You are on page 1of 17
Ayev MATERI BHD TBM FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWUAYA PALEMBANG 14 FEBRUARI 2016 Latar Belakang Dewasa ini Kejadian serangan jantung maupun kecelakaan sangat meningkat Khususnya di negara berkembang seperti Indonesia. Basic Life Support (BLS) atau dalam bahasa Indonesia dikénal sebagai Bantuan Hidup Dasar (BHD) merupakan usaha yang dilakukan untuk mempertahanken kehidupan pada saat pasien atau korban mengalami keadaan yang mengancam jiwa. Di luar negeri BLS/BHD ini sebenamya sudah banyak diajarkan pada orang-orang awam atau orang-orang awam khusus, namun sepertinya hal ini masih sangat jarang diketahui oleh masyarakat Indonesia. Basic Life Support merupakan usaha untuk mempertahankan kehidupan saat penderita ‘mengalami keadaan yang mengancam nyawa dan atau alat gerak. Pada kondisi napas dan denyut jantung berhenti maka sirkulasi darah dan transportasi oksigen berhenti, sehingga dalam waktu singkat organ-organ tubuh terutama organ vital akan mengalami kekurangan oksigen yang berakibat fatal bagi korban dan mengalami kerusakan. : Organ yang paling cepat mengalami kerusakan adalah otak, Karena otak hanya akan! mampu bertahan jika ada asupan gula/glukosa dan oksigen. Jika dalam waktu lebih dari 10 menit otak tidak mendapat asupan oksigen dan glukosa maka otak akan mengalami kematian secara permanen. Kematian otak berarti pula kematian si korban. Oleh karena itu golden period (waktu emas) pada korban yang mengalami henti napas dan henti jantung adalah dibawah 10 menit.Artinya dalam watu kurang dari 10 menit penderita yang mengalami henti napas dan henti jantung harus sudah mulai mendapatkan pertolongan.Jika tidak, maka harapan hidup si korban sangat kecil. Adapun pertolongan yang harus dilakukan pada penderita yang mengalami henti napas dan henti jantung adalah dengan melakukan resusitasi jantung paru (RIP). Resusitasi jantung paru (RIP) merupakan usaha yang dilakukan untuk mengembalikan fungsi pernafasan dan atau sirkulasi pada henti nafas (respiratory arrest) dan atau henti jantung (cardiac arrest). Resusitasi jantung paru otak dibagi dalam tiga fase : bantuan hidup dasar, bantuan hidup lanjut, bantuan hidup jangka lama. Pengertian Bantuan Hidup Dasar (Basic Life Support, disingkat BLS) adalah suatu tindakan penanganan yang dilakukan dengan sesegera mungkin dan bertujuan untuk menghentikan Proses yang menuju kematian. Menurut AHA Guidelines tahun 2005, tindakan BLS teknik ABC pada prosedur CPR (Cardio Pulmonary Resuscitation)yaitu : 1) A (Airway) : Menjaga jalan nafas tetap terbuka 2) B (Breathing) : Ventilasi paru dan oksigenasi yang adekuat 3) C (Circulation) :Mengadakan sirkulasi buatan dengan keompresi jantung paru. Pada 2015, AHA (American Hearth Association) mengumumkan perubahan prosedur CPR (Cardio Pulmonary Resuscitation) yang sebelumnya menggunakan A-B-C (Airway Breathing — Circulation)sekarang menjadi C-A-B (Circulation — Airway — Breathing). Indikasi Basic life support (BLS) dilakukan pada pasien-pasien dengan keadaan sebagai! berikut 1) Henti nafas (respiratory arrest) Henti napas ditandai dengan tidak adanya gerakan dada dan aliran udara pernapasan dari korban / pasien. Henti napas merupakan kasus yang harus dilakukan tindakan Bantuan Hidup Dasar Pada awal henti napas oksigen masih dapat masuk ke dalam darah untuk beberapa menit dan jantung masih dapat mensirkulasikan darah ke otak dan organ vital lainnya, jika pada keadaan ini diberikan bantuan napas akan sangat bermanfaat agar Korban dapat tetap hidup dan mencegah henti jantung. 2) Henti jantung (cardiac arrest) Pada saat terjadi henti jantung secara langsung akan terjadi henti sirkulasi. Henti sirkulasi Pernapasan yang terganggu (tersengal-sengal) merupakan tanda awal akan terjadinya henti dapat disingkat dengan ii akan dengan cepat menyebabkan otak dan organ vital kekurangan oksigen. Jantung. Tujuan Tindakan Basic life support (BLS) memiliki berbagai macam tujuan, diantaranya yaitu: 1) Mempertahankan dan mengembalikan fungsi oksigenasi organ — organ vital (otak, jantung dan paru) 2) Mempertahankan hidup dan mencegah kematian 3) Mencegah komplikasi yang bisa timbul akibat kecelakaan 4) Mencegah tindakan yang dapat membahayakan korban 5) Melindungi orang yang tidak sadar 6) Mencegah berhentinya sirkulasi atau berhentinya respirasi. 7) Memberikan bantuan eksternal terhadap sirkulasi dan ventilasi dari korban yang mengalami henti jantung atau henti napas melalui Resusitasi Jantung Paru (RIP). Perbedaan BLS Menurut AHA Tahun 2005 dan AHA Tahun 2015 Tanggal 18 oktober 2015 lalu AHA (American Hearth Association) mengumumkan perubahan prosedur CPR (Cardio Pulmonary Resuscitation) atau dalam bahasa Indonesia disebut RIP (Resusitasi Jantung Paru) yang berbeda dari prosedur sebelumnya yang sudah dipakai dalam 40 tahun terakhir. Perubahan tersebut ada dalam sistematikanya, yaitu sebelumnya menggunakan A-B-C (Airway-Breathing-Circulation) sekarang menjadi C-A-B (Circulation — Airway — Breathing). Namun perubahan yang ditetapkan AHA tersebut hanya berlaku pada orang dewase, anak, dan bayi, Perubahan tersebut tidak berlaku pada neonatus. * Perubahan tersebut menurut AHA adalah mendahulukan pemberian kompresi dada dari pada membuka jalan napas dan memberikan napas buatan pada penderita henti jantung. Hal ini didasarkan pada pertimbangan bahwa teknik kompresi dada lebih diperlukan untuk mensirkulasikan sesegera mungkin oksigen keseluruh tubuh terutama organ-organ vital seperti otak, paru, jantung dan lain-tain, Menurut penelitian AHA, beberapa menit setelah pend mengalami henti jantung masih terdapat oksigen pada paru-paru dan sirkulasi darah. Oleh karena itu memulai kompresi dada lebih dahulu diharapkan akan memompa darah yang mengandung oksigen ke otak dan jantung sesegera mungkin. Kompresi dada dilakukan pada tahap awal selama 30 detik sebelum melakukan pembukaan jalan napas (airway) dan pemberian napas buatan (bretahing) seperti prosedur yang lama. AHA selalu mengadakan review “guidelines” CPR setiap 5 tahun sekali, Perubahan dan review terakhir dilakukan pada tahun 2005 dimana terjadi perubahan perbandingan kompresi dari 15 : 2 menjadi 30 : 2. Dengan perubahan ini AHA merekomendasikan agar segera mensosialisasikan perubahan ini kepada petugas medis, instruktur pelatihan, petugas P3K dan masayarakat umum, Fokus utama RJP 2015 ini adalah kualitas kompresi dada.Berikut ini adalah beberapa perbedaan antara Panduan RJP 2005 dengan RIP 2010. 1) Bukan lagi ABC, melainkan CAB © AHA 2015 (new) “A change in the 2010 AHA Guidelines for CPR and ECC is to reccomend the initiation of chest compression before ventilation.” © AHA 2005 (old) “The sequence of adult CPR began with opening of the airway, checking for normal breathing, and then delivering 2 rescue breaths followed by cycles of 30 chest compressions and 2 breaths.” 2) Tidakada lagi Look, Listen, and Feel © AHA 2015 (new) “Look, listen, and feel for breathing was removed from the sequence for assessment of breathing after opening the airway. The healtheare provider briefly checks for breathing when checking responsiveness to detect signs of cardiac arrest. After delivery of 30 compressions, the home rescuer opens the victim's airway and delivers 2 breaths.” * AHA 2005 (old) “Look, listen, and feel for breathing was used to assess breathing after the airway was opened.” Kunei utama menyelamatkan seseorang dengan henti jantung adalah Bertindak bukan Menilai. Telepon ambulan segera saat kita melihat korban tidak sadar dan tidak bernafas dengan baik (gasping). 3) Tidak adalagi Resque Breath © AHA 2015 (new) “Beginning CPR with 30 compressions rather than 2 ventilations leads to a shorter delay to first compression” Resque breath adalah tindakan pemberian napas buatan sebanyak dua kali setelah kita mengetahui bahwa korban henti napas (setelah Look, Listen, and Feel). Pada AHA 2010, hal ini sudah dihilangkan karena terbukti menyita waktu yang cukup banyak sehingga terjadi penundaan pemberian kompresi dada. 4) Kompresi dada lebih dalam lagi © AHA 2015 (new) “During manual CPR, rescuers should perform chest compressions to a depth of at least 2 inches or 5 cm for an average adult, while avoiding excessive chest compression depths (greater than 2.4 inches or 6 cm” * AHA 2005 (old) ‘The adult sternum should be depressed 11/2 to 2 inches (approximately 4 to 5 cm) Pada pedoman RIP sebelumnya, kedalaman kompresi dada adalah 1 2-2 inchi (4-5 cm), namun sekarang AHA merekomendasikan untuk melakukan kompresi dada dengan kedalaman minimal 2 inchi (5 cm). 5) _Kompresi dada lebih cepat lagi © AHA2015 (new) “It is reasonable for lay rescuers and healthcare providers to perform chest compressions at a rate of at least 100x/min-120x/min.” © AHA 2005 (old) “Compress at a rate of about 100x/min.” AHA mengganti redaksi kalimat disini sebelumnya tertulis: tekan dada sekitar 100, Kompresi/ menit. Sekarang AHA merekomendasikan kita untuk kompresi dada minimal 100° kompresi/ menit, Pada kecepatan ini, 30 kompresi membutuhkan waktu 18 detik. 6) Hands only CPR © AHA 2015 (new) “Hands-Only (compression-only) bystander CPR substantially improves survival following adult out-of-hospital cardiac arrests compared with no bystander CPR.” Pada pedoman tahun 2010 pun AHA agar penolong yang tidak terlatih melakukan Hands Only CPR pada korban dewasa yang pingsan di depan penolong. 7) Pengaktivasian Emergency Response System (ERS) * AHA 2015 (new) “Check for response while looking at the patient to determine if breathing is absent or not normal. Suspect cardiac arrest if victim is not breathing or only gasping.” © AHA 2005 (old) “Activated the emergency response system after finding an unresponsive victim, then returned to the vietim and opened the airway and checked for breathing or abnormal breathing.” Pada pedoman AHA yang baru, pengaktivasian ERS seperti meminta pertolongan orang di sekitar, menelepon ambulans, ataupun menyuruh orang untuk memanggil bantuan tetap menjadi prioritas, 8) Jangan berhenti kompresi dada * AHA 2015 (new) “The preponderance of efficacy data suggests that limiting the frequency and duration of interruptions in chest compressions may improve clinically meaningful outcomes in cardiac arrest patients.” Setiap penghentian kompresi dada berarti menghentikan aliran darah ke otak yang mengakibatkan Kkematian jaringan otak jika aliran darah berhenti terlalu lama. AHA menghendaki kita untuk terus melakukan kompresi selama kita bisa atau sampai alat Gefibrilator otomatis datang dan siap untuk menilai keadaan jantung korban. Jika sudah tiba waktunya untuk pemapasan dari mulut ke mulut, lakukan segera dan segera kembali melakukan kompresi dada. Prinsip Push Hard, Push Fast, Allow complete chest recoil, aid Minimize Interruption masih ditekankan disini. Ditambahkan dengan Avoiding excessive ventilation. 8) Tidak dianjurkan lagi Cricoid Pressure * AHA 2015 (new) “The routine use of cricoid pressure in cardiac arrest is not recommended.” * AHA 2005 (old) “Cricoid pressure should be used only if the victim is deeply unconscious, and it usually requires a third rescuer not involved in rescue breaths or compressions.” Cricoid pressure dapat menghambat atau mencegah pemasangan jalan nafas yang lebih adekuat dan temyata aspirasi totap dapat terjadi walaupun sudah dilakukan cricoid pressure. Cricoid pressure merupakan suatu metode penekanan tulang rawan krikoid yang dilakukan pada korban dengan tingkat kesadaran sangat rendah, hal ini pada pedoman AHA 2005 diyakini dapat mencegah terjadinya aspirasi dan hanya boleh dilakukan bila terdapat penolong ketiga yang tidak terlibat dalam pemberian nafas buatan ataupun kompresi dada. 9) Pemberian Precordial Thump © AHA 2015 (new) “The precordial thump should not be used for wnwitnessed out-of-hospital cardiac arrest. The precordial thump may be considered for patients with wimessed, monitored, unstable VT (including pulseless VI) if a defibrillator is not immediately ready for use, but it should not delay CPR and shock delivery.” « AHA 2005 (ald) “No recommendation was provided previously." Pada beberapa kasus dilaporkan bahwa precordial thump dapat mengembalikan irama ventricular tachyarthytmias ke irama sinus. Akan tetapi pada sejumlah besar kasus lainnya, precordial thump tidak berhasil mengembalikan Korban dengan ventricular fibrillation ke irama sinus atau kondisi Return of Spontaneous Circulation (ROSC).. Pemberian precordial thump boleh dipertimbangkan untuk dilakukan pada pasien dengan VT yang disaksikan, termonitor, tidak stabil, dan bila defibrilator tidak dapat disediakan dengan segera. Dan yang paling penting adalah precordial thump tidak boleh menunda pemberian RIP atau defibrilasi. ‘Alasan untuk perubahan sistem ABC menjadi CAB adalah : 1) Henti jantung terjadi sebagian besar pada dewasa. Angka keberhasilan kelangsungan ° hidup tertinggi dari pasien segala umur yang dilaporkan adalah henti jantung dan ritme Ventricular Fibrilation (VF) atau pulseless Ventrivular Tachycardia (VT). Pada pasien tersebut elemen RIP yang paling penting adalah kompresi dada (chest compression) dan defibrilasi otomatis segera (early defibrillation). 2) Pada langkah A-B-C yang terdahulu kompresi dada seringkali tertunda karena proses pembukaan jalan nafas (airway) untuk memberikan ventilasi mulut ke mulut atau mengambil alat pemisah atau alat pemafasan lainnya. Dengan mengganti langkah menjadi C-A-B maka kompresi dada akan dilakukan lebih awal dan ventilasi hanya sedikit tertunda satu siklus kompresi dada (30 kali kompresi dada secara ideal dilakukan sekitar 18 detik). 3) Kurang dari $0% orang yang mengalami henti jantung mendapatkan RIP dari orang sekitamya. Ada banyak kemungkinan penyebab hal ini namun salah satu yang menjadi alasan adalah dalam algoritma A-B-C, pembebasan jalan nafas dan ventilasi mulut ke ‘mulut dalam Airway adalah prosedur yang kebanyakan ditemukan paling sulit bagi orang awam, Memulai dengan kompresi dada diharapkan dapat menyederhanakan prosedur sehingga semakin banyak korban yang bisa mendapatkan RJP. Untuk orang yang enggan melakukan ventilasi mulut ke mulut setidaknya dapat melakukan kompresi dada. Ketepatan Waktu Pelaksanaan BLS Kemungkinan keberhasilan dalam penyelamatan bila terjadi henti nafas dan henti jantung: Keterlambatan ‘Kemungkinan berhasil T Menit 98 dari 100 2Menit 30 dari 100 TO Meni T dari 100 LANGKAH - LANGKAH RJP DEWASA 1 ORANG valuasiRespon Korban Periksa dan tentukan dengan cepat bagaimana respon korban. Memeriksa keadaan pasien tanpa teknik Look Listen and Feel. Penolong harus menepuk atau mengguncang orban dengan hati — hati pada bahunya dan bertanya dengan Keras : “Halo! Bapak/Tbu/Mas/Mbak! Apakah anda baik — baik saja?”. Hindari mengguncang korban dengan kasar Karena dapat menyebabkan cedera. Juga hhindari pergerakan yang tidak perlu bila ada cedera kepala dan leher. Langkah 2 : Mengaktifkan Emergency Medical Services (EMS) Jika Korban tidak berespon, panggi! bantuan dan segera hubungi ambulan 118 Penolong harus segera mengaktifken EMS setelah dia memastikan korban tidak sadar dan membutuhkan pertolongan medis. ‘ika terdapat orang lain di sekitar penolong, minta dia untuk melakukan panggilan. Langkah 3 : Memposisikan Korban Korban harus dibaringkan di atas permukaan yang keras dan datar agar RIP efektif. Jika korban menelungkup atau menghadap ke samping, posisikan korban terlentang. Perhatikan agar kepala, leher dan tubuh tersangga, dan balikkan secara simultan saat merubah posisi korban. Langkah 4 : Evaluasi Nadi / Tanda - Tanda Sirkulast 1) Berikan posisi head sf, tentukan leak jokun atau bagian tengah tenggorokan korban dengan jari telunjuk dan tengah. 2) Geser jar anda ke cekungan di sisi leher yang terdekat dengan anda (lokasi nad karotis) 3) Tekan dan raba dengan hati-hati nadi karotis selama 10 detik, dan perhatikan tanda-tanda sirkulasi (kesadaran, gerakan, pemafasan, atau batuk) 4) Tika ada denyut nadi maka dilanjutkan dengan memberikan bantuan perafasen, tetapi jika tidak ditemukan denyut nedi, maka dilanjutkan dengan melakukan kompresi dada Untuk penolong non petugas kesehatan tidak dianjurkan untuk memeriksa denyut nadi korban, Pemeriksaan denyut nadi ini tidak boleh lebih dari 10 detik. Langkah 5 : Menentukan Posisi Tangan Pada Kompresi Dada ‘Teknik kompresi dada terdiri dari tekanan ritmis berseri pada pertengahan bawah sternum (tulang dada). Cara menentukan posisi tangan yang tepat untuk Kompresi dada: > 1) Pertahankan posi ‘ujung stemum dengan jari tengah sampai ke ujung sternum 2) Letakkan jari telunjuk di sebalah jari tengah 3) Letakkan tumit telapak tangan di sebalah jari telunjuk Langkah 6 : Kompresi Dada ‘Teknik kompresi dada terdiri dari tekanan ritmis berseri pada pertengahan bawah heat tilt, elusuri batas bawah tulang iga dengan jari tengah sampai ke stemum (tulang dada). Untuk posisi, petugas berlutut jika korban terbaring di bawah, atau berdiri disamping korban jika korban berada di tempat tidur. ‘Cara menentukan posisi tangan yang tepat untuk kompresi dada : 1) Angkatjari telunjuk dan jari tengah 2) Letakkan tumit tangan yang lain di atas tangan yang menempel di sternum. 3) Kaitkan jari tangan yang di atas pada tangan yang menempel sternum, jari tangan yang menempel sternum tidak boleh menyentuh diniding dada 4) Luruskan dan kunci kedua siku 5) Bahu penolong di atas dada korban 6) Gunakan berat badan untuk menekan dada sedalam 5 cm 7) Kompresi dada dilakukan sebanyak satu siklus (30 Kompresi, sekitar 18 detik) 8) Kecepatan kompresi diharapkan mencapai sekitar 100 kompresi/menit. 9) Rasio kompresi dan ventilasi adalah 30 kompresi : 2 ventilasi 10) Jangan mengangkat tangan deri sternum untuk mempertahankan posisi yang tepat 11) Jangan menghentak selama kompresi karena dapat menimbulkan cedera. Langkah 7: Buka Jalan Nafas Lakukan mamwer head tilt-chin lift untuk membukan jalan nafes. Pada korban tidak sadar, tonus otot terganggu sehingga lidah jatuh ke belakang dan menutupi jalan nafas. f Melakukan manuyver head tilt-chin lift Letakkan satu tangan pada dahi korban dan berikan tekanan ke arah belakang dengan telapak tangan untuk menengadahkan kepala (head tly) ‘Tempatkan jari-jari tangan yang lain di bawah tulang rahang bawah untuk mengangkat dagu ke atas (chin lif. Memeriksa jalan nafas (Airway) 1) Buka mulut dengan hati-hati dan periksa bilamana ada sumbatan benda asing. 2) Gunakan jari telunjuk untuk mengambil semua sumbatan benda asing yang terlihat, seperti makanan, gigi yang lepas, atau cairan. Langkah 8 : Memeriksa Pernafasan (Breathing) Dekatkan telinga dan pipi anda ke mulut dan hidung korban untuk mengevaluasi perapasan (sampai 10 detik) 1) Melihat pergerakan dada (Look) 2) Mendengarkan suara napas (Listen) 3) Merasakan hembusan napas dengan pipi (Feel) Langkah 9 ; Bantuan Napas dari Mulut ke Mulut / Rescue Breathing Bila tidak ada pemnafasan spontan, Iakukan bantuan napas dari mulut ke mulut. Untuk ‘melakukan bantuan napas dari mulut ke mulut : 1) Pertahankan posisi kepala tengadah dan dagu terangkat. 2» 5) 6) 0) 8) vy 2) 3) 4) 5) 6) 11 jari dan telunjuk untuk mencegah kebocoran ‘Tutup hidung dengan menekankan udara melalui hidung korban. Mulut anda harus melingkupi mulut korban, berikan 2 tiupan pendek dengan jeda singkat” diantaranya. Lepaskan tekanan pada cuping hidung schingga memungkinkan terjadinya ekspiras pasif setelah tiap tiupan. Setiap napas bantuan harus dapat mengembangkan dinding dada. Durasi tiap tiupan adalah 1 detik. ‘Volume ventilasi antara 400-600ml. Langkab 10 : Evaluasi Evaluasi nadi, tanda-tanda sirkulasi dan pernapasan setiap 5 siklus RIP 30:2 Jika nadi tidak teraba (bila nadi sulit di tentukan dan: tidak dapat, tanda-tanda sirkulasi, perlakuan sebagai henti jantung),Janjutkan RIP 30:2 Jka nadi teraba, periksa pernapasan Jika tidak ada napas, lakukan napas buatan 12x/menit (I tiupan tiap 6:7 detik) Jika nadi dan napas ada, letakkan korban pada posisi recovery. Evaluasi nadi, ‘tanda-tanda sirkulasi’ dan pernapasan tiap 2 menit. RJP DEWASA 2 PENOLONG RUP Dewasa 2 penolong digunakan bila ada penolong kedua. Pada RJP dewasa 2 penolong, satu penolong melakukan kompresi dada, yang lain melakukan bantuan napas dari mulut ke mulut, Tujuan RIP dewasa 2 penolong adalah untuk mengurangi keletihan penolong dan kompresi dada yang tidak adekuat. Kelelahan dan kompresi dada yang tidak adekuat dapat terjadi setelah RIP 2 menit sehingga dapat di lakukan Pergantian RIP selama 2 menit atau (5 siklus 30 kompresi dan 2 tiupan napas) Langkah- Langkah kJP Dewasa 2 Penolong Langkai 1 Penolong 1 ¥ Lakukan RJP 1 penolong dengan 30 kompresi dada di ikuti 2 tiupan napas “Bila terdapat AED, evaluasi irama jantung, ikuti perintah AED Langkah 2 Penotong 2 (harus bisa RIP 2 penolong) datang dan : Y Mengatakan ‘saya bisa melakukan RIP 2 penolong, dapat saya bantu?” Langkah 3 Penolong 1 Y Mengiyakan ¥ Menyelesaikan siklus 30 kompresi di ikué 2 tiupan napas Langkah 4 Penolong 1 - ¥ Evaluasi nadi dan tanda tanda sirkulasi Penolong 2 Y Menentukan posisi-kompresi dada (saat penolong 1-mengevaluasi-nadi-dan-tanda tande sirkulasi) Langkah 5 Penolong 1 Y Tika nadi tidak teraba (bila nadi sulit di evaluasi dan tidak ada tanda-tanda sirkulasi perlakukan sebagai henti jantung), katakan ‘nadi tidak teraba’ lanjutkan RIP. Langkah 6 Penolong 2 Y Lakukan kompresi dada Y Selesaikan 30 kompresi Langkah 7 Penolong | Y Berikan 2 tiupan napas (setelah penolong 2 menyelesaikan tiap 30 kompresi dada) tanpa menghentikan kompresi dada. Langkah 8 Y Ulangi siklus RIP Y Penolong I : berikan 2 tiupan Y Penolong 2 : lakukan 30 kompresi dada Langkah — Langkah Perpindahan Peran Langkah 1 Penolong 2 (yang melakukan kompresi dada) Y Meminta pergantian Langkah 2 Penolong | ¥ Berikan 2 tiupan napas setelah penolong 2 menyelesaikan 30 kompresi dada. Y Pindah ke dacta korban Langkah 3 Penolong 2 Y Pindah ke kepala korban ¥ Evaluasi nadi dan tanda-tanda sirkulasi Y Jika nadi tidak teraba (bila nadi sulit di evaluasi dan tidak-ada tanda-tande sirkulasi perlakukan sebagai henti jantung), katakan ‘nadi tidak teraba, lanjutkan RJP* Langkah 4 Y Ulangi siklus RIP ¥ Penolong 1 : lakukan 30 kompresi dada Y Penolong 2 : berikan 2 tiupan napas EVALUASI ¥ Evaluasi nadi, tanda-tanda sirkulasi dan pernapasan setiap 5 siklus RJP 30:2 Jika nadi tidak teraba (bila nadi sulit di tentukan dan tidak dapat, tanda-tanda sirkulasi, perlakuan sebagai hentijantung),lanjutkan RIP 30:2 Jika nadi teraba, periksa pernapasan Jika tidak ada napas, lakukan napas buatan 8-10x/menit (1 tiupan tiap 6-7 detik) Ulangi sampai 10x tiupan/menit Jika nadi dan napas ada, letakkan korban pada posisi recovery. Evaluasi nai, ‘tanda-tanda sirkulasi” dan pemapasan tiap 2 menit. POSISI RECOVERY DEWASA Posisi recovery dilakukan pada korban tidak sadar dengan adanya nadi, napas, dan standa-tanda sirkulasi*. Jalan napas dapat tertutup oleh lidah, lendir.dan muntahan pada orban tidak sadar yang bebaring terlentang. Masalah-masalah ini dapat di cegah bila dilakukan posisi recovery pada korban tersebut, karena cairan dapat mengalir keluar, mulut dengan mudah. Bila tidak di dapatkan tanda-tanda trauma, tempatkan Korban pada posisi recovery. Posisi ini menjaga jalan napas tetap terbuka. Langkah-langkah menempatkan korban pada posi Langkah | : Posisikan Korban A. Lipat lengan kiri korban, Luruskan lengan kanan dengan telapak tangan menghadsp ke recovery atas, di bawah paha kanan. B. Lengan kanan harus di pada pipi C. Dengan menggunakan tangan anda yang lain, tekuk Iutut kanan korban dengan sudut 90 di silangkan di depan dada dan tempelkan punggung tangan korban. derajat. Langkah 2 : Gulingkan Korban Ke Arah Penolong Y Tempelkan tangan pada tangan korban yang ada di pipi. Gunakan tangan yang Iain memegang pinggul korban dan gulingkan korban menujus anda sampai di berbaring miring. VY Gunakan lutut untuk menyangga tubuh Korban saat pada menggulingkannya agar : tidak terguling. Langkah 3 : Posisi Akhir Recovery ¥ Pastikan kepele (pip!) korban di alasi pungeung tangannya. V Perikse posisitangan korban yang lain menggeletak-bebas dengan telapak menghadap ke atas. Y Tungkai kanan tetap di pertahankan dalam possi tersebut 90 derajat pada send Iutut, Monitor naditanda-tanda sirkulasi dan pernapasan setiap beberapa menit.

You might also like