You are on page 1of 42

LAPORAN ASUHAN KEPERAWATAN ANAK PADA

AN. E DENGAN DIAGNOSA MEDIS GINGIVITIS


DI RUANG ANGGREK RSUD DR. SOEGIRI
LAMONGAN

Disusun Oleh:
Kelompok 2
1. Agus Budi Mulyono (017901003)
2. Aimatus Sholikhah (017901007)
3. Fitri Nur Azizah (017901018)
4. Lutfi Andi Fransiska (017901024)
5. Widya Saraswati Nurida (017901039)

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN DAN PROFESI NERS


STIKES INSAN CENDEKIA HUSADA BOJONEGORO
2018

HALAMAN PENGESAHAN

i
“LAPORAN ASUHAN KEPERAWATAN ANAK PADA
AN. E DENGAN DIAGNOSA MEDIS GINGIVITIS
DI RUANG ANGGREK RSUD DR. SOEGIRI
LAMONGAN”

Disahkan pada:
Hari :
Tanggal :
Tempat : Ruang ANGGREK

Perceptor Akademik, Perceptor Klinik,

(Ns. IKHA ARDHIANTI, S.Kep., M.Kep) (ZUNTI MASRUROH, S. Kep., Ns)


NIP. 19750225 200012 2 002

Mengetahui,
Kepala Ruang ANGGREK,

(SUMARLIN, S. Kep., Ns)


NIP. 19690629 199203 2 007

KATA PENGANTAR

ii
Puji syukur kehadirat Allah SWT pencipta manusia dan alam semesta. Sholawat
serta salam semoga tetap tercurahkkan kepada Rasul Muhammad SAW. Dari
keteladanannya kita mendapatkan nilai-nilai acuan bagaimana berinteraksi dengan secara
manusia dalam kehidupan bermasyarakat.
Penulisan asuhan keperawatan dengan judul “Laporan Kasus Asuhan Keperawatan
Anak Pada An. E Dengan Diagnosa Gingivitis Di Ruang Anggrek RSUD Dr. Soegiri
Lamongan” ini dimaksudkan untuk memenuhi sebagian persyaratan guna memeneuhi
tugas stase Keperawatan Anak program studi Profesi Ners dan penerapan hasil penelitian
yang bertujuan untuk mengetahui, menganalisa suatu asuhan keperawatan yang diangkat
dalam penyusunanan asuhan keperawatan ini dan mengambil manfaat dari hasil
kesimpulannya.
Untuk itu, penulis mengucapkan terima kasih yang setulusnya kepada:
1. Hasan Bisri, SE., MSA selaku Ketua STIKes Icsada.
2. Ns. Ferawati, S.Kep., M.Kep selaku Ketua Program Studi S1 Ilmu Keperawatan.
3. Ns. Ikha Ardianti, S.Kep., M.Kep selaku Koordinator Ners.
4. Ns. Sumarlin, S.Kep selaku kepala ruang Anggrek.
5. Ns. Zunti Masruroh, S.Kep selaku perceptor klinik yang banyak memberikan
petunjuk yang berguna dalam penyelesaian asuhan keperawatan ini.
6. Ns. Ikha Ardianti, S.Kep., M.Kep selaku preceptor akademik yang banyak
memberikan petunjuk yang berguna dalam penyelesaian asuhan keperawatan ini.
7. Para Rekan-rekan, dan semua pihak yang telah memberikan berbagai bentuk
bantuan dalam proses penyusunan asuhan keperawatan ini.
8. Ucapan terima kasih untuk lahan.
9. Orang tua dan saudara-saudara kami tercinta yang telah memberikan dorongan
semangat dan bantuan lainnya yang sangat berarti bagi penulis.
Akhirnya, sebagai hamba yang lemah, penulis menyadari bahwa asuhan
keperawatan ini tidak luput dari berbagai kelemahan dan kekurangan. Untuk itu, penulis
harapkan saran dan kritik dari pembaca. Dan semoga asuhan keperawatan ini dapat
bermanfaat bagi kita semua khususnya bagi penulis sendiri.

Lamongan, 05 April 2018


Tim penyusun
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL i

iii
LEMBAR PENGESAHAN ii
KATA PENGANTAR iii
DAFTAR ISI iv
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang 1
1.2 Rumusan Masalah 2
1.3 Tujuan 2
1.4 Manfaat 3
BAB 2 LAPORAN PENDAHULUAN
2.1 Konsep Tumbuh Kembang 4
2.1.1 Perbedaan Pertumbuhan dan Perkembangan 4
2.1.2 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Tumbuh Kembang 4
2.1.3 Tahapan Tumbuh Kembang 5
2.1.4 Aspek Pertumbuhan dan Perkembangan Anak 5
2.1.5 Tugas Perkembangan Anak Usia Sekolah (6-12 Tahun) 6
2.1.6 Penilaian Pertumbuhan Anak 6
2.1.7 Penilaian Perkembangan Anak 7
2.1.8 Intervensi untuk Optimalisasi Tumbuh Kembang 7
2.2 Konsep Imunisasi Anak 8
2.2.1 Definisi Imunisasi 8
2.2.2 Proses Imunisasi 8
2.2.3 Macam Imunisasi 9
2.2.4 Jenis Imunisasi 9
2.2.5 Jadwal Imunisasi Dasar dan Anjuran 10
2.3 Konsep Gingivitis 10
2.3.1 Definisi Gingivitis 10
2.3.2 Anatomi Fisiologi Gingiva dan Gigi 10
2.3.3 Etiologi 12
2.3.4 Manifestasi Klinis 13
2.3.5 Klasifikasi 13
2.3.6 Patofisiologi 13
2.3.7 Pathway 15
2.3.8 Pemeriksaan Penunjang 16
2.3.9 Komplikasi 16
2.3.10 Penatalaksanaan Medis 16
2.3.11 Pemeriksaan Fisik 16
2.3.12 Diagnosa Keperawatan yang Muncul 17
2.3.13 Intervensi Keperawatan 17
2.4 Terapi Jurnal 18
BAB 3 ASUHAN KEPERAWATAN
3.1 Pengkajian 20
3.2 Pemeriksaan Penunjang 24
3.3 Analisa Data 26
3.4 Diagnosa Keperawatan 27
3.5 Intervensi Keperawatan 27
3.6 Implementasi Keperawatan 29

iv
3.7 Evaluasi Keperawatan 33
BAB 4 PEMBAHASAN
4.1 Pengkajian 37
4.2 Diagnosa Keperawatan 38
4.3 Penatalaksanaan 38
BAB 5 PENUTUP
5.1 Kesimpulan 40
DAFTAR PUSTAKA 41
LAMPIRAN

v
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Masa anak-anak merupakan masa yang masih rentan terhadap berbagai penyakit
terutama yang berhubungan dengan kebersihan diri mulai dari gatal-gatal, diare,
influenza, hingga gangguan pada kesehatan gigi dan mulut. Salah satunya gingivitis,
gangguan kesehatan gigi yang sering terjadi pada anak-anak. Gingivitis merupakan
peradangan gingiva dimana belum terjadi kehilangan perleketan dan kerusakan tulang
alveolar. Gingivitis ditandai dengan kemerahan pada gingiva, pembesaran gingiva,
perdarahan, perubahan kontur dan peningkatan gingiva crevicular fleoid (cacf)
(Corranza, 2002).
Pembesaran gingiva merupakan hasil dari perubahan inflamsi akut atau kronis.
Perubahan kronis lebih umum terjadi. Gambaran klinis inflamasi kronis pembesaran
gingiva adalah pada tahap awal merupakan tonjolan sekitar gigi pada papila dan
marginal gingival. Tonjolan tersebut dapat bertambah ukurannya sampai menutup
mahkota. Bisa secara lokal ataupun general dan progresnya lambat dan tidak sakit,
kecuali pada infeksi akut atau trauma. Penyebabnya plak gigi yang terekspos dalam
jangka lama (Goldman, 1980; Andriani, 2009).
Data Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) Tahun 2013, prevalensi nasional
masalah gigi dan mulut adalah 25,9 %, sebanyak 14 provinsi yang mempunyai
prevalensi masalah gigi dan mulut diatas angka nasional yaitu Riau, Jambi, Sumatera
Selatan, Bangka Belitung, Yoyakarta, Jawa Timur, Kalimantan Barat, Kalimantan
Tengah, Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur, Sulawesi Utara, Sulawesi Tengah,
Sulawesi Tenggara dan Maluku. Sejak lama pemerintah Indonesia mengupayakan
peningkatan pengetahuan kesehatan gigi anak usia sekolah dasar melalui Usaha
Kesehatan Gigi Sekolah (UKGS) (Hestiani, 2017).
Gingivitis disebabkan adanya bakteri yang terdapat dalam akumulasi plak akan
menyebabkan inflamasi gingiva (gingivitis). Oral Higiene yang buruk akan semakin
memperparah kondisi tersebut. Plak lebih cepat terbentuk pada anak-anak
berusia 8-12 tahun dibandingkan pada remaja. Kalkulus bukan sebagai penyebab
gingivitis pada anak, meski pada anak dengan cystic fibrosi pembentukan kalkulus
dapat ditemukan (77% pada anak berumur 7- 9 tahun). Akumulasi plak, sisa makanan
dan material alba yang diabaikan akan menyebabkan terjadinya gingivitis. Edukasi
penderita mengenai pemeliharaan dan perawatan gingiva ini dilakukan sejak dini, yaitu

1
ketika gigi mulai erupsi. Pengertian mengenai pentingnya kondisi gingiva yang sehat
dapat mencegah peradangan dan perkembangan penyakit.
Adapun tindakan medis yang dapat dilakukan antara lain, pengobatan melalui
antibiotik untuk mengurangi infeksi, jika sudah kronis dilakukan gingivektomi atau
pemotongan jaringan gingiva. Sedangkan tindakan keperawatan yang dapat dilakukan
antara lain mengatasi nyeri yang dapat dilakukan dengan mengkompres hangat pada
area bengkak dan mengedukasi pasien tentang menjaga kebersihan gigi dan mulutnya
agar tidak menambah proses inflamasi. Metode oral hygeine yang dapat dilakukan
metode bass, metode ini melakukan teknik meyikat gigi yang dilakukan dengan
meletakkan sikat gigi 45 derajat pada akar gigi lalu tekan perlahan sambil dilakukan
gerakan berputar kecil.
Berdasarkan beberapa uraian di atas, penulis ingin melakukan asuhan
keperawatan pada An. E dengan Diagnosa Medis Gingivitis di ruang Anggrek RSUD
Dr. Soegiri Lamongan, menggunakan penerapan jurnal terapi panas untuk mengurangi
nyeri pada pembengkakan wajah, dan oral hygiene teknik bass dengan metode DHE
(Dental Health Education).

1.2 Rumusan Masalah


“Bagaimana asuhan keperawatan pada An. E dengan diagnosa gingivitis dengan
penerapan terapi panas untuk nyeri dan oral hygiene teknik bass dengan metode DHE
(Dental Health Education)?”

1.3 Tujuan
Secara umum, penulisan laporan ini bertujuan untuk mengetahui keefektifan
penerapan jurnal terapi panas untuk nyeri dan oral hygiene teknik bass dengan metode
DHE (Dental Health Education) dalam asuhan keperawatan pada An. E dengan
diagnosa gingivitis.
Sedangkan secara khusus, penulisan laporan kasus ini memiliki tujuan yakni:
a. Untuk mengetahui konsep tumbuh kembang anak usia sekolah.
b. Untuk mengetahui konsep imunisasi
c. Untuk mengetahui konsep gingivitis
d. Untuk mengetahui hasil pengkajian dari pasien dengan gingivitis
e. Untuk mengetahui diagnosa keperawatan pada gingivitis
f. Untuk mengetahui intervensi keperawatan pada gingivitis
g. Untuk mengetahui implementasi dan evaluasi keperawatan pada gingivitis
h. Untuk mengetahui keefektifan terapi panas untuk nyeri pada pembengkakan wajah.
i. Untuk mengetahui keefektifan terapi oral hygiene teknik bass dengan metode DHE
(Dental Health Education).

1.4 Manfaat

2
Penulisan laporan kasus asuhan keperawatan pada An. E dengan gingivitis ini
diharapkan dapat menambah pengetahuan mengenai pemberian asuhan keperawatan
pada pasien gingivitis serta dapat dijadikan sebagai bahan acuan untuk proses
pembelajaran selanjutnya. Selain itu, untuk lahan dapat menambah referensi pilihan
dalam memberikan perawatan pada pasien anak dengan gingivitis.

BAB 2
LAPORAN PENDAHULUAN

2.1 Konsep Tumbuh Kembang


2.1.1 Perbedaan Pertumbuhan dan Perkembangan
Pertumbuhan adalah perubahan dalam besar, jumlah, ukuran atau
dimensi tingkat sel organ, maupun individu yang bisa diukur dengan ukuran

3
berat (gram, pon, kg), ukuran panjang (cm, meter), umur tulang, dan
keseimbangan metabolik (retensi kalsium dan nitrogen tubuh) (Adriani, 2013).
Pertumbuhan (growth) berkaitan dengan masalah perubahan dalam besar,
ukuran atau dimensi tingkat sel yang dapat diukur dengan ukuran berat, ukuran
panjang, umur tulang (Soetjiningsih, 2005).
Perkembangan (development) adalah bertambahnya kemampuan (skill)
dalam struktur dan fungsi tubuh yang lebih kompleks dalam pola yang teratur
dan dapat diramalkan sebagai hasil dari proses pematangan (Soetjiningsih,
2005; Sulistyowati, 2014).
2.1.2 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Tumbuh Kembang
a. Faktor dalam (Internal)
1) Genetika: Faktor ini merupakan modal dasar dalam mencapai hasil akhir
proses tumbuh kembang anak, perbedaan ras, etnis atau bangsa,
keluarga, umur, jenis kelamin, dan kelainan kromosom.
2) Pengaruh hormon.
b. Faktor Lingkungan
Faktor lingkungan yang dapat berpengaruh dikelompokkan menjadi 3, yaitu:
1) Faktor Pre Natal (Selama kehamilan), meliputi:
 Gizi, nutrisi ibu hamil memengaruhi pertumbuhan janin teruatam pada
trimester akhir kehamilan.
 Mekanis, posisi janin yang abnormal dalam kandungan dapat
menyebabkan kelainan kongenital.
 Toksin, zat kimia, radiasi.
 Kelainan endokrin, imunologi dan psikologi ibu.
 Infeksi toreh atau penyakit menular seksual.
2) Faktor Kelahiran: Riwayat kelahiran dengan vakum ekstaksi atau
forceps dapat menyebabka trauma pada kepala bayi sehingga beresiko
terjadinya kerusakan jaringan otak.
3) Faktor Pasca Natal: Seperti halnya pada masa pra natal, faktor yang
berpengaruh terhadap tumbuh kembang anak adalah gizi, penyakit
kronis atau kelianan kongenital, lingkungan fisik dan kimia, psikologis,
endokrin, sosioekonomi, lingkungan pengasuhan, stimulasi dan obat-
obatan (Nursalam, 2008).
2.1.3 Tahapan Tumbuh Kembang
Pada dasarnya manusia dalam kehidupannya mengalami berbagai
tahapan tumbuh kembang dan setiap tahapnya mempunyai ciri tertentu. Tahapan
tumbuh kembang yang paling memperlukan perhatian, ialah: pada masa anak-
anak.
a. Masa Pra Natal (konsepsi lahir), terbagi atas:
1) Masa embrio (mudigah): masa konsepsi 8 minggu.

4
2) Masa janin (fetus): 9 minggu kelahiran
b. Masa pasca natal, terbagi atas:
1) Masa neonatal usia 0-28 hari, terdiri atas neonatal dini (perinatal) 0-7
hari dan Neonata lanjut pada usia 8-28 hari.
2) Masa bayi (masa bayi dini 1-12 bulan dan masa bayi akhir 1-2 tahun).
c. Masa pra sekolah (usia 2-6 tahun), terbagi atas:
1) Pra sekolah awal (masa balita) mulai 2-3 tahun.
2) Pra sekolah akhir mulai 4-6 tahun.
d. Masa sekolah atau masa pubertas terbagi atas: Perempuan (6-10 tahun) dan
Laki-laki (8-12 tahun).
e. Masa adolesensi atau masa remaja, terbagi atas: Perempuan (10-18 tahun)
dan Laki-laki (10-20 tahun) (Nursalam, 2008).
2.1.4 Aspek Pertumbuhan dan Perkembangan Anak
Departemen kesehatan Republik Indonesia (2009) menyatakan aspek-
aspek perkembangan yang dapat dipantau melau gerak kasar, gerak halus,
kemampuan bicara, dan bahasa serta sosialisasi dan kemandirian.
a. Gerak kasar atau motorik kasar adalah aspek yang berhubungan dengan
kemampuan anak melakukan pergerakan da sikap tubuh yang melibatkan
otot-otot besar, seperti duduk, berdiri dan sebagainya.
b. Gerak halus atau motorik halus adalah aspek yang berhubungan dengan
kemampuan anak melakukan gerakan yang melibatkan baian-bagian tubuh
tertentu dan dilakukan oleh otot-otot kecil, tetapi memerlukan korrdinasi
yang cermat seperti mengamati sesuatu, menyumpit, menulis dan
sebagainya.
c. Kemampuan bicara dan bahasa adalah aspek yang berhubungan dengan
kemampuan untuk memberikan respon terhadap suara, berbiara,
berkomunikasi, mengikuti perintah dan sebagainya.
d. Sosialisasi dan kemandirian adalah aspek yang berhubungan dengan
kemampuan mandiri anak (makan sendiri, membereskan mainan) berpisah
dengan ibu/pengasuh anak, bersosialisasi dan berinteraksi dengan
lingkungannya dan sebagainya.
2.1.5 Tugas Perkembangan Anak Usia Sekolah (6-12 Tahun)
a. Belajar memeroleh keterampilan fisik untuk melakukan permainan.
b. Belajar membentuk sikap yang sehat terhadap dirinya sendiri sebagai
makhluk biologis.
c. Belajar bergaul dengan teman-teman sebaya.
d. Belajar memainkan peran sesuai dengan jenis kelaminnya.
e. Belajar keterampilan dasar dalam membaca, menulis dan berhitung.
f. Belajar mengembangkan konsep sehari-hari
g. Mengembangkan kata hati.
h. Belajar memperleh kebebasan yang bersifat pribadi.
i. Mengembangkan sikap yang positif terhadap kelompok sosial.
5
2.1.6 Penilaian Pertumbuhan Anak
a. Pengukuran antropometri
Pengukuran antropometri ini dimaksudkan untuk mengetahui kuran-ukuran
disik seorang anak dengan menggunaka alat ukur tertenu yang diukur pada
antropometri yakni berat badan, tinggi badan, lingkar kepala, lingkar lengan,
lipatan kulit.
b. Keseluruhan fisik.
Dengan pemeriksaan fisik, dapat diketahui apakah seorang anak berada
dalam keadaan sakit atau sehat. Meskipun di lapangan sekalipun,
pemeriksaan fisik jarang dilakukan untuk menentukan keadaan
pertumbuhan anak, padahal perlu diketahui kemungkinan terdapatnya
gangguan pada fisik anak. Berkaitan dengan pertumbuhan, hal-hal yag dapat
diamati dan pemeriksaan fisik adalah: keseluruhan fisik, jaringan otot,
jaringan lemak, rambut, dan gigi geligi.
c. Pemeriksaan laboratorium dan radiologi.
Pemeriksaan laboratorium dan radiologi baru dilakukan dari klinik apabila
terdapat gejala atau tanda akan adanya suatu gangguan/penyakit misal
anemi atau pertumbuhan fisik yang tidak normal.
2.1.7 Penilaian Perkembangan Anak
a. Denver Development Screening Test (DDST): Salah satu tes/metode
screening yang sering digunakan untuk menilai perkembangan anak mulai
usia 1 bulan sampai 6 tahun. Perkembangan yang dinilai meliputi
perkembangan personal sosial, motorik, halus, bahasa, dan motorik kasar
pada anak. DDST merupakan salah satu tes psikomotorik yang sering
digunakan di klinik rumah sakit bagian tumbuh kembang anak.
b. Tes IQ dan Tes psikologi
c. Tes daya dengar anak (TDD): Tes ini berupa pertanyaan-pertanyaan yang
disesuaikan dengan usai anak yaitu kelompok usia 0-6 bulan, > 6 bulan, > 9
bulan, > 12 bulan, >24 bulan dan > 36 bulan (Nursalam, 2008).
2.1.8 Intervensi untuk Optimalisasi Tumbuh Kembang
a. Pemenuhan kebutuhan dasar
1) Asuh (kebutuhan fisik biomedis): Nutrisi yang mencukupi dan
seimbang, perawatan kesehatan dasar, pakaian, perumahan, hygiene dini
dan lingkungan, serta kesegaran jasmani (olahraga dan rekreasi).
2) Asih (kebutuhan emosi dan kasih sayang): Kasih sayang orang tua, rasa
aman, harga diri, dukungan/dorongan, mandiri, rasa memiliki,
kebutuhan akan sukses, mendapatkan kesempatan dan pengalaman.
3) Asah (Kebutuhan stimulasi): Stimulasi adalah adanya perangsangan dari
lingkungan luar anak yang berupa latihan atau bermain. Stimulasi
6
merupakan kebutuhan yang sangat penting untuk pertumbuhan dan
perkembangan anak, pemberian stimulus ini sudah dapat dilakukan sejak
masa pranatal dan setelah lahir dengan cara bayi menyusu dini pada ibu.
b. Stimulus perkembangan
Stimulus adalah perangsangan dan latihan-latihan terahadap kepandaian
anak yang datangnya dari lingkungan diluar anak. Pemberian stimulus dapat
dilakukan dengan latihan dan bermain. Aktiitas bermain merupakan suatu
kegiatan yang menyenangkan bagi anak, meskipun hal terebut tidak
menghasilkan komoditas tertentu misalnya keuntungan finasial. Fungsi
bermain pada anak, antara lain: Perkembangan sensasi motor,
perkembangan kognitif (intelektual), sosialisasi, kreativitas, kesadaran diri,
nilai-nilai moral, dan nilai terapeutik.

2.2 Konsep Imunisasi Anak


2.2.1 Definisi Imunisasi
Imun adalah suatu keadaan dimana tubuh mempunyai daya kemampuan
mengadakan pencegahan penyakit dalam rangka serangan kuman tertentu. Jadi
imunisasi adalah suatu tindakan untuk memberikan kekbalan dengan cara
memasukkan vaksin ke dalam tubuh (Depkes RI, 2000).
Imunisasi merupakan usaha memberikan kekbelan pada bayi dan anak
dengan memasukkan antigen yang berupa virus atau bakteri ke dalam tubuh
agar tubuh membuat zat anti untuk mencegah terhadap penyakit tettentu.
Sedangkan yang dimaksud dengan vaksin adalah bahan yang dipakai untuk
merangsang pembentukan zat anti yang dimasukkan ke dalam tubuh mealui
suntikan seperti vaksin BCG, DPT, Campak dan melalui mulut seperti vaksin
polio.
2.2.2 Proses Imunisasi
Pada dasarnya tubuh sudah memiliki pertahanan secara sendiri agar
berbagai kuman yang masuk dapat dicegah, pertahana tubuh tersebut meliputi
pertahanan non spesifik dan pertahanan spesifik, proses mekanisme pertahanan
dalam tubuh pertama kali adalah pertahanan nonspesifik seperti complemen dan
makrofag dimana compelmen dan makrofag ini yang pertama kali akan
memberikan peran ketika ada kuman yang masuk ke dalam tubuh. Setelah itu
maka kuman harus melawan pertahanan tubuh yag kedua yaitu perthanan tubuh
spesifik terdiri dari sistem humoral dan seluler. Sistem pertahanan tersebut
hanya bereaksi terhadap kuman yang mirip dengan bentuknya. Sistem
pertahanan humoral akan menghasilkan zat yang disebut imunoglobulin (Ig A,
7
Ig M, Ig G, Ig E, Ig D) dan sistem pertahanan seluler terdiri dari limfosit B dan
limfosit T, dalam pertahanan spesifik selanjutnya akan menghasilkan satu sel
yang disebut sel memori, sel ini akan berguna atau sangat cepat bereaksi apabila
seudah pernah masuk ke dalam tubuh, kondisi ini yang digunakan dalam prinsip
imunisasi.
2.2.3 Macam Imunisasi
Berdasarkan proses imun maka imuniasi dibagi menjadi 2, yaitu:
a. Imunisasi aktif: Pemberian zat sebagai antigen yang diharapkan akan terjadi
suatu proses infeksi buatan sehingga tubuh mengalami reaksi imunologik
spesifik yang menghasilkan respon seluler dan humoral serta sel memori,
sehingga apabila benar0benar tubuh terjadi infeksi makan tubuh secara
cepat akan merespon.
b. Imunisasi pasif: Pemberian zat (imunoglobulin) yaitu sautu zat yang
dihasilkan melalui suatu prosess infeksi yang dapar berasal dari plasma
manusia atau biatang yang digunakan untuk mengatasi mikroba yang di
duga sudah masuk di dalam tubuh yang terineksi.
2.2.4 Jenis Imunisasi
Dalam pemberian imunisasi pada anak (Depkes, 2000) menetapkan
bahwa ada 7 penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi, yakni: TBC,
Hepatitis B, Dipteri, Tetanus, Pertusis, Polio dan campak. Adapun jenis
imunisasi yang digunakan adalah:
a. Imunisasi BCG (Bacilus Calnutte Guerin) untuk TBC (Tuberculosis).
b. Imunisasi DPT (Dipteri, Pertusis, Tetanus).
c. Imunisasi Polio.
d. Imunisasi campak.
e. Imunisasi Hepatitis B.
Selain imunisasi diatas, terdapat imunisasi tambahan yang diberikan
pada anak, yaitu: MMR (Measles, Mumps, Rubella), Imunisasi Typus
Abdominalis, Imunisasi Varicella, Imunisasi Hepatitis A dan Imunisasi HiB
(Haemophils Influenza tipe B).
Tabel 3. Dosis dan Cara Pemberian Imunisasi Depkes 2000
Vaksin Dosis Cara Pemberian
BCG 0,05 cc Intra cutan di daerah muskulusdeltoideus
DPT 0,5 cc Intra muskular
Hepatitis B 0,5 cc Intra muskular
Polio 2 tetes Mulut
Campak 0,5 cc Subkutan daerah lengan kiri atas

2.2.5 Jadwal Imunisasi Dasar dan Anjuran


Menurut IDAI (2017), menyebutkan jadwal imunisasi usai 0-18 tahun.

8
a. Imunisasi Dasar:
1) Hepatitis B : Lahir, 2 bulan, 3 bulan dan usai 4 bulan.
2) Polio : 0-1 bulan (tidak ada), 2 bulan, 3 bulan, 4 bulan dan 18 bulan.
3) BCG : 1 kali antara 0-2 bulan.
4) DPT : 2, 3, dan 4 bulan. Diulang usia 18 bulan, 5 tahun dan 10-18 tahun.
5) Campak : 9 bulan, ulangan 18 blan dan 6-7 tahun.
b. Imunisasi Anjuran
1) MMR : 15 bulan, di ulang 5 tahun.
2) Tifoid : 2-18 tahun (ulangan sampai 3 tahun)
3) Hepatitis A : 2 kali (interval 6-12 blan) pada usia 2-18 tahun.
4) Varisella : 1 kali usia 1-18 tahun.
5) HiB : 2 bulan, 3 bulan, 4 bulan, diulang usia 15-18 bulan.

2.3 Konsep Gingivitis


2.3.1 Definisi Gingivitis
Gingivitis merupakan peradangan gingiva dimana belum terjadi
kehilangan perleketan dan kerusakan tulang alveolar . Gingivitis ditandai
dengan kemerahan pada gingival, pembesaran gingival, perdarahan, perubahan
kontur dan peningkatan gingival crevicular fleoid (cacf) (Carranza, 2002).
Gingivitis adalah suatu proses peradangan jaringan periodonsium yang
terbatas pada papilla interdental dan menyebar ke sekitar leher gigi
(Mustaqimah, 2002).
2.3.2 Anatomi Fisiologi Gingiva dan Gigi
Gingiva merupakan bagian dari jaringan periodontal yang melekat pada
prosesus alveolaris dan gigi. Fungsi gingiva adalah melindungi akar gigi,
selaput periodontal dan tulang alveolar terhadap rangsangan dari luar,
khususnya dari bakteri-bakteri dalam mulut. Dalam istilah awam disebut gusi
(gum). Gingiva merupakan bagian terluar dari jaringan periodontal yang
nampak secara klinis.
Gingiva pada periode gigi desidui biasanya berwarna merah muda,
mempunyai tepi yang tajam dan terdapat stippling (dapat ditemukan pada 35%
anak yang berumur 5-13 tahun). Interdental gingiva melebar ke arah
fasioliungal dan menyempit ke arah mesiodistal. Kontur gingiva yang sehat
akan menunjukan adanya marginal gingiva, interdental gingiva, free gingiva
groove, attached gingiva, mukogingival junction serta alveolar mucosa.
(Budiraharjo, 2011).
Secara anatomis, jaringan pendukung periodontal, antara lain: Gingiva,
membran periodontal, prosesus alveolar dan sementum.

9
Gambar 1. Anatomi periodontal.
Sebuah gigi mempunyai mahkota, leher, dan akar. Mahkota gigi
menjulang di atas gusi, lehernya dikelilingi gusi dan akarnya berada di
bawahnya. Gigi dibuat dari bahan yang sangat keras, yaitu dentin. Di dalam
pusat strukturnya terdapat rongga pulpa. Gigi tersusun dalam 2 lengkung yang
terletak pada tulang maxilla dan mandibula. Masing-masing gigi terdiri atas
bagian yang menonjol di atas gingival (atau gum) disebut mahkota gigi dan di
bawah gingival disebut akar gigi yang mempertahankan gigi dalam lekuk tulang
yang dinamakan alveolus, satu alveolus untuk akar tiap-tiap gigi.
Fungsi dari gigi :
1. Untuk memotong dan memperkecil bahan-bahan makanan pada waktu
pengunyahan. (Insisivus = cutting tooth, cuspid = tearing tooth, bicuspid =
grasping tooth, molar = grinding tooth)
2. Untuk memproduksi dan membentuk suara/bunyi
3. Untuk estetik
Berdasarkan pertumbuhan gigi dan usia, gigi dibagi menjadi :
1. Gigi sulung, mulai tumbuh pada anak-anak umur 6-7 bulan. Lengkap pada
2.5 tahun jumlahnya 20 buah, disebut pula gigi susu. Terdiri dari delapan
buah gigi seri (dens insisivus), empat buah gigi taring (dens kaninus) dan
delapan buah gigi geraham (molare).
2. Gigi tetap (gigi permanen) tumbuh pada umur 6-18 tahun, jumlahnya 32
buah, terdiri dari delapan buah gigi seri (dens insisivus), empat buah gigi
taring ( dens kaninus), delapan buah gigi geraham (molare) dan 12 buah
gigi geraham (premolare).

10
Gambar 3. Susunan Gigi Sulung dan Gigi Permanen
2.3.3 Etiologi
Penyebab utama gingivitis adalah plak gigi, plak gigi merupakan suatu
lapisan masa lunak yang menempel pada permukaan gigi atau permukaankeras
lainya dalam rongga mulut, Penelitian – penelitian terdahulu membuktikan
bahwa plak gigi mengandung >500 strain bakteri.
Faktor resiko, yaitu : daerah mulut yang tidak normal dan kotor, usia, jenis
kelamin, penyakit sistemik antara lain diabetes, perubahan hormonal pada
wanita, dan pengobatan sistemik
Faktor predisposisi lokal yang turut berperan dalam gingivitis adalah
banyaknya kalkulus gigi, tambahan gigi yang buruk, gigi karies gigi holing dan
tidak di gantikan susunan gigi yang tidak beraturan, impaksi makanan.
2.3.4 Manifestasi Klinis
Adapun manifestasi klinis dari gingivitis, yakni: Adanya perdarahan pada
gingiva, terjadi perubahan warna pada gingival, perubahan tekstur permukaan

11
gingiva, perubahan posisi gingiva, perubahan kontur dari gingival, adanya rasa
nyeri, dan pembesaran gingival
2.3.5 Klasifikasi
Berdasarkan perjalanan dan lamanya di klasifikasikan atas 4 jenis, yaitu:
a. Gingivitis akut : rasa sakit timbul secara tiba-tiba dan dalam jangka waktu
yang pendek.
b. Gingivitis sub akut : tahap yang tidak hebat dari kondisi gingivitis akut.
c. Gengivitis rekuresi : peradangan gusi yang dapat timbul kembali setelah di
bersihkan dengan perawatan atau hilang secara spontan dan dapat timbul
kembali.
d. Gingivitis kronis: Peradangan gusi yang paling umum ditemukan, timbul
perlahan-lahan dilain waktu lama, dan tidak terasa sakit apabila tidak ada
komplikasi dari gingivitis akut dan subakut yang semakin parah (Caranza,
2002).
Kondisi gingiva dinyatakan dalam skala 0 sampai 3, yaitu:
a. Gingiva normal; tidak ada inflmasi, perubahan dan perdarahan.
b. Inflmasi ringan; sedikit perubahan warna dan edema, tidak ada perdarahan
saat probing.
c. Inflmasi sedang; kemerahan, edema, dan mengkilat. Perdarahan saat
probing.
d. Inflmasi parah; kemerahan yang nyata dan edema, ulserasi. Kecenderungan
perdarahan spontan (Kasuma, 2014).
2.3.6 Patofisiologi
Penyebab paling utama dari radang gusi adalah akumulasi plak.
Akumulasi plak berkaitan dengan bakteri yang jumlahnya meningkat hal ini
terjadi dari sisa-sisa makanan yang tertinggal di antara sela-sela gigi atau di
gusi. Jika dalam waktu 24 jam sisa makan itu belum tersikat maka akan
berbentuk plak. Hanya dalam beberapa hari plak yang tidak tersikat atau tidak
terganggu sudah menimbulkan radang gusi tahap inisial. Bakteri yang terdapat
dalam akumulasi plak akan menyebabkan inflamasi gingiva (gingivitis). Ada 3
tahap radang gusi yaitu tahap inisial (2-4 hari) tahap lesi dini (4-7hari), dan
tahap lesi mantap (2-3 minggu), pada tahap lesi ini sudah terjadi kerusakan
jaringan penyangga gigi.
Perkembangan gingivitis membutuhkan keberadaan bakteri dan plak yang
dapat menginduksi perubahan patologis pada jaringan baik secara langsung
maupun tidak langsung. Plak mulai bersifat pathogen setelah 48jam setelah
pembersihan gigi terakir. Jika pembentukan plak sama sekali tidak di ganggu
selama beberapa hari mergin gingivitis akan radang dan bengkak.

12
Reaksi peradangan gingival tergangtung pada jumlah akumulasi plak, jenis
mikro organisme (virulensi) dan resistensi host (keadaab imun). Perubahan
patologis pada gingivitis di sebabkan oleh keberadaan bakteri plak pada sulkus
gingival, Mikroorganisme tersebut memiliki kemampuan untuk mensintesis
produk-produk misalnya kolagenase liyaluranisade, protease kondroitin
sulfatase atau endotoksin yang dapat merusak jaringan epitel dan konektif
matrix interseluler, seperti kolagen subtansi dasar dan glukokalitis. tubuh akan
mengeluarkan reaksi imun untuk melindungii jaringan periendotel terhadap
serangan mikroorganisme dan produksi toksiknya, Reaksi respon imun ini
sering kali menyebabkan inflamasi yang dapat juga meruak sel dan jaringan ikat
pendukung.
Oral Higiene yang buruk akan semakin memperparah kondisi tersebut.
Plak lebih cepat terbentuk pada anak-anak berusia 8-12 tahun dibandingkan
pada remaja. Kalkulus bukan sebagai penyebab gingivitis pada anak, meski
pada anak dengan cystic fibrosi pembentukan kalkulus dapat ditemukan (77%
pada anak berumur 7-9 tahun). Gingivitis dapat timbul akibat akumulasi plak di
sekitar yang baru erupsi. Retensi plak yang berada disekeliling gigi tersebut
berasal dari gigi yang sebelumnya. Faktor iritan lokal lainnya adalah adanya
kavitas, tepi karies yang tajam, tepi tambalan yang overhanging. Gingivitis juga
sering terjadi pada gigi malposisi karena plak dan material alba sulit dijangkau
oleh sikat gigi pada daerah tersebut. Perubahan yang terjadi adalah pembesaran
gingiva, warna gingiva menjadi merah kebiruan, adanya ulser dan poket yang
dalam. Gingivitis meningkat pada anak dengan overbite dan overjet yang parah,
gangguan pernafasan, kebiasaan bernafas dengan mulut.
2.3.7 Pathway

Lingkungan mulut Penyakit Susunan gigi tidak Impaksi


kotor DM beraturan makanan
Kebersihan mulut kurang Napas keton
Sisa makanan yang tertinggal di
Bakteri masuk rongga mulut sela-sela gigi

Sintesis kolagenase dan


Plak pada sulkus gingiva
endotoksin

Bakteri dan plak menginduksi perubahan patologis jaringan


Akumulasi plak patogen pada sulkus gingiva

Jaringan tulang alveolar rusak


GINGIVITIS
13
Kesalahan praktik Reaksi imun Perdarahan Terjadi
oral hygiene Inflamasi gingiva perubahan
warna gigi
Informasi oral Gigi berlubang
hygiene kurang Perubahan MK. Sel dan jaringan dan hilang
termoregulasi Resiko ikat pendukung
MK. tubuh Infeksi rusak
Suhu tubuh MK.
Kurangnya Radang dan bengkak Gangguan
meningkat
Pengetahuan: Citra Diri
Oral Hygiene Nafsu makan Cemas
MK. Hipertermi
menurun
MK. Nyeri Asupan makan MK. Ansietas
Akut inadekuat

MK. Nutrisi Kurang


Dari Kebutuhan Tubuh
2.3.8 Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Laboratorium
a. CBC (Compleks blood couns) menunjukan kenaikan jumlah leukosit dan
rata-rataa sedimentasi eritosit. Sehingga mengiindikasi adanya bakteri.
b. BUN Level
c. Creatinum Level
d. Kultur darah
e. Membuat apusan gram dan mengkultur daerah yang radang.
2.3.9 Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi, antara lain: Abses pada gingival, Abses di tulang
rahang, infeksi pada tulang rahang maupun gusi, periodentitas (kondisi sertus
yang menyebabkan kehilangan gigi), berulang gingivitis, dan palung mulut
viserasi pada gusi yang di sebabkan infeksi bakteri.
2.3.10 Penatalaksanaan Medis
Untuk pencegahan radang gusi itu sebenarnya sangat mudah, cukup
dengan menjaga kebersihan mulut kita. Karena penyebab utama radang gusi
adalah plak, maka terapi keadaan tersebut diserahkan pada pembersihan plak
serta mencegah pembentukannya Disebut sebagai mengontrol plak adalah
dengan prosedur mekanik termasuk penyikatan gigi, dan tindakan pembersihan
plak dan karang gigi. Kebersihan mulut yang buruk,caries serta adanya caritas
pada gigi akan menjadi predisposisi untuk terjadinya nekrosis, rasa nyeri serta
perdarahan pada gusi. Dengan sikat gigi yang lunak dan perlahan, anjurkan
kumur-kumur dingin antiseptic yang mengandung klorheksidin 0,2% untuk

14
mengendalikan plak dan mencegah infeksi mulut. Pembersihan karang gigi
supragingiva dapat dilakukan bertahap.
2.3.11 Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum : lemah
TD : menurun (<120/80 mmHg).
Nadi : Turun (< 90 x/menit)
Suhu : Menigkat (>37,50C)
RR : Normal
Kepala : Dilihat kebersihan, bentuk, adakah odeme atau tidak.
Mata : Tidak anemis, tidak ikterus, reflek cahaya (+),
Hidung : Tidak ada pernapasan cuping hidung,
Mulut : kebersihan, pucat, gigi berkurang, ada plak, gigi berlubang.
Telinga : tidak ada serumen
Leher : Tidak ada pembesaran kelenjar
Jantung : Denyut jantung meningkat
Ekstremitas : Adakah luka pada ekstremitas
Integumen : gejala awal berupa kemerahan dan nyeri tekan yang terasa
di suatu daerah yang kecil, di kulit-kulit menjadi panas dan bengkak dan tampak
seperti kulit jeruk yang mengelupas. Pada kulit biasanya ditemukan lepuhan
kecil berisi cairan (vesikel) atau lepuhan besar berisi cairan (bula) yang bisa
pecah.
2.3.12 Diagnosa Keperawatan yang Muncul
1. Gangguan rasa nyaman nyeri b/d inflamasi jaringan
2. Kerusakan integritas kulit b/d edema dan perubahan turgor sirkulasi.
3. Gangguan gambaran diri b/d perubahan bentuk anggota tubuh
4. Hipertermi b/d proses infeksi atau inflamasi sistemik
5. Intoleransi aktivitas b/d kelemahan.
6. Ansietas b/d proses penyakit
7. Resiko Infeksi b/d inflamasi sistemik.
2.3.13 Intervensi Keperawatan
Diagnosa keperawatan: Gangguan rasa nyaman nyeri b/d inflamasi jaringan
Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam nyeri pasien
berkurang atau hilang.
Kriteria Hasil: Pasien tampak rileks mampu tidur atau istirahat dengan tepat,
TTV dalam batas normal, Skala nyeri berkurang menjadi nyeri ringan (1-3).
Intervensi Rasional
1. Jelaskan pada pasien Informasi yang tepat dapat menurunkan tingkat
tentang penyebab nyeri. kecemasan pasien dan menambah pengetahuan
pasien tentang nyeri.
2. Kaji tingkat nyeri, lokasi Mengetahui sejauh mana tingkat nyeri dan
dan karakteristik nyeri. memberikan tindakan selanjtnya.
3. Ajarkan teknik tarik napas Merileksasikan otot-otot dan mengurangi nyeri.
dalam.
4. Kolaborasi dengan tim Sebagai profilaksis untuk dapat menghilangkan
medis untuk pemberian rasa nyeri.
analgesic.

15
2.4 Terapi Jurnal
Beberapa permasalahan keperawatan yang dapat timbul dalam gingivitis antara
lain nyeri, hipertermi, resiko infeksi, nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh, intoleransi
aktivitas, ansietas. Dari beberapa masalah tersbut terdapat nyeri dan resiko infeksi, 2
masalah ini dapat diterapkan terapi berikut:
a. Terapi panas untuk menurunkan nyeri pada bengkak wajah.
Penelitian yang dilakukan oleh Rahardjo (2012) dengan judul pengaruh
terapi panas terhadap pengurangan nyeri dan pembengkakan wajah setelah operasi
pengambilan gigi impaksi molar ketiga bawah. Dalam penelitiannya menunjukkan
hasil bahwa pada kedua subyek penelitian menunjukkan adanya perbedaan yang
signifikan pada pengurangan pembengkakan untuk kelompok yang diberi obat anti
inflamasi kalium diklofenak dan yang diberi tindakan dengan kompres panas degan
Hot-pack setelah hari kedua dan hari ke lima paska operasi, terjadi pula penurunan
skala nyeri yang signifikan pada hari kedua dan kelima.
Trauma pada jaringan lunak dan jaringan keras ini dapat menyebabkan
terjadinya inflamasi paska operasi odontektomi. Inflamasi dapat menimbulkan
pembengkakan yang dapat berakibat infeksi, trismus, asimetri wajah dan rasa nyeri
yang dalam. Pembengkakan ini dapat dikurangi dengan pemberian obat-obatan anti
inflamasi atau dilakukan dengan kompres hangat, sebagai terapi panas. Terapi
panas ini dapat meningkatkan aliran darah sehingga memfasilitasi penyembuhan
jaringan satu derajat celcius akan menaikkan metabolisme jaringan lokal dari
sepuluh persen menjadi sekitar 15%. Terapi ini dilakukan dengan memberikan Hot-
pack (kantong kompres hangat) untuk diaplikasikan pada suhu 38 0C selama 15
meni secara intermitten 3 x 1 hari.
b. Terapi edukasi mengenai oral hygiene teknik bass dengan metode DHE (Dental
Health Education) untuk diterapkan dalam masalah resiko infeksi.
Penelitian yang dilakukan Rizkika, dkk (2014) dengan judul efektivitas
menyikat gigi dengan metode Bass dan Horizontal terhadap perubahan indeks plak
pada anak tunagrahita, dengan hasil yang menyebutkan bahwa menyikat gigi
dengan metode bass dan horizontal efektif terhadap perubahan angka indeks plak
pada anak tunagrahita. Upaya untuk membersihkan plak dapat dilakukan dengan
cara menyikat gigi. Menyikat gigi dapat dilakukan melalui beberapa metode,
diantaranya adalah metode bass. Teknik ini merupakan teknik menyikat gigi yang
dilakukan dengan meletakkan sikat gigi 450 pada akar gigi lalu tekan perlahan

16
sambil dilakukan gerakan berputar kecil. Sebagaimana yang disebutkan oleh
Budiraharjo (2011) dalam penelitiannya, yang menyebutkan Anak dengan kelainan
hemofilia A biasanya cenderung melalaikan kebersihan mulutya karena takut
menyikat gigi, yang akan menyebabkan perdarahan. Anak harus diyakinkan bahwa
menyikat gigi dilakukan tanpa risiko perdarahan yang berarti. Penggunaan bulu
sikat gigi yang lembut dan teknik menyikat gigi dengan metode Dr. Bass
disarankan bagi anak yang menderita gingivitis. Bulu sikat mengarah pada margin
gingiva dengan ujung bulu sikat mengarah pada apikal kira-kira 450 dengan sumbu
panjang gigi. Sikat digerakan dengan tidak mengubah posisi bulu sikat.
Metode oral hygiene ini dapat lebih efektif dilakukan dengan metode DHE
(Dental Health Education), Sukanto (2011) menyebutkan hasil penelitiannya
tentang meningkatkan oral hygiene dengan metode DHE pada anak, bahwa secara
umum mengajarkan pentingnya menggosok gigi danmengajarkan ketrampilan
menggosok gigi disertai contoh demonstratif dan dilakukan secara berulang dengan
DHE secara personal akan dapat meningkatkan kebersihan mulut dan menunjang
kesehatan mulut. Pada tiap relawan satu persatu diajarkan cara mengosok gigi yang
baik, pemilihan sikat gigi, jenis makanan yang kariogenik dan non kariogenik,
waktu yang tepat untuk gosok gigi, dicontohkan cara menggosok gigi dengan
menggunakan model, cara melihat keberhasilan setelah gosok gigi dan lain-lain
dalam rangka memberikan pembelajaran dan pendidikan dan ketrampilan.untuk
meningkatkan kebersihan mulut untuk mendukung kesehatan mulut, guna
menunjang kesehatan tubuh secara umum.

17
BAB 3
ASUHAN KEPERAWATAN

3.1 Pengkajian
3.1.1 Identitas Pasien
Nama Pasien : An. E
Tanggal Lahir/Umur : 19-3-2011 (7 tahun)
Nama Ayah : Tn. A
Nama Ibu : Ny. S
Pekerjaan Ayah : Petani
Pekerjaan Ibu : Petani
Alamat : Jetosanur, Tikung – Lamongan
No Telp :-
Suku bangsa : Jawa
Agama : Islam
Pendidikan Terakhir Orang Tua:
a. Ayah : SMP
b. Ibu : SD

3.1.2 Keluhan Utama


Nyeri pipi kanan

3.1.3 Riwayat Penyakit Sekarang


An. E saat masuk ruang Anggrek tanggal 18-3-2018 jam 15.00 WIB pasien
mengeluh nyeri di pipi kanan cenut-cenut dan ibu pasien mengatakan pipi
anaknya bengkak selama 2 hari tidak kempes. Saat pengkajian tanggal 19-3-
2018 An. E masih mengeluh nyeri di pipi kanan, kemeng, cenut-cenut saat
dipegang, skala nyeri 6. Ibu pasien mengatakan bengkak pasien mulai kempes,
makan masih habis ½ porsi, tidak mual, tidak muntah, lemes, sedikit panas,
nafsu makannya masih kurang, gigi pasien banyak yang lubang karena tiap hari
makan coklat bisa habis 1 toples 1 hari.

3.1.4 Riwayat Kehamilan dan Persalinan


a. Pre natal
1) Ibu pasien mengatakan saat hamil rutin periksa ke bidan desa.
2) Ibu pasien mengatakan saat hamil tidak ada masalah.
b. Natal
1) BB saat lahir 3500 gram.
2) Panjang badan 40 cm.
3) Ibu pasien mengatakan lahirnya normal dan setelah lahir tidak ada
masalah.
c. Pasca Natal
1) Ibu pasien mengatakan setelah melahirkan rutin periksa ke bidan desa.
2) Setelah persalinan tidak ada masalah.

18
3.1.5 Riwayat Kesehatan Lalu
Ibu pasien mengatakan pasien pernah sakit gondok 3 tahun lalu dan punya sakit
typoid sejak usia 3 tahun. Belum pernah di rawat di rumah sakit, tidak pernah
operasi, tidak pernah kecelakaan, tidak memiliki riwayat alergi obat dan
sesudah imunisasi lengkap.

3.1.6 Riwayat Keluarga


Ibu pasien mengatakan neneknya punya sakit TBC tapi di keluarganya sekarang
tidak ada yang memiliki sakit seperti pasien.
Genogram:

Keterangan:
: laki-laki : Satu rumah
: Perempuan : Meninggal
: Perkawinan : Pasien
: Keturunan : Kedekatan

a. Pola Asuh
An. E di rumah tinggal dengan kedua orang tuanya dan 1 kakak laki-laki.
An. E dekat dengan ibunya.
b. Pola Komunikasi
An. E sering berkomunikasi dengan ibunya tapi juga berkomunikasi
denngan ayah dan kakaknya.
c. Pola Pengambilan Keputusan.
An. E pengambilan keputusan masih berpusat pada ibu dan ayahnya.

3.1.7 Pemeriksaan Fisik


a. Keadaan Umum: Pasien nampak lemah, pasien nampak menyeringai dan
memegang pipinya, rambut sedikit acak-acakan, pasien terpasang infus di
tangan kiri, pasien nampak pucat.
b. Sistem Pernapasan
Inspeksi : Pergerakan dada kanan dan kiri simetris, tidak ada
pernapasan cuping hidung, pernpasan perut, RR 20 x/menit,
SPO2 98%.
Auskultasi : Suara nafas vesikuler diseluruh lapang paru.
Perkusi : Suara sonor pada dada kanani dan semakin redup pada
dada kiri area batas jantung.
Palpasi : vocal fremitus simetris kanan dan kiri.
c. Sistem Kardiovaskuler

19
Inspeksi : Tidak ada sianosis, tidak ada trill pada ictus kordis, pasien
nampak pucat, konjungtiva pucat.
Auskultasi : Suara jantung S1 S2 tunggal, irama reguler.
Perkusi : Suara redup pada dada kiri mulai ICS 2 sampai ICS 5 mid
klavikula.
Palpasi : Nadi 74x/menit, CRT 1 detik, TD 110/70 mmHg, akral
hangat, suhu 37,60C.
d. Sistem Persyarafan
Inspeksi : Nyeri pada pipi kaan dan gusi, bengkak kemerahan, cenat-
cenut saat di tekan nyeri, terus menerus, skala 6 (face scale), wajah
menyeringai GCS Eye 4 Verbal 5 Motorik 6 total 15 (compos mentis).

e. Sistem Perkemihan
Inspeksi : Urine kuning jernih, BAK spontan, sebanyak 5x24 jam.
Palpasi : Tidak ada distended kandung kemih.
Perkusi : Tidak ada nyeri ketok pada pinggang.
f. Sistem Pencernaan
Inspeksi : Tidak muntah, BAB 1xsehari, tidak ada jejas pada perut,
nafsu makan turun, makan habis ½ porsi, BB 15 kg saat
sakit, sebem MRS 17 kg tidak ada distended abdomen. 2
gigi geraham kanan atas dan 2 gigi geraham kanan bawah
berlubang warna coklat, akar masih ada.
Auskultasi : BU 10 x/menit.
Perkusi : Suara redup pada seluruh kuadran. Tidak ada hipertimpani.
Palpasi : Tidak ada nyeri tekan abdomen di seluruh kuadran
abdomen, tidak ada distended abdomen.
g. Sistem Endokrin
Tidak ada pembesaran kelenjar tiroid, bengkak pada pipi dan gusi kanan.
h. Sistem Integumen
Turgor kulit baik pada ekstremitas dan abdomen, bengkak pada pipi kanan,
kemerahan.
i. Sistem Muskuloskeletal
Inspeksi : pasien nampak lemah, terpasang infus tangan kiri, tidak ada
deformitas pada ekstremitas dan tidak ada flebitis dan
edema pada ekstremitas, kekuatan otot
5 5
5 5
Palpasi : Tidak ada nyeri pada ekstremitas.

3.1.8 Pengkajian Fungsional


a. Pola Tidur dan Istirahat
Sebelum MRS : malam 20.00 s/d 05.00 (9 jam), siang tidak tidur.
Selama MRS : Malam 21.00 s/d 05.00 (8 jam) sering terbangun karena
nyeri di pipi, siang tidak tidur.
b. Pola Aktivitas dan Latihan
Kegiatan di rumah : Sekolah, mengaji, dan bermai.

20
Waktu yang dihabiskan: 07.00 – 12.00 sekolah, bermain 13.00-14.00
mengaji 15.00- 16.00, (8 jam di luar rumah).
c. Pola Nutrisi Metabolik
Sebelum MRS makan bagus, tidak suka pedas, suka makan coklat satu hari
bisa habis 1 toples, selama MRS nafsu makan kurang, habis ½ porsi maka
bubur kasar dan kuah dari rumah sakit, buah pisang dari rumah sakit.
d. Pola Eliminasi
Tidak ada masalah BAK dan BAB, BAK spontan, BAB 1x/hari pada
kuning, BAK 5x/24 jam.
e. Pola Pikir
Dalam proses berpikir An. E sesuai dengan usianya 7 tahun.
f. Pola persepsi Diri
Tidak malu dengan pipinya yang bengkak.
g. Pola Konsep Diri
-
h. Suasana Hati
Suasa hati An. E baik tidak mudah nangis.
i. Komunikasi
An. E sering berkomunikasi dengan ibunya saja selama di RS, di rumah
sering bicara dengan orang sekitar, di rumah sakit jarang bermain.
j. Mekanisme Koping
Dalam memutuska masalah An. E minta bantuan ibunya.
k. Pola Seksua Reproduktif
An. E berjenis kelamin perempuan.
l. Pola Peran dan Hubungan
Di rumah sebagai adik dan anak yang penrut bagi keluarganya.
m. Sistem Nilai dan Kepercayaan
An. E menganut kepercayaan orang tuanya yakni islam dan An. E
menyadari itu.

3.2 Pemeriksaan Penunjang


a. Laboratorium
Nama Pasien : An. E Tanggal Pemeriksaan : 18 Maret 2018
RM : 058xxx Sampel : Darah

Hasil
No. Jenis Periksa Metode Normal
Pemeriksaan
FAAL HATI
1. SGOT IFCC 39 (↑) <37 U/L
2. SGPT IFCC 14 <39 U/L
HEMATOLOGI ANALYZER
1. Hemoglobin DC Detection 13,5 L: 13,2-17,39 g/dl
P: 11,7-15,5 g/dl
2. Leukosit Flowcytometri 8000 L: 3800-10600 /uL
P: 3600-11000 /uL
3. LED Westergren 5-10 10-20/jam
4. Diff Count Slide 0-0-0-67-22-11 2-4/0-1/50-70/25-40/2-

21
8
5. PCV Flowcytometri 39,6 L: 40-52%
P: 35-47%
6. Trombosit Flowcytometri 250000 150000-440000 /uL

b. Terapi Medis
Hari,
Terapi Dosis Pemberian
Tanggal
Senin, Infus D5 ½ Ns 1500/24 jam 1500 x 20 = 21 tpm
Injeksi: 24 60
19-3-
Ceftriaxone 2x500 mg 1gram di larutkan dalam 4 cc
2018
Aquabides (diperoleh 1 cc =
Antrain 3x300 mg 250 mg)
2 cc 1000 mg (diperoleh 1
Dexametason 2x0,25 cc
strip spuit 3cc bernilai 50 mg)
1 cc = 1 ampul (jadi 0,25 cc =
Drip Neurosanbe 1x1,5 cc/hari
2,5 strip)
1,5 cc drip.

3.3 Analisa Data


Nama Pasien : An. E No. RM : 058xxx
Diagnosa Medis : Gingivitis Ruangan : Anggrek
No. Data Etiologi Masalah
Dx Keperawatan
1. DS: Pasien mengatakan nyeri di Gigi berlubang Nyeri akut
pipi kanan, kemeng, cenut-cenut ↓
saat dipegang, terus menerus. Reaksi imun
DO: ↓
Wajah menyeringai Inflamasi
Skala 6 (face scale) ↓
TD = 110/70 mmHg Sel dan jaringan pendukung
Nadi = 74 x/menit rusak
RR = 20 x/menit ↓
Bengkak pada pipi kanan Radang dan bengkak gusi
Gusi kanan atas bawah bengkak
Gigi berlubang pada 2 gigi
geraham kanan atas dan 2 gigi
geraham kanan bawah.
2. DS: Ibu pasien mengatakan nafsu Radang dan bengkak pada Nutrisi Kurang
makan pasien turun. gusi dari kebutuhan
DO: ↓ tubuh
A = BB sebelum sakit 17 kg Sakit saat digunakan makan
BB saat sakit 15 kg ↓

22
B = Hb 13,3 ; SGOT 39 (↑) Nafsu makan menurun
C = Lemas, gusi bengkak, Gigi ↓
berlubang pada 2 gigi geraham Asupan makan inadekuat
kanan atas dan 2 gigi geraham
kanan bawah.
D = Makan habis ½ porsi, bubur
kasar dengan kuah dan pisang
yang diberikan rumah sakit.
3. DS: Ibu pasien mengatakan pasien Gigi berlubang Infeksi
sedikit panas. ↓
DO: Bakteri masuk rongga mulut
Suhu 37,60C ↓
Akral hangat Respon imun
Leukosit 8000 /uL ↓
SGOT 39 (↑) Proses inflamasi
Pipi kanan bengkak kemerahan.
Gusi kanan atas bawah bengkak.

3.4 Diagnosa Keperawatan


Nama Pasien : An. E No. RM : 058xxx
Diagnosa Medis : Gingivitis Ruangan : Anggrek
No. Tanggal Diagnosa Keperawatan Paraf
Dx Muncul
1. Senin, Nyeri akut b/d radang gusi ditandai dengan skala
19/03/2018 6, wajah menyeringai, bengkak pada pipi kanan,
gusi kanan atas bawah bengkak, gigi berlubang
pada 2 gigi geraham kanan atas dan 2 gigi
geraham kanan bawah.
2. Senin, Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d asupan
19/03/2018 nutrisi inadekuat ditandai dengan lemas, makan
habis ½ porsi, BB sebelum 17 kg dan saat sakit 15
kg.
3. Senin, Infeksi b/d proses inflamasi di tandai dengan suhu
19/03/2018 37,60C, SGOT 39, leukosit 8000.

3.5 Intervensi Keperawatan


Nama Pasien : An. E No. RM : 058xxx
Diagnosa Medis : Gingivitis Ruangan : Anggrek
No. Tujuan dan Kriteria
Intervensi Keperawatan Rasional
Dx Hasil
1. Tujuan: Setelah 1. Berikan terapi panas R/ Kompres hangat membuka
dilakukan asuhan dengan kompres hangat peredaran darah dan
keperawatan selama pada pipi yang bengkak. merelakskan otot.
1x24 jam diharapkan
nyeri pasien berkurang. 2. Ajarkan teknik napas dalam R/ Membantu merelakskan
Kriteria Hasil: pada pasien pasien dan mengurangi

23
1. Skala byeri 0-3 konsentrasi terhadap nyeri.
(tidak nyeri sampai
nyeri ringan). 3. Ajarkan keluarga tentang R/ Menambah pengetahuan
2. Pasien tampak manfaat dan cara kompres keluarga dan membantu
rileks. hangat pada bengkak. keluarga ikut serta
3. Keluarga mampu memecahkan masalah pasien.
mendemonstrasikan
4. Kolaborasi dengan tim R/ Analgesik membantu
kompres hangat
medis: menghambat reseptor nyeri
untuk nyeri.
Pemberian analgesik secara kimiawi.
4. TTV dalam batas
(antrain 3x300 mg).
normal:
TD : 100-120/60-90
5. Pantau skala nyeri dan R/ Skala nyeri menunjukkan
mmHg.
respon wajah pasien. respon nyeri yang dirasakan.
N : 60-100 x/menit.
RR : 16-20 x/menit.
6. Pantau tanda-tanda vital R/ Tanda-tanda vital juga
berpengaruh dalam nyeri.
2. Tujuan: Setelah 1. Anjurkan keluarga R/ Membantu pemenuhan
dilakukan asuhan memberikan makan sedikit nutrisi secara bertahap.
keperawatan selama tapi sering.
2x24 jam diharapkan 2. Anjurkan keluarga R/ Membantu menambah nafsu
nutrisi pasien tercukupi. memberikan variasi menu makan pasien.
Kriteria Hasil: dari kesukaan pasien.
1. Nafsu makan 3. Anjurkan keluarga R/ Makanan hangat akan
meningkat. memberikan makan saat membuat nafsu makan pasien
2. Makan habis 1 porsi. masih hangat. meningkat.
3. Hb normal
4. BB dipertahankan. 4. Kolaborasi pemberian diit R/ Membantu menambah
dengan ahli gizi dan tim asupan gizi yang kurang.
medis:
- Pemberian bubur kasar.
- Pemberian drip
neurosanbe 1,5 cc/24
jam. R/ Indikator keadekuatan
5. Pantau nafsu makan, porsi nutrisi.
makan, BB, dan Hb.
3. Setelah dilakukan 1. Ajarkan keluarga untuk R/ Bulu sikat yang lembut
asuhan keperawatan memilihkan bulu sikat yang dapat mencegah gusi terluka
selama 1x24 jam pasien halus dan pasta gigi yang karena proses oral hygiene.
infeksi dapat berkurang. busanya tidak banyak.
Kriteria Hasil: 2. Ajarkan oral hygiene R/ oral hygiene dengan teknik
1. Suhu normal dengan teknik bass. bass membantu membersihkan
0 0
36,5 C-37,5 C. plak yang berada pad sela-sela
2. Akral hangat gigi dengan lebih efektif.
3. SGOT < 37 3. Ajarkan berkumur dnegan R/ Mengurangi sisa makanan
4. Leukosit normal. larutan pembersih mulut. dan kuman yang tertinggal
5. Bengkak berkurang.

24
6. Pasien dan keluarga 4. Kolaborasi dengan tim pada sela-sela gigi.
mampu medis: R/ Pemberian antibitiotik
mendemonstrasikan Pemberian antibiotic membantu melawan proses
oral hygiene dengan (Ceftriaxone 2 x 500 mg). inflamasi secara kimiawi.
teknis Bass 5. Pantau suhu, akral, hasil
lab, dan perubahan R/ Menunjukkan
bengkak. perkembangan dan inflamasi.

3.6 Implementasi Keperawatan


Nama Pasien : An. E No. RM : 058xxx
Diagnosa Medis : Gingivitis Ruangan : Anggrek
No. Hari, Tanggal Implementasi
Respon Hasil Paraf
Dx dan Jam Keperawatan
1. Selasa, 07.30 Memberikan terapi panas S: masih sakit
20-03- dengan kompres hangat O: wajah sedikit menyeringai.
2018 pada pipi yang bengkak.
07.40 Mengajarkan teknik S: Lebih enak.
O: Wajah rileks.
napas dalam pada pasien
07.45 S: Ibu pasien “paham”.
Mengajarkan keluarga
O: keluarga dapat
tentang manfaat dan cara
mendemonstrasikan cara
kompres hangat pada
mengkompres dengan benar.
bengkak.
08.00 S: -
Kolaborasi dengan tim O: Wajah rileks.
medis:
Memberikan analgesik
(antrain 3x300 mg).
11.15 S: Masih nyeri sedikit, cenut-
Memantau skala nyeri cenut kalau dipegang.
dan respon wajah pasien. O: Skala 4, wajah datar.
11.30
S: -
Memantau tanda-tanda O: TD 110/80 mmHg, N 80
vital x/menit, RR 20 x/menit.

2. Selasa, 11.10 Menganjurkan keluarga S: sudah 2 kali


20-03- memberikan makan O: habis ½ porsi.
2018 sedikit tapi sering.
11.15 Menganjurkan keluarga S: tadi sudah makan sedikit.
O: makan habis 2 lembar roti.
memberikan variasi
menu dari kesukaan
11.30 pasien. S: Ibu pasien, “paham, nafsu
Menganjurkan keluarga makannya mulai meningkat.”
memberikan makan saat O: makan habis ½ porsi.
masih hangat.

25
08.00 S: Ibu pasien, “bubur dari rumah
Kolaborasi pemberian sakit dimakan dengan lauknya
diit dengan ahli gizi dan telur.”
tim medis: O: masih lemas.
- Pemberian bubur
kasar.
- Pemberian drip
12.30 neurosanbe 1,5 cc/24
S: Ibu pasien, “nafsu makan mulai
jam.
Memantau nafsu makan, meningkat.”
O: makan habis ½ porsi, BB 15
porsi makan, BB, dan
kg
Hb.
3. Selasa, 14.00 Mengajarkan keluarga S: ibu pasien, “paham, sikatnya
20-03- untuk memilihkan bulu sudah yang halus.”
2018 sikat yang halus dan O: Bulu sikat pasien sudah halus.
pasta gigi yang busanya
14.30 tidak banyak.
S: “paham, tadi pagi sudah sikat
Mengajarkan oral
gigi pas mandi..
hygiene dengan teknik
O: mulut dan gigi pasien sudah
bass.
bersih, gigi berlubang warna
coklat. Pasien mampu melakukan
14.45 sikat gigi dengan teknik bass.
Mengajarkan berkumur S: paham.
dnegan larutan O: gigi bersih dan bau mulut
pembersih mulut. segar.
20.00
Kolaborasi dengan tim S: sakit
O: wajah menyeringai
medis:
Pemberian antibiotic
(Ceftriaxone 2 x 500
20.15
mg). S: Ibu pasien, “sudah tidak panas,
Memantau suhu, akral, bengkak mulai kemps.
hasil lab, dan perubahan O: suhu 36,50C akral hangat,
bengkak. bengkak berkurang.

26
1. Rabu, 07.30 Memberikan terapi panas S: masih sakit sedikit
21/03/20 dengan kompres hangat O: wajah datar
18 pada pipi yang bengkak.
07.40 Mengajarkan teknik S: Lebih enak.
O: Wajah rileks.
napas dalam pada pasien
08.00 S: -
Kolaborasi dengan tim
O: Wajah datar
medis:
Memberikan analgesik
(antrain 3x300 mg).
11.15 S: Masih nyeri sedikit, kadang
Memantau skala nyeri cenut-cenut kalau dipegang.
dan respon wajah pasien. O: Skala 3, wajah datar.
11.30 S: -
Memantau tanda-tanda O: TD 120/70 mmHg, N 76
vital x/menit, RR 20 x/menit.

2. Rabu, 11.10 Menganjurkan keluarga S: sudah bagus makannya.


21/03/20 memberikan makan O: habis 1 porsi.
18 sedikit tapi sering.
11.15 Menganjurkan keluarga S: tadi sudah makan
O: makan habis 2 lembar roti.
memberikan variasi
menu dari kesukaan
11.30 pasien. S: Ibu pasien, “paham, nafsu
Menganjurkan keluarga makannya meningkat.”
memberikan makan saat O: makan habis 1 porsi.
masih hangat.
08.00 S: Ibu pasien, “bubur dari rumah
Kolaborasi pemberian sakit dimakan dengan lauknya
diit dengan ahli gizi dan dimakan pelan-pelan.”
tim medis: O: sudah mau jalan-jalan.
- Pemberian bubur
kasar.
- Pemberian drip
12.30 neurosanbe 1,5 cc/24
jam. S: Ibu pasien, “nafsu makan
Memantau nafsu makan, meningkat.”
porsi makan, BB, dan O: makan habis 1 porsi, BB 15 kg
Hb.

27
3. Rabu, 14.00 Mengajarkan oral S: “paham, tadi pagi sudah sikat
21/03/20 hygiene dengan teknik gigi pas mandi..
18 bass. O: mulut dan gigi pasien sudah
bersih, gigi berlubang warna
coklat. Pasien mampu melakukan
sikat gigi dengan teknik bass,
tidak ada sisa makanan pada sela
14.15 Mengajarkan berkumur gigi
S: paham.
dengan larutan
O: gigi bersih dan bau mulut
pembersih mulut.
segar.
20.00
Kolaborasi dengan tim
S: sakit
medis: O: wajah menyeringai
Pemberian antibiotic
(Ceftriaxone 2 x 500
20.15 mg).
Memantau suhu, akral, S: Ibu pasien, “sudah tidak panas,
hasil lab, dan perubahan bengkak kempes.
bengkak. O: suhu 36,60C akral hangat,
bengkak kempes.
1. Kamis, 07.30 Memberikan terapi panas S: sudah tidak sakit
22/03/20 dengan kompres hangat O: wajah datar
18 pada pipi yang bengkak.
07.40 Mengajarkan teknik S: Lebih enak.
O: Wajah rileks.
napas dalam pada pasien
08.00 S: -
Kolaborasi dengan tim
O: Wajah datar
medis:
Memberikan analgesik
(antrain 3x300 mg).
11.15 S: sudah tidak nyeri
Memantau skala nyeri O: Skala 0, wajah rileks.
dan respon wajah pasien. S: -
11.30 O: TD 120/80 mmHg, N 76
Memantau tanda-tanda x/menit, RR 20 x/menit.
vital

28
2. Kamis, 11.10 Menganjurkan keluarga S: sudah bagus makannya.
22/03/20 memberikan makan O: habis 1 porsi.
18 sedikit tapi sering.
11.15 Menganjurkan keluarga S: tadi sudah makan
O: makan habis 3 lembar roti.
memberikan variasi
menu dari kesukaan
11.30 pasien. S: Ibu pasien, “paham, nafsu
Menganjurkan keluarga makannya mulai meningkat.”
memberikan makan saat O: makan habis 1 porsi.
masih hangat.
08.00 S: Ibu pasien, “bubur dari rumah
Kolaborasi pemberian sakit dimakan dengan lauknya
diit dengan ahli gizi dan dimakan pelan-pelan.”
tim medis: O: sudah mau jalan-jalan.
- Pemberian bubur
kasar.
- Pemberian drip
12.30 neurosanbe 1,5 cc/24
jam. S: Ibu pasien, “nafsu makan
Memantau nafsu makan, meningkat.”
porsi makan, BB, dan O: makan habis 1 porsi, BB 15 kg
Hb.
3. Kamis, 14.00 Mengajarkan oral
S: “paham, tadi pagi juga sudah
22/03/20 hygiene dengan teknik sikat gigi pas mandi.
18 bass. O: mulut dan gigi pasien sudah
bersih, gigi berlubang warna
coklat. Pasien mampu melakukan
sikat gigi dengan teknik bass,
tidak ada sisa makanan pada sela
14.15 Mengajarkan berkumur gigi
S: paham.
dengan larutan
O: gigi bersih dan bau mulut
pembersih mulut.
segar.
20.00
Kolaborasi dengan tim
S: -
medis: O: wajah datar
Pemberian antibiotic
(Ceftriaxone 2 x 500
20.15 mg).
Memantau suhu, akral, S: Ibu pasien, “sudah tidak panas,
hasil lab, dan perubahan bengkak kempes.
bengkak. O: suhu 36,80C akral hangat,
bengkak kempes.

3.7 Evaluasi Keperawatan


Nama Pasien : An. E No. RM : 058xxx
Diagnosa Medis : Gingivitis Ruangan : Anggrek
29
No Tanggal Evaluasi Keperwatan Paraf
Dx.
1. Selasa, 20- S: Masih nyeri sedikit, cenut-cenut kalau dipegang.
O: Skala 4, wajah datar, TD 110/80 mmHg, N 80 x/menit, RR 20
03-2018
x/menit. keluarga dapat mendemonstrasikan cara mengkompres
dengan benar.
A: Masalah nyeri akut tertasi sebagian.
P: Lanjutkan intervensi
1. Berikan terapi panas dengan kompres hangat pada pipi yang
bengkak.
2. Ajarkan teknik napas dalam pada pasien
3. Kolaborasi dengan tim medis: Pemberian analgesik (antrain
3x300 mg).
4. Pantau skala nyeri dan respon wajah pasien.
5. Pantau tanda-tanda vital
1. Rabu, 21- S: Masih nyeri sedikit, kadang cenut-cenut kalau dipegang.
O: Skala 3, wajah datar, TD 120/70 mmHg, N 76 x/menit, RR 20
03-2018
x/menit. keluarga dapat mendemonstrasikan cara mengkompres
dengan benar.
A: Masalah nyeri akut tertasi sebagian.
P: Lanjutkan intervensi
1. Berikan terapi panas dengan kompres hangat pada pipi yang
bengkak.
2. Ajarkan teknik napas dalam pada pasien
3. Kolaborasi dengan tim medis: Pemberian analgesik (antrain
3x300 mg).
4. Pantau skala nyeri dan respon wajah pasien.
5. Pantau tanda-tanda vital
1. Kamis, 22- S: Sudah tidak nyeri.
O: Skala 0, wajah rileks, TD 120/80 mmHg, N 76 x/menit, RR 20
03-2018
x/menit. keluarga dapat mendemonstrasikan cara mengkompres
dengan benar.
A: Masalah nyeri akut tertasi.
P: Lanjutkan intervensi
1. Berikan terapi panas dengan kompres hangat pada pipi yang
bengkak.
2. Ajarkan teknik napas dalam pada pasien
3. Kolaborasi dengan tim medis: Pemberian analgesik (antrain
3x300 mg).
4. Pantau skala nyeri dan respon wajah pasien.
5. Pantau tanda-tanda vital

30
2. Selasa, 20- S: Ibu pasien, “nafsu makan mulai meningkat.”
O: makan habis ½ porsi, BB 15, lemas, makan habis 2 lembar roti.
03-2018
A: Masalah nurtrisi kurang dari kebutuhan tubuh teratasi sebagian.
P: Lanjutkan intervensi
1. Anjurkan keluarga memberikan makan sedikit tapi sering.
2. Anjurkan keluarga memberikan variasi menu dari
kesukaan pasien.
3. Anjurkan keluarga memberikan makan saat masih hangat.
4. Kolaborasi pemberian diit dengan ahli gizi dan tim medis:
- Pemberian bubur kasar.
- Pemberian drip neurosanbe 1,5 cc/24 jam.
5. Pantau nafsu makan, porsi makan, BB, dan Hb.
2. Rabu, 21- S: Ibu pasien, “nafsu makan meningkat.”
O: makan habis 1 porsi, BB 15, sudah mau jalan-jalan, makan
03-2018
habis 2 lembar roti.
A: Masalah nurtrisi kurang dari kebutuhan tubuh teratasi.
P: Lanjutkan intervensi
1. Anjurkan keluarga memberikan makan sedikit tapi sering.
2. Anjurkan keluarga memberikan variasi menu dari
kesukaan pasien.
3. Anjurkan keluarga memberikan makan saat masih hangat.
4. Kolaborasi pemberian diit dengan ahli gizi dan tim medis:
- Pemberian bubur kasar.
- Pemberian drip neurosanbe 1,5 cc/24 jam.
5. Pantau nafsu makan, porsi makan, BB, dan Hb.
2. Kamis, 22- S: Ibu pasien, “nafsu makan meningkat.”
O: makan habis 1 porsi, BB 15, sudah mau jalan-jalan, makan
03-2018
habis 3 lembar roti.
A: Masalah nurtrisi kurang dari kebutuhan tubuh teratasi.
P: Lanjutkan intervensi
1. Anjurkan keluarga memberikan makan sedikit tapi sering.
2. Anjurkan keluarga memberikan variasi menu dari
kesukaan pasien.
3. Anjurkan keluarga memberikan makan saat masih hangat.
4. Kolaborasi pemberian diit dengan ahli gizi dan tim medis:
- Pemberian bubur kasar.
- Pemberian drip neurosanbe 1,5 cc/24 jam.
5. Pantau nafsu makan, porsi makan, BB, dan Hb.

31
3. Selasa, 20- S: Ibu pasien, “sudah tidak panas, bengkak mulai kemps.
O: Bulu sikat pasien sudah halus, mulut dan gigi pasien sudah
03-2018
bersih, gigi berlubang warna coklat. Pasien mampu melakukan
sikat gigi dengan teknik bass, gigi bersih dan bau mulut segar,
suhu 36,50C akral hangat, bengkak berkurang.
A: Masalah infeksi teratasi sebagaian.
P: Lanjutkan intervensi
1. Ajarkan oral hygiene dengan teknik bass.
2. Ajarkan berkumur dnegan larutan pembersih mulut.
3. Kolaborasi dengan tim medis: Pemberian antibiotic
(Ceftriaxone 2 x 500 mg).
4. Pantau suhu, akral, hasil lab, dan perubahan bengkak.
3. Rabu, 21- S: Ibu pasien, “sudah tidak panas, bengkak kempes.”
O: Bulu sikat pasien sudah halus, mulut dan gigi pasien sudah
03-2018
bersih, gigi berlubang warna coklat. Pasien mampu melakukan
sikat gigi dengan teknik bass, gigi bersih dan bau mulut segar,
suhu 36,60C akral hangat, bengkak kempes.
A: Masalah infeksi teratasi.
P: Lanjutkan intervensi
1. Ajarkan oral hygiene dengan teknik bass.
2. Ajarkan berkumur dnegan larutan pembersih mulut.
3. Kolaborasi dengan tim medis: Pemberian antibiotic
(Ceftriaxone 2 x 500 mg).
4. Pantau suhu, akral, hasil lab, dan perubahan bengkak.
3. Kamis, 22- S: Ibu pasien, “sudah tidak panas, bengkak kempes.”
O: Bulu sikat pasien sudah halus, mulut dan gigi pasien sudah
03-2018
bersih, gigi berlubang warna coklat. Pasien mampu melakukan
sikat gigi dengan teknik bass, gigi bersih dan bau mulut segar,
suhu 36,80C akral hangat, bengkak kempes.
A: Masalah infeksi teratasi.
P: Lanjutkan intervensi
1. Ajarkan oral hygiene dengan teknik bass.
2. Ajarkan berkumur dnegan larutan pembersih mulut.
3. Kolaborasi dengan tim medis: Pemberian antibiotic
(Ceftriaxone 2 x 500 mg).
4. Pantau suhu, akral, hasil lab, dan perubahan bengkak.

32
BAB 4
PEMBAHASAN

4.1 Pengkajian
Hasil pengkajian yang diperoleh pada An. E dengan diagnosa medis Gingivitis
dengan nyeri pada pipi kanan menajdi keluhan utama yang dirasakan pasien. Dengan
riwayat kesehatan An. E saat masuk ruang Anggrek tanggal 18-3-2018 jam 15.00 WIB
pasien mengeluh nyeri di pipi kanan cenut-cenut dan ibu pasien mengatakan pipi
anaknya bengkak selama 2 hari tidak kempes. Saat pengkajian tanggal 19-3-2018 An.
E masih mengeluh nyeri di pipi kanan, kemeng, cenut-cenut saat dipegang, skala nyeri
6. Ibu pasien mengatakan bengkak pasien mulai kempes, makan masih habis ½ porsi,
tidak mual, tidak muntah, lemes, sedikit panas, nafsu makannya masih kurang, gigi
pasien banyak yang lubang karena tiap hari makan coklat bisa habis 1 toples 1 hari.
Sedangkan pada riwayat persalinan dan tumbuh kembang tidak ada kelainan.
Keadaan umum psien saat dilakukan pemeriksaan fisik adalah pasien nampak
lemah, pasien nampak menyeringai dan memegang pipinya, rambut sedikit acak-
acakan, pasien terpasang infus di tangan kiri, pasien nampak pucat. Pemeriksaan fisik
difokuskan pada system persyarafan, pencernaan, dan integument. Pada system
persyarafan diperoleh data Nyeri pada pipi kaan dan gusi, bengkak kemerahan, cenat-
cenut saat di tekan nyeri, terus menerus, skala 6 (face scale), wajah menyeringai GCS
Eye 4 Verbal 5 Motorik 6 total 15 (compos mentis). Pada system pencernaan diperoleh
data tidak ada distended abdomen. 2 gigi geraham kanan atas dan 2 gigi geraham
kanan bawah berlubang warna coklat, akar masih ada, dam pada system integument
terdapat bengkak pada pipi kanan, kemerahan.
Sedangkan secara teori menurut Caranza (2002) menyebutkan bahwa gingivitis
ditandai dengan adanya perdarahan pada gingiva, terjadi perubahan warna pada
gingival, perubahan tekstur permukaan gingiva, perubahan posisi gingiva, perubahan
kontur dari gingival, adanya rasa nyeri, pembesaran gingival.
Sehingga dari penjabaran antara teori dan kasus di atas terdapat persamaan pada
beberapa poin yakni adanya nyeri pada gigi, gigi berlubang, gusi bengkak, dan

33
kemerahan pada gusi yang bengkak. Beberapa poin ini dapat ditemukan dalam kasus
sesuai dengan penjabaran tanda dan gejala dari gingivitis secara teori.

4.2 Diagnosa Keperawatan


Masalah keperawatan yang diperoleh pada kasus An. H diperoleh 3 masalah
utama yakni:
1. Nyeri akut b/d radang gusi
2. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d asupan nutrisi inadekuat
3. Infeksi b/d proses inflamasi.
Sedangkan menurut Kasuma (2014), masalah keperawatan yang dapat muncul
pada kasus gingivitis secara umum adalah gangguan rasa nyaman nyeri b/d inflamasi
jaringan, kerusakan integritas kulit b/d edema dan perubahan turgor sirkulasi,
gangguan gambaran diri b/d perubahan bentuk anggota tubuh, hipertermi b/d proses
infeksi atau inflamasi sistemik, intoleransi aktivitas b/d kelemahan, ansietas b/d proses
penyakit, dan resiko Infeksi b/d inflamasi sistemik, nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
b/d intake nutrisi inadekuat.
Berdasarkan uraian kasus dan teori yang ada diatas dapat disimpulkan bahwa
terdapat persamaan antara teori dan kasus, yakni pada kasus muncul 3 masalah
keperawatan utama nyeri akut, nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh, dan infeksi yang
mana 3 masalah ini juga disebutkan dalam teori gingivitis. Akan tetapi secara teori
berhubungan dengan proses inflamasi di dalam kasus sudah menjadi masalah infeksi
bukan lagi resiko infeksi karena derajat gingivitis yang dialami pasien.

4.3 Penatalaksanaan
Penanganan yang dilakukan pada kasus An. E secara medis adalah pemberian
antibiotic (ceftriaxone 2x200 mg), analgesic (3x300 mg), dan pemberian vitamin
neurosanbe untuk memenuhi kekurangan nutrisi yang dialami selama sakit. Selain itu,
perawatan yang dilakukan adalah menganjurkan dan mengajarkan pmberian terapi
panas dengan kompres hangat menggunakan waslap yang sudah dibasahi dengan air
hangat yang ditempelkan pada pipi pasien yang bengkak selama 15 menit setiap pagi
dan sore untuk mengurangi nyeri dan bengkak pada pasien. Serta pemberian Dental
Health Education tentang oral hygiene meliputi pemilihan sikat gigi yang lembut untuk
pasien sakit gigi agar tidak melukai gusi, dan teknik menggosok gigi dengan cara Bass
yakni menggosok gigi dengan meletakkan sikat gigi pada akar gigi lalu tekan perlahan
sambil melakukan gerakan berputar kecil, teknik ini berfungsi untuk membersihkan
plak pada gigi yang berlubang. Setelah 3 hari bengkak pada gusi yang dialami pasien

34
berangsur kempes dan nyeri berkurang serta gigi dan mulut pasien yang bersih dari sisa
makanan.
Secara teori, penatalaksanaan yang dapat diberikan pada gingivitis cukup
dengan menjaga kebersihan mulut kita. Karena penyebab utama radang gusi adalah
plak, maka terapi keadaan tersebut diserahkan pada pembersihan plak serta mencegah
pembentukannya Disebut sebagai mengontrol plak adalah dengan prosedur mekanik
termasuk penyikatan gigi, dan tindakan pembersihan plak dan karang gigi. Dengan
sikat gigi yang lunak dan perlahan. Pembersihan karang gigi supragingiva dapat
dilakukan bertahap (Kasuma, 2014).
Penelitian yang dilakukan oleh Rahardjo (2012) dengan judul pengaruh terapi
panas terhadap pengurangan nyeri dan pembengkakan wajah setelah operasi
pengambilan gigi impaksi molar ketiga bawah. Dalam penelitiannya menunjukkan
hasil bahwa pada kedua subyek penelitian menunjukkan adanya perbedaan yang
signifikan pada pengurangan pembengkakan untuk kelompok yang diberi obat anti
inflamasi kalium diklofenak dan yang diberi tindakan dengan kompres panas degan
Hot-pack setelah hari kedua dan hari ke lima paska operasi, terjadi pula penurunan
skala nyeri yang signifikan pada hari kedua dan kelima.
Sedangkan untuk oral hygiene Budiraharjo (2011) dalam penelitiannya, yang
menyebutkan Anak dengan kelainan hemofilia A biasanya cenderung melalaikan
kebersihan mulutya karena takut menyikat gigi, yang akan menyebabkan perdarahan.
Anak harus diyakinkan bahwa menyikat gigi dilakukan tanpa risiko perdarahan yang
berarti. Penggunaan bulu sikat gigi yang lembut dan teknik menyikat gigi dengan
metode Dr. Bass disarankan bagi anak yang menderita gingivitis. Bulu sikat mengarah
pada margin gingiva dengan ujung bulu sikat mengarah pada apikal kira-kira 450
dengan sumbu panjang gigi. Sikat digerakan dengan tidak mengubah posisi bulu sikat.
Hal ini selaras dengan penelitian yang dilakukan Rizkika, dkk pada tahun 2014.
Berdasarkan uraian kasus dan teori didapatkan keselarasan hasil yang efektif
jika dilakukan kolaborasi perawatan untuk gingivitis yakni dalam meredakan nyeri
diberikan perawatan kompres hangat pada area yang bengkak dan untuk merawat
infeksi yang terjadi dilakukan oral hygiene dengan teknik bass yang tentunya
dikombinasikan dengan pemilihan sikat gigi dengan bulu yang lembut dan edukasi
pada pasien anak-anak menggunakan metode Dental Health Education. Sehingga
kecepatan kesembuhan pasien akan lebih cepat.

BAB 5

35
PENUTUP

5.1 Kesimpulan
Perawatan pada gingivitis memang lebih mengarah pada pengendalian infeksi
dan penanganan nyeri yang tepat. Mulai dari penatalaksanaan medis berupa terapi
obat-obatan seperti antibiotik dan analgesic, perawatan non farmakologis juga dapat
diberikan untuk membantu proses penyembuhan agar lebih cepat. Terapi nyeri
kompres hangat merupakan terapi yang melibatkan sentuhan secara langsung pada
kulit yang sakit sehingga mempercepat penurunan nyeri yang dirasakan. Serta menjaga
kebersihan mulut dan gigi menjadi hal yang patut diperhatikan selama perawatan,
sehingga pemilihan metode untuk oral hygiene sangat membantu kesembuhan pasien.

DAFTAR PUSTAKA

36
Andriani, Ika. (2009). Perawatan Gingiva dengan Gingivektomi. Mutiara Medika Vol. 9

No. 1 Halaman 69-73.


Budirahardjo, Roedy. (2011). Perawatan Gingivitis pada Anak Penderita Hemofilia-A.

Stomatognatic (J.K.G Unej) Vol. 8 No. 1. Halaman 62-66.


Carranza, F. A., M. G Newman. (2002). Clinical Periodontology, Edisi 10. Tokyo: W.B.

Saunders Company.
Huda, Nuratif & Hardi Kusuma. (2013). Aplikasi Asuhan Keperawata Berdasarkan

Dianosa Keperawatan NANDA-NIC-NOC. Jakarta: Media Action.


Kasuma, Nila. (2014). Efektifitas Propolis Toothpaste sebagai Initial therapy pada Mild

Gingivitis. Jurnal Sains Farmasi & Klinis, Vol.1 NO. 1, Hal 89-94. ISSN: 2407-

7062.
Rahardjo. (2012). Pengaruh Terapi Panas terhadap Pengurangan Nyeri dan Pembengkakan

Wajah Setelah Operasi Pengambilan Gigi Impaksi Molar Ketiga Bawah. Maj Ked

Gi; Desember 2012 Volume 19 No. 2 Hal. 110-113. ISSN: 1978-0206.


RISKESDAS.2013. Riset Kesehatan Dasar 2013. Badan Penelitian dan Pengembangan

Kesehatan. Kementerian Kesehatan RI. Availablefrom;

(http://labmandat.litbang.depkes.go.id/images/download/laporan/RKD/2013/RKD

_dalam_angka_final.pdf). Diakses tanggal 13 Juni 2016.


Sukanto. (2011). Meningkatkan Oral Hygiene dengan Metode DHE pada Anak di Klinik

Ilmu Kedokteran Gigi Anak RSGM Universitas Jember. J.K.G Unej Volume 8

No. 3. Halaman 137-141.

37

You might also like