You are on page 1of 15

BAB I

PENDAHULUAN

Asma merupakan penyakit inflamasi (peradangan) kronik saluran napas


yang ditandai adanya mengi episodik, batuk, dan rasa sesak di dada akibat
penyumbatan saluran napas, termasuk dalam kelompok penyakit saluran
pernapasan kronik. Asma mempunyai tingkat fatalitas yang rendah namun jumlah
kasusnya cukup banyak ditemukan dalam masyarakat. 2 Badan kesehatan dunia
(WHO) memperkirakan 100-150 juta penduduk dunia menderita asma, jumlah ini
diperkirakan akan terus bertambah sebesar 180.000 orang setiap tahun. Sumber
lain menyebutkan bahwa pasien asma sudah mencapai 300 juta orang di seluruh
dunia dan terus meningkat selama 20 tahun belakangan ini. Apabila tidak di cegah
dan ditangani dengan baik, maka diperkirakan akan terjadi peningkatan prevalensi
yang lebih tinggi lagi pada masa yang akan datang serta mengganggu proses
tumbuh kembang anak dan kualitas hidup pasien.3

Berdasarkan hasil suatu penelitian di Amerika Serikat hanya 60% dokter


ahli paru dan alergi yang memahami panduan tentang asma dengan baik,
sedangkan dokter lainnya 20%-40%. Tidak mengherankan bila tatalaksana asma
belum sesuai dengan yang diharapkan. Di lapangan masih banyak dijumpai
pemakaian obat anti asma yang kurang tepat dan masih tingginya kunjungan
pasien ke unit gawat darurat, perawatan inap, bahkan perawatan intensif.4 7

Studi di Asia Pasifik baru-baru ini menunjukkan bahwa tingkat tidak masuk
kerja akibat asma jauh lebih tinggi dibandingkan dengan di Amerika Serikat dan
Eropa. Hampir separuh dari seluruh pasien asma pernah dirawat di rumah sakit
dan melakukan kunjungan ke bagian gawat darurat setiap tahunnya. Hal ini
disebabkan manajemen dan pengobatan asma yang masih jauh dari pedoman yang
direkomendasikan Global Initiative for Asthma (GINA). Dengan melihat kondisi
dan kecenderungan asma secara global, GINA pada kongres asma sedunia di
Barcelona tahun 1998 menetapkan tanggal 7 Mei 1998 sebagai “Hari Asma
Sedunia” untuk pertama kalinya.2

1
Di Indonesia prevalensi asma belum diketahui secara pasti, namun hasil
penelitian pada anak sekolah usia 13-14 tahun dengan menggunakan kuesioner
ISAAC (Internationla Study on Asthma and Allergy in Children) tahun 1995
prevalensi asma masih 2,1%, sedangkan pada tahun 2003 meningkat menjadi
5,2%. Hasil survei asma pada anak sekolah di beberapa kota di Indonesia (Medan,
Palembang, Jakarta, Bandung, Semarang, Yogyakarta, Malang dan Denpasar)
menunjukkan prevalensi asma pada anak SD (6 sampai 12 tahun) berkisar antara
3,7%-6,4%, sedangkan pada anak SMP di Jakarta Pusat sebesar 5,8% tahun 1995
dan tahun 2001 di Jakarta Timur sebesar 8,6%. Berdasarkan gambaran tersebut di
atas, terlihat bahwa asma telah menjadi masalah kesehatan masyarakat yang perlu
mendapat perhatian secara serius.5

Pengamatan di 5 propinsi di Indonesia (Sumatra Utara, Jawa Tengah, Jawa


Timur, Kalimantan Barat dan Sulawesi Selatan) yang dilaksanakan oleh Subdit
Penyakit Kronik dan Degeneratif Lain pada bulan April tahun 2007,
menunjukkan bahwa pada umumnya upaya pengendalian asma belum terlaksana
dengan baik dan masih sangat minimnya ketersediaan peralatan yang diperlukan
untuk diagnosis dan tatalaksana pasien asma difasilitas kesehatan. 3

2
STATUS PASIEN

I. IDENTITAS PASIEN
Nama : An. A.F
Umur : 2 tahun 4 bulan
Jenis kelamin : Laki-laki
Alamat : Jl. Beruang no.29
Tanggal masuk : 10 Oktober 2016
Tempat rawat : Ruang Catelia RSUD Undata palu

II. ANAMNESIS
Keluhan utama : Sesak nafas

Riwayat penyakit sekarang :


Pasien anak laki-laki usia 2 tahun 4 bulan masuk ke RSUD Undata
dengan keluhan sesak nafas. Sesak nafas dirasakan sejak 1 hari yang lalu.
Sesak dirasakan pertama kali pada siang hari ketika sedang beraktifitas,
Pasien lebih menyukai untuk berbaring dibandingkan dengan duduk untuk
mengurangi sesak nafas yang dialami, sensasi seperti rasa dada tertekan.
Biasanya Sesak nafas timbul pada saat pasien merasa terlalu capek. terakhir
kali pasien mengalami sesak napas pada 7 bulan yang lalu. Sesak nafas tidak
dialami setiap bulan, dimana sesak nafas dialami sudah 2 kali selama 1
tahun ini dan jarak antara sesak sekitar 7 bulan. Pasien juga mengeluhkan
batuk berlendir sejak 2 hari lalu, tidak disertai dengan flu.
Pasien tidak Demam dan tidak ada riwayat kejang, tidak
mengalami mual dan muntah, buang air kecil lancar dan buang air besar
biasa.

Riwayat penyakit dahulu :


Pasien pernah dirawat di rumah sakit 7 bulan yang lalu dengan
keluhan yang sama.

3
Riwayat penyakit keluarga :
Kakek dan nenek pasien menderita asma

Riwayat sosial-ekonomi :
Menengah

Riwayat Kehamilan dan persalinan :


Pasien lahir SC dirumah sakit atas indikasi pecah ketuban,
BBL 3100 g, PB 49 cm, pasien anak pertama dari dua bersaudara.
Pada saat kehamilan ibu pasien tidak pernah melakukan perawatan
antenatal care.

Kemampuan dan Kepandaian Bayi :


Pasien mulai membalikkan badannya sejak umur 6 bulan,
duduk saat berusia 7 bulan, merangkak saat berusia 8 bulan, berdiri
saat berusia 10 bulan, berjalan saat berusia 11 bulan, dan mulai
mengucapkan kata dengan jelas saat berusia 12 bulan. Anak tidak
mengalami keterlambatan perkembangan saat ini.

Anamnesis Makanan :
Pasien tidak pernah memperoleh ASI dan hanya diberikan
susu formula semenjak lahir sampai usia 1 tahun 2 bulan

Riwayat Imunisasi :
Lengkap

4
III. PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan umum : Sakit Berat
Kesadaran : Compos mentis
Pengukuran Tanda vital :
Nadi : 112 kali/menit, reguler
Suhu : 36,7 °C
Respirasi : 64 kali/menit
Berat badan : 11 kg
Tinggi badan : 91 cm
Status gizi : gizi baik, z score (-1), (-2)

1. Kulit : Warna : Sawo matang


Turgor : Cepat kembali (< 2 detik) Sianosis (-)
2. Kepala : Bentuk : Normocephal
Rambut : Warna hitam, tidak mudah dicabut, tebal,
alopesia (-)
3. Mata : Palpebra : edema (-/-)
Konjungtiva : anemis (-/-)
Sklera : ikterik (-/-)
Cekung : (-/-)
4. Hidung : Epistaksis (-)
5. Mulut :
Bibir : Sianosis (-)
Gigi : Tidak ada karies
Gusi : Tidak berdarah
Lidah : Tidak kotor
6. Leher
KGB : Dbn
Tiroid : Dbn

5
7. Thorax
a. Dinding dada/paru :
Inspeksi : Retraksi dinding dada (+)
Palpasi : Vocal fremitus meningkat kanan dan kiri
Perkusi : Hipersonor +/+
Auskultasi : Bronchovesikular+/+, Rhonki (-/-), Wheezing (+/+)
b. Jantung
Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat
Palpasi : Ictus cordis teraba pada SIC V linea midclavicula
sinistra
Perkusi : Batas Jantung normal
Auskultasi : Bunyi jantung S1 dan S2 murni reguler.

8. Abdomen
Inspeksi : Tampak datar
Auskultasi : Bising usus (+) kesan normal
Perkusi : Tympani seluruh regio abdomen
Palpasi : Nyeri tekan (-) Hepatomegali (-) Splenomegali (-)

9. Ekstremitas atas : Akral hangat +/+, edema (-/-)

10. Ekstremitas bawah : Akral hangat +/+, edema (-/-)

11. Genitalia : Dalam batas normal

12. Otot-otot : Eutrofi (-), kesan normal

13. Refleks : Fisiologis +/+, patologis -/-

6
IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Hasil Rujukan Satuan
HEMATOLOGI
Hemoglobin 13,3 11,7-15,5 g/dl
Leukosit 8,32 3,6-11,0 103/ul
Eritrosit 5,06 3,8-5,2 106/ul
Hematokrit 40,5 35-47 %
Trombosit 435 150-440 103/ul

V. RESUME
Pasien anak laki-laki usia 2 tahun 4 bulan masuk ke RSUD Undata
dengan keluhan sesak nafas. Sesak nafas dirasakan sejak 1 hari yang lalu.
Sesak dirasakan pertama kali pada siang hari ketika sedang beraktifitas,
Pasien lebih menyukai untuk berbaring dibandingkan dengan duduk untuk
mengurangi sesak nafas yang dialami, sensasi seperti rasa dada tertekan.
Biasanya Sesak nafas timbul pada saat pasien merasa terlalu capek. terakhir
kali pasien mengalami sesak napas pada 7 bulan yang lalu. Sesak nafas tidak
dialami setiap bulan, dimana sesak nafas dialami sudah 2 kali selama 1
tahun ini dan jarak antara sesak sekitar 7 bulan. Pasien juga mengeluhkan
batuk berlendir sejak 2 hari lalu, tidak disertai dengan flu.
Pasien tidak Demam dan tidak ada riwayat kejang, tidak
mengalami mual dan muntah, buang air kecil lancar dan buang air besar
biasa. Pada pemeriksaan fisik didapatkan, Pemeriksaan Kepala dan leher
DBN, pemeriksaan thorax : terlihat retraksi dinding dada, suara nafas
tambahan Wheezing (+), frekuensi nafas: 64x/menit. Pemeriksaan Abdomen
DBN, Extremitas DBN.
.
VI. DIAGNOSIS : Asma bronchial Intermiten

7
VII. TERAPI
- O2 2 LPM
- IVFD RL 8 gtt/m
- Inj. Dexametasone 3 x 2 mg.
- Nebulizer β2 agonist (salbutamol nebule 2.5 mg )
- ambroxol 5,5 mg
3x1 pulv
- Salbutamol 1 mg

VIII. ANJURAN
- Spirometri

IX. FOLLOW UP
Tanggal : 11-10-2016
Subjek (S) : Sesak (-), Batuk(+), lendir (+), sianosis (-)
Objek (O) :
Tanda Vital
- Denyut Nadi : 88 kali/menit
- Respirasi : 38 kali/menit
- Suhu : 36,50C
Thorax
Inspeksi : Retraksi dinding dada (-)
Palpasi : Vocal fremitus meningkat kanan dan kiri,
Ictus cordis teraba pada SIC V linea
midclavicula sinistra
Perkusi : Hipersonor (-/-), Batas Jantung Normal
Auskultasi : Bronchovesikular (+/+), Rhonki (-/-),
Wheezing (-/-) Bunyi jantung S1 dan S2
murni reguler.

8
Abdomen
Inspeksi : Tampak datar
Auskultasi : Bising usus (+) kesan normal
Perkusi : Tympani seluruh regio
Palpasi : Nyeri tekan (-)
Hepatomegali(-) Splenomegali (-)

Ekstremitas atas : Akral hangat +/+, edema (-/-),


Ekstremitas bawah : Akral hangat +/+, edema (-/-),

Assesment (A) : Asma Bronchial intermitten


Plan (P) : Pasien dipulangkan dan terapi batuk tetap dilanjut sembari
melakukan kontrol di poliklinik anak di undata secara
berkala
- Ambroxol 5,5 mg
3x1 pulv
- Salbutamol 1 mg
- Dexametasone 3 x ½ tab

9
DISKUSI

Asma didefinisikan sebagai gangguan inflamasi kronik saluran napas


dengan banyak sel yang berperan, khususnya sel mast, eosinofil dan limfosit T.
Pada orang yang rentan inflamasi ini menyebabkan episode mengi berulang, sesak
nafas, rasa dada tertekan, dan batuk, khususnya pada malam hari atau dini hari.
Gejala ini biasanya berhubungan dengan penyempitan jalan napas yang luas
namun bervariasi, yang paling tidak sebagian bersifat reversibel baik secara
spontan maupun dengan pengobatan. Inflamasi ini juga berhubungan dengan
hiperaktivitas jalan napas terhadap berbagai rangsangan. 1

Klasifkasi asma sangat diperlukan karena berhubungan dengan tatalaksana


lanjutan (jangka panjang). GINA membagi asma menjadi 4 klasifikasi yaitu asma
intermiten, asma persisten ringan, asma persisten sedang, dan asma persisten
berat. Berbeda dengan GINA, PNAA membagi asma menjadi 3 yaitu asma
episodik jarang, asma episodik sedang, dan asma persisten. Dasar pembagian ini
karena pada asma anak kejadian episodik lebih sering dibanding persisten
(kronisitas). Dasar pembagian atau klasifikasi asma pada anak adalah frekuensi
serangan, lamanya serangan, aktivitas diluar serangan dan beberapa pemeriksaan
penunjang. 3 5

DIAGNOSIS DAN KLASIFIKASI ASMA

Penegakan diagnosis asma ditegakkan melalui anamnesis, pemeriksaan


fisik, dan pemeriksaan penunjang. Anamnesis memegang peranan sangat penting
mengingat diagnosis asma pada anak sebagian besar ditegakkan secara klinis. 6

ANAMNESIS

Keluhan mengi dan atau batuk berulang merupakan manifestasi klinis


yang diterima luas sebagai titik awal diagnosis asma. Gejala respiratori asma
berupa kombinasi dari batuk, wheezing, sesak nafas, rasa dada tertekan, produksi
sputum. Gejala dengan karakteristik yang khas diperlukan untuk menegakan
diagnosis asma. Karakteristik yang mengarah ke asma adalah gejala timbul secara

10
episodic atau berulang. Gejala timbul misalnya ada faktor pencetus misalny iritan,
asap obat nyamuk, udara dingin, makanan dan minuman dingin, aktifitas fisik.
Seringkali ada riwayat alergi pada pasien dan keluarganya. Biasanya gejala juga
dapat lebih berat pada malam hari. Dari hasil Anamnesis terhadap pasien
:pasien datang dengan keluhan sesak nafas. Sesak nafas dirasakan sejak 1 hari..
Sesak nafas timbul pada saat pasien merasa terlalu capek.. Sesak nafas tidak
dialami setiap bulan, dimana sesak nafas dialami sudah 2 kali selama 1 tahun
ini dan jarak antara sesak sekitar 7 bulan. Pasien juga mengeluhkan adanya
batuk berlendir (+), kakek dan nenek pasien menderita asma. 7

Pemeriksaan Fisik

Pada pemeriksaan fisik pasien dalam keadaan sedang bergejala batuk atau
sesak dapat terlihat retraksi dinding dada ataupun kontraksi otot bantu repiratorik,
terdengar wheezing, baik yang terdengar langsung atau yang terdengar dengan
stetoskop. Perlu dicari gejala lain alergi pada pasien seperti dermatitis atopik atau
rinitis alergi. Dari Pemeriksaan fisik yang dilakukan, didapatkan pada
pemeriksaan thorax terdengar suara nafas tambahan wheezing (+)7

Pemeriksaan penunjang

Pemeriksaan ini untuk menunjukkan adanya variabilitas gangguan aliran


napas akibat obstruksi, hiperreaktifitas, dan inflamasi saluran respiratori, atau
adanya atopi pada pasien. Pemeriksaan yang dilakukan meliputi uji fungsi paru
dengan spirometri sekaligus uji reversibilitas dan variabilitas. Pada fasilitas
terbatas dapat dilakukan pemeriksaan dengan peak flow meter. 7

11
Klasifikasi derajat asma

Derajat asma berdasarkan derajat serangan dapat dikelompokkan menjadi


:Intermitten, persisten ringan, persisten sedang dan persisten berat.

No Derajat asma Uraian kekerapan gejala asma

Episode gejala asma <6x/tahun atau jarak antar serangan>6


1 Intermitten
minggu

2 Persisten ringan Episode gejala asma>1x/bulan, <1x/minggu

3 Persisten sedang Episode gejala asma>1x/minggu, namun tidak setiap hari

4 Persisten berat Episode gejala asma terjadi hampir setiap hari 1

Klasifikasi derajat asma pada anak

Parameter klinis, Asma Asma


Asma
kebutuhan obat Episodik Episodik
Persisten
dan faal paru asma Jarang Sering

Frekuensi
1 <1x/bulan >1x/bulan Sering
serangan

Hampir sepanjang
tahun, tidak ada
2 Lama serangan <1minggu >1minggu
periode bebas
serangan

Intensitas
3 Biasanya ringan Biasanya sedang Biasanya berat
serangan

Gejala siang dan


4 Diantara serangan Tanpa gejala Sering ada gejala
malam

12
Tidur dan
5 Tidak tergganggu Sering tergganggu Sangat tergganggu
aktifitas

Pemeriksaan fisik Normal ( tidak Mungkin Tidak pernah


6
di luar serangan ditemukan kelainan) tergganggu normal

Obat pengendali
7 Tidak perlu Perlu Perlu
(anti inflamasi)

Uji faal
PEF atau FEV1<60- PEV atau
8 paru(diluar PEF atau FEV1>80%
80% FEV<60%
serangan)

Variabilitas 20-
Variabilitas faal
30%.
9 paru(bila ada Variabilitas>15% Variabilitas>30%
serangan) Variabilitas>50%

PEF=Peak expiratory flow (aliran ekspirasi/saat membuang napas puncak),


FEV1=Forced expiratory volume in second (volume ekspirasi paksa dalam 1
detik)7

Tata laksana Asma

Tujuan tata laksana asma adalah terkendalinya asma anak secara umum untuk
mencapai kendali asma sehingga menjamin tercapainya potensi tumbuh kembang
anak secara optimal. Secara lebih rinci, tujuan yang ingin dicapai adalah :

1. Aktivitas pasien berjalan normal, termasuk bermain dan berolahraga


2. Gejala tidak timbul pada siang maupun malam hari
3. Kebutuhan obat seminimal mungkin dan tidak ada serangan
4. Efek samping obat dapat dicegah untuk tidak atau sesedikit mungkin
terjadi, terutama yang mempengaruhi tumbuh kembang anak 1 6

Apabila tujuan ini belum tercapai maka tata laksananya perlu dievaluasi kembali

Tujuan tata laksana serangan asma antara lain sebagai berikut :

1. Mengatasi penyempitan saluran respiratori secepat mungkin


2. Mengurangi hipoksemia
3. Mengembalikan fungsi paru ke keadaan normal secepatnya
4. Mengevaluasi dan memperbaharui tata laksana jangka panjang untuk
mencegah kekambuhan1 6

13
Alur Tatalaksana Serangan Asma pada Anak

Klinik / IGD
Nilai derajat serangan

Tatalaksana awal
 nebulisasi -agonis 1-3x, selang 20 menit (2)

 nebulisasi ketiga + antikolinergik


 jika serangan berat, nebulisasi. 1x
(+antikolinergik)

Serangan berat

Serangan ringan Serangan sedang (nebulisasi 3x, respons


(nebulisasi 1-3x, respons (nebulisasi 1-3x, respons buruk)
baik, gejala hilang) parsial)
 sejak awal berikan
 observasi 2 jam
 Berikan oksigen(3) O2 saat / di luar
 jika efek bertahan, nebulisasi
boleh pulang  Nilai kembali derajat
 pasang jalur
 jika gejala timbul serangan, jika
parenteral
lagi, perlakukan sesuai dgn serangan
sedang, observasi di  nilai ulang klinisnya,
sebagai
Ruang Rawat jika sesuai dengan
serangan
Sehari/observasi serangan berat,
sedang
 Pasang jalur rawat di Ruang
parenteral Rawat Inap
 foto Rontgen toraks

Boleh pulang
 Bekali obat -agonis
(hirupan / oral)
 jika sudah ada obat Ruang Rawat Sehari /observasi RuangRawatInap
pengendali, teruskan
 Oksigen teruskan  Oksigen teruskan
 jika infeksi virus sbg.
 berikan steroid oral  Atasi dehidrasi dan
pencetus, dapat diberi
steroid oral  nebulisasi tiap 2 jam asidosis jika ada
 bila dalam 12 jam perbaikan  steroid IV tiap 6-8 jam
 dalam 24-48 jam kon-
trol ke Klinik R. Jalan, klinis stabil, boleh pulang,  nebulisasi tiap 1-2 jam
untuk reevaluasi tetapi jika klinis tetap belum  aminofilin IV awal,
membaik atau meburuk, alih lanjutkan rumatan
rawat ke Ruang Rawat  jika membaik dalam 4-
Inap 6x nebulisasi, interval
jadi 4-6 jam
 jika dalam 24 jam
Catatan: perbaikan klinis stabil,
boleh pulang
1. Jika menurut penilaian serangannya berat, nebulisasi cukup  jika dengan steroid dan
1x langsung dengan -agonis + antikolinergik aminofilin parenteral
tidak membaik, bahkan
2. Bila terdapat tanda ancaman henti napas segera ke Ruang
timbul Ancaman henti
Rawat Intensif napas, alih rawat ke
3. Jika tidak ada alatnya, nebulisasi dapat diganti dengan Ruang Rawat Intensif
adrenalin subkutan 0,01ml/kgBB/kali maksimal 0,3ml/kali
4. Untuk serangan sedang dan terutama berat, oksigen 2-4
L/menit diberikan sejak awal, termasuk saat nebulisasi

14
DAFTAR PUSTAKA

1. Bektiwibowo,S. 2015. Bogor Pediatric Update 2015. IDAI : Jakarta


2. Kepmenkes 1023/MENKES/SK, 2008. Pedoman pengendalian penyakit
asma. Menteri Kesehatan RI. Indonesia
3. IDAI.2009. Pedoman Pelayanan Medis. Ikatan Dokter Anak Indonesia.
Jakarta
4. Unit Kerja Koordinasi Pulmonologi, IDAI. 2000. Konsensus Nasional
Asma Anak. Sari pediati vol 2(1).
5. IDAI. 2013. Buku Ajar Respirologi Anak Edisi Pertama. Ikatan Dokter
Anak Indonesia. Jakarta.

6. Supriyatno, B. 2005. Diagnosis dan Penatalaksanaan Terkini Asma pada


Anak. Majalah KedokteNran Indonesia, vol 55(3).
7. Rahajoe N, dkk. Pedoman Nasional Asma Anak, UKK Pulmonologi, PP
IDAI, 2004.
8. World Health Organization (WHO). Guidelines for Diagnosis, Treatment,
Prevention and Control. France: WHO: 2009.

15

You might also like