You are on page 1of 20

“MISTERI PEMBUNUHAN DI PENGINAPAN”

Prolog :
Roy Adalah seorang Detektif terkenal yang bertugas di Seluruh Indonesia. Ia telah
memecahkan berbagai macam kasus pembunuhan dan lain-lain. Cara ia melihat dari
sudut pandang yang berbeda membuatnya di Juluki “Dewa Kematian”.
Adegan 1
Di sebuah penginapan di tengah kota. . . .
Bapak Joe : (tersenyum ramah) “Selamat datang di penginapan kami. Semoga kalian
menyukai tempat ini dan juga pelayanan kami.”
Yuli : (Mencibir) “Udahlah pak. Ngga usah banyak omong deh. Aku cape nih, jalanan dari
rumah kesini tuh nggak deket tau. Bisa ngga langsung nunjukin kamar, nggak usah
pake basa basi atau apalah gitu!”
Steven : “Kamu nggak boleh ngomong kaya gitu sama Pak Joe, Yul. Sopan dikit napa!”
Yuli : “Alah, kamu nggak usah sok baik deh! Cowok bego kaya kamu tuh bisanya nasehat
mulu. Nyusahin tau nggak!! Kalo kamu nggak mau dibilang nyusahin ya diem aja!”
Anita : “Makasih ya, Pak Joe. Maafin temen saya, dia memang gitu anaknya. Suka kasar
bicaranya. Bapak ke dalem aja, kali aja mau ngurusin yang lain. Aku kan udah biasa di
sini, aku masih ingat kok kamar-kamarnya”
Bapak Joe : “Kalau begitu saya permisi. (membungkuk sopan kemudian pergi meninggalkan
mereka)
Anita : (mengelus Yuli) “Sabar, Yul. Kita tau kok kamu capek. Tapi kan yang capek nggak
hanya kamu. Kita semua juga. Jadi lebih baik kita nggak usah ribut di sini, biar bsa
cepat istirahat. Lagian Steven itu kan cowok kamu, jadi nggak baik kalo kamu
ngomong kaya gitu ke dia.
Yuli : (mendengus) “Santai aja kali, Nit. Aku juga pacaran ama dia hanya karena dia selalu
punya waktu untuk nganter dan jemput aku. Kalo nggak gitu mana sudi aku punya
cowok kaya dia. Ganteng juga nggak, bego iya.”
Steven : (menampar Yuli) Ngomong tuh dijaga ya! Selama ini aku masih selalu sabar. Aku
juga nggak sudi lama-lama pacaran sama cewe yang nggak bisa jaga omongan kaya
kamu! Mulai sekarang kita putus!”
Yuli : “Shit!! Cowok brengsek! Berani banget kamu ngasarin aku, kamu nggak tau aku
anak siapa?”
Anita : (menahan Yuli) “Sudah. . . Sudah. . . Kalian ini kenapa sih? Kita ke sini kan mau
seneng-seneng Bisa nggak kita jangan buat keributan di sini!”
Seorang pria memasuki ruangan. . .
Roy : “Maaf ya, aku telat. Tadi nemu cilok di jalan. Hehehehe… Loh? Ada apa nih? Kok
pada tegang gini mukanya?”
Anita : “Nggak papa, Roy. Ada masalah dikit tadi. Si Anton nggak bareng kamu, Roy?”
Roy : “(menggeleng) tadi sih katanya dia ada perlu bentar. Makanya aku duluan, nah tuh
dia datang.”
Anton : “(melangkah menghampiri teman-temannya) Wah. . . Semuanya sudah di sini. Hai,
Yuli, Makin manis aja. Oh ya, kamarnya di sebelah mana?”
Yuli : “Hai, Nton. Kok tumben telat?”
Anton : “(nyengir) Tadi ketemu janda di jalan. Yuk ah,, ke kamar. Capek nih.”
Anita : “Aku ama Yuli di kamar 143, lantai 2. Cowok-cowok di lantai 3, Roy kamar 213,
Anton kamar 216, dan Steven di kamar 219. Cowok-cowok bantuin bawain barang-
barang kita ya?”
Roy, Anton & Steven : “Oke.”
Adegan 2
Di kamar Roy tampak Ia sedang sibuk berbenah-benah namun tiba-tiba . . .
Anita : “(berdiri di depan pintu yang terbuka) Hai, Roy. Boleh aku masuk?”
Roy : “(mengintip kea rah pintu yang terbuka) Eh, Anita. Masuk aja. Masih berantakan nih,
belum selesai beberes. Ada apa?”
Anita : “Boleh aku membantumu? Aku bosen di kamar soalnya nggak ada temen ngobrol,
Si Yuli tidur, Anton sama Steven nggak ngebukain pintu, mungkin mereka juga tidur.
Kebetulan aku liat pintu kamar kamu kebuka jadi aku ke sini deh.”
Roy : “(nyengir) Ada rejeki nomplok nih. Dibantuin ngeberesin barang-barang, yang
bantu cantik pula.”
Anita : “Ah, kamu bisa aja. Ini taroh di mana, Roy? (Tertawa sembari menunjukkan berbagai
pakaian dalam)”
Roy : “Eits… Yang itu pribadi, Nit. Jangan diusik. Kamu nih jail banget. Hahahaha. . . .”
Adegan 3
Pada Malam harinya merekapun selesai dengan pekerjaan mereka dan berenana
ingin mencari angin segar . . .
Anton : “(keluar dari kamar sembari menguap)”
Anita & Roy : “(Berjalan menghampiri Anton)”
Anton : “Ciee. . . Ada yang bakalan cinlok nih”
Roy : “Siapa, Nton? Siapa?”
Anton : “Nggak usah pura-pura gitu lah, Roy. Aku tau kok kalau kamu itu. . .
Roy : “(membekap mulut Anton) Jangan didengerin Nit. Kayanya dia masih ngelindur.”
Anita : “(tertawa) Aku jadi curiga, jangan-jangan kalian yang cinlok.”
Steven : “(keluar kamar) Rame amat nih. Kalian udah mandi belum? Laper nih, cari makan
yok?”
Anita : “Steven udah rapi nih. Aku belum mandi. Tadi baru abis bantuin Roy beresin
barang-barangnya.”
Anton : “Udah kaya istri aja kamu, Nit. Aku mau mandi dulu, nanti kita ketemu di loby aja.
Gimana?”
Steven : “Ya udah, aku ke loby duluan.”
Roy : “Yuk, bareng. Aku juga udah mandi tadi.”
Anita : “Aku ikut, mau balik ke kamar, gerah nih mau mandi. Sekalian ngebangunin Yuli.”
Adegan 4
Mereka pun berjalan menuruni tangga. Anita berbelok di lantai 2 menuju kamarnya,
sedangkan Roy dan Steven kembali menuruni tangga ke lantai 1 menuju loby.
Anita : “(Mengetuk pintu) Yul. . . Yuli?? Kau sedang apa? Bangun. Udah malam nih.”
Hening dan tidak ada jawaban. . .
Anita : “(mengetuk lebih keras dan setengah berteriak) Yuli. . .?”
Adegan 5
Anita melangkah menuju loby dengan menuruni tangga.
Anita : “Roy, Stev. . .”
Roy : “Kenapa, Nit? Tadi katanya mau mandi?”
Anita : “Yuli nggak ngebukain pintu. Udah aku gedor, aku juga udah teriak-teriak tapi
nggak ada jawaban. HP juga ketinggalan di dalam kamar.”
Steven : “Kali aja dia tidur, Nit.”
Anita : “Nggak mungkin, Stev. Aku kenal betul bagaimana dia. Dia akan cepat bangun
meskipun mendengar suara tikus sekalipun. Makanya dia yang paling milih-milih
penginapan soalnya dia sering merasa keganggu dengan suara-suara kecil saat dia
tidur. Aku khawatir, Roy.”
Anton : “(berjalan mendekat) Ada apa nih? Kok Anita udah di sini? Cepet amat mandinya,
nggak mau pisah lama dari Roy ya?”
Anita : “Bukan waktunya bercanda, Nton. Si Yuli nggak mau ngebukain pintu. Gimana nih?”
Steven : “Ya udah, gini aja. Kita laporan aja ke Pak Joe, pasti dia punya kunci cadangan.”
Roy : “Iya, bener juga.”
Adegan 6
Mereka pun berjalan mencari Bapak Joe.
Bapak Joe : “Selamat malam. Ada yang bisa bapak bantu nak?”
Anita : “Gini pak. Temenku nggak ngebukain pintu padahal udah digedor-gedor juga.
Bapak punya kunci cadangannya nggak?”
Bapak Joe : “Maaf, nak Anita. Bapak baru saja kehilangan kunci kamar yang kamu tempati itu
dua hari yang lalu. Reparasi kunci bilang baru akan selesai besok. Apa kamu yakin dia
benar-benar ada di dalam?”
Anita : “Aku yakin, Pak. Soalnya sendal dia juga masih ada di tempat sepatu.”
Bapak Joe : “Di dobrak aja kalau gitu. Ayo ke atas. Bantu bapak.”
Adegan 7
Mereka melangkah menuju lantai 2 tepat di kamar yang ditempati Anita dan Yuli.
Para pria mendobrak pintu. Setelah beberapa kali mencoba maka pintu pun terbuka.
Anita : “Aaaaaaa. . . . . Yuliiiiii. . . .”
Tampak Yuli bergelantungan di hadapan mereka dengan tali yang mengikat
lehernya.
Steven : “Minggir, aku akan menurunkannya. Aku . . .
Roy : “Tidak, Stev. Jangan ada yang memasuki kamar ini. Anton, segera hubungi polisi
setempat. Aku akan menyelidiki TKP. Yang lain tetap di tempat, jangan ada yang
meninggalkan tempat ini. Pak Joe, bantu aku menurunkan tubuhnya.”
Anita : “(menangis terisak) Tapi, Roy. . . Yuli teman kami, dia sahabat terbaikku. Kami tak
mungkin diam saja melihat Yuli seperti itu.”
Steven : “Kenapa kami tidak boleh memasuki kamar, sedangkan kau boleh? Siapa kau, Roy?
Punya hak apa kamu memerintah kami?”
Anton : “(menunjukkan identitas) Aku adalah Roy Saputra, Detektif Kepolisian yang bertugas
di Bandung. Jadi sembari menunggu polisi datang, aku yang akan memeriksa TKP.”
Anton : “Aku tak menyangka bahwa teman SMA kami ada yang menjadi seorang detektif.
Baguslah, aku sedikit lebih tenang. Aku telah menghubungi polisi.”
Anita : “Yuli. . . Bagaimana bisa ini terjadi?”
Anton : “Sabar, Anita.”
Dua orang polisi datang, Roy melaporkan kejadian pada mereka.
Polisi 1 : “Pak, kami menemukan ini di TKP.”
Polisi 2 : “Apa ini? Sebuah surat?”
Polisi 1 : “Sepertinya ini pesan bunuh diri, Pak.”
Anita : “Oh tuhan, Yuli. . . Mengapa kau lakukan itu? Apa yang sebenarnya kamu pikirkan?
Masalah apa yang membuatmu hingga berpikiran bodoh seperti ini?”
Anton : Kau yang mengakibatkan ini semua Stevan.
Stevan : Apa hakmu menyalahkanku ?
Anton : Ya, Memang benar kau lah yang memutuskaannya tadi, sehingga ia melakukan
bunuh diri seperti ini !
Anita : “Tidak, tidak mungkin Yuli Melakukan Hal Bodoh seperti itu”
Roy : “Tidak, Anita ! Yuli memang tidak akan melakukan hal itu, karena Ini bukan bunuh
diri, ini jelas adalah pembunuhan.
Anton : “Apa lagi yang kau pikirkan Roy ?”
Stevan : “Ini Jelas-jelas bunuh diri, lihatlah isi surat itu !”
Roy : “Tanpa melihat surat itupun aku dapat mengatakan bahwa ini bukanlah bunuh diri.
Surat itu ditulis oleh pembunuhnya. Pikirkan kembali, bagaimana mungkin dia bisa
menggantung dirinya tanpa sebuah pijakan seperti kursi atau apapun itu? Terlebih
lagi, ada bekas cekikan di lehernya, aku menduga bahwa ia mati karena dicekik,
bukan karena gantung diri. Dan pembunuhnya masih ada di sini untuk
menghilangkan bukti.”
Anita : “Jadi menurutmu, semua orang di sini mungkin adalah pelakunya?”
Roy : “(Mengangguk) Iya, dan Kalian semua adalah tersangka dalam kasus ini”
Anita : “Aku tau, pasti kamu yang membunuhnya kan, Stev!! Aku tau bagaimana bencinya
kamu padanya!! Karena semua perlakuannya padamu, kamu menyimpan dendam
yang besar hingga membunuhnya kan?”
Steven : “AKu memang membencinya, tapi di sisi lain aku benar-benar mencintainya. Aku tak
mungkin membunuh orang yang aku cintai! Bukankah kamu satu kamarnya? Bisa
saja kamu yang membunuhnya sebelum keluar dari kamar. Kamu mempunyai
kesempatan yang lebih banyak.”
Anita : “Apa? Kamu menuduhku? AKu tak mungkin membunuh sahabatku sendiri. Lagipula
sejak tadi siang aku berada di kamar Roy membantunya merapikan barang-
barangnya.”
Roy : “Ya, Anita sejak tadi bersamaku, dan waktu kejadian adalah sekitar jam 4 sampai jam
7 malam. Jadi Anita tidak mungkin melakukannya.”
Polisi 1 : “Apa yang anda lakukan dari jam 4 sampai jam 7 malam ini?”
Steven : “Aku hanya diam di kamar dan keluar saat lapar. Itupun aku bertemu Roy dan Anita
di depan pintu kamar.”
Anita : “Bisa saja kamu keluar tanpa sepengetahuan kami kan? Kemudian ke kamarku dan
membunuh Yuli.”
Steven : “Tidak! Aku tidak melakukannya. Selain aku, Anton juga tidak mempunyai alibi. Dia
juga berada di kamarnya. Iya kan?”
Anton : “Hei. Kau tak punya bukti. Jangan menuduh sembarangan tanpa bukti. Selain itu,
untuk apa juga aku membunuhnya? Aku tak punya alas an. Aku juga tak
membencinya, dan diapun selalu bersikap baik padaku.”
Polisi 2 : “Tenanglah. Kalian boleh beristirahat dulu sembari menenangkan diri. Asalkan
jangan ada yang meninggalkan tempat ini. Kami akan menyelidiki ini lebih dalam.”
Anton, Anita dan Steven pun meninggalkan tempat itu menuju loby dan memesan
makanan di sana.
Adegan 8
Roy duduk di sebuah kursi yang berada di hotel itu. Ia mengusap-usap dagunya
sembari mengerutkan keningnya.
Roy : “Bagaimana ini bisa terjadi? Siapa pelakunya dan apa motif pembunuhannya?”
Bapak Joe : “(membawakan secangkir kopi) Minum ini dulu, Nak. Kamu tidak mau makan dulu?
Bukankah kamu belum makan malam?”
Roy : “(menerima cangkir itu dan menyeruput kopi tersebut) Makasih, pak. Silahkan
bapak makan duluan.”
Bapak Joe : “Bapak pikir kejadian ini adalah bunuh diri yang terulang. Ternyata ini pembunuhan.
Pasti dia ingat akan kekasihnya lagi. Kenangan yang mengerikan. Semoga saja ia bisa
menenangkan dirinya.”
Roy : “Maksud bapak?”
Bapak Joe : “Bapak hanya membicarakan tentang kisah di masa lalu. Hal itu melintas begitu saja
di benak bapak karena kejadian hari ini.”
Roy : “Boleh bapak menceritakan kisah yang bapak maksudkan?”
Bapak Joe pun menceritakan kisah masa lalu yang mulai terkuak satu persatu.
Ternyata, sebelum kasus ini, Maya pernah mengalami hal mengerikan disini. Ia
memutuskan untuk gantung diri setelah mengalami permasalahan yang pelik
dirumahnya.

Adegan 9
Setelah jam menunjukan Pukul 20:00, Roy kembali menuju TKP. . .
Roy : “(melihat satu persatu hasil pengambilan mayat korban dan TKP) Akhirnya, Aku
telah menemukan pembunuh dan motifnya. Namun bukti apa yang tersisa?”
Tiba-tiba ia menatap salah satu foto dengan sangat lama.
Roy : “Rupanya begitu. Aku akan mengungkapkan kebenarannya. Kebenaran yang hanya
ada satu di dunia ini. Dan untuk itu, Aku Detektif Roy adalah Pengungkap jawaban
Sang Dewa Kematian.”
Roy menghampiri dua polisi yang masih sibuk mengurusi TKP.
Roy : “Pak, aku telah menemukan pembunuh beserta motifnya. Bisa tolong kumpulkan
semua orang di kamar ini?”
Polisi 1 : “Baik, akan saya kumpulkan.”
Roy : “Bapak bantu saya menyusun tempat ini.”
Polisi 2 : “Baiklah.”
Pukul 20.30. . .
Semua orang telah berkumpul di kamar tempat meninggalnya Yuli.
Anton : “Apa yang terjadi? Apa kamu telah menemukan pembunuhnya?”
Anita : “Aku yakin bahwa semua ini ulah Steven!!”
Steven : “Tutup mulutmu, Nit! Jangan bicara sembarangan!”
Roy : “Tenanglah. Aku akan menjelaskan satu persatu, siapa pembunuhnya dan apa
motifnya. Pembunuhnya adalah kau!! (menunjuk Anton).
Anton : “(tertawa) Jangan ngawur, Roy. Aku?? Untuk apa aku membunuhnya? Aku tak punya
alas an untuk membunuhnya!”
Roy : “Alasannya adalah kejadian yang terjadi 2 tahun yang lalu. Saat seorang gadis cantik
mati gantung diri di penginapan ini. Dia adalah salah satu teman kuliah Yuli saat itu
yang tak lain dan tak bukan adalah kekasihmu, Anton. Tentu kamu masih ingat pada
Maya kan?”
Anton : “(tercengang) Itu semua masa lalu Roy. Biarkan dia tenang di alam sana, tak usah
mengungkit-ungkit dia lagi. Apa kaitannya dengan ini ?”
Roy : “Ini jelas berkaitan. Kamulah yang melakukan hal keji ini atas dasar namanya, Anton.
Tidakkah kamu berpikir bahwa dia akan sangat sedih melihat kamu menjadi pria
yang mengerikan seperti ini?”
Anton : “(membentak) Cukup Roy!! Hentikan omong kosongmu! Kamu bahkan tidak
mempunyai bukti apapun!”
Roy : “Aku tau buktinya yang bahkan kaupun tidak menyadarinya. Bisakah kau
melonggarkan dasimu? Bukankah suatu keanehan bahwa kamu yang selalu
menggunakan dasi longgar tiba-tiba mengeratkannya seperti itu? Apakah tidak
sesak?”
Anton : “(melonggarkan dasinya sembari tersenyum sinis) Apa yang ingin kau cari di dasi
ini? Aku hanya ingin menjadi lebih rapi saja. Apakah itu bisa dijadikan bukti
kejahatan? Jangan konyol Roy! Kita sedang tidak bermain detektif-detektifan!”
Roy : “(tersenyum) aku tau, pasti kamu mengira aku akan mencari bekas cat kuku yang
tadinya menempel di kemeja yang kau kenakan sebelumnya. Kau menyadari hal itu
dan merapikan dasimu saat menemukan mayat Yuli. Dan kamu pun tak ingin
mengambil resiko sehingga kamu pun mengganti kemeja itu saat diberi kesempatan
istirahat dan tetap mengeratkan dasimu agar tidak ingin ada yang curiga. Tapi aku
tidak mencari hal itu, tidakkah kau merasakan perih sejak aku menyuruh kau
melonggarkan dasimu?”
Anton : “(mengernyit dan menyadari sesuatu hal)”
Roy : “Ya, sejak tadi kau tidak merasakannya karena dasi yang erat mencegah angin
mengenainya, dan sekarang perih itu baru terasa. Perih yang terasa pada luka di
daerah samping lehermu, yang tak lain adalah bekas cakaran dari Yuli saat kau
mencekiknya. Aku menyadari sesuatu hal, yaitu bekas kulit dan sedikit darah pada
kuku Yuli. Aku pun menyadari bahwa kau mengganti kemejamu karna pada
kemejamu yang sebelumnya, aku melihat kancing atas kemejamu sedikit tertarik
keluar akibat perkelahianmu dengan Yuli. Jadi aku memperkirakan bahwa Yuli
melukai bagian lehermu. Jika kamu masih mengelak, kami akan melakukan tes DNA
pada bekas kulit yang menempel di kuku Yuli.”
Anton : “(tersenyum) Aku tak menyangka bahwa aka nada Detektif hebat pada reunian kita
ini. Aku bodoh karena tak mengecek lebih awal. Aku tidak menyesal melakukan ini.
Aku telah membalas dendam Maya padanya. Maya yang akhirnya memilih untuk
mengakhiri hidupnya karena perbuatan perempuan laknat itu. Perempuan yang telah
memenjarakan kedua orang tua Maya dan membuat adiknya terbunuh hanya karena
Maya didekati oleh orang yang disukainya. Hanya karena hal sepele itu, ia telah
merenggut kebahagiaan satu keluarga sederhana yang sebelumnya sangat bahagia.”
Roy : “Tapi Maya tak akan bangga melihat kekasihnya merenggut nyawa seseorang dan
kebahagiaannya sendiri. Bapak Joe mengatakan padaku bahwa Maya selalu
menceritakan padanya tentang kamu yang katanya sangat baik, pengertian dan
lemah lembut. Seperti itulah kau di mata Maya, Anton.”
Anton : “(Bersimpuh dan terisak) Aku hanya tak bisa mengendalikan emosiku. Aku tak
berniat untuk membunuhnya. Awalnya aku hanya ingin dia menyesali perbuatannya
namun dia justru mengatakan bahwa Maya memang pantas untuk mati. Hal itu
membuatku hilang akal sehingga aku mencekiknya tanpa sadar.”
Polisi 1 : “Anda bisa menjelaskan semuanya di kantor polisi.” (memborgol Anton)
Polisi 2 : “Terima kasih atas kerja sama anda, Pak. Berkat bapak kasus ini terpecahkan. Salam
untuk anggota kepolisian di Bandung. Jika anda punya waktu, mampirlah di
kepolisian kami. Selamat tinggal.”
Roy : “Baik, pak. Sama-sama.”
Anita : “Maafkan aku, Stev. Aku telah menuduhmu tanpa bukti yang kuat.”
Steven : “Aku juga minta maaf karena bicara kasar padamu.”
Anita : “Aku akan mengabari orang tua Yuli. Kalian silahkan mengepak barang-barang. Kita
akan berjumpa lagi di pemakaman Yuli. Sekali lagi makasih, Roy. Kamu telah
menemukan pembunuh Yuli.”
Roy : “Tidak apa-apa. Itu memang tugasku.”
Steven : “Aku akan kembali ke kamar mengepak barang-barangku. Yuk, Roy!”
Anita : “Sebentar, aku ingin bicara padamu dulu, Roy.”
Steven : “Oh, okey. Aku mengerti. Kalau begitu aku akan meninggalkan kalian berdua di
sini.”
Roy : “Apa yang ingin kau bicarakan?”
Anita : “Sebentar. (pergi mengambil alat P3K dan kembali kea rah Roy). Aku tak tau kamu
mendapatkan luka ini di mana. Tapi ini tak boleh dibiarkan seperti ini, luka ini cukup
besar. Nanti bisa infeksi.” (membersihkan luka robekan pada lengan Roy).
Roy : “Aaaa..aahh.. pelan-pelan. Ini tadi kegores di situ waktu ngedobrak pintu ini.
(menunjuk engsel pintu). Makasih ya sudah memperhatikanku.
Anita : “Ini sudah tugas seorang dokter.”
Roy : “Dan juga tugas seorang pacar. Hehehe. . . Aku akan mengantarmu pulang
sebentar. Ibumu juga menyuruhku untuk singgah di rumah.”
Anita : “Iya, baiklah. Oke, selesai juga. Jangan sampai basah ya. Luka ini harus kering!!”
Roy : “Siap, bu Dokter!” (Tertawa dan mengusap lembut kepala kekasihnya itu).
Revan  Pintar, bijak, baik, mempunyai rasa ingin tau yang tinggi, mempunyai tekad yang kuat.
Felly  Pintar, sombong, tidak mau kalah, selalu menjaga image.
Teman Felly (Nigi)  Penurut, pendiam.
Teman Felly 2 (Lavi)  Cuek, jutek, ceroboh.
Teman Revan (Raffa)  Cuek, benci sama Felly, cowo yang ‘dingin’.
Teman Revan 2 (Raka)  Sengak, troublemaker, berandal, genit.
Guru1  Baik, lemah lembut.
Guru2  Galak, tegas.

Babak 1
(di koridor kelas)
Teman Felly : Fel, udah ngerjain PR belum?
Felly : Udahlah, Felly gitu. (menepuk dadanya) (menhampiri pintu kelas) yailah masih dikunci.
Teman Felly : Ajarin dong, Fel! (memasang muka pengen)
Felly : Enak aja! Kerjain aja sendiri! (duduk deket Teman Felly)
Teman Felly : Yaelah Fel, pelit amat. Yaudah deh ajarin gue dong. Gue nggak ngerti cara gunain
rumusnya.
Felly : Males ah! Usaha sendiri aja gih! (membuka HP-nya cuek)
Teman Felly : (mendengus) Ampun dah Felly. Sama temen sendiri nggak mau berbagi ilmu.
Felly : Lo temen gue? (menatap polos temannya)
Teman Felly : Tau ah!
Felly : (bersikap cuek)
Teman Felly : Felly, ajarin dong. (mengatup kedua tangan)
Felly : Makanya jadi orang pinter biar bisa ngerjain PR! (tersenyum sinis)
Teman Felly : (cemberut) Jangan sombong, Fel. Kena karma nanti.
Felly : Bilang aja lo iri.
Teman Felly : Terserah lo lah, Fel. Yang penting, ajarin gue sekarang. Sebelum bel bunyi.
Felly : Lo tau kan, ini tuh PR. Perkerjaan Rumah. Jadi ngerjainnya ya dirumah. Kalo nggak bisa, ya
usaha. Nyari di buku atau internet kan bisa. Jaman udah canggih. Jangan kaya orang susah deh. Ja—
Teman Felly : (memotong pembicaraan Felly) Ini gue juga lagi usaha kok. Nanya sama lo.
Felly : Yaudah mana sini gue bantuin! (merampas buku Temannya)
Teman Felly : Ini gimana nih, gue bingung.
Felly : Ini kan udah ada rumusnya. Makanya kalo guru jelasin dengerin!
(Felly menjelaskan PR-nya)
Teman Felly 2 : (berlari) Hai teman! (ngos-ngosan)
Teman Felly : Tumben Vi baru dateng?
Teman Felly 2 : Hehehe gue telat bangun tadi. Eh kok pada di luar.
Teman Felly : Kebiasaan. Masih dikunci.
Felly : Nigi dengerin kenapa sih!
Teman Felly : (menyengir)
Teman Felly 2 : Lagi ngapain sih? (mecondongkan tubuhnya ke arah pekerjaan Felly)
Felly : Bisa liat kan?
Teman Felly 2 : Astaghfirullah! Gue lupa ada PR! (panik)
Teman Felly : (memutar kedua bola matanya)
Felly : (berdecak) Kalian niat sekolah nggak sih, PR udah dari minggu lalu.
Teman Felly 2 : (masih sibuk menyalin jawaban dari buku Nigi) Niatlah, Fel. Kalo nggak niat, kita
nggak sekolah sekarang.
Teman Felly : (menyengir)
Felly : Susah punya temen kayak kalian. Dibilangin susah banget.
Teman Felly 2 : Yaudahlah, Fel. Lo nggak akan rugi kok karena sifat gue. (Masih menyalin)
Teman Felly : (melotot mendenar perkataan Lavi)
Felly : (berdecak kesal)
Teman Felly : (wajah ketakutan) mmm, thanks, Fel. Udah ngajarin. Hehe..
Felly : (sambil memainkan HP-nya) hmm
Teman Felly 2 : YES! Akhirnya selesai! (meregangkan tangan)
Felly : Bangga nyontek? (masih memainkan HP)
Teman Felly 2 : Yaelah, yang penting PR kelar sebelum bel. Masalah dapet dari mana jawabannya
mah bodo amat. (merapikan bukunya) Thanks, Gi!
Teman Felly : Iya, Vi . (suara kecil)
Felly : Generasi bangsa ancur.
Teman Felly 2 : (memutar bola mata kesal) (melangkah menuju mejanya)
Kriing...

Babak 2
(Di kantin)
Revan : (menghampiri temannya) weitss bro! Tumben sendiri? Mana si Raka? (duduk disebelah
teman Revan)
Teman Revan : Lagi berurusan Pak Retno. (tetap sibuk sama makananya)
Revan : Pak Retno? Guru fisika yang killer itu?(memainkan gadgetnya)
Teman Revan : Yoi
Revan : Kok bisa?
Teman Revan : Bisalah. Orang kayak dia mah udah biasa berhadapan sama guru.
Revan : Hahaha... Eh, ternyata ini sekolah gede juga ya? (menatap kagum kesekitar)
Teman Revan : Ckck, norak banget deh. (memutar bola matanya)
Revan : Suka – sukalah. Eh si Raka lama banget dipanggilnya?
Teman Revan : Dengerin ceramah dulu paling.
(Felly memasuki kantin)
Revan : Bro, itu siapa? (mengarahkan kepalanya ke arah Felly yang asik sama minumannya)
Teman Revan : Yang mana? (celingukan)
Revan : Itu yang lagi minum.
Teman Revan : Oh si Felly (langsung memalingkan muka)
Revan : Oh namanya Felly. (ngangguk – ngangguk) Cantik ya?
Teman Revan : Hah? Eng, cantik sih. Tapi belom tau aja lo sifatnya. (mendengus kesal)
Revan : Baik hati lah pastinya. (senyum – senyum)
Teman Revan : Sok tau. Samperin aja, nanti juga tau sifatnya. (bersikap cuek)
Revan : Hmm... oke deh. (bangun dari duduk, melangkah ke arah Felly)
Teman Revan : (Menghentikan langkah Revan) Mau kemana, Van?
Revan : Nyamperinlah. (meneruskan jalannya)
Teman Revan : (cengok, meneruskan makannya)
(Sesampainya di tempat Felly)
Revan : Hai (senyum)
Felly : (diam)
Revan : Boleh gue duduk di sini?
Felly : (masih diam)
Revan : Oke gue anggap diem lo itu iya. (duduk di dekat Felly)
Felly : (masih tetap diam)
Revan : Hmm... Nama lo siapa? Gue- (terpotong karena tepukan teman Revan)
Teman Revan : (menepuk pundak Revan) Hoi! Balik kekelas yok! (menarik Revan)
Revan : Eh, selow dong. (melepas tarikan temannya) Gue duluan ya!
Teman Revan : Ngapain sih deketin si sombong itu?
Revan : Dia baik.
Teman Revan : Terserah.
(Revan dan teman Revan keluar kantin)
(Teman Felly 2 datang)
Teman Felly 2 : Felly! (mengagetkan Felly)
Felly : Berisik!
Teman Felly 2 : Yaelah, Fel. Kaget napa. (menyeruput minuman Felly)
Felly : Kayaknya nggak ada yang ngizinin situ minum itu deh. (sinis)
Teman Felly 2 : Dikit doang, Fel. (memainkan gadgetnya)
Felly : (mendengus)
Teman Felly 2 : Eh, tadi gue liat ada si Raffa sama Revan deh disini.
Felly : Ya emang. Eh Revan? Siapa tuh? (mengalihkan pandanganya ke arah temannya)
Teman Felly 2 : Lo gak tau, Fel?
Felly : Nggak (muka polos)
Teman Felly 2 : Peduli dikit dong sama lingkungan sekitar.
Felly : Penting? Udah deh tinggal bilang siapa dia?
Teman Felly 2 : (tersenyum sinis) Dia anak baru.
Felly : Ooohh
Teman Felly 2 : Lo harus hati – hati. (tersenyum miring)
Felly : Emang kenapa? Dia gigit orang gitu?(sinis)
Teman Felly 2 : Dia itu...
Felly : Apa? Hah? Anak penjabat? (melengos malas)
Teman Felly 2 : Dia pinter! (tersenyum penuh kemenangan)
Felly : Hahahaha... Lavi, kalo dia pinter, dia sekelas sama kita. Nyatanya? Dia Cuma di kelas biasa.
Teman Felly 2 : Felly, yang di kelas reguler itu nggak bodoh, hanya saja mereka masih
menyembunyikan kemampuannya.
Felly : Yayaya
Teman Felly 2 : Akhirnya keinginan gue bentar lagi tercapai.
Felly : Hah?
Teman Felly 2 : (tersenyum misteri)
Felly : nggak jelas.
Teman Felly 2 : (cuek)

Babak 3
(Di koridor kelas)
Revan : Apaan sih Raf?! Pake narik – narik segala!
Teman Revan : Nggak usah deketin si Felly deh. Percuma.
Revan : (duduk dilantai) Kenapa? Cemburu? Hahaha...
Teman Revan : Ck, apaan sih!
Revan : Hahaha... eh si Raka belom selesai juga berhadapan sama pak Retno?
Teman Revan : Entah. (berdiri mau melangkah ke arah kamar mandi)
Revan : Lah, mau kemana Raf?
Teman Revan : Panggilan ‘alam’ nih. Hahaha
(Teman Revan keluar kelas)
Revan : Aneh dah tuh orang, tadi narik – narik ke kelas. Tapi sekarang ditinggal. (garuk – garuk
kepala heran)
(Tak lama Teman Revan 2 datang)
Teman Revan 2 : (lari – lari, ngos – ngos)
Revan : (menyeritkan dahi) Habis ngapain, Ka?
Teman Revan 2 : (ngos – ngosan) Gila! Guru nggak punya hati!
Revan : Kenapa dah? (melempar minum ke arah temannya)
Teman Revan 2 : (minum) Disuruh bersihin toilet. (duduk dekat Revan)
Revan : Hahahaha... awalnya kenapa sih bisa dipanggil Pak Retno?
Teman Revan 2 : Ketiduran.
Revan : Oh, jadi ketauan tadi. Hahaha
Teman Revan 2 : (muka ditekuk –cemberut-) Lagian tadi main kabur ke toilet.
Revan : Kebelet (nyengir)
Teman Revan 2 : (mendengus) Capek men!
Revan : Makanya jangan tidur mulu dikelas.
Teman Revan 2 : Yayaya
Revan : Ck. Eh kenal Felly nggak?
Teman Revan 2 : Felly?!
Revan : Yap!
Teman Revan 2 : Kenallah, siapa coba yang nggak kenal dia? (senyum – senyum) Apalagi cewek
cantik kayak Felly.
Revan : Wah, naksir ya bro?
Teman Revan 2 : Cuma orang buta yang nggak naksir dia. (tersenyum membayangkan Felly)
Revan : (memandang jijik temannya)
Teman Revan 2 : Eh, bentar, tau Felly darimana?
Revan : Tadi liat di kantin.
Teman Revan 2 : Ohh
Revan : Dia kaya gimana orangnya?
Teman Revan 2 : Dia siapa?
Revan : Felly lah. (berdecak kesal)
Teman Revan 2 : Hmm... cantik tapi yagitu.
Revan : Yagitu kenapa? (memutar bola mata, lelah mendengar jawaban temannya)
Teman Revan 2 : Nanti juga tau sendiri. (cuek)
Revan : (memainkan gadgetnya)
Teman Revan 2 : Si Raffa mana?
Revan : Toilet.
Teman Revan 2 : Oohh. Eh mending deketin si Felly aja, kalo mau tau gimana dia.
Revan : (berpikir) (tersenyum penuh misteri)

Babak 4
(Esoknya di koridor)
Teman Felly : Hoi! Vi! Tumben udah dateng?
Teman Felly 2 : Dikerjain kakak. (cemberut)
Teman Felly : Hahaha... akur dikit napa sama kakak.
Teman Felly 2 : Gimana bisa akur, liat mukanya bikin naik darah terus.
Teman Felly : Ngomong – ngomong Felly belom dateng ya?
Teman Felly 2 : Keliatannya adanya ada nggak? (cuek)
Teman Felly : Nggak (muka polos)
(Revan melewati kelas Felly)
Teman Felly 2 : Eh, gue pengen Felly berubah deh.
(Revan Berhenti, menguping pembicaraan teman Felly)
Teman Felly : Berubah? Emang bisa ya? Felly kan bukan power rangers. (garuk tengkuk bingung)
Teman Felly 2 : Ish... bodoh banget sih! Maksud gue berubah sifatnya, bukan tubuhnya.
Teman Felly : Ooh, hehehe. Gimana caranya?
Teman Felly 2 : Nah itu dia, gue nggak tau.
(Mereka berpikir)
(Revan tersenyum kemudian melanjutkan jalan kekelasnya)
Teman Felly 2 : Felly itu harus dibikin jera biar sadar.
Teman Felly : betul betul. Gimana tuh?
Teman Felly 2 : Ya bantu mikirlah! Gimana gimana mulu! (kesal)
Teman Felly : (cengar – cengir)
(berpikir)
Teman Felly : (berteriak tiba – tiba) AH! GUE TAU!
Teman Felly 2 : (mengelus dada kaget) biasa aja kali. (mendesis pelan)
Teman Felly : hehehe... Gimana kalo kita geser Felly dari peringkat 1 paralel?
Teman Felly 2 : Gi, meski kita dikelas bilingual, tapi otak kita nggak se jenius Felly.
Teman Felly : Bisa aja, kalo kita beli otak kayak punya Felly.
Teman Felly 2 : (menoyor kepala Nigi) Cari orang yang setara kejeniusan sama Felly.
Teman Felly : Hmm... bisa tuh, tapi siapa? (muka polos)
Teman Felly 2 : Ntah (menggidikan bahunya)
(saling pandang)
(tertawa)

Babak 5
(Di koridor)
Revan : (menghampiri kedua temannya) Bro! Ada kabar baik! (duduk)
Teman Revan 2 : Kabar baik apa?
Revan : Gue udah tau sifat Felly.
Teman Revan : Terus? Penting gitu?
Revan : (mendengus) Gue punya rencana.
Teman Revan 2 : Lo mau ‘nembak’ dia? (berbinar)
Revan : Nggaklah. (tersenyum misterius)
Teman Revan : Ada apa sih?
Revan : Gue mau buat taruhan.
Teman Revan 2 : Inget dosa.
Revan : Dengerin dulu. Jadi gue bakalan nge-geser Felly dari ranking 1 paralel.
Teman Revan : Sok bisa.
Revan : Kalo belajar mah bisa.
Teman Revan : (melengos) (masuk kelas)
Revan : Kenapa sih tuh orang?
Teman Revan 2 : Tau deh.
Revan : Kira – kira berhasil nggak ya? (memikirkan rencananya)
Teman Revan 2 : Hmm, pasti berhasil kalo pinter mah.
Revan : Ck. Do’a-in ya bro! (menepuk pundak sahabatnya)
Teman Revan 2 : Berani bayar berapa?
Revan : Ck. Kalo berhasil, pesen makanan di kantin sesuka lo.
Teman Revan 2 : Yoi.
(Ber-high five)
(Kedalam kelas)

Babak 6
(dikoridor saat istirahat)
Revan : (berjalan bersenandung mendengar musik lewat earphone)
Felly : (memainkan hp sambil berjalan)
(bersenggolan)
Felly : aduh! (memegangi lengan atasnya)
Revan : sorry sorry ya Allah ma- loh Felly?
Felly : liat - liat dong kalo jalan!
Revan : yee enak aja main salahin orang. Lo juga salah jalan kok nunduk.
Felly : lo yang salah. Sok kenal lagi.
Revan : Nggak nyangka ternyata gini sifat murid terpintar.
Felly : ck (liat Revan dari atas kebawah) oh situ anak baru? Nggak nyangka anak baru hobi nge-judge
orang.
Revan : tapi emang bener kan, Felly murid pintar tapi belagu.
Felly : heh?! tau apa lo tentang gue? Jangan main ambil kesimpulan!
Revan : well, baru begini aja udah kepancing emosinya
Felly : mau lo apa sih? Sok akrab!
Revan : (melirik Felly) Felly, murid terpintar yang selalu menempati ranking satu paralel. Asik juga
kalo bisa nge-geser lo. (tersenyum misterius)
Felly : (mengangkat dagunya sombong) (melipat kedua tangan didepan dada) nggak usah sok pinter
deh!
Revan : bukannya sok, tapi kenyataannnya emang begitu.
Felly : lo tuh cuma anak biasa yang beruntung masuk sekolah favorit. Jangan banyak gaya mas.
Revan : kita liat aja nanti pengumuman hasil UAS 1. (Tersenyum misterius)
Felly : jangan mimpi bisa dapetin posisi pertama. Karena anak sekelas gue aja susah geser gue
Revan : hmm.
Felly : ish terserah deh, males nanggepin orang nggak jelas. (Beranjak pergi dari tempat)
Revan : (berteriak) lo takut?
Felly : (memutar balik badan) Nggak!
Revan : (menghampiri Felly) kalo nggak takut, seharusnya mau dong terima tantangan gue.
Felly : apasih? Nggak jelas! (Membalikan badan)
Revan : penakut!
Felly : gue bukan penakut!
Revan : kalo gitu, bisalah terima tantangan dari gue.
Felly : ck, apa?!
Revan : hmm, sebenernya sih gue mau ajak lo taruhan.-
Felly : (mendumel memotong omongan Revan) cih katanya anak baru itu alim ternyata tukang
taruhan.
Revan : ini bukan sembarang taruhan-
Felly : banyak gaya lo . (memotong omongan lagi)
Revan : siapa yang bisa nempati ranking satu paralel dialah pemenang-
Felly : ck sok.
Revan : yang kalah harus menuhin 3 permintaan yang menang-
Felly : lebay.
Revan : permintaan bebas. Dan harus sportif.
Felly: nggak penting banget sih!
Revan: bilang aja takut kalah.
Felly: Felly nggak pernah kalah!
Revan: ya terimalah tantangan gue (bersedekap)
Felly : apapun permintaannya?
Revan: Ya
Felly: (berpikir)
Revan : (tersenyum miring) jadi?
Felly : apa harus gue terima taruhan konyol lo? (mendengus)
Revan : tentu. Itupun kalo lo bukan penakut.
Felly : siapa takut?!
Revan : oke , deal? (mengulurkan jabat tangan)
Felly : deal. (bersalaman)
Guru 2 : (berdehem) ada apa ini? kenapa masih diluar?
Revan : eh ibu hehe nggak ada apa apa kok bu (cengengesan)
Felly : (tersenyum kikuk)
Guru 2 : cepat masuk! Bel masuk sudah berbunyi dari tadi.
Revan : iya bu, kalo gitu kami permisi masuk kekelas bu. Assalamualaikum.
Felly : Assalamualaikum bu.
(keduanya pergi ke kelas masing masing)
Guru 2 : waalaikumsalam. Dasar murid bandel. Pacaran mulu.

Babak 7
(Di koridor esoknya)
Revan : (lagi belajar)
Teman Revan : tumben lo jam kosong gini belajar?
Revan : Suka – sukalah.
Teman Revan: Lo masih nekat buat kalahin Felly?
Revan: hmm
Teman Revan: Ngapain sih berurusan ama dia?
Revan: Kenapa sih lo nggak suka gitu sama dia?
Teman Revan: Sok cantik. Sombong lagi.
Revan: Emang cantik kali. Hahah
Teman Revan: terserah.
Revan: Udah sono pergi, gue mau belajar.
Teman Revan : halaah nggak bakal bisa lo nandingin Felly.
Revan : usaha keras nggak akan menghianati kok.
Teman Revan : sok bijak.
Revan : pergi sonoh ah! Ganggu aja.
Teman Revan : (mengangkat bahu, dan beranjak pergi)
Revan : berisik banget dah tu orang. (Ngedumel)
(tak lama kemudian Felly melewati koridor kelas Revan)
Felly : cie yang lagi belajar. (bersedekap)
Revan : ada masalah?
Felly : nggak sih. Cuma gue yakin lo belajar pun juga percuma.
Revan : Liat aja nanti.
Felly : sok pinter.
Revan : jangan banyak omong.
Felly : uh takut hahahaha
Revan : gue yakin, gue bisa karena gue berusaha.
Felly : duh jadi takut kalah hahahaha
Revan : satu hal yang harus lo tau, usaha keras tidak pernah berkhianat.
Felly : hmm te- (terpotong karena ada yang menyebut namanya)
Guru 1 : Felly kenapa kamu ada disini?
Felly : habis dari toilet bu.
Guru 1 : yaudah sekarang kamu kembali ke kelasmu segera.
Felly : baik bu.
Guru 1 : oiya ibu mau ambil daftar absen dulu. Kumpulkan pr di meja guru. Nanti ibu ke kelasmu.
Felly : siap bu.
(guru 1 pun pergi ke ruang guru)
Revan : udah sono pergi. Berisik tau!
Felly : dih. Oke, semangat belajarnya . Hahaha
(Felly pun pergi ke kelasnya)
Revan : Felly Felly. (Geleng geleng kepala)
Teman Revan 2 : hoi! (menepuk pundak Revan)
Revan : astaghfirullah. (Mengusap dada)
Teman Revan 2 : Jangan mikirin Felly mulu makanya hahahah
Revan : ya Allah banyak banget si pengganggu. (Menjambak rambut kesal)
Teman Revan 2 : udah batalin aja taruhannya. Kalah tau rasa loh.
Revan : berisik! udah ah minggir. ( beranjak dari tempat)
Teman Revan 2 : lah dia pergi. Basketan ajalah. (Kelapangan)

Babak 8
(Di koridor)
(Ujian telah usai)
Teman Felly: Fel.
Felly: Ya? Ada apa sih? Kok daritadi orang-orang mandang gue aneh gitu?
Teman Felly 2: Sebenernya-
Teman Felly: Mending lo ke lobby deh. Kita ke kelas dulu ya. Dahh (sambil menarik temannya)
Felly: Apasih tuh anak, aneh banget. Ngapain juga harus ke lobby? Liat hasil UAS? Udah pasti gue
juara 1, hahahaha.
(Revan sedang berjalan santai sambil bernyanyi kecil)
Revan: mana sih tuh orang? (celingukan) Nah tu dia!
(Menghampiri Felly)
Revan: Hai, Fel. (pura-pura memasang wajah sedih)
Felly: (menengok) Kenapa lo sedih? Kalah ya? ahahahhaa.
Revan: (bersedekap, bersender pada tembok) udah liat pengumuman?
Felly: Haahahahaha, tanpa di liat juga ketauan kali siapa pemenangnya. Ya gue lah.
Revan: Apa yang buat lo yakin kalau lo juara 1?
Felly: (Berdiri) Gue Felly, murid yang selalu menempati ranking 1 paralel. Nggak ada yang bisa
nyingkirin gue. Apalagi lo yang hanya dari kelas biasa.
Revan: (tersenyum misterius) ingat, di atas langit masih ada langit.
Felly: sok bijak. Ck..
Revan: (menyerahkan sebuah kertas)
Felly: Apaan tuh?
Revan: Liat aja sendiri
Felly: (mengambil kertas itu ragu-ragu, membukanya perlahan)
(Felly terdiam sejenak)
Felly: Nggak! Ini nggak mungkin!
Revan: Ingat perjanjian kita?
Felly: Ini nggak mungkin. Lo pasti bohongkan?!
Revan: Apa buktinya?
Felly: Nggak! Semuanya pasti bohong! Ini nggak mungkin!
Revan: Terima kekalahan Felly.
Felly: (terdiam menatap kosong kertas)
Revan: sportif, Fel
Felly: Ini nggak mungkin! (mulai terisak)
Revan: (panik)
Felly: Ini pasti mimpi.
Revan: (menghela napas berat) Gue nggak ada maksud buat lo nangis gini, gue cuma mau lo sadar.
Kesombongan lo membuat lo terlihat buruk dimata teman lo.
Felly: emang gue sombong?
Revan: Ya, lo memang pintar hanya saja lo terlalu tinggi hati. Lo jarang mau bantu teman lo yang
kesusahan.
Felly: (merenung)
Revan: Siap terima 3 permintaan dari gue?
Felly: Apa?
Revan: pertama, jangan sombong. Hal yang lo miliki sekarang hanya sementara. Berbagi ilmu dengan
teman itu lebih baik.
Felly: Oke.
Revan: Kedua, mulai berteman dengan siapapun dan bersikap baik. Mencari teman tak semudah
mencari musuh.
Felly: Gue selalu bersikap baik.
Revan: tapi kenyataannya, lo cuma punya 2 teman setia lo itu, yang lain menghindari lo karena sikap
lo selalu meremehkan orang lain.
Felly: (menghela napas) oke.
Revan: dan yang terakhir, kita berteman sekarang.
Felly: Hah?
Revan: Ya selama inikan lo anggep gue musuh gitu. Jadi kita temenan sekarang. (tersenyum puas)
(terdiam sejenak)
Felly: Teman? (tersenyum)
Revan: teman. (tersenyum)
Saat Ketenaran Duniawi Menjadi Tujuan

Oleh : Murod Asy Syathiri

‫ ومن‬،ُ‫ض َّل لَه‬ ِ ‫ َو ِم ْن سيئا‬،‫ور أنفُ ِسنَا‬


ِ ‫ َم ْن يَ ْهدِه هللا فَال ُم‬،‫ت أ ْع َما ِلنا‬ ُ ‫ ونعوذ ُ به ِمن‬،ُ‫ونستغفره‬
ِ ‫ش ُر‬ ُ ،‫ ونستعينُه‬،‫ نَحْ َمد ُه‬،‫إن ال َح ْمدَ هلل‬
َّ
ُ ‫ فَال هَادِي لَه‬،‫ض ِل ْل‬ ْ ُ‫ي‬

‫سولُه‬
ُ ‫ور‬ ْ ُ ‫أ َ ْش َهد‬
َّ ُ ‫ وأشهد‬،ُ‫أن ال إلَهَ إال هللاُ َوحْ دَهُ ال ش َِريكَ لَه‬
َ ‫أن ُم َح َّمدًا ع ْبد ُه‬

ْ َ‫ص ِلِّى َعلَى ُم َح َّم ٍد َو َعلَى ا َ ِل ِه َوأ‬


‫ص َحا ِب ِه َو َم ْن ت َ ِب َع ُهدًى‬ َ ‫اَللَّ ُه َّم‬

َ‫َّللاَ َح َّق تُقَاتِ ِه َوال ت َ ُموت ُ َّن ِإال َوأَ ْنت ُ ْم ُم ْس ِل ُمون‬
َّ ‫َياأَيُّ َها الَّذِينَ آ َمنُوا اتَّقُوا‬

‫َّللاَ الَّذِي‬
َّ ‫يرا َونِ َسا ًء َواتَّقُوا‬ ِ ‫اس اتَّقُوا َر َّب ُك ُم الَّذِي َخلَقَ ُك ْم ِم ْن نَ ْف ٍس َو‬
َّ ‫احدَةٍ َو َخ َلقَ ِم ْن َها زَ ْو َج َها َو َب‬
ً ِ‫ث ِم ْن ُه َما ِر َجاال َكث‬ ُ َّ‫َياأَيُّ َها الن‬
ُ َ َّ ‫ام إِ َّن‬
‫َّللاَ َكانَ َعل ْيك ْم َرقِيبًا‬ ْ ‫سا َءلُونَ بِ ِه َو‬
َ ‫األر َح‬ َ َ‫ت‬

‫سولَهُ فَقَدْ فَازَ فَ ْو ًزا‬ َّ ِ‫ص ِل ْح لَ ُك ْم أ َ ْع َمالَ ُك ْم َويَ ْغ ِف ْر لَ ُك ْم ذُنُوبَ ُك ْم َو َم ْن ي ُِطع‬


ُ ‫َّللاَ َو َر‬ ْ ُ‫سدِيدًا * ي‬ َّ ‫يَاأَيُّ َها الَّذِينَ آ َمنُوا اتَّقُوا‬
َ ‫َّللاَ َوقُولُوا قَ ْوال‬
‫َع ِظي ًما‬

Jama’ah shalat jum’ah yang dirahmati Allah SWT

Khatib mewasiatkan kepada seluruh para jama’ah agar senantiasa meningkatkan ketaqwaan
kepada Allah Swt. Salah satunya dengan mengikhlaskan seluruh amal perbuatan, yang tidak
mengharapkan apapun dan ridha siapapun kecuali hanya ridha Allah ‫ ﷻ‬. Sehingga amal kita
diterima di sisi Allah serta mendapatkan balasan berupa jannah-Nya yang penuh dengan
kenikmatan.

Hadirin sidang jama’ah shalat jum’at yang dirahmati Allah SWT

Hari ini kita dihadapkan pada suatu masa, ketika harta, kedudukan, serta pujian manusia
menjadi ukuran kemuliaan dan ketinggian seseorang di hadapan yang lain. Bahwa orang
hebat adalah yang terkenal dan namanya sering disebut di mana-mana, orang sukses adalah
orang yang punya kedudukan serta jabatan tinggi. Orang besar adalah mereka yang selalu
bekecukupan harta dan hidup tanpa kesusahan, serta seabrek indikator-indikator ‘palsu’
dimunculkan untuk merusak pemahaman manusia tentang makna kesuksesan dan kemuliaan.
Supaya manusia tertipu dan lupa pada hakikat ketinggian dan kemuliaan yang sebenarnya,
yakni ketaqwaan dan ketaatan kepada Allah. “Sesungguhnya yang paling mulia diantara
kamu adalah yang paling bertaqwa (kepada Allah). Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui
Mahateliti”. (QS al-Hujurat: 13)

Akibatnya, banyak orang yang akhirnya beramal hanya demi mencari ridho dan kerelaan
manusia, tanpa peduli lagi pada pahala dan balasan dari Allah. Asal pekerjaan itu disenangi
dan dikagumi serta mulia di mata manusia, syariat Allah rela dijadikan tumbal. Akhirnya,
muncullah golongan manusia yang beramal supaya dilihat dan dipuji oleh orang lain, atau
beramal karena riya’. Mereka berebut agar bisa menjadi objek pujian dan perhatian manusia
dalam setiap amal yang mereka kerjakan. Karena mereka menganggapnya sebagai upaya
‘mengejar kesuksesan’.

Tanpa disadari, sebenarnya mereka sedang mengejar kesia-siaan. Mereka lupa, bahwa hidup
bukan hanya sekedar untuk mencari pujian dan kebanggaan palsu. Dan lupa, bahwa esensi
dari penciptaan mereka di dunia ini adalah untuk beribadah ikhlas hanya kepada-Nya. Semua
perbuatan kita, baik atau buruk, besar atau kecil pasti akan mendapatkan balasan yang
setimpal. Bagi mereka yang beramal karena Allah, Allah sendirilah yang telah menjamin
pahala dan balasannya. Lalu, bagaimana mereka yang beramal dengan menjilat manusia?

Rasulullah ‫ ﷺ‬bersabda, “Barangsiapa yang mencari keridhaan Allah meskipun ia


memperoleh kebencian dari manusia, maka Allah akan mencukupkan dia dari
ketergantungan kepada manusia. Dan barangsiapa yang mencari keridhaan manusia dengan
mendatangkan kemurkaan Allah, maka Allah akan menyerahkanya kepada manusia.” (HR
Tirmidzi).

Imam Muhammad bin Abdurrahman al-Mubarakfuri dalam Tuhfatul Ahwadzi mengatakan,


“Maksudnya, Allah akan menjadikannya berada dibawah kuasa manusia, lalu mereka
menyakiti dan menganiayanya.”

Yang menyedihkan, penyakit haus pujian atau riya’ ini ternyata tidak hanya menyerang
kalangan awam saja. Bahkan banyak pengidapnya justru orang-orang yang faham akan
bahaya riya’ itu sendiri. Mereka yang ahli ibadah, para da’i dan mubaligh, thalibul ilmi, serta
para penghafal al-qur’an justru lebih berpotensi besar terjangkiti virus ini. Kuantitas amal
shalih yang mereka kerjakan, ternyata membuat setan tergiur untuk mengggelincirkan
kelompok ini, agar keikhlasan mereka pudar, dan ganti beramal untuk manusia, pujian, serta
kedudukan. Seorang da’i akan di hasut setan agar berbuat riya’ memperbagus dakwahnya
demi popularitas dan dikatakan sebagai ‘penguasa panggung’. Para penghafal Al-Qur’an
akan diarahkan supaya beramal demi dianggap sebagai ‘orang yang dekat dengan
Kitabullah’. Sedangkan setan akan menghasut para alim ulama agar mereka beramal supaya
dielukan sebagai orang yang ‘fakih dan faham dalam masalah dien’. Wal ‘iyadzu billah.

Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin menjelaskan tentang definisi riya’, “Riya’ adalah
ibadahnya seseorang kepada Allah, akan tetapi ia melakukan dan membaguskannya supaya
di lihat dan dipuji oleh orang lain, seperti dikatakan sebagai ahli ibadah, orang yang
khusyu’ shalatnya, yang banyak berinfaq dan sebagainya.” Intinya dia ingin agar apa yang
dikerjakan mendapat pujian dan keridhoan manusia. Rasulullah menyebut riya’ dengan
“syirik kecil”, karena sejatinya pelaku riya’ tidak mutlak menjadikan amalan tersebut sebagai
bentuk ibadah kepada manusia, serta sarana taqarrub kepadanya. Meskipun begitu,
bahayanya tak bisa dianggap sebelah mata.

Jama’ah shalat jum’at yang dirahmati Allah SWT

Jauh-jauh hari Rasulullah sudah memperingatkan kita tentang betapa bahayanya “syirik kecil”
ini. Beliau bersabda,

‫َّللاُ َع َّز َو َج َّل لَ ُه ْم يَ ْو َم‬


َّ ‫الريَا ُء يَقُو ُل‬
ِّ ِ ‫َّللاِ قَا َل‬
َّ ‫سو َل‬ُ ‫صغ َُر يَا َر‬ ْ َ ‫ش ِْركُ ْاأل‬
ِّ ‫صغ َُر قَالُوا َو َما ال‬ ْ َ ‫ش ِْركُ ْاأل‬ ِّ ‫علَ ْي ُك ْم ال‬ ُ ‫ف َما أَخ‬
َ ‫َاف‬ َ ‫ِإ َّن أ َ ْخ َو‬
‫ظ ُروا َه ْل ت َِجد ُونَ ِع ْندَ ُه ْم َجزَ ا ًء‬ُ ‫اس بِأ َ ْع َما ِل ِه ْم اذْ َهبُوا إِلَى الَّذِينَ ُك ْنت ُ ْم ت ُ َرا ُءونَ فِي الدُّ ْنيَا فَا ْن‬ َ ‫ْال ِقيَا َم ِة إِذَا ُج ِز‬
ُ َّ‫ي الن‬
“Sesungguhnya yang paling aku khawatirkan atas kalian adalah syirik kecil.” Mereka
bertanya: Apa itu syirik kecil wahai Rasulullah? Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam
menjawab: “Riya’, Allah ‘azza wajalla berfirman kepada mereka pada hari kiamat saat
semua manusia diberi balasan atas amal-amal mereka: Temuilah orang-orang yang dulu kau
perlihatkan amalmu kepada mereka di dunia, lalu lihatlah apakah kalian menemukan
balasan disisi mereka?” (HR Ahmad)

Imam an-Nawawi dalam kitab Riyadush Shalihin, dalam bab Tahriimur Riya’ (pengharaman
riya’) menyebutkan sebuah hadist yang diriwayatkan oleh sahabat Abu Hurairah. Dalam
hadist tersebut Rasulullah bersabda tentang tiga orang yang pertama kali di hisab pada hari
kiamat. Mereka adalah orang yang mati syahid dalam pertempuran, seseorang yang belajar
Al-Qur’an dan mengajarkannya, serta orang yang selalu berinfaq di jalan Allah. Setelah
mereka dipanggil, maka ditunjukkan kepada mereka kenikmatan dan pahala yang banyak
karena amal shalih yang telah mereka kerjakan. Namun ternyata pahala mereka musnah, dan
ketiganya justru menjadi penghuni neraka, karena ternyata amal kebaikan yang mereka
kerjakan di dunia hanya bertujuan mendapatkan pengakuan dan pujian dari manusia. Mereka
menjual pahala dan kenikmatan akhirat demi manisnya ucapan dan indahnya pandangan
orang lain. Na’udzu billahi min dzalik.

Bagaimana cara kita menjauhi virus yang satu ini? Solusinya adalah dengan berusaha untuk
ikhlas di setiap amal yang kita kerjakan, dan selalu berupaya protektif menjaganya. Karena
setan tak akan pernah menyerah untuk memberikan bisikan-bisikannya demi menggoyahkan
dan merusak keikhlasan seseorang. Agar manusia menjadi budak sesamanya, beramal untuk
kepuasan semu, serta mencampuradukkan tujuan hakiki amal shalih dengan tujuan bathil.

َّ ‫ إِنَّهُ ه َُو ْالغَفُ ْو ُر‬،ُ‫ فَا ْست َ ْغ ِف ُر ْوه‬. َ‫سائِ ِر ْال ُم ْس ِل ِميْن‬
‫الر ِح ْي ُم‬ َ ‫أَقُ ْو ُل قَ ْو ِل ْي َهذَا َوأ َ ْست َ ْغ ِف ُر هللاَ ْالعَ ِظي َْم ِل ْي َولَ ُك ْم َو ِل‬

Khutbah kedua

‫س ْولُهُ َو َعلَى آ ِل ِه‬ ُ ‫ أ َ ْش َهد ُ أ َ ْن الَ إِلَهَ إِالَّ هللاُ َوحْ دَهُ الَ ش َِريْكَ لَهُ َوأ َ ْش َهد ُ أَ َّن ُم َح ِ ِّمدًا َع ْبدُهُ َو َر‬.‫ ا َ ْل َح ْمدُ ِ َّّلِلِ َح ْمدًا َكثِي ًْرا َك َما أ َ َم َر‬,ِ‫ا َ ْل َح ْمد ُ ِ َّّلِل‬
َّ‫ فَاتَّقُوا هللاَ َح َّق تُقَاتِ ِه َوالَ تَ ُم ْوت ُ َّن إِال‬،ِ‫َّاي بِت َ ْق َوى هللا‬ ِ ‫ أ ُ ْو‬،ِ‫ أ َ َّما بَ ْعد ُ؛ ِعبَادَ هللا‬،‫ان إِلَى يَ ْو ِم ال ِدِّي ِْن‬
َ ‫ص ْي ُك ْم َوإِي‬ ٍ ‫س‬ َ ْ‫ص َحابِ ِه َو َم ْن تَبِعَ ُه ْم بِإِح‬ ْ َ ‫َوأ‬
َ‫َوأَنت ُ ْم ُّم ْس ِل ُم ْون‬

Rasulullah pernah mengajarkan sebuah doa yang dapat kita jadikan perisai dari perbuatan
syirik kecil (Riya’). Beliau bersabda dalam sebuah hadist, “Takutlah kalian terhadap syirik
karena dia lebih halus dari langkah semut.” Kemudian seseorang bertanya, “Wahai
Rasulallah, bagaimana kami harus menghindarinya, sementara dia lebih halus dari langkah
semut?” Maka beliau menjawab: “Berdo’alah dengan membaca:

َ َ‫اللَّ ُه َّم ِإنَّا نَعُوذ ُ ِبكَ ِم ْن أ َ ْن نُ ْش ِركَ ِبك‬


‫ش ْيئًا َن ْعلَ ُمهُ َونَ ْست َ ْغ ِف ُركَ ِل َما َال َن ْع َل ُم‬

(Ya Allah, sesungguhnya kami berlindung kepada-Mu dari menyekutukan-Mu dengan sesuatu
yang kami ketahui dan kami meminta ampun kepada-Mu terhadap apa yang tidak kami
ketahui).” (HR Ahmad)

Sayyid Muhammad Nuh dalam kitabnya at-Taujihaad an-Nabawiyyah memberikan


penjelasan, “Agama Islam melarang dan melawan segala bentuk kesyirikan, sebagaimana
yang disebutkan dalam banyak ayat Al-Qur’an-yang di antaranya adalah syirik kecil-dengan
memberikan ancaman dan peringatan, karena melihat banyaknya manusia yang lalai darinya,
meremehkannya, terperosok kedalamnya, dan terlumuri oleh kenajisan syirik kecil ini. Hadits
ini berisikan do’a agar kita terlepas dari penyakit syirik kecil yang sering menyelinap ke
dalam hati tanpa kita sadari dan kemudian merusaknya. Sebagaimana seorang pencuri yang
menyelinap ke rumah korbannya, kemudian mengambil barang-barang yang dimiliki, sedang
pemiliknya sedang terlelap dalam tidur.”

Semoga Allah senantiasa menjaga keikhlasan hati kita dan menjauhkan kita dari beramal
karena pujian dan penglihatan manusia karena sesungguhnya Allah Maha Mengetahui semua
yang kita sembunyikan dalam hati. Dan Allah hanya akan menerima amalan yang ditujukan
untuk mencari ridha-Nya semata.

‫إن هللا ومالئكته يصلون على النبي ياأيها الذين امنوا صلوا عليه وسلموا تسليما‬

ِ َ‫ َوب‬.ٌ ‫ إِنَّكَ َح ِم ْيد ٌ َم ِج ْيد‬،‫صلَّيْتَ َعلَى إِب َْرا ِهي َْم َو َعلَى آ ِل إِب َْرا ِهي َْم‬
‫ار ْك َعلَى ُم َح َّم ٍد َو َعلَى‬ َ ‫ص ِِّل َعلَى ُم َح َّم ٍد َو َعلَى آ ِل ُم َح َّم ٍد َك َما‬ َ ‫اَللَّ ُه َّم‬
.ٌ ‫ ِإنَّكَ َح ِم ْيد ٌ َم ِج ْيد‬،‫ار ْكتَ َعلَى ِإب َْرا ِهي َْم َو َعلَى آ ِل ِإب َْرا ِهي َْم‬ َ َ‫آ ِل ُم َح َّم ٍد َك َما ب‬

‫اللهم اغفر للمؤمنين والمؤمنات والمسلمين والمسلمات األحياء منهم واألموات إنك سميع قريب مجيب الدعوات‬

َ َ‫اللَّ ُه َّم ِإنَّا نَعُوذ ُ ِبكَ ِم ْن أ َ ْن نُ ْش ِركَ ِبك‬


‫ش ْيئًا َن ْعلَ ُمهُ َونَ ْست َ ْغ ِف ُركَ ِل َما َال َن ْع َل ُم‬

‫ربنا اتنا فى الدنيا حسنة وفى االخرة حسنة وقنا عذاب النار‬

‫سبحان ربك رب العزة عما يصفون وسالم على المرسلين والحمد هلل رب العالمين‬

You might also like