You are on page 1of 12

NEPHROTIC SINDROM

A. Definisi
Nephrotic Syndrome adalah merupakan kumpulan gejala yang disebabkan oleh adanya
injury glomerular yang terjadi pada anak dengan karakteristik; proteinuria, hypoproteinuria,
hypoalbuminemia, hyperlipidemia dan edema. (Suriadi, 2006)
Sindroma nefrotik adalah suatu sindroma yang ditandai dengan proteinuria,
hipoalbuminemia, hiperlipidemia, dan edema. Sindrom ini dapat terjadi karena adanya faktor
yang menyebabkan premeabilitas glomerulus. (Hidayat, A.Aziz, 2006)
Sindroma Nefrotik adalah penyakit dengan gejala edema, proteinuria, hipoalbuminemia,
hiperlipidemia, kadang-kadang terdapat hematuria, hipertensi, dan penurunan fungsi ginjal.
(Ngastiyah, 2005)
Berdasarkan pengertian diatas maka, dapat diambil kesimpulan bahwa sindroma nefrotik
adalah merupakan suatu kumpulan gejala yang ditandai dengan proteinuria,
hipoalbuminemia, hiperlipidemia, dan edema.
B. Etiologi
Penyebab sindrom nefrotik yang pasti belum diketahui, akhir-akhir ini dianggap sebagai
suatu penyakit autoimun, yaitu suatu reaksi antigen – antibodi. Menurut Ngastiyah (2005),
umumnya etiologi dibagi menjadi :
1. Sindrom nefrotik bawaan
Diturunkan sebagai resesif autosomal atau karena reaksi maternofetal. Resisten terhadap
semua pengobatan. Prognosis buruk dan biasanya pasien meninggal dalam bulan-bulan
pertama kehidupannya.
Gejala : Edema pada masa neonatus
2. Sindrom nefrotik sekunder
Disebabkan oleh :
a. Malaria kuartana (malaria kuartana yang disebabkan plasmodium malariae, memiliki masa
inkubasi lebih lama daripada penyakit malaria tertiana atau tropika; gejala pertama biasanya
tidak terjadi antara 18 sampai 40 hari setelah infeksi terjadi. Gejala itu kemudian akan
terulang lagi tiap tiga hari) atau parasit lainnya.
b. Penyakit kolagen seperti lupus eritematosus diseminata, purpura anafilaktoid.
c. Glumerulonefritis akut atau kronik,
d. Trombosis vena renalis.
e. Bahan kimia seperti trimetadion, paradion, penisilamin, garam emas, air raksa.
f. Amiloidosis, penyakit sel sabit, hiperprolinemia, nefritis membranoproliferatif
hipokomplementemik. (Ngastiyah, 2005)
3. Sindrom nefrotik idiopatik
Tidak diketahui sebabnya atau disebut sindroma nefrotik primer. Berdasarkan histopatologis
yang tampak pada biopsi ginjal dengan pemeriksaan mikroskop biasa dan mikroskop
elektron, Churk dkk membaginya menjadi :
a. Kelainan minimal
Pada mikroskop elektron akan tampak foot prosessus sel epitel berpadu. Dengan cara
imunofluoresensi ternyata tidak terdapat imunoglublin G (IgG) pada dinding kapiler
glomerulus.
b. Nefropati membranosa
Semua glomerulus menunjukan penebalan dinding kapiler yang tersebar tanpa proliferasi sel.
Prognosis kurang baik.
c. Glomerulonefritis proliferatif
1. Glomerulonefritis proliferatif esudatif difus. Terdapat proliferasi sel mesangial dan infiltrasi
sel polimorfonukleus. Pembengkanan sitoplasma endotel yang menyebabkan kapiler
tersumbat.
2. Dengan penebalan batang lobular.
Terdapat prolefirasi sel mesangial yang tersebar dan penebalan batang lobular.
3. Dengan bulan sabit ( crescent)
Didapatkan proliferasi sel mesangial dan proliferasi sel epitel sampai kapsular dan viseral.
Prognosis buruk.
4. Glomerulonefritis membranoproliferatif
Proliferasi sel mesangial dan penempatan fibrin yang menyerupai membran basalis di
mesangium. Titer globulin beta-IC atau beta-IA rendah. Prognosis buruk.
5. Lain-lain perubahan proliferasi yang tidak khas.
4. Glomerulosklerosis fokal segmental
Pada kelainan ini yang mencolok sklerosis glomerulus. Sering disertai atrofi tubulus.
Prognosis buruk.

C. Patofisiologi dan Pohon Masalah (Pathways)


Kondisi dari sindrom nefrotik adalah hilangnya plasma potein, terutama albumin ke dalam
urine. Meskipun hati mampu meningkatkan produksi albumin, namun organ ini tidak mampu
untuk terus mempertahankannya jika albumin terus-menerus hilang melalui ginjal sehingga
terjadi hipoalbuminemia.
Terjadinya penurunan tekanan onkotik menyebabkan edema generalisata akibat cairan yang
berpindah dari sistem vaskular ke dalam ruang cairan ekstraseluler. Penurunan sirkulasi
volume darah mengaktifkan sistem renin-angiotensin menyebabkan retensi natrium dan
edema lebih lanjut.
Manifestasi dari hilangnya protein dalam serum akan menstimulasi sintesis lipoprotein di hati
dan terjadi peningkatan konsentrasi lemak dalam darah (hiperlipidemia).
Sindrom nefrotik dapat terjadi di hampir setiap penyakit renal intrinsik atau sistemik yang
mempengaruhi glomerulus. Meskipun secara umum penyakit ini dianggap menyerang anak-
anak, namun sindrom nefrotik juga terjadi pada orang dewasa termasuk lansia. Penyebab
sindrom nefrotik mencakup glomerulonefritis kronis, dibetes mellitus disertai
glomerulosklerosis interkapiler, amiloidosis ginjal, penyakit lupus erythematosus sistemik,
dan trombosis vena renal.
Respons perubahan patologis pada glomerulus secara fungsional akan memberikan berbagai
masalah keperawatan pada pasien yang mengalami glomerulus progresif cepat. (Arif
Muttaqin, 2011).

D. Manifestasi Klinik
1. Manifestasi utama sindrom nefrotik adalah edema. Edema biasanya bervariasi dari bentuk
ringan sampai berat (anasarka). Edema biasanya lunak dan cekung bila ditekan (pitting), dan
umumnya ditemukan disekitar mata (periorbital) dan berlanjut ke abdomen daerah genitalia
dan ekstermitas bawah.
2. Penurunan jumlah urin : urine gelap, berbusa
3. Pucat
4. Hematuri
Hematuria mikroskopik kadang-kadang terlihat pada sindrom nefrotik, namun tidak dapat
dijadikan petanda untuk membedakan berbagai tipe sindrom nefrotik.
5. Anoreksia dan diare disebabkan karena edema mukosa usus.
6. Sakit kepala, malaise, nyeri abdomen, berat badan meningkat dan keletihan umumnya
terjadi.
7. Gagal tumbuh dan pelisutan otot (jangka panjang), (Betz, Cecily L.2002 )

E. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan Urin
Urinalisis adalah tes pertama kali digunakan dalam diagnosis sindrom nefrotik. Proteinuria
nefrotik akan terlihat oleh 3 + atau 4 + pada dipstick bacaan, atau dengan pengujian semi
kuantitatif oleh asam sulfosalicylic. Sebuah 3 + merupakan 300 mg / dL dari protein urin atau
lebih, yaitu 3 g / L atau lebih dan dengan demikian dalam kisaran nefrotik. Pemeriksaan
dipsticks kimia albumin adalah protein utama yang diuji.
a. Protein urin > 3,5 gram/1,73 m2 luas permukaan tubuh/hari
b. Urinalisa cast hialin dan granular, hematuria
c. Dipstick urin positif untuk protein dan darah
d. Berat jenis urin meningkat (normal : 285 mOsmol)
2. Darah
Pada pemeriksaan kimia darah dijumpai:
a. Protein total menurun (N : 6,2-8,1 mg/100 ml)
b. Albumin menurun (N : 4-5,8 mg/100 ml). Hal ini disebut sebagai hipoalbuminemia (nilai
kadar albumin dalam darah < 2,5 gram/100 ml). Pada SN ternyata katabolisme protein
meningkat akibat katabolisme protein yang terjadi di tubuh ginjal. Peningkatan katabolisme
in merupakan factor tambahan terjadinya hipoalbuminemia selain dari proteinuria
(albuminuria). Pada SN sering pula dijumpai anoreksia akibat edema mukosa usus sehingga
intake berkurang yang pada gilirannya dapat menimbulkan hipoproteinemia. Pada umumnya
edema anasarka terjadi bila kadar albumin darah < 2 gram/100 ml, dan syok hipovolemia
terjadi biasanya pada kadar < 1 gram/100 ml. (Betz, 2002)
3. Pemeriksaan Diagnostik
a. Rontgen dada bisa menunjukkan adanya cairan yang berlebihan.
b. USG ginjal dan CT Scan ginjal atau IVP menunjukkan pengkisutan ginjal.
c. Biopsi ginjal bisa menunjukkan salah satu bentuk glomerulonefritis kronis atau
pembentukkan jaringan parut yang tidak spesifik pada glomeruli. (Betz, 2002)

F. Penatalaksanaan
1. Penatalaksanaan Medis
Pengobatan sindroma nefrotik hanya bersifat simptomatik, untuk mengurangi atau
menghilangkan proteinuria dan memperbaiki keadaan hipoalbuminemia, mencegah dan
mengatasi komplikasinya, yaitu:
a. Istirahat sampai edema tinggal sedikit. Batasi asupan natrium sampai kurang lebih 1
gram/hari secara praktis dengan menggunakan garam secukupnya dan menghindari makanan
yang diasinkan. Diet protein 2-3 gram/kgBB/hari.
b. Makanan yang mengandung protein tinggi sebanyak 3 – 4 gram/kgBB/hari, dengan garam
minimal bila edema masih berat. Bila edema berkurang dapat diberi garam sedikit.
c. Bila edema tidak berkurang dengan pembatasan garam, dapat digunakan diuretik, biasanya
furosemid 1 mg/kgBB/hari. Bergantung pada beratnya edema dan respon pengobatan. Bila
edema refrakter, dapat digunakan hididroklortiazid (25-50 mg/hari) selama pengobatan
diuretik perlu dipantau kemungkinan hipokalemi, alkalosis metabolik dan kehilangan cairan
intravaskuler berat.
d. Dengan antibiotik bila ada infeksi.
e. Diuretikum
f. Kortikosteroid
International Cooperative Study of Kidney Disease in Children (ISKDC) mengajukan cara
pengobatan sebagai berikut :
1) Selama 28 hari prednison diberikan per oral dengan dosis 60 mg/hari/luas permukaan badan
(lpb) dengan maksimum 80 mg/hari.
2) Kemudian dilanjutkan dengan prednison per oral selama 28 hari dengan dosis 40
mg/hari/lpb, setiap 3 hari dalam satu minggu dengan dosis maksimum 60 mg/hari. Bila
terdapat respons, maka pengobatan ini dilanjutkan secara intermitten selama 4 minggu.
3) Tapering-off: prednison berangsur-angsur diturunkan, tiap minggu: 30 mg, 20 mg, 10 mg
sampai akhirnya dihentikan.
g. Lain-lain
Pungsi asites, pungsi hidrotoraks dilakukan bila ada indikasi vital. Bila ada gagal jantung,
diberikan digitalis. (Behrman, 2000)
2. Penatalaksanaan Keperawatan
Pasien sindroma nefrotik perlu dirawat di rumah sakit, karena memerlukan pengawasan
dan pengobatan yang khusus. Masalah pasien yang perlu diperhatikan adalah edema yang
berat (anasarka), diet, resiko komplikasi, pengawasan mengenai pengobatan atau gangguan
rasa aman dan nyaman, dan kurangnya pengetahuan orang tua mengenai penyakit pasien.
Pasien sindroma nefrotik dengan anasarka perlu istirahat di tempat tidur, karena dengan
keadaan edema yang berat menyebabkan pasien kehilangan kemampuannya untuk bergerak.
Selama edema masih berat semua keperluan harus ditolong di atas tempat tidur.
a. Baringkan pasien setengah duduk, karena adanya cairan di rongga thoraks akan
menyebabkan sesak nafas.
b. Berikan alas bantal pada kedua kakinya sampai pada tumit (bantal diletakkan memanjang,
karena jika bantal melintang maka ujung kaki akan lebih rendah dan akan menyebabkan
edema hebat).
c. Bila pasien seorang anak laki-laki, berikan ganjal dibawah skrotum untuk mencegah
pembengkakan skrotum karena tergantung (pernah terjadi keadaan skrotum akhirnya pecah
dan menjadi penyebab kematian pasien).
Bila edema telah berkurang diperbolehkan pasien melakukan kegiatan sesuai
kemampuannya, tetapi tetap didampingi atau dibantu oleh keluarga atau perawat dan pasien
tidak boleh kelelahan. Untuk mengetahui berkurangnya edema pasien perlu ditimbang setiap
hari, di ukur lingkar perut pasien. Selain itu perawatan pasien dengan sindroma nefrotik,
perlu dilakukan pencatatan masukan dan pengeluaran cairan selama 24 jam. Pada pasien
dengan sindroma nefrotik diberikan diet rendah protein yaitu 1,2-2,0 gram/kgBB/hari dan
cukup kalori yaitu 35 kal/kgBB/hari serta rendah garam (1 gram/hari). Bentuk makanan
disesuaikan dengan keadaan pasien, bisa makanan biasa atau lunak. (Ngastiyah, 2005)
Pasien dengan sindroma nefrotik mengalami penurunan daya tahan tubuh yang
mengakibatkan mudah terkena infeksi. Komplikasi pada kulit akibat infeksi streptococcus
dapat terjadi. Untuk mencegah infeksi tersebut, kebersihan kulit perlu diperhatikan dan alat-
alat tenun atau pakaian pasien harus bersih dan kering. Antibiotik diberikan jika ada infeksi,
dan diberikan pada waktu yang sama. Jika pasien diperbolehkan pulang, orang tua pasien
perlu diberikan penjelasan bagaimana merawat anak yang menderita penyakit sindroma
nefrotik. Pasien sendiri perlu juga diterangkan aktivitas apa yang perlu dilakukan dan
kepatuhan tentang dietnya masih perlu diteruskan sampai pada saatnya dokter mengizinkan
bebas diet. Memberikan penjelasan pada keluarga bahwa penyakit ini sering kambuh atau
berubah menjadi lebih berat jika tidak terkontrol secara teratur, oleh karena itu orang tua atau
pasien dianjurkan kontrol sesuai waktu yang ditentukan (biasanya 1 bulan sekali).
(Ngastiyah, 2005)

G. Komplikasi
1. Infeksi sekunder mungkin karena kadar imunoglobulin yang rendah akibat
hipoalbuminemia.
2. Shock : terjadi terutama pada hipoalbuminemia berat (< 1 gram/100ml) yang menyebabkan
hipovolemia berat sehingga menyebabkan shock.
3. Trombosis vaskuler : mungkin akibat gangguan sistem koagulasi sehingga terjadi
peninggian fibrinogen plasma.
4. Komplikasi yang bisa timbul adalah malnutrisi atau kegagalan ginjal. (Rauf, .2002)
BAB III
KONSEP DASAR KEPERAWATAN

A. Pengkajian
1. Pengkajian Anamnesa
a. Identitas
b. Keluhan utama yang sering dikeluhkan wajah atau kaki.
c. Pada pengkajian riwayat kesehatan sekarang, perawat menanyakan hal berikut :
1. Kaji berapa lama keluhan adanya perubahan urine output.
2. Kaji onset keluhan bengkak pada wajah atau kaki apakah disertai dengan adanya keluhan
pusing dan cepat lelah.
3. Kaji adanya keluhan sakit kepala dan malaise.
d. Pada pengkajian riwayat kesehatan dahulu, perawat perlu mengkaji apakah klien pernah
menderita penyakit edema, apakah ada riwayat dirawat dengan penyakit diabetes melitus dan
penyakit hipertensi pada masa sebelumnya. Penting dikaji tentang riwayat pemakaian obat-
obatan masa lalu dan adanya riwayat alergi terhadap jenis obat dan dokumentasikan.
e. Pada pengkajian psikososiokultural, adanya kelemahan fisik, wajah, dan kaki yang bengkak
akan memberikan dampak rasa cemas dan koping yang maladaptif pada klien.
f. Riwayat kehamilan dan persalinan
1. Prenatal
Keadaan dimana ibu memeriksakan kandungannya selama mengandung dan asupan nutrisi
selama kehamilan.
2. Natal
Proses persalinan pada saat dilahirkan, serta kondisi bayi saat dilahirkan.
3. Postnatal
Asupan nutrisi yang diperoleh saat dilahirkan hingga dewasa.
4. Imunisasi
BCG 1 kali, DPT 3 kali, polio 3 kali, campak 1 kali
g. Riwayat kesehatan lingkungan
Endemik malaria sering terjadi kasus sindroma nefrotik.
h. Riwayat pertumbuhan dan perkembangan.
Berat badan = umur (tahun) X 2 + 8. Tinggi badan = 2 kali tinggi badan lahir.

Perkembangan psikoseksual : anak berada pada fase oedipal/falik dengan ciri meraba-

raba dan merasakan kenikmatan dari beberapa daerah erogennya, senang bermain dengan

anak berjenis kelamin beda, oedipus kompleks untuk anak laki-laki lebih dekat dengan ibu,

elektra kompleks untuk anak perempuan lebih dekat dengan ayah.

Perkembangan psikososial : anak berada pada fase pre school (inisiative vs rasa bersalah)

yaitu memiliki inisiatif untuk belajar mencari pengalaman baru. Jika usahanya diomeli atau

dicela anak akan merasa bersalah dan menjadi anak peragu.

Perkembangan kognitif : masuk tahap pre operasional yaitu mulai mempresentasekan

dunia dengan bahasa, bermain dan meniru, menggunakan alat-alat sederhana.

Perkembangan fisik dan mental : melompat, menari, menggambar orang dengan kepala,

lengan dan badan, segiempat, segitiga, menghitung jari-jarinya, menyebut hari dalam

seminggu, protes bila dilarang, mengenal empat warna, membedakan besar dan kecil, meniru

aktivitas orang dewasa.

Respon hospitalisasi : sedih, perasaan berduka, gangguan tidur, kecemasan, keterbatasan

dalam bermain, rewel, gelisah, regresi, perasaan berpisah dari orang tua, teman.

2. Pemeriksaan fisik
Keadaan umum klien lemah dan terlihat sakit berat dengan tingkat kesadaran biasanya
compos mentis. Pada TTV sering tidak didapatkan adanya perubahan.
B1 (Breating). Biasanya tidak didapatkan adanya gangguan pola nafas dan jalan napas
walau secara frekuensi mengalami peningkatan terutama pada fase akut. Pada fase lanjut
sering didapatkan adanya gangguan pola napas dan jalan napas yang merupakan respons
terhadap edema pulmoner dan efusi pleura.
B2 (Blood). Sering ditemukan penurunan curah jantung respons sekunder dari peningkatan
beban volume.
B3 (Brain). Didapatkan edema wajah terutama periorbital, sklera tidak ikterik. Status
neurologis mengalami perubahan sesuai dengan tingkat parahnya azotemia pada sistem saraf
pusat.
B5 (Bowel). Didapatkan adanya mual dan muntah, anoreksia sehingga sering didapatkan
penurunan intake nutrisi dari kebutuhan. Didapatkan asites pada abdomen
B6 (Bone). Didapatkan adanya kelemahan fisik secara umum, efek sekunder dari edema
tungkai dari keletihan fisik secara umum.
3. Pengkajian Diagnostik
Urinalisis didapatkan hematuria secara mikroskopik, proteinuria, terutama albumin.
Keadaan ini juga terjadi akibat meningkatnya permeabilitas membaran glomerulus.

4. Pengkajian Penatalaksanaan Medis


Tujuan terapi adalah mencegah terjadinya kerusakan ginjal lebih lanjut dan
menurunkan risiko komplikasi. Untuk mencapai tujuan terapi, maka penatalaksanaan tersebut
meliputi hal-hal berikut :
a. Tirah baring
Untuk mengatasi penyulit, pada stadium oedem, ada hipertensi, ada bahaya trombosis,
apabila relaps.
b. Diuretik
Diberikan furosemid 1-2 mg/kgBB/dosis 2-4 kali sehari.
c. Adenokortikosteroid, golongan prednison
Induksi : 2 mg/kgBB/24 jam dibagi 3 dosis selama 4 minggu (maksimal 80 mg/24 jam). Bila
terjadi remisi : 2 mg/kgBB/24 jam dosis tunggal tiap pagi, tiap 48 jam sekali selama 4
minggu. Tapering off dosis dikurangi 0,5 mg/kgBB setiap 2 minggu, selama 2-4 bulan.
d. Diet rendah natrium tinggi protein
Tinggi protein dan rendah garam (pada stadium oedem dan selama pemberian kortikosteroid.
Cairan dibatasi. Pemberian kalsium dan vitamin D.
e. Terapi cairan
Jika klien dirawat di rumah sakit, maka intake dan output diukur secara cermat dan dicatat.
Cairan diberikan untuk mengatasi kehilangan cairan dan berat badan harian.
B. Diagnosa Keperawatan
1. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan penurunan volume urine, retensi cairan dan
natrium.
2. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
ketidakmampuan untuk mengabsorpsi nutrien.
3. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan kekuatan otot, kontrol dan atau
massa.
4. Kecemasan berhubungan dengan perubahan status kesehatan.

C. Rencana Asuhan Keperawatan


Diagnosa keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
1. Kelebihan volume cairan Setelah dilakukan1. Pertahankan catatan
berhubungan dengan penurunan tindakan keperawatan intake dan output yang
volume urine, retensi cairan dan selama ...x24 jam akurat
natrium. kelebihan cairan teratasi 2. Pasang urin kateter jika
dengan kriteria hasil : diperlukan
 Terbebas dari edema, 3. Monitor hasil lab yang
efusi, anaskara sesuai dengan retensi
 Bunyi nafas bersih, tidak cairan (BUN, Hmt,
ada dyspneu/ortopneu osmolalitas urin)
 Terbebas dari distensi vena
4.Monitor vital sign
jugularis 5. Monitor indikasi
 Memelihara tekanan vena retensi/kelebihan cairan
sentral, tekanan kapiler (cracles, CVP, edema,
paru, output jantung dan distensi vena leher,
vital sign asites)
 Terbebas dari kelelahan, 6. Kaji lokasi dan luas
kecemasan atau bingung edema
7. Monitor masukan
makanan/cairan
8. Monitor status nutrisi
9. Monitor berat badan
10. Monitor elektrolit
11. Monitor tanda dan gejala
dari odema.
2. Ketidakseimbangan nutrisi Setelah dilakukan
1. Kaji adanya alergi
kurang dari kebutuhan tubuh tindakan keperawatan makanan
berhubungan dengan selama ...x24 jam nutrisi
2. Kolaborasi dengan ahli
ketidakmampuan untuk kurang teratasi dengan gizi untuk menentukan
mengabsorpsi nutrien. indikator : jumlah kalori dan nutrisi
 Albumin serum yang dibutuhkan pasien
 Pre albumin serum 3. Monitor adanya
 Hematrokit penurunan BB gula
 Hemaglobin darah
 Total iron binding capacity4. Monitor turgor kulit
 Jumlah limfosit 5. Monitor kekringan,
rambut kusam, total
protein, Hb dan kadar Ht
6. Monitor mual dan
muntah
7. Monitor pucat,
kemerahan, dan
kekeringan konjungtiva
8. Monitor intake nutrisi
9. Kolaborasi dengan
dokter tentang
kebutuhan suplemen
makanan seperti
NGT/TPN sehingga
intake cairan yang
adekuat dapat
dipertahankan
10. Informasikan kepada
klien dan nutkeluarga
tentang manfaat nutrisi
3. Gangguan mobilitas fisik Setelah dilakukan
1. Kaji kemampuan pasien
berhubungan dengan penurunan tindakan keperawatan dalam mobilisasi
kekuatan otot, kontrol dan atau selama ...x24 jam
2. Latih pasien dalam
massa. gangguan mobilitas fisik pemenuhan kebutuhan
teratasi dengan kriteria ADL secara mandiri
hasil : sesuai kemampuan
 Klien meningkat dalam 3. Dampingi dan bantu
aktivitas fisik pasien saat mobilisasi
 Mengerti tujuan dari dan bantu penuhi
peningkatan mobilitas kebutuhan ADL pasien
 Memperagakan 4. Rencanakan dan
penggunaan alat bantu sediakan aktivitas secara
untuk mobilisasi (walker) bertahap
5. Anjurkan keluarga untuk
membantu aktivitas
pasien

4. Kecemasan berhubungan dengan Setelah dilakukan


1. Gunakan pendekatan
perubahan status kesehatan. tindakan keperawatan yang menenangkan
selama ...x24 jam2. Temani pasien untuk
kecemasan klien teratasi memberikan keamanan
dengan kriteria hasil : dan mengurangi takut
 Klien mampu 3. Identifikasi tingkat
mengidentifikasi dan kecemasan
mengunkapkan gejala
4. Libatkan keluarga untuk
cemas mendampingi klien
 Mengidentifikasi, 5. Bantu pasien mengenal
mengungkapkan dan situasi yang
menunjukkan tehnik menimbulkan ke
untuk mengontrol cemas
 Vital sign dalam batas
normal
 Postur tubuh, ekspresi
wajah, bahasa tubuh dan
tingkat aktivitas
menunjukkan
berkurangnya kecemasan

You might also like