You are on page 1of 16

Tugas

Kesehatan Lingkungan Pesisir

Kebijakan Pembangunan Wilayah Pesisir dan Laut

OLEH :
KELOMPOK IV
ASKIKAH
RIKA MARIANA
DIAN PUSPITA
ASRAR
SYAHRIR
SARLIN
MALIKUL NUR RAZAK
RURYSTIA NINGSIH L.

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT


UNIVERSITAS HALU OLEO
KENDARI
2016
A. Latar Belakang
Sasaran pembangunan wilayah pesisir dan lautan dalam PJP II
adalah terwujudnya kedaulatan atas wilayah perairan Indonesia dan yurisdiksi
nasional dalam wawasan nusantara; terciptanya industri kelautan yang kukuh
dan maju yang didorong oleh kemitraan usaha yang erat antara badan usaha
koperasi, negara, dan swasta serta pendayagunaan sumber daya laut yang
didukung oleh sumber daya manusia yang berkualitas, maju dan profesional
dengan iklim usaha yang sehat, serta pemanfaatan ilmu pengetahuan dan
teknologi, sehingga terwujud kemampuan untuk mendayagunakan potensi
laut guna peningkatan kesejahteraan rakyat secara optimal; serta
terpeliharanya kelestarian fungsi lingkungan hidup.
Sejak ditetapkannya matra laut sebagai sektor tersendiri dalam
GBHN 1993, maka isu pembentukan kelembagaan ini semakin keras
dilontarkan oleh para praktisi pembangunan kelautan. Salah satu aspirasi
pembentukan kelembagaan tercermin. dari munculnya diskusi tentang
perlunya lembaga khusus setingkat kementerian atau departemen guna
mengelola wilayah pesisir dan lautan dalam Seminar Kelautan Nasional tahun
1993 yang diselenggarakan oleh Kantor Menteri Negara Lingkungan Hidup
RI. Tiga pilihan yang muncul dalam diskusi tersebut adalah (1) Lembaga
semacam menteri koordinator; (2) Sebuah departemen atau kementerian; dan
(3) sebuah badan khusus seperti BAPEDAL. Isu ini terus bergulir dalam
lokakarya berseri Benua Maritim Indonesia tahun 1996 yang di koordinir
BPPT dan wanhankamnas. Pada akhir tahun 1996 dibentuk Dewan Kelautan
Nasional (DKN) dan mulai efektif mengadakan kegiatan-kegiatan koordinatif
dengan berbagai instansi terkait pada tahun 1997. Salah satu upaya yang
dilakukan DKN adalah mencari kebijakan terobosan (instant policy) untuk
mengatasi hambatan koordinasi diantara berbagai sektor untuk mempercepat
akselerasi pembangunan kelautan, khususnya dalam Ilmu bidang yaitu:.
bidang perikan, pariwisata bahari, transportasi laut, dan industri kelautan serta
Iingkungan di pesisir.
B. Kebijakan Pembangunan Wilayah Pesisir dan Lautan
Pembangunan Wilayah Pesisir dan Laut
Pembangunan wilayah pesisir selama ini masih dilihat seperti
pembangunan wilayah terestrial lainnya dengan kondisi yang analogi dengan
wilayah perdesaan. Hal ini tidak sepenuhnya benar, karena wilayah pesisir
menurut RUU Pesisir memiliki beberapa karakteristik yang khas, yaitu:
1) Wilayah pertemuan antara berbagai aspek kehidupan yang ada di darat,
laut dan udara, sehingga bentuk wilayah pesisir merupakan hasil
keseimbangan dinamis dari proses pelapukan (weathering) dan
pembangunan ketiga aspek di atas;
2) Berfungsi sebagai habitat dari berbagai jenis ikan, mamalia laut, dan
unggas untuk tempat pembesaran, pemijahan, dan mencari makan;
3) Wilayahnya sempit, tetapi memiliki tingkat kesuburan yang tinggi dan
sumber zat organik penting dalam rantai makanan dan kehidupan darat
dan laut;
4) Memiliki gradian perubahan sifat ekologi yang tajam dan pada kawasan
yang sempit akan dijumpai kondisi ekologi yang berlainan;
5) Tempat bertemunya berbagai kepentingan pembangunan baik
pembangunan sektoral maupun regional serta mempunyai dimensi
internasional.
Perbedaan yang mendasar secara ekologis sangat berpengaruh pada
aktivitas masyarakatnya. Kerentanan perubahan secara ekologis berpengaruh
secara signifikan terhadap usaha perekonomian yang ada di wilayah tersebut,
karena ketergantungan yang tinggi dari aktivitas ekonomi masyarakat dengan
sumberdaya ekologis tersebut. Jika sifat kerentanan wilayah tidak
diperhatikan, maka akan muncul konflik antara kepentingan memanfaatkan
sumber daya pesisir untuk pemenuhan kebutuhan hidup dan pembangunan
ekonomi dalam jangka pendek dengan kebutuhan generasi akan datang
terhadap sumber daya pesisir. Dalam banyak kasus, pendekatan
pembangungan ekonomi yang parsial, tidak kondusif dalam mendorong
pengelolaan wilayah pesisir secara terpadu. Kegiatan yang parsial hanya
memperhatikan kepentingan sektornya dan mengabaikan akibat yang timbul
dari atau terhadap sektor lain, sehingga berkembang konflik pemanfaatan dan
kewenangan. Dari berbagai studi, terdapat kecenderungan bahwa hampir
semua kawasan pesisir Indonesia mengalami konflik tersebut. Jika konflik ini
dibiarkan berlangsung terus akan mengurangi keinginan pihak yang bertikai
untuk melestarikan sumberdayanya.

Permasalahan Pembangunan Wilayah Pesisir dan Laut


Di era otonomi daerah, pembangunan wilayah pesisir dan laut
sebagai salah satu sumberdaya potensial kerap pula memunculkan beberapa
permasalahan, antara lain hubungan antara daerah dan pusat, pembangunan
ekonomi (yang berkait dengan kemiskinan), serta eksploitasi sumberdaya
alam tanpa memperhatikan kelestariannya.
Permasalahan umum yang banyak terjadi dalam hubungan antara
pemerintah pusat dan daerah adalah kurang selarasnya pemenuhan
kepentingan pusat dan daerah. Kondisi ini terjadi antara lain karena:
 Instansi dinas (kelautan dan perikanan) yang ada ditingkat
kabupaten/kota pada era otonomi daerah ini sangat beragam baik dalam
struktur organisasi dan kewenangannya. Perubahan ini berpengaruh pada
intensitas komunikasi antara instansi yang berada di pusat dan daerah.
 Seringkali instansi dinas di kabupaten dan kota telah memiliki tugas
pokok dan fungsi organisasi, namun belum memiliki kewenangan teknis
karena belum ada penyerahan kewenangan dari pusat dan propinsi.
 UU No.22/1999 belum dapat berjalan selaras dengan UU Perikanan dan
sebagian peraturan daerah lainnya, sehingga kewenangan dalam dinas
kabupaten/kota belum efektif.
Permasalahan dalam pembangunan ekonomi di daerah menyangkut
pada kebijakan ekonomi makro, kesenjangan, dan kemiskinan. Kebijakan
ekonomi makro selama ini (terutama yang berada di luar pulau Jawa) lebih
difokuskan pada usaha ekstraksi hasil bumi (sumberdaya alam) seperti
pemberian konsesi pada perusahaan-perusahaan asing dan berskala besar. Ini
berarti kurangnya perhatian terhadap usaha masyarkat lokal yang cenderung
berskala kecil. Kesenjangan yang terjadi antar kelompok pendapatan antara
daerah perkotaan dan perdesaan telah memburuk sejak dibukanya
perekonomian perdesaan ke arah ekonomi pasar, karena hanya mereka yang
memiliki akses terhadap modal, kredit, informasi dan kekuasaan yang dapat
mengambil manfaat dari program-program pembangunan. Dalam konteks
wilayah pesisir dan laut, keuntungan ekonomi daari pemanfaatan sumberdaya
pesisir dan laut baru dinikmati oleh kelompok masyarakat tertentu seperti
juragan kapal dan pengusaha perikanan, namun belum oleh masyarakat
pesisir dan nelayan. Selain kesenjangan dalam pendapatan, kesenjangan
dalam kepemilikan justru menjadi permasalahan yang lebih serius.
Akumulasi sumberdaya pada pihak-pihak tertentu mengarah pada de-aksesasi
oleh masyarakat. Misalnya saja dalam usaha penangkaapan, hanya yang
memiliki kapal lebih besar dan teknologi yang lebih maju yang dapat
menguasai sumberdaya laut. Nelayan kecil dengan teknologi sederhana
menjadi terpinggirkan dan kalah sehingga semakin sulit dalam berusaha.
Kondisi seperti ini yang terus berlanjut mengakibatkan permasalahan baru
yaitu kemiskinan. Nelayan kecil semakin sulit untuk bergerak keluar dari
kemiskinan yang menjerat mereka.
Eksploitasi sumberdaya laut dan pesisir menjadi salah satu
permasalahan dalam pembangunan daerah. Di satu sisi, upaya tersebut
dilakukan oleh masyarakat dan daerah untuk menggerakkan roda
perekonomian, namun di sisi lain sumberdaya perikanan semakin berkurang
karena dieksploitasi secara berlebihan serta mengalami kerusakan. Upaya
pengelolaan yang selama ini dilakukan belum menunjukkan hasil yang
positif.

Pembangunan Ekonomi Masyarakat

Ketertinggalan pembangunan wilayah pesisir dan laut sebagai


sumber daya ekonomi, merupakan indikator bahwa sektor kelautan selama 35
tahun belum menjadi sektor prioritas dalam pembangunan yang berorientasi
pada pertumbuhanekonomi. Begitu sumberdaya alam lainnya (seperti hutan
dan minyak bumi) sudah mengarah pada beban pembangunan karena sulit
diperbaharui (un-renewable) sebagai akibat pengelolaan yang kurang
bijaksana, maka sumberdaya pesisir dan laut merupakan pilihan berikutnya
karena keberlimpahan sumberdaya yang ada serta belum dikelola secara
optimal dan profesional.

Agar tidak terjebak pada kesalahan yang sama, maka dalam


pengelolaan sumberdaya laut dan pesisir harus memperhatikan tiga hal utama,
yaitu:

1. Apapun persepsi pengelolaan sumberdaya pesisir dan laut, maka sebagai


sumber ekonomi baru yang kompetitif haruslah bermuara pada
pengurangan kemiskinan masyarakat.

2. Fokus kegiatan pengelolaan sumberdaya peisisr dan laut sebagai sumber


ekonomi baru harus berangkat pada pemikiran untuk meningkatkan
pembangunan kegiatan ekonomi yang berbasis pada sumber daya lokal
yang ada.

3. Sedini mungkin membuat rambu-rambu pengelolaan sumberdaya pesisir


dan laut dengan melibatkan masyarakat.

Dalam menghadapi peluang dan tantangan pembangunan dalam era


globalisasi, maka pembangunan perikanan serta pengelolaan sumberdaya
pesisir dan laut harus mampu mentransformasikan berbagai usaha perikanan
masyarakat ke arah bisnis dan swasembada secara menyeluruh dan terpadu.
Pendekatan menyeluruh (holistik) dan terpadu ini berarti melihat usaha
perikanan sebagai suatu sistem yang terdiri dari beberapa komponen yang
saling terkait, yaitu:

 Sumberdaya perikanan, yaitu sumberdaya alam (baik yang berada di laut,


pesisir, perairan tawar), SDM, dan sumberdaya buatan.
 Sarana dan Prasarana, meliputi perencanaan dan penyediaan prasarana
perikanan seperti pelabuhan, pabrik es, cold storage, infrastruktur pada
sentra industri, pengadaan dan penyaluran sarana produksi (seperti BBM,
benih, mesin dan alat tangkap), serta sistem informasi tentang teknologi
baru dan sistem pengelolaan usaha yang efisien.
 Produksi perikanan, meliputi usaha budidaya dan penangkapan yang
menyangkut usaha perikanan skala kecil maupun besar.
 Pengolahan Hasil perikanan, meliputi kegiatan pengolahan sederhana yang
dilakukan oleh petani dan nelayan tradisional hingga pengolahan dengan
teknologi maju di paberik yang mencakup penanganan pasca panen sampai
produk siap dipasarkan.
 Pemasaran hasil perikanan, meliputi kegiatan distribusi dan pemasaran
hasil-hasil perikanan atau olahannya untuk memenuhi kebutuhanpasar.
Termasuk pula di dalamnya kegiatan pemantauan distribusi informasi
pasar (market development) dan pengembangan produk (product
development)
 Pembinaan, mencakup kegiatan pembinaan institusi, iklim usaha yang
kondusif, iklim poleksosbud yang mendukung, peraturan dan perundangan
yang kondusif, pembinaan SDM, serta kepemimpinan yang baik agar
kegiatan yang dilaksanakan dapat dicapai seefektif mungkin.

Secara umum, tujuan jangka panjang pembangunan wilayah pesisir


dan lautan di Indonesia antara lain adalah :
1. Peningkatan kesejahteraan masyarakat melalui perluasan lapangan kerja
dan kesempatan usaha.
2. Pembangunan program dan kegiatan yang mengarah kepada peningkatan
pemanfaatan secara optimal dan lestari sumber daya di wilayah pesisir
dan lautan.
3. Peningkatan kemampuan peran serta masyarakat pantai dalam pelestarian
lingkungan.
4. Peningkatan pendidikan, latihan, riset dan pembangunan di wilayah
pesisir dan lautan.
Dari segi arahan, dalam GBHN 1993 telah ditegaskan pula bahwa
pembangunan kelautan dalam pembangunan jangka panjang 25 tahun kedua
(PJP II) yang dimulai pada Repelita VI dan program pembangunan Nasional
(Propensi) diarahkan pada pendayagunaan sumber daya laut dan dasar laut
serta pemanfaatan fungsi wilayah laut termasuk ZEE secara serasi dan
seimbang dengan memperhatikan daya dukung dan kelestarian, yang
ditujukan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat, memperluas kesempatan
usaha dan lapangan kerja, dan mendukung penegakan kedaulatan, yurisdiski
nasional dan perwujudan wawasan nusantara.
Dalam rangka pendayagunaan sumber daya laut, sasaran PJP II
yang menyangkut berbagai industri kelautan adalah terwujudnya industri
perikanan yang mandiri didukung oleh usaha yang mantap dalam
pengelolaan, dan pemasyarakatan hasilnya sesuai dengan potensi lestari dan
sekaligus peningkatan taraf hidup nelayan; sasaran industri maritime dan
perkapalan adalah terwujudnya kemampuan industri maritim dan perkapalan
untuk memenuhi tuntutan kebutuhan dalam negeri dan untuk ekspor; sasaran
industri transportasi adalah terwujudnya pelayanan angkutan laut yang andal
dalam suatu sistem transportasi nasional yang didukung oleh fasilitas
pelabuhan, industri maritim dan fasilitas keselamatan maritim yang andal
serta ditunjang oleh tenaga kerja dan manajemen bermutu, dan sasaran
industri pariwisata bahari adalah terwujudnya kondisi dan pelayanan
pariwisata yang andal dalam keseluruhan sistem dan pola pembangunan
wilayah pesisir dan laut yang didukung oleh seluruh sektor terkait.
Selain itu sasaran pembangunan kelautan dalam pelita VI dititik
beratkan pula pada penguatan, pendalaman, peningkatan, perluasan, dan
penyebaran industri dan usaha kelautan ke seluruh wilayah Indonesia.
Selengkapnya sasaran pembangunan kelautan dalam Pelita VI adalah:
1. Produksi penangkapan dan budi daya perikanan laut adalah 3,4 % juta
ton per tahun atau rata-rata pertumbuhan sebesar 5,2 % per tahun,
dengan pemanfaatan potensi lestari sumber daya perikanan sebesar 45 %.
2. Sektor pariwisata diperkirakan dapat menghasilkan devisa negara sebesar
US$ 8,9 milyar dengan kunjungan wisatawan asing sebanyak 6,5 juta
orang per tahun atau pertumbuhan rata-rata 12,9 % per tahun.
3. Peningkatan kemampuan produksi industri galangan kapal khususnya di
Kawasan Timur Indonesia (KTI) sampai 10.000 DWT, kemampuan
rancang bangun dan perekayasaan, serta industri komponen penunjang
sementara itu, untuk Kawasan Barat Indonesia (KBI) kemampuan
fasilitas industri perkapalan ditingkatkan sampai 100.000 DWT dengan
tingkat pemakaian bahan baku dan komponen local mencapai 80 %.
4. Peningkatan industri pembangunan lepas pantai, rancang bangun dan
perekayasaan, serta pengembangan industri penunjang untuk memenuhi
kebutuhan ekspor. Selain itu peningkatan kemampuan produksi anjungan
dengan kedalaman mencapai 300 meter.
5. Penyelesaian peta batas wilayah perairan Indonesia di Zona Ekonomi
Eksklusif dan peta landas kontinen.
6. Peningkatan ketersediaan data dan informasi kelautan yang
diintegrasikan dalam suatu jaringan sistem informasi geografis nasional.

Berdasarkan arah dan kebijakan dari pembangunan wilayah pesisir


dan lautan yang telah ditegaskan dalam GBHN, maka perlu ditetapkan
pokok-pokok kebijakan pembangunan wilayah pesisir dan lautan dalam
Repelita VI. Pokok-pokok kebijakan pembangunan kelautan tersebut
meliputi: (1) menegakkan kedaulatan dan yurisdiksi n; (2) mendayagunakan
potensi laut dan dasar laut; (3) meningkatkan harkat dan taraf hidup nelayan;
(4) mengembangkan potensi berbagai industri kelautan nasional dan
penyebarannya di seluruh wilayah tanah air; (5) memenuhi kebutuhan data
dan informasi kelautan serta memadukan dan mengembangkannya dalam
suatu jaringan sistem informasi kelautan; dan (6) mempertahankan daya
dukung serta kelestarian fungsi lingkungan hidup.

1. Menegakkan Kedaulatan dan Yuridiksi Nasional


Dalam rangka menegakkan kedaulatan dan yuridiksi nasional
untuk pendayagunan dan pemanfaatan fungsi wilayah laut nasional,
ditetapkan kebijakan:
a. Menerapkan Konvensi Hukum Laut Perserikatan Bangsa-Bangsa 1982
(United Nations Convention on the Law of the Sea, atau UNCLOS
1982) melalui penetapan batas wilayah perairan Indonesia untuk
diserahkan hasilnya kepada Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), sesuai
dengan ketentuan konvensi hokum laut PBB;
b. Merumuskan dan menetapkan Alur Laut Kepulauan Indonesia (ALKI)
untuk kepentingan pelayaran internasional sebagai bagian yang tak
terpisahkan dari wilayah yurisdiksi nasional Indonesia melalui
pengaturan, penetapan, dan pengendalian ALKI;
c. Mengembangkan potensi nasional menjadi kekuatan pertahanan
keamanan Negara (hankamneg) di bidang maritim untuk menjamin
keselamatan dan pembangunan di laut;
d. Melindungi benda bersejarah yang berada di dasar laut, mengupayakan
pembuatan peta perkiraan lokasinya, dan membuat peraturan tentang
kepemilikannya.

2. Meningkatkan Pendayagunaan Potensi Laut dan Dasar Laut


Dalam rangka mendayagunakan potensi laut dan dasar laut,
kebijakan yang ditempuh adalah:
a. Mengembangkan industri pengolahan ikan pada pusat pengumpulan
untuk menampung hasil tangkapan dan budi daya ikan yang
disesuaikan dengan kebijakan industri tentang penetapan zona industri
dan algomerasi industri dalam kawasan pertumbuhan ekonomi.
b. Memanfaatkan dan mengembangkan teknologi penangkapan dan budi
daya ikan, udang, rumput laut, mutiara serta teknologi eksplorasi dan
eksploitasi potensi dasar laut secara efektif, efisien dan yang ramah
lingkungan.
c. Meningkatkan jumlah dan kualitas sumber daya manusia untuk
merencanakan, mengelola, dan memanfaatkan sumber daya laut
secara lintas sektoral dan multidisiplin di tingkat nasional dan daerah;
d. Menggali, mengumpulkan, mengolah data dan informasi mengenai
cekungan minyak dengan memperhatikan batas-batas eksploitasi
sesuia potensi lestari; mendorong pemanfaatan dan pengembangan
IPTEK kelautan untuk meningkatkan kemampuan mengelolah potensi
air laut menjadi air bersih dan energi alternatif bagi kesejahteraan
masyarakat di daerah terpencil, dan mendorong penyelenggaraan
survai, inventarisasi, dan evaluasi agar sejauh mungkin menggunakan
kemampuan nasional dalam rangka penyediaan data hasil survai dan
penelitian kelautan.

3. Meningkatkan Harkat dan Taraf Hidup Nelayan


Beberapa kebijakan yang ditempuh untuk meningkatkan harkat dan
taraf hidup nelayan adalah:
a. Mendorong usaha peningkatan hasil tangkap nelayan kecil melalui
penyediaan wilayah penangkapan yang bebas dari persaingan dengan
kapal penangkap ikan berteknologi canggih;
b. Meningkatkan produksi usaha nelayan kecil dan membina industri
kecil pengolahan hasil laut.
c. Penyempurnaan pola hubungan kerja antara KUD dan nelayan dengan
pengusaha dalam rangka meningkatkan keandalan sistem distribusi;
d. Mengembangkan sentra produksi perikanan dalam upaya
meningkatkan produktivitas dan peran serta masyarakat desa pantai.
e. Meningkatkan kesejahteraan dan kemampuan masyarakat desa pantai
melalui pemantapan organisasi dan pemerintahan desa pantai,
pengembangan prasarana social untuk menggerakkan kehidupan
ekonomi, dan pencarian alternatif kesempatan kerja di musim
paceklik.

4. Mengembangkan Potensi Industri Kelautan


Beberapa kebijakan yang ditempuh untuk mengembangkan potensi
industri kelautan adalah:
a. Mengembangkan industri kelautan secara bertahap dan terpadu
melalui keterkaitan antara industri kelautan dan sektor industri
(pembangunan) lainnya, terutama dengan sektor ekonomi yang
memasok bahan baku industri;
b. Mendorong iklim yang kondusif bagi penanaman modal untuk
penyebaran pembangunan industri kelautan di berbagai daerah
terutama KTI, sesuai dengan potensi masing-masing dan pola tata
ruang nasional dan mendorong pengembangannya agar lebih efisien
dan mampu bersaing, baik di tingkat regional maupun global;
c. Mendorong peningkatan kapasitas produksi galangan kapal kayu
dan fiber glass untuk menunjang pemenuhan kebutuhan armada
pelayaran rakyat, perikanan dan wisata;
d. Mewujudkan pola pengembangan industri kelautan melalui kebijakan
wilayah terpadu dan kebijakan pengembangan aglomerasi industri dan
zona industri.
e. Mengembangkan sistem transportasi laut nasional untuk
meningkatkan aksesibilitas dengan pusat-pusat pengembangan
ekonomi regional dan nasional serta mengembangkan jalur lalu lintas
antarsamudera, seperti jalur Singapura-Biak; Laut Cina Selatan-
Australia, dan mengupayakan akses jalur lintas tersebut ke pelabuhan
samudera lokal dan mengembangkan jalur pelayaran antarpulau besar
dan jalur penyeberangan antarpulau yang berdekatan;
f. Meningkatkan kapasitas daya tampung pelabuhan, pergudangan, dan
lapangan penumpukan serta meningkatkan mutu pelayanan jasa
kepelabuhanan;
g. Mengembangkan potensi kawasan yang cepat tumbuh yang dapat
mempercepat pembangunan ekonomi, seperti pembentukan kawasan
segitiga pertumbuhan dengan negara tetangga khususnya di KTI;
h. Meningkatkan keselamatan pelayaran melalui peningkatan pelayanan
navigasi dan kegiatan pemetaan laut di lokasi yang padat lalu lintas
pelayarannya.

5. Mengembangkan Data dan Informasi Kelautan


Untuk memenuhi kebutuhan data dan informasi kelautan serta
memadukannya, maka kebijakan yang ditempuh adalah:
a. Meningkatkan koordinasi antarsektor, antarlembaga maupun
antardisiplin ilmu yang didukung oleh tersedianya perangkat hokum
yang dapat mengatur pemanfaatan data dan informasi sumber daya
laut;
b. Mengembangkan sistem kelembagaan kelautan yang berfungsi
mengkoordinasikan perencanaan, pelaksanaan dan pemantauan
kegiatan pemanfaatan sumber daya laut, dan mengamankan
kepentingan nasional di laut serta mengkoordinasikan penyelesaian
masalah penggunaan wilayah laut dan pesisir, dan mendorong
terbentuknya jaringan sistem informasi geogarfis kelautan di berbagai
lembaga kelautan pemerintah, baik perguruan tinggi, lembaga
penelitian maupun swasta untuk digunakan bagi perencanaan
pemanfaatan sumber daya laut.

6. Mempertahankan Daya Dukung dan Kelestarian Fungsi Lingkungan


Laut
Beberapa kebijakan yang ditempuh untuk mempertahankan daya
dukung dan kelestarian fungsi lingkungan laut adalah:
a. Menanamkan budaya kelautan dan cinta bahari sedini mungkin, pola
anak-anak di Iingkungan keluarga, sekolah maupun masyarakat
melalui kegiatan yang mendukung penyebarluasan informasi produk
kelautan, wisata bahari, serta tentang fungsi ekosistem laut dan
keragaman hayati;
b. Meningkatkan kepedulian masyarakat terhadap lingkungan laut dan
pesisir melalui pemahaman fungsi ekosistem pantai dan keragaman
hayati seperti terumbu karang, hutan mangrove dan nipah sehingga
fungsinya sebagai penghalang gelombang, habitat dan pembiakan ikan
sekaligus sebagai potensi wisata dapat terjamin;
c. Meningkatkan kesadaran masyarakat akan besarnya manfaat
pengolahan hasil-hasil sumber daya laut agar bangsa indonesia dapat
hidup dari laut, dan menyadari hak dan kewajiban penggunaan
kekayaan diwilayah laut nasional yang juga berfungsi sebagai wahana
pemersatu;
d. Mengembangkan daerah yang memiliki potensi wisata bahari melalui
pengembangan sarana dan prasarana promosi, pelayanan dengan tetap
memelihara kelestarian fungsi lingkungan hidup;
e. Meningkatkan upaya pembinaan pengawasan, dan penegakan
peraturan sebagai produk perangkat hukum di lapangan;
f. Melakukan pengkajian untuk mengembangkan alternatif cara
pemanfaatan potensi laut yang lebih akrab lingkungan;
g. Menyusun dan menetapkan tata ruang laut yang berwawasan
lingkungan untuk dijadikan pedoman bagi perencanaan pembangunun
agar penetaan lingkungan hidup dan pemanfaatan sumber daya laut
dapat dilakukan secara aman, tertib, efisien, dan efektif;
h. Menetapkan klasifikasi kawasan laut menjadi kawasan kritis, kawasan
perlindungan atau konservasi, kawasan produksi dan budidaya, dan
kawasan khusus. Kawasan kritis merupakan kawasan tertentu yang
kegiatannya perlu dibatasi atau dihentikan apabila terjadi gangguan
keseimbangan ekosistem. Kawasan konservasi merupakan kawasan
yang kelestariannya dilindungi sehingga kegiatan eksplorasi dan
eksploitasi tidak diizinkan. Kawasan produksi dan budi daya
merupakan wilayah penyelenggaraan pemanfaatan kekayaan laut dan
dasar laut. Kawasan khusus merupakan zona untuk kegiatan
pertahanan keamanan.

PENUTUP

Pengelolaan sumberdaya pesisir dan laut dalam kerangka pengembangan


wilayah, akan lebih efektif bila dilaksanakan secara bersama-sama dari seluruh
stakeholder yang terkait baik di tingkat pusat maupun daerah. Otonomi daerah
telah membuka peluang desentralisasi pengelolaan sumberdaya pesisir dan laut.
Ini penting karena Indonesia merupakan negara kepulauan yang sangat luas dan
banyak memiliki daerah terisolasi, miskin alat transportasi dan komunikasi, masih
lemah sistem administrasi pemerintahannya, masih kurangnya kapasitas SDM,
serta begitu banyaknya masyarakat yangmenmggantungkan kehidupan
dannafkahnya pada sumberdaya pesisir dan laut. Dengan demikian, antara
pemerintah dan masyarakat akan semakin dekat dan terpetakan berbagai masalah
yang dihadapi sebagian besar masyarakat.

Pembangunan perekonomian daerah, terutama yang didasarkan pada


sumberdaya wilayah pesisir dan laut dapat dilakukan dengan lebih baik dan
memperhatikan kelestarian lingkungan, sehingga didapat konsep pembangunan
yang berkelanjutan yaitu pembangunan yang berusaha memenuhi kebutuhan
sekarang tanpa mengurangi kemampuan generasi yang akan datang untuk
memenuhi kebutuhan mereka. Pembangunan yang berkelanjutan juga
mengusahakan agar hasil pembangunan terbagi secara merata dan adil pada
berbagai kelompok dan lapisan masyarakat serta antar generasi karena
pembangunan berkelanjutan ini berwawasan lingkungan. Wilayah pesisir dan laut
dengan segala karakteristiknya menjadi satu potensi yang patut dijaga dan
dikembangkan sebagai sumber perekonomian daerah, sehingga dapat digunakan
untuk ksejahteraan masyarakat.
DAFTAR PUSTAKA

Suharno.2013. Pembangunan Pesisir. http://suharno048unhalu.blogspot.co.id.


Diakses pada tanggal 14 Maret 2017

Wiranto Tatang. 2013.PEMBANGUNAN WILAYAH PESISIR DAN LAUT


DALAM KERANGKA PEMBANGUNAN PEREKONOMIAN
DAERAH.Diakses pada tanggal 14 maret 2017

You might also like