Professional Documents
Culture Documents
Disusun Oleh:
Anadia Mutiara
06101381320008
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang Masalah
Pengertian pendidikan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia ialah
proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok orang dalam
usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan. Dalam
pengertian yang agak luas, pendidikan dapat diartikan sebagai sebuah proses
dengan metode-metode tertentu sehingga orang memperoleh pengetahuan,
pemahaman dan cara bertingkah laku yang sesuai dengan kebutuhan.
Banyak sekali permasalahan pendidikan di negeri kita ini, salah satu
masalah yang dihadapi di dunia pendidikan saat ini adalah masalah proses
pembelajaran. Dalam proses pembelajaran saat ini siswa diarahkan untuk
menghafal informasi, siswa dipaksa untuk mengingat serta menimbun informasi
tersebut, jadi siswa hanya menampung apa yang guru sampaikan tanpa
mengetahui kegunaan dari informasi tersebut dalam kehidupan sehari-hari.
Dalam setiap proses pembelajaran pada mata pelajaran apapun guru lebih
banyak mendorong agar siswa dapat menghafal dan menimbun sejumlah materi
pelajaran. Apabila hal ini diterapkan pada mata pelajaran science maka anak tidak
dapat mengembangkan kemampuan untuk berpikir kritis dan sistematis, karena
proses pembelajaran berpikir tidak digunakan secara baik dalam setiap proses
pembelajaran di dalam kelas.
Lemahnya proses pembelajaran yang dikembangkan guru merupakan
salah satu masalah yang dihadapi dunia pendidikan kita. Proses pembelajaran
yang dikembangkan guru tidak sesuai dengan rambu-rambu yang ditentukan
standar proses pendidikan yang diatur dalam peraturan pemerintah No.19 Tahun
2005 Bab 1 Pasal 1 Ayat 6 yaitu “Standar proses pendidikan adalah standar
nasional pendidikan yang berkaitan dengan pelaksanaan pembelajaran pada satu
dinamika dan energetika zat yang melibatkan penalaran dan keterampilan5. Ilmu
kimia termasuk pelajaran yang dianggap sulit, karena beberapa materi yang
berkembang6.
Pemilihan model pembelajaran yang menyangkut metode dan pendekatan
pembelajaran merupakan hal penting yang harus diterapkan oleh guru agar
memperoleh hasil yang optimal. Pemilihan model yang mencakup metode dan
pendekatan hendaknya dapat melibatkan siswa secara aktif, baik secara fisik,
intelektual dan emosionalnya dalam belajar. Dalam pembelajaran sains perlu
lebih menekankan proses berpikir dan aktivitas-aktivitas saintis, dengan metode
3. Pembatasan Masalah
1) Agar masalah ini dapat dibahas dengan jelas dan tidak meluas, maka
masalah ini harus dibatasi, yaitu:
2) Penelitian dilakukan pada kelas XI dengan materi laju reaksi
3) Model pembelajaran yang digunakan adalah guided discovery learning
4) Hasil belajar dilihat dari aspek kognitifnya.
4. Perumusan Masalah
Agar tidak terjadi perbedaan interpretasi pada pembahasan ini, maka
diperlukan suatu perumusan yang kongkrit, yaitu: ”Apakah terdapat pengaruh
model guided discovery learning terhadap hasil belajar siswa pada konsep laju
reaksi?”
5. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui ada tidaknya pengaruh penerapan
model pembelajaran guided discovery learning terhadap hasil belajar kimia siswa
pada konsep laju reaksi.
D. Discovery Learning
Bayangkan bila belajar mengemudi tanpa menggunakan mobil, bayangkan
membuat kue coklat tanpa terigu, telur, gula dan lain-lain. Hal tersebut akan
sangat sulit, sekarang bayangkan mengajar siswa tanpa mengizinkan siswa
secara langsung menggunakan pengalaman mereka untuk memperoleh
pengetahuan. Pengalaman sampai sekarang merupakan guru yang terbaik. Salah
satu model instruksional kognitif yang sangat berpengaruh ialah model dari
Jerome S. Bruner yang dikenal dengan nama discovery learning.
adalah seorang ahli psikologi perkembangan dan ahli psikologi belajar
kognitif. J. Bruner telah mengembangkan discovery learning yang berdasarkan
kepada pandangan belajar kognitif tentang pembelajaran dan prinsip-prinsip
konstruktivis. Berikut adalah teori Bruner tentang discovery learning:
Teachers need to provide children with experiences to help them discover
underlying ideas, concepts, and patterns. Bruner is proponent of inductive
thinking, or going from the specific to the general. You are using inductive
thinking when you get an idea from one experience that you use in another
situation. Bruner believes that children are able to grasp any concept, provided
it is approached a manner appropiate for their particular grade level. Therefore,
teachers should encourage children to handle increasingly complex challenge.
Guru harus memberikan siswa berbagai pengalaman untuk membantunya
menemukan ide, konsep dan pola. Teori Bruner merupakan pendukung teori
berpikir secara induktif, atau dimana cara berpikirnya dari spesifik menuju
umum. Ketika kamu mendapatkan ide dari suatu eksperimen disitulah kamu
menggunakan berpikir secara induktif dan kamu dapat menggunakannya pada
situasi yang lain. Bruner percaya bahwa siswa dapat memahami konsep dengan
pendekatan yang sesuai dengan tingkatan mereka. Oleh karena itu, guru-guru
sebaiknya memotivasi siswanya untuk mengatasi tantangan yang semakin rumit.
Discovery learning merupakan dasar dari inkuiri dengan konstruktivis
sebagai landasan dalam memecahkan masalah, dimana siswa menggunakan
50%
Low 0%
Early childhood Middle grades Adolescence
Gambar 1. Hubungan Dominasi Guru dengan Tingkatan Siswa
Siswa dengan tingkatan (umur) yang paling rendah atau di bangku
sekolah dasar, guru lebih mendominasi dalam proses belajar mengajar (teacher
centered). Sedangkan siswa pada tingkatan menengah atau pada tingkatan SMP
dan SMA, dominasi guru 50% dan siswa 50% (student- centered dan teacher
G. Laju Reaksi
Reaksi kimia ada yang berlangsung cepat, ada pula yang berlangsung
lambat. Misalnya jika kita menyalakan korek api maka pentul korek api akan
habis terbakar lebih cepat dibandingkan dengan batang kayunya. Kecepatan
dalam suatu reaksi kimia sering disebut laju reaksi. Laju Reaksi adalah
berkurangnya jumlah pereaksi untuk satuan waktu atau bertambahnya jumlah
hasil reaksi untuk setiap satuan waktu.
Ukuran jumlah zat dalam reaksi kimia umumnya dinyatakan sebagai
konsentrasi molar atau molaritas (M), dengan demikian maka laju reaksi
menyatakan berkurangnya konsentrasi pereaksi atau bertambahnya konsentrasi
zat hasil reaksi setiap satu satuan waktu (detik). Satuan laju reaksi dinyatakan
dalam satuan mol dmˉ³ detˉ¹ atau mol /liter detik.
1. Stoikiometri Laju Reaksi
Sebelum belajar lebih jauh lagi tentang laju reaksi kita harus memahami terlebih
dahulu cara menghitung molaritas larutan. Molaritas didefinisikan sebagai
jumlah mol zat yang terlarut dalam 1 liter larutan. Larutan adalah campuran
homogen antara dua komponen zat atau lebih. Komponen yang jumlahnya
banyak disebut pelarut, sedangkan komponen yang jumlahnya sedikit disebut zat
terlarut.Rumus untuk mencari molaritas adalah :
n
M= V
Kenaikan sekitar 10oC akan menyebabkan harga tetapan laju reaksi menjadi dua
kali. Dengan naiknya harga tetapan laju reaksi (k), mak reaksi akan menjadi
lebih cepat. Jadi, kenaikan suhu akan mengakibatkan laju reaksi akan
berlangsung semakin cepat. Hal tersebut dapat dijelaskan dengan menggunakan
teori tumbukan, yaitu bila terjadi kenaikan suhu maka molekul-molekul yang
bereaksi akan bergerak lebih cepat, sehingga energi kinetiknya tinggi.
6. Katalis
Katalis adalah zat yang dapat meningkatkan laju reaksi tanpa mengakibatkan
perubahan kimia yang kekal bagi zat itu sendiri. Setelah reaksi kimia
berlangsung katalis terdapat kembali dalam keadaan dan jumlah yang sama
dengan sebelum reaksi. Agar terjadi reaksi partikel-partikel zat harus memiliki
energi minimum tertentu yang disebut energi pengaktifan. Dalam hal ini, katalis
berfungsi untuk menurunkan sejumlah energi pengaktifan agar reaksi dapat
berlangsung. Dapat dilihat gambar dibawah ini yang menunjukkan peranan
katalis dalam menurunkan energi aktivasi.
H. Kerangka Berpikir
Konsep-konsep kimia tidak terlepas dari model pembelajaran atau cara
pengajaran yang dikembangkan oleh guru. Oleh karena itu guru harus memilih
model pembelajaran yang sesuai dengan tujuan pembelajaran untuk dapat
membangkitkan minat belajar siswa sehingga siswa dapat dengan mudah
memahami konsep kimia. Terdapat tiga macam cara pengajaran sains yaitu:
konvensional, guided discovery learning, dan inquiry. Perbedaan yang mendasar
dari ketiga cara pengajaran tersebut adalah penempatan guru dan murid. Pada
pengajaran konvensional guru lebih mendominasi sedangkan murid bersikap
pasif, lebih ekstrem lagi pada pengajaran inquiry dimana siswa bersikap aktif
dan guru hanya sebagai fasilitator. Sedangkan pada guided discovery learning
mengkombinasikan dari dua cara pengajaran tersebut, yaitu guru sebagai
fasilitator juga aktif dalam membimbing siswa memperoleh pengetahuan dan
menempatkan murid bersikap aktif.
Faktor-faktor yang
mempengaruhi hasil
Internal Eksternal
Faktor
Fisologi Lingkungan non Lingkungan sosial
Faktor
psikologis Rumah sekolah Peralatan
Aspek kognitif,
Guided Discovery learning
psikomotorik,
.
Pontesi intelektual
Motivasi instrinsik
Heuristick discovery
Keterangan :
E : Kelompok Eksperimen
K : Kelompok Kontrol
X1 : Hasil tes kelas eksperimen sebelum diberikan perlakuan
X2 : Hasil tes kelas eksperimen sesudah perlakuan dengan model
Prosedur :
a. Menggolongkan sampel menjadi dua kelompok, yaitu kelompok eksperimen
dan kelompok kontrol
b. Mempertahankan semua kondisi untuk kedua kelompok agar tetap sama
c. Melaksanakan pretest untuk mengetahui pemahaman awal siswa
d. Melaksanakan posttest untuk mengukur hasil belajar kimia siswa setelah
pembelajaran selesai
e. Menghitung perbedaan hasil posttest antara kelompok eksperimen dan
kelompok kontrol menggunakan uji-t
f. Membandingkan perbedaan-perbedaan tersebut untuk menentukan apakah
model pembelajaran guided discovery learning dengan pembelajaran model
konvensional terdapat perbedaan yang signifikan.
E. Variabel penelitian
F. Instrumen Penelitian
Instrumen yang akan digunakan untuk mengukur hasil belajar kimia siswa
yang berupa tes pencapaian (achievement test) terdiri dari tes obyektif bentuk
pilihan ganda sebanyak 20 soal, dengan penskoran jika benar diberi skor 1 dan
jika salah diberi skor 0. Hasil belajar yang diukur adalah aspek kognitif yang
meliputi pengetahuan atau ingatan (C1), pemahaman (C2), aplikasi atau
penerapan (C3), analisis (C4). Sebelum instrumen tes dibuat, peneliti terlebih
dahulu membuat kisi-kisi instrumen. Kisi-kisi adalah suatu format atau matriks
yang memuat kriteria tentang soal-soal yang diperlukan oleh suatu tes atau ujian.
p
rpbi = Mp Mt
St q
Keterangan :
rpbi : Koefisien korelasi point biserial
Mp: Mean skor pada tes yang memiliki jawaban benar
Keterangan:
I = Indeks kesukaran untuk setipa butir soal
H. Analisis Data
normalized gain <g>
Menganalisis data pretest dan posttest untuk mengetahui peningkatan hasil belajar
siswa yang memperhatikan ketuntasan hasil belajar setelah pembelajaran
menggunakan model guided discovery learning.
Uji-t
Untuk menguji hipotesis penelitian digunakan uji-t dengan taraf signifikan α
0,05.
I. Uji Hipotesis
Untuk mengetahui apakah terdapat pengaruh penerapan model pembelajaran
guided discovery learning, maka dapat dirumuskan hipotesis statistik sebagai
berikut:
Ho : μ1 ≤ μ2
Ha : μ1 > μ2
Keterangan :
μ1 adalah rata-rata hasil belajar kimia siswa melalui model
pembelajaran guided discovery learning
μ2 adalah rata-rata hasil belajar kimia siswa melalui pembelajaran
konvensional.