig. (2-tailed) ,000
N 30
S30 Pearson Correlation ,867
Sig. (2-tailed) ,000
N 30

Reliability
Reliability Statistics

Cronbach's
Alpha N of Items
,915 4

Indikator 5 (X15) : Penentuan diri (Autonomy)

Validity
Correlations

X15
S1 Pearson Correlation ,894
Sig. (2-tailed) ,000
N 30
S18 Pearson Correlation ,932
Sig. (2-tailed) ,000
N 30
S25 Pearson Correlation ,960
Sig. (2-tailed) ,000
N 30

Reliability
100

Reliability Statistics

Cronbach's
Alpha N of Items
,920 3

Indikator 6 (X16) : Penilaian diri (Self Esteem)

Validity
Correlations

X16
S2 Pearson Correlation ,847
Sig. (2-tailed) ,000
N 30
S6 Pearson Correlation ,830
Sig. (2-tailed) ,000
N 30
S12 Pearson Correlation ,856
Sig. (2-tailed) ,000
N 30
S17 Pearson Correlation ,884
Sig. (2-tailed) ,000
N 30
S21 Pearson Correlation ,819
Sig. (2-tailed) ,000
N 30

Reliability
Reliability Statistics

Cronbach's
Alpha N of Items
,901 5

Variabel Independensi (X3)

Indikator 1 (X31) : Independensi dalam Program Audit


101

Validity
Correlations

X31
I2 Pearson Correlation ,988
Sig. (2-tailed) ,000
N 30
I3 Pearson Correlation ,988
Sig. (2-tailed) ,000
N 30

Reliability
Reliability Statistics

Cronbach's
Alpha N of Items
,976 2

Indikator 2 (X32) : Independensi dalam Verifikasi

Validity
Correlations

X32
I4 Pearson Correlation ,992
Sig. (2-tailed) ,000
N 30
I6 Pearson Correlation ,992
Sig. (2-tailed) ,000
N 30

Reliability
Reliability Statistics

Cronbach's
Alpha N of Items
,985 2

Indikator 3 (X33) : Independensi dalam Pelaporan

Validity
102

Correlations

X33
I8 Pearson Correlation ,992
Sig. (2-tailed) ,000
N 30
I9 Pearson Correlation ,992
Sig. (2-tailed) ,000
N 30

Reliability
Reliability Statistics

Cronbach's
Alpha N of Items
,985 2

VariabelKemampuanMendeteksi Kecurangan(Y)

Indikator 1 (Y1) : lingkungan perusahaan (corporate environment)

Validity
Correlations

Y1
K1 Pearson Correlation ,950
Sig. (2-tailed) ,000
N 30
K2 Pearson Correlation ,950
Sig. (2-tailed) ,000
N 30
K3 Pearson Correlation ,905
Sig. (2-tailed) ,000
N 30
K4 Pearson Correlation ,919
Sig. (2-tailed) ,000
N 30

Reliability
103

Reliability Statistics

Cronbach's
Alpha N of Items
,949 4

Indikator 2 (Y2) : catatan keuangan dan praktek akuntansi (financial records and accounting practice)

Validity
Correlations

Y2
K5 Pearson Correlation ,935
Sig. (2-tailed) ,000
N 30
K6 Pearson Correlation ,909
Sig. (2-tailed) ,000
N 30
K7 Pearson Correlation ,906
Sig. (2-tailed) ,000
N 30
K8 Pearson Correlation ,955
Sig. (2-tailed) ,000
N 30

Reliability
Reliability Statistics

Cronbach's
Alpha N of Items
,944 4

Lampiran 6
Diagram Frekuensi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin
104

Jenis Kelamin

39%

Laki-laki
61%
Perempuan

Lampiran 7
Diagram Frekuensi Responden Berdasarkan Lama Bekerja

Lampiran 8
Diagram Frekuensi Responden Berdasarkan Jumlah Penugasan
105

Penugasan

11%

43%
1-3 tugas

46% 4-7 tugas


>7 tugas

Lampiran 9
Distribusi Frekuensi Variabel Skeptisisme Profesional (X1)
106

Skeptisisme Profesional
No Pernyataan Skor 1 Skor 2 Skor 3 Skor 4 Skor 5 Skor 6 Rata-rata
F % F % F % F % F % F % Indikator
Saya sering menerima
1 penjelasan orang lain tanpa 0 0.00 0 0.00 6 0.10 21 0.34 28 0.46 6 0.10 4.56
pemikiran lebih lanjut.
2 Saya merasa baik-baik saja. 0 0.00 0 0.00 2 0.03 5 0.08 24 0.39 30 0.49 5.34
Dalam memutuskan suatu
masalah, saya menunggu
3 0 0.00 0 0.00 2 0.03 13 0.21 21 0.34 25 0.41 5.13
sampai bisa mendapatkan
lebih banyak informasi.
Prospek dari belajar menarik
4 0 0.00 0 0.00 4 0.07 7 0.11 20 0.33 30 0.49 5.25
minat saya.
Saya tertarik dengan apa
yang menyebabkan
5 0 0.00 0 0.00 4 0.07 4 0.07 26 0.43 27 0.44 5.25
seseorang berperilaku
tertentu.
Saya yakin atas kemampuan
6 0 0.00 0 0.00 2 0.03 11 0.18 19 0.31 29 0.48 5.23
saya.
Saya sering menolak suatu
pernyataan kecuali saya
7 0 0.00 0 0.00 4 0.07 2 0.03 20 0.33 35 0.57 5.41
memiliki bukti bahwa
pernyataan tersebut benar.
Menemukan informasi baru
8 adalah sesuatu yang 0 0.00 0 0.00 5 0.08 5 0.08 33 0.54 18 0.30 5.05
menyenangkan.
Saya adalah orang yang
9 0 0.00 0 0.00 2 0.03 6 0.10 24 0.39 29 0.48 5.31
yakin pada diri sendiri.
Teman-teman saya
memberitahukan bahwa
10 saya sering 0 0.00 0 0.00 1 0.02 9 0.15 19 0.31 32 0.52 5.34
mempertanyakan hal-hal
yang saya lihat atau dengar.
Saya senang memahami
11 0 0.00 0 0.00 1 0.02 7 0.11 33 0.54 20 0.33 5.18
alasan perilaku orang lain.
Menurut saya belajar adalah
12 0 0.00 0 0.00 3 0.05 5 0.08 41 0.67 12 0.20 5.02
suatu hal yang menarik.
Saya tidak merasa yakin
13 1 0.02 0 0.00 3 0.05 18 0.30 27 0.44 12 0.20 4.74
dengan diri saya.
Saya biasanya
memperhatikan adanya
14 0 0.00 0 0.00 4 0.07 10 0.16 19 0.31 28 0.46 5.16
ketidakkonsistenan dalam
suatu penjelasan.
Saya memiliki kepercayaan
15 0 0.00 0 0.00 4 0.07 9 0.15 24 0.39 24 0.39 5.11
diri.
Saya tidak suka memutuskan
sebelum saya melihat semua
16 0 0.00 0 0.00 4 0.07 5 0.08 19 0.31 33 0.54 5.33
informasi yang tersedia dan
siap digunakan.
Saya senang mencari
17 0 0.00 0 0.00 5 0.08 7 0.11 25 0.41 24 0.39 5.11
pengetahuan.
107

Skeptisisme Profesional
No Pernyataan Skor 1 Skor 2 Skor 3 Skor 4 Skor 5 Skor 6 Rata-rata
F % F % F % F % F % F % Indikator
Saya seringkali
18 mempertanyakan hal-hal 0 0.00 0 0.00 1 0.02 15 0.25 34 0.56 11 0.18 4.90
yang saya lihat atau dengar.
Mudah bagi orang lain untuk
19 1 0.02 0 0.00 3 0.05 9 0.15 34 0.56 14 0.23 4.92
meyakinkan saya.
Saya jarang
20 mempertimbangkan alasan 0 0.00 1 0.02 3 0.05 9 0.15 38 0.62 10 0.16 4.87
perilaku seseorang.
Saya suka memastikan
bahwa saya telah
mempertimbangkan
21 sebagian besar informasi 0 0.00 0 0.00 2 0.03 6 0.10 21 0.34 32 0.52 5.36
yang tersedia sebelum
membuat sebuah
keputusan.
Saya suka berusaha untuk
menentukan jika hal yang
22 0 0.00 0 0.00 4 0.07 6 0.10 22 0.36 29 0.48 5.25
saya baca atau dengar itu
benar.
23 Saya menikmati belajar. 0 0.00 0 0.00 3 0.05 8 0.13 13 0.21 37 0.61 5.38
Tindakan-tindakan yang
dilakukan orang dan alasan-
24 alasan dari tindakan 0 0.00 0 0.00 3 0.05 7 0.11 28 0.46 23 0.38 5.16
tersebut sangat menarik
perhatian.
Rata-rata Skeptisisme Profesional 5.14

Lampiran 10
Distribusi Frekuensi Variabel Independensi (X3)
Independensi
No Pernyataan Skor 1 Skor 2 Skor 3 Skor 4 Skor 5 Skor 6 Rata-rata
F % F % F % F % F % F % Indikator
2. Penyusunan
program audit
bebas dari
0 0.00 0 0.00 3 0.05 19 0.31 17 0.28 22 0.36 4.95
intervensi pimpinan
tentang prosedur
yang dipilih auditor.
3. Penyusunan
program audit
bebas dari usaha-
usaha pihak lain 0 0.00 0 0.00 1 0.02 11 0.18 33 0.54 16 0.26 5.05
untuk menentukan
subyek pekerjaan
pemeriksaan.
108

Independensi
No Pernyataan Skor 1 Skor 2 Skor 3 Skor 4 Skor 5 Skor 6 Rata-rata
F % F % F % F % F % F % Indikator
4. Pemeriksaan bebas
dari usaha-usaha
auditee untuk
0 0.00 0 0.00 2 0.03 8 0.13 32 0.52 19 0.31 5.11
menentukan atau
menunjuk kegiatan
yang diperiksa.
6. Pemeriksaan bebas
dari kepentingan
pribadi maupun
pihak lain untuk 0 0.00 0 0.00 2 0.03 12 0.20 33 0.54 14 0.23 4.97
membatasi segala
kegiatan
pemeriksaan.
8. Pelaporan hasil
audit bebas dari
bahasa atau istilah-
0 0.00 0 0.00 1 0.02 8 0.13 23 0.38 29 0.48 5.31
istilah yang
menimbulkan multi
tafsir.
9. Pelaporan bebas
dari usaha pihak
tertentu untuk
mempengaruhi
pertimbangan 0 0.00 0 0.00 2 0.03 7 0.11 28 0.46 24 0.39 5.21
pemeriksa terhadap
isi dan dampak
laporan
pemeriksaan.
Rata-rata Independensi 5.10

Lampiran 11
Distribusi Frekuensi Variabel Kemampuan Mendeteksi Kecurangan (Y)
Kemampuan Mendeteksi Fraud
No Pernyataan Skor 1 Skor 2 Skor 3 Skor 4 Rata-rata
F % F % F % F % Indikator
1 Sering terjadinya
perebutan posisi/jabatan
0 0.00 9 0.15 24 0.39 28 0.46 3.31
pada departemen atau
divisi tertentu.
2 Beberapa pegawai
mengeluh adanya 0 0.00 8 0.13 27 0.44 26 0.43 3.30
diskriminasi.
109

Kemampuan Mendeteksi Fraud


No Pernyataan Skor 1 Skor 2 Skor 3 Skor 4 Rata-rata
F % F % F % F % Indikator
3 Perusahaan sering
mengganti kantor 0 0.00 12 0.20 30 0.49 19 0.31 3.11
hukumnya.
4 Pergantian kantor
akuntan publik yang
0 0.00 7 0.11 28 0.46 26 0.43 3.31
tidak diharapkan atau
tidak disangka.
5 Controller membuat
banyak jurnal
penyesuaian seminggu 0 0.00 5 0.08 31 0.51 25 0.41 3.33
sebelum auditor
eksternal tiba
6 Terdapat penyesuaian
yang besar untuk
memperbaiki akun
0 0.00 5 0.08 35 0.57 21 0.34 3.26
persediaan setelah
perhitungan fisik akhir
tahun.
7 Terdapat jumlah yang
tidak biasa dari piutang 0 0.00 8 0.13 29 0.48 24 0.39 3.26
yang dihapuskan.
8
Beban administrasi rupa-
rupa (miscellaneous
administrative expense)
meningkat sekitar 40 0 0.00 8 0.13 25 0.41 28 0.46 3.33
persen, bersamaan
dengan penurunan
penjualan.
Rata-rata Kemampuan Mendeteksi Fraud 3.28
110

Lampiran 12
Output SPSS Hasil Pengujian Normalitas

One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test

Unstandardiz
ed Residual
N 61
Normal Parameters a,b Mean ,0000000
Std. Deviation ,24075079
Most Extreme Absolute ,068
Differences Positive ,068
Negative -,068
Kolmogorov-Smirnov Z ,535
Asymp. Sig. (2-tailed) ,937
a. Test distribution is Normal.
b. Calculated from data.

Lampiran 13

Output SPSS Hasil Pengujian Multikolinearitas

Coefficientsa

Unstandardized Standardized
Coefficients Coefficients Collinearity Statistics
Model B Std. Error Beta t Sig. Tolerance VIF
1 (Constant) -,272 ,342 -,796 ,429
Skeptisisme
Profesional (X1) ,351 ,103 ,386 3,415 ,001 ,334 2,997
Pengalaman (X2) ,155 ,043 ,285 3,594 ,001 ,681 1,468
Independensi (X3) ,284 ,101 ,325 2,807 ,007 ,318 3,146
a. Dependent Variable: Kemampuan Mendeteksi Fraud (Y)
111

Lampiran 14

Output SPSS Hasil Pengujian Heteroskedastisitas

Coefficientsa

Unstandardized Standardized
Coefficients Coefficients
Model B Std. Error Beta t Sig.
1 (Constant) ,558 ,201 2,781 ,007
Skeptisisme
Profesional (X1) ,005 ,060 ,018 ,081 ,936
Pengalaman (X2) -,001 ,025 -,008 -,050 ,961
Independensi (X3) -,077 ,059 -,291 -1,291 ,202
a. Dependent Variable: AbRes

Lampiran 15

Output SPSS Hasil Koefisien Determinasi

Model Summaryb

Adjusted Std. Error of


Model R R Square R Square the Estimate
1 ,870a ,757 ,744 ,24701
a. Predictors: (Constant), Independensi (X3),
Pengalaman (X2), Skeptisisme Profesional (X1)
b. Dependent Variable: Kemampuan Mendeteksi Fraud
(Y)

Lampiran 16

Output SPSS Hasil Uji Simultan

ANOVAb

Sum of
Model Squares df Mean Square F Sig.
1 Regression 10,807 3 3,602 59,044 ,000a
Residual 3,478 57 ,061
Total 14,285 60
a. Predictors: (Constant), Independensi (X3), Pengalaman (X2), Skeptisisme
Profesional (X1)
b. Dependent Variable: Kemampuan Mendeteksi Fraud (Y)

You might also like