Professional Documents
Culture Documents
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) adalah penyakit paru kronik yang progresif,
artinya penyakit ini berlangsung seumur hidup dan semakin memburuk secara lambat dari tahun
ke tahun. Dalam perjalanan penyakit ini terdapat fase-fase eksaserbasi akut. Berbagai faktor
berperan pada perjalanan penyakit ini, antara lain faktor resiko yaitu faktor yang menimbulkan
atau memperburuk penyakit seperti kebiasaan merokok, polusi udara, polusi lingkungan, infeksi,
Derajat obtruksi saluran nafas yang terjadi, dan identifikasi komponen yang
memugkinkan adanya reversibilitas. Tahap perjalanan penyakit dan penyakit lain diluar paru
seperti sinusitis dan faringitis kronik. Yang pada akhirnya faktor-faktor tersebut membuat
perburukan makin lebih cepat terjadi. Untuk melakukan penatalaksanaan PPOK perlu
Penyakit paru obstruksi kronik adalah klasifikasi luas dari gangguan yang mencakup
bronkitis kronik, bronkiektasis, emfisema dan asma, yang merupakan kondisi ireversibel yang
berkaitan dengan dispnea saat aktivitas dan penurunan aliran masuk dan keluar udara paru-paru.
Penyakit paru obstruksi kronik adalah kelainan paru yang ditandai dengan gangguan
fungsi paru berupa memanjangnya periode ekspirasi yang disebabkan oleh adanya penyempitan
saluran napas dan tidak banyak mengalami perubahan dalam masa observasi beberapa waktu.
B. TUJUAN
KONSEP MEDIK
A. PENGERTIAN
Penyakit paru obstruksi kronik (PPOK) adalah penyakit paru kronik yang ditandai oleh
hambatan aliran udara disaluran pernapasan yang bersifat progresif non reversible. PPOK dari
2. Bronkitis kronik
Kelainan saluran napas yang ditandai oleh batuk kronik berdahak minimal 3 bulan dalam
setahun, sekurang-kurangnya dua tahun berturut - turut, tidak disebabkan penyakit lainnya.
3. Emfisema
Suatu kelainan anatomis paru yang ditandai oleh pelebaran rongga udara distal bronkiolus
Pada prakteknya cukup banyak penderita bronkitis kronik juga memperlihatkan tanda-tanda
emfisema, termasuk penderita asma persisten berat dengan obstruksi jalan napas yang tidak
B. ETIOLOGI
2. Alergi
Bronchitis akut dapat timbul dalam serangan tunggal atau dapat timbul kembali sebagai
eksaserbasi akut dari bronchitis kronis. Pada infeksi saluran nafas bagian atas, biasanya virus,
seringkali merupakan awal dari serangan bronchitis akut. Dokter akan mendiagnosa bronchitis
kronis jika klien mengalami batuk atau produksi sputum selama beberapa hari , 3 bulan, dalam 1
Bronchitis timbul sebagai akibat dari adanya paparan terhadap agent infeksi maupun non-infeksi
(terutama rokok tembakau). Iritan akan menyebabkan timbulnya respon inflamasi yang akan
1. Peningkatan ukuran dan jumlah kelenjar mukus pada bronchi besar, yang mana akan
3. Kerusakan fungsi cilliary sehingga menurunkan mekanisme pembersihan mukus. Oleh karena
itu, "mucocilliary defence" dari paru mengalami kerusakan dan meningkatkan kecenderungan
untuk terserang infeksi. Ketika infeksi timbul, kelenjar mukus akan menjadi hipertropi dan
4. Dinding bronchial meradang dan menebal (seringkali sampai dua kali ketebalan normal) dan
mengganggu aliran udara. Mukus kental ini bersama-sama dengan produksi mukus yang banyak
akan menghambat beberapa aliran udara kecil dan mempersempit saluran udara besar. Bronchitis
kronis mula-mula mempengaruhi hanya pada bronchus besar, tetapi biasanya seluruh saluran
ekspirasi. Jalan nafas mengalami kollaps, dan udara terperangkap pada bagian distal dari paru-
paru. Obstruksi ini menyebabkan penurunan ventilasi alveolar, hypoxia dan asidosis.
6. Klien mengalami kekurangan oksigen jaringan ; ratio ventilasi perfusi abnormal timbul, dimana
terjadi penurunan PaO2. Kerusakan ventilasi dapat juga meningkatkan nilai PaCO2.
7. Klien terlihat cyanosis. Sebagai kompensasi dari hipoxemia, maka terjadi polisitemia
(overproduksi eritrosit). Pada saat penyakit memberat, diproduksi sejumlah sputum yang hitam,
8. Selama infeksi klien mengalami reduksi pada FEV dengan peningkatan pada RV dan FRC. Jika
masalah tersebut tidak ditanggulangi, hypoxemia akan timbul yang akhirnya menuju penyakit
1. Kelemahan badan
2. Batuk
3. Sputum putih atau mikoid, jika ada infeksi menjadi purulen atau mukopurulen
4. Sesak napas
a. Berhenti merokok
F. PENATALAKSANAAN
1. Memeperbaiki kemampuan penderita mengatasi gejala tidak hanya pada fase akut, tetapi juga
fase kronik.
3. Mengurangi laju progresivitas penyakit apabila penyakitnya dapat dideteksi lebih awal.
polusi udara.
3. Memberantas infeksi dengan antimikroba. Apabila tidak ada infeksi antimikroba tidak perlu
diberikan. Pemberian antimikroba harus tepat sesuai dengan kuman penyebab infeksi yaitu
5. Pengobatan simtomatik.
7. Pengobatan oksigen, bagi yang memerlukan. Oksigen harus diberikan dengan aliran lambat 1 - 2
liter/menit.
2. Latihan pernapasan, untuk melatih penderita agar bisa melakukan pernapasan yang paling
efektif.
3. Latihan dengan beban oalh raga tertentu, dengan tujuan untuk memulihkan kesegaran jasmani.
4. Vocational guidance, yaitu usaha yang dilakukan terhadap penderita dapat kembali mengerjakan
pekerjaan semula.
Infeksi ini umumnya disebabkan oleh H. Influenza dan S. Pneumonia, maka digunakan ampisilin
dapat diberikan jika kuman penyebab infeksinya adalah H. Influenza dan B. Cacarhalis yang
dan membantu mempercepat kenaikan peak flow rate. Namun hanya dalam 7-10 hari selama
periode eksaserbasi. Bila terdapat infeksi sekunder atau tanda-tanda pneumonia, maka dianjurkan
b. Terapi oksigen diberikan jika terdapat kegagalan pernapasan karena hiperkapnia dan
adrenergik b dan anti kolinergik. Pada pasien dapat diberikan salbutamol 5 mg dan atau
ipratopium bromida 250 mg diberikan tiap 6 jam dengan nebulizer atau aminofilin 0,25 - 0,56 IV
secara perlahan.
4. Bronkodilator, tergantung tingkat reversibilitas obstruksi saluran napas tiap pasien maka
sebelum pemberian obat ini dibutuhkan pemeriksaan obyektif dari fungsi faal paru.
5. Fisioterapi
6. Terapi oksigen jangka panjang bagi pasien yang mengalami gagal napas tipe II dengan PaO2
Rehabilitasi, pasien cenderung menemui kesulitan bekerja, merasa sendiri dan terisolasi, untuk
1. Hipoxemia
Hipoxemia didefinisikan sebagai penurunan nilai PaO2 kurang dari 55 mmHg, dengan nilai
saturasi Oksigen <85%. Pada awalnya klien akan mengalami perubahan mood, penurunan
2. Asidosis Respiratory
Timbul akibat dari peningkatan nilai PaCO2 (hiperkapnia). Tanda yang muncul antara lain : nyeri
3. Infeksi Respiratory
Infeksi pernafasan akut disebabkan karena peningkatan produksi mukus, peningkatan rangsangan
otot polos bronchial dan edema mukosa. Terbatasnya aliran udara akan meningkatkan kerja nafas
4. Gagal jantung
Terutama kor-pulmonal (gagal jantung kanan akibat penyakit paru), harus diobservasi terutama
pada klien dengan dyspnea berat. Komplikasi ini sering kali berhubungan dengan bronchitis
kronis, tetapi klien dengan emfisema berat juga dapat mengalami masalah ini.
5. Cardiac Disritmia
Timbul akibat dari hipoxemia, penyakit jantung lain, efek obat atau asidosis respiratory.
6. Status Asmatikus
Merupakan komplikasi mayor yang berhubungan dengan asthma bronchial. Penyakit ini sangat
berat, potensial mengancam kehidupan dan seringkali tidak berespon terhadap therapi yang biasa
diberikan. Penggunaan otot bantu pernafasan dan distensi vena leher seringkali terlihat.
H. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan rutin
a. Faal paru
b) VEP1 merupakan parameter yang paling umum dipakai untuk menilai beratnya PPOK dan
memantau perjalanan penyakit. Apabila spirometri tidak tersedia atau tidak mungkin dilakukan,
c) kurang tepat, dapat dipakai sebagai alternatif dengan memantau variabiliti harian pagi dan sore,
b. Uji bronkodilator
1) Dilakukan dengan menggunakan spirometri, bila tidak ada gunakan APE meter.
perubahan nilai VEP1 atau APE, perubahan VEP1 atau APE < 20% nilai awal dan < 200 ml
c. Darah rutin
d. Radiologi
Foto toraks PA dan lateral berguna untuk menyingkirkan penyakit paru lain
1) Hiperinflasi
2) Hiperlusen
a) Normal
a. Faal paru
1) Volume Residu (VR), Kapasiti Residu Fungsional (KRF), Kapasiti Paru Total (KPT),
VR/KRF,VR/KPT meningkat
4) Sgaw meningkat
2) Jentera (treadmill)
Untuk menilai derajat hipereaktiviti bronkus, pada sebagian kecil PPOK terdapat hipereaktiviti
Menilai perbaikan faal paru setelah pemberian kortikosteroid oral (prednison atau
f. Radiologi
2) Mendeteksi emfisema dini dan menilai jenis serta derajat emfisema atau bula yang tidak
g. Elektrokardiografi
Mengetahui komplikasi pada jantung yang ditandai oleh Pulmonal dan hipertrofi ventrikel kanan.
h. Ekokardiografi
i. Bakteriologi
Pemerikasaan bakteriologi sputum pewarnaan Gram dan kultur resistensi diperlukan untuk
mengetahui pola kuman dan untuk memilih antibiotik yang tepat. Infeksi saluran napas berulng
Kadar antitripsin alfa-1 rendah pada emfisema herediter (emfisema pada usia muda), defisiensi
A. PENGKAJIAN
1. Identitas
P e n ya k i t P P O K b a n y a k d i d e r i t a o l e h k a u m p r i a d a r i p a d a w a n i t a ,
faktor penunjang
a. M e r o k o k p r o d u k s i t e m b a k a u ( f a k t o r - f a k t o r p e n ye b a b
utama)
b. T i n g g a l a t a u b e k e r j a d i a r e a p o l u s i u d a r a ya n g b e r a t .
c. R i w a ya t a l e r g i p a d a k e l u a r g a
d. R i w a ya t a t a u a d a n y a f a k t o r - f a k t o r ya n g d a p a t
dianjurkan
e. P e m e r i k s a a n f i s i k b e r d a s a r k a n p e n g k a j i a n s i s t e m
pernapasan
B. Diagnosa Keperawatan
1. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan bronkokontriksi, peningkatan produksi
2. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan napas pendek, mucus, bronkokontriksi dan iritan
jalan napas.
4. Risiko perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia.
5. Ganggua pola tidur berhubungan dengan ketidaknyamanan, pengaturan posisi.
6. Ansietas berhubungan dengan ancaman terhadap konsep diri, ancaman terhadap kematian,
C. Intervensi Keperawatan
1. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan bronkokontriksi, peningkatan produksi
Intervensi keperawatan:
1. Ajarkan dan berikan dorongan penggunaan teknik pernapasan dan batuk efektif.
3. Instruksikan pasien untuk menghindari iritan seperti asap rokok, aerosol, suhu yang ekstrim, dan
asap.
2. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan napas pendek, mukus, bronkokontriksi
Intervensi:
2. Berikan dorongan untuk menyelingi aktivitas dengan periode istirahat. Biarkan pasien membuat
Intervensi keperawatan:
3. Berikan obat-obatan bronkodialtor dan kortikosteroid dengan tepat dan waspada kemungkinan
efek sampingnya.
4. Risiko perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan dispnea,
kelamahan, efek samping obat, produksi sputum dan anoreksia, mual muntah.
2. Intervensi keperawatan:
1. Kaji kebiasaan diet, masukan makanan saat ini. Catat derajat kesulitan makan. Evaluasi berat
2. Intervensi keperawatan:
2. Lakukan pengusapan punggung saat hendak tidur dan anjurkan keluarga untuk melakukan
tindakan tersebut.
3. Atur posisi yang nyaman menjelang tidur, biasanya posisi high fowler.
2. Intervensi keperawatan:
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat dan
Pernapasan)
Kami juga berterima kasih kepada dosen pembimbing dengan hormat kami sebut
namanya “Olgrid Algarini ,S.Kep,Ns” yang telah mengarahkan kami sehinga kami dapat
Dengan tugas ini kami penulis mengakui bahwa masih banyak kekurangan-kekurangan
namun ada pepatah mengatakan bahwa “tak ada gading yang tak retak,” “tak ada manusia yang
sempurna” untuk itu kritik dan saran yang sifatnya membangun tetap kami harapkan menjadi
Akhir kata penulis ucapkan semoga makalah ini berguna bagi pembaca dan rekan-rekan
penulis