You are on page 1of 26

ASUHAN KEPERAWATAN DIABETES MELITUS

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah kita panjatkan Tahmid bagi keagungan Asma Allah SWT dalam
Shalawat serta salam semoga tercurah kepada junjungan kita Nabi Besar
Muhammad SAW beserta keluarga dan para sahabat beliau yang memberikan
inspirasi dan sumber keteladanan bagi orang-orang yang mengharapkan keridhaan-
Nya, dan semoga kita semua menjadi golongan hamba yang Sholih. Aamiin.
Sebagai ungkapan rasa syukur atas kehadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat serta karunia-Nya, sehinga saya bisa menyusun suatu hasil
penelitian yang berjudul ” Asuhan KeperawatanDiabetes Melitus”
Penulis menyadari bahwa penyelesaian karia ilmiah ini berkat bimbinagan,
dorongan dan bantuan dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini penulis
mengucapkan terima kasih kepada dosen pembimbing yang telah membimbing kami
dalam proses pembuatan karya tulis ini dan teman-teman yang selalu dengan penuh
kesabaran dalam memberikan bimbingan, petunjuk, saran hingga karya ilmiah ini
selesai.
Semoga Allah meridhoi dan menberikan balasan atas semua amal dan
kebaikan bapak/ibu dan teman teman berikan kepada penulis.
Penulis menyadari bahwa masih banyak ke kurangan dalam penulisan karia
ilmiah ini, untuk itu penulis dengan rendah hati sangat mengharapkan kritik dan
saran demi kebaikan dimasa akan datang. Semoga karia ilmiah ini dapat bermanfaat
bagi kita semua dunia akhirat.

1
BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang Masalah
Diabetes melitus (DM) merupakan suatu kelompok penyakit metabolik
dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja
insulin, atau kedua-duanya. Di negara maju, insiden diabetes melitus adalah 5%,
dan sejumlah 5% orang cenderung untuk mendapatkan penyakit ini.
Pada tahun 1995, tercatat penderita diabetes di Indonesia merupakan urutan
ke-7 di dunia dengan urutan pertama India, yang selanjutnya Cina, Amerika Serikat,
Rusia, Jepang, dan Brazil. Diperkirakan jumlah ini akan terus berkembang pada
tahun-tahun berikutnya.
Usia harapan hidup rata-rata pasien diabetes berkurang sembilan tahun bagi laki-
laki dan tujuh tahun bagi perempuan bila dibandingkan dengan yang bukan pasien
diabetes. Pengurangan usia ini paling besar bila awitan penyakit terjadi pada usia
muda.
Pasien diabetes sebenarnya relatif dapat hidup normal asalkan mereka
mengetahui dengan baik keadaan dan cara penatalaksanaan penyakit yang
dideritanya. Oleh karena itu, edukasi pasien amatlah perlu. Karena kualitas hidup
semua pasien diabetes sangat terpengaruh oleh banyaknya komplikasi yang
menimbulkan bahaya. Terlebih lagi, perlunya diet ketat dan pengobatan terus-
menerus menimbulkan pergulatan emosi yang terus-menerus pula, bagi banyak
pasien.
Penyebab kematian pada diabetes (urut frekuensi) adalah infark miokard,
gagal ginjal, stroke infeksi ketoasidosis koma hiperosmolar hipoglikemia.

2. Definisi Masalah
Seorang wanita, 55 tahun, BB 90 kg, TB 156 cm, tekanan darah 159/100
mmHg, dengan keluhan poliuria, kedua kaki kesemutan, sejak dua tahun yang lalu.
Lima tahun lalu pernah menderita gout arthritis. Anak laki-laki, 15 tahun, menderita
diabetes melitus. Saudara laki-lakinya, 60 tahun, kaki kiri pernah diamputasi, dan
sekarang dirawat di rumah sakit karena minum glibenlamid 3x sehari @ 1 tablet, dan
keluhan tidak mau makan.
Hasil tes laboratorium penderita : kolesterol total 250 mg/dl, trigliserida 350 mg/dl,
HDL kolesterol 35 mg/dl, LDL kolesterol 215 mg/dl, ureum 70 mg/dl, creatinin 2
mg/dl, asam urat 10 mg/dl.
3. Tujuan Penulisan
1. memahami kasus diabetes melitus
2. mengenal dan mengetahui sindrom metabolik
3. menyelesaikan kasus-kasus yang berkaitan dengan diabetes melitus
4. Manfaat Penulisan 1. Mahasiswa dapat memahami konsep dasar sistem
endokrinologi.

2
2. Mahasiswa dapat menerapkan konsep dan prinsip ilmu biomedik, klinik, perilaku,
dan ilmu kesehatan masyarakat sesuai dengan pelayanan kesehatan tingkat primer
pada penyakit diabetes meilitus.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1. Definisi
Diabetes mellitus atau penyakit gula atau kencing manis adalah penyakit
yang ditandai dengan kadar glukosa darah yang melebihi normal (hiperglikemia)
akibat tubuh kekurangan insulin baik absolut maupun relatif.
Tingkat kadar glukosa darah menentukan apakah seseorang menderita DM
atau tidak. Tabel berikut menunjukkan kriteria DM atau bukan :
Bukan DM Puasa Vena < 100 2 jam PP -
Kapiler < 80
Gangguan Puasa Vena 100 - 2 jam PP Vena 100 -
Toleransi 140 140
Glukosa Kapiler 80 - Kapiler 80 –
120 120
DM Puasa Vena > 140 2 jam PP Vena > 200
Kapiler > 120 Kapiler > 200
Jenis Diabetes Melitus dikelompokkan menurut sifatnya :
 Diabetes mellitus tergantung insulin
 Diabetes mellitus tidak tergantung insulin, terdiri penderita gemuk dan kurus
 Diabetes mellitus terkait malnutrisi
Diabetes melitus yang terkait keadaan atau gejala tertentu seperti penyakit
pankreas, penyakit hormonal, obat-obatan / bahan kimia, kelainan insulin /
reseptornya, sindrom genetik dll.

2. Faktor Penyebab Diabetes melittus


Umumnya diabetes melittus disebabkan oleh rusaknya sebagian kecil atau
sebagian besar dari sel-sel betha dari pulau-pulau Langerhans pada pankreas yang
berfungsi menghasilkan insulin, akibatnya terjadi kekurangan insulin.
Disamping itu diabetes melittus juga dapat terjadi karena gangguan terhadap
fungsi insulin dalam memasukan glukosa kedalam sel. Gangguan itu dapat terjadi
karena kegemukan atau sebab lain yang belum diketahui

3. Type Diabetes Mellitus

3
Penyakit diabetes mellitus (DM)-yang dikenal masyarakat sebagai penyakit
gula atau kencing manis-terjadi pada seseorang yang mengalami peningkatan kadar
gula (glukosa) dalam darah akibat kekurangan insulin atau reseptor insulin tidak
berfungsi baik.
Diabetes yang timbul akibat kekurangan insulin disebut DM tipe 1 atau Insulin
Dependent Diabetes Mellitus (IDDM). Sedang diabetes karena insulin tidak berfungsi
dengan baik disebut DM tipe 2 atau Non-Insulin Dependent Diabetes Mellitus
(NIDDM).
Insulin adalah hormon yang diproduksi sel beta di pankreas, sebuah kelenjar
yang terletak di belakang lambung, yang berfungsi mengatur metabolisme glukosa
menjadi energi serta mengubah kelebihan glukosa menjadi glikogen yang disimpan
di dalam hati dan otot. Tidak keluarnya insulin dari kelenjar pankreas penderita DM
tipe 1 bisa disebabkan oleh reaksi autoimun berupa serangan antibodi terhadap sel
beta pankreas. Pada penderita DM tipe 2, insulin yang ada tidak bekerja dengan
baik karena reseptor insulin pada sel berkurang atau berubah struktur sehingga
hanya sedikit glukosa yang berhasil masuk sel.
Akibatnya, sel mengalami kekurangan glukosa, di sisi lain glukosa menumpuk
dalam darah. Kondisi ini dalam jangka panjang akan merusak pembuluh darah dan
menimbulkan pelbagai komplikasi. Bagi penderita Diabetes Melitus yang sudah
bertahun-tahun minum obat modern seringkali mengalami efek yang negatif untuk
organ tubuh lain.
4. Gejala Penderita Diabetes Mellitus
Tiga gejala klasik yang dialami penderita diabetes. Yaitu:
 banyak minum,
 banyak kencing,
 berat badan turun.
Pada awalnya, kadang-kadang berat badan penderita diabetes naik.
Penyebabnya, kadar gula tinggi dalam tubuh. Maka perlu waspada apabila
keinginan minum kita terlalu berlebihan dan juga merasa ingin makan terus. Berat
badan yang pada awalnya terus melejit naik lalu tiba-tiba turun terus tanpa diet.
Tetangga saya ibu Ida juga tak pernah menyadari kalau menderita diabet ketika
badannya yang gemuk tiba-tiba terus menyusut tanpa dikehendaki. Gejala lain,
adalah gangguan saraf tepi berupa kesemutan terutama di malam hari, gangguan
penglihatan, gatal di daerah kemaluan atau lipatan kulit, bisul atau luka yang lama
sembuh, gangguan ereksi pada pria dan keputihan pada perempuan.
4.1. Gejala:
Pada tahap awal gejala umumnya ringan sehingga tidak dirasakan, baru
diketahui sesudah adanya pemeriksaan laboratorium. Pada tahap lanjut gejala yang
muncul antara lain :
 Rasa haus
 Banyak kencing
 Berat badan turun
 Rasa lapar
 Badan lemas

4
 Rasa gatal
 Kesemutan
 Mata kabur
 Kulit Kering
 Gairah sex lemah
4.2. Komplikasi:
 Penglihatan kabur
 Penyakit jantung
 Penyakit ginjal
 Gangguan kulit dan syaraf
 Pembusukan
 Gairah sex menurun
Jika tidak tepat ditangani, dalam jangka panjang penyakit diabetes bisa
menimbulkan berbagai komplikasi. Maka bagi penderita diabet jangan sampai
lengah untuk selalu mengukur kadar gula darahnya, baik ke laboratorium atau
gunakan alat sendiri. Bila tidak waspada maka bisa berakibat pada gangguan
pembuluh darah
 gangguan pembuluh darah otak (stroke),
 pembuluh darah mata (gangguan penglihatan),
 pembuluh darah jantung (penyakit jantung koroner),
 pembuluh darah ginjal (gagal ginjal), serta
 pembuluh darah kaki (luka yang sukar sembuh/gangren).
Penderita juga rentan infeksi, mudah terkena infeksi paru, gigi, dan gusi serta
saluran kemih.
4.3. Kardiopati diabetik
Kardiopati diabetik adalah gangguan jantung akibat diabetes. Glukosa darah
yang tinggi dalam jangka waktu panjang akan menaikkan kadar kolesterol dan
trigliserida darah. Lama-kelamaan akan terjadi aterosklerosis atau penyempitan
pembuluh darah. Maka bagi para penderita diabet perlu pemeriksaan kadar
kolesterol dan trigliserida darah secara rutin. Dari pengalaman saya untuk
menurunkan kadar gula darah sekaligus menormalkan kadar kolestrol dan
trigliserida sebenarnya sangat mudah. Yang pertama sebenarnya pola makan
malam. Upayakanlah tidak makan nasi pada malam hari. Gantilah dengan makan
kentang atau bisa juga pisang kepok rebus atau bisa juga konsumsi sayur dan buah-
buahan.
Penyempitan pembuluh darah koroner menyebabkan infark jantung dengan
gejala antara lain nyeri dada. Karena diabetes juga merusak sistem saraf, rasa nyeri
kadang-kadang tidak terasa. Serangan yang tidak terasa ini disebut silent infraction
atau silent heart attack. Kematian akibat kelainan jantung dan pembuluh darah pada
penderita diabetes kira-kira dua hingga tiga kali lipat lebih besar dibanding bukan
penderita diabetes., pengendalian kadar gula dalam darah belum cukup untuk
mencegah gangguan jantung pada penderita diabetes.
Sebagaimana rekomendasi Asosiasi Diabetes Amerika (ADA) serta
perkumpulan sejenis di Eropa atau Indonesia (Perkumpulan Endokrinologi

5
Indonesia/Perkeni), penderita diabetes diharapkan mengendalikan semua faktor
secara bersama-sama untuk mendapatkan hasil yang optimal. Tekanan darah harus
diturunkan secara agresif di bawah 130/80 mmHg, trigliserida di bawah 150 mg/dl,
LDL (kolesterol buruk) kurang dari 100 mg/dl, HDL (kolesterol baik) di atas 40 mg/dl.
Hal ini memberi proteksi lebih baik pada jantung.
4.4. Gangren dan impotensi
Penderita diabetes yang kadar glukosanya tidak terkontrol respons imunnya
menurun. Akibatnya, penderita rentan terhadap infeksi, seperti infeksi saluran
kencing, infeksi paru serta infeksi kaki. Banyak hal yang menyebabkan kaki
penderita diabetes mudah kena infeksi, terkena knalpot, lecet akibat sepatu sesak,
luka kecil saat memotong kuku, kompres kaki yang terlalu panas. Infeksi kaki mudah
timbul pada penderita diabetes kronis dan dikenal sebagai penyulit gangren atau
ulkus. Jika dibiarkan, infeksi akan mengakibatkan pembusukan pada bagian luka
karena tidak mendapat aliran darah. Pasalnya, pembuluh darah penderita diabetes
banyak tersumbat atau menyempit. Jika luka membusuk, mau tidak mau bagian
yang terinfeksi harus diamputasi. Penderita diabetes yang terkena gangren perlu
dikontrol ketat gula darahnya serta diberi antibiotika. Penanganan gangren perlu
kerja sama dengan dokter bedah.
Untuk mencegah gangren, penderita diabetes perlu mendapat informasi
mengenai cara aman memotong kuku serta cara memilih sepatu. Impotensi juga
menjadi momok bagi penderita diabetes, impotensi disebabkan pembuluh darah
mengalami kebocoran sehingga penis tidak bisa ereksi. Impotensi pada penderita
diabetes juga bisa disebabkan oleh faktor psikologis atau gabungan organis dan
psikologis.
4.5. Nefropati diabetik
Entah bagaimana mulanya akhir-akhir ini banyak pasien gagal ginjal datang
ke klinik saya. Sebelumnya tak pernah saya duga bahwa tanaman obat kita mampu
membantu mengatasi kasus gagal ginjal. Awal mulanya seorang penderita gagal
ginjal dengan penuh keyakinan meminta tolong saya untuk membantu mengatasi
penyakitnya. Nefropati diabetik adalah gangguan fungsi ginjal akibat kebocoran
selaput penyaring darah. Sebagaimana diketahui, ginjal terdiri dari jutaan unit
penyaring (glomerulus). Setiap unit penyaring memiliki membran/selaput penyaring.
Kadar gula darah tinggi secara perlahan akan merusak selaput penyaring ini. Gula
yang tinggi dalam darah akan bereaksi dengan protein sehingga mengubah struktur
dan fungsi sel, termasuk membran basal glomerulus. Akibatnya, penghalang protein
rusak dan terjadi kebocoran protein ke urin (albuminuria). Hal ini berpengaruh buruk
pada ginjal.
Menurut situs Nephrology Channel, tahap mikroalbuminuria ditandai dengan
keluarnya 30 mg albumin dalam urin selama 24 jam. Jika diabaikan, kondisi ini akan
berlanjut terus sampai tahap gagal ginjal terminal. Karena itu, penderita diabetes
harus diperiksa kadar mikroalbuminurianya setiap tahun. Penderita diabetes tipe 1
secara bertahap akan sampai pada kondisi nefropati diabetik atau gangguan ginjal
akibat diabetes. Sekitar lima sampai 15 persen diabetes tipe 2 juga berisiko
mengalami kondisi ini. Gangguan ginjal, menyebabkan fungsi ekskresi, filtrasi dan

6
hormonal ginjal terganggu. Akibat terganggunya pengeluaran zat-zat racun lewat
urin, zat racun tertimbun di tubuh. Tubuh membengkak dan timbul risiko kematian.
Ginjal juga memproduksi hormon eritropoetin yang berfungsi mematangkan
sel darah merah. Gangguan pada ginjal menyebabkan penderita mengalami anemia.
Pengobatan progresif sejak dini bisa menunda bahkan menghentikan progresivitas
penyakit. Repotnya penderita umumnya baru berobat saat gangguan ginjal sudah
lanjut atau terjadi makroalbuminuria (300 mg albumin dalam urin per 24 jam).
Pengobatan meliputi kontrol tekanan darah. Tindakan ini dianggap paling penting
untuk melindungi fungsi ginjal. Biasanya menggunakan penghambat enzim
pengonversi angiotensin (ACE inhibitors) dan atau penghambat reseptor angiotensin
(ARBs). Selain itu dilakukan pengendalian kadar gula darah dan pembatasan
asupan protein (0,6-0,8 gram per kilogram berat badan per hari). Penderita yang
telah sampai tahap gagal ginjal memerlukan hemodialisis atau transplantasi ginjal.
Gejala nefropati diabetes baru terasa saat kerusakan ginjal telah parah
berupa bengkak pada kaki dan wajah, mual, muntah, lesu, sakit kepala, gatal, sering
cegukan, mengalami penurunan berat badan. Penderita nefropati harus menghindari
zat yang bisa memperparah kerusakan ginjal, misalnya pewarna kontras yang
digunakan untuk rontgen, obat anti-inflamasi nonsteroid serta obat-obatan yang
belum diketahui efek sampingnya.
4.6. Retinopati diabetik
Diabetes juga dapat menimbulkan gangguan pada mata. Yang terutama
adalah retinopati diabetik. Keadaan ini, disebabkan rusaknya pembuluh darah yang
memberi makan retina. Bentuk kerusakan bisa bocor dan keluar cairan atau darah
yang membuat retina bengkak atau timbul endapan lemak yang disebut eksudat.
Selain itu terjadi cabang-cabang abnormal pembuluh darah yang rapuh menerjang
daerah yang sehat. Retina adalah bagian mata tempat cahaya difokuskan setelah
melewati lensa mata. Cahaya yang difokuskan akan membentuk bayangan yang
akan dibawa ke otak oleh saraf optik. Bila pembuluh darah mata bocor atau
terbentuk jaringan parut di retina, bayangan yang dikirim ke otak menjadi kabur.
Gangguan penglihatan makin berat jika cairan yang bocor mengumpul di fovea,
pusat retina yang menjalankan fungsi penglihatan sentral. Akibatnya, penglihatan
kabur saat membaca, melihat obyek yang dekat serta obyek yang lurus di depan
mata. Pembuluh darah yang rapuh bisa pecah, sehingga darah mengaburkan
vitreus, materi jernih seperti agar-agar yang mengisi bagian tengah mata. Hal ini
menyebabkan cahaya yang menembus lensa terhalang dan tidak sampai ke retina
atau mengalami distorsi. Jaringan parut yang terbentuk dari pembuluh darah yang
pecah di korpus vitreum dapat mengerut dan menarik retina, sehingga retina lepas
dari bagian belakang mata. Pembuluh darah bisa muncul di iris (selaput pelangi
mata) menyebabkan glaukoma.
Risiko terjadinya retinopati diabetik cukup tinggi. Sekitar 60 persen orang
yang menderita diabetes 15 tahun atau lebih mengalami kerusakan pembuluh darah
pada mata. Pemeriksaan dilakukan dengan oftalmoskop serta angiografi fluoresen
yaitu foto rontgen mata menggunakan zat fluoresen untuk mengetahui kebocoran
pembuluh darah. Pengobatan dilakukan dengan bedah laser oftalmologi. Yaitu,

7
penggunaan sinar laser untuk menutup pembuluh darah yang bocor, sehingga tidak
terbentuk pembuluh darah abnormal yang rapuh. Selain itu bisa dilakukan vitrektomi
yaitu tindakan mengeluarkan vitreus yang dipenuhi darah dan menggantinya dengan
cairan jernih. Penderita retinopati hanya boleh berolahraga ringan dan harus
menghindari gerakan membungkuk sampai kepala di bawah. Menderita diabetes
bukan berarti kiamat. Penderita diabetes bisa hidup secara wajar dan normal seperti
orang- orang yang bukan penderita diabetes. Bedanya, penderita diabetes harus
disiplin mengontrol kadar gula darah agar tidak meningkat di atas normal untuk
jangka waktu panjang. Penyakit diabetes mellitus (DM)-yang dikenal masyarakat
sebagai penyakit gula atau kencing manis-terjadi pada seseorang yang mengalami
peningkatan kadar gula (glukosa) dalam darah akibat kekurangan insulin atau
reseptor insulin tidak berfungsi baik.
Diabetes yang timbul akibat kekurangan insulin disebut DM tipe 1 atau Insulin
Dependent Diabetes Mellitus (IDDM). Sedang diabetes karena insulin tidak berfungsi
dengan baik disebut DM tipe 2 atau Non-Insulin Dependent Diabetes Mellitus
(NIDDM).
Insulin adalah hormon yang diproduksi sel beta di pankreas, sebuah kelenjar
yang terletak di belakang lambung, yang berfungsi mengatur metabolisme glukosa
menjadi energi serta mengubah kelebihan glukosa menjadi glikogen yang disimpan
di dalam hati dan otot. Tidak keluarnya insulin dari kelenjar pankreas penderita DM
tipe 1 bisa disebabkan oleh reaksi autoimun berupa serangan antibodi terhadap sel
beta pankreas. Pada penderita DM tipe 2, insulin yang ada tidak bekerja dengan
baik karena reseptor insulin pada sel berkurang atau berubah struktur sehingga
hanya sedikit glukosa yang berhasil masuk sel. Akibatnya, sel mengalami
kekurangan glukosa, di sisi lain glukosa menumpuk dalam darah. Kondisi ini dalam
jangka panjang akan merusak pembuluh darah dan menimbulkan pelbagai
komplikasi. Tiga gejala klasik yang dialami penderita diabetes. Yaitu, banyak minum,
banyak kencing, dan berat badan turun. Pada awalnya, kadang-kadang berat badan
penderita diabetes naik. Penyebabnya, kadar gula tinggi dalam tubuh. Gejala lain,
adalah gangguan saraf tepi berupa kesemutan terutama di malam hari, gangguan
penglihatan, gatal di daerah kemaluan atau lipatan kulit, bisul atau luka yang lama
sembuh, gangguan ereksi pada pria dan keputihan pada perempuan. Jika tidak tepat
ditangani, dalam jangka panjang penyakit diabetes bisa menimbulkan berbagai
komplikasi akibat gangguan pembuluh darah, gangguan bisa terjadi pada pembuluh
darah otak (stroke), pembuluh darah mata (gangguan penglihatan), pembuluh darah
jantung (penyakit jantung koroner), pembuluh darah ginjal (gagal ginjal), serta
pembuluh darah kaki (luka yang sukar sembuh/gangren). Penderita juga rentan
infeksi, mudah terkena infeksi paru, gigi, dan gusi serta saluran kemih.
5. Pengobatan dan Perawatan
Pengobatan Diabetes milittus yang secara langsung terhadap kerusakan
pulau-pulau Langerhans di pankreas belum ada. Oleh karena itu pengobatan untuk
penderita DM berupa kegiatan pengelolaan dengan tujuan :
 Menghilangkan keluhan dan gejala akibat defisiensi insulin ( gejala DM )

8
 Mencegah komplikasi kronis yang dapat menyerang pembuluh darah, jantung, ginjal,
mata, syaraf, kulit, kaki dsb.
Tindakan pengelolaan yang dilakukan :
 Menormalkan kadar glukosa, lemak, dan insulin di dalam darah serta memberikan
pengobatan penyakit kronis lainnya. Langkah yang dilakukan terutama : Diet;
Mengurangi kalori dan meningkatkan konsumsi vitamin. aktivitas fisik; olahraga
teratur, pengelolaan glukosa dan meningkatkan kepekaan terhadap insulin.
 Obat-obat hipoglikemia oral : Sulfonylurea untuk merangsang pancreas
menghasilkan insulin dan mengurangi resistensi terhadap insulin.
 Terapi insulin
Tanaman obat memiliki kelebihan dalam pengobatan DM karena umumnya
tanaman obat memiliki fungsi konstruktif yaitu membangun kembali jaringan-jaringan
yang rusak serta menyembuhkan penyakit komplikasi yang lain.
Dengan demikian dari tanaman obat diharapkan :
 Perbaikan kerusakan fungsi pankreas
 Peningkatan efektifitas insulin yang dihasilkan
 Penyembuhan penyakit komplikasi akibat DM

Diabetes melitus adalah gangguan metabolisme berupa hilangnya toleransi


glukosa.
5.1. Metabolisme insulin normal
Insulin adalah polipeptida yang terdiri dari rantai A dengan 21 asam amino
dan rantai B dengan 30 asam amino. Kedua rantai tersebut berikatan dengan ikatan
disulfida. Pada manusia, gen untuk insulin terletak di lengan pendek kromosom 11.
Insulin disintesis oleh sel beta diawali dengan translasi RNA insulin oleh ribosom
yang melekat pada RE membentuk preprohormon. Preprohormon diubah menjadi
proinsulin, lalu melekat pada golgi membentuk insulin. Waktu paruh insulin dalam
sirkulasi sekitar 5-6 menit.
5.2. Mekanisme kerja insulin
Kerja insulin dimulai ketika terikat dengan reseptor glukoprotein yang spesifik
pada permukaan sel target. Ketika insulin terikat dengan reseptor, beberapa
peristiwa akan terjadi : (1) terjadi perubahan bentuk reseptor, (2) reseptor berikatan
silang membentuk mikroagregat, (3) reseptor diinternalisasi, (4) dihasilkan satu atau
lebih sinyal. Sinyal yang dihasilkan merangsang kerja pengangkutan, fosforilasi
protein, aktivasi dan inhibitisi protein, dan terjadi sintesis RNA.
Gen reseptor insulin manusia terletak pada kromosom 19. Reseptor ini merupakan
heterodimer yang terdiri atas dua subunit alfa dan beta. Subunit alfa seluruhnya
berada di luar sel dan mengikat insulin. Subunit beta merupakan protein
transmembran yang melaksanakan fungsi tranduksi sinyal.
5.3. Etiologi diabetes melitus
Diabetes melitus disebabkan oleh defisiensi insulin relatif atau absolut. Pada
diabetes tipe I atau Insulin Dependent Diabetes Melitus (IDDM) terdapat defisiensi
insulin absolut yang disebabkan oleh autoimun atau idiopatik. Sedangkan diabetes
tipe II atau Non Insulin Dependent Diabetes melitus (NIDDM), defisiensi insulin

9
bersifat relatif dengan kadar insulin serum kadang biasanya normal atau mungkin
bahkan meningkat, yang disebabkan kelainan dalam pengikatan insulin pada
reseptor.
Kelainan ini dapat disebabkan oleh berkurangnya jumlah reseptor atau akibat
ketidaknormalan reseptor insulin intrinsik. Selain tipe I dan tipe II, masih ada lagi
jenis lain dari diabetes seperti MODY, defek genetik kerja insulin, penyakit eksokrin
pankreas, endokrinopati, karena obat, infeksi, antibodi insulin, gestasional DM.
5.4. Manifestasi klinis
Manifestasi klinis dikaitkan dengan konsekuensi metabolik defisiensi insulin.
Diagnosis awal dengan gejala khas berupa polifagia, poliuria, polidipsia, lemas,
berat badan turun tanpa sebab yang jelas. Gejala lain yang mungkin dikeluhkan
pasien adalah kesemutan, gatal, mata kabur, impotensi, pruritas vulva pada wanita.
5.5. Diagnosis
Keluhan dan gejala yang khas ditambah hasil pemeriksaan glukosa darah
sewaktu >200 mg/dl, glukosa darah puasa >126 mg/dl sudah cukup untuk
menegakkan diagnosis DM. Untuk diagnosis DM dan gangguan toleransi glukosa
lainnya diperiksa glukosa darah 2 jam setelah beban glukosa. Sekurang-kurangnya
diperlukan kadar glukosa darah 2 kali abnormal untuk konfirmasi diagnosis DM pada
hari yang lain atau Tes Toleransi Glukosa Oral (TTGO) yang abnormal. Konfirmasi
tidak diperlukan pada keadaan khas hiperglikemia dengan dekompensasi metabolik
akut, seperti ketoasidosis, berat badan yang menurun cepat, dll.
Ada perbedaan antara uji diagnostik DM dan pemeriksaan penyaring. Uji
diagnostik dilakukan pada mereka yang menunjukan gejala DM, sedangkan
pemeriksaan penyaring bertujuan untuk mengidentifikasi mereka yang tidak
bergejala, tapi punya resiko DM (usia >45 tahun, berat badan lebih, hipertensi,
riwayat keluarga DM, riwayat abortus berulang, melahirkan bayi >4000 gr, kolesterol
HDL <= 35 mg/dl, atau trigliserida >= 250 mg/dl). Uji diagnostik dilakukan pada
mereka yang positif uji penyaring.

5.6. Komplikasi
A. Akut B. Kronik
1. koma hipoglikemia 1. mikroangiopati
2. ketoasidosis 2. makroangiopati
3. koma hiperosmolar nonketotik
5.7. Penatalaksanaan
A. Perencanaan makan C. Obat hipoglikemik
B. Latihan jasmani D. Penyuluhan
6. Sekema
Namun, tidak dapat ditegakkan diagnosis jika hanya melihat data tersebut.
Untuk menegakkan diagnosis DM perlu dilakukan pemeriksaan gula darah sewaktu
yang > 200 mg/dl. Skema diagnosisnya adalah sebagai berikut :

10
Karena pada skenario tidak didapatkan data pemeriksaan gula, maka tidak
dapat dipastikan pasien tersebut menderita DM.
Namun, ada beberapa gejala / penyakit yang dapat diberi penatalaksanaan
sementara, yaitu untuk mengobati hipertensi, obesitas, dan dislipidemia.
1. Hipertensi. Ada tiga kelompok yang beresiko hipertensi :
a. Pasien dengan tekanan darah perbatasan 140-160 atau > 160, tanpa gejala
penyakit kardiovaskular, kerusakan organ, atau faktor risiko lainnya. Bila dengan
modifikasi gaya hidup, tekanan darah belum turun, maka diberi obat antihipertensi.
b. Pasien tanpa penyakit kardiovaskular dan kerusakan organ, tapi memiliki faktor
risiko (usia > 60 tahun, merokok, dislipidemia, DM, riwayat keluarga), namun bukan
DM, maka langsung diberi obat antihipertensi.
c. Pasien dengan penyakit kardiovaskular atau kerusakan organ yang jelas diberi
obat sesuai jenis kerusakannya seperti beta bloker untuk infark miokard.
2. Obes. Secara keseluruhan pengelolaan obes mencakup :
a. Nonfarmakologis : pengaturan makan dengan mengurangi asupan kalori dan
latihan jasmani.
b. Farmakologis : misal diethylpropion, flenfuranin.
c. Bedah pada kasus tertentu.
3. Dislipidemia dengan : (1) diet rendah lemak, (2) obat, seperti genfibrozil.
Selanjutnya akan saya bahas mengenai DM pada anak laki-laki pasien dan penyakit
yang diderita saudara laki-laki pasien.
Pada skenario didapatkan riwayat anak laki-laki dari pasien pernah dirawat
karena DM. Seperti diketahui sebelumnya, secara klinis DM dibagi menjadi tipe 1,
tipe 2, dan tipe lainnya. DM tipe 1 (IDDM) disebabkan oleh kerusakan sel beta

11
pankreas, sehingga insulin tidak terbentuk. Konsekuensinya, tanpa insulin yang
cukup glukosa darah sukar diikat oleh sel target, sehingga timbulah hipergklikemia
dalam darah. DM tipe 2 (NIDDM) disebabkan resistensi insulin, dimana sel beta
pankreas dapat dengan normal mensekresi insulin, namun insulin tidak dapat
berikatan dengan reseptor.
Tampaknya pada kasus ini, anak tersebut menderita DM tipe 1, hal ini terlihat
pada keadaan penderita yang semula gemuk kemudian kurus. Mekanismenya
sebagai berikut : semula gemuk, terkena DM tipe 1, kekurangan insulin, sel tidak
dapat mengikat glukosa, terjadi lipolisis dan proteolisis dari sel otot, lemak dipecah,
cadangan lemak berkurang, otot menipis, lalu kurus. Sedangkan pada tipe 2, justru
terjadi sebaliknya. Karena kadar insulin yang cukup bahkan hiperinsulin, sel akan
mudah mengikat lemak dan protein, walau terjadi resistensi terhadap glukosa,
sehingga tubuh penderita akan gemuk.
Pembahasan selanjutnya, pada saudara laki-laki pasien. Didapatkan data
pada skenario, penderita minum obat glibenklamid 3 x sehari. Glibenklamid adalah
salah satu obat DM tipe 1 dari golongan sulfonilurea yang berfungsi salah satunya
meningkatkan sekresi insulin. Namun, karena dosis terlalu banyak yang seharusnya
sehari cukup 1 tablet, maka terjadi hipoglikemia. Hal inilah yang menyebabkan
penderita dibawa ke rumah sakit.
Gejala hipoglikemia terdiri dari dua fase :
1. Fase 1 yaitu gejala yang timbul akibat aktivasi pusat otonom di hipotalamus
sehingga dilepaskannya horman epinefrin, termasuk gejala peringatan. Gejala
berupa palpitasi, keluar banyak keringat, tremor, ketakutan, lapar, mual.
2. Fase 2 yaitu gejala akibat gangguan fungsi otak, dinamakna gejala neurologi.
Gejala berupa pusing, pandangan kabur, ketajaman mental menurun, hilang
keterampilan motorik halus, penurunan kesadaran, kejang, koma.
Penatalaksanaan dilakukan bila pasien masih sadar dengan minum larutan
gula 10-30 gr. Bila tidak sadar, diberi suntikan bolus dekstrosa 15-25 gr atau
mengoleskan madu/sirup pada mukosa pipi. Bila belum sadar juga, kadar glukosa
perlu diperiksa untuk dievaluasi lebih lanjut. Setelah pasien sadar beri infus
dekstrosa 10% ± 3 har, dengan monitor glukosa darah 90-180 mg% tiap 3-6 jam.
Jika ditelisik, ternyata penderita ini pernah diamputasi. Tampaknya penderita
pernah mengalami komplikasi DM, yitu ulkus/ gangren diabetik. Penanganan pada
DM itu sendiri dibagi dua, jangka pendek untuk menghilangkan gejala dan jangka
panjang untuk mencegah komplikasi. Tujuan tersebut dilaksanakan dengan cara
menormalkan kadar glukosa, lipid, dan insulin.
Kerangka utama penatalaksanaan DM, yaitu :
1. Perencanaan makan / diet.
Menurut standar PERKENI, santapan seimbang berupa karbohidart 60-70%, protein
10-15%, lemak 20-25%. Jumlah kalori disesuaikan dengan pertumbuhan, status gizi,
umur, sters akut, dan kegiatan jasmani.
2. Latihan jasmani
3. Obat seperti sulfonilurea, biguanid, inhibitor alfa glukosidase, insulin.

12
BAB III
PEMBAHASAN
1. Pengertian Diabetes Mellitus
- Diabetes mellitus adalah penyakit kronis yang kompleks yang mengakibatkan
gangguan metabolisme karbohidrat, protein, lemak dan berkembang menjadi
komplikasi makrovaskuler, mikrovaskuler dan neurologis. (Barbara C. Long)
- Diabetes mellitus adalah suatu penyakit kronis yang menimbulkan gangguan multi
sistem dan mempunyai karakteristik hyperglikemia yang disebabkan defisiensi
insulin atau kerja insulin yang tidak adekuat. (Brunner dan Sudart)
- Diabetes mellitus adalah keadaan hyperglikemia kronis yang disebabkan oleh
faktor lingkungan dan keturunan secara bersama-sama, mempunyai karakteristik
hyperglikemia kronis tidak dapat disembuhkan tetapi dapat dikontrol (WHO).
- Diabetes mellitus adalah kumpulan gejala yang timbul pada seseorang akibat
peningkatan kadar glukosa darah yang disebabkan oleh kekurangan insulin baik
absolut maupun relatif (Suyono, 2002).
2. Etiologi
Etiologi dari diabetes mellitus tipe II sampai saat ini masih belum diketahui
dengan pasti dari studi-studi eksperimental dan klinis kita mengetahui bahwa
diabetes mellitus adalah merupakan suatu sindrom yang menyebabkan kelainan
yang berbeda-beda dengan lebih satu penyebab yang mendasarinya.
Menurut banyak ahli beberapa faktor yang sering dianggap penyebab yaitu :
2.1. Faktor genetik
Riwayat keluarga dengan diabetes :
Pincus dan White berpendapat perbandingan keluarga yang menderita diabetes
mellitus dengan kesehatan keluarga sehat, ternyata angka kesakitan keluarga yang
menderita diabetes mellitus mencapai 8, 33 % dan 5, 33 % bila dibandingkan
dengan keluarga sehat yang memperlihatkan angka hanya 1, 96 %.
2.2. Faktor non genetik
1. Infeksi
Virus dianggap sebagai “trigger” pada mereka yang sudah mempunyai predisposisi
genetic terhadap diabetes mellitus.
2. Nutrisi
a. Obesitas dianggap menyebabkan resistensi terhadap insulin.
b. Malnutrisi protein
c. Alkohol, dianggap menambah resiko terjadinya pankreatitis.
3. Stres
Stres berupa pembedahan, infark miokard, luka bakar dan emosi biasanya
menyebabkan hyperglikemia sementara.
4. Hormonal Sindrom cushing karena konsentrasi hidrokortison dalam darah tinggi,
akromegali karena jumlah somatotropin meninggi, feokromositoma karena
konsentrasi glukagon dalam darah tinggi, feokromositoma karena kadar katekolamin
meningkat
3. Klasifikasi

13
Berdasarkan klasifikasi dari WHO (1985) dibagi beberapa type yaitu :
a. Diabetes mellitus type insulin, Insulin Dependen diabetes mellitus (IDDM) yang
dahulu dikenal dengan nama Juvenil Onset diabetes (JOD), klien tergantung pada
pemberian insulin untuk mencegah terjadinya ketoasidosis dan mempertahankan
hidup. Biasanya pada anak-anak atau usia muda dapat disebabkan karena
keturunan.
b. Diabetes mellitus type II, Non Insulin Dependen diabetes mellitus (NIDDM), yang
dahulu dikenal dengan nama Maturity Onset diabetes (MOD) terbagi dua yaitu : Non
obesitas, Obesitas. Disebabkan karena kurangnya produksi insulin dari sel beta
pankreas, tetapi biasanya resistensi aksi insulin pada jaringan perifer. Biasanya
terjadi pada orang tua (umur lebih 40 tahun) atau anak dengan obesitas.
c. Diabetes mellitus type lain
1. diabetes oleh beberapa sebab seperti kelainan pankreas, kelainan hormonal,
diabetes karena obat/zat kimia, kelainan reseptor insulin, kelainan genetik dan lain-
lain.
2. Obat-obat yang dapat menyebabkan huperglikemia antara lain :
Furasemid, thyasida diuretic glukortikoid, dilanting dan asam hidotinik
3. diabetes Gestasional (diabetes kehamilan) intoleransi glukosa selama kehamilan,
tidak dikelompokkan kedalam NIDDM pada pertengahan kehamilan meningkat
sekresi hormon pertumbuhan dan hormon chorionik somatomamotropin (HCS).
Hormon ini meningkat untuk mensuplai asam amino dan glukosa ke fetus.
4. Patofisiologi
Sebagian besar patologi diabetes mellitus dapat dikaitkan dengan satu dari
tiga efek utama kekurangan insulin sebagai berikut :
1. Pengurangan penggunaan glukosa oleh sel-sel tubuh, dengan akibat peningkatan
konsentrasi glukosa darah setinggi 300 sampai 1200 mg/hari/100 ml.
2. Peningkatan mobilisasi lemak dari daerah-daerah penyimpanan lemak,
menyebabkan kelainan metabolisme lemak maupun pengendapan lipid pada dinding
vaskuler yang mengakibatkan aterosklerosis.
3. Pengurangan protein dalam jaringan tubuh.
Akan tetapi selain itu terjadi beberapa masalah patofisiologi pada diabetes
mellitus yang tidak mudah tampak yaitu kehilangan ke dalam urine klien diabetes
mellitus. Bila jumlah glukosa yang masuk tubulus ginjal dan filtrasi glomerulus
meningkat kira-kira diatas 225 mg.menit glukosa dalam jumlah bermakna mulai
dibuang ke dalam urine. Jika jumlah filtrasi glomerulus yang terbentuk tiap menit
tetap, maka luapan glukosa terjadi bila kadar glukosa meningkat melebihi 180 mg%.
Asidosis pada diabetes, pergeseran dari metabolisme karbohidrat ke
metabolisme telah dibicarakan. Bila tubuh menggantungkan hampir semua
energinya pada lemak, kadar asam aseto – asetat dan asam Bihidroksibutirat dalam
cairan tubuh dapat meningkat dari 1 Meq/Liter sampai setinggi 10 Meq/Liter.
5. Gambaran Klinik
Gejala yang lazim terjadi, pada diabetes mellitus sebagai berikut :
Pada tahap awal sering ditemukan :
5.1. Poliuri (banyak kencing)

14
Hal ini disebabkan oleh karena kadar glukosa darah meningkat sampai
melampaui daya serap ginjal terhadap glukosa sehingga terjadi osmotic diuresis
yang mana gula banyak menarik cairan dan elektrolit sehingga klien mengeluh
banyak kencing.
5.2. Polidipsi (banyak minum)
Hal ini disebabkan pembakaran terlalu banyak dan kehilangan cairan banyak
karena poliuri, sehingga untuk mengimbangi klien lebih banyak minum.
5.3. Polipagi (banyak makan)
Hal ini disebabkan karena glukosa tidak sampai ke sel-sel mengalami starvasi
(lapar). Sehingga untuk memenuhinya klien akan terus makan. Tetapi walaupun
klien banyak makan, tetap saja makanan tersebut hanya akan berada sampai pada
pembuluh darah.
5.4. Berat badan menurun, lemas, lekas lelah, tenaga kurang.
Hal ini disebabkan kehabisan glikogen yang telah dilebur jadi glukosa, maka
tubuh berusama mendapat peleburan zat dari bahagian tubuh yang lain yaitu lemak
dan protein, karena tubuh terus merasakan lapar, maka tubuh selanjutnya akan
memecah cadangan makanan yang ada di tubuh termasuk yang berada di jaringan
otot dan lemak sehingga klien dengan DM walaupun banyak makan akan tetap
kurus

5.5. Mata kabur


Hal ini disebabkan oleh gangguan lintas polibi (glukosa – sarbitol fruktasi)
yang disebabkan karena insufisiensi insulin. Akibat terdapat penimbunan sarbitol
dari lensa, sehingga menyebabkan pembentukan katarak.
6. Diagnosis
Diagnosis diabetes mellitus umumnya dipikirkan dengan adanya gejala khas
diabetes mellitus berupa poliuria, polidipsi, poliphagia, lemas dan berat badan
menurun. Jika keluhan dan gejala khas ditemukan dan pemeriksaan glukosa darah
sewaktu yang lebih 216 mg/dl sudah cukup untuk menegakkan diagnose
7. Penatalaksanaan
Tujuan utama penatalaksanaan klien dengan diabetes mellitus adalah untuk
mengatur glukosa darah dan mencegah timbulnya komplikasi acut dan kronik. Jika
klien berhasil mengatasi diabetes yang dideritanya, ia akan terhindar dari
hyperglikemia atau hypoglikemia. Penatalaksanaan diabetes tergantung pada
ketepatan interaksi dari tiga faktor aktifitas fisik, diet dan intervensi farmakologi
dengan preparat hyperglikemik oral dan insulin.
Pada penderita dengan diabetes mellitus harus rantang gula dan makanan
yang manis untuk selamanya. Tiga hal penting yang harus diperhatikan pada
penderita diabetes mellitus adalah tiga J (jumlah, jadwal dan jenis makanan) yaitu :
J I : jumlah kalori sesuai dengan resep dokter harus dihabiskan.
J 2 : jadwal makanan harus diikuti sesuai dengan jam makan terdaftar.
J 3 : jenis makanan harus diperhatikan (pantangan gula dan makanan manis).
Diet pada penderitae diabetes mellitus dapat dibagi atas beberapa bagian
antara lain :

15
a. Diet A : terdiri dari makanan yang mengandung karbohidrat 50 %, lemak 30 %,
protein 20 %.
b. Diet B : terdiri dari karbohidrat 68 %, lemak 20 %, protein 12 %.
c. Diet B1 : terdiri dari karbohidrat 60 %, lemak 20 %, protein 20 %.
d. Diet B1 dan B2 diberikan untuk nefropati diabetik dengan gangguan faal ginjal.
Indikasi diet A :
Diberikan pada semua penderita diabetes mellitus pada umumnya.
Indikasi diet B :
Diberikan pada penderita diabetes terutama yang :
a. Kurang tahan lapan dengan dietnya.
b. Mempunyai hyperkolestonemia.
c. Mempunyai penyulit mikroangopati misalnya pernah mengalami cerobrovaskuler
acident (cva) penyakit jantung koroner.
d. Mempunyai penyulit mikroangiopati misalnya terdapat retinopati diabetik tetapi
belum ada nefropati yang nyata.
e.Telah menderita diabetes dari 15 tahun
Indikasi diet B1
Diberikan pada penderita diabetes yang memerlukan diet protein tinggi, yaitu
penderita diabetes terutama yang :
a.Mampu atau kebiasaan makan tinggi protein tetapi normalip idemia.
b.Kurus (underweight) dengan relatif body weight kurang dari 90 %.
c.Masih muda perlu pertumbuhan.
d.Mengalami patah tulang.
e.Hamil dan menyusui.
f.Menderita hepatitis kronis atau sirosis hepatitis.
g.Menderita tuberkulosis paru.
h.Menderita penyakit graves (morbus basedou).
i.Menderita selulitis.
j.Dalam keadaan pasca bedah.
Indikasi tersebut di atas selama tidak ada kontra indikasi penggunaan protein kadar
tinggi.
Indikasi B2 dan B3
Diet B2
Diberikan pada penderita nefropati dengan gagal ginjal kronik yang klirens
kreatininnya masih lebar dari 25 ml/mt.
Sifat-sifat diet B2
a.Tinggi kalori (lebih dari 2000 kalori/hari tetapi mengandung protein kurang.
b. Komposisi sama dengan diet B, (68 % hidrat arang, 12 % protein dan 20 %
lemak) hanya saja diet B2 kaya asam amino esensial.
c. Dalam praktek hanya terdapat diet B2 dengan diet 2100 – 2300 kalori / hari.
Karena bila tidak maka jumlah perhari akan berubah.
Diet B3
Diberikan pada penderita nefropati diabetik dengan gagal ginjal kronik yang klibers
kreatininnya kurang dari 25 MI/mt

16
Sifat diet B3
a. Tinggi kalori (lebih dari 2000 kalori/hari).
b. Rendah protein tinggi asam amino esensial, jumlah protein 40 gram/hari.
c. Karena alasan No 2 maka hanya dapat disusun diet B3 2100 kalori dan 2300 /
hari. (bila tidak akan merubah jumlah protein).
d. Tinggi karbohidrat dan rendah lemak.
e. Dipilih lemak yang tidak jenuh.
Semua penderita diabetes mellitus dianjurkan untuk latihan ringan yang
dilaksanakan secara teratur tiap hari pada saat setengah jam sesudah makan. Juga
dianjurkan untuk melakukan latihan ringan setiap hari, pagi dan sore hari dengan
maksud untuk menurunkan BB.
Penyuluhan kesehatan.
Untuk meningkatkan pemahaman maka dilakukan penyuluhan melalui
perorangan antara dokter dengan penderita yang datang. Selain itu juga dilakukan
melalui media-media cetak dan elektronik.

8. Komplikasi
8.1. Akut
1. Hypoglikemia
2. Ketoasidosis
3. Diabetik
8.2. Kronik
1. Makroangiopati, mengenai pembuluh darah besar, pembuluh darah jantung
pembuluh darah tepi, pembuluh darah otak.
2. Mikroangiopati mengenai pembuluh darah kecil retinopati diabetik, nefropati
diabetic.
3. Neuropati diabetic.

17
BAB IV
DIAKNOSA KEPERAWATAN
1. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan
Pemberian asuhan keperawatan merupakan proses terapeutik yang
melibatkan hubungan kerja sama antara perawat dengan klien dan keluarga, untuk
mencapai tingkat kesehatan yang optimal dalam melakukan proses terapeutik maka
perawat melakukan metode ilmiah yaitu proses keperawatan. Proses keperawatan
merupakan tindakan yang berurutan yang dilakukan secara sistematis dengan latar
belakang pengetahuan komprehensif untuk mengkaji status kesehatan klien,
mengidentifikasi masalah dan diagnosa, merencanakan intervensi
mengimplementasikan rencana dan mengevaluasi rencana sehubungan dengan
proses keperawatan pada klien dengan gangguan sistem endokrin.
1.1. Pengkajian
Pengkajian pada klien dengan gangguan sistem endokrin diabetes mellitus
dilakukan mulai dari pengumpulan data yang meliputi : biodata, riwayat kesehatan,
keluhan utama, sifat keluhan, riwayat kesehatan masa lalu, pemeriksaan fisik, pola
kegiatan sehari-hari.
Hal yang perlu dikaji pada klien degan diabetes mellitus :
a. Aktivitas dan istirahat :
Kelemahan, susah berjalan/bergerak, kram otot, gangguan istirahat dan tidur,
tachicardi/tachipnea pada waktu melakukan aktivitas dan koma.
b. Sirkulasi
Riwayat hipertensi, penyakit jantung seperti IMA, nyeri, kesemutan pada ekstremitas
bawah, luka yang sukar sembuh, kulit kering, merah, dan bola mata cekung.
c. Eliminasi
Poliuri,nocturi, nyeri, rasa terbakar, diare, perut kembung dan pucat.
d. Nutrisi
Nausea, vomitus, berat badan menurun, turgor kulit jelek, mual/muntah.

e. Neurosensori
Sakit kepala, menyatakan seperti mau muntah, kesemutan, lemah otot, disorientasi,
letargi, koma dan bingung.
f. Nyeri
Pembengkakan perut, meringis.
g. Respirasi
Tachipnea, kussmaul, ronchi, wheezing dan sesak nafas.
h. Keamanan
Kulit rusak, lesi/ulkus, menurunnya kekuatan umum.
i. Seksualitas
Adanya peradangan pada daerah vagina, serta orgasme menurun dan terjadi
impoten pada pria.

1.2. Diagnosa Keperawatan

18
Berdasarkan pengkajian data keperawatan yang sering terjadi berdasarkan
teori, maka diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada klien diabetes
mellitus yaitu :
a.Kekurangan volume cairan tubuh berhubungan dengan diuresis osmotik.
b.Perubahan status nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
ketidakcukupan insulin, penurunan masukan oral.
c.Resiko infeksi berhubungan dengan hyperglikemia.
d.Resiko tinggi terhadap perubahan persepsi sensori berhubungan dengan
ketidakseimbangan glukosa/insulin dan atau elektrolit.
e.Kelelahan berhubungan dengan penurunan produksi energi metabolik.
f. Ketidakberdayaan berhubungan dengan penyakit jangka panjang/progresif yang
tidak dapat diobati, ketergantungan pada orang lain.
g. Kurang pengetahuan tentang penyakit, prognosis dan kebutuhan pengobatan
berhubungan dengan kurangnya pemajanan/mengingat, kesalahan interpretasi
informasi.
1. 3. Rencana Keperawatan
a. Kekurangan volume cairan tubuh berhubungan dengan diuresis osmotik.
Tujuan :
Mendemonstrasikan hidrasi adekuat dibuktikan oleh tanda vital stabil, nadi
perifer dapat diraba, turgor kulit dan pengisian kapiler baik, haluaran urine tepat
secara individu, dan kadar elektrolit dalam batas normal.

Intervensi :
1. Pantau tanda-tanda vital.
Rasional : Hypovolemia dapat dimanifestasikan oleh hipotensi dan takikardia.
2. Kaji nadi perifer, pengisian kapiler, turgor kulit, dan membran mukosa.
Rasional : Merupakan indikator dari tingkat dehidrasi, atau volume sirkulasi yang
adekuat.
3. Pantau masukan dan keluaran, catat berat jenis urine.
Rasional : Memberikan perkiraan kebutuhan akan cairan pengganti, fungsi ginjal,
dan keefektifan dari terapi yang diberikan.
4. Timbang berat badan setiap hari.
Rasional : Memberikan hasil pengkajian yang terbaik dari status cairan yang sedang
berlangsung dan selanjutnya dalam memberikan cairan pengganti.
5. Berikan terapi cairan sesuai indikasi.
Rasional : Tipe dan jumlah dari cairan tergantung pada derajat kekurangan cairan
dan respons pasien secara individual.
b. Perubahan status nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
ketidakcukupan insulin, penurunan masukan oral.
Tujuan :
Mencerna jumlah kalori/nutrien yang tepat. Menunjukkan tingkat energi
biasanya. Berat badan stabil atau bertambah.

Intervensi :

19
1. Tentukan program diet dan pola makan pasien dan bandingkan dengan makanan
yang dapat dihabiskan oleh pasien.
Rasional : Mengidentifikasi kekurangan dan penyimpangan dari kebutuhan
terapeutik.
2. Timbang berat badan setiap hari atau sesuai indikasi.
Rasional : Mengkaji pemasukan makanan yang adekuat (termasuk absorbsi dan
utilisasinya).
3. Identifikasi makanan yang disukai/dikehendaki termasuk kebutuhan etnik/kultural.
Rasional : Jika makanan yang disukai pasien dapat dimasukkan dalam perencanaan
makan, kerjasama ini dapat diupayakan setelah pulang.
4. Libatkan keluarga pasien pada perencanaan makan sesuai indikasi.
Rasional : Meningkatkan rasa keterlibatannya; memberikan informasi pada keluarga
untuk memahami nutrisi pasien.
5. Berikan pengobatan insulin secara teratur sesuai indikasi.
Rasional : Insulin reguler memiliki awitan cepat dan karenanya dengan cepat pula
dapat membantu memindahkan glukosa ke dalam sel.
c. Resiko infeksi berhubungan dengan hyperglikemia.
Tujuan :
Mengidentifikasi intervensi untuk mencegah menurunkan resiko infeksi.
Mendemonstrasikan teknik, perubahan gaya hidup untuk mencegah terjadinya
infeksi.
Intervensi :
1. Observasi tanda-tanda infeksi dan peradangan.
Rasional : Pasien mungkin masuk dengan infeksi yang biasanya telah mencetuskan
keadaan ketoasidosis atau dapat mengalami infeksi nosokomial.
2. Tingkatkan upaya untuk pencegahan dengan melakukan cuci tangan yang baik
pada semua orang yang berhubungan dengan pasien termasuk pasiennya sendiri.
Rasional : Mencegah timbulnya infeksi silang.
3. Pertahankan teknik aseptik pada prosedur invasif.
Rasional : Kadar glukosa yang tinggi dalam darah akan menjadi media terbaik bagi
pertumbuhan kuman.
4. Berikan perawatan kulit dengan teratur dan sungguh-sungguh.
Rasional : Sirkulasi perifer bisa terganggu yang menempatkan pasien pada
peningkatan resiko terjadinya kerusakan pada kulit/iritasi kulit dan infeksi.
5. Lakukan perubahan posisi, anjurkan batuk efektif dan nafas dalam.
Rasional : Membantu dalam memventilasi semua daerah paru dan memobilisasi
sekret.

d. Resiko tinggi terhadap perubahan persepsi sensori berhubungan dengan


ketidakseimbangan glukosa/insulin dan atau elektrolit.
Tujuan :
Mempertahankan tingkat kesadaran/orientasi. Mengenali dan
mengkompensasi adanya kerusakan sensori.

20
Intervensi :
1. Pantau tanda-tanda vital dan status mental.
Rasional : Sebagai dasar untuk membandingkan temuan abnormal
2. Panggil pasien dengan nama, orientasikan kembali sesuai dengan kebutuhannya.
Rasional : Menurunkan kebingungan dan membantu untuk mempertahankan kontak
dengan realitas.
3. Pelihara aktivitas rutin pasien sekonsisten mungkin, dorong untuk melakukan
kegiatan sehari-hari sesuai kemampuannya.
Rasional : Membantu memelihara pasien tetap berhubungan dengan realitas dan
mempertahankan orientasi pada lingkungannya.
4. Selidiki adanya keluhan parestesia, nyeri atau kehilangan sensori pada paha/kaki.
Rasional : Neuropati perifer dapat mengakibatkan rasa tidak nyaman yang berat,
kehilangan sensasi sentuhan/distorsi yang mempunyai resiko tinggi terhadap
kerusakan kulit dan gangguan keseimbangan.
e. Kelelahan berhubungan dengan penurunan produksi energi metabolik.
Tujuan :
Mengungkapkan peningkatan tingkat energi. Menunjukkan perbaikan
kemampuan untuk berpartisipasi dalam aktivitas yang diinginkan.
Intervensi :
1. Diskusikan dengan pasien kebutuhan akan aktivitas.
Rasional : Pendidikan dapat memberikan motivasi untuk meningkatkan tingkat
aktivitas meskipun pasien mungkin sangat lemah.
2. Berikan aktivitas alternatif dengan periode istirahat yang cukup.
Rasional : Mencegah kelelahan yang berlebihan.
3. Pantau nadi, frekuensi pernafasan dan tekanan darah sebelum/sesudah
melakukan aktivitas.
Rasional : Mengindikasikan tingkat aktivitas yang dapat ditoleransi secara fisiologis.
4. Tingkatkan partisipasi pasien dalam melakukan aktivitas sehari-hari sesuai
toleransi.
Rasional : Meningkatkan kepercayaan diri/harga diri yang positif sesuai tingkat
aktivitas yang dapat ditoleransi.
f. Ketidakberdayaan berhubungan dengan penyakit jangka panjang/progresif yang
tidak dapat diobati, ketergantungan pada orang lain.
Tujuan :
Mengakui perasaan putus asa. Mengidentifikasi cara-cara sehat untuk
menghadapi perasaan. Membantu dalam merencanakan perawatannya sendiri dan
secara mandiri mengambil tanggung jawab untuk aktivitas perawatan diri.
Intervensi :
1. Anjurkan pasien/keluarga untuk mengekspresikan perasaannya tentang
perawatan di rumah sakit dan penyakitnya secara keseluruhan.
Rasional : Mengidentifikasi area perhatiannya dan memudahkan cara pemecahan
masalah.
2. Tentukan tujuan/harapan dari pasien atau keluarga.

21
Rasional : Harapan yang tidak realistis atau adanya tekanan dari orang lain atau diri
sendiri dapat mengakibatkan perasaan frustasi.kehilangan kontrol diri dan mungkin
mengganggu kemampuan koping.
3. Berikan dukungan pada pasien untuk ikut berperan serta dalam perawatan diri
sendiri dan berikan umpan balik positif sesuai dengan usaha yang dilakukannya.
Rasional : Meningkatkan perasaan kontrol terhadap situasi.
4. Berikan dukungan pada pasien untuk ikut berperan serta dalam perawatan diri
sendiri.
Rasional : Meningkatkan perasaan kontrol terhadap situasi.

g. Kurang pengetahuan tentang penyakit, prognosis dan kebutuhan pengobatan


berhubungan dengan kurangnya pemajanan/mengingat, keselahan interpretasi
informasi.
Tujuan :
Mengungkapkan pemahaman tentang penyakit. Mengidentifikasi hubungan
tanda/gejala dengan proses penyakit dan menghubungkan gejala dengan faktor
penyebab. Dengan benar melakukan prosedur yang perlu dan menjelaskan rasional
tindakan.
Intervensi :
1. Ciptakan lingkungan saling percaya
Rasional : Menanggapai dan memperhatikan perlu diciptakan sebelum pasien
bersedia mengambil bagian dalam proses belajar.
2. Diskusikan dengan klien tentang penyakitnya.
Rasional : Memberikan pengetahuan dasar dimana pasien dapat membuat
pertimbangan dalam memilih gaya hidup.
3. Diskusikan tentang rencana diet, penggunaan makanan tinggi serat.
Rasional : Kesadaran tentang pentingnya kontrol diet akan membantu pasien dalam
merencanakan makan/mentaati program.
4. Diskusikan pentingnya untuk melakukan evaluasi secara teratur dan jawab
pertanyaan pasien/orang terdekat.
Rasional : Membantu untuk mengontrol proses penyakit dengan lebih ketat.
Sebelum membahas dan mendiagnosis penyakit, harus diketahui dahulu
kesan umum pasien yang dapat diambil/ dilakukan saat anamnesis.
Dalam skenario pada kasus di atas, dapat dilihat kesan umum sebagai berikut
:
1. usia = 55 tahun
2. BB= 90 kg, TB= 156 cm. Dari data tersebut dapat dicari indeks massa tubuh (BMI)
dengan rumus, BMI= BB/ (TB)2 (BB dalam kg dan TB dalam meter), maka BMI=
90 / (1,56) 2 = 36,98. Berdasarkan kriteria dari Depkes, 1996, BMI > 27 adalah
gemuk tingkat berat atau obes. Begitu pula berdasar WHO, dikatakan obes bila BMI
> 30.
3. poliuria dengan frekuensi 10-15 kali sehari.
4. kedua kaki terasa kesemutan, hal ini mendasari kenapa dokter pada skenario
mendiagnosis polineuropati dan merujuknya ke poliklinik neurologi.

22
5. pernah menderita gout arthritis.
6. ada riwayat keluarga dengan diabetes melitus, yaitu anak laki-laki dan saudara
laki-lakinya.
7. tekanan darah tinggi, yaitu 150/100 mmHg. Berdasarkan The Joint National
Committe (JNC) VII, penilaian tekanan darah dengan sistolik 140-159 dan diatolik
90-99, adalah hipertensi tahap pertama (stage 1 hypertension)
8. pemeriksaan laboratorium dengan hasil : kolesterol total 250 mg/dl (N < 200),
trigliserida 350 mg/dl (N= 40-155), HDL 35 mg/dl (N laki-laki 35-55, wanita 45-65),
LDL 215 mg/dl (N < 130), ureum 70 mg/dl (N=20-40), kreatinin 2 mg/dl (N= 0,5-1,5),
asam urat 10 mg/dl (N=3-7). Berarti terjadi kenaikan semua hasil pemeriksaan,
kecuali HDL kolesterol. Ini menunjukan gejala dislipidemia (hiperlipidemia)
Dari data tersebuit di atas, dapat diambil kemungkinan sementara penyakit yang
diderita adalah lebih condong pada diabetes melitus. Hal ini dikarenakan :
1. menunjukan beberapa gejala khas DM, yaitu poliuria, kesemutan, dan obes.
2. ada riwayat keluarga DM.
3. adanya kemungkinan komplikasi DM berupa hipertensi, dislipidemia, kesemutan
(merupakan salah satu gejala neuropati).
4. mempunya resiko yang besar terhadap DM, yaitu usia > 40 tahun, ada riwayat
keluarga DM, hipertensi, obes.
2. Contoh Diaknosa Keperawatan
Diaknosa Berhubungan Kemungkinan
NO Kriteria Hasil
Keperawatan Dengan Dibuktikan Oleh
1. Kekurangan folume Diuresis osmotik Peningkatan Mendemostrasikan
cairan (dari pengeluaran hidrasi akut
hiperglikemia) urine,urine encer, dibuktikan oleh
kehilangan kelemahan, tanda vital stabil,
gastrik haus, penurunan madi ferifer dapat
berlebihan: berat badan tiba- diraba, tugor kulit
diare, muntah, tiba. Membran dan kapiler baik,
mukosa kering, pengeluaran urine
tugor kulit buruk. tepat tsecara
individu, dan kadar
elektrolik dalam
2. Nutrisi, perubahan: Melaporkan batas normal.
kurang dari masukan Mencerna jumlah
kebutuhan tubuh. Ketidak makanan kalori atau nuutien
cukupan insulin takadekuat, yang tepat.
(penurunan kurang minat Menunjukan
ambilan dan pada makanan. tingkat energi
penggunaan Penurunanberat biasanya.
glukosa oleh badan: Mendemontrasikan
jaringan kelemahan, berat badab stabil
mengakibatkan kelelahan, tonus atau menambah

23
peningkatan otot buruk. Diare. kearah rentan
metabilisme biasanya atau
protein atau yang diinginkan
lemak). dengan nilai
Penurunan laboratorium
masukan oral: normal.
3. Infeksi resiko tinggi anireksia, mual,
terhadap(SEPSIS). lambung penuh,
nyeri abdomen,
perubahan Tidak dapat Mengidentifikasi
kesadaran. diterapkan interfensi untuk
adanya tanda- mencegah atau
tanda dan gejala menurunkan resiko
Kadar glukosa membuat infeksi.
tinggi , diaknosa aktual. Mendemontrasikan
penurunan teknik, perubahan
4. Perubahan sentori fungsi lukosit, gaya hidup untuk
perseptual. perubahan pada mencegah
sirkulasi. Infeksi terjadinya infeksi.
pernafasan Mempertahankan
yang ada Adanya tanda- tingkat mental
sebelumnya tanda dan gejala- biasanya.
5. Kelelahan atau ISK. gejala membuat Mengenali dan
diaknosa akut. menkompensasi
adanya kerusakan
sensori.
Kurang energi Menggungkapkan
Ketidak yang berlebih, peningkatan
keseimbangan ketidakmampuan tingkat energi
glukosa atau untuk menunjukkan
insulin dan mempertahankan perbaikan
6. Ketidak berdayaan eletrolit. rutinitas kemampuan untuk
biasanya, berpartisipasi
penurunan dalam aktifitas
kinerja, yang diinginkan.
Penurunan kencenderungan
produksi energi untuk Mengakui
metabilik. kecelakaan. perasaan putus
Perubahan Penolakan untuk asa.
kimia darah: mengekpresikan Mengidetifikasikan
insufisiensi perasaan cara-cara sehat
insulin. sebenarnya untuk menghadapi
Peningkatan ekspresi tentang perasaan.
kebutuhan mengalami membantu dalam

24
energi: kasus situasi tidak merencanakan
hipermitabolik terkontrol. apatis, perawatnya sendiri
atau infeksi. menarik diri, dan secara
marah. Titak mandirimengambil
Penyakit jangka membantu tanggung jawab
panjang atau kemajuan, tidak untuk aktifitas
7. Kurang progresit yang berpartisipasi perawatan diri.
pengetahuan tidak dapai dalam perawatan
mengenai penyakit, diobati atau pembuatab
prognosis dan ketergantungan keputusan
kebutuhan pada orang lain. penekanan
pengobatan. terhadap
penekanan
penyimpangan Mengungkapkan
atau komplikasi pemahaman
fisik meskipun tentang penyakit.
pasien bekerja Mengiditifikasi
sama dengan gejala dan proses
aturan. penyakit dan
Mengungkapkan menghubungkan
masalah, ketidak gejala dan faktor
akuratan penyebab. Dengan
mengikuti benar melakukan
intruksi, prosudur yang
Kurang terjadinya perlu dan
mengingat komplikasi yang menjelaskan
kesalahan dapat dicegah. resional tindakan.
interpretasi. Melakukan
Tidak mengenal perubahan gaya
sumber hidup dan
informasi. berpartusipasi
dalam program
pengobatan.

25
BAB V
PENUTUP
1. Simpulan
1. Pasien pada skenario di atas mempunyai kemungkinan besar menderita diabetes
melitus, tetapi belum dapat ditegakkan diagnosis jika belum dilakukan tes glukosa
darah sewaktu dan puasa.
2. Pasien menderita hipertensi, dislipidemia, dan obes dan didiagnosis menderita
polineuropati.
2. Saran
Sebaiknya pasien secepatnya dilakukan tes glukosa darah sewaktu dan puasa untuk
menegakan diagnosis apakah terkena DM.

DAFTAR PUSTAKA
1. Ganong, William F. 1998. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. 17th . Jakarta: EGC.
2. Guyton, AC. 1997. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. 9th . Jakarta: EGC.
3. Hadley, Mac E. 2000. Endocrinology. 5th . New Jersey: Prentice Hall, inc.
4. Mansjoer, Arif, dkk. 2007. Kapita Selekta Kedokteran Jilid 1. Edisi 3. Jakarta:
Media Aesculapius FKUI.
5. Murray, Robert K (et al). 2003. Biokimia Harper. 5th ed. Jakarta : EGC
6. Parakrama Chandrasoma dan Clive R Taylor. 2005. Ringkasan Patologi Anatomi.
Edisi 2. Jakarta : EGC.
7. Price and Willson. 2005. Patofisiologi. 6th . Jakarta: EGC.
8. Tjokronegoro, Arjatmo, dkk. 2002. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid 1. Edisi 3.
Jakarta: Balai Penerbit FKUI.

26

You might also like