Professional Documents
Culture Documents
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam upaya pencapaian derajat kesehatan yang optimal untuk
meningkatkan mutu kehidupan bangsa, keadaan gizi yang baik merupakan
salah satu unsur penting. Kekurangan gizi, terutama pada anak-anak akan
menghambat proses pembangunan.
Secara umum terdapat dua faktor utama yang berpengaruh terhadap
tumbuh kembang anak, yaitu faktor genetik dan faktor lingkungan.
Lingkungan disini merupakan lingkungan bio-fisiko-psiko-sosial yang
mempengaruhi individu setiap hari mulai dari konsepsi sampai akhir
hayatnya. Gizi anak merupakan faktor biologis dalam faktor lingkungan,
memegang peranan penting dalam tumbuh kembang.
ASI dapat menurunkan morbiditas dan mortalitas anak karena disamping
nilai gizinya tinggi juga mengandung zat imunologis yang melindungi anak
dari berbagai macam infeksi.
Aspek tumbuh kembang pada anak dewasa ini adalah salah satu aspek
yang diperhatikan secara serius oleh para pakar, karena hal tersebut
merupakan aspek yang menjelaskan mengenai proses pembentukan seseorang,
anak secara fisik maupun psikososial. Namun sebagian orang tua belum
memahami hal ini, terutama orang tua yang mempunyai tingkat pendidikan
dan sosial ekonomi yang relatif rendah. Mereka menganggap bahwa selama
anak tidak sakit, berarti anak tidak mengalami masalah kesehatan termasuk
pertumbuhan dan perkembangannya. Sering kali para orang tua mempunyai
pemahaman bahwa pertumbuhan dan perkembangan mempunyai pengertian
yang sama (Nursalam, 2005:31-32). Aspek tumbuh kembang pada masa anak
merupakan suatu hal yang sangat penting, yang sering diabaikan oleh tenaga
kesehatan khususnya di lapangan. Biasanya penanganan lebih banyak
difokuskan pada mengatasi penyakitnya, sementara tumbuh kembangnya
diabakan.Sering terjadi setelah anak sembuh dari sakitnya, justru timbul
masalah berkaitan dengan tumbuh kembangnya, misalnya anak mengalami
kemunduran dalam kemampuan otonominya (Nursalam, 2005 : 45 ).
Imunisasi merupakan salah satu usaha pencegahan terjangkitnya bayi dari
berbagai penyakit yang berbahaya, sejak tahun 1977 pemerintah Indonesia
sudah mencanangkan program imunisasi untuk setiap bayi di Indonesia,
disebut program imunisasi wajib, yakni imunisasi yang harus diberikan pada
anak sesuai jadwal yang sudah ditentukan. Imunisasi ini juga dimaksudkan
sebagai salah satu program untuk menunjang kesehatan dan tumbuh kembang
bayi/balita di Indonesia.
Angka kematian bayi di Indonesia tertinggi di Asia Tenggara. Karenanya,
hal itu menjadi kegiatan prioritas Departemen Kesehatan pada periode 2005-
2009. Menurut Survei Demografi Kesehatan Indonesia 2002-2003, Angka
Kematian Bayi (AKB) tercatat 35 per 1.000 kelahiran hidup. Depkes
menargetkan pada tahun 2009 AKB menjadi 26 per 1.000 kelahiran hidup.
Gizi kurang Pada tahun yang sama prevalensi gizi kurang pada anak balita
akan diturunkan dari 25,8 persen menjadi 20 persen dan umur harapan hidup
dinaikkan dari 66,2 tahun menjadi 70,6 tahun (Depkes, 2007).
Oleh karena itu, pelayanan dan pemantauan kesehatan yang komprehensif
terhadap bayi/balita di Indonesia sangat diperlukan guna meningkatkan derajat
kesehatan dan pencapaian kesehatan bayi/balita.
B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui mengenai tumbuh kembang anak sehat serta
program kesehatan yang menunjang bagi kesehatan bayi/balita.
2. Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui tentang pengertian tumbuh kembang anak sehat dan
imunisasi.
b. Untuk mengetahui tahapan dan ciri-ciri dari tumbuh kembang anak
sehat.
c. Untuk mengetahui pola dan teori tumbuh kembang anak sehat.
d. Untuk mengetahui tujuan dan manfaat imunisasi.
e. Untuk mengetahui jenis dan manfaat imunisasi.
f. Untuk mengetahui cara pemberian dan jadwal imunisasi.
g.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
d. Teori Tumbuh-Kembang
Teori Tumbuh Kembang Sidmund Freud
Sidmund Freud terkenal sebagai pengganti teori alam bawah
sadar dan pakar psikoanalisis. Tapi kita sering lupa bahwa Freud
lah yang menekankan pentingnya arti perkembangan psikososial
pada anak. Freud menerangkan bahwa berbagai problem yang
dihadapi penderita dewasa ternyata disebabkan oleh gangguan atau
hambatan yang dialami perkembangan psikososialnya. Dasar
psikaonalisis yang dilakukannya adalah untuk menelusuri akar
gangguan jiwa yang dialami penderita jauh kemasa anak, bahkan
kemasa bayi. Freud membagi perkembangan menjadi 5 tahap, yang
secara berurut dapat dilalui oleh setiap individu dalam
perkembangan menuju kedewasaan.
1) Fase Oral
Disebut fase oral karena dalam fase ini anak mendapat
kenikmatan dan kepuasan berbagai pengalaman sekitar
mulutnya. Fase oral mencakup tahun pertama kehidupan ketika
anak sangat tergantung dan tidak berdaya. Ia perlu dilindungi
agar mendapat rasa aman. Dasar perkembangan mental sangat
tergangtung dari hubungan ibu–anak pada fase ini. Bila
terdapat gangguan atau hambatan dalam hal ini maka akan
terjadi fiksasi oral, artinya pengalaman buruk, tentang masalah
makan dan menyapih akan menyebabkan anak terfiksasi pada
fase ini, sehingga perilakunya diperoleh pada fase oral.
Pada fase pertama belum terselesaikan dengan baik maka
persoalan ini akan terbawa ke fase kedua. Ketidak siapan ini
meskipun belum berhasil dituupi biasanya kelak akan muncul
kembali berupa berbagai gangguan tingkah laku.
2) Fase Anal
Fase kedua ini berlangsung pada umur 1-3 tahun. Pada fase
ini anak menunjukkan sifat ke-aku-annya. Sikapnya sangat
narsistik dan egoistic. Ia pun mulai belajar kenal tubuhnya
sendiri dan mendapatkan kepuasan dari pengalaman. Suatu
tugas penting dalam yang lain dalam fase ini adalah
perkembangan pembicaraan dan bahasa. Anak mula-mula
hanya mengeluarkan bahasa suara yang tidak ada artinya,
hanya untuk merasakan kenikmatan dari sekitar bibir dan
mulutnya. Pada fase ini hubungan interpersonal anak masih
sangat terbatas. Ia melihat benda-benda hanya untuk kebutuhan
dan kesenangan dirinya. Pada umur ini seorang anak masi
bermain sendiri, ia belum bisa berbagi atau main bersama
dengan anak lain. Sifatnya sangat egosentrik dan sadistik.
3) Fase Falik
Fase falik antara umur 3-12 tahun. Fase ini dibagi 2 yaitu
fase oediopal antara 3-6 tahun dan fase laten antara 6-12 tahun.
Fase oediopal denagn pengenalan akan bagian tubuhnya umur
3 tahun. Disini anak mulai belajar menyesuaiakan diri dengan
hukum masyarakat. Perasaan seksual yang negative ini
kemudia menyebabkania menjauhi orang tua dengan jenisn
kelamin yang sama. Disinilah proses identifikasi seksual. Anak
pada fase praoediopal biasanya senang bermain denagn anak
yang jenis kelaminnya berbeda, sedangkan anak pasca oediopal
lebih suka berkelompok dengan anak sejenis.
4) Fase Laten
Resolusi konflik oediopal ini menandai permulaan fase
laten yang terentang 7-12 tahun, untuk kemudian anak masuk
ke permulaan masa pubertas. Periode ini merupakan integrasi,
yang bercirikan anak harus berhadapan dengan berbagai
tuntutan dan hubungan denagn dunia dewasa. Anak belajar
untuk menerapkan dan mengintegrasikan pengalaman baru ini.
Dalam fase berikutnya berbagai tekanan sosial akan dirasakan
lebih berat oleh karena terbaur dengan keadaan transisi yang
sedang dialami si anak.
5) Fase Genital
Dengan selesainya fase laten, maka sampailah anak pada
fase terakhir dalam perkembangannya. Dalam fase ini si anak
menghadapi persoalan yang kompleks. Kesulitan sering timbul
pada fase ini disebabkan karena si anak belum dapat
menyelesaikan fase sebelumnya dengan tuntas.
2. Imunisasi
a. Definisi Imunisasi
Imunisasi adalah suatu cara untuk meningkatkan kekebalan
seseorang secara aktif terhadap suatu penyakit, sehingga bila kelak
terpapar dengan penyakit tidak akan menderita penyakit tersebut
karena sistem memori (daya ingat), ketika vaksin masuk kedalam
tubuh maka akan dibentuk antibodi untuk melawan vaksin tersebut dan
sistem memori akan menyimpan sebagai suatu pengalaman (Mulyani,
2013).
Imunisasi merupakan pencegahan yang telah berhasil menurunkan
mordibitas (angka kesakitan) dan mortalitas (angka kematian) penyakit
infeksi pada bayi dan anak (Anik, 2010). Imunisasi berasal dari kata
“imun” yang berarti kebal atau resisten. Imunisasi terhadap suatu
penyakit hanya akan memberikan kekebalan atau resistensi pada
penyakit itu saja, Sehingga untuk terhindar dari penyakit lain,
diperlukan imunisasi lainnya.
Imunisasi adalah cara untuk meningkatkan kekebalan seseorang
terhadap suatu penyakit, sehingga bila kelak terpajan pada penyakit
tersebut maka ia tidak menjadi sakit (Hadinegoro, 2011).
Imunisasi dapat dilakukan pada anak-anak maupun orang dewasa.
Pada anak-anak karena sistem imun yang belum sempurna, sedangkan
pada usia 60 tahun terjadi penuaan sistem imun nonspesifik seperti
perubahan fungsi sel system imun, dengan demikian usia lanjut lebih
rentan terhadap infeksi penyakit autoimun dan keganasan (Mulyani,
2013).
b. Tujuan Imunisasi
Menurut Maryuani, (2010) tujuan pemberian imunisasi antara lain :
1) Tujuan/manfaat imunisasi adalah sebagai mencegah terjadinya
penyakit tertentu pada seseorang dan menghilangkan penyakit
tertentu di dunia.
2) Tujuan dan kegunaan imunisasi adalah untuk melindungi dan
mencegah penyakit-penyakit menular yang sangat berbahaya bagi
bayi dan anak.
3) Tujuan diberikan imunisasi adalah diharapkan anak menjadi kebal
terhadap penyakit sehingga dapat menurunkan angka morbilitas
dan mortilitas serta dapat mengurangi kecacatan akibat penyakit
tertentu.
4) Tujuan diberikan imunisasi adalah mengurangi angka penderita
suatu penyakit yang sangat membahayakan kesehatan bahkan bisa
menyebabkan kematian pada penderitanya.
c. Manfaat Imunisasi
Menurut Mulyani, (2013) manfaat imunisasi adalah :
1) Bagi keluarga : dapat menghilangkan kecemasan dan memperkuat
psikologi pengobatan bila anak jatuh sakit, mendukung
pembentukan keluarga bila orang tua yakin bahwa anaknya akan
menghadapi dan menjalani anak-anaknya di masa kanak-kanak
dengan tenang.
2) Bagi anak : dapat mencegah penderitaan atau kesakitan yang
ditimbulkan oleh penyakit yang kemungkinan akan menyebabkan
kecacatan atau kematian.
3) Bagi keluarga dapat memperbaiki tingkat kesehatan dan mampu
menciptakan bangsa yang kuat dan berakal untuk melanjutkan
pembangunan nasional.
d. Jenis-jenis Imunisasi
Berdasarkan proses dan mekanisme pertahanan tubuh imunisasi
dibedakan menjadi 2 (dua) yaitu imunisasi aktif dan imunisasi pasif
(Aziz, 2008).
1) Imunisasi aktif
Imunisasi aktif adalah pemberian zat sebagai antigen yang
diharapkan akan terjadi suatu proses infeksi buatan sehingga tubuh
mengalami reaksi imunologi spesifik yang akan menghasilkan
respon seluler dan humoral serta dihasilkan cell memory, sehingga
apabila benar–benar terjadi infeksi maka tubuh secara cepat dapat
merespon.
2) Imunisasi pasif
Imunisasi pasif adalah pemberian zat (imunoglobulin) yaitu
suatu zat yang dihasilkan melalui suatu proses infeksi yang dapat
berasal dari plasma manusia atau binatang yang digunakan untuk
mengatasi mikroba yang di duga sudah masuk dalam tubuh yang
terinfeksi.
2) Polio
a) Perlindungan Penyakit : Poliomielitis/Polio (lumpuh layuh).
b) Waktu Pemberian : Vaksin polio oral diberikan pada bayi baru
lahir sebagai Dosis awal, kemudian diteruskan dengan
imunisasi dasar mulai umur 2-3 bulan yang diberikan tiga dosis
terpisah berturutturut dengan interval waktu 6-8 minggu.
c) Kontraindikasi Demam (>38.5 0C) Muntah atau diare
Keganasan, HIV (Human Immunodeficiency Virus) Efek
samping Diperkirakan terdapat 1 kasus poliomyelitis paralitik
yang berkaitan dengan vaksin terjadi setiap 2,5 juta dosis OPV
(Oral Polio Vaksin) yang diberikan. Resiko terjadi paling
sering pada pemberian pertama dibandingkan dengan dosis-
dosis berikutnya. Setelah vaksinasi sebagian kecil resipien
dapat mengalami gejala pusing, diare ringan, dan nyeri otot..
3) Campak
a) Penyakit campak adalah penyakit akut yang disebabkan oleh
virus campak yang sangat menular pada anak-anak, ditandai
dengan panas, batuk, pilek, konjungtivitis, dan ditemukan
spesifik enantem (Koplik’s spot) diikuti dengan erupsi
mukopapular yang menyeluruh.
b) Penyebab : campak disebabkan oleh virus campak yang
termasuk dalam family Paramyxovirus. Virus ini sensitif
terhadap panas, dan sangat mudah rusak pada suhu 370C.
c) Waktu pemberian : pemberian diberikan pada umur 9 bulan,
secara subkutan, walaupun demikian dapat diberikan secara
intramuscular.
d) Efek samping
Efek samping pemberian imunisasi campak berupa demam >
39,50C yang terjadi pada 5-15% kasus dijumpai pada hari ke 5-
6 setelah imunisasi dan berlangsung selama 2 hari.Ruam dapat
dijumpai pada 5% resipien, timbul pada hari ke 7-10
berlangsung selama 2-4 hari.
e) Reaksi yang berat dapat ditemukan gangguan fungsi sistem
saraf pusat seperti ensefalitis dan ensefalopati timbul pada 30
hari setelah imunisasi.
4) Hepatitis B
a) Indikasi
Untuk pemberian kekebalan aktif terhadap infeksi yang
disebabkan oleh virus hepatitis.
b) Cara Pemberian dan dosis :
Sebelum digunakkan vaksin harus dikocok terlebih dahulu agar
suspensi menjadi homogen. Vaksin disuntikkan dengan dosis
0,5 ml atau 1 buah Hb PID, pemberian suntikan secara intra
muscular, sebaiknya pada anterolateral paha. Pemberian vaksin
sebanyak 4 dosis, dosis pertama diberikan pada usia 0-7 hari.
c) Efek samping Kejadian pasca imunisasi pada hepatitis B jarang
terjadi, segera setelah imunisasi dapat timbul demam yang
tidak tinggi, pada tempat penyuntikan timbul kemerahan,
pembengkakan, nyeri, rasa mual, dan nyeri sendi. Orang
tua/pengasuh dianjurkan untuk memberikan minum lebih
banyak (ASI atau air buah), jika demam pakailah pakaian yang
tipis, bekas suntikan yang nyeri dapat dikompres air dingin,
jika demam berikan parasetamol 15 mg/kgbb setiap 3-4 jam
bila diperlukan, boleh mandi atau cukup disekdar dengan air
hangat. Jika reaksi tersebut menjadi berat dan menetap, atau
jika orang tua merasa khawatir, bawalah bayi / anak ke dokter.
d) Kontra indikasi
Hipersensitif terhadap komponen vaksin. Sama halnya seeperti
vaksin- vaksin lain, vaksin ini tidak boleh diberikan kepada
penderita infeksi berat yang disertai kejang.
5) DPT/HB/Hib
Komposisi tiap dosis (0,5 ml) vaksin mengandung :
Zat aktif :
toxoid difteri murni 20 Lf (≥ 30 IU)
toxoid tetanus murni 5 Lf (≥ 60 IU)
Bordetella pertussis inaktif 12 OU (≥ 4 IU)
HbsAg 10 mg
Konjugat Hib 10 mg
Zat tambahan :
Al 3+ sebagai Aluminium phosphate 0,33 mg
Thimerosal 0,025 mg
a) Indikasi :
Vaksin digunakan untuk pencegahan terhadap difteri,
tetanus, pertusis (batuk rejan), hepatitis B, & infeksi
Haemophilus influenzae tipe b sec. simultan.
b) Kontra indikasi
Hipersensitif thdp komponen vaksin, atau reaksi berat
terhadap dosis vaksin kombinasi sebelumnya, yang
merupakan kontraindikasi absolut terhadap dosis berikutnya.
Kejang atau kelainan saraf serius lainnya merupakan
kontraindikasi terhadap komponen pertusis. Dalam hal ini
vaksin tidak boleh diberikan sebagai vaksin kombinasi, tetapi
vaksin DT harus diberikan sebagai pengganti DTP, vaksin
Hepatitis B dan Hib diberikan secara terpisah.
Vaksin tidak akan membahayakan individu yg sedang atau
sebelumnya telah terinfeksi virus hepatitis B.Vaksin ini
harus disimpan dan ditransportasikan pada suhu antara +2 oC
dan +8oC. Vaksin ini tidak boleh beku.
Jenis dan angka kejadian ikutan tidak berbeda secara
bermakna dengan vaksin DTP, Hepatitis B dan Hib yg
diberikan secara terpisah.
c) Kejadian Ikutan
Beberapa reaksi lokal sementara seperti : bengkak, nyeri
dan kemerahan pada lokasi suntikan disertai demam dapat
timbul setelah imunisasi. Pemberian asetaminofen pada saat
dan 4-8 jam setelah imunisasi mengurangi terjadinya
demam.
Vaksin Hib ditoleransi dengan baik.Reaksi lokal dapat
terjadi dalam 24 jam, yaitu nyeri pada lokasi penyuntikkan,
bersifat ringan &sementara, sembuh dengan sendirinya dalam
dua - tiga hari,tidak memerlukan tindakan medis lebih lanjut.
Reaksi sistemik ringan, termasuk demam, jarang terjadi setelah
penyuntikkan vaksin Hib.
0 bulan Hepatitis B 0
9 bulan Campak
g. Sasaran imunisasi
Seseorang yang beresiko untuk terkena penyakit dapat dicegah
denganpemberian imunisasi diantaranya:
1) bayi dan anak balita, anak sekolah, dan remaja.
2) calon jemaah haji/ umroh.
3) orang tua, manula.
4) orang yang berpergian keluar negeri.
2. Data Obyektif
a. Pemeriksaan Umum
Kesadaran : Composmentis
Tanda Vital : Tekanan darah : - 1 bulan: 86/54 mmHg
- 6 bulan: 90/60 mmHg
- 1 tahun: 96/65mmHg
- 2 tahun: 99/65 mmHg
- 4 tahun : 99/65 mmHg
(Engel 1999:68)
b. Pemeriksaan Fisik
Inspeksi
Kepala : rambut bersih,lembut,kulit kepala
bersih,tidak ada lesi
Wajah : tidak tampak oedem
Mata : conjungtiva berwarna merah muda,sclera
tampakberwarna putih.
Telinga : tidak tampak pengeluaran secret
Hidung : tidak tampak pengeluaran secret atau
serumen
Mulut : tampak simetris, membran mukosa lembab,
tidak tampak stomatitis,gigi tampak bersih
dan lengkap, gusi tidak tampak odema
Leher : tidak tampak pembesaran pada kelenjar
tyroid,getah bening,maupun vena jugularis
Dada : tampak simetris,tidak tampak retraksi
dinding dada
Abdomen : tampak simetris,tidak terdapat bekas luka
operasi
Genetalia eksterna : laki – laki : tampak normal
perempuan : tampak normal
Anus : tidak ada kelainan
Ekstremitas :tampak sama panjang,tidak tampak oedema,
jari-jari lengkap
Palpasi
Kepala : tidak teraba lesi atau tumor
Wajah : tidak teraba oedema pada wajah
Mata : tidak teraba oedema
Telinga : tidak teraba benjolan atau masa
Hidung : tidak teraba polip
Leher : tidak teraba pembesaran vena jugularis,
kelenjar tyroid dan getah bening
Abdomen : tidak teraba massa,benjolan
Genetalia eksterna : tampak normal
Anus : tidak ada kelainan
Ekstremitas : tidak teraba oedema
Auskultasi
Dada : terdengar bunyi vesikuler diseluruh lapang
paru,dan tidak ada bunyi tambahan.
Abdomen : terdengar bising usus 4 sampai 5 kali
permenit di setiap kuadran
V. INTERVENSI
1. Jelaskan hasil pemeriksaan pada pendamping pasien
R : Informed konsen , hak pendamping untuk mengetahui keadaan
bayinya
VI. IMPLEMENTASI
Pelaksanaan dilakukan dengan efisien dan aman sesuai dengan
rencana asuhan yang telah disusun. Pelaksanaan ini bisa dilakukan
seluruhnya oleh bidan atau sebagian dikerjakan oleh klien atau anggota
tim kesehatan lainnya.
VII. EVALUASI
Evaluasi merupakan penilaian tentang keberhasilan dan keefektifan
asuhan kebidanan yang telah dilakukan. Evaluasi didokumentasikan
dalam bentuk SOAP.
DAFTAR PUSTAKA
Marimbi, Hanung. 2010. Tumbuh Kembang, Status Gizi, dan Imunisasi Dasar
Pada Balita. Nuha Medika : Yogyakarta
Marimbi, Hanum. 2010. Tumbuh Kembang, Status Gizi, dan Imunisasi Dasar
Pada Balita. Yogyakarta:Nuha Medika.
Nursalam. 2008.Asuhan Keperawatan Bayi dan anak (Untuk Perawat dan Bidan).
Jakarta : Salemba Medika