Professional Documents
Culture Documents
PADA Tn P
OLEH :
KELOMPOK 1
S1 ILMU KEPERAWATAN
2014
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR...............................................................................................
DAFTAR ISI.............................................................................................................
BAB I : PENDAHULUAN...................................................................................
BAB II : PEMBAHASAN.....................................................................................
2.1 : Defenisi.......................................................................................
2.2 : Etiologi......................................................................................
2.3 : Patofisiologi................................................................................
2.4 : Pathway.......................................................................................
2.5 : Komplikasi...................................................................................
2.7 : Penatalaksanaan............................................................................
3.1 : pengkajian.........................................................................................
3.4 : Implementasi.....................................................................................
3.5 : Evaluasi................................................................................................
BAB IV : PENUTUP......................................................................................................
4.1 : Kesimpulan.........................................................................................
4.2 : Saran....................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................................
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur kami panjatkan kepada Tuhan yang maha Esa, Tidak ada daya dan
upaya selain dari Nya sehingga Asuhan Keperawatan ini dapat tersusun dan selesai. Semoga kita
selalu dilimpahkan rahmat dan karunia Nya dalam mengarungi kehidupan ini.
Dengan penjelasan dalam Asuhan Keperawatan ini diharapkan kepada para pembaca lebih
Kami mengucapkan banyak terima kasih kepada Dosen pembimbing yang telah memberikan
gambaran tentang materi yang harus selesaikan dan juga semua pihak yang turut membantu
Terakhir, kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun untuk lebih
menyempurnakan Asuhan keperawatan ini, agar asuhan keperawatan ini lebih sempurna pada masa
PENDAHULUAN
1.1.LATAR BELAKANG
Banyak penyakit yang dikaitkan secara langsung dengan kebiasaan merokok. Salah satu yang harus
diwaspadai adalah Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) / Chronic Obstructive Pulmonary
Disease (COPD).
Angka kesakitan penderita PPOK laki-laki mencapai 4%, angka kematian mencapai 6% dan angka
kesakitan wanita 2% angka kematian 4%, umur di atas 45 tahun, (Barnes, 1997). Pada tahun 1976
ditemukan 1,5 juta kasus baru, dan tahun 1977 jumlah kematian oleh karena PPOK sebanyak
45.000, termasuk penyebab kematian di urutan kelima (Tockman MS., 1985). Menurut National
Health Interview Survey, didapatkan sebanyak 2,5 juta penderita emfisema, tahun 1986 di Amerika
Serikat didapatkan 13,4 juta penderita, dan 30% lebih memerlukan rawat tinggal di rumah sakit.
The Tecumseh Community Health Study menemukan 66.100 kematian oleh karena PPOK,
merupakan 3% dari seluruh kematian, serta urutan kelima kematian di Amerika (Muray F.J.,1988).
Peneliti lain menyatakan, PPOK merupakan penyebab kematian ke-5 di Amerika dengan angka
kematian sebesar 3,6%, 90% terjadi pada usia di atas 55 tahun (Redline S, 1991 dikutip dari Amin
1966). Pada tahun 1992 Thoracic Society of the Republic of China (ROC) menemukan 16%
penderita PPOK berumur di atas 40 tahun, pada tahun 1994 menemukan kasus kematian 16,6% per
100.000 populasi serta menduduki peringkat ke-6 kematian di Taiwan (Perng, 1996 dari Parsuhip,
1998).
Di Indonesia tidak ditemukan data yang akurat tentang kekerapan PPOK. Survei Kesehatan Rumah
Tangga (SKRT) DEPKES RI 1992 menemukan angka kematian emfisema, bronkitis kronik dan
asma menduduki peringkat ke-6 dari 10 penyebab tersering kematian di Indonesia (Hadiarto, 1998).
Survey Penderita PPOK di 17 Puskesmas Jawa Timur ditemukan angka kesakitan 13,5%, emfisema
paru 13,1%, bronkitis kronik 7,7% dan asma 7,7% (Aji Widjaja 1993). Pada tahun 1997 penderita
PPOK yang rawat Inap di RSUP Persahabatan sebanyak 124 (39,7%), sedangkan rawat jalan
sebanyak 1837 atau 18,95% (Hadiarto, 1998). Di RSUD Dr. Moewardi Surakarta tahun 2003
ditemukan penderita PPOK rawat inap sebanyak 444 (15%), dan rawat jalan 2368 (14%).
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyebutkan, angka kematian PPOK tahun 2010 diperkirakan
menduduki peringkat ke-4 bahkan dekade mendatang menjadi peringkat ke-Semakin banyak
jumlah batang rokok yang dihisap dan makin lama masa waktu menjadi perokok, semakin besar
risiko dapat mengalami PPOK.
Survey Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) menemukan peningkatan konsumsi rokok tahun 1970-
1993 sebesar 193% atau menduduki peringkat ke-7 dunia dan menjadi ancaman bagi para perokok
remaja yang mencapai 12,8- 27,7%. Saat ini Indonesia menjadi salah satu produsen dan konsumen
rokok tembakau serta menduduki urutan kelima setelah negara dengan konsumsi rokok terbanyak
di dunia, yaitu China mengkonsumsi 1.643 miliar batang rokok per tahun, Amerika Serikat 451
miliar batang setahun, Jepang 328 miliar batang setahun, Rusia 258 miliar batang setahun, dan
Indonesia 215 miliar batang rokok setahun. Kondisi ini memerlukan perhatian semua fihak
khususnya yang peduli terhadap kesehatan dan kesejahteraan masyarakat.
Atas dasar itulah, kami membahas lebih lanjut mengenai emfisema yang merupakan salah satu
bagian dari PPOK khususnya mengenai Asuhan Keperawatan pada Klien Emfisema. Sehingga
diharapkan perawat mampu memberikan asuhan keperawatan yang tepat pada klien emfisema.
PEMBAHASAN
2.1 Defenisi
Emphysema (emfisema) adalah penyakit paru kronis yang dicirikan oleh kerusakan pada
jaringan paru, sehingga paru kehilangan keelastisannya. Gejala utamanya adalah penyempitan
(obstruksi) saluran napas, karena kantung udara di paru menggelembung secara berlebihan dan
mengalami kerusakan yang luas.
Definisi emfisema menurut Kus Irianto, Robbins, Corwin, dan The American Thorack society:
Emfisema merupakan keadaan dimana alveoli menjadi kaku mengembang dan terus
menerus terisi udara walaupun setelah ekspirasi.(Kus Irianto.2004.216).
Emfisema merupakan morfologik didefisiensi sebagai pembesaran abnormal ruang-ruang
udara distal dari bronkiolus terminal dengan desruksi dindingnya.(Robbins.1994.253).
Emfisema adalah penyakit obtruktif kronik akibat kurangnya elastisitas paru dan luas
permukaan alveoli.(Corwin.2000.435).
Suatu perubahan anatomis paru yang ditandai dengan melebarnya secara abnormal saluran
udara bagian distal bronkus terminal, yang disertai kerusakan dinding alveolus. (The
American Thorack society 1962).
Emfisema merupakan gangguan pengembangan paru-paru yang ditandai oleh pelebaran ruang
udara di dalam paru-paru disertai destruksi jaringan. Sesuai dengan definisi tersebut, maka dapat
dikatakan bahwa, jika ditemukan kelainan berupa pelebaran ruang udara (alveolus) tanpa disertai
adanya destruksi jaringan, maka itu “bukan termasuk emfisema”. Namun, keadaan tersebut hanya
sebagai ‘overinflation’.
Emfisema adalah jenis penyakit paru obstruktif kronik yang melibatkan kerusakan pada kantung
udara (alveoli) di paru-paru. Akibatnya, tubuh tidak mendapatkan oksigen yang diperlukan.
Emfisema membuat penderita sulit bernafas. Penderita mengalami batuk kronis dan sesak napas.
Penyebab paling umum adalah merokok.
Emfisema disebabkan karena hilangnya elastisitas alveolus. Alveolus sendiri adalah gelembung-
gelembung yang terdapat dalam paru-paru. Pada penderita emfisema, volume paru-paru lebih besar
dibandingkan dengan orang yang sehat karena karbondioksida yang seharusnya dikeluarkan dari
paru-paru terperangkap didalamnya. Asap rokok dan kekurangan enzim alfa-1-antitripsin adalah
penyebab kehilangan elastisitas pada paru-paru ini
Terdapat 3 (tiga) jenis emfisema utama, yang diklasifikasikan berdasarkan perubahan yang terjadi
dalam paru-paru :
Penyebab emfisema primer ini tidak diketahui, tetapi telah diketahui adanya devisiensi enzim alfa
1-antitripsin.Alfa-antitripsin adalah anti protease. Diperkirakan alfa-antitripsin sangat penting untuk
perlindungan terhadap protease yang terbentuk secara alami (Cherniack dan cherniack, 1983).
Semua ruang udara di dalam lobus sedikit banyak membesar, dengan sedikit penyakit inflamasi.
Ciri khasnya yaitu memiliki dada yang hiperinflasi dan ditandai oleh dispnea saat aktivitas, dan
penurunan berat badan. Tipe ini sering disebut centriacinar emfisema, sering kali timbul pada
perokok.
Perubahan patologi terutama terjadi pada pusat lobus sekunder, dan perifer dari asinus tetap baik.
Merupakan tipe yang sering muncul dan memperlihatkan kerusakan bronkhiolus, biasanya pada
daerah paru-paru atas. Inflamasi merambah sampai bronkhiolus tetapi biasanya kantung alveolus
tetap bersisa. CLE ini secara selektif hanya menyerang bagian bronkhiolus respiratorius. Dinding-
dinding mulai berlubang, membesar, bergabung dan akhirnya cenderung menjadi satu ruang.
Penyakit ini sering kali lebih berat menyerang bagian atas paru-paru, tapi cenderung menyebar
tidak merata. Seringkali terjadi kekacauan rasio perfusi-ventilasi, yang menimbulkan hipoksia,
hiperkapnia (peningkatan CO2 dalam darah arteri), polisitemia, dan episode gagal jantung sebelah
kanan. Kondisi mengarah pada sianosis, edema perifer, dan gagal napas. CLE lebih banyak
ditemukan pada pria, dan jarang ditemukan pada mereka yang tidak merokok (Sylvia A. Price
1995).
3. Emfisema Paraseptal
Merusak alveoli lobus bagian bawah yang mengakibatkan isolasi blebs (udara dalam alveoli)
sepanjang perifer paru-paru. Paraseptal emfisema dipercaya sebagai sebab dari pneumotorak
spontan.
PLE dan CLE sering kali ditandai dengan adanya bula tetapi dapat juga tidak. Biasanya bula timbul
akibat adanya penyumbatan katup pengatur bronkiolus. Pada waktu inspirasi lumen bronkiolus
melebar sehingga udara dapat melewati penyumbatan akibat penebalan mukosa dan banyaknya
mukus. Tetapi sewaktu ekspirasi, lumen bronkiolus tersebut kembali menyempit, sehingga
sumbatan dapat menghalangi keluarnya udara.
2.2 Etiologi
1.Faktor Genetik
Faktor genetik mempunyai peran pada penyakit emfisema. Faktor genetik diataranya adalah atopi
yang ditandai dengan adanya eosinifilia atau peningkatan kadar imonoglobulin E (IgE) serum,
adanya hiper responsive bronkus, riwayat penyakit obstruksi paru pada keluarga, dan defisiensi
protein alfa – 1 anti tripsin.
Didalam paru terdapat keseimbangan antara enzim proteolitik elastase dan anti elastase supaya
tidak terjadi kerusakan jaringan.Perubahan keseimbangan menimbulkan jaringan elastik paru rusak.
Arsitektur paru akan berubah dan timbul emfisema.
3. Rokok
Rokok adalah penyebab utama timbulnya emfisema paru. Rokok secara patologis dapat
menyebabkan gangguan pergerakan silia pada jalan nafas, menghambat fungsi makrofag alveolar,
menyebabkan hipertrofi dan hiperplasia kelenjar mukus bronkus dan metaplasia epitel skuamus
saluran pernapasan.
4. Infeksi
Infeksi saluran nafas akan menyebabkan kerusakan paru lebih hebat sehingga gejalanya lebih berat.
Penyakit infeksi saluran nafas seperti pneumonia, bronkiolitis akut dan asma bronkiale, dapat
mengarah pada obstruksi jalan nafas, yang pada akhirnya dapat menyebabkan terjadinya emfisema.
Infeksi pernapasan bagian atas pasien bronkitis kronik selalu menyebabkan infeksi paru bagian
dalam, serta menyebabkan kerusakan paru bertambah. Bakteri yang di isolasi paling banyak adalah
haemophilus influenzae dan streptococcus pneumoniae.
5. Polusi
Polutan industri dan udara juga dapat menyebabkan emfisema. Insiden dan angka kematian
emfisema bisa dikatakan selalu lebih tinggi di daerah yang padat industrialisasi, polusi udara seperti
halnya asap tembakau, dapat menyebabkan gangguan pada silia menghambat fungsi makrofag
alveolar. Sebagai faktor penyebab penyakit, polusi tidak begitu besar pengaruhnya tetapi bila
ditambah merokok resiko akan lebih tinggi.
Emfisema lebih banyak didapat pada golongan sosial ekonomi rendah, mungkin kerena perbedaan
pola merokok, selain itu mungkin disebabkan faktor lingkungan dan ekonomi yang lebih jelek.
7. Pengaruh usia
2.3 Patofisiologi
Emfisema merupakan kelainan di mana terjadi kerusakan pada dinding alveolus yang akan
menyebebkan overdistensi permanen ruang udara. Perjalanan udara akan tergangu akibat dari
perubahan ini. Kerja nafas meningkat dikarenakan terjadinya kekurangan fungsi jaringan paru-paru
untuk melakukan pertukaran O2 dan CO2. Kesulitan selama ekspirasi pada emfisema merupakan
akibat dari adanya destruksi dinding (septum) di antara alveoli, jalan nafas kolaps sebagian, dan
kehilangan elastisitas untuk mengerut atau recoil. Pada saat alveoli dan septum kolaps, udara akan
tertahan di antara ruang alveolus yang disebut blebs dan di antara parenkim paru-paru yang disebut
bullae. Proses ini akan menyebabkan peningkatan ventilatory pada ‘dead space’ atau area yang
tidak mengalami pertukaran gas atau darah. Emfisema juga menyebabkan destruksi kapiler paru-
paru, selanjutnya terjadi penurunan perfusi O2 dan penurunan ventilasi. Emfisema masih dianggap
normal jika sesuai dengan usia, tetapi jika hal ini timbul pada pasien yang berusia muda biasanya
berhubungan dengan bronkhitis dan merokok.
Penyempitan saluran nafas terjadi pada emfisema paru. Yaitu penyempitan saluran nafas ini
disebabkan elastisitas paru yang berkurang. Penyebab dari elastisitas yang berkurang yaitu defiensi
Alfa 1-anti tripsin. Dimana AAT merupakan suatu protein yang menetralkan enzim proteolitik yang
sering dikeluarkan pada peradangan dan merusak jaringan paru. Dengan demikian AAT dapat
melindungi paru dari kerusakan jaringan pada enzim proteolitik. Didalam paru terdapat
keseimbangan paru antara enzim proteolitik elastase dan anti elastase supaya tidak terjadi
kerusakan. Perubahan keseimbangan menimbulkan kerusakan jaringan elastic paru. Arsitektur paru
akan berubah dan timbul emfisema. Sumber elastase yang penting adalah pankreas. Asap rokok,
polusi, dan infeksi ini menyebabkan elastase bertambah banyak. Sedang aktifitas system anti
elastase menurun yaitu system alfa- 1 protease inhibator terutama enzim alfa -1 anti tripsin (alfa -1
globulin). Akibatnya tidak ada lagi keseimbangan antara elastase dan anti elastase dan akan terjadi
kerusakan jaringan elastin paru dan menimbulkan emfisema. Sedangkan pada paru-paru normal
terjadi keseimbangan antara tekanan yang menarik jaringan paru keluar yaitu yang disebabkan
tekanan intra pleural dan otot-otot dinding dada dengan tekanan yang menarik jaringan paru ke
dalam yaitu elastisitas paru.
Pada orang normal sewaktu terjadi ekspirasi maksimal, tekanan yang menarik jaringan paru akan
berkurang sehingga saluran nafas bagian bawah paru akan tertutup. Pada pasien emfisema saluran
nafas tersebut akan lebih cepat dan lebih banyak yang tertutup. Cepatnya saluran nafas menutup
serta dinding alveoli yang rusak, akan menyebabkan ventilasi dan perfusi yang tidak seimbang.
Tergantung pada kerusakannya dapat terjadi alveoli dengan ventilasi kurang/tidak ada akan tetapi
perfusi baik sehingga penyebaran udara pernafasan maupun aliran darah ke alveoli tidak sama dan
merata. Sehingga timbul hipoksia dan sesak nafas.
Emfisema paru merupakan suatu pengembangan paru disertai perobekan alveolus-alveolus yang
tidak dapat pulih, dapat bersifat menyeluruh atau terlokalisasi, mengenai sebagian atau seluruh
paru. Pengisian udara berlebihan dengan obstruksi terjadi akibat dari obstrusi sebagian yang
mengenai suatu bronkus atau bronkiolus dimana pengeluaran udara dari dalam alveolus menjadi
lebih sukar dari pemasukannya. Dalam keadaan demikian terjadi penimbunan udara yang
bertambah di sebelah distal dari alveolus.
2.3 Pathway
Emfisema paru adalah suatu penyakit menahun, terjadi sedikit demi sedikit bertahun-bertahun.
Biasanya mulai pada pasien perokok berumur 15-25 tahun. Pada umur 25-35 tahun mulai timbul
perubahan pada saluran nafas kecil dan fungsi paru.Umur 35-45 tahun timbul batuk yang produktif.
Pada umur 45-55 tahun terjadi sesak nafas, hipoksemia dan perubahan spirometri. Pada umur 55-60
tahun sudah ada kor-pulmonal, yang dapat menyebabkan kegagalan nafas dan meninggal dunia.
2.6 Penatalaksanaan
1. Penyuluhan, Menerangkan pada para pasien hal-hal yang dapat memperberat penyakit, hal-hal
yang harus dihindarkan dan bagaimana cara pengobatan dengan baik.
2. Pencegahan
Rokok, merokok harus dihentikan meskipun sukar.Penyuluhan dan usaha yang optimal
harus dilakukan
Menghindari lingkungan polusi, sebaiknya dilakukan penyuluhan secara berkala pada
pekerja pabrik, terutama pada pabrik-pabrik yang mengeluarkan zat-zat polutan yang
berbahaya terhadap saluran nafas.
Vaksin, dianjurkan vaksinasi untuk mencegah eksaserbasi, terutama terhadap influenza dan
infeksi pneumokokus.
3. Terapi Farmakologi, tujuan utama adalah untuk mengurangi obstruksi jalan nafas yang masih
mempunyai komponen reversible meskipun sedikit. Hal ini dapat dilakukan dengan:
Pemberian Bronkodilator,
Golongan teofilin, biasanya diberikan dengan dosis 10-15 mg/kg BB per oral dengan
memperhatikan kadar teofilin dalam darah. Konsentrasi dalam darah yang baik antara 10-15mg/L.
Golongan agonis B2, biasanya diberikan secara aerosol/nebuliser. Efek samping utama adalah
tremor,tetapi menghilang dengan pemberian agak lama.
Minum cukup, supaya tidak dehidrasi dan mukus lebih encer sehingga urine tetap kuning pucat.
Ekspektoran, yang sering digunakan ialah gliseril guaiakolat, kalium yodida, dan amonium klorida.
Nebulisasi dan humidifikasi dengan uap air menurunkan viskositas dan mengencerkan sputum.
Mukolitik dapat digunakan asetilsistein atau bromheksin.
4. Fisioterapi dan Rehabilitasi, tujuan fisioterapi dan rehabilitasi adalah meningkatkan kapasitas
fungsional dan kualitas hidup dan memenuhi kebutuhan pasien dari segi social, emosional dan
vokasional. Program fisioterapi yang dilaksanakan berguna untuk :
5. Pemberian O2 dalam jangka panjang, akan memperbaiki emfisema disertai kenaikan toleransi
latihan. Biasanya diberikan pada pasien hipoksia yang timbul pada waktu tidur atau waktu latihan.
Menurut Make, pemberian O2 selama 19 jam/hari akan mempunyai hasil lebih baik dari pada
pemberian 12 jam/hari.
1. Pemeriksan radiologis, pemeriksaan foto dada sangat membantu dalam menegakkan diagnosis
dan menyingkirkan penyakit-penyakit lain. Foto dada pada emfisema paru terdapat dua bentuk
kelainan, yaitu:
Overinflasi, terlihat diafragma yang rendah dan datar,kadang-kadang terlihat konkaf. Oligoemia,
penyempitan pembuluh darah pulmonal dan penambahan corakan kedistal.
Corakan paru yang bertambah, sering terdapat pada kor pulmonal, emfisema sentrilobular
dan blue bloaters. Overinflasi tidak begitu hebat.
2. Pemeriksaan fungsi paru, pada emfisema paru kapasitas difusi menurun karena permukaan
alveoli untuk difusi berkurang.
3. Analisis Gas DarahVentilasi, yang hampir adekuat masih sering dapat dipertahankan oleh
pasien emvisema paru. Sehingga PaCO2 rendah atau normal.Saturasi hemoglobin pasien hampir
mencukupi.
4. Pemeriksaan EKG, Kelainan EKG yang paling dini adalah rotasi clock wise jantung. Bila sudah
terdapat kor pulmonal terdapat defiasi aksis ke kanan dan P-pulmonal pada hantaran II, III, dan
aVF.Voltase QRS rendah.Di V1 rasio R/S lebih dari 1 dan di V6 rasio R/S kurang dari 1.
ASUHAN KEPERAWATAN
PENGKAJIAN
a. Identitas Pasien
1. Nama : Tn.P
2. Umur : 35 Tahun
3. Jenis kelamin : Laki-laki
4. Agama : Islam
5. Suku/bangsa : jawa/Indonesia
6. Pendidikan : SMK
7. Pekerjaan : Petani
8. Alamat : Jln.Merpati no 5,condong catur, Sleman.
9. Penanggung jawab : Keluarga
10. Hubungan dengan pasien : -
1. Pola nutrisi/metabolic
a. Makan
c. Antropometri
Berat badan
Sebelum sakit : 62 kg
Saat sakit : 60 kg
Keterangan:
Menurut klien sebelum klien sakit klien selalu menjaga kondisi badannya agar tetap
sehat. Bagi klien kesehatan adalah penting.
1 : Dibantu sebagian
4 : Tergantung/tidak mampu
6. Pola Eliminasi
Depan Belakang
5. System respirasi
a. Inspeksi
Bentuk : normal simetris antara kanan dan kiri
b. Palpasi
Tractil fremitu : normal
c. Perkusi : sonor
d. Auskultasi
Suara nafas : tidak normal (wezing)
Suara nafas tambahan : terdapat suara tambahan.
6. System kardiovaskuler
a. Inspeksi
Bentuk : tidak terdapat ictus cordis dan pembesaran jantung
b. Palpasi
Ictus cordis : normal
c. Perkusi
Batas jantung
Atas : ICS II Linea Para Sternalis Dextra
Bawah : ICS V mild clavikula sinistra
Kiri : ICS V mild clavikula dextra
Kanan : ICS IV Linea Para Sternalis Dextra
Pembesaran jantung : tidak teraba pembesaran jantung
d. Auskultasi
Bunyi normal : tidak terdapat suara tambahan
e. Capillary refill : -
7. System gastrointestinal
a. Inspeksi
Bentuk : normal simetris antara kanan dan kiri, tidak ada lesi,
striae, umbilicus normal datar dan kulit perut lembut dengan kontur datar
Tepi perut : normal
Bendungan pembuluh darah : tidak tampak ada ascites bentungan pembuluh darah
Ascites : tidak tampak ada ascites
b. Auskultasi
Peristatik : terdengar 4- 30x/menit
c. Palpasi
Nyeri : tidak terdapat nyeri tekan
Massa : tidak teraba adanya massa
Benjolan : tidak teraba adanya benjolan
Pembesaran hepar : tidak teraba adanya pembesaran hepar
Pembesaran lien : tidak teraba adanya pembesaran lien
Titil Mc. Burney : tidak terdapat nyeri tekan lepas pada titik Mc.burney
d. Perkusi : tidak terdapat ascites
e. Rectum : tidak ada hemoroid, tidak ada lesi dan kemerahan
9. System integument
a. Inspeksi : normal ± 12 cm
b. Palpasi : Tekstur teraba halus, turgor kulit elastic dan kembali
dalam batas normal, tidak ada krepitasi, capillary refill kembali < 2 detik
c. Pitting oedema : Tidak Terdapat Pitting Oedem
d. Akral : akral teraba hangat
Masalah Keperawatan: tidak ada masalah keperawatan
Jenis
Hari/tgl/jam Hasil Nilai Normal Keterangan
Pemeriksaan
2014 AGD PH2 = 5,2 7,35 – 7,45 . Tidk normal
b. Rontgen
Hari/tgl/jam Kesan
2014
14. Terapi
a. Cairan IV (Jenis, fungsi, dosis)
Do : Ns :
Klien terlihat Marsianus
sesak
Penurunan CO2
Klien tampak
kebingungan
dengan
penyakitnya
Ds :
Klien Sesak (dyspinea) Ketidakefektifan
mengatakan pola napas
sesak ketika
batuk
Klien
mngatakan Ns :
nafasmya marsianus
pendek
Do:
Produksi sekret
meningkat
karena klien
tidak bisa batuk
efektif
Ditemukan
suara nafas
ronchi
Rencana keperawatan
P : intervensi di lanjutkan
2. Ketidak efektifan
pola nafas S : klien mengatakan sesak ketika Ns : Vita
bernafas
P : intervensi dilanjutkan
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Kesimpulan yang dapat kami ambil dari penjelasan isi makalah diatas adalah sebagai berikut :
1. Emphysema (emfisema) adalah penyakit paru kronis yang dicirikan oleh kerusakan pada
jaringan paru, sehingga paru kehilangan keelastisannya. Gejala utamanya adalah
penyempitan (obstruksi) saluran napas, karena kantung udara di paru menggelembung
secara berlebihan dan mengalami kerusakan yang luas.
2. Terdapat 3 (tiga) jenis emfisema utama, yang diklasifikasikan berdasarkan perubahan yang
terjadi dalam paru-paru : PLE (Panlobular Emphysema/panacinar), CLE (Sentrilobular
Emphysema/sentroacinar), Emfisema Paraseptal.
3. Asuhan keperawatan pada penderita emfisema secara garis besar adalah membantu menjaga
keseimbangan antara kebutuhan dan suplai oksigen klien.
4.2 Saran
Sebagai perawat diharapkan mampu untuk melakukan asuhan keperawatan terhadap penderita
emfisema. Perawat juga harus mampu berperan sebagai pendidik. Dalam hal ini melakukan
penyuluhan mengenai pentingnya hal-hal yang dapat memperberat penyakit, hal-hal yang harus
dihindarkan dan bagaimana cara pengobatan dengan baik.
DAFTAR PUSTAKA
Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid II Balai Penerbit FKUI, Jakarta 2001
Flyfreeforhelp.2010.(online). http://lifestyle.okezone.com/read/2010/02/22/27/306051/search.html.
diakses pada tanggal 15 November 2010