You are on page 1of 32

ASUHAN KEPERAWATAN EMFISIEMA

PADA Tn P

OLEH :

KELOMPOK 1

S1 ILMU KEPERAWATAN

STIKES GUNA BANGSA YOGYAKARTA

2014
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...............................................................................................

DAFTAR ISI.............................................................................................................

BAB I : PENDAHULUAN...................................................................................

1.1 : latar belakang.............................................................................


1.2 : Rumusan masalah.......................................................................
1.3 : Tujuan umum.............................................................................

BAB II : PEMBAHASAN.....................................................................................

2.1 : Defenisi.......................................................................................

2.2 : Etiologi......................................................................................

2.3 : Patofisiologi................................................................................

2.4 : Pathway.......................................................................................

2.5 : Komplikasi...................................................................................

2.6 : Manifestasi klinis..........................................................................

2.7 : Penatalaksanaan............................................................................

2.8 : Pemeriksaan penunjang......................................................................

BAB III : ASKEP

3.1 : pengkajian.........................................................................................

3.2 : Analisa Data.......................................................................................

3.3 : Rencana keperawatan...........................................................................

3.4 : Implementasi.....................................................................................

3.5 : Evaluasi................................................................................................

BAB IV : PENUTUP......................................................................................................

4.1 : Kesimpulan.........................................................................................

4.2 : Saran....................................................................................................

DAFTAR PUSTAKA......................................................................................................
KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur kami panjatkan kepada Tuhan yang maha Esa, Tidak ada daya dan

upaya selain dari Nya sehingga Asuhan Keperawatan ini dapat tersusun dan selesai. Semoga kita

selalu dilimpahkan rahmat dan karunia Nya dalam mengarungi kehidupan ini.

Dengan penjelasan dalam Asuhan Keperawatan ini diharapkan kepada para pembaca lebih

memahami lagi tentang cara pembuatan Asuhan keperawatan.

Kami mengucapkan banyak terima kasih kepada Dosen pembimbing yang telah memberikan

gambaran tentang materi yang harus selesaikan dan juga semua pihak yang turut membantu

menyelesaikan makalah ini.

Terakhir, kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun untuk lebih

menyempurnakan Asuhan keperawatan ini, agar asuhan keperawatan ini lebih sempurna pada masa

yang akan datang.

Yogyakarta , 19 November 2014


BAB I

PENDAHULUAN

1.1.LATAR BELAKANG

Banyak penyakit yang dikaitkan secara langsung dengan kebiasaan merokok. Salah satu yang harus
diwaspadai adalah Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) / Chronic Obstructive Pulmonary
Disease (COPD).

Angka kesakitan penderita PPOK laki-laki mencapai 4%, angka kematian mencapai 6% dan angka
kesakitan wanita 2% angka kematian 4%, umur di atas 45 tahun, (Barnes, 1997). Pada tahun 1976
ditemukan 1,5 juta kasus baru, dan tahun 1977 jumlah kematian oleh karena PPOK sebanyak
45.000, termasuk penyebab kematian di urutan kelima (Tockman MS., 1985). Menurut National
Health Interview Survey, didapatkan sebanyak 2,5 juta penderita emfisema, tahun 1986 di Amerika
Serikat didapatkan 13,4 juta penderita, dan 30% lebih memerlukan rawat tinggal di rumah sakit.
The Tecumseh Community Health Study menemukan 66.100 kematian oleh karena PPOK,
merupakan 3% dari seluruh kematian, serta urutan kelima kematian di Amerika (Muray F.J.,1988).
Peneliti lain menyatakan, PPOK merupakan penyebab kematian ke-5 di Amerika dengan angka
kematian sebesar 3,6%, 90% terjadi pada usia di atas 55 tahun (Redline S, 1991 dikutip dari Amin
1966). Pada tahun 1992 Thoracic Society of the Republic of China (ROC) menemukan 16%
penderita PPOK berumur di atas 40 tahun, pada tahun 1994 menemukan kasus kematian 16,6% per
100.000 populasi serta menduduki peringkat ke-6 kematian di Taiwan (Perng, 1996 dari Parsuhip,
1998).

Di Indonesia tidak ditemukan data yang akurat tentang kekerapan PPOK. Survei Kesehatan Rumah
Tangga (SKRT) DEPKES RI 1992 menemukan angka kematian emfisema, bronkitis kronik dan
asma menduduki peringkat ke-6 dari 10 penyebab tersering kematian di Indonesia (Hadiarto, 1998).
Survey Penderita PPOK di 17 Puskesmas Jawa Timur ditemukan angka kesakitan 13,5%, emfisema
paru 13,1%, bronkitis kronik 7,7% dan asma 7,7% (Aji Widjaja 1993). Pada tahun 1997 penderita
PPOK yang rawat Inap di RSUP Persahabatan sebanyak 124 (39,7%), sedangkan rawat jalan
sebanyak 1837 atau 18,95% (Hadiarto, 1998). Di RSUD Dr. Moewardi Surakarta tahun 2003
ditemukan penderita PPOK rawat inap sebanyak 444 (15%), dan rawat jalan 2368 (14%).

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyebutkan, angka kematian PPOK tahun 2010 diperkirakan
menduduki peringkat ke-4 bahkan dekade mendatang menjadi peringkat ke-Semakin banyak
jumlah batang rokok yang dihisap dan makin lama masa waktu menjadi perokok, semakin besar
risiko dapat mengalami PPOK.

Survey Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) menemukan peningkatan konsumsi rokok tahun 1970-
1993 sebesar 193% atau menduduki peringkat ke-7 dunia dan menjadi ancaman bagi para perokok
remaja yang mencapai 12,8- 27,7%. Saat ini Indonesia menjadi salah satu produsen dan konsumen
rokok tembakau serta menduduki urutan kelima setelah negara dengan konsumsi rokok terbanyak
di dunia, yaitu China mengkonsumsi 1.643 miliar batang rokok per tahun, Amerika Serikat 451
miliar batang setahun, Jepang 328 miliar batang setahun, Rusia 258 miliar batang setahun, dan
Indonesia 215 miliar batang rokok setahun. Kondisi ini memerlukan perhatian semua fihak
khususnya yang peduli terhadap kesehatan dan kesejahteraan masyarakat.

Atas dasar itulah, kami membahas lebih lanjut mengenai emfisema yang merupakan salah satu
bagian dari PPOK khususnya mengenai Asuhan Keperawatan pada Klien Emfisema. Sehingga
diharapkan perawat mampu memberikan asuhan keperawatan yang tepat pada klien emfisema.

1.2. Rumusan Masalah

1. Bagaimana konsep teori dari emfisema?

2. Bagaimana asuhan keperawatan pada klien dengan emfisema?

1.3. Tujuan Umum

Mengetahui dan memahami asuhan keperawatan pada klien dengan emfisema.


BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Defenisi

Emphysema (emfisema) adalah penyakit paru kronis yang dicirikan oleh kerusakan pada
jaringan paru, sehingga paru kehilangan keelastisannya. Gejala utamanya adalah penyempitan
(obstruksi) saluran napas, karena kantung udara di paru menggelembung secara berlebihan dan
mengalami kerusakan yang luas.

Definisi emfisema menurut Kus Irianto, Robbins, Corwin, dan The American Thorack society:

 Emfisema merupakan keadaan dimana alveoli menjadi kaku mengembang dan terus
menerus terisi udara walaupun setelah ekspirasi.(Kus Irianto.2004.216).
 Emfisema merupakan morfologik didefisiensi sebagai pembesaran abnormal ruang-ruang
udara distal dari bronkiolus terminal dengan desruksi dindingnya.(Robbins.1994.253).
 Emfisema adalah penyakit obtruktif kronik akibat kurangnya elastisitas paru dan luas
permukaan alveoli.(Corwin.2000.435).
 Suatu perubahan anatomis paru yang ditandai dengan melebarnya secara abnormal saluran
udara bagian distal bronkus terminal, yang disertai kerusakan dinding alveolus. (The
American Thorack society 1962).

Emfisema merupakan gangguan pengembangan paru-paru yang ditandai oleh pelebaran ruang
udara di dalam paru-paru disertai destruksi jaringan. Sesuai dengan definisi tersebut, maka dapat
dikatakan bahwa, jika ditemukan kelainan berupa pelebaran ruang udara (alveolus) tanpa disertai
adanya destruksi jaringan, maka itu “bukan termasuk emfisema”. Namun, keadaan tersebut hanya
sebagai ‘overinflation’.

Emfisema adalah jenis penyakit paru obstruktif kronik yang melibatkan kerusakan pada kantung
udara (alveoli) di paru-paru. Akibatnya, tubuh tidak mendapatkan oksigen yang diperlukan.
Emfisema membuat penderita sulit bernafas. Penderita mengalami batuk kronis dan sesak napas.
Penyebab paling umum adalah merokok.

Emfisema disebabkan karena hilangnya elastisitas alveolus. Alveolus sendiri adalah gelembung-
gelembung yang terdapat dalam paru-paru. Pada penderita emfisema, volume paru-paru lebih besar
dibandingkan dengan orang yang sehat karena karbondioksida yang seharusnya dikeluarkan dari
paru-paru terperangkap didalamnya. Asap rokok dan kekurangan enzim alfa-1-antitripsin adalah
penyebab kehilangan elastisitas pada paru-paru ini

Terdapat 3 (tiga) jenis emfisema utama, yang diklasifikasikan berdasarkan perubahan yang terjadi
dalam paru-paru :

1. PLE (Panlobular Emphysema/panacinar)


Merusak ruang udara pada seluruh asinus dan umumnya juga merusak paru-paru bagian bawah.
Terjadi kerusakan bronkus pernapasan, duktus alveolar, dan alveoli. Merupakan bentuk morfologik
yang lebih jarang, dimana alveolus yang terletak distal dari bronkhiolus terminalis mengalami
pembesaran serta kerusakan secara merata. PLE ini mempunyai gambaran khas yaitu tersebar
merata diseluruh paru-paru. PLE juga ditemukan pada sekelompok kecil penderita emfisema
primer, Tetapi dapat juga dikaitkan dengan emfisema akibat usia tua dan bronchitis kronik.

Penyebab emfisema primer ini tidak diketahui, tetapi telah diketahui adanya devisiensi enzim alfa
1-antitripsin.Alfa-antitripsin adalah anti protease. Diperkirakan alfa-antitripsin sangat penting untuk
perlindungan terhadap protease yang terbentuk secara alami (Cherniack dan cherniack, 1983).
Semua ruang udara di dalam lobus sedikit banyak membesar, dengan sedikit penyakit inflamasi.
Ciri khasnya yaitu memiliki dada yang hiperinflasi dan ditandai oleh dispnea saat aktivitas, dan
penurunan berat badan. Tipe ini sering disebut centriacinar emfisema, sering kali timbul pada
perokok.

2. CLE (Sentrilobular Emphysema/sentroacinar)

Perubahan patologi terutama terjadi pada pusat lobus sekunder, dan perifer dari asinus tetap baik.
Merupakan tipe yang sering muncul dan memperlihatkan kerusakan bronkhiolus, biasanya pada
daerah paru-paru atas. Inflamasi merambah sampai bronkhiolus tetapi biasanya kantung alveolus
tetap bersisa. CLE ini secara selektif hanya menyerang bagian bronkhiolus respiratorius. Dinding-
dinding mulai berlubang, membesar, bergabung dan akhirnya cenderung menjadi satu ruang.

Penyakit ini sering kali lebih berat menyerang bagian atas paru-paru, tapi cenderung menyebar
tidak merata. Seringkali terjadi kekacauan rasio perfusi-ventilasi, yang menimbulkan hipoksia,
hiperkapnia (peningkatan CO2 dalam darah arteri), polisitemia, dan episode gagal jantung sebelah
kanan. Kondisi mengarah pada sianosis, edema perifer, dan gagal napas. CLE lebih banyak
ditemukan pada pria, dan jarang ditemukan pada mereka yang tidak merokok (Sylvia A. Price
1995).

3. Emfisema Paraseptal

Merusak alveoli lobus bagian bawah yang mengakibatkan isolasi blebs (udara dalam alveoli)
sepanjang perifer paru-paru. Paraseptal emfisema dipercaya sebagai sebab dari pneumotorak
spontan.

PLE dan CLE sering kali ditandai dengan adanya bula tetapi dapat juga tidak. Biasanya bula timbul
akibat adanya penyumbatan katup pengatur bronkiolus. Pada waktu inspirasi lumen bronkiolus
melebar sehingga udara dapat melewati penyumbatan akibat penebalan mukosa dan banyaknya
mukus. Tetapi sewaktu ekspirasi, lumen bronkiolus tersebut kembali menyempit, sehingga
sumbatan dapat menghalangi keluarnya udara.

2.2 Etiologi
1.Faktor Genetik

Faktor genetik mempunyai peran pada penyakit emfisema. Faktor genetik diataranya adalah atopi
yang ditandai dengan adanya eosinifilia atau peningkatan kadar imonoglobulin E (IgE) serum,
adanya hiper responsive bronkus, riwayat penyakit obstruksi paru pada keluarga, dan defisiensi
protein alfa – 1 anti tripsin.

2. Hipotesis Elastase-Anti Elastase

Didalam paru terdapat keseimbangan antara enzim proteolitik elastase dan anti elastase supaya
tidak terjadi kerusakan jaringan.Perubahan keseimbangan menimbulkan jaringan elastik paru rusak.
Arsitektur paru akan berubah dan timbul emfisema.

3. Rokok

Rokok adalah penyebab utama timbulnya emfisema paru. Rokok secara patologis dapat
menyebabkan gangguan pergerakan silia pada jalan nafas, menghambat fungsi makrofag alveolar,
menyebabkan hipertrofi dan hiperplasia kelenjar mukus bronkus dan metaplasia epitel skuamus
saluran pernapasan.

4. Infeksi

Infeksi saluran nafas akan menyebabkan kerusakan paru lebih hebat sehingga gejalanya lebih berat.
Penyakit infeksi saluran nafas seperti pneumonia, bronkiolitis akut dan asma bronkiale, dapat
mengarah pada obstruksi jalan nafas, yang pada akhirnya dapat menyebabkan terjadinya emfisema.
Infeksi pernapasan bagian atas pasien bronkitis kronik selalu menyebabkan infeksi paru bagian
dalam, serta menyebabkan kerusakan paru bertambah. Bakteri yang di isolasi paling banyak adalah
haemophilus influenzae dan streptococcus pneumoniae.

5. Polusi

Polutan industri dan udara juga dapat menyebabkan emfisema. Insiden dan angka kematian
emfisema bisa dikatakan selalu lebih tinggi di daerah yang padat industrialisasi, polusi udara seperti
halnya asap tembakau, dapat menyebabkan gangguan pada silia menghambat fungsi makrofag
alveolar. Sebagai faktor penyebab penyakit, polusi tidak begitu besar pengaruhnya tetapi bila
ditambah merokok resiko akan lebih tinggi.

6. Faktor Sosial Ekonomi

Emfisema lebih banyak didapat pada golongan sosial ekonomi rendah, mungkin kerena perbedaan
pola merokok, selain itu mungkin disebabkan faktor lingkungan dan ekonomi yang lebih jelek.

7. Pengaruh usia

2.3 Patofisiologi

Emfisema merupakan kelainan di mana terjadi kerusakan pada dinding alveolus yang akan
menyebebkan overdistensi permanen ruang udara. Perjalanan udara akan tergangu akibat dari
perubahan ini. Kerja nafas meningkat dikarenakan terjadinya kekurangan fungsi jaringan paru-paru
untuk melakukan pertukaran O2 dan CO2. Kesulitan selama ekspirasi pada emfisema merupakan
akibat dari adanya destruksi dinding (septum) di antara alveoli, jalan nafas kolaps sebagian, dan
kehilangan elastisitas untuk mengerut atau recoil. Pada saat alveoli dan septum kolaps, udara akan
tertahan di antara ruang alveolus yang disebut blebs dan di antara parenkim paru-paru yang disebut
bullae. Proses ini akan menyebabkan peningkatan ventilatory pada ‘dead space’ atau area yang
tidak mengalami pertukaran gas atau darah. Emfisema juga menyebabkan destruksi kapiler paru-
paru, selanjutnya terjadi penurunan perfusi O2 dan penurunan ventilasi. Emfisema masih dianggap
normal jika sesuai dengan usia, tetapi jika hal ini timbul pada pasien yang berusia muda biasanya
berhubungan dengan bronkhitis dan merokok.

Penyempitan saluran nafas terjadi pada emfisema paru. Yaitu penyempitan saluran nafas ini
disebabkan elastisitas paru yang berkurang. Penyebab dari elastisitas yang berkurang yaitu defiensi
Alfa 1-anti tripsin. Dimana AAT merupakan suatu protein yang menetralkan enzim proteolitik yang
sering dikeluarkan pada peradangan dan merusak jaringan paru. Dengan demikian AAT dapat
melindungi paru dari kerusakan jaringan pada enzim proteolitik. Didalam paru terdapat
keseimbangan paru antara enzim proteolitik elastase dan anti elastase supaya tidak terjadi
kerusakan. Perubahan keseimbangan menimbulkan kerusakan jaringan elastic paru. Arsitektur paru
akan berubah dan timbul emfisema. Sumber elastase yang penting adalah pankreas. Asap rokok,
polusi, dan infeksi ini menyebabkan elastase bertambah banyak. Sedang aktifitas system anti
elastase menurun yaitu system alfa- 1 protease inhibator terutama enzim alfa -1 anti tripsin (alfa -1
globulin). Akibatnya tidak ada lagi keseimbangan antara elastase dan anti elastase dan akan terjadi
kerusakan jaringan elastin paru dan menimbulkan emfisema. Sedangkan pada paru-paru normal
terjadi keseimbangan antara tekanan yang menarik jaringan paru keluar yaitu yang disebabkan
tekanan intra pleural dan otot-otot dinding dada dengan tekanan yang menarik jaringan paru ke
dalam yaitu elastisitas paru.

Pada orang normal sewaktu terjadi ekspirasi maksimal, tekanan yang menarik jaringan paru akan
berkurang sehingga saluran nafas bagian bawah paru akan tertutup. Pada pasien emfisema saluran
nafas tersebut akan lebih cepat dan lebih banyak yang tertutup. Cepatnya saluran nafas menutup
serta dinding alveoli yang rusak, akan menyebabkan ventilasi dan perfusi yang tidak seimbang.
Tergantung pada kerusakannya dapat terjadi alveoli dengan ventilasi kurang/tidak ada akan tetapi
perfusi baik sehingga penyebaran udara pernafasan maupun aliran darah ke alveoli tidak sama dan
merata. Sehingga timbul hipoksia dan sesak nafas.

Emfisema paru merupakan suatu pengembangan paru disertai perobekan alveolus-alveolus yang
tidak dapat pulih, dapat bersifat menyeluruh atau terlokalisasi, mengenai sebagian atau seluruh
paru. Pengisian udara berlebihan dengan obstruksi terjadi akibat dari obstrusi sebagian yang
mengenai suatu bronkus atau bronkiolus dimana pengeluaran udara dari dalam alveolus menjadi
lebih sukar dari pemasukannya. Dalam keadaan demikian terjadi penimbunan udara yang
bertambah di sebelah distal dari alveolus.
2.3 Pathway

Dinding alveoli rusak Eliminasi CO2 rusak Dx kurang pengetahuan

Peningkatan ruang rugi peningkatan Co2 di darah Perubahan status kesehatan

Kerusakan difusi O2 Asidosis Respiratorius Gejala meningkat

EMPISIEMA Kurangnya info penyakit Dx Ansietas

Alveolar di bronkiolus Broncokontriksi Penumpukan secret

Pembesaran dan rusak Batuk tidak efektif

Serabut elastic paru rusak Dx bersihan jln nafas tdk efektif

Tidak mampu mengmbngkn paru secara elastic

Hipoksemia, Dispnea Dx Pola nafas tdk efektif keletihan

Dx gangguan pertukaran gas Dx intoleran aktivitas


2.5 Komplikasi

1. Sering mengalami infeksi pada saluran pernafasan


2. Daya tahan tubuh kurang sempurna
3. Tingkat kerusakan paru semakin parah
4. Proses peradangan yang kronis pada saluran nafas
5. Pneumonia
6. Atelaktasis
7. Pneumothoraks
8. Meningkatkan resiko gagal nafas pada pasien.

2.5 Manifestasi klinis

Emfisema paru adalah suatu penyakit menahun, terjadi sedikit demi sedikit bertahun-bertahun.
Biasanya mulai pada pasien perokok berumur 15-25 tahun. Pada umur 25-35 tahun mulai timbul
perubahan pada saluran nafas kecil dan fungsi paru.Umur 35-45 tahun timbul batuk yang produktif.
Pada umur 45-55 tahun terjadi sesak nafas, hipoksemia dan perubahan spirometri. Pada umur 55-60
tahun sudah ada kor-pulmonal, yang dapat menyebabkan kegagalan nafas dan meninggal dunia.

2.6 Penatalaksanaan

Penatalaksanaan emfisema paru terbagi atas:

1. Penyuluhan, Menerangkan pada para pasien hal-hal yang dapat memperberat penyakit, hal-hal
yang harus dihindarkan dan bagaimana cara pengobatan dengan baik.

2. Pencegahan

 Rokok, merokok harus dihentikan meskipun sukar.Penyuluhan dan usaha yang optimal
harus dilakukan
 Menghindari lingkungan polusi, sebaiknya dilakukan penyuluhan secara berkala pada
pekerja pabrik, terutama pada pabrik-pabrik yang mengeluarkan zat-zat polutan yang
berbahaya terhadap saluran nafas.
 Vaksin, dianjurkan vaksinasi untuk mencegah eksaserbasi, terutama terhadap influenza dan
infeksi pneumokokus.

3. Terapi Farmakologi, tujuan utama adalah untuk mengurangi obstruksi jalan nafas yang masih
mempunyai komponen reversible meskipun sedikit. Hal ini dapat dilakukan dengan:
 Pemberian Bronkodilator,

Golongan teofilin, biasanya diberikan dengan dosis 10-15 mg/kg BB per oral dengan
memperhatikan kadar teofilin dalam darah. Konsentrasi dalam darah yang baik antara 10-15mg/L.

Golongan agonis B2, biasanya diberikan secara aerosol/nebuliser. Efek samping utama adalah
tremor,tetapi menghilang dengan pemberian agak lama.

 Pemberian Kortikosteroid, pada beberapa pasien, pemberian kortikosteroid akan berhasil


mengurangi obstruksi saluran nafas. Hinshaw dan Murry menganjurkan untuk mencoba
pemberian kortikosteroid selama 3-4 minggu. Kalau tidak ada respon baru dihentikan.
 Mengurangi sekresi mukus

Minum cukup, supaya tidak dehidrasi dan mukus lebih encer sehingga urine tetap kuning pucat.
Ekspektoran, yang sering digunakan ialah gliseril guaiakolat, kalium yodida, dan amonium klorida.
Nebulisasi dan humidifikasi dengan uap air menurunkan viskositas dan mengencerkan sputum.
Mukolitik dapat digunakan asetilsistein atau bromheksin.

4. Fisioterapi dan Rehabilitasi, tujuan fisioterapi dan rehabilitasi adalah meningkatkan kapasitas
fungsional dan kualitas hidup dan memenuhi kebutuhan pasien dari segi social, emosional dan
vokasional. Program fisioterapi yang dilaksanakan berguna untuk :

 Mengeluarkan mukus dari saluran nafas.


 Memperbaiki efisiensi ventilasi.
 Memperbaiki dan meningkatkan kekuatan fisis

5. Pemberian O2 dalam jangka panjang, akan memperbaiki emfisema disertai kenaikan toleransi
latihan. Biasanya diberikan pada pasien hipoksia yang timbul pada waktu tidur atau waktu latihan.
Menurut Make, pemberian O2 selama 19 jam/hari akan mempunyai hasil lebih baik dari pada
pemberian 12 jam/hari.

2.7 Pemeriksaan penunjang

1. Pemeriksan radiologis, pemeriksaan foto dada sangat membantu dalam menegakkan diagnosis
dan menyingkirkan penyakit-penyakit lain. Foto dada pada emfisema paru terdapat dua bentuk
kelainan, yaitu:

 Gambaran defisiensi arter

Overinflasi, terlihat diafragma yang rendah dan datar,kadang-kadang terlihat konkaf. Oligoemia,
penyempitan pembuluh darah pulmonal dan penambahan corakan kedistal.

 Corakan paru yang bertambah, sering terdapat pada kor pulmonal, emfisema sentrilobular
dan blue bloaters. Overinflasi tidak begitu hebat.

2. Pemeriksaan fungsi paru, pada emfisema paru kapasitas difusi menurun karena permukaan
alveoli untuk difusi berkurang.
3. Analisis Gas DarahVentilasi, yang hampir adekuat masih sering dapat dipertahankan oleh
pasien emvisema paru. Sehingga PaCO2 rendah atau normal.Saturasi hemoglobin pasien hampir
mencukupi.

4. Pemeriksaan EKG, Kelainan EKG yang paling dini adalah rotasi clock wise jantung. Bila sudah
terdapat kor pulmonal terdapat defiasi aksis ke kanan dan P-pulmonal pada hantaran II, III, dan
aVF.Voltase QRS rendah.Di V1 rasio R/S lebih dari 1 dan di V6 rasio R/S kurang dari 1.

 Sinar x dada: dapat menyatakan hiperinflasi paru-paru; mendatarnya diafragma;


peningkatan area udara retrosternal; penurunan tanda vaskularisasi/bula (emfisema);
peningkatan tanda bronkovaskuler (bronkitis), hasil normal selama periode remisi (asma).
 Tes fungsi paru: dilakukan untuk menentukan penyebab dispnea, untuk menentukan apakah
fungsi abnormal adalah obstruksi atau restriksi, untuk memperkirakan derajat disfungsi dan
untuk mengevaluasi efek terapi, misalnya bronkodilator.
 TLC: peningkatan pada luasnya bronkitis dan kadang-kadang pada asma; penurunan
emfisema
 Kapasitas inspirasi: menurun pada emfisema.
 Volume residu: meningkat pada emfisema, bronkitis kronis, dan asma.
 FEV1/FVC: rasio volume ekspirasi kuat dengan kapasitas vital kuat menurun pada bronkitis
dan asma.
 GDA: memperkirakan progresi proses penyakit kronis. Bronkogram: dapat menunjukkan
dilatasi silindris bronkus pada inspirasi, kollaps bronkial pada ekspirasi kuat (emfisema);
pembesaran duktus mukosa yang terlihat pada bronchitis.
 JDL dan diferensial: hemoglobin meningkat (emfisema luas), peningkatan eosinofil (asma).
 Kimia darah: Alfa 1-antitripsin dilakukan untuk meyakinkan defisiensi dan diagnosa
emfisema primer.
 Sputum: kultur untuk menentukan adanya infeksi, mengidentifikasi patogen; pemeriksaan
sitolitik untuk mengetahui keganasan atau gangguan alergi.
 EKG: deviasi aksis kanan, peninggian gelombang P (asma berat); disritmia atrial
(bronkitis), peninggian gelombang P pada lead II, III, AVF (bronkitis, emfisema); aksis
vertikal QRS (emfisema).
BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN

PENGKAJIAN

Tanggal masuk : 20 November 2014

Ruang/ kelas : Cempaka/ kelas III

No. kamar : 1 (satu)

Diagnosa medis : Emfisiema

a. Identitas Pasien
1. Nama : Tn.P
2. Umur : 35 Tahun
3. Jenis kelamin : Laki-laki
4. Agama : Islam
5. Suku/bangsa : jawa/Indonesia
6. Pendidikan : SMK
7. Pekerjaan : Petani
8. Alamat : Jln.Merpati no 5,condong catur, Sleman.
9. Penanggung jawab : Keluarga
10. Hubungan dengan pasien : -

b. Riwayat sakit dan kesehatan


1. Keluhan utama : Klien mengatakan ia mengalami batuk terus menerus dan
sesak napas
2. Riwayat penyakit sekarang : klien mengatakan sejak 2 minggu yang lalu ia sering batuk
dan sering sesak napas,dokter menyarankan pemberian therapi farmakologi
3. Riwayat penyakit dahulu : Klien mengatakan tidak pernah mengalami penyakit seperti
ini

4. Riwayat alergi : Klien mengatakan tidak mempunyai alergi terhadap


makanan maupun obat-obatan.
5. Riwayat kesehatan keluarga : klien mengatakan tidak ada keluarga yang sakit
seperti ini
6. Susunan keluarga(genogram) :

c. Pola Fungsi Kesehatan (Gordon’a Fungsional Health)

1. Pola nutrisi/metabolic
a. Makan

Pengkajian Sebelum Sakit Saat Sakit


Jenis Nasi, lauk pauk, sayur Nasi, lauk pauk, sayur
b.Porsi
M 1 porsi ½ porsi
Frekuensi 3x/hari 3x/hari
i
Diet Khusus Tidak ada Tidak ada
n
Makanan yang - -
u
disukai
Pantangan
m Tidak ada Tidak ada
Nafsu makan Baik/normal Menurun
Kesulitan menelan Tidak ada kesulitan Tidak ada kesulitan
menelan menelan
Gigi palsu Tidak ada gigi palsu Tidak ada gigi palsu
Data tambahan lain Tidak ada Tidak ada
Pengkajian Sebelum Sakit Saat Sakit
Frekuensi 7 – 12 gelas/hari 5 – 6 gelas/hari
Jumlah (cc) ± 2000 cc/hari ± 1500 cc/hari
Jenis Air putih Air putih
Data Tambahan Tidak ada Tidak ada
lain

c. Antropometri

Berat badan

Sebelum sakit : 62 kg

Saat sakit : 60 kg

Tinggi badan : 156 cm


Pemeriksaan BB Ideal IMT Presentase penurunan BB
Hasil 107,14 % 38,46 % 3,23 %
Keterangan Normal Normal normal

Keterangan:

BB Ideal = BB/TB – 100 x 100%


- >120 % obesitas
- 110-120% overweigth
- 80-109% normal
- <80% underweigth
Indeks Masa Tubuh (IMT) = BB(kg)/TB (m)2
- <20 under W
- 20-24 Normal
- 25-30 Overweight
- >30 Obesitas
Persentase penurunan BB = BB sblm skt-BB saat ini x 100%
bbBB sblm skt

Masalah Keperawatan: tidak ada masalah keperawatan

2. Persepsi/penatalaksanaan Kesehatan (pandangan pasien terhadap penyakitnya)

Menurut klien sebelum klien sakit klien selalu menjaga kondisi badannya agar tetap
sehat. Bagi klien kesehatan adalah penting.

Masalah Keperawatan: tidak ada masalah keperawatan

3. Pola Istirahat Tidur

Pemeriksaan Sebelum sakit Saat sakit


Jml jam tidur siang Selama 2 jam (mulai jam Tidak dapat tidur siang
13.00 – 15.00)
Jml jam tidur malam Selama 7 jam (mulai jam ± 5 jam (mulai jam
21.00 – 04.30) 23.00 – 04.30)
Pengantar tidur Tidak ada Tidak ada
Gangguan tidur Tidak ada Sulit tidur karena
matanya sakit
Perasaan waktu bangun Badan terasa nyaman Badan terasa tidak
nyaman

Masalah Keperawatan: gangguan pola tidur


4. Pola Aktivitas Latihan

Pemeriksaan Sebelum sakit Saat Sakit


Alat Bantu 0 0
Mandi 0 0
Gosok Gigi 0 0
Keramas 0 0
Potong Kuku 0 0
Berpakaian 0 0
Eliminasi 0 0
Mobilisasi 0 2
Ambulasi 0 0
Naik/Turun Tangga 0 0
Rekreasi 0 0

0 : Mandiri Masalah Keperawatan: tidak ada masalh kepewwatan

1 : Dibantu sebagian

2 : Perlu bantuan orang lain

3 : Perlu bantuan orang lain dan alat

4 : Tergantung/tidak mampu

5. Pola konsep diri


a. Bodi image : Klien mengatakan menyukai semua bagian tubuhnya.
b. Ideal diri : Klien mengatakan ingin cepat sembuh dan pulang
c. Harga diri : Klien mengatakan tidak malu dengan penyakit yang
dideritanya
d. Peran : Klien mengatakan sebagai kepala keluarga
e. Identitas diri : Klien seorang laki-laki,anak tunggal dan sebagai kepala
keluarga
Masalah Keperawatan: tidak ada masalah keperawatan

6. Pola Eliminasi

Pemeriksaan eliminasi urin Sebelum sakit Saat sakit


Frekuensi/hari 3-3x/hari 3-3x/hari
Pancaran (Kuat, lemah, menetes) Kuat kuat
Jumlah/BAK - -
Bau - -
Warna Kuning jernih Kuning jernih
Perasaan stlh BAK Lega lega
Total Produksi urin/hari (cc) ± 1500 – 2000 cc/hari ± 1000 – 1500 cc/hari
Kesulitan BAK Tidak keluhan saat Tidak keluhan saat
BAK BAK

Pemeriksaan eliminasi alvi Sebelum sakit Saat sakit Balance


Frekuensi 1x/hari 1x/hari Cairan
Konsistensi Lunak berbentuk Lunak berbentuk
Bau Khas Khas
Warna Kuning Kuning
Kesulitan BAB Tidak ada Tidak ada
Pemeriksaan Jenis (cc) Total
Intake Makan: 750 cc 3250 cc
Minum: 1500 cc
Infus: 1000 cc
Transfusi: -
Output Urine: 1500 cc 3000 cc
Feses: 500 cc
Muntah: -
Drainage: -
Perdarahan:
IWL: 1000 cc
Balance cairan Total intake-total output 250 cc

Masalah Keperawatan: tidak ada masalah keperawatan

7. Pola nilai kepercayaan

a. Larangan Agama : klien mengatakan dalam islam dilarang mengkonsumsi


makan daging babi.
b. Keterangan lainnya : klien beragama islam dan selama dirumah sakit klien
mengatakan tidak dapat menjalankan sholat hanya berdo’a saja,

Masalah Keperawatan: tidak ada masalah keperawatan

8. Pola kognitif perceptual


a. Bicara : klien berbicara normal
b. Bahasa : klien menggunakan bahasa Indonesia
c. Kemampuan membaca : baik
d. Tingkat ansietas : ringan sebab klien ingin segera pulang
e. Perubahan sensori : klien merasakan nyeri

Masalah Keperawatan: tidak ada masalah keperawatan


9. Pola koping
a. Pola koping : klien mengatakan jika ada masalah klien selalu
mendiskusikan dengan istrinya.
b. Pola peran dan berhubungan : klien mengatakan tidak dapat melakukan aktivitas
seperti biasa mencari nafkah dan harus beristirahat penuh dirumah sakit.

Masalah Keperawatan: tidak ada masalah keperawatan


10. Pola Peran hubungan
a. Pekerjaan : klien seorang petani
b. Hubungan dengan orang lain : klien mengatakan hubungan dengan keluarga
harmonis dan baik dengan masyarakat sekitar.
c. Kualitas bekerja : baik
d. System pendukung : klien mengatakan selama dirumah sakit ditunggui oleh
istri dan anaknya.

Masalah Keperawatan: tidak ada masalah keperawatan

11. Pola seksual reproduksi


a. Status perkawinan : klien mengatakan sudah menikah selama 10 tahun
b. Pola seksual reproduksi : klien mengatakan selama dirumah sakit klien tidak
pernah melakukan hubungan badan dengan istrinya.
c. Masalah yang terkait dengan kesehatan reproduksi : klien mengatakan tidak mengalami
gangguan reproduksi

Masalah Keperawatan: tidak ada masalah keperawatan

12. Pemeriksaan fisik


1. Tingkat kesadaran : composmentis GCS : 15 (E4V5M6)
2. Tanda vital dan respon nyeri :
a. Nadi : 70x/menit
b. Suhu : 37 ˚C
c. RR : 28x/ menit
d. Tekanan darah : 130/80 mmHg
e. Nyeri :
- Paliatif/ profokatif : Tidak mengalami nyeri
- Quality : Tidak mengalami nyeri
- Region : thorakx

Depan Belakang

- Scale : Tidak mengalami nyeri


- Time : Tidak mengalami nyeri

Masalah Keperawatan: Tidak ada masalah keoerawatan


3. Kepala
- Kulit : Tidak terdapat lesi dan tidak terdapat benjolan
- Rambut : warna hitam, distribusi merata, tampak berminyak, tidak
terdapat ketombe, tidak ditemukan adanya kutu, tekstur halus
- Muka : raut muka sesuai usia, warna kecoklatan, tidak terdapat
lesi, tidak terdapat jerawat.
4. System sensori persepsi
- Mata
Inspeksi
Kongjungtiva : berwarna merah,berair,anemis
Sclera : berwarna putih
Pupil : normal
Palpebra : Normal,reflek berkedip baik
Lensa : warna putih keruh seperti susu
Visus : keruh
Palpasi
Tekanan intra ocular : tidak terdapat tekanan intrakuler
- Hidung : simetris antara kanan dan kiri
- Gigi : jumlah normal
- Bibir : lembab normal
- Leher : bentuk leher simetris, tidak terdapat peradangan, massa,
pembesaran kelenjar tiroid, dan pembesaran vena jugularis.
- Telinga.
Lubang telinga : tidak terdapat lesi, peradangan, dan penunpukan serumen
Membrane timpani : berwarna putih keabu-abuan
Ganguan pendengaran : tidak terdapat gangguan pendengaran, tuli

Masalah Keperawatan: Tidak ada masalah keperawatan

5. System respirasi
a. Inspeksi
Bentuk : normal simetris antara kanan dan kiri
b. Palpasi
Tractil fremitu : normal
c. Perkusi : sonor
d. Auskultasi
Suara nafas : tidak normal (wezing)
Suara nafas tambahan : terdapat suara tambahan.

Masalah Keperawatan: gangguan pola napas

6. System kardiovaskuler
a. Inspeksi
Bentuk : tidak terdapat ictus cordis dan pembesaran jantung
b. Palpasi
Ictus cordis : normal
c. Perkusi
Batas jantung
Atas : ICS II Linea Para Sternalis Dextra
Bawah : ICS V mild clavikula sinistra
Kiri : ICS V mild clavikula dextra
Kanan : ICS IV Linea Para Sternalis Dextra
Pembesaran jantung : tidak teraba pembesaran jantung
d. Auskultasi
Bunyi normal : tidak terdapat suara tambahan
e. Capillary refill : -

Masalah Keperawatan: tidak ada masalah keperawatan

7. System persyarafan (neurogical)


a. GCS
Eye : klien dapat membuka mata secara spontan
Verbal : klien dapat menjawab pertanyaan dengan benar
Motori : klien dapat menggerakkan anggota tubuh sesuai perintah
b. System sensorik
Tajam : klien dapat merasakan tajam
Tumpul : klien dapat merasakan tumpul
Halus : klien dapat merasakan halus
Kasar : klien dapat merasakan kasar
c. System motorik
Keseimbangan : seimbang antara kanan dan kiri
Kordinasi gerak : pasif
d. Reflex
Bisep : negative, respon kontraksi otot berupa fleksi sebagian dari siku
Trisep : negative, respon kontraksi otot berupa ekstensi sebagian dari siku
Patella : positif, respon kontraksi otot berupa ekstensi dari lutut
Meningeal : positif, respon kontraksi berupa pasien tidak merasakan nyeri saat kepala
menyentuh dada.
Babinsky : positif, kelima jari kaki melakukan plantar fleksi
Chaddock : -

Masalah Keperawatan: ketidakefektifan system saraf

7. System gastrointestinal
a. Inspeksi
Bentuk : normal simetris antara kanan dan kiri, tidak ada lesi,
striae, umbilicus normal datar dan kulit perut lembut dengan kontur datar
Tepi perut : normal
Bendungan pembuluh darah : tidak tampak ada ascites bentungan pembuluh darah
Ascites : tidak tampak ada ascites
b. Auskultasi
Peristatik : terdengar 4- 30x/menit
c. Palpasi
Nyeri : tidak terdapat nyeri tekan
Massa : tidak teraba adanya massa
Benjolan : tidak teraba adanya benjolan
Pembesaran hepar : tidak teraba adanya pembesaran hepar
Pembesaran lien : tidak teraba adanya pembesaran lien
Titil Mc. Burney : tidak terdapat nyeri tekan lepas pada titik Mc.burney
d. Perkusi : tidak terdapat ascites
e. Rectum : tidak ada hemoroid, tidak ada lesi dan kemerahan

Masalah Keperawatan: tidak ada masalah keperawatan


8. System musculoskeletal
a. ROM : pasif, aktif assertive
b. Keseimbangann : seimbang antara kanan dan kiri
c. Kekuatan otot
Ekstremitas superior dextra : 5/5 gerakan tidak penuh, menentang gravitasi dengan
penahanan penuh
Ekstremitas superior sinistra : 5/5 gerakan tidak penuh, menentang gravitasi dengan
penahanan penuh
Ekstremitas inferior dextra : 5/5 gerakan tidak penuh, menentang gravitasi dengan
penahanan penuh
Ekstremitas inferior sinistra : 5/5 gerakan tidak penuh, menentang gravitasi dengan
penahanan penuh

Masalah Keperawatan: tidak ada masalah keperawatan

9. System integument
a. Inspeksi : normal ± 12 cm
b. Palpasi : Tekstur teraba halus, turgor kulit elastic dan kembali
dalam batas normal, tidak ada krepitasi, capillary refill kembali < 2 detik
c. Pitting oedema : Tidak Terdapat Pitting Oedem
d. Akral : akral teraba hangat
Masalah Keperawatan: tidak ada masalah keperawatan

10. System reproduksi


a. Peria
Inspeksi : sebaran rambut pubis merata. Kulit sekitar skrotum ada
lesi dan kemerahan, bersih.
Palpasi : tidak terdapat nyeri tekan
b. Wanita
Inspeksi : -
Palpasi : -

Masalah Keperawatan: tidak ada masalah keperawatan

13. Pemeriksaan penunjang


a. Laboratorium

Jenis
Hari/tgl/jam Hasil Nilai Normal Keterangan
Pemeriksaan
2014 AGD PH2 = 5,2 7,35 – 7,45 . Tidk normal

Po2 75 80 -100 mmhg Tdk normal

HCO3 17 21 – 25 mMol/L Tdak normal

b. Rontgen

Hari/tgl/jam Regio Kesan


c. USG/EKG/EEG/MRI/Pemeriksaan lain

Hari/tgl/jam Kesan
2014

14. Terapi
a. Cairan IV (Jenis, fungsi, dosis)

b. Obat peroral (Jenis, fungsi, dosis)


 Pemberian Bronkodilator,
 Golongan teofilin, biasanya diberikan dengan dosis 10-15 mg/kg BB per oral dengan
memperhatikan kadar teofilin dalam darah. Konsentrasi dalam darah yang baik
antara 10-15mg/L.
 menebulizer
Analisa data

Hari/jam/tgl Data focus Etiologi Problem Paraf


Ds :
senin  Kilen Infeksi/pneumonia Gangguan
17 nov mengatakan ia pertukaran gas
2014- sulit bernapas .
08.00  Sakit kepala
ketika bangun
tidur

Do : Ns :
 Klien terlihat Marsianus
sesak
 Penurunan CO2
 Klien tampak
kebingungan
dengan
penyakitnya

Ds :
 Klien Sesak (dyspinea) Ketidakefektifan
mengatakan pola napas
sesak ketika
batuk
 Klien
mngatakan Ns :
nafasmya marsianus
pendek
Do:
 Produksi sekret
meningkat
karena klien
tidak bisa batuk
efektif
 Ditemukan
suara nafas
ronchi
Rencana keperawatan

1 Hari/tgl/j Diagnosa Tujuan & kriteria Intervensi Rasional Paraf


m hasil
selasa Gangguan Setelah di lakukan 1 .kaji pola 1.Mengetahui
18 nov pertukaran gas tindakan napas pola napas
2014 b.d keperawatan 2. memonitor dan proses
infeksi/pneumon selama 3 x 24 respirasi dan pertukaran
ia jam,di harapkan status O2 gas
proses pertukaran 3. monitor 2.
gas dapat teratasi suara nafas, mengetahui
dengan kriteria seperti ronchi kadar status
hasil : 4. kolaborasi O2
1 .pernapasan dengan dokter 3.
kembali normal dalam mengetahui
2.batuk mengurang pemberian apakah
farmakologi adanya secret
di saluran
pernafan.
4.mempercep
at dalam
proses
penyembuha
n klien
2 Ketidakefektifan Setelah di lakukan 1. kaji pola 1.
pola nafas b.d tindakan nafas mengetahui
Sesak (dyspinea) keperawatan 2. posisikan pola nafas
selama 3x 24 jam, pasien dengan 2.
di harapkan proses posisi semi memudahkan
pertukaran gas fowler pasien untuk
dapat teratasi 3. ajarkan bernafas
dengan kriteria pasien dengan 3.agar pasien
hasil : batuk yang mudah
1.Pasien efektif mengeluarka
menunjukan n secret atau
frekuensi dahak
pernafasan dalam
rentang normal
2. mampu bernafas
dengan mudah
3. mampu
melakukan batuk
secara efektif
Implementasi keperawatan

Hari/t Diagnosa Implementasi Evaluasi formatif/respon Paraf


gl/jam pasien

Rabu 1. Gangguan 1.Mengkaji pola nafas


19 pertukaran pada klien S : klien mengatakan masih Ns : Vita
nov gas merasakan sesak
2014
08.00 O: Nafas klien masih jauh dr
batas normal
09.00 2. memonitor respirasi
dan status O2 S: klien mengatakan 
nafasnya belum begitu
normal

O:klien mau di pasdang alat


bantu nafas
10.00 3. monitor suara nafas, S:klien mengatakan
seperti ronchi nafasnya pendek

O:klien tampak kesulitan
dalam bernafas
11.00 4. mengkolaborasi S:klien mengatakan mau
dengan dokter dalam mengonsumsi obat apa saja
pemberian farmakologi untuk mempercepat 
kesembuhannya

O:klien sangat kooperatif


12.00 2.Ketidakefektifan 1. mengkaji pola nafas S:klien mengatakan masih
pola nafas merasakan sesak ketika
bernafas 

O:klien masih terlihat sesak


pada saat bernafas dan batuk
01.00 2. memposisikan pasien S:klien mengatakan nyaman
dengan posisi semi dengan posisi semi fowler
fowler 
O:klien tampak lebih
nyaman

03.00 3.mengajarkan pasien S:klien mengatakan ia bisa


dengan batuk yang mengeluarkan dahak 
efektif
O:klien tampak kooperatif
Evaluasi

Hari/tgl/jam Diagnosa Evaluasi Paraf


1. Gangguan
pertukaran Gas Ns: Vita
S : klien mengatakan masih sesak

Kamis O : klien masih tanpak sulit bernafas


dengan normal
20 nov
2014 A : masalah belum teratasi

P : intervensi di lanjutkan

2. Ketidak efektifan
pola nafas S : klien mengatakan sesak ketika Ns : Vita
bernafas

O : klien masih memakai alat bantu


nafas

A: masalah belum teratasi

P : intervensi dilanjutkan
BAB IV

PENUTUP

4.1 Kesimpulan

Kesimpulan yang dapat kami ambil dari penjelasan isi makalah diatas adalah sebagai berikut :

1. Emphysema (emfisema) adalah penyakit paru kronis yang dicirikan oleh kerusakan pada
jaringan paru, sehingga paru kehilangan keelastisannya. Gejala utamanya adalah
penyempitan (obstruksi) saluran napas, karena kantung udara di paru menggelembung
secara berlebihan dan mengalami kerusakan yang luas.
2. Terdapat 3 (tiga) jenis emfisema utama, yang diklasifikasikan berdasarkan perubahan yang
terjadi dalam paru-paru : PLE (Panlobular Emphysema/panacinar), CLE (Sentrilobular
Emphysema/sentroacinar), Emfisema Paraseptal.
3. Asuhan keperawatan pada penderita emfisema secara garis besar adalah membantu menjaga
keseimbangan antara kebutuhan dan suplai oksigen klien.

4.2 Saran

Sebagai perawat diharapkan mampu untuk melakukan asuhan keperawatan terhadap penderita
emfisema. Perawat juga harus mampu berperan sebagai pendidik. Dalam hal ini melakukan
penyuluhan mengenai pentingnya hal-hal yang dapat memperberat penyakit, hal-hal yang harus
dihindarkan dan bagaimana cara pengobatan dengan baik.
DAFTAR PUSTAKA

Baughman,D.C& Hackley,J.C.2000. Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta : EGC

Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid II Balai Penerbit FKUI, Jakarta 2001

Mills,John& Luce,John M.1993. Gawat Darurat Paru-Paru.Jakarta : EGC

Perhimpunan Dokter Sepesialis Penyakit Dalam Indonesia. Editor Kepela : Prof.Dr.H.Slamet


Suryono Spd,KE

Soemarto,R.1994. Pedoman Diagnosis dan Terapi.Surabaya : RSUD Dr.Soetomo

Nurhayati.2010.(online). http://ksupointer.com/2010/emfisema-bisa-timbulkan-kematian. diakses


pada tanggal 15 November 2010

Flyfreeforhelp.2010.(online). http://lifestyle.okezone.com/read/2010/02/22/27/306051/search.html.
diakses pada tanggal 15 November 2010

……,2010.(online).http://www.soft-ko.co.cc/2010/10/emfisema_06.html. diakses pada tanggal 19


November 2010
NAMA – NAMA KELOMPOK 1 EMPISIEMA

1. ASTRIYANTI Z. PAKE 13100042


2. ATIKA IDRIS 13100043
3. DANIEL NDATI 13100045
4. EGGY PRATAMA 13100046
5. GEDE SANTIKE 13100051
6. ISMAWATI H. ABAS 13100052
7. KRISTOMI 13100053
8. KRISTOPORUS 13100054
9. LELI ANGGRAINI 13100055
10. MARSIANUS N. G 13100056
11.MARTI HUSEN 13100057
12.MAYRA ANTONIA LATUE 13100058
13.MEILANIA K. MANOK 13100059
14.MUHAMMAD HUDHAEBI 13100061
15.NOVITA DWI . K 13100062
16. NUR SYAHIDI H. AB 13100063
17.NURMIN HI GANI 13100064

You might also like