You are on page 1of 7

BLADDER TRAINING

A. DEFINISI
Bladder trining adalah latihan yang dilakukan untuk mengembalikan tonus otot kandung
kemih agar fungsinya kembali normal.

B. TUJUAN
1. Melatih klien untuk melakukan BAK secara mandiri.
2. Mempersiapkan pelepasan kateter yang sudah terpasang lama.
3. Mengembalikan tonus otot dari kandung kemih yang sementara waktu tidak ada karena
pemasangan kateter.
C. INDIKASI
Dilakukan pada :
1. Klien yang dilakukan pemasangan kateter cukup lama.
2. Klien yang akan di lakukan pelepasan dower kateter.
3. Klien yang mengalami inkontensia retentio urinea
4. Klien post operasi.

D. KONTRAINDIKASI
Tidak ada.

E. HAL-HAL YANG PERLU DIPERHATIKAN


Pastikan kebutuhan untuk bladder training

F. PROSEDUR KERJA
v Persiapan pasien
Sampaikan salam (Lihat SOP Komunikasi Terapeutik)
v Jelaskan tujuan dan prosedur yang akan dilakukan
v Persiapan alat:
Catatan perawat
Klem
v Persiapan Lingkungan
Jaga privasi klien dengan menutup pintu
Atur pencahayaan, penerangan dan ruangan yang kondusif
v Pelaksanaan: ada 2 tingkat yaitu tingkat masih dalam kateter dan tingkat bebas catheter.
Tingkat masih dalam kateter:
Prosedur 1 jam:
· Cuci tangan.
· Klien diberi minum setiap 1 jam sebanyak 200 cc dari jam 07.00 s.d. jam 19.00. Setiap kali
habis diberi minum ,catheter di klem.
§ Kemudian setiap jam kandung kemih dikosongkan mulai jam 08.00 s.d. jam 20.00 dengan
cara klem catheter dibuka.
· Pada malam hari (setelah jam 20.00) catheter dibuka (tidak diklem) dan klien boleh minum
tanpa ketentuan seperti pada siang hari.
· Prosedur tersebut diulang untuk hari berikutnya sampai program tersebut berjalan lancar
dan berhasil.
Prosedur 2 jam:
· Cuci tangan.
· Klien diberi minum setiap 2 jam sebanyak 200 cc dari jam 07.00 s.d. jam 19.00. Setiap kali
habis diberi minum, catheter di klem.
· Kemudian setiap jam kandung kemih dikosongkan mulai jam 09.00 s.d jam 21.00 dengan
cara klem catheter dibuka.
· Pada malam hari (setelah jam 20.00) catheter dibuka (tidak diklem) dan klien boleh minum
tanpa ketentuan seperti pada siang hari.
· Prosedur tersebut diulang untuk hari berikutnya sampai program tersebut berjalan lancar
dan berhasil.
Tingkat bebas catheter prosedur ini dilaksanakan apabila prosedur 1 sudah berjalan
lancar:
· Cuci tangan.
· Klien diberi minum setiap 1 jam sebanyak 200 cc dari jam 07.00 s.d. jam 19.00, lalu kandung
kemih dikosongkan.
· Kemudian catheter dilepas.
· Atur posisi yang nyaman untuk klien, bantu klien untuk
konsentrasi BAK, kemudian lakukan penekanan pada area kandung kemih dan lakukan
pengosongan kandung kemih setiap 2 jam dengan menggunakan urinal.
· Berikan minum terakhir jam 19.00, selanjutnya klien tidak boleh diberi minum sampai
jam 07.00 pagi untuk menghindari klien dari basahnya urine pada malam hari.
· Beritahu klien bahwa pengosongan kandung kemih selanjutnya dijadwalkan setiap 2
jam sekali, apabila ada rangsangan BAK sebelum 2 jam klien diharuskan
menahannya
· Buatlah sebuah jadwal bagi pasien untuk mencoba mengosongkan kandung kemih
dengan menggunakan urinal.
v Alat-alat dibereskan
v Akhiri interaksi dengan mengucapkan salam
v Cuci tangan (Lihat SOP Cuci Tangan)
v Dokumentasikan hasil tindakan

BLADDER TRAINING

Bladder training biasanya dilakukan pada pasien yang mengalami perubahan pola eliminasi
urin (inkontinensia) yang berhubungan dengan dysfungsi urologik.

Pengkajian :
Manifestasi klinis yang dapat ditemukan pada individu yang mengalami masalah eliminasi
urine :
1. inkontinensia urine
2. dribbling

Pengkajian Keperawatan :
1. Riwayat kejadian dan faktor pencetus.
2. mengkaji/menilai tingkat kesadaran dan kemampuan konsentrasi
3. Mengkaji sistem perkemihan untuk menentukan masalah kandung kemih.

Diagnosa Keperawatan:
Perubahan pola eliminasi urin (inkontinensia) berhubungan dengan disfungsi urologik.

Tindakan keperawatan Bladder training.


1. Membuat schedule menentukan waktu pelaksanaan kapan pasien mencoba untuk
mengosongkan kandung kemih dengan menggunakan komodo atau toilet.
2. Berikan pasien sejumlah cairan untuk diminum pada waktu yang dijadwalkan secara
teratur. (2500 ml/hari)
3. Anjurkan pasien untuk menunggu sekama 30 menit kemudian coba pasien untuk berkemih.
a. Posisikan pasien dengan paha fleksi, kaki dan punggung disupport.
b. Perintahkan untuk menekan atau memasage diatas area bladder atau meningkatkan tekanan
abdominal dengan cara bersandar ke depan. Ini dapat membantu dalam memulai
pengosongan bladder.
c. Ajurkan klien untuk berkonsentrasi terhadap bak
d. Anjurkan klien untuk mencoba berkemih setiap 2 jam. Interval dapat diperpanjang .
Sebagai pedoman :
Atur bunyi alarm jam dengan interval setiap 2 – 3 jam pada siang hari.
Dan pada malam hari cukup 2 kali .
Batasi cairan setelah jam 5 sore.
4. Anjurkan pasien untuk berkemih sesuai jadwal, catat jumlah cairan yang diminum serta
urine yang keluar dan waktu berkemih.
5. Anjurkan klien untuk menahan urinnya sampai waktu bak yang telah dijadwalkan.
6. Kaji adanya tanda-tanda retensi urine. Jika diperlukan tes residu urine secara langsung
dengan kateterisasi.
7. Anjurkan pasien untuk melaksanakan program latihan secara kontinue
8. Berikan penguatan pada kemampuan pasien bukan pada ketidakmampuannya.

Management pada klien inkontinensia


( tidak untuk gangguan bladder akibat gangguan neurology)
1. Bantu klien ke kamar mandi pada waktu atau jadwal yang telah ditentukan.
2. Anjurkan pasien untuk melakukan aktivitasnya sendiri. Hal ini dapat mengurangi rasa
bosan/frustasi.
3. Berikan jumlah cairan yang adequat
4. Hindarkan tidakan yang mendukung inkontinensia. Misalnya memakai diaper.
5. Ciptakan lingkungan yang dapat mencegah rasa bosan:
- Sediakan kalender atau jam dinding untuk oreintasi waktu.
- Sediakan hiasan dinding atau poster.
- Sediakan telepon, radio atau televisi
- Anjurkan klien untuk membuat keputusan sendiri, untuk meningkatkan self esteem.
- Anjurkan klien untuk melakukan tugas-tugas berarti
- Manfaatkan waktu yang tersisa (missalnya membaca buku)
- Menyarankan agar klien tidak di dalam kamar saja
- Tingkatkan kontak sosial
6. Motivasi klien untuk melakukan ADL secara mandiri

EVALUASI:
Tujuan yang diharapkan:
1. pakaian/pasien tetap kering dan bebas dari bau.
2. Bladder kosong
3. Tidak ada residual urin
4. Tidak tampak adanya bakteriuria
5. Minum jumlah cairan sesuai anjuran
6. Hubungan sosial terpelihara.

Kegel exercise / latihan kegel.


Dilakukan pada klien yang mengalami inkontinensia stress.
1. Untuk otot dinding pelvisposterior, bayangkan anda mencoba untuk menghentikan jalannya
feces dan perkuat otot anal tanpa menguatkan tungkai bawahatau otot abdominal anda
2. Untuk otot dinding pelvis anterior, bayangkan anda untuk menghentikan jalannya urin,
perkuat otot (belakang dan depan) selama 4 detik dan kemudian lepaskan ulangi 10 kali 4 kali
sehari dalam 1 jam jika diindikasikan).
3. Intruksikan individu untuk menghentikan dan memulai aliran urine beberapa kali selama
berkemih.

Inkontinensia Urine

Inkontinensia urin merupakan eliminasi urine dari kandung kemih yang tidak terkendali atau
terjadi diluar keinginan. Jika inkontinesia akibat inflamasi, mungkin sifatnya hanya
sementara. Namun jika karena kelainan neurologik kemungkinan besar bersifat permanen.
Inciden di Amerika > 10 jt orang mengalami inkontinensia urine, yang mengenai individu
dengan segala usia. Paling sering dijumpai pada lansia.
Faktor resiko : usia, jenis kelamin, jumlah persalian pervaginam, infeksi saluran kemih,
menopouse, pembedahan urogenital, penyakit kronis dan penggunaan berbagai obat. Gejala
ruam, dekubitus, infeksi kulit dan saluran kemih dan pembatasan aktivitas merupakan
konsekwensi dari inkontinensia urine.

Tipe-tipe inkontinensia urine.


a. Inkontinensia akibat stress, merupakan eliminasi urin diluar keinginan melalui uretra sebagai
akibat dari peningkatan menadak pada tekanan intraabdomen. Tipe ini paling sering
ditemukan pada wanita. Dapat disebabkan oleh cidera obstetric, lesi kolum vesika urinaria,
kelainan ekstristik velvis, fistula, disfungsi destruksor, dll.
Kharakteristik : keluar urine (biasanya < 50 cc) pada waktu peningkatan tekanan abdominal
akibat berdiri, bersin, batuk, berlari atau mengangkat berat.

Faktor-faktor yang berhubungan:


1. Inkomplet pengeluaran kandung kemih akibat anomaly congenital traktus urinarius.
2. Degeneratif otot pelvis dan struktus penyangga akibat defesiensi estrogen.
3. penigkatan tekanan intraabdominal akibat obesitas , kehamilan.
4. kelemahan otot pelvis dan struktur penyangga akibat kelahiran anak.

b. Urge inkontinensia, terjadi bila pasien merasakan dorongan atau keinginan untuk urinasi
tyetapi tidak mampu menahannya cukup lama sebelum mencapai toilet.

Penyebabnya ;
Disfungsi neurologis yang menggangu penghambatan kontraksi kandung kemih
Gejala local iritasi karena infeksi atau tumor kandung kemih.
Penurunan kapasitas blas akibat kateter pasca indwelling atau pada lansia. Kecilnya blas pada
anak-anak.

c. Overflow incontinesia, ditandai oleh eliminasi urine yang sering dan kadang-kadang terjadi
hampir terus menerus. Kandung kemih tidak dapat mengosongkan isinya secara normal dan
mengalami distersi yang berlebihan.
Penyebab:
Kelainan neurologik (yaitu lesi medulla spinalis) atau akibat faktor-faktor penyumbat saluran
keluar urin (yaitu penggunaan obat-obatan, tumor, striktur dan hyperplasia prostat.
d. Inkontinesia fungsional, merupakan inkontinensia dengan fungsi saluran perkemihan utuh
tetapi ada faktor lain yang menyebabkan pasien sulit untuk ke toilet dan berkemih. Misalnya
pada pasien demensia Alzheimer dimana pasien sulit untuk mengidentifikasi perlunya
berkemih, atau pada pasien dengan gangguan fisik.

e. Inkontinensia reflek, merupakan inkontinensia tanpa dorongan sensasi berkemih atau


kandung kemih penuh, disebabkan oleh kerusakan medulla spunalis. Dimana kontraksi
kandung kemih tidak dihambat, reflek involunter menghasilkan berkemih spontan, sensasi
penuhnya kandung kemih hilang atau berkurang.

f. Bentuk-bentuk Inkontinensia urine campuran. Yang mencakup ciri-ciri inkontinensia diatas,


dapat pula terjadi. Selain itu, inkontinensia urine dapat terjadi akibat interaksi banyak faktor.

You might also like